Cerpen ini menceritakan tentang seorang remaja yang merasa kesal karena tidak memiliki uang saku yang cukup untuk membeli aksesoris seperti teman-temannya. Ia kemudian pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan kelompok sekolahnya dan melihat seorang anak kecil yang bekerja membantu toko di sudut pasar untuk mendapatkan uang. Cerita ini mengangkat tema kesulitan ekonomi dan kerja anak.
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
Analisis cerpen
1. 1. Bella Hillary
2. Michael Hizkia W.
3. M. Rafik
4. M. Rifqi
5. Oktafianti Eka
6. Zaky Fauzan N.
2. Cerpen adalah jenis karya sastra yang
memaparkan kisah ataupun cerita tentang
kehidupan manusia lewat tulisan
pendek. cerpen juga bisa disebut sebagai
karangan fiktif yang berisikan tentang sebagian
kehidupan seseorang atau juga kehidupan yang
diceritakan secara ringkas yang berfokus pada
suatu tokoh saja.
3. • Menurut KBBI
Cerpen berasal dari dua kata yaitu cerita yang mengandung arti tuturan
mengenai bagaimana sesuatu hal terjadi dan relatif pendek berarti
kisah yang diceritakan pendek atau tidak lebih dari 10.000 kata yang
memberikan sebuah kesan dominan serta memusatkan hanya pada
satu tokoh saja dalam cerita pendek tersebut.
• Menurut Sumardjo dan Saini
Cerpen adalah cerita fiktif atau tidak benar-benar terjadi, tetapi bisa
saja terjadi kapanpun serta dimanapun yang mana ceritanya relatif
pendek dan singkat.
Jadi menurut kami Cerpen atau cerita pendek merupakan suatu
bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen cenderung singkat, padat, dan
langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang
lebih panjang, seperti novel.
4. 1. Jalan ceritanya lebih pendek dari novel
2. Sebuah cerpen memiliki umlah kata yang tidak lebih dari 10.000
(10 ribu) kata
3. Biasanya isi cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari
4. Tidak menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal ini karena
dalam cerpen yang digambarkan hanyalah inti sarinya saja.
5. Tokoh dalam cerpen digambarkan mengalami masalah atau suatu
konflik hingga pada tahap penyelesainnya.
6. Pemakaian kata yang sederhana serta ekonomis dan mudah
dikenal pembaca.
7. Kesan yang ditinggalkan dari cerpen tersebut sangat mendalam
sehingga pembaca dapat ikut merasakan kisah dari cerita
tersebut.
8. Biasanya hanya 1 kejadian saja yang diceritakan.
9. Memiliki alur cerita tunggal dan lurus.
10. Penokohan pada cerpen sangatlah sederhana, tidak mendalam
serta singkat
5. 1. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan atau inti dari cerita pendek yang akan dikembangkan menjadi
sebuah rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga sebagai gambaran awal dalam cerita.
Abstrak bersifat opsional atau dalam artian bahwa setiap cerpen boleh tidak terdapat struktur
abstrak tersebut.
2. Orientasi
Orientasi berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang berkaitan dengan jalan cerita
dari cerpen tersebut.
3. Komplikasi
Komplikasi berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Pada
komplikasi, biasanya mendapatkan karakter ataupun watak dari berbagai tokoh cerita pendek
tersebut, hal ini karena pada bagian komplikasi kerumitan mulai bermunculan.
4. Evaluasi
Evaluasi yaitu struktur konflik yang terjadi dan mengarah pada klimaks serta sudah mulai
mendapatkan penyelesaiannya dari konflik yang terjadi tersebut.
5. Resolusi
Pada bagian resolusi, pengarang mulai mengungkapkan solusi yang dialami tokoh.
6. Koda
Pada bagian koda, terdapat nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari cerita pendek
tersebut oleh pembacanya.
6. 1. Tema
Tema adalah sebuah gagasan pokok yang mendasari dari jalan cerita
sebuah cerpen. Tema biasanya dapat langsung terlihat jelas di dalam
cerita atay tersurat dan tidak langsung, dimana si pembaca harus teliti
dan dapat menyimpulkan sendiri atau tersirat.
2. Alur / Plot
Alur merupakan urutan tahapan jalannya cerita, antara lain :
perkenalan > muncul konflik atau suatu permasalahan > peningkatan
konflik > puncak konflik (klimaks) > penurunan konflik > selesaian.
3. Setting
Setting sangat berkaitan dengan tempat atau latar, waktu, dan
suasana dalam cerpen tersebut.
