APBN 2015 adalah rencana keuangan pemerintah Indonesia untuk tahun 2015 yang disetujui oleh DPR. Belanja negara pada APBN 2015 sebesar Rp2.039,5 triliun yang dialokasikan untuk beberapa program seperti kementerian, subsidi, dan transfer ke daerah. APBN 2016 disetujui pada 30 Oktober 2015 dengan target pendapatan Rp1.822,5 triliun dan belanja Rp2.095,7 triliun untuk mendukung program-program pemerintah sepert
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2015 (disingkat APBN 2015)
adalah rencana keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat untuk tahun 2015. RUU ABPN 2015 disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 15 Agustus 2014
Belanja Negara[ 2015
Alokasi Belanja Negara pada APBN 2015
Anggaran Belanja Negara pada APBN tahun 2015 berjumlah Rp2.039,5 triliun yang dialokasikan
untuk:
1. Belanja Kementerian Negara/Lembaga : Rp647,3 triliun
2. Subsidi : Rp414,7 triliun
3. Pembayaran bunga utang : Rp152,0 triliun
4. Transfer ke daerah : Rp638,0 triliun
5. Dana desa : Rp9,1 triliun
6. Belanja lainnya : Rp178,4 triliun[8]
Alokasi Belanja Negara pada APBN-P 2015
2. Sementara pada APBN-P tahun 2015, alokasi tersebut berubah menjadi:
1. Belanja Kementerian Negara/Lembaga : Rp795,5 triliun
2. Subsidi : Rp212,1 triliun
3. Pembayaran bunga utang : Rp155,7 triliun
4. Transfer ke daerah : Rp643,8 triliun
5. Dana desa : Rp20,8 triliun
6. Belanja lainnya : Rp156,2 triliun
APBN 2016
Sejak disampaikan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 15 Agustus
2015 lalu, Rancangan UU tentang APBN Tahun 2016, beserta Nota Keuangannya dibahas
bersama Pemerintah dan DPR secara intensif, untuk kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna
DPR RI tanggal 30 Oktober 2015. Pengesahan tersebut dilaksanakan dengan
mengakomodasikan berbagai masukan, pandangan, pendapat dan saran-saran berbagai fraksi,
dan komisi di DPR, juga mempertimbangkan berbagai kendala yang ada, baik dari faktor-faktor
internal maupun eksternal. Dinamika pembahasan di DPR RI berlangsung sangat transparan,
dan menunjukkan keinginan bersama serta iktikad baik untuk mewujudkan kehendak rakyat.
RUU APBN tahun 2016 memiliki makna yang strategis, karena merupakan RAPBN yang secara
utuh disusun sejak awal siklus perencanaan dan penganggaran. Target dan sasaran
pembangunan yang direncanakan merupakan pengejawantahan dari visi-misi Presiden, yang
dimaksudkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Secara teknokratis, RAPBN tahun 2016
direncanakan lebih realistis, baik dari sisi asumsi dasar ekonomi makro, target pendapatan
negara, maupun belanja negara.
Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan DPR, asumsi dasar ekonomi makro
dalam APBN tahun 2016 ditetapkan dan disepakati sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen;
2. Tingkat Inflasi sebesar 4,7 persen;
3. Nilai tukar rupiah rata-rata Rp13.900/USD;
4. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,5 persen;
5. Harga minyak mentah Indonesia rata-rata USD50/barel;
6. Lifting minyak rata-rata 830 ribu barel/hari; dan
7. Lifting gas rata-rata 1.155ribu barel setara minyak.
3. Asumsi dasar ekonomi makro tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan perkembangan
terkini dan prospek perekonomian,serta berbagai tantangan di tahun 2015 dan 2016, baik yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan didasarkan kondisi terkini serta
langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan, APBN tahun 2016 diharapkan dapat
mendukung pencapaian berbagai sasaran pembangunan di tahun 2016 secara lebih efektif,
efisien, dan berkualitas.
Target Pendapatan Negara dalam APBN tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp1.822,5 triliun, atau
Rp25,6 triliun lebih rendah dari yang diusulkan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2016. Target
Pendapatan Negara tersebut bersumber dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp1.546,7 triliun
dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp273,8 triliun (rasio penerimaan negara terhadap
PDB atau tax ratio dalam tahun 2016 sebesar 13,11 persen).
Langkah untuk mencapai target perpajakan didasarkan atas beberapa kebijakan, antara lain
melalui kebijakan perpajakan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan tanpa
mengganggu iklim investasi dunia usaha,kebijakan penerimaan perpajakan yang diarahkan
untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mempertahankan daya beli
masyarakat,kebijakan penerimaan perpajakan yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing
dan nilai tambah industri nasional, dan kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk
mengendalikan konsumsi barang kena cukai.
Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan sebesar Rp273,8 triliun, atau lebih kecil Rp6,4
triliun dari usulan dalam RAPBN tahun 2016.Perubahan tersebut disebabkan antara lain
penurunan harga minyak (ICP) dari yang diusulkan dalam RAPBN 2015 sebesar USD60/barel
menjadi USD50/barel, Penurunan cost recovery menjadi US$ 11,0 miliar (lebih rendah dari
RAPBN 2016 sebesar US$16,5 miliar),peningkatan pendapatan bagian laba BUMN,penurunan
PNBP lainnya akibat penurunan pendapatan domestic market obligation (DMO) serta penurunan
PNBP Polri, dan Kementerian Hukum dan HAM. Adapun Penerimaan Hibah ditetapkan sama
dengan RAPBN tahun 2016 yaitu sebesar Rp2,0 triliun.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan SDA Migas disepakati beberapa kebijakan utama,
antara lain Peningkatan perkiraan lifting minyak mentah dengan adanya pengetatan jadwal
proyek onstream, terutama mulai berproduksinya Blok Cepu, dan pencapaian
target lifting minyak mentah dan lifting gas bumi. Kebijakan lain guna mengoptimalkan PNBP
adalah penyesuaian tarif PNBP dan ekstensifikasi, peningkatan kinerja BUMN, peningkatan
pengawasan dan pelaporan PNBP, perbaikan administrasi dan sistem PNBP, dan perbaikan
regulasi PNBP.
Dari sisi Belanja Negara, pagu APBN tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp2.095,7 triliun, atau
sekitar Rp25,6 triliun lebih rendah dari yang diusulkan dalam RAPBN Tahun 2016. Alokasi
Belanja Negara diarahkan sejalan dengan sembilan agenda prioritas (Nawa Cita) Pemerintah.
Beberapa kebijakan penting belanja negara diantaranya:
4. Pertama, meningkatkan kinerja aparatur pemerintah untuk memacu produktivitas dan
peningkatan pelayanan publik.
Kedua, mengarahkan subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Ketiga, melanjutkan program prioritas pembangunan, utamanya : infrastruktur konektivitas,
pendidikan, kesehatan, kedaulatan pangan dan energi, kemaritiman, pariwisata, pertahanan,
serta pengurangan kesenjangan, guna semakin memperbaiki kualitas pembangunan;
Keempat, pemenuhan anggaran Kesehatan sebesar 5 persen dari APBN, dengan didukung
program yang lebih tajam dan luas, baik dari sisi demand maupun sisi supply.
Kelima, peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dan tidak mampu melalui program
bantuan sosial yang lebih berkesinambungan (KIP, KIS), termasuk perluasan cakupan penerima
Bantuan Tunai Bersyarat menjadi 6 juta KSM.
Keenam, penyediaan kebutuhan pokok Perumahan melalui program Sejuta Rumah bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dengan dukungan pembangunan rumah, subsidi bunga
kredit, dan bantuan uang muka rumah.
Ketujuh, menyelaraskan kebijakan Desentralisasi Fiskal dengan mengalihkan alokasi Dana
Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan di Kementerian/Lembaga ke DAK, agar pembangunan lebih
merata dan lebih cepat, yang juga didukung dengan peningkatan alokasi Dana Desa mencapai
6,5 persen dari dan di luar Transfer ke Daerah, sesuai Road Map Dana Desa tahun 2015-2019.
Sementara itu, pembiayaan anggaran untuk menutup defisit tahun 2016 disepakati sebesar
Rp273,2 triliun, yang terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp330,9 triliun dan pembiayaan
non utang sebesar negatif Rp57,7 triliun. Untuk mendukung kebijakan pembiayaan defisit APBN
2015 setara 2,15 persen PDB, maka pemerintah akan memanfaatkan sumber pembiayaan dalam
negeri dan luar negeri yang mempunyai risiko rendah, beban biaya yang murah, serta tidak ada
ikatan. Pemerintah akan memanfaatkan instrument pembiayaan yang tersedia secara optimal
dengan tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Selain itu, kebijakan pembiayaan juga akan
tetap dimanfaatkan untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur, investasi pendidikan ke
depan, serta penguatan program kredit usaha menengah, kecil, dan mikro.Mengenai PMN tahun
2016, pelaksanaannya akan dibahas kembali dalam RAPBN Perubahan tahun 2016.
Dengan diselesaikannya pembahasan dan penetapan RUU APBN Tahun Anggaran 2016 pada
tanggal 30 Oktober 2015, maka Pemerintah akan segera menyelesaikan proses administrasi
anggaran selanjutnya, yakni dengan penetapan rincian anggaran belanja pemerintah melalui
Peraturan Presiden selambatnya bulan November 2015. Penerbitan dokumen pelaksanaan
anggaran (DIPA) dilakukan selambatnya di bulan Desember 2015, sehingga pada awal Januari
2016, seluruh program-program Pemerintah sudah siap untuk dilaksanakan.
5. Rincian APBN tahun 2016 sebagai berikut:
RAPBN : RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA