Artikel ini membahas tentang sejarah dan perkembangan tempe di Indonesia. Tempe awalnya dibawa oleh perantau Tionghoa dan sudah dikonsumsi di Jawa sejak abad ke-16. Meskipun pernah dianggap lemah oleh Soekarno, tempe ternyata mampu bertahan hingga kini sebagai makanan penting masyarakat dan menghidupi perekonomian warga di beberapa daerah seperti Kampung Sanan, Malang.
1. Oktober 2022 www.intisari-online.com
Tempe Yang
Tak Melulu Dari
Kedelai 8
Menelusuri jejak
masakan di Serat
Centhini 38
Rp
25.000,-/
Rp
26.000,-
(Luar
Jawa)
I N T M 2 2 1 0 0 1
4 Sehat 5
Sempurna,
Semboyan
Lama Tapi
Berguna
102
Menengok kembali sejarah bangsa
dari perjalanan budaya kulinernya
KULINER
NUSANTARA
MELINTASMASA
H
i
s
t
o
r
i . Biografi .
T
r
a
d
i
s
i
ME-1I
2.
3. DARIKAMI
Mahandis Yoanata
Thamrin
Editor in Chief
“
Weteng ngelih, pikiran
ngalih,” kata orang Jawa.
Artinya kira-kira begini,
perut lapar bisa bikin
pikiran terlempar. Dari
zaman klasik sampai zaman ki-
wari, urusan perut selalu menjadi
salah satu indikator utama kemak-
muran. Dalam sejarah, urusan pe-
rut bisa berujung urusan politik.
Ternyata kita memiliki sede-
ret manuskrip dan prasasti yang
berkisah tentang upaya orang-
orang Mataram kuno hingga Maja-
pahit menjaga kemandirian dan
kemelimpahan pangan.
Salah satunya tentang prasasti
Panggumulan yang berasal dari ta-
hun 902. Terkait upaya pemuliaan
pangan, prasasti ini menyebutkan
pejabat-pejabat yang menjaga
lumbung padi, dan pejabat yang
mengurusi perberasan.
Pada zaman berikutnya, ada
kitab hukum yang mengatur segala
urusan dari soal pangan sampai
korupsi. Raja Hayam Wuruk,
yang bertakhta di Majapahit pada
abad ke-14, memiliki hukuman
tegas untuk pencurian bahan pa-
ngan—seperti kitab hukum Kutara
Manawa.
Saya pernah mengudap pisang
kencana di Tembi Rumah Budaya,
Yogyakarta. Sang peracik meng-
adopsi menu-menu cita rasa Jawa
dari Suluk Tambangraras—atau
Serat Centhini—yang digubah
pada awal abad ke-19.
Apakah pisang kencana ini
sama racikannya dengan pisang
kencana pada masa karya sastra
itu digubah? Pertanyaan itu tidak
begitu penting buat saya. Namun,
sajian ini telah menggugah ke-
ingintahuan pencicipnya tentang
apa itu kisah Serat Centhini.
Barangkali, kegemaran wisata
kuliner kita selama ini tidak didu-
kung pengetahuan soal sejarah
pangan Nusantara. Kuliner telah
tumbuh menjadi sebuah industri
wisata yang menjalar-jalar. Ironis-
nya, pada saat bersamaan kita ke-
hilangan kedaulatan pangan. Kita
hidup kenyang, tetapi makanan
kita tidak memakmurkan.
Bagi saya, menyusuri sejarah
kuliner sungguh menarik karena
rasa memiliki ikatan panjang
dengan geografis—dan rasa ter-
bentuk karena pengalaman. Dari
pangan pula kita bisa berkenalan
dengan cerita histori kota.
3
OKTOBER2022
CERITAKEDAULATAN
PANGANNUSANTARA
4. Founders P.K Ojong (1920-1980),
Jakob Oetama (1931-2020)
Group Director Dahlan Dahi
Deputy Group Director Harry Kristianto
Group Editorial Director Didi Kaspi Kasim
Editorial Office
Gedung Gridnetwork
Perkantoran Kompas Gramedia
Jl. Gelora VII RT. 2 RW. 2 Kelurahan Gelora
Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat 10270
Phone: (021) 5309699/ 5369799
Faks: (021) 5320607
E-mail: intisari@gridnetwork.id
Advertising
Gedung Gridnetwork
Perkantoran Kompas Gramedia
Jl. Gelora VII RT. 2 RW. 2 Kelurahan Gelora
Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat 10270
Phone: (021) 5309699/ 5369799
E-mail: iklangrid@gridnetwork.id
Marketing Communication
Gedung Gridnetwork
Perkantoran Kompas Gramedia
Jl. Gelora VII RT. 2 RW. 2 Kelurahan Gelora
Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat 10270
Phone: (021) 5309699/ 5369799
E-mail: marcomm@gridnetwork.id
Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi majalah ini tanpa
izin tertulis dari Intisari. Intisari berhak
mengumumkan dan memperbanyak tanpa
perlu persetujuan/izin penulis, fotografer,
dan ilustrator, termasuk mengalihwujudkan
kembali dalam format digital atau nondigital
yang merupakan bagian dari majalah Intisari.
Brand Director Agung Wibawanto
Video Business Development & Partnership
Director Fitriana S. Pangaribuan
Strategic Audience Analysis Director
Asti Krismardiyanti
Account Director Kurnyawati
Account Manager Adisty Sugiharianti
Account Executive Hardiansyah, Hasan
Kholilurrachman
Marketing Director Marisa Thara W.
Marketing Manager Dinda Adiasa
Marketing Executive
Hestia Melani Melano, M. Essa Luthfani
Marketing Communication Director
Rizky Latanza
Marketing Communication Executive
Ferinnadya Annisa Putri
Editor in Chief
Mahandis Yoanata Thamrin
Editor
Thomas Tjahjo Widyasmoro
Editorial Team Yds. Agus Surono,
A.S. Rimbawana
Visual Editor Heri Cahyadi
Graphic Designer Maha Sulthan Dwi Indra
Cartographer Warsono
Intisari Online
Yoyok Prima Maulana (Managing Editor),
Ade Sulaeman (Editor), Adrie P. Saputra
Afif Khoirul M, K. Tatik Wardayati
M. Habib Asyhad,
Mentari Desiani Pramudita
Muflika Nur Fauddah, Tatik Ariyani
Editorial Secretary Elli Sihotang
Editorial
Publishing
Desain Sampul
Maha Sulthan Dwi Indra
Foto sampul
Potret penjual sate
dengan pikolan dan
pelanggannya. Foto
diambil tahun 1880.
Sumber: KITLV
Business
4
OKTOBER2022
BERANDA
5. Sampaikan komentar Anda ke:
M Q H E D @IntisariOnline intisari.grid.id
DIALOG
Edisi September 2022
Yap Thiam Hien, Idealisme
Dan Profesionalitas
Artikel di Intisari edisi
September 2022 berjudul “Yap
Thiem Hien, Pembela Orang-
orang Yang Membenci Kaumnya”,
sungguh sangat menarik.
Sayangnya memang pembahasan
tentang Pak Yap ini masih sangat
kurang dan tidak menggambarkan
keseluruhan perjuangan beliau
semasa hidup.
Mungkin sebagian dari kita
pernah ingat bagaimana Yap Thiam
Hien begitu gigih membela klien-
klien yang berasal dari golongan
garis keras atau saat ini sering
diistilahkan sebagai gerakan
radikal. Padahal selama ini stigma
terhadap golongan tersebut adalah
tidak menghargai toleransi. Di
sinilah Pak Yap dengan segala
kebesaran hati menunjukkan
idealisme dan profesionalitasnya.
Saat ini rasanya tak banyak
orang-orang yang meneruskan
jejak Pak Yap, terutama di bidang
penegakan hukum. Sangat
disayangkan karena justru di
masa-masa keutuhan berbangsa
terancam oleh kepentingan politik
sesaat, kita membutuhkannya.
Yusuf Suhartoyo, ucup.toyohar@
… com
5
OKTOBER2022
6. 8/SOROTAN
Menempe yang Tidak
Melulu Pakai Kedelai
24/SOROTAN
Pecel, Cita Rasa Segala
Strata dan Masa
38/ SOROTAN
Pengetahuan Cita Rasa Jawa
dari Serat Centhini
52/SOROTAN
Terlena Gandum,
Padahal Punya Sorgum
64/SOROTAN
Serat Centhini,
Sumber Masakan Jawa
78/SOROTAN
Leuit dan Mitigasi Pangan
Kesepuhan Ciptagelar
DAFTARISI
8
MENEMPE
YANGTIDAKMELULU
PAKAIKEDELAI
6
OKTOBER2022
9. Sering dipandang sebelah mata sebagai
makanan rakyat biasa, tempe justru terbukti
mampu bertahan hingga ratusan tahun di dalam
menu makan harian sebagian orang Indonesia.
Inilah makanan asli Nusantara yang menjadi
wakil di dunia.
T. Tjahjo Widyasmoro
Editor Intisari
9
OKTOBER2022
10. Bagi Soekarno, tempe
jelas tidak buruk. Justru
tempe adalah salah satu
makanan favoritnya,
seperti ditulis dalam
Fatmawati:CatatanKecil
BersamaBungKarno.
Fakta ini juga disinggung
dalam Hariyatie-Soekarno:
TheHiddenStory:Hari
HariBersamaBungKarno,
19631967. Istri keenam
Soekarno itu bahkan
secara spesifik menyebut
tempe kesukaan suaminya
adalah tempe bacem.
“K
ita bangsa besar,
kita bukan “bangsa
tempe”, kita tidak akan
mengemis, kita tidak
akan minta-minta
apalagi jika bantuan-bantuan itu
diembel-embeli dengan syarat ini
syarat itu! Lebih baik makan gaplek
tapi merdeka, daripada makan
bestik tetapi budak...”
Begitulah kata-kata menggelegar
dari Soekarno, presiden pertama
RI, dalam pidatonya pada acara
peringatan kemerdekaan 17
Agustus 1963 di Jakarta. “Genta
Suara Revolusi Indonesia”, begitu
judulnya, kemudian menjadi salah
satu pidato yang begitu terkenal.
Bukan hanya karena Soekarno
mencoba memompakan semangat
nasionalisme Indonesia di tengah
gejolak politik dunia. Namun
seperti halnya dalam pidato-pidato
lainnya, Soekarno meninggalkan
beberapa ungkapan yang populer.
Salah satu ungkapan yang
masih sering dikenang adalah saat
Soekarno menyebut agar bangsa
kita tidak menjadi “bangsa tempe”.
Jangan “bermental tempe”. Tidak
tanggung-tanggung, nama makanan
dari fermentasi kedelai itu disebut
sampai tujuh kali selama pidato
di Gelora Bung Karno, Senayan,
Jakarta itu.
Jika kita mau memahami
konteksnya, Soekarno agaknya
mengartikan tempe sebagai
sesuatu yang lemah dan loyo. Paling
tidak begitu interpretasi Heri
Priyatmoko, dosen sejarah Fakultas
Sastra Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. “Bukan berarti tempe
itu buruk, tapi diidentikkan dengan
tempe itu lembek,” ucap Heri
seperti dikutip dari CNNIndonesia.
com (5/1/2021).
Bagi Soekarno, tempe jelas tidak
buruk. Justru tempe adalah salah
satu makanan favoritnya, seperti
ditulis dalam Fatmawati: Catatan
Kecil Bersama Bung Karno. Fakta ini
juga disinggung dalam Hariyatie-
SOROTAN
10
OKTOBER2022
11. FOTO-FOTO:
ARSIP
DAN
KOLEKSI
DARI
@TEMPE_BAIK
Kedelai kuning yang biasa dijadikan
sebagai bahan baku tempe
awalnya dibawa oleh para perantau
Tionghoa untuk dijadikan tahu
Soekarno: The Hidden Story: Hari
Hari Bersama Bung Karno, 1963
1967. Istri keenam Soekarno itu
bahkan secara spesifik menyebut
tempe kesukaan suaminya adalah
tempe bacem.
Dari limbah tahu
Sebagai seseorang yang lahir
dan besar di Jawa, tentu sangat
mungkin tempe menjadi makanan
yang sudah diakrabi Soekarno sejak
belia. Jejak historis menjelaskan,
tempe sudah menjadi salah satu
menu harian masyarakat Pulau
Jawa sejak abad ke-16, bahkan
mungkin lebih awal lagi.
Dalam Bunga Rampai Tempe
Indonesia, Mary Astuti menulis,
tanaman kedelai (sebagai bahan
baku tempe) setidaknya sudah
disinggung dalam legenda Sri
Tanjung yang ditulis pada abad ke-
13. Sementara kedelai dan tempe
secara khusus ada dalam Serat
Centhini yang dibuat pada 1814 oleh
Pakubuwana V.
Dalam Serat Centhini jilid
ketiga, digambarkan perjalanan
Cebolang dari candi Prambanan
menuju Pajang. Ia mampir di dusun
Tembayat di wilayah Kabupaten
11
OKTOBER2022
12. TEMPESANAN,TEMPEYANGMENGHIDUPI
Bukan cuma menjadi
makanan rakyat, tempe juga
terbukti dapat menghidupkan
perekonomian rakyat bahkan
sejak lebih dari 100 tahun silam.
Inilah yang terjadi di Kampung
Sanan, Malang, Jawa Timur.
Sejak awal abad ke-20, kampung
ini dikenal sebagai tempat para
pengrajin tempe Sanan atau
tempe Malang.
Sejarah tempe Sanan berawal
dari Mbah Buyut Chabibah yang
pada abad ke-19 mengawali
usaha produksi tempe. Keahlian
ini rupanya diikuti para tetangga
dan turun temurun, hingga kini
lebih dari 95 persen penghuni
Kampung Sanan hidup dari
usaha tempe. Jumlahnya saat
ini diperkirakan sekitar 2.000 KK
yang terdiri atas 500 UMKM.
Tempe Sanan semakin dikenal
luas setelah tahun 1970-an produk
warga berkembang menjadi
camilan keripik tempe. Tempe
yang dipotong tipis-tipis ini
populer sebagai camilan serta
buah tangan para wisatawan
yang berkunjung ke Malang.
Produk tempe dari Sanan terus
berkembang, bahkan sebelum
Pandemi Covid-19 total jumlah
kedelai yang diolah sudah
mencapai 40 ton per hari dengan
perputaran uang mencapai
hampir Rp1 milyar per hari.
Keberadaan tempe Sanan
Para pembuat tempe dari
Kampung Sanan di Malang.
Sudah lebih dari 100 tahun
menghidupi warga setempat.
SOROTAN
12
OKTOBER2022
13. Klaten dan dijamu makan siang
oleh Pangeran Bayat dengan lauk
seadanya: “…brambang jae santen
tempe … asem sambel lethokan …”.
Sambal lethok adalah masakan
berbahan dasar tempe yang telah
mengalami fermentasi lanjut.
Bahkan pada jilid 12, kedelai dan
tempe disebut bersamaan: “…
kadhele tempe srundengan…”
Menyelisik keberadaan tempe,
jelas tidak akan lepas dari bahan
baku utamanya yang paling lazim
dikenal orang yaitu kacang kedelai.
Hanya saja karena tanaman
bernama Latin phaseolus niger itu
bukan asli Nusantara, para ahli
berbeda pandangan tentang awal
mula pembudidayaannya. Kedelai
sendiri sudah dikenal di Asia Timur
sejak 3.500 tahun lalu. Hanya saja
tidak disebutkan jenisnya kedelai
hitam atau kuning.
Meski mengetahui asal-muasal
kedelai adalah Tiongkok, Mary
tidak melihat catatan tentang
perdagangan komoditas itu di Jawa.
Artinya, kedelai yang dipakai pada
pembuatan tempe generasi awal
adalah kedelai hitam. Kata dele
sendiri dalam bahasa Jawa zaman
dulu artinya hitam.
“Ada kemungkinan kedelai hitam
sudah ada di Jawa sebelum orang
Hindu datang dan kemungkinan
dibawa orang Tamil,” tulis Mary
yang pernah mengajar di Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas
Gadjah Mada.
WARGA
inilah yang membuat tim
Character Building Universitas
Bina Nusantara Kampus Malang
sedang mengupayakan agar
Kampung Sanan tercatat dalam
Warisan Budaya Tak Benda dari
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI. Tempe Sanan
diusulkan bersama beberapa
peninggalan budaya lain dari
Malang yaitu keramik Dinoyo,
camilan ladu, tradisi jabutan opak,
gendhing dayangan, dan ritual
metri banyu.
Tim dari Binus Malang
bekerja sejak awal 2022 untuk
mendokumentasikan peninggalan-
peninggalan budaya tersebut
dalam bentuk video, foto, serta
makalah. “Syarat pengajuan ke
Kemendibud adalah tiga hal itu.
Saat ini kami sedang dalam tahap
penyusunan makalah,” terang
Yuventia Prisca, koordinator dari
tim yang beranggotakan 4 dosen
dan 24 mahasiswa.
Salah satu temuan menarik dari
tim di Kampung Sanan adalah
pengelolaan limbah dari para
pengrajin tempe. Limbah kulit ari
kedelai bisa diolah menjadi tepung
untuk campuran pembuatan kue
brownies. Sedangkan limbah
air dari pencucian kedelai
dimanfaatkan untuk keperluan
ternak sapi. Limbah kotoran ternak
juga dimanfaatkan untuk biogas
yang membantu produksi tempe.
13
OKTOBER2022
MenempeyangTidakMeluluPakaiKedelai
14. FOTO:
KOLEKSI
PRIBADI
WIDA
WINARNO
Perlu dipahami juga, tempe
sebenarnya tidak harus
dibuat dari kedelai kuning
yang baru belakangan datang
atau sekitar abad ke-17.
Kedelai hitam yang sudah
ada Jawa sebelumnya, kalau
sudah direndam dan dikupas,
warnanya akan kuning juga.
Warna hitam itu sebenarnya
cuma kulit ari saja.
Ong Hok Ham dalam “Tempe
Sumbangan Jawa untuk
Dunia,” Kompas, 1 Januari 2000
melontarkan hipotesis menarik
yang mengaitkan tempe dengan
keberadaan tahu hasil produksi
orang-orang Tionghoa. Tahu yang
berbahan kedelai kuning dibawa
merantau para Hoakiau ke Jawa
sejak abad ke-17. Dari limbah
kedelai itulah dihasilkan pula
tempe.
Ong berpendapat, seni memasak
ini sesungguhnya tidak terpisahkan
dari kondisi kepadatan penduduk
dan keterbatasan lahan kala itu.
Akibat kenaikan jumlah penduduk,
maka pada abad ke-19 menu hewani
akhirnya berubah menjadi tempe.
Selain itu, masih penuturan Ong,
meluasnya perkebunan kolonial
membuat wilayah hutan menciut
dan membuat para petani sebagai
kulinya, mengurangi berburu,
beternak maupun memancing.
Dampaknya, menu makanan
orang Jawa akhirnya tanpa daging.
Diperparah lagi adanya Tanam
Paksa yang makin membuat bahan
makanan seperti tempe menjadi
sangat vital sebagai penyelamat
kesehatan penduduk.
Asli Jawa
Sebagai pakar yang menggeluti
tempe selama 10 tahun, Wida
Winarno, tidak sependapat jika
tempe dikatakan berasal dari
limbah tahu. Sebab sari kedelai
dalam limbah tahu sudah diambil
untuk dikoagulasi dan kacangnya
juga sudah hancur. Beda dengan
tempe yang kedelainya masih utuh.
Wida Winarno
SOROTAN
14
OKTOBER2022
15. Tempe kedelai hitam. Pada
awalnya pembuatan tempe diduga
menggunakan kedelai hitam yang
sudah dibudidayakan lebih awal
di Jawa. Kedelai ini diperkirakan
dibawa oleh para pedagang Tamil.
Wida menduga, pendapat
semacam itu berasal dari
keberadaan tempe gembus yang
berasal dari limbah tahu. Sama
halnya dengan tempe gembus dari
limbah kacang tanah atau tempe
bongkrek dari limbah kelapa yang
kini sudah tidak populer karena
beracun.
Perlu dipahami juga, tempe
sebenarnya tidak harus dibuat
dari kedelai kuning yang baru
belakangan datang atau sekitar
abad ke-17. Kedelai hitam yang
sudah ada Jawa sebelumnya, kalau
sudah direndam dan dikupas,
warnanya akan kuning juga.
Warna hitam itu sebenarnya
cuma kulit ari saja. “Kecuali kalau
cucinya tidak terlalu bersih dan
kulit ari disertakan, baru akan
terlihat kurang cerah,” tutur salah
satu pendiri Indonesian Tempe
Movement, yaitu suatu gerakan
untuk memperkenalkan tempe
secara lebih luas ini.
Dalam menu keseharian kita
hari ini antara tempe dan tahu
keberadaannya kerap disandingkan
karena kesamaan bahan baku.
15
OKTOBER2022
16. Tempe eksperimen dari berbagai
kacang-kacangan seperti kacang
kedelai, kacang tanah, kedelai
hitam, kacang koro, kacang ijo
Padahal kalau mau dilihat
sejarahnya, asal muasal keduanya
sangat berbeda. Jika tahu jelas-jelas
dibawa oleh imigran Tiongkok,
Wida hakulyakin kalau tempe
memang asli warisan nenek moyang
kita, terutama di Jawa.
Sejauh ini bukti keberadaan
tempe di masa lalu memang selalu
merujuk kepada Serat Centhini yang
mencatat kehidupan masyarakat
Jawa sekitar abad 16. Artinya
selama sekitar 200 tahun sampai
akhirnya karya sastra klasik Jawa
itu diterbitkan (tahun 1814), tempe
sudah menjadi makanan sehari-
hari. Sampai hari ini Wida belum
menemukan literatur lain yang
mencatat lebih awal dari Centhini.
Dari catatan di Centhini itu juga
Wida bisa menolak anggapan kalau
tempe identik dengan makanan
masyarakat kelas bawah. Terbukti
dalam cerita di Centhini, tempe
disajikan kepada bangsawan
yang bertamu. Sementara dalam
tradisi di Jawa, tuan rumah selalu
berusaha menyuguhkan yang
terbaik untuk tetamunya.
Tempe begitu populer di
kalangan rakyat, karena dalam
pemahaman Wida, pada masa
kolonial, kaum pribumi umumnya
jarang mengonsumsi daging
SOROTAN
16
OKTOBER2022
17. hewan seperti sapi. Munculnya
peternakan-peternakan sapi di
kemudian hari tentu berhubungan
dengan pola makan orang Eropa
kala itu. Nah, dari situlah akhirnya
muncul pula anggapan sebagian
orang bahwa makan daging lebih
bergengsi. Sementara tempe jadi
makanan rakyat yang dianggap
lebih murah dan sederhana.
Padahal faktanya tidak selalu
hitam-putih. Tempe mampu
terus bertahan karena cara
pengolahannya yang gampang.
Gampang dibumbui karena
sifatnya yang berongga. Sementara
di masa lalu daging relatif susah
mengolahnya, terutama karena
alot.
Secara gizi, keberadaan tempe
juga lebih menguntungkan karena
mampu memenuhi kebutuhan
protein masyarakat kala itu. “Malah
tidak berlebihan kalau dikatakan
nilai protein tempe ini justru bisa
melebihi daging,” tutur Wida yang
selalu mengacu pada jurnal-jurnal
ilmiah jika berbicara tentang
tempe.
Jadi kata kerja
Muncul di Pulau Jawa dan
berabad-abad menjadi menu
harian, membuat tempe kedelai
seolah menjadi identik dengan
budaya kuliner suku Jawa. Pada
akhirnya makanan rakyat ini
memang menyebar ke berbagai
wilayah di Indonesia, namun
awalnya tetap mengikuti populasi
orang Jawa setempat. Resep-resep
masakan berbahan tempe juga
kebanyakan masih resep yang
berasal dari Jawa.
Menariknya, bukan hanya
tersebar, proses fermentasi dari
jamur Rhyzopus oligosporus
terhadap kacang-kacangan ini juga
terus berkembang. Tempe tidak
hanya sebatas terbuat dari kacang
kedelai. Puluhan jenis kacang-
kacangan lain juga layak dan enak
ditempekan. Sebut saja misalnya
kacang hijau, kacang tanah, kacang
koro pedang, kacang almond,
kacang tolo, kacang edamame, dll.
Perkembangan inilah akhirnya
membuat orang paham, pada
prinsipnya kacang-kacangan
apapun bisa di-tempe-kan
tergantung ketersediaannya di
daerah setempat. Soalnya adalah
tinggal bagaimana kacang tersebut
bisa disukai ragi. “Karena tempe
itu pada intinya adalah ‘beternak’
ragi atau jamur. Jadi kita makan
kacangnya sekaligus badan dari ragi
itu,” tutur Wida yang menginisiasi
Indonesian Tempe Movement
pada 2015 bersama ayahnya (Prof.
F.G. Winarno) dan putranya (Dr.
Amadeus Driando Ahnan).