4. Tokoh
Tokoh merupakan pelaku yang terlibat dalam cerita tersebut. Setiap
tokoh biasanya mempunyai karakter tersendiri. Dalam sebuah cerita
terdapat tokoh protagonis atau tokoh baik dan antagonis atau tokoh
jahat serta ada juga tokoh figuran yaitu tokoh pendukung.
7. 5. Penokohan
Penokohan yaitu pemberian sifat pada tokoh atau pelaku dalam cerita tersebut. Metode
penokohan ada 2 (dua) macam diantaranya:
• Metode analitik adalah suatu metode penokohan dengan cara memaparkan atau
menyebutkan sifat tokoh secara langsung.
• Metode dramatik adalah suatu metode penokohan dengan cara memaparkannya secara tidak
langsung.
6. Sudut Pandang
Adalah cara pandang pengarang dalam memandang suatu peristiwa di dalam cerita. Sudut
pandang ada 4, antara lain:
• Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang terjadi serta
tingkah laku yang dialaminya.
• Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan
Tokoh ”aku” muncul tidak sebagai tokoh utama lagi, melainkan sebagai pelaku tambahan.
Tokoh ”aku” hadir dalam jalan cerita hanya untuk membawakan cerita kepada pembaca.
• Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu
Kisah cerita dari sudut ”dia”, namun pengarang atau narator dapat menceritakan apa saja hal-
hal dan tindakan yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Pengarang mengetahui segalanya.
• Sudut Pandang Orang Ketiga Pengamat
Pengarang hanya melukiskan apa yang dilihat, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh tersebut,
namun terbatas pada seorang tokoh saja.
7. Amanat
Amanat merupakan sebuah pesan dari seorang penulis atau pengarang cerita tersebut kepada
8. Unsur ekstrinsik cerpen merupakan sebuah unsur yang
membentuk cerpen dari luar, berbeda dengan unsur
intrinsik cerpen yang membentuk cerpen dari dalam. Unsur
ekstrinsik cerpen tidak terlepas dari keadaan masyarakat
saat dimana cerpen tersebut dibuat oleh pengarang. Unsur
ini sangat memiliki banyak sekali pengaruh terhadap
penyajian amanat ataupun latar belakang dari cerpen
tersebut. Berikut unsur ekstrinsik cerpen.
9. 1. Nilai agama
Nilai agama adalah hal-hal yang bisa dijadikan pelajaran yang terkandung di dalam
cerpen yang berkaitan dengan ajaran agama.
2. Nilai sosial
Nilai sosial adalah nilai yang bisa dipetik dari interaksi-interaksi tokoh-tokoh yang ada
di dalam cerpen dengan tokoh lain, lingkungan dan masyarakat sekitar tokoh.
3. Nilai moral
Nilai moral adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita dan berkaitan dengan
akhlak atau etika yang berlaku di dalam masyarakat. Di dalam suatu cerpen, nilai
moral bisa menjadi suatu nilai yang baik maupun nilai yang buruk.
4. Nilai budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan nilai-nilai kebiasaan, tradisi,
adat istiadat yang berlaku.
5. Nilai Politik
Nilai politik adalah nilai yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan di
masyarakat, berkaitan juga dengan usaha warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama.
10. A. Majas
Majas atau gaya bahasa merupakan cara pengarang
mengekpresikan jiwa perasaan dan pikirannya dalam
media bahasa. Majas dapat dibedakan menjadi majas
perbandingan, pertentangan, sindiran dan penegasan.
• Personifikasi
• Hiperbola
• Metafora
Majas
Perbandingan
• Antitesis
• Paradoks
• Kontradiksi intermimis
Majas Pertentangan
• Ironi
• Sinisme
• Sarkasme
Majas Sindiran
• Pleonasme
• Retorik
• Paralelisme
Majas Penegasan
11. B. Ungkapan
Ungkapan atau bentuk idiom adalah gabungan kata yang
menimbulkan makna baru yang memiliki makna khusus
sehingga tidak dapat diartikan secara sebenarnya.
C. Peribahasa
Peribahasa adalah sekelompok kata atau kalimat yang
susunanya tetap, tidak bisa berubah-ubah,
menggambarkan keadaan dengan makna tertentu.
13. Aku sekarang duduk di bangku kelas IX SMP tapi Ayah masih
juga belum menambah uang sakuku. Kadang aku kesal, ketika melihat
teman-temanku membeli aksesoris cantik yang harganya cukup
mahal. Aku kesal karena uang sakuku tak cukup untuk membeli
aksesoris yang sejenis. Satu-satunya yang bisa aku lakukan hanya
menghela napas menahan kesal.
