1. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kewajiban Mu‘âwin at-Tafwîdh dan Khalifah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kewajiban-muawin-at-tafwidh-dan-khalifah/ 1/5
Kewajiban Mu‘âwin at-Tafwîdh dan Khalifah
April 3rd, 2014 by solihan
Dari kajian sebelumnya kita tahu bahwa Mu‘âwin Tafwîdh adalah wazîr yang ditunjuk Khalifah
untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Khalifah
mendelegasikan kepada dirinya pengaturan berbagai urusan menurut pendapatnya dan
melaksanakan tugasnya berdasarkan ijtihadnya sesuai dengan ketentuan hukum-hukum
syariah (Zallum, Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 130). Dengan demikian Khalifah memberi
dia wewenang secara umum dan juga posisi untuk mewakili Khalifah.
Lalu apakah dengan semua itu Mu‘âwin Tafwîdh bebas melakukan apa saja tanpa perlu
melapor dan meberitahu Khalifah terkait keputusan pengaturan urusan yang dia buat? Ataukah
dengan kewenangan umum yang diberikan oleh Khalifah sekaligus sebagai wakil Khalifah,
Khalifah berlepas diri dan tidak perlu mengontrol aktivitas Mu‘âwin Tafwîdh?
Telaah Kitab kali ini akan membahas Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara
Islam: Pertama, pasal 45 yang berbunyi: “Mu’awin Tafwîdl wajib memberikan laporan kepada
Khalifah tentang apa saja yang telah diputuskan, atau apa yang dilakukan, atau tentang
penugasan wali dan pejabat, agar wewenangnya tidak sama seperti Khalifah. Mu’awin
Tafwîdh wajib memberikan laporan kepada Khalifah dan melaksanakan apa yang
diperintahkan oleh Khalifah.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 179);
Kedua, pasal 46 yang berbunyi: “Khalifah wajib mengetahui aktivitas Mu’awin Tafwidh dan
pengaturan berbagai urusan yang dia lakukan, agar Khalifah dapat menyetujui apa saja
yang sesuai dengan kebenaran dan mengoreksi kesalahan. Hal ini karena pengaturan
urusan umat adalah tugas Khalifah yang dijalankan berdasar ijtihadnya.” (An-
Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 180).
Mu’awin Tafwîdh Wajib Melapor Kepada Khalifah
Mu‘âwin Tafwîdh adalah orang yang ditunjuk Khalifah untuk membantu Khalifah dalam
menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya, Mu‘âwin Tafwîdh harus
menyampaikan kepada Khalifah setiap pengaturan urusan pemerintahan yang telah dia
rencanakan, serta melaporkan kepada Khalifah berbagai pengaturan urusan pemerintahan
yang telah dia jalankan. Agar Mu‘âwin Tafwîdh dalam melaksanakan mandat dan wewenang
yang dia miliki tidak menjadi seperti Khalifah—karena dia memang bukan Khalifah dan hanya
mewakili Khalifah, maka kewajiban Mu‘âwin Tafwîdh adalah menyampaikan laporan kepada
Khalifah sekaligus melaksanakan tugas-tugasnya selama Khalifah tidak menghentikan
pelaksanaannya (Zallum, Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 133; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi
2. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kewajiban Mu‘âwin at-Tafwîdh dan Khalifah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kewajiban-muawin-at-tafwidh-dan-khalifah/ 2/5
al-Hukm wa al-Idârah, hlm. 59).
Dalil atas masalah itu adalah realita Mu‘âwin itu sendiri sebagai wakil Khalifah dalam hal-hal
yang dibebankan kepada dia. Mu‘âwinmelaksanakan aktivitas dalam kapasitasnya sebagai
wakil dari orang yang memberi mandat kepada diriinya sehingga Mu‘âwin tidak terlepas sama
sekali dari Khalifah, bahkan ia akan terus melaporkan semua aktivitasnya kepada Khalifah. Hal
ini persis seperti yang dilakukan oleh Umar ketika menjadi wazîr bagi khalifah Abu Bakar. Saat
itu Umar melaporkan setiap kebijakannya kepada Khalifah Abu Bakar dan melaksanakan
kebijakan beliau. M
Maksud dari penyampaian laporan itu bukanlah untuk meminta izin dalam semua persoalan
hingga pada hal-hal yang detil. Sebab, jika demikian maka hal ini bertentangan dengan
realita Mu‘âwin itu sendiri yang telah diberi kewenangan secara umum sekaligus sebagai wakil
Khalifah. Jadi, maksud dari penyampaian laporan itu adalah bahwa Mu‘âwin harus selalu
menyampaikan setiap hal kepada Khalifah, misalnya adanya suatu wilayah yang membutuhkan
seorang wali yang betul-betul memiliki kemampuan, atau mengenai perlunya mengatasi
masalah minimnya bahan makanan yang tersedia di pasar yang diadukan oleh masyarakat,
ataupun semua urusan negara yang lainnya; atau Mu‘âwin hanya sekadar menyampaikan
masalah-masalah tersebut kepada Khalifah, yakni melapor kepada Khalifah dan Mu‘âwin akan
mengikuti apa yang menjadi keputusan Khalifah.
Dengan demikian, pelaporan ini saja telah cukup bagi Mu‘âwin untuk bisa melaksanakan
setiap perkara dengan segala rinciannya tanpa memerlukan keluarnya izin dari Khalifah atas
aktivitas tersebut. Namun, jika ada hal yang tidak boleh dilaksanakan dalam laporan tersebut,
maka Mu‘âwin tidak boleh melaksanakan perkara yang tidak dibolehkan itu. Artinya,
penyampaian laporan itu adalah semata-mata menyampaikan perkara atau melaporkan
perkara itu kepada Khalifah, bukan meminta izin kepada Khalifah untuk melaksanakannya.
Dalam hal ini, Mu‘âwin Tafwîdh berhak melaksanakan apa yang dia laporkan selama Khalifah
tidak menghentikan atau melarang pelaksanaannya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr,
hlm. 180; Zallum, Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 133; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi al-Hukm
wa al-Idârah, hlm. 59).
Adapun apa yang tertulis pada akhir pasal 45 dalam Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara
Islam tersebut, yakni “dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Khalifah”, adalah
karena Mu‘âwin Tafwîdh tidak memiliki otoritas kekuasaan sendiri sebagaimana Khalifah,
melainkan ia mendapatkan otoritas kekuasaan itu karena adanya mandat dari Khalifah.
Dengan demikian, apabila Khalifah memerintah dia dengan suatu perintah, maka ia wajib
melaksanakan perintah itu, dan tidak boleh menolak. Apabila Khalifah telah memberi dia
kewenangan untuk mengatur semua urusan dengan pendapat dan ijtihadnya sendiri, maka ia
menjalankan semua tugas dan wewenangnya berdasarkan pendapat dan ijtihadnya sendiri,
selama Khalifah tidak memerintahkan dia dengan sesuatu yang berbeda dengan pendapat dan
ijtihadnya. Apabila Khalifah memerintahkan Mu‘âwin Tafwîdhuntuk melaksanakan suatu perkara
3. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kewajiban Mu‘âwin at-Tafwîdh dan Khalifah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kewajiban-muawin-at-tafwidh-dan-khalifah/ 3/5
yang berbeda dengan pendapat dan ijtihadnya, maka wajib atas Mu‘âwin
Tafwîdh melaksanakan apa yang diperintahkan Khalifah kepada dia, dan tidak boleh
melaksanakan selain dari yang diperintahkan oleh Khalifah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-
Dustûr, hlm. 180).
Khalifah Wajib Mengontrol Aktivitas Mu‘âwin Tafwîdh
Sekalipun Khalifah telah memberi Mu‘âwin Tafwîdh wewenang secara umum dan juga posisi
untuk mewakili Khalifah, Khalifah tetap wajib mengontrol tugas-tugas Mu‘âwin Tafwîdh dan
pengaturan berbagai urusan pemerintahan yang dia lakukan agar Khalifah bisa menyetujui apa
saja yang sesuai dengan ketentuan, serta mengarahkan dan meluruskan setiap yang belum
sesuai ketentuan. Sebab, pengaturan berbagai urusan umat pada dasarnya adalah sesuatu
yang diwakilkan kepada Khalifah dan dijalankan sesuai pendapat dan ijtihadnya. Hal ini sesuai
dengan hadis tentang tanggung jawab mengurusi urusan rakyat, yaitu sabda Rasulullah saw.:
ِﮫِﺗﱠﯾِﻋَر ْنَﻋ ٌلوُﺋْﺳَﻣ َُوھ َو ٍاعَر ُمﺎَﻣِْاﻹ
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas (urusan)
rakyatnya (HR Muslim).
Berdasarkan hadis di atas, Khalifah yang diserahi tugas untuk mengatur berbagai urusan
rakyat bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus atau dia pimpin. Dalam hal ini, Mu‘âwin
Tafwîdh tidak bertanggung jawab secara langsung untuk mengurusi urusan rakyat. Akan tetapi,
ia hanya bertanggung jawab atas tugas-tugas yang ia laksanakan. Tanggung jawab mengurusi
urusan rakyat hanya adapa pada Khalifah. Karena itu, Khalifah wajib mengontrol tugas-
tugas Mu‘âwin Tafwîdh dan pengaturan yang dia lakukan. Dengan mengontrol semua
aktivitas Mu‘âwin Tafwîdh, Khalifah benar-benar bisa dikatakan telah melaksanakan tanggung
jawabnya dalam mengurusi urusan rakyat.
Selain itu, karena Mu‘âwin Tafwîdh bisa saja berbuat kesalahan, dan kesalahan yang dilakukan
oleh Mu‘âwin harus diluruskan. Jadi, Khalifah harus mengontrol semua tindakan Mu‘âwin
Tafwîdh karena dua alasan ini: (1) pelaksanaan tanggung jawab mengurusi urusan rakyat; (2)
pelurusan kesalahan yang dilakukan oleh Mu‘âwin Tafwîdh (An-Nabhani,Muqaddimah ad-
Dustûr, hlm. 181; Zallum, Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 134; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi
al-Hukm wa al-Idârah, hlm. 61).
Dalam menjalani roda kehidupan ini, tentu setiap orang tidak ingin salah menunjuk atau
mengangkat orang lain untuk mewakili dirinya menjalankan suatu aktivitas yang seharusnya ia
lakukan sendiri Demikian pula Khalifah ketika menunjuk Mu‘âwin Tafwîdh untuk bersama-sama
mengemban tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Apabila Mu‘âwin Tafwîdh itu
adalah seorang wazîr (pembantu) yang baik, jujur, lurus dan benar, maka ia akan memberi
4. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kewajiban Mu‘âwin at-Tafwîdh dan Khalifah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kewajiban-muawin-at-tafwidh-dan-khalifah/ 4/5
manfaat yang besar bagi Khalifah, karena ia akan mengingatkan Khalifah dengan segala
kebaikan dan membantu Khalifah untuk melaksanakan semua kebaikan itu. Aisyah ra.
mengatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
ْمَﻟ َﻲِﺳَﻧ ْنِإ ٍوءُﺳ َﯾر ِز َو ﮫَﻟ َلَﻌَﺟ َكِﻟَذ َْرﯾَﻏ ِﮫِﺑ ﷲ َداَرَأ اَذِإَو َﮫﻧﺎَﻋَأ ََرﻛَذ ْنِإَو َه َرﱠﻛَذ َﻲِﺳَﻧ ْنِإ ٍقْد ِﺻ َﯾر ِز َو ﮫَﻟ َلَﻌَﺟ اًْرﯾَﺧ ِﯾرِﻣَﻷﺎِﺑ ﷲ َداَرَأ اَذِإ
ُﮫْﻧِﻌُﯾ ْمَﻟ ََرﻛَذ ْنِإَو ُه ْرِّﻛَذُﯾ
Jika Allah menghendaki kebaikan terhadap seorang amir (Imam/Khalifah), Allah menjadikan
bagi dia seorang pembantu (wazîr) yang jujur dan benar; jika ia lupa, wazir itu akan
mengingatkan dirinya, dan jika ia ingat, wazir itu akan membantu dirinya. Jika Allah
menghendaki terhadap amir itu selain yang demikian, Allah menjadikan bagi dia wazîr yang
jahat/buruk; jika ia lupa, wazir itu tidak mengingatkan dirinya, dan jika ia ingat, wazir itu tidak
membantu dirinya.” (HR Ahmad).
An-Nawawi berkata bahwa sanad hadis ini bagus (jayyid). Al-Bazzar meriwayatkan hadis
tersebut dengan sanad yang dinyatakan oleh al-Haitsami bahwa para perawinya adalah perawi
yang sahih (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi al-Hukm wa al-Idârah, hlm. 56).
Namun, meskipun Mu‘âwin Tafwîdh adalah seorang wazîr (pembantu) yang baik, jujur dan lurus,
Khalifah tetap wajib mengontrol dia. Sebab, bagaimanapun juga Mu‘âwin Tafwîdh itu adalah
manusia dan tetap manusia yang berpotensi untuk berbuat salah dalam menjalankan tugas-
tugasnya. Ini juga sebagai bentuk tanggung jawab Khalifah dalam mengurusi urusan rakyat.
Khatimah
Mungkin tidak sedikit orang yang khawatir bahwa dengan Khalifah memberi wewenang secara
umum pada Mu‘âwin Tafwîdh, juga posisi untuk mewakili Khalifah, maka Mu‘âwin Tafwîdh akan
memanfaatkan wewenang dan posisinya ini untuk kepentingan pribadinya, keluarganya dan
koleganya. Tentu munculnya kekhawatiran seperti ini adalah wajar saja, dan kemungkinan
terjadinya juga perkara yang lumrah dan biasa, jika kita melihatnya dengan kacamata sistem
sekarang yang diterapkan di dunia, termasuk di Indonesia, yakni demokrasi sekular, sistem
sampah. Namun, dengan Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 45 dan 46 ini,
kekhawatiran itu tidak perlu ada lagi. Hanya saja, UUD yang agung ini tidak bisa diterapkan
dalam sistem sampah sebab bisa-bisa menjadi sampah juga. Untuk itu tentu diperlukan sistem
pemerintahan yang agung pula. Di dunia ini tidak ada sistem pemerintahan yang agung, kecuali
sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti cara-cara kenabian.
Dengan demikian, jika kita ingin menerapkan UUD yang agung, warisan dari orang yang
agung, Rasulullah Muhammad saw, maka yang harus dilakukan terlebih dulu adalah mendirikan
sistem pemerintahan yang agung itu, yakni sistem negara Khilafah Rasyidah. WalLâhu a’lam
bish-shawâb.[Muhammad Bajuri]
5. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kewajiban Mu‘âwin at-Tafwîdh dan Khalifah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kewajiban-muawin-at-tafwidh-dan-khalifah/ 5/5
Daftar Bacaan
Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi al-Hukm wa al-Idârah (Beirut: Darul Ummah),
Cetakan I, 2005.
An-Nabhani, Asy-Syaikh Taqiyuddin, Muqaddimah ad-Dustûr awal-Asbâb al-Mujîbah Lahu,
Jilid I, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan II, 2009.
Zallum, Asy-Syaikh Abdul Qadimi, Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, (Beirut: Darul Ummah),
Cetakan VI, 2002.
Baca juga :
1. Pembantu Khalifah Bidang Pemerintahan (Mu‘âwin at-Tafwîdh)
2. Dua Syarat Penyerahan Jabatan Mu‘âwin at-Tafwîdh
3. Dua Syarat Penyerahan Jabatan Mu‘awin at-tafwidh
4. Syarat-syarat Mu‘âwin at-Tafwîdh
5. Pemberhentian Khalifah