Kenyataan ini pula yang
membuat Indonesia Tempe
Movement berpandangan bahwa
tempe bukan lagi kata benda,
melainkan kata kerja (menempe)
yakni proses membuat tempe
MenempeyangTidakMeluluPakaiKedelai
17
OKTOBER2022
18. Tempe dari kacang almond,
salah satu alternatif tempe
yang cukup populer
dari berbagai bahan. Wida sendiri
sampai tidak bisa mengingat berapa
pastinya kacang-kacangan yang
sudah berhasil ditempekan. Bukan
saja dari Indonesia, tapi juga dari
luar negeri.
Beberapa waktu lalu misalnya,
Wida mendapat tantangan untuk
menempekan beberapa kacang-
kacangan dari Ekuador yang
dibawa seorang pembuat tempe
dari negara itu. Beruntung kacang-
kacangan itu adalah jenis kacang
yang lazim dikonsumsi, sehingga
semua berhasil ditempekan.
Dengan kekayaan
biodiversitasnya, Indonesia
tentu punya banyak potensi
kacang-kacangan. Sayangnya
belum “ditaklukkan”. Perlu
pengujian lebih lanjut agar sukses
ditempekan. Maklum, beda
bahan beda pula metodenya,
mengingat proses penempean
sangat tergantung pada kadar air,
keasaman, temperatur, suhu, atau
oksigen.
Tempe juga terbukti bisa
menjadi solusi kelangkaan sumber
protein suatu daerah. Contoh
di suatu wilayah di Maluku, ada
waktu-waktu tertentu di mana
nelayan tidak bisa melaut lantaran
kendala cuaca. Kebutuhan protein
masyarakat bisa dipenuhi dari
tempe kacang merah dan kedelai
lokal yang banyak di daerah
setempat.
“Kacang merah itu besar,
tidak punya kulit ari, tapi mudah
menyerap air dan blenyek.
Jadi kadar air harus dikurangi.
SOROTAN
18
OKTOBER2022
19. Mutiara Kata
“Dua jalan bercabang di hutan, dan aku mengambil jalan
yang jarang dilalui, dan itu membuat semua perbedaan”
–Robert Frost, Sastrawan Amerika Serikat (1874-1963)
Rebusnya jangan lama-lama,”
tutur Wida mencontohkan salah
satu upaya Indonesian Tempe
Movement memberi nilai tambah
pada kacang-kacangan lokal.
Lebih enak tangan suami
Keyakinan bahwa tempe adalah
makanan asli Indonesia menurut
Wida juga bisa terbukti dari tidak
adanya makanan fermentasi lain di
dunia yang prosesnya mirip tempe.
Orang mungkin akan mengatakan
natto, makanan fermentasi kedelai
asal Jepang yang biasa untuk
sarapan. “Tapi natto itu starternya
berbeda,” jelas Wida.
Sudah dimulai sejak 1895
sejak artikel yang ditulis oleh
H.C. Prinsen Geerligs, ahli kimia
berkebangsaan Belanda di Jawa,
berbagai penelitian tentang tempe
terus dilakukan sampai hari ini di
berbagai tempat di dunia. Banyak
yang bisa diteliti, seperti misalnya
perbedaan kacang-kacangan
dengan manfaat kesehatannya. Bisa
pula tentang cara mempercepat
proses fermentasinya. Atau dari
sisi produk lanjutannya seperti
diekstrak antioksidannya, minyak
tempe, atau untuk keperluan
kecantikan.
Di luar dari penelitian yang
sifatnya ilmiah, Wida justru
merasakan bahwa mengolah
tempe mirip seperti sebuah
seni tersendiri. Bisa jadi karena
dalam proses penempean, kita
sebenarnya sedang bekerja bersama
mikroorganisme yang hidup.
Proses penempean bisa saja
gagal jika air untuk merendam
ternyata tidak cocok, ada gangguan
bahan-bahan kimia tertentu di
sekitar, bahkan jika ruangan yang
ternyata terlalu steril. Sensitif
sekali. “Tempe yang coba dibuat di
laboratorium sering gagal, karena
terlalu steril,” ungkap Wida.
Faktor terakhir yang mungkin
sulit dijelaskan, menurut Wida,
ternyata faktor tangan si pembuat
bisa berpengaruh. Contohnya,
tempe buatan tangan suaminya
lebih terasa enak dibanding hasil
olahan Wida sendiri. “Rasa enak
itu kan karena asam amino yang
tersusun. Asalnya dari mana? Apa
karena faktor keringat dari tangan
si pembuatnya?” Wida sendiri
hanya bisa menduga-duga.
MenempeyangTidakMeluluPakaiKedelai
19
OKTOBER2022
20. 1815
Referensi paling awal tentang
tempe ditemukan di naskah
Serat Centhini. Kisah dalam
naskah terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Agung
(1613-1645) jadi mungkin
tempe sudah ada di Jawa
awal 1600-an.
1875
Referensi tempe
paling awal yang
diketahui oleh orang
Eropa muncul di
Javaansch-Nederduitsch
Handwoordenboek,
oleh J.F.C. Gericke dan
T. Roorda.
1895dan1896
Dua artikel yang ditulis H.C.
Prinsen Geerligs (warga Belanda
yang tinggal di Jawa) mengawali
era penelitian ilmiah tentang
tempe oleh ahli mikrobiologi
Eropa dan para ilmuwan makanan.
Artikel inilah yang pertama kali
mengeja kata tempeh.
1900
Dr. P.A. Boorsma, warga
Belanda di Jawa, melakukan
tes laboratorium dan
menerbitkan detail tentang
proses tradisional Indonesia
untuk membuat tempe kedelai.
Desember1946
Gerold Stahel, direktur Stasiun
Percobaan Pertanian di
Paramaribo, Suriname,menulis
artikel tempe berbahasa Inggris
pertama kali. Artikel ini sekaligus
yang paling awal diterbitkan di
Amerika Serikat melalui Journal of
the New York Botanical Garden.
1944
Dr. Masahiro Nakano,
murid dari Nakazawa,
memperkenalkan tempe
ke Jepang. Dia juga
menulis banyak artikel.
INFOGRAFIS
20
OKTOBER2022
21. 1902
Resep tempe paling awal
yang dikenal di Barat
terbit dalam buku masak
berbahasa Belanda Nieuw
Volledig Oost-Indisch
Kookboek oleh Johanna
Catenius van der Meidjen.
1912
Dr. Ryoji Nakazawa, ahli
mikrobiologi, orang Jepang
pertama yang mempelajari
tempe di Taiwan. Sampel tempe
dan oncom dibawa dari Asia
Tenggara. Baru pada 1926 ia
sempat ke Jawa dan Sumatra
untuk mengumpulkan 22 sampel
tempe kedelai dan oncom.
KIPRAHTEMPE
DIPENTAS
DUNIA
1931
Informasi bahasa Inggris
pertama tentang tempe muncul
di Vagetables of the Dutch East
Indies, oleh J.J. Ochse (hal.
391). Proses pembuatannya
digambarkan detail dan dikatakan
jamur yang digunakan adalah
Aspergillus oryzae.
April1946
Perusahaan pembuat tempe
pertama di Eropa yakni Eerste
Nederlandse Tempe Industrie
(ENTI), didirikan pasangan
asal Belanda dengan nama
belakang Wedding. Namun
informasinya tidak terlalu jelas.
SUMBER: HISTORY OF TEMPEH AND TEMPEH PRODUCTS, SOYINFO CENTER 2022
KiprahTempediPentasDunia
21
OKTOBER2022
22. Agustus1980
Island Spring (di
Vashon, Washington)
memperkenalkan
“Burger Tempe”
komersial pertama
di dunia.
Juni1979
Farm Foods (di Lanark,
Ontario, Kanada) mulai
membuat dan menjual
tempe. Pembuatnya,
Susan dan Alan Brown yang
belajar dari The Farm di
Summertown, Tennessee.
1950
Van Veen dan Schaefer
adalah orang pertama yang
mengeja kata “tempe” dalam
artikel berbahasa Inggris.
Sengaja ditambahkan huruf
“h” untuk mencegah kata
diucapkan “temp.”
1958
Penelitian ilmiah tentang
tempe di Amerika Serikat
dimulai oleh Bwee Hwa
YAP dari Indonesia yang
bekerja dengan Dr. Keith H.
Steinkraus, ahli mikrobiologi
terkemuka di Cornell
University, New York.
INFOGRAFIS
22
OKTOBER2022
23. Awal1979
Setidaknya ada 13 toko
tempe komersial di
Amerika Serikat, 1 di
Kanada, dan 4 di Eropa
(semuanya di Belanda)
(Shurtleff & Aoyagi 1979,
hlm. 148-149)
1969Juni
Wang, Ruttle dan Hesseltine
pertama kali menemukan
senyawa antibakteri dalam
tempe yang dibuat dari
kultur jamur.
1961
Toko tempe pertama di
Amerika Utara, Joy of Java
Tempe, dibuka oleh Mary
Otten di Albany California.
Toko lain menyusul di Los
Angeles pada 1962.
Mei1964
Penggunaan kantong dan tabung
plastik berlubang untuk wadah
fermentasi tempe pertama kali
diperkenalkan Martinelli dan
Hesseltine dalam sebuah artikel
di jurnal Food Technology. Ide ini
kemudian berkembang di para
pembuat tempe tradisional di Jawa.
KiprahTempediPentasDunia
23
OKTOBER2022
25. Dalam tradisi kuliner Nusantara sepertinya tidak
mengenal ketat perbedaan selera elite dengan
rakyat biasa dan tidak ada pula perbedaan
signifikan waktu untuk memakan atau meminum
sesuatu. Ini terlihat makanan yang disukai oleh raja
juga makanan yang disukai oleh rakyat jelata lihat
saja rawon, lelawar, hingga pecel.
Ary Budiyanto
Peneliti dan pencicip makanan.
Antropologi UB Malang.
25
OKTOBER2022
26. Walaupun begitu
mekanisme Faucaultian
ini tak sepenuhnya
ada disadari dalam diri
masyarakat kolonial
semuanya. Ini dikarenakan
intensi mereka belajar
mengkonsumsi budaya Tuan
Kolonialnya bisa saja karena
urusan yang biasa pula
yakni ekplorasi selera.
P
ada zaman Jawa Kuno
ada bahan makanan yang
hanya boleh disajikan dan
dimakan untuk Raja yakni
Rajamangsa. Namun ini
hanya merujuk pada hidangan
yang diolah dari bahan khusus
dan belum ada bukti teks larangan
untuk mengonsumsi hidangan ala
Rajamangsa ini. Sehingga lebih
patut ditafsir sebagai hidangan
yang dimasak dan memakai bahan
khusus yang menjadi kegemaran
Raja, Rajamangsa.
Resep Kraton Yogyakarta, Kraton
Cirebon, dan bahkan resep Kartini
bersaudara di masa kolonial pun
tampak tak ada bedanya makanan
di lingkungan priyayi dan rakyat
biasa. Meski tampak jelas bahwa
kaum priyayi masa kolonial
memang memandang lebih cita-
rasa Eropa. Suatu hal yang wajar
dalam mentalitas kolonial bangsa
yang menginginkan kesamaan
derajat dengan cara mengkonsumsi
kebudayaan patronnya, terutama
gaya hidup dan apa yang
dimakannya.
Dalam bahasa Homi Bhabha
masyarakat kolonial akan selalu
berkomunikasi untuk kesetaraan
dalam the act of mimicry.
Sebagaimana dia berkomentar
tentang kondisi dirinya yang
seorang Parsi di tengah-tengah
Hindu dan Islam serta bayangan
Kolonial Inggris di India tempat dia
tinggal, bahwa (indentitas budaya)
orang Parsi adalah “their sense of a
negotiated cultural identity.”
Makananpun jika ditinjau di
bawah aras kesadaran pelaku
sejarah kolonial ini tentu saja
adalah medan perebutan politik
identitas rasial yang nyata
sebagaimana Protschky (2008) dan
Ann Laura Stoler (1995) tunjukkan.
Walaupun begitu mekanisme
Faucaultian ini (yakni ada
kesadaran akan peniruan untuk
pengakuan pihak liyan baik
mimicry atau dengan mockery) tak
sepenuhnya ada disadari dalam diri
masyarakat kolonial semuanya.
Ini dikarenakan intensi (jw.
karep/keinginan) mereka belajar
mengkonsumsi budaya Tuan
Kolonialnya bisa saja karena urusan
yang biasa pula yakni ekplorasi
selera. Selain itu ada juga survival
SOROTAN
26
OKTOBER2022
27. FOTO:
SAJIAN
SEDAP
Pecel Madiun, bisa dikatakan sebagai
pecel dengan toping yang amat
lengkap, terutama dari protein hewani.
knowledge untuk bertahan hidup
dengan menguasai keterampilan
memasak ini agar bisa bekerja di
rumah tangga para juragan di masa
itu.
Tidak ada pretensi yang sangat
politis sebagaimana pengamat
poskolonial masa kini seperti
tulisan Protschky (2008) dan
Ann Laura Stoler (1995). Atas
dasar itulah kenapa Kartini
dan saudaranya mengenalkan
keterampilan hidup di zamannya
buat para wanita baik dari kalangan
priyayi kecil maupun rakyat biasa.
Selain itu fenomena terbitnya
buku-buku seri masakan (dan buku
“how to” yang populer lainnya) yang
beredar berkat penerbit semacam
Tan Koen Swie Kediri dan lainnya
memberikan gambaran bahwa
hal itu jauh dari kecendurungan
penguasaan nalar kolonialis pada
koloninya.
Karena di pengantar buku-
buku populer ini ada kata-kata
agar pembaca bisa mengambil
peluang menambah penghasilan
dan menciptakan kerja dari
keterampilan memasak ini,
27
OKTOBER2022
28. Salah satu pedagang
beraneka macam
makanan di Batavia
FOTO:
KITLV;
PEWARNA:
MAHA
SULTHAN
khususnya untuk para kaum putri.
Selain tentu saja menjadikan suami
senang dan bangga.
Hanya saja memang bagi para
politisi dan penguasa yang pandai
memanipulasi “keadaaan alamiah”
ini menjadi komoditas politis
mereka menjadikan situasi yang
biasa-biasa saja ini menjadi tidak
lagi biasa. Simak saja penelitian
Wulandari “Pecel, A Political
Communication Semiotic Analysis of
Javanese Traditional Food As a Dish
for Indonesian Politicians”(2020)
bagaimana pecel dipolitisasi
untuk agenda kepentingan politik
penguasaan mereka atas subjeknya
dengan memainkan makna-makna
simbolis yang sudah ada dan
kemudian memanipulasinya.
Wulandari melihat sejak
Sukarno dan terutama di masa
pemilu presiden 2014 dan 2019
para politisi memberikan makna
politis pada hidangan ini. Para
politisi itu menikmati pecel
sayur di beberapa tempat di Jawa
dalam kampanyenya mencitrakan
kedekatan mereka pada rakyat
melalui hidangan sejuta umat yang
murah meriah serta menyehatkan.
Meskipun sebenarnya pecel tidak
lagi semurah di kampung dan desa
bila kita nikmati di kota.
Tidak ada penerus
Sebagai makanan biasa, pecel
sayur ini pada mulanya tak ada nilai
SOROTAN
28
OKTOBER2022
29. Meski kontraproduktif
karena kandungan lemak
di gorengan dan jerohan
yang nikmat ini menjadi
ancaman yang menggoda
bagi mereka yang kolestrol
tinggi. Penyajian pecel
yang paling kuno dengan
pincuk dari daun pisang
kluthuk atau pun daun jati
hingga sekarang masih
menjadi penyajian yang
paling nikmat.
spesifik secara kultural maupun
medik dalam menikmatinya.
Makan pecel adalah tindakan
menikmati sajian pecel dengan
puas dan nikmat.
Baru pada masa modern setelah
kesadaran akan gizi dan vitamin
hingga jargon mengandung
serat alami yang penuh vitamin
diwacanakan, maka kuliner pecel
menjadi salah satu primadona ikon
ambasador kuliner hijauan kaya
serat dengan nutrisi papan atas
yang murah meriah.
Itu pun dengan catatan bila kita
menikmati pecelnya bukan ala
pecel Madiun dengan berbagai
toping menggodanya. Sebab, di
warung pecel ala Madiun dari sejak
penulis kecil hingga kini pecel
sayurnya masih hadir bersama-
sama dengan komplet lauk protein
seperti tampilan hidangan pecel
Jawa kuno. Lelaukan toping nasi
pecel di penjaja kota lainnya
tidaklah sekomplet Madiun.
Namun, kini semua pecel yang
sudah mapan di tempat, semi atau
permanen, sudah menyajikan
beragam lauk. Ini barangkali
masalah space jualan yang dulu saat
masih keliling digendong ruang
display lauk sangatlah terbatas atau
tingkat ekonomi daerahnya.
Meskipun dengan catatan bahwa
pecel Madiun yang dijajakan
keliling sejak dari dulu konsisten
dengan ragam lauk jerohannya.
Protein hewaninya semacam
empal, jerohan (babat, iso, paru,
koyor), cingur, didih, dan sate-
satean telur puyuh dan usus ayam
yang menggoda selera.
Meski kontraproduktif karena
kandungan lemak di gorengan dan
jerohan yang nikmat ini menjadi
ancaman yang menggoda bagi
mereka yang kolestrol tinggi.
Penyajian pecel yang paling kuno
dengan pincuk dari daun pisang
kluthuk atau pun daun jati hingga
sekarang masih menjadi penyajian
yang paling nikmat.
Dari Centhini (selesai 1814) pecel
sudah tersebar di hampir seluruh
pulau Jawa dalam artian menu
pecel ayamnya dan pecel sayurnya.
Kini bisa dipastikan bahwa pecel
29
OKTOBER2022
Pecel,CitaRasaSegalaStratadanMasa
30. sayur ini telah tersebar di mana ada
etnis Jawa Tengahan dan Timuran
berada.
Persebaran suatu resep dan cita
rasa kuliner yang paling efektif
biasanya mengikuti mobilitas
dan perpindahan penduduk bisa
dikarenakan perang dan bencana
alam (gunung meletus, paceklik,
banjir, dsb), masa ekonomi yang
sulit sehingga ganti usaha di tempat
asal maupun wilayah baru misal
pada masa Malaise 1920 (lihat
Boomgaard & Brown, 2000);
disusul pada masa ekonomi sulit
1950an; masa sulit setelah G-30-
S-PKI 1965; dan krismon 1998
telah mencatat adanya fenomena
ramainya ekonomi informal
berbasis kuliner ini yang tumbuh di
perkotaan.
Dari wawancara beberapa
warung makan legendaris di Kudus,
Surabaya, Madiun, Jakarta, dan
Malang menunjukkan mereka
eksis di sekitar tahunan yang sama
yakni di zaman Jepang 1940-an,
Orla 1950-an, dan setelah 1960-an
(masuk ke Orba). Nenek Penulis
juga pernah usaha warung makan
di masa Jepang di Kudus namun tak
ada yang meneruskan.
Ada adagium klasik generasi
para penjaja makanan sebelum
reformasi dan booming kesuksesan
dunia kuliner semenjak munculnya
acara kulineran yang diusung
oleh Bondan Winarno di RCTI
tahun 90-an. Adagium itu adalah
untuk anak-anak yang sejatinya
akan menjadi penerus bisnis dan
menjaga warisan resep-resep sajian
mereka. Bunyi adagium itu adalah:
“Wis le/nduk sekolaho sing duwur,
golek kerjo sing mapan, dadi PNS
ajo koyo mbah lan bapa ibu mu,
rekoso.” Artinya “Sudahlah anak-
anaku sekolahlah yang tinggi, cari
kerja yang mapan, jadi PNS, jangan
seperti simbah dan bapak-ibumu,
berat hidupnya (sebagai penjual
makanan)”.
Sehingga tak heran para penjual
jalanan dan warungan ini sering
kali tidak ada penerusnya, resep
itu pun hilang atau pindah tangan
ke para pekerja yang dulu ikut sang
penjual. Resep ini pun sering kali
tidak lagi “otentik” dikarenakan
mereka belajar dari meniru bukan
dari pengajaran langsung.
Jadi dengan situasi khasanah
kuliner di masyarakat seperti ini,
maka hanya menunggu seleksi
alam sajalah warung-warung
yang tumbuh ini akan menjadi
bermutasi, menjadi legenda, atau
punah.
Bukan resep asli
Peperangan di mana pasukan
dan para disersi yang memiliki
mobilitas tinggi ini kemudian
tersebar ke berbagai daerah, baik
nantinya menetap ataupun kembali
ke daerah asal. Mereka inilah yang
juga membawa selera dan cita rasa
mereka.
SOROTAN
30
OKTOBER2022
31. FOTO:
KITLV;
PEWARNA:
MAHA
SULTHAN
Menjemur kacang tanah di
pekarangan rumah. Foto
diambil tahun 1920-1930-an
Perang Diponegoro (1825-
1830) ataupun perang Revolusi
zaman kemerdekaan 1945-1949,
yang membuat para penduduk
terdampak ikut pindah dan
menetap ke daerah baru atau
hanya mengungsi sementara
ikut membawa pula tersebarnya
kuliner-kuliner semacam pecel ini.
Mereka pulalah yang kemudian
hari mengubah tampilan dan
citarasa masakan asal mereka
karena harus beradaptasi dengan
ketersediaan bahan baku dan selera
lokalnya masing-masing. Masa
perang dan ekonomi sulit inilah
yang mempengaruhi bahan baku
naik terutama gula merah dan
kacang tanahnya yang membuat
penjaja berkreasi menambah
ketela atau ubi atau kentang atau
campuran salah satu atau duanya
untuk membuat sambel pecelnya
ini.
Racikan bumbu pecel yang
bertahan lalu menjadi genre bumbu
pecel yang khas lokal. Selain
peperangan, di masa tenang dan
pembangunan, kemajuan teknologi
transportasi yang semakin mudah
dan murah pun membuat mobilitas
para penjaja makanan ini terdifusi
31
OKTOBER2022
32. Pecel lele masakan yang umumnya
dijual oleh perantauan asal
Pekalongan. Memiliki penggemar
sendiri terutama di tingkat kaki lima.
FOTO:
SAJIAN
SEDAP
dan berevolusi.
Selain itu berbagai resep dan
hidangan berbagai etnis dari dan
wilayah satu ke wilayah lain ini
terdifusi pula melalui buku-buku
resep yang marak dibuat oleh
para penulis resep makanan yang
dicetak dan diterbitkan di tiap
zaman. Bahkan para penulis resep
inilah yang sebenarnya membuat
resep-resep baru atas nama
hidangan lama ataupun lokal.
Resep-resep itu muncul
dikarenakan apa yang mereka tulis
dalam buku-buku mereka ini sering
kali adalah usaha meniru cita rasa
yang mereka cicip dalam ingatan
lidah mereka. Bukan resep ‘asli’
dari hidangan yang mereka cicip di
suatu tempat makan, karena resep
itu adalah “rahasia perusahaan”.
Jadi, resep-resep dalam buku
resep yang diperjualbelikan itu
adalah resep replika, yang mencoba
mencapai rasa yang mirip dengan
memori cecapan mereka. Namun
demikian, dalam dunia kuliner,
resep-resep tersebut sama sahnya
dengan resep “aslinya”, apalagi
bila resep hidangan itu menjadi
terkenal.
Sepertinya hanya bumbu
pecel Madiun yang sebagian
besar bumbunya tidak memakai
terasi dan kencur serta dimasak
khas dengan menyangrai bumbu
utamanya yakni cabe rawit, daun
jeruk, dan bawang putih (?) di atas
cobek tanah. Lalu kacang tanahnya
oleh sebagaian besar penjual pecel
SOROTAN
32
OKTOBER2022
33. Madiun ini dikupas terlebih dahulu
kulit arinya lalu disangrai (kini
tak jarang ada yang digoreng atau
bahkan dioven).
Semua bahan itu lalu ditumbuk
dengan garam, gula merah, dan
asam jawa. Hingga pada tahun-
tahun 90-an akhir, cita rasa bumbu
pecel Madiun pada mulanya
cenderung pedas dan gurih (asin)
kini pun tak jarang yang bercita
rasa lebih manis dan tidak terlalu
pedas atau malah pedas banget.
Namun demikian bumbu pecel
madiun masih konsisten dengan
tekstur yang masir tidak terlalu
berminyak.
Sementara itu, umumnya bumbu
pecel ala Jawa Timuran dan
Tengahan lainnya, kacang tanahnya
digoreng dengan kulit arinya lalu
bumbu-bumbu penyedap lainnya
praktis digoreng semua (bawang
putih, terasi, dan cabe). Setelah
bumbu ditumbuk halus, maka
dicampurkan dan ditumbuk lagi
bersama kacang goreng yang telah
ditumbuk bersama gula merah,
garam, dan asam jawa hingga
menemukan rasanya yang pas
selera sang pembuat.
Persentase campuran bumbu,
gula merah, garam, dan kacang
menjadi pembeda cita rasa bumbu-
bumbu pecel ini. Itulah makanya
bumbu pecel madiun tampak lebih
“cerah” dan tidak begitu berminyak
dibanding dengan bumbu pecel
lainnya yang berminyak dan
berwana gelap karena gorengan
kacang dengan kulit arinya.
Walaupun, gelap tidaknya juga
kadang karena penggunaan jenis
dan kematangan gula merahnya.
Beberapa inovasi untuk
mempergurih bumbu pecel ini
kadang juga dicampur dengan
biji mete selain yang umum
menggunakan kemiri, wijen,
ataupun biji-bjian gurih lainnya
yang ada di sekitar. Menikmati
sajian satu pincuk pecel ini
menurut ahli gizi memiliki
kandungan energi sebesar 243
kilokalori, protein 11,14 gram,
karbohidrat 31,72 gram, lemak
12,53 gram, kalsium 267 miligram,
fosfor 333 miligram, dan zat besi
3,54 miligram.
Selain itu di dalam pecel juga
terkandung vitamin A sebanyak
10.978 IU, vitamin B1 0,28 miligram
dan vitamin C 212 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan
penelitian terhadap 100 gram pecel,
dengan jumlah yang dapat dimakan
sebanyak 100 % (godam64, 2012).
Jual dua menu
Kini secara umum hanya dua
macam pecel yang diketahui yakni
pecel sayur dan pecel lele. Pecel
ayam masih tersisa di pojok-
pojok desa yang masih memiliki
adat ritual selamatan ala Jawa.
Sementara kuluban, urapan,
trancam, bersama tumpang
dan lotek telah menjadi spesies
Pecel,CitaRasaSegalaStratadanMasa
33
OKTOBER2022
34. tersendiri terpisahkan dengan
pepecelan ala pecel ayam Jawa
Kuno dan juga dengan rerujakan
dan lelawaran.
Saat ini, pecel sayur dan pecel
lele telah menjadi dominan dan
menjadi entitas tersendiri. Pecel
lele dan pecel sayur masih memiliki
makna hidangan yang disajikan
dengan disiram sambel hanya saja
bumbunya berbeda, pecel sayur
dengan sambel kacang tanah dan
pecel lele dengan sambel bawang-
cabe-tomat ala sambal bajak.
Kedua pecel ini jelas berbeda
dengan pecel ayam maupun pecel
lele jadul ala keraton dan pecak
betawi yang dominan santan atau
kelapa.
Ada perbedaan lain dalam
penjajaan pecel lele dan pecel sayur
ini, pecel lele yang kebanyakan dari
orang Lamongan lebih dominan
dijajakan oleh para bapak. Sebab,
mereka ini harus memasang
tenda dan peralatan dapur yang
kompleks. Sejak awal mengada,
pecel lele ini sangat maskulin,
mereka menjajakannya dengan
menetap, mengakuisisi bahkan
mengkoloni ruang-ruang pejalan
kaki di perkotaan. Meskipun pada
praktiknya tak jarang sang istri juga
ikut melayani pembeli ataupun
memegang peran sebagai kasir.
Ini berbeda dengan penjaja pecel
sayur yang masa awal terlahirnya
selalu dijajakan keliling oleh ibu-
ibu mbok bakul pecel. Mereka
menggendong bakul/rinjing dan
menyunggi tampah di atas kepala
dengan tas atau ember berisi
jerigen air dan lain sebagainya
keliling menyusuri jalan kampung
atau gang-gang di kota.
Saat memutuskan menjadi
warung kaki lima yang semi
permanen mereka biasa buka di
rumah atau di pojok jalan kampung.
Di masa kekinian, terutama di
pusat kuliner pecel seperti Madiun,
Blitar, dan Kediri, mereka sekarang
menetap menempel di tempat
dalam zona aman seperti rumah
sendiri atau warung semi permanen
yang aman dari Satpol PP.
Proses menetap di ruang kota ini
sering kali terjadi setelah seleksi
alam sekian lama jualan secara
berkeliling. Penjual pecel di Jawa
Tengahan di tahun 80-90an masih
banyak yang juga menyediakan
sajian pasangan sejati pecel
sayurnya yakni: rujak.
Rujak cingur dan rujak buah,
cemeding (campuran bumbu pecel
dan bumbu rujak plus kucuran
jeruk nipis), serta rujak plecing
(dengan sayur dominan kangkung
kulub dan sambal terasi, gula
jawa, asam, dan jeruk nipis), atau
brambang asem (yang sudah sangat
jarang ditemui; dengan sayuran
kulub daun ubi dan bumbu seperti
plecing namun plus bawang merah)
adalah kekhasan dari para penjaja
pecel keliling ini.
Tak ketinggalan pecel ini
SOROTAN
34
OKTOBER2022
35. ditemani lontong atau nasi dan
ditemani lauk didih (dari darah
ayam atau sapi; evolusi lelawaran?)
yang kini semakin jarang ditemui,
tempe mendol, tahu dan tempe
goreng serta warna-wani gorengan
lainnya. Jika sang penjual ini
sempat, biasanya tersedia juga
bermacam-macam jerohan seperti
babat, iso, dan paru seperti sajian
pecel khas di Madiun dan Ponorogo.
Jadi, bilamana pecel lele adalah
maskulin maka penjaja pecel
sayur ini sangat feminim karena
kebanyakan penjajanya adalah ibu-
ibu yang luwes menjelajah gang-
gang di perkampungan dan kota.
Namun kisah dan kreasi evolutif
kedua pecel ini ternyata belum
berhenti. Apalagi orang masih
banyak yang bingung bila ingin
membeli pecel sayur namun yang
ditemukan adalah penjual pecel
lele. Sebaliknya jika masuk ke
warung pecel sayur pun orang
masih juga tanya menu pecel lele.
Tidak semua orang tahu dan
paham beda warung pecel lele dan
pecel sayur apalagi generasi muda
dari luar Jawa. Demand menu
yang berulang-ulang ini rupanya
menginsipirasi warung pecel lele
di dekat Grand City Surabaya
yang menjual dua menu ini
Pedagang satai di Pulau Jawa
yang sedang melayani pelanggan.
Foto diambil pada awal abad 20
FOTO:
KITLV;
PEWARNA:
MAHA
SULTHAN
Pecel,CitaRasaSegalaStratadanMasa
35
OKTOBER2022
36. sekaligus. Kisah ini dari Dhahana
Adi (Penulis buku - Archivist -
Surabaya Memory) yang akan
memberikan senyum kuliner yang
mengenyangkan.
Pengalaman ini baru saja dialami
Dhahana Adi ketika makan siang di
salah satu warung dekat Grand City
bersama teman. Singkatnya,
Penjual : Pesan apa Mas?
Saya : Nasi lele ama tempe
Mas, tiga bungkus
Penjual : Pecel atau sambelan?
Saya : Pecel mas
Akhirnya kami kembali ke Grand
City untuk menikmati pecel lele ini
sambil jaga stan pameran. Begitu
tas kresek dibuka, saya sempat
heran kok kami dikasih peyek? Ah
biarin, paling ada teman yang beli,
mungkin penggemar peyek, batin
saya.
Ternyata, begitu bungkusan nasi
dibuka, kami mendapati nasi pecel
lele yang tak biasa. Yakni nasi putih,
lalapan (komplit seperti kita makan
penyetan), lele goreng, tahu goreng,
tempe goreng, sayuran pecel/kulub,
bumbu pecel yang ditaruh dalam
plastik, sambal penyetan yang juga
diplastik. Saya kira bungkusan saya
saja yang seperti itu, ternyata dua
lainnya sama persis, Wow! Pecel lele
era baru. Ternyata miskomunikasi
malah menciptakan menu baru.
Aah, indahnya kuliner Nusantara.
Meskipun “tragedi” membawa
nikmat pesan bungkus pecel ini
terlihat unik dan baru namun
kisah Dhahana Adi ini adalah
murni karena miskomunikasi
dan mungkin juga sudah biasa
pelanggan di warung itu mendapat
pesanan campuran ini. Sehingga
karena ragu dengan pesanannya
maka sang penjual menyimpulkan
untuk mencampur saja. Lagipula
pecel sayur dan juga rujak cingur ini
juga dulunya sudah biasa memakai
toping lauk apa saja.
Selain itu pecel sayur ini cocok-
cocok saja dicampur dengan
kuliner berkuah, tentu saja rujak
cingur yang intinya juga pecel
pastinya akan cocok-cocok saja bila
dicampur dengan lodeh-lodehan
apalagi kuah berdaging.
Fusi masakan
Sejak SD di Kudus penulis selalu
makan siang di warung dekat
sekolahan. Warung sederhana
berdinding gedeg bambu, yang
menjual es buah, pecel, lodeh
dan sup dengan berbagai cemilan
gorengan. Penulis selalu memesan
pecel dengan lodeh dan lauk
tambahan gorengan bakwan sayur/
weci dengan segelas es kelapa sirup
frambos. Kalau diingat tidak hanya
penulis yang memesan makan
campur-campur begini.
Jadi apabila kini media dan
kumpulan youtuber foodvlogger
hype mengulas dan memberitakan
fenomena Rujak Soto Banyuwangi
(CNN Indonesia, 2019), Pecel
Rawon Surabaya (Dyodoran, 2021),
SOROTAN
36
OKTOBER2022
37. Pecel Penyetan (pecel sayur plus
penyetan) atau kini mulai ditengok
menu campur kuno Tepo (lontong)
Lodeh Pecel di Jabung Ponorogo
(Kang Pardi, 2020), sebenarnya
itu lumrah dan alamiah terjadi di
warung-warung Jawa yang selalu
menyediakan sajian berbagai
masakan.
Dari sini bisa dikatakan bahwa
kebiasaan pelangganlah yang
kadang-kadang berperan penting
dalam terjadinya fusi masakan
sehingga menjadi hidangan hibrid
yang unik. Selanjutnya sajian hibrid
ini menjadi signature dish suatu
warung lalu bilamana viral dan
laris maka akan cepat ditiru ke para
penjual yang bergenre sama.
Apalagi bila kuliner itu kemudian
diangkat publik menjadi ikon
daerah. Adalah warung makan,
dengan demikian, yang sejatinya
menjadi tempat inkubasi alamiah
dari munculnya hidangan-hidangan
hibrid ini.
Jikalau kita cermati menu
campuran atau hibrid antara soto
dan pecel (atau rujak cingur) pada
dasarnya adalah -setelah kita
pilah-pilah bahan-bahannya dan
hanya tersisa kuahnya- cita rasa
kuah kaldu soto yang berempah
itu bertemu dengan bumbu (pecel)
kacangnya. Pertemuan soto dengan
sambal kacang sudah terjadi lama
dalam Coto Makassar dan Soto
Banyumasan (Soto Sokaraja, Soto
Purworejo, Soto Purbalingga, Soto
Banyumas) yang dalam bahasa
daerah Banyumasan soto ini
dikenal dengan nama genre soto
yang khas: sroto.
Mutiara Kata
“Jangan menunggu. Waktu tidak akan pernah tepat”
–Napoleon Bonaparte, Kaisar Prancis (1769 - 1821)
dikatakan bahwa kebiasaan
pelangganlah yang kadang-
kadang berperan penting
dalam terjadinya fusi
masakan sehingga menjadi
hidangan hibrid yang unik.
Selanjutnya sajian hibrid ini
menjadi signature dish suatu
warung lalu bilamana viral
dan laris maka akan cepat
ditiru ke para penjual yang
bergenre sama.
Pecel,CitaRasaSegalaStratadanMasa
37
OKTOBER2022
39. Bagi sebagian masyarakat awam, Serat Centhini
dianggap sebagai kitab sanggama masyarakat
Jawa. Itu tidak keliru, tetapi ternyata karya
sastra ini juga menyimpan kekayaan yang
begitu luas tentang pengetahuan di Jawa pada
masa silam. Salah satu pengetahuan yang
termaktub di dalam manuskrip itu adalah
tentang makanan.
A.S. Rimbawana
Reporter Intisari
39
OKTOBER2022
40. Sayang narasi tentang
makanan dalam Serat
Centhini ini jarang
diketahui orang. Memang,
kisah makanan memang
tidak gamblang tersusun
dalam resep. Akan tetapi,
hal itu tidak menyurutkan
sumbangsih Serat
Centhini dalam ilmu
pangan di Indonesia.
S
erat Centhini, karya sastra
Jawa klasik ini, memang
mengisahkan berbagai
hal, antara lain kesenian,
kehidupan dan kebudayaan
Jawa, agama, botani, ritual, jamu.
Yang tak kalah menarik, manuskrip
ini juga mengisahkan tata cara dan
fungsi boga tradisional Jawa.
Manuskrip yang berjudul
asli Suluk Tambangraras itu
dibuat berdasar candrasengkala
–kronogram—”paksa suci sabda
ji” bertepatan pada 26 Suro 1742
Jawa. Dalam kalender Masehi,
itu bertepatan dengan Januari
1814. Sementara, proyek itu
tuntas pada 1823. Manuskrip ini
juga telah menghabiskan dana
sekitar 10.000 ringgit emas. Motif
penyusunan Serat Centhini adalah
untuk menghimpun segala jenis
pengetahuan di Jawa.
Penulisan Serat Centhini
dipimpin langsung oleh putra
mahkota Keraton Surakarta,
putra Pakubuwono IV (menjabat
1788–1820), Amangkunegara III
—kelak bertahkta sebagai Sunan
Pakubuwana V (menjabat 1820–
1823). Amangkunegara III tidak
sendiri. Ia ditemani oleh beberapa
pujangga keraton. Mereka adalah
Kyai Ngabehi Ranggasutrasna, Kyai
Ngabehi Yasadipura II, dan Kyai
Ngabehi Sastradipura.
Sebelum memulai proyek
penulisan, ketiga pujangga itu
diminta oleh Amangkunegara
III untuk untuk membekali diri
dengan berkelana ke berbagai
penjuru Jawa. Bahkan, Kyai
Ngabehi Sastradipura diminta
untuk berhaji ke Mekkah sebelum
Heri Priyatmoko
SOROTAN
40
OKTOBER2022
41. FOTO:
A.S.
RIMBAWANA
Pasar kini jadi salah
satu tempat orang dapat
menemukan bahan pangan.
proyek penulisan dimulai.
Maka itu, cakupan wilayah
yang dikisahkan dalam Serat
Centhini meliputi seluruh Pulau
Jawa. Daerah-daerah yang
disebutkan antara lain Banten,
Bogor, Majalengka, Cilacap,
Demak, Gunungkidul, Mataram
(Yogyakarta), Pacitan, Ponorogo,
Trenggalek, Lumajang, hingga
Banyuwangi di ujung timur Jawa.
Semula Serat Centhini ditulis
menggunakan bahasa dan aksara
Jawa, serta dibaca layaknya
tembang. Namun kini telah
diterbitkan ulang oleh beberapa
lembaga ke dalam bahasa Indonesia
dan huruf latin.
Sayang narasi tentang makanan
dalam Serat Centhini ini jarang
diketahui orang. Memang, kisah
makanan memang tidak gamblang
tersusun dalam resep. Akan
tetapi, hal itu tidak menyurutkan
sumbangsih Serat Centhini dalam
ilmu pangan di Indonesia.
Terdapat aneka ragam makanan
dalam Serat Centhini, seperti
lauk, sayuran nabati maupun
hewani, nyamikan (kudapan),
dan minuman. Saya kemudian
menghubungi Heri Priyatmoko,
41
OKTOBER2022
42. Jenis nyamikan (kudapan)
yang juga terdapat di
Serat Centhini.
FOTO:
A.S.
RIMBAWANA
dosen Jurusan Sejarah Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta,
untuk mengulik kekayaan Serat
Centhini. “Ada banyak sekali
jenisnya (makanan dan minuman)
karena tiga penulis Serat Centhini
melihatnya tidak hanya satu sisi,
tetapi makanan juga digunakan
pada saat ritual,” kata Heri.
Menurut Heri, dari segi
penulisan Serat Centhini juga unik.
Karena para penulis berasal dari
pihak keraton, tempat budaya Jawa
dijunjung tinggi, maka makanan
keraton mestinya juga ditulis.
Namun hal demikian tidak terjadi
di dalam Serat Centhini. Justru
yang terjadi adalah “Makanan desa
mengepung kota, benar-benar
kuliner jawa yang mana ada semua
kuliner perdesaan,” ungkap Heri.
Serat Centhini sungguh
memperlihatkan kesadaran
literasi kuliner yang masih lestari
dari serangan kekuatan asing.
Sebab pada abad ke-19, makanan-
makanan Eropa memang mulai
masuk seiring makin kuatnya
penetrasi kolonial hingga wilayah
pedalaman Jawa. Pada awal abad
ke-20, masih ditemukan blenyik,
dendeng, pecel, dan makanan itu
ada dalam Serat Centhini.
Menurutnya, itu menunjukkan
bahwa makanan para priyayi dan
jelata di Jawa tidak ada bedanya.
“Artinya, makanan itu juga disantap
oleh para bangsawan,” kata pria
SOROTAN
42
OKTOBER2022
43. yang tengah melanjutkan studi di
Solo itu.
Pekarangan orang Jawa
Bagi masyarakat Jawa pada
sekitar dua abad lalu belanja
pangan bukanlah suatu hal yang
terlalu merepotkan. “Ketahanan
pangannya cukup kuat. “Jadi tidak
repot mencari, apalagi impor,” kata
Heri.
Inilah salah satu hal yang
patut dicermati dalam Serat
Centhini yakni asal masyarakat
Jawa memperoleh bahan pangan.
Murdijati Gardjito dari Pusat Studi
Pangan dan Gizi, Pusat Kajian
Makanan Tradisional, UGM dalam
“Kuliner Jawa Periode Centhini,
1814–1823” (2008) pernah meneliti
hubungan Serat Centhini dengan
tempat memperoleh bahan pangan.
Dari penelitian itu, Gardjito
memperoleh hasil bahwa padi yang
lazim ditanam masyarakat yakni
jenis padi gaga. Padi gaga adalah
varietas yang ditanam di lahan
kering. Ini sangat berbeda dengan
varietas padi yang tumbuh di lahan
basah atau sawah.
Namun bila ada pembicaraan
tentang sawah, tidak ditemukan
bagaimana cara mengatur aliran
airnya. Itu tentu berlainan dengan
masa kini, ketika padi gaga sudah
jarang dikenal.
Sementara pategalan atau lahan
kering tadi acap dimiliki oleh
saban keluarga sebagai tempat
budi daya bahan pangan. Bahan
pangan tersebut terdiri atas pala
kependhem atau akar-akaran
yang umbinya tertanam di bawah
tanah. Ada pula pala gemanthung
adalah buah-buahan, serta pala
kesimpar atau buah yang berada
di permukaan tanah. Namun,
disamping pategalan ada pula
pekarangan yang juga tempat
ragam buah dan sayur-mayur
tumbuh.
Dalam Serat Centhini dikisahkan
pula tentang kolam. Fungsi kolam
adalah untuk memenuhi kebutuhan
sumber protein penduduk. Namun,
Dalam SeratCenthini
dikisahkan pula tentang
kolam. Fungsi kolam adalah
untuk memenuhi kebutuhan
sumber protein penduduk.
Namun, kolam memang
tidak dimiliki semua orang di
sekitar rumah. Bila di daerah
yang dekat aliran sungai,
ikan hanya perlu ditangkap
saja. Menurut Gardjito,
hanya ikan laut yang jarang
disebut dalam manuskrip
ini. “Kecuali berbentuk ikan
asin,” tulisnya.
43
OKTOBER2022
PengetahuanCita RasaJawadariSeratCenthini
44. kolam memang tidak dimiliki
semua orang di sekitar rumah.
Bila di daerah yang dekat aliran
sungai, ikan hanya perlu ditangkap
saja. Menurut Gardjito, hanya ikan
laut yang jarang disebut dalam
manuskrip ini. “Kecuali berbentuk
ikan asin,” tulisnya.
Sebagaimana kita tahu, ikan asin
lazim diupayakan di pesisir. Maka
itu, pasar menjadi kunci dalam
hal pemerolehan ikan asin serta
garam yang digunakan sebagai
bumbu masak. Sementara, pasar
tradisional juga tidak banyak
dikesankan dalam Serat Centhini.
Menurut Gardjito, orang-orang
hanya akan pergi ke pasar bila
membutuhkan empon-empon
(ragam jenis tumbuhan rimpang)
berjumlah besar, ketika hendak
digunakan hajatan misalnya.
Dengan demikian untuk memenuhi
kebutuhan hidup harian,
masyarakat Jawa hanya perlu
mengolah pategalan, kolam, sawah,
hutan, dan pekarangan di sekitar
mereka tinggal.
Pangan, ritual, kebugaran
Bagi masyarakat Jawa, makanan
selalu berkaitan erat dengan
fungsi ritual, seperti kenduri atau
sesaji. Di dalam Serat Centhini,
terdapat pula ragam kisah yang
memuat fungsi sakral makanan
ini. Makanan yang berfungsi untuk
ritual lazim terdapat dalam segala
Ikan asin, salah satu bahan
pangan dari laut yang
telah dikenal di pedalaman
Jawa dari awal abad ke-19.
FOTO:
A.S.
RIMBAWANA
SOROTAN
44
OKTOBER2022
45. FOTO:
A.S.
RIMBAWANA
Ragam pangan dalam
ritual pengantin Jawa.
upacara daur hidup seseorang–
lahir, menikah, wafat—, sesaji tolak
bala, musim panen, musim tanam,
dan sebagainya.
Salah satu jenis makanan yang
kerap terdapat saban upacara
adalah tumpeng. Rudy Wiratama,
dosen Jurusan Sastra Jawa UGM
berbicara di Jayadipuran Culture
and Art III yang diadakan oleh Balai
Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)
DIY, 9 Juni 2022 lalu. Menurut
Rudy, saban tumpeng ini juga
mempunyai kelengkapan khusus.
“Dari bentuknya saja sudah
filosofis, mengerucut, makin ke
atas makin kecil. Ini dari bumi ke
langit, untuk melangitkan doa-doa,”
kata Rudy. Maka, saban doa dan
kesempatan khusus tumpeng punya
susunan masing-masing.
Rudy memberi contoh, untuk
kelahiran bayi pasti kelengkapan
tumpeng dengan gudangan
(urap), sambal kelapa parut dan
berlauk telur. Telur, sebagaimana
penjelasan Rudy, melambangkan
wujud persatuan manusia. “Telur
itu wiji dadi, perlambang sel
sperma dan ovum, jadi telur itu,
cikal bakal kehidupan,” ungkapnya.
Sementara, lauk akan berbeda
bila digunakan untuk syukuran
panen atau lainnya. “Itu pasti
menggunakan ayam, karena ayam
itu telur yang sudah jadi,” katanya.
Untuk upacara memule,
penghormatan kepada leluhur,
45
OKTOBER2022
46. Sego golong, nasi kepal yang
berbentuk bulatan. Hingga kini
masih ditemui di masyarakat
Jawa sebagai unsur ritual.
FOTO:
A.S.
RIMBAWANA
nasinya pun berbeda warna. “Ada
putih, kuning, dan wuduk,” ujarnya.
Tumpeng dari nasi putih biasanya
untuk ritus kehidupan. Ada pula
tumpeng dom sewu (bak ditusuk
seribu jarum) yang ditusuk di
sekelilingnya dengan cabai dan
bawang. “Untuk ritual penolak
bala,” katanya.
“Kalau kuning, dalam Jawa kuno
sering disebut sekul paripurna,
lama-lama jadi sekul punar, nasinya
kuning itu untuk tanda syukur,
untuk perhelatan atau pesta-pesta,”
imbuh Rudy.
Berbicara pada forum yang
sama dengan Rudy, Rendra Agusta,
filolog asal Surakarta berbicara
ihwal aspek kesehatan dalam Serat
Centhini. Orang Jawa memang
belum mengenal apotek pada
waktu itu. Namun, pekarangan
sudah menjadi “apotek” itu
sendiri dengan beragam tanaman
berkhasiat obat seperti sirih dan
berbagai obat herbal.
Jamu, ramuan yang dipercaya
sebagai racikan herbal dan
mampu menjaga kebugaran, juga
termuat dalam Serat Centhini.
Menurut Rendra, di Jawa ada yang
disebut jamu dan jampi, doa-doa
kepada Tuhan yang dirapal saban
mengonsumsi jamu. “Di Serat
SOROTAN
46
OKTOBER2022
47. Wedang, meskipun tidak
selalu, tetapi paling sering
dinikmati bersama gula
aren atau gula batu. Gula
pasir seperti banyak dikenal
masyarakat saat ini pada
masa itu belum populer.
Kemudian, paling tidak,
dalam menikmati wedang
terdapat dua cara. Pertama,
gula batu dilarutkan ke
dalam minuman, sehingga
menimbulkan rasa manis.
Cara lainnya yakni dengan
menikmati gula sebagai
lalaban atau dinikmati secara
terpisah dengan minuman.
Centhini tiap jamu ada jampinya
sendiri,” katanya.
Jamu lazim dibagi menjadi
empat. “Unjukan (minuman),
jamu yang diminum seperti kunir
asem. Loloh, jamu yang dimakan.
Kemudian ada pula bobok dan
boreh, racikan jamu yang ditumbuk
dan dibalurkan di kulit luar,” ujar
Rendra. Ada juga parem yang
bersifat ekstrak. “Menjadi semacam
minyak atsiri dan di Serat Centhini
cukup kompleks,” ungkap Rendra.
Ragam minuman
Mayoritas unjukan atau
minuman dalam Serat Centhini
disajikan dalam keadaan hangat
atau wedang. Berdasar nama-nama
yang disebut, antara lain wedang
belimbing wuluh, wedang kahwa,
dapat diperoleh pula informasi
mengenai bahan dan tata saji.
Bahan-bahan diperoleh
dari ekstrak dedaunan seperti
sruni dan teh. Sementara buah-
buahan terdiri atas belimbing
dan mengkudu. Untuk bebijian
digunakan kopi, cokelat, serta
berbagai macam rimpang seperti
jahe dan temulawak.
Wedang, meskipun tidak selalu,
tetapi paling sering dinikmati
bersama gula aren atau gula batu.
Gula pasir seperti banyak dikenal
masyarakat saat ini pada masa itu
belum populer. Kemudian, paling
tidak, dalam menikmati wedang
terdapat dua cara. Pertama, gula
batu dilarutkan ke dalam minuman,
sehingga menimbulkan rasa
manis. Cara lainnya yakni dengan
menikmati gula sebagai lalaban
atau dinikmati secara terpisah
dengan minuman.
Teknologi fermentasi dan
penyulingan juga telah dikenal di
Jawa. Maka, minuman beralkohol,
sebagaimana juga terdapat di
kebudayaan lain, juga disinggung
dalam Serat Centhini. Yang
menarik, disebutkan pula tata
cara dalam menenggak minuman
PengetahuanCitaRasaJawadariSeratCenthini
47
OKTOBER2022
48. beralkohol.
Ada sepuluh tata cara
minum, dan tiap-tiap tahapan
dilambangkan dengan
perumpamaan. Diawali dengan
perumpamaan eka padma sari,
berarti menenggak satu sloki ciu
akan bak semerbak kembang,
harum. Lalu, setelah dua tenggakan,
dwi martani, orang akan bertutur
kata dengan gamblang, tampak
sopan santun.
Selanjutnya, dalam sloki ketiga
–tri kawula busana— orang tak lagi
hirau dengan apa yang dikenakan,
entah lusuh, jelek, indah sekalipun
tak ada soal. Semua bersaudara.
Namun, memasuki sloki
keempat, di dalam Serat Centhini
menganggap, orang bakal
kehilangan kesadaran. Maka,
pada tahap ini dilambangkan
sebagaimana catur wanara rukem
–bak kawanan kera berebut makan.
Tahap tertinggi dari minum tuak
adalah dasa buta mati, bahwa tiap
peminum hanya akan siap melawan
siapa pun, bahwa ia telah lupa diri,
sebelum akhirnya akan tertidur.
Kritik atas Serat Centhini
Makanan sering membuat
kalap. Apalagi, ternyata bahwa
makanan juga disebut dalam
sebuah manuskrip Jawa yang sarat
akan muatan budaya. Maka itu,
dalam membaca Serat Centhini ada
satu hal yang tak bisa dilupakan.
Menurut Heri, hal itu ialah
konsep sak madya–secukupnya.
Meskipun konsep itu tidak
tercantum di dalam manuskrip,
Serat Centhini
FOTO:
A.S.
RIMBAWANA
SOROTAN
48
OKTOBER2022
49. Mutiara Kata
“Hidup adalah 10% apa yang terjadi kepada saya dan 90%
bagaimana saya bereaksi terhadapnya”
–Charles Swindoll, rohaniawan asal Amerika Serikat
tetapi menurutnya pembaca harus
memahami bahwa orang Jawa
makan sekadarnya saja.
“Tak mungkin sajian satu panci
tengkleng akan dihabiskan, konsep
sak madya harus dicermati. Kita
harus mampu membedah etika
dalam sejarah,” ujar Heri.
Selain itu, Heri juga mengatakan
bahwa Serat Centhini harus bisa
berguna bagi generasi saat ini.
Itu bisa dilakukan dengan kritik
terhadap Serat Centhini yang harus
dihidupkan kembali dengan cara-
cara modern dalam hal pengawasan
narasi.
Pertama, Serat Centhini bisa
dipakai dan dikembangkan
untuk bahan lirik lagu sembari
menumpanggelombangpopularitas
pop Jawa yang tengah naik daun.
Menurut Heri hal itu penting, sebab
narasi dalam Serat Centhini akan
mati jika hanya dibaca untuk masa
lalu. “Antikuarian itu,” kata Heri.
Kedua, Serat Centhini bisa masuk
dalam kurikulum muatan lokal
siswa jurusan tata boga. Dengan
begitu, para siswa akan diajar ragam
penyajian makanan lokal sejak dini.
“Makanan di hotel itu jangan Barat
terus,” selorohnya.
Sejak beberapa tahun terakhir
istilah gastronomi juga semakin
populer di Indonesia. Lalu, apakah
Serat Centhini termasuk dalam
kekayaan gastronomi Indonesia?
Menanggapi hal ini, menurut Heri
definisi gastronomi, sebetulnya
bukan hanya memasak tapi juga
memilih bahan, hingga menyajikan
bahan makanan. Sementara dalam
Serat Centhini hanya ada fase
penyajian, tidak ada seleksi bahan.
Kelemahan manuskrip ini
memang terletak pada resep
yang nihil. “Karena yang dipotret
memang tidak menilik dapur,
dan hanya yang terletak di meja
makan. Hanya identitas, judul, dan
nama kulinernya,” sambung Heri.
Akan tetapi, dalam pengetahuan
gastronomi Serat Centhini tetap
menyumbang pengetahuan yang
berharga. Salah satunya, dari Serat
Centhini masyarakat sekarang
tahu bahwa mana saja makanan
yang masih ada, terancam, atau
punah.
“Ini menjadi penting karena
Serat Centhini menjadi pilar dalam
ilmu gastronomi,” tandasnya.
PengetahuanCitaRasaJawadariSeratCenthini
49
OKTOBER2022
50. JANGANBERONGKOS,
Suatu siang ketika ingin
bertemu dengan teman di
kawasan Alun-Alun Kidul,
Yogyakarta, secara refleks saya
meminggirkan motor ketika di
depan Warung Handayani. Ya,
selain sudah saatnya makan
siang, jangan (sayur) berongkos
yang dijual warung ini selalu
ngangeni.
Warung Handayani memang
menjadi satu dari sedikit
warung yang menjual sayur
berongkos dengan cita rasa
jempolan. Bagi yang belum
kenal, sayur berongkos
merupakan masakan khas
masyarakat Jawa, khususnya
di daerah Yogyakarta. Sayur ini
merupakan menu tradisional
warisan leluhur masyarakat
Yogyakarta. Konon kabarnya,
kata brongkos diambil dari kata
brownhorst (bahasa Inggris
dan Prancis) yang artinya
masakan daging yang berwarna
cokelat. Kemudian, lidah
masyarakat Jawa melafalkan
sebagai brongkos agar mudah
diucapkan dan didengar.
Jika dilihat sekilas, tampilan
berongkos mirip dengan rawon.
Sama-sama cokelat warna
kuahnya. Biang warna ini adalah
buah keluwak atau kepayang
(ingat mabuk kepayang?).
Keluak atau kepayang adalah
pohon yang tumbuh liar. Buahnya
bulat segitiga dengan kulit tebal
dan bertekstur kasar. Sebelum
digunakan untuk masakan, buah
keluak difermentasikan di dalam
tanah terlebih dahulu.
Perbedaan kuah berongkos
dan rawon adalah jika kuah
kental berongkos menggunakan
santan, rawon tidak. Daging yang
digunakan dalam sayur berongkos
adalah daging sapi yang biasanya
dipilih yang banyak mengandung
lemak, atau dalam bahasa Jawa
disebut koyor. Bahan lain yang
dipakai adalah kulit melinjo, tahu,
dan kacang tolo.
Pada zaman dahulu, sayur
berongkos ini jarang dijual bebas
di masyarakat. Bisa jadi karena
hanya kaum ningrat atau kaum
bangsawan yang bisa menikmati
sayur ini. Soalnya, hanya hanya
mereka yang mampu membeli
daging sapi. Sayur berongkos ini
menjadi menu masakan favorit
Sultan Hamengkubuwono X.
Meskipun berongkos sering
diasosiasikan dengan Yogyakarta,
namun di beberapa kota di Jawa
Tengah seperti Demak, Solo, atau
Magelang juga bisa kita temui
berongkos. Tentu dengan versi dan
keistimewaannya masing-masing.
Kembali ke Warung Handayani
50
OKTOBER2022
51. DARITAHTAUNTUKRAKYAT
tadi, rasa berongkos di sini
ngangeni karena pas dengan
lidah saya yang tak menyukai rasa
pedas. Rasa khas sayur berongkos
di sini sudah hampir berusia 50
tahun. Ya, warung ini pertama kali
berjualan sejak 1975.
Awalnya sang pemilik warung,
Adijo, berjualan es campur
dengan cara berkeliling. Itu
dilakukannya sekitar tahun 1960-
an. Ketika mulai berjualan dengan
membuka warung di selatan Alun-
Alun Kidul itu, ia melengkapinya
dengan berjualan berongkos.
Jadi, jangan pula lupa
untuk memesan es
campurnya.
Saat ini
warung
Handayani dikelola oleh
keturunan anak-anak Adijo dan
istrinya Saridjem. Tidak ada
yang berubah dari resepnya.
Konon salah satu rahasia yang
dimiliki berongkos Handayani
adalah menggunakan 16
macam bumbu.
Jadi jika ke Yogya, jangan
lupa mampir ke warung ini dan
merasakan menu raja yang kini
sudah menjadi menu rakyat
biasa. (Yds)
51
OKTOBER2022
JEDA
53. Jauh sebelum “terbelenggu” gandum,
Nusantara sudah berkenalan dengan sorgum
yang tak jauh berbeda namun lebih ramah
tanam di sini. Sayang, politik pangan yang
menyeragamkan pada beras membuat
sorgum perlahan tersingkirkan.
Yds Agus Surono
Reporter Intisari
53
OKTOBER2022
54. Ironi terbaru, menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2019, konsumsi
gandum penduduk Indonesia
adalah 30,5 kilogram (kg) per
tahun per kapita penduduk.
Sedangkan, konsumsi beras
hanya sebesar 27 kg per
tahun per kapita penduduk.
Ini bukan berarti makanan
pokok rakyat Indonesia
sudah bergeser ke gandum
sebab konsumsi itu tak
melulu gandum sebagai
makanan pengenyang perut,
tapi olahan berbasis
gandum yang biasa jadi
pelengkap hidangan.
“N
egeri ini penuh
dengan ironi dalam
hal pangan,” begitu
tulis Hira Jhamtani,
aktivis lingkungan
hidup, dalam pengantar buku Susan
George, Pangan: Dari Penindasan
Sampai ke Ketahanan Pangan.”
Ironi itu dijelaskan Hira sebagai
berikut: Tanahnya subur, sumber
daya alam hayati melimpah dan
sebagian besar penduduknya hidup
dari pertanian, tapi sejak awal 2005
terbetik kabar tentang kelaparan,
rawan pangan, serta gizi buruk di
beberapa provinsi. Pemerintah
lndonesia mendapat penghargaan
dari Organisasi Pangan Dunia
(FAO) pada 1980-an karena
berhasil dalam swasembada beras,
tetapi pada 1994 lndonesia kembali
mengimpor beras dan hingga
kini isu impor beras menghantui
wacana tentang pangan.
Buku ini dicetak pada Agustus
2007, sehingga data yang ada tentu
sebelum tahun itu. Seperti berita
yang diambil dari The Jakarta Post
26 Mei 2005. Diberitakan, sekitar
332 orang menderita kekurangan
gizi di Lombok, padahal provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB), seperti
dikatakan wakil Gubernur Thamrin
Rayes, mempunyai surplus
produksi padi dan menjualnya ke
provinsi lain.
Masih dari sumber yang sama,
The Jakarta Post, 20 Juni 2005,
32 anak meninggal di NTT karena
kekurangan gizi antara Januari
hingga Juni 2005. Angka ini tiga
kali lipat dari yang dilaporkan
oleh Dinas Kesehatan setempat.
Kekurangan gizi mencakup
marasmus (kekurangan
karbohidrat) dan kwasiorkor
(kekurangan protein) atau
gabungan dari keduanya. Kondisi
ini umumnya terjadi di negara-
negara miskin di Afrika.
SOROTAN
54
OKTOBER2022
55. FOTO:
UNSPLASH
Gandum dalam skala bisnis
cocok di negara empat musim.
Bergeser ke Jakarta, ibukota
RI, tempat beredarnya 75%
uang dan menjadi kawasan yang
memperoleh porsi pembangunan
terbesar, ternyata ada 13 kasus
gizi buruk sementara 8.450 anak
lain mengalami rawan gizi buruk.
lroninya, “Pemerintah DKI Jakarta
mempunyai anggaran daerah
sebesar Rp14,01 triliun,” tulis Hira
yang mengutip sumber The Jakarta
Post, 17 Juni 2005.
Ironi terbaru, menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2019, konsumsi gandum
penduduk Indonesia adalah 30,5
kilogram (kg) per tahun per kapita
penduduk. Sedangkan, konsumsi
beras hanya sebesar 27 kg per
tahun per kapita penduduk. Ini
bukan berarti makanan pokok
rakyat Indonesia sudah bergeser
ke gandum sebab konsumsi itu tak
melulu gandum sebagai makanan
pengenyang perut, tapi olahan
berbasis gandum yang biasa jadi
pelengkap hidangan. Namun, yang
jelas untuk memenuhi kebutuhan
tadi, Indonesia harus mengimpor
gandum sebab kita belum bisa
membudidayakan gandum dalam
skala bisnis.
55
OKTOBER2022
56. Pelan tapi pasti gandum
menjadi bagian tak
terpisahkan dari pangan
keseharian kita.
FOTO:
UNSPLASH
Roti turun kasta
Gandum masuk ke Indonesia
bisa ditelisik dari kejatuhan
Presiden Sukarno. Dalam film The
Year of Living Dangerously, Billy
– salah seorang pemeran utama,
jatuh meninggal dari ketinggian
setelah membentangkan spanduk
bertuliskan, “Soekarno, Beri
Rakyatmu Makan”. Pesan ini juga
berlaku untuk penerusnya, Suharto.
Ia mewarisi kondisi ekonomi yang
hancur, salah satunya inflasi yang
mencapai 650%.
Richard Borsuk danNancy Chng
dalam buku Liem Sioe Liong’s
Salim Group, The Business Pillar of
Soeharto’s Indonesia, menuliskan
bagaimana kemudian negara-
negara Barat, khususnya AS,
membantu pemerintahan Suharto
yang baru lahir itu, khususnya
dalam hal pangan.
Pada September 1966, setelah
bertemu dengan Menteri Luar
Negeri Adam Malik, Wakil Presiden
AS Hubert Humphrey menulis
surat ke Presiden Lyndon Johnson.
Intinya, Indonesia membutuhkan
banyak beras, tidak saja dari AS
tapi juga dari Burma, Thailand,
dan Taiwan. Namun mereka
berharap banyak dari AS. Humprey
kemudian menyarankan untuk
mengirimkan gandum dan bulgur
(gandum tumbuk).
Karena tidak ada pilihan lain,
saran itu pun diterima Suharto.
SOROTAN
56
OKTOBER2022
57. Ia ingin mengubah pola makan
nasional dengan Jakarta sebagai
awalnya. “Jadi, roti menjadi
pengganti nasi sebagai sarapan,”
begitu tulis Borsuk dan Chng.
Gandum bantuan AS itu
digiling di Singapura karena
Indonesia belum memiliki pabrik
penggilingannya. Saat mi instan
hadir pertama kali di Indonesia
pada 1968, PT Lima Satu Sankyu,
perusahaan yang memproduksi
Supermi, harus mengimpor tepung
terigu sebagai bahan bakunya.
Baru pada 1969, The Gang Four,
julukan untuk Liem Sioe Liong,
Djuhar Sutanto, Ibrahim Risjad,
dan Sudwikatmono (saudara
sepupu Suharto) mendirikan pabrik
penggilingan tepung lewat PT.
Bogasari Flour Mills. Perusahaan
yang mulanya didaftarkan sebagai
PT Boga Sari ini bermodal awal Rp
500 juta.
Ada alasan tersendiri, menurut
Borsuk dan Chng, bahwa Suharto
menyetujui pembangunan
Bogasari tadi. Dalam Anggaran
Dasar perusahaan itu pada 1970
disebutkan bahwa 26 persen
keuntungan diberikan kepada
Yayasan Harapan Kita yang
DARIRELIEFBOROBUDURSAMPAI
SERATCENTHINI
Tanaman sorgum merupakan
salah satu ragam tanaman biji-
bijian yang terpahat dalam relief
Candi Borobudur. Digambarkan
tanaman ini tinggi, nyaris setinggi
tanaman pisang, sebagaimana
dengan malai menjuntai ke bawah.
Jelas bahwa tanaman ini berbeda
dengan padi yang juga tertera di
relief candi yang dibangun pada
abad ke-8 itu.
Jejak sorgum juga bisa dilihat
dari Serat Centhini. Dalam salah
satu naskahnya disebutkan,
setelah Amongraga lama di
Wanamarta kemudian dia pergi
meninggalkan istrinya hingga
sampai di Dusun Cadhuk. Di
tempat inilah mereka melihat
berbagai baham makanan yang
berada di sawah sedang berbuah.
Berbagai bahan makanan itu
antara lain semangka, kerai, timun,
kacang, kara, kecipir, lombok,
terung, jawawut, jagung ontong,
dan canthel.
Dari narasi itu terlihat area
pertanian di Jawa pada awal abad
ke-19 masih ditanami berbagai
jenis tanaman, mulai dari sayuran,
buah-buahan, hingga yang
mengandung karbohidrat. Dari
narasi tadi yang masuk sebagai
sumber karbohidrat adalah
jawawut, jagung ontong (tongkol),
dan canthel (sorgum). Pola seperti
itu sekarang dikenal sebagai
tumpang sari.
57
OKTOBER2022
TerlenaGandum,PadahalPunyaSorgum
58. diketuai Ibu Tien Suharto dan
Yayasan Dharma Putra milik
Kostrad. Sejarah menulis Suharto
adalah Panglima Kostrad pada 1965.
Suharto meresmikan pabrik
Bogasari di kawasan Tanjungpriok
Jakarta pada 29 November 1971.
Dalam sambutannya Suharto
mendorong masyarakat agar
terbiasa mengonsumsi makanan
berbahan olahan gandum. “Kalau
dulu roti dan kue-kue dari tepung
terigu hanya merupakan makanan
golongan yang berpunya saja,
sekarang telah menjadi bahan
makanan masyarakat yang lebih
luas dan tampaknya juga lebih
praktis. Lagi pula bahan makanan
dari tepung terigu termasuk
bernilai gizi yang tinggi,” kata
Suharto dalam Berita Industri
tahun 1972 seperti dikutip historia.
id.
Borsuk dan Chng melanjutkan,
sejak itu Indonesia pun terbiasa
dengan gandum dan konsumsi mi
instan Indonesia terbesar kedua
di dunia setelah Tiongkok. Kiwari,
menyadari ketergantungan pada
gandum (dan beras tentunya),
Kementan menggalakkan
penanaman sorgum sebagai bahan
pokok pengganti dan memperkuat
alternatif pangan lokal seperti
singkong dan umbi-umbian.
“Kebutuhan bahan impor seperti
gandum dapat disubstitusi dengan
sorgum yang sangat cocok untuk
dikembangan di Indonesia. Pangan
lokal dapat menyelamatkan
dari krisis pangan,” kata Kepala
Biro Humas dan Informasi
Publik Kementan, Kuntoro Boga
Andri.
Banyak nama lokal
Sorgum sejatinya sudah
dikenal di masyarakat Indonesia
sejak lama. Buku Sorgum, Benih
Leluhur untuk Masa Depan sudah
menggambarkan hal itu. Buku
karangan Ahmad Arif, wartawan
Kompas, itu dalam pengantarnya
menjelaskan bahwa Nusantara
sudah mengenal sorgum (Sorgum
bicolor) sejak lama. Setidak-
tidaknya tanaman seperti sorgum,
jawawut, padi, dan sagu terpahat di
relief Candi Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah.
Di Flores Timur malah makan
sorgum menjadi ritual sebelum
bisa makan beras. “Walaupun kita
sekarang sudah tanam padi, kalau
tidak tanam sorgum, tidak bisa
panen padi,” kata Yohanes Manue
Hurit, tokoh adat Desa Ile Padung,
Kecamatan Lewolema, Flores
Timur dalam buku Ahmad Arif tadi.
Ritual tadi tak lepas dari cerita
tentang benih pertama di Flores
Timur. Alkisah, musim hujan tiba.
Semak belukar dan rerumputan
telah dibersihkan. Namun tak
ada benih yang bisa ditanam.
Tujuh bersaudara kebingungan
di tengah-tengah ladang yang
kosong. Kebingungan berakhir
SOROTAN
58
OKTOBER2022
59. FOTO:
UNSPLASH
Tanamam sorgum di AS.
ketika Tonu Wujo, satu-satunya
anak perempuan dalam keluarga itu
berujar, “Saya ini benih.”
Dari keenam saudara tadi, hanya
si bungsu yang kuasa menebaskan
parang ke leher saudarinya itu.
Kemudian sesuai pesan, tubuh
Tonu Wujo dipotong-potong
menjadi beberapa bagian dan
disebar ke segala penjuru mata
angin. Kedua tangan dikubur di
arah timur dan barat; kedua kaki
di utara dan selatan; sedangkan
kepala, jantung, dan hatinya
ditanam di tengah ladang. Sesuai
wasiat Tonu Wujo, mereka
kemudian pulang dan baru boleh
kembali ke ladang setelah tujuh
hari.
Pada hari kedelapan, enam
saudara tadi kembali ke ladang dan
menemukan aneka jenis tanaman
tumbuh subur, mulai padi, jagung,
jawawut, sorgum, mentimun,
labu, dan berbagai umbi-umbian.
“Sebelum pengorbanan Tonu
Wujo ini, di sini hanya ada umbi-
umbian. Belum ada biji-bijian,” kata
Klemens Ama Koten, petani dan
pendiri Kelompok Toni Sorgum
59
OKTOBER2022
60. Sorgum sebagai
sumber karbohidrat.
FOTO:
SORGUM:
BENIH
LELUHUR
UNTUK
MASA
DEPAN
Ado Bera, Desa Ratu Lodong,
Kecamatan Tanjungbunga, Flores
Timur.
Kisah Tonu Wujo tadi
menunjukkan bahwa sorgum tak
hanya sumber pangan, melainkan
bagian dari budaya masyarakat
Flores, NTT. Meski ada sorgum asli
dari NTT, yakni Sorgum timorense,
namun sorgum budidaya (Sorgum
bicolor) bukan tanaman asli Flores,
atau bahkan Nusantara. “Tanaman
sorgum, seperti yang dikenal saat
ini, dan dikisahkan dalam narasi
Tonu Wujo di Nusa Tenggara
Timur, memiliki riwayat yang jauh
lebih panjang, sepanjang perjalanan
leluhur manusia modern (Homo
sapiens) dari benua tua, Afrika,”
tulis Ahmad Arif.
Dari Afrika (Yayasan Kehati
dalam “Lembar Fakta Sorgum”
menuliskan dari Ethiopia, wilayah
yang dikenal dengan tanduk
Afrika), sorgum menyebar ke Afrika
Timur, Afrika Barat, dan Afrika
Utara. Lantas melompat ke benua
Asia, termasuk Indonesia. Tidak
diketahui pasti kapan sorgum
masuk ke Indonesia, namun
sorgum merupakan salah satu jenis
makanan yang tertera pada relief
SOROTAN
60
OKTOBER2022
61. Dengan luasnya penyebaran
sorgum, tak heran kalau dia
memiliki banyak nama lokal.
Di Afrika Barat dikenal dengan
great millet dan guinea, di
Afrika Selatan disebut kafir, di
Sudan dikenal dengan durra,
sedang bagian timur Afrika
mengenalnya sebagai mtana.
Begitu juga di beberapa
daerah di Indonesia, seperti
cantel di Jawa Tengah dan
Yogyakarta, gandrung di Jawa
Barat, dan batari di kalangan
Melayu. Sementara di Flores,
nama lokal untuk sorgum
antara lain watar belolong
(jagung tinggi) dan watar
solor (jagung solor).
Candi Borobudur yang dibangun
pada abad ke-8.
Dengan luasnya penyebaran
sorgum, tak heran kalau dia