Gerutuanku ini membuatku merasa gerah padahal hari ini tidak
terlalu terik. Ayah tidak mengerti perasaanku. Ibu pun demikian.
Kulangkahkan kakiku meninggalkan gerbang sekolah dan teman-
temanku yang sedang asyik memilah dan memilih aksesoris di sebuah
toko aksesoris di depan sekolah. Kenapa toko itu harus berada di
depan sekolahku? Hah! Aku semakin kesal! Aku sadar jika aku
bergabung dengan mereka, menyiksa mata dan batinku melihat
aksesoris mahal yang tidak bisa aku beli, maka aku akan
membutuhkan hati yang baru karena yang satu ini akan hancur,
tentunya. Bisa jadi aku iri pada mereka. Tapi apa yang harus aku
14. Langkah demi langkah kutatih di jalan yang lebarnya tak seberapa ini. Sampai
akhirnya Nida dan Fatma, teman sekelasku, dengan gagahnya lewat di
sampingku mengendarai sepeda motor. Lagi-lagi, aku merasa jengkel dengan
hidupku. Kenapa hanya aku yang harus berjalan kaki ke sekolah dengan jarak
yang cukup jauh? Sedangkan anak lain seusiaku sudah diijinkan dan diberikan
sepeda motornya sendiri? Aku melewati jalan yang melintang sambil menggerutu
seperti ibu-ibu yang baru saja pulang dari pasar saat harga sembako sedang
melambung tinggi. Aku terlalu sibuk membenci hidupku sampai aku hampir lupa
bahwa aku diberikan tanggung jawab dari kelompokku untuk membeli beberapa
kebutuhan untuk praktik Biologi besok. Aku mengurungkan niatku untuk langsung
pulang ke rumah.
Di persimpangan jalan, aku berbelok ke arah pasar. Sebenarnya aku tidak terlalu
suka pergi ke pasar. Terlalu ramai! Tapi mau bagaimana lagi? Matahari sudah
menikuk menandakan siang akan berganti sore tapi pasar ini masih ramai
dilancongi para pahlawan rumah tangga dengan berbagai kostum. Mulai kostum
ala istri ulama sampai kostum ala istri pemain bola. Aku baru saja memasuki
halaman depan pasar tapi di pikiranku sudah terpenuhi bisikan-bisikan jahat untuk
mengurungi niatku. Beberapa sepeda motor terparkir rapi memenuhi halaman
depan pasar yang difungsikan sebagai lahan parkir. Aku juga melihat beberapa
petugas parkir yang wajahnya tak asing bagiku. Dari jauh, kulihat seorang bocah
kecil dengan kaos biru dan celana merahnya berdiri bersandar di dinding sebuah
15. Aku pikir tidak ada yang salah dengan sendalnya. “Hanya lusuh, masih bisa
digunakan”, sekali lagi aku berkata dalam hati. Sesekali ia menggerakkan
kakinya, menggesek-gesekkan sendalnya ke lantai. Aku melangkah lebih dekat.
Kulihat seorang ibu melintas di hadapannya. Mendadak, bocah itu meraih plastik
belanjaan yang sejak tadi dijinjing oleh ibu tersebut. Terkejut, seketika ibu tersebut
menarik plastik belanjaannya dan menatap sinis ke arah bocah berkaos biru itu.
Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Mengapa bocah itu menarik plastik belanjaan
itu?
Mengikuti rasa ingin tahuku, aku mendekat. “Im, sini Im!”, suara seorang ibu
paruh baya terdengar dari dalam toko memanggilnya. Seketika wajah bocah itu
menjadi sumringah. Dia berlari menghampiri suara yang memanggilnya dengan
begitu semangat. Tak lama, ia keluar dengan menjinjing beberapa barang
belanjaan. Dia berjalan agak pontang-panting, sepertinya barang yang dibawanya
cukup berat. Sejenak aku ingin membantunya, tapi pada akhirnya aku hanya
memandanginya saja. Dia berhenti sejenak, melepaskan jinjingan di tangannya.
Kulihat nafasnya mulai terengah-engah. Dia kembali menjinjing bawaannya
menuju sebuah angkutan umum dengan setengah berlari. Lagi-lagi, aku hanya
menatapnya. Ibu paruh baya tadi memberinya beberapa lembar uang seribuan.
Senyum bocah itu kembali merekah. Nafasnya masih terengah-engah. Ia seperti
mendapatkan kembali energinya yang habis dikurasnya beberapa menit yang
lalu. Ia kembali berdiri di samping toko di sudut pasar itu sambil berusaha
mengantongi uang yang diterimanya. Tangan mungil itu memijat-mijat tangan
16. “Im, tolong kesini Im!”, kali ini si pemilik toko yang memintanya
membantu membereskan toko. Bocah itu memanggul barang-barang
yang sebelumnya diletakkan di luar ke dalam toko. Cukup banyak
barang yang ia angkut tapi tetap terlihat begitu semangat. Kali ini, dia
menerima upah yang lebih banyak dari sebelumnya dan pergi
meninggalkan toko dengan wajah berseri-seri. Aku memandanginya
sampai dia benar-benar hilang dari penglihatanku. Setelah ia tak lagi
terlihat, aku tersadar dari lamunanku dan melihat sebagian toko di
pasar itu sudah mulai ditutup oleh pemiliknya. Dan aku belum
mendapatkan satupun barang yang diperlukan kelompokku! Kebetulan
toko di sudut pasar itu, tempat bocah kecil dengan panggilan “Im”,
yang aku tidak tahu siapa nama aslinya, mungkin Boim, Toim atau
Naim, masih belum tutup. Aku segera mencari semua yang
kubutuhkan. Saat aku hendak membayar semua belanjaanku, bocah
itu terlintas di pikiranku. Demi memuaskan rasa ingin tahuku, aku
bertanya pada si pemilik toko. Betapa terkejutnya aku mendapat
jawaban dari si pemilik toko. Mataku mulai berkaca-kaca tapi aku
mencoba menahan agar titik-titik kecil air mata tidak meleleh dari sudut
mataku. Akan sangat memalukan jika aku harus menangis di tempat
17. Aku meninggalkan pasar yang mulai sepi. Parkiran yang tadi kulihat hampir
penuh, sekarang sudah bisa kuhitung jari.
Hari semakin sore dan jarak yang harus kutempuh masih cukup jauh.
Sepanjang perjalanan, aku memikirkan bocah tadi. Betapa hebatnya dia.
Bocah kecil yang tangguh. Setiap hari, sepulang sekolahnya ia berdiri di
samping toko di sudut pasar itu, tanpa sedikit pun rasa malu menjadi kuli
angkut di usianya yang masih sangat belia agar bisa mencukupi semua
keperluan sekolahnya. Dia hanya hidup berdua dengan neneknya yang sudah
tidak terlalu bugar. Aku mengingat semua yang telah kupikirkan sepulang
sekolah tadi. Aku jauh lebih beruntung dibandingkan bocah itu tapi aku masih
saja mengeluh! “Tidak tahu diri!”, hinaku pada diriku sendiri. Kini air mata
benar-benar meleleh di pipiku. Beberapa orang melintasiku, memandangiku,
tapi aku tidak peduli. Aku benar-benar menyesali perbuatanku. Tidak
seharusnya aku membenci hidupku saat masih ada orang lain di luar sana
yang hidupnya lebih sulit dari hidupku. Seorang anak kecil di sudut pasar
telah membuka mata dan hatiku. Ayah, Ibu, maafkan aku yang terlalu banyak
menuntut. Tuhan, maafkan aku karena aku kurang bersyukur atas apa yang
telah Kau berikan untukku.
Aku mengingat-ingat jawaban Ibuku, yang sebelum hari ini tidak begitu aku
pedulikan. Suatu saat aku pernah bertanya, ”Bu, mengapa Tuhan
18. Tema : Bersyukur dengan apa yang kita miliki
Alur : Maju (Dalam cerita tersebut tokoh “Aku” menceritakan
perjalanan sepulang sekolahnya yang mana tokoh “Aku” bertemu
dengan bocah di sudut pasar)
Latar
Latar tempat (Di depan sekolah)
“…Kulangkahkan kakiku meninggalkan gerbang sekolah dan
teman-temanku yang sedang asyik memilah dan memilih aksesoris di
sebuah toko aksesoris di depan sekolah…“
Latar waktu (Siang menjelang sore)
“…Hari semakin sore dan jarak yang harus kutempuh masih
cukup jauh. Sepanjang perjalanan, aku memikirkan bocah tadi. Betapa
hebatnya dia…”
Latar suasana (Menyesal)
“… Aku jauh lebih beruntung dibandingkan bocah itu tapi aku
masih saja mengeluh! “Tidak tahu diri!”, hinaku pada diriku sendiri…”