Wanprestasi adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian. Debitur dapat dinyatakan wanprestasi jika gagal melakukan, melakukan dengan cara berbeda, atau terlambat dalam melakukan kewajibannya, atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian. Kreditur dapat memberikan peringatan tertulis sebanyak tiga kali sebelum membawa kasus ke pengadilan untuk memutus
2. WANPRESTASI
Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur)
tidak melakukan apa yang dijanjikannya
Wanprestasi dapat berupa :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak
sebagaimana diperjanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
3. SOMASI
Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
1. Peringatan tertulis dari kreditur kepada
debitur secara resmi melalui Pengadilan
Negeri. (Somasi)
2. Peringatan kreditur kepada debitur tidak
melalui Pengadilan Negeri.
Isi Peringatan:
1. Teguran kreditur supaya debitur segera
melaksanakan prestasi;
2. Dasar teguran;
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi
4. Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga
kali oleh kreditor atau juru sita.
Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka
kreditur berhak membawa persoalan itu ke
pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan
memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau
tidak.
Somasi adalah teguran dari si berpiutang
(kreditur) kepada si berutang (debitur) agar
dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara
keduanya.
5. Hukuman akibat wanprestasi dapat berupa :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti
rugi);
2. Pembatalan perjanjian;
3. Peralihan resiko;
4. Membayar biaya perkara.
Kapan debitur dinyatakan lalai?
Pasal 1238 menyebutkan:”si berutang adalah lalai bila ia
dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis
itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri
menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
6. Unsur-unsur ganti rugi
1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau
perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh salah satu pihak.
2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan
barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
3. Bunga, yaitu kerugian yang berupa
kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
7. Pembatasan tuntutan ganti rugi meliputi:
1. Kerugian yang dapat diduga yang merupakan akibat
langsung dari wanprestasi ( pasal 1247, 1248 KUH
Perdata)
2. Bunga moratoir (bunga akibat kelalaian) ditetapkan
sebesar 6%, dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan
( pasal 1250 KUHPerdata).
Pembatalan perjanjian
Pembatalan perjanjian harus dimintakan kepada hakim.
Jadi tidak mungkin perjanjian itu batal secara otomatis
pada waktu debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya
( pasal 1266 KUHPerdata)
8. Peralihan resiko
Resiko dapat dipikulkan kepada pihak yang
melakukan kelalaian, misal dalam jual beli ( Ps
1460), dari pembeli ke penjual.
Debitur yang lalai dapat dituntut ( Ps 1267
KUHPerdata):
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3. Ganti rugi saja;
4. Pembatalan perjanjian;
5. Pembatalan disertai ganti rugi.
9. Keadaan memaksa (force majeur)
Unsur-unsur keadaan memaksa pasal 1244 :
“jika ada alasan untuk itu, si berutang harus
dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga
apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal
tidak atau tidak pada waktu yang tepat
dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena
suatu hal yang tidak terduga pun tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya,kesemuanya itu
pun jika itikad buruk tidaklah ada pada
pihaknya”.
10. Menurut undang-undang ada tiga unsur yang
harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu :
1. Tidak memenuhi prestasi;
2. Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur;
3. Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur
Teori tentang keadaan memaksa
1.ajaran yang objektif (de objectieve overmachtsleer)
menurut ajaran keadaan memaksa objektif, debitur berada
dalam keadaan memaksa, apabila pemenuhan prestasi itu
tidak mungkin (ada unsur impossibilitas) dilaksanakan
oleh siapapun juga atau oleh setiap orang.
11. Misalnya : A harus menyerahkan kuda kepada B, kuda di
tengah jalan disambar petir, hingga oleh siapapun juga
penyerahan kuda itu tidak mungkin dilaksanakan
2. Ajaran yang subjektif (de subjectieve overmachtsleer)
atau relatif
Menurut ajaran keadaan memaksa subjektif (relatif)
keadaan memaksa itu ada, apabila debitur masih
mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan
kesukaran atau pengorbanan yang besar (ada unsur
diffikultas), sehingga dalam keadaan yang demikian itu
kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi.
Misalnya : seorang penyanyi yang berjanji untuk
mengadakan pertunjukan. Sebelum pertunjukan
diadakan, ia mendengar berita tentang kematian
anaknya hingga sukar bagi debitur untuk melaksanakan
perjanjian itu.
12. Risiko
Risiko adalah suatu ajaran tentang siapakah
yang harus menanggung ganti rugi apabila
debitur tidak memenuhi prestasi dalam
keadaan force majeur.
1. Risiko pada perjanjian sepihak
Pasal 1237 KUHPerdata dalam perikatan
untuk memberikan sesuatu tertentu, kebendaan
itu semenjak perikatan dilahirkan adalah
tanggungan si berpiutang. Jika si berutang
lalai akan menyerahkannya, maka semenjak
kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungan
si berpiutang.
13. 2. Risiko dalam perjanjian timbal balik
Pasal 1545 KUHPerdata apabila sesuatu barang
tertentu yang dijanjikan musnah di luar salah
pemiliknya, maka persetujuan dianggap gugur
dan siapa yang dari pihak telah memenuhi
persetujuan dapat menuntut kembali barang
yang telah diberikannya dalam tukar-menukar.
Pasal 1553 KUHPerdata menyebutkan pula
bahwa selama waktu sewa, barang yang
disewakan sama sekali musnah, karena suatu
kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan
gugur demi hukum.
14. 1. Pembebasan utang
Si berpiutang tidak menghendaki lagi prestasi dari
si berutang dan melepaskan haknya.
2. Musnahnya barang yang terutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian
musnah, tak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang,
hingga tak dapat lagi diketahui apakah barang itu masih
ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang tadi
musnah diluar kesalahan si berutang dan sebelum ia
lalai menyerahkannya. Ketentuan ini hanya berlaku
bila risiko mengenai barang dibebankan pada kreditur,
misal dalam perjanjian jual beli atau penghibahan.
15. 3. Batal atau pembatalan
Meminta pembatalan akibat tidak terpenuhinya
syarat subjektif dapat dilakkukan dengan dua cara:
1. Aktif menuntut pembatalan perjanjian di
depan hakim
2. Menunggu sampai digugat di depan hakim
4. Berlakunya syarat batal
Apabila syarat batalnya suatu perikatan terpenuhi
maka hapuslah perikatan tersebut dan berlaku
surut hingga saat lahirnya perjanjian.
16. 5. Lewat waktu
Daluarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu
barang dinamakan daluarsa ‘acquisitive”,
sedangkan daluarsa untuk dibebaskan dari suatu
perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan
daluarsa “extinctif”.
Menurut pasal 1967, maka segala tuntutan hukum,
baik yang bersifat kebendaan, maupun yang
bersifat perseorangan hapus karena daluarsa
dengan lewatnya waktu 30 tahun.
17. Para Mantan Harus Kena
Wanprestasi Kayaknya
Nih, Karna Pada Ingkar
Janji Terus, Katanya
Gamau Ninggalin Taunya
Dah Sama Yang Lain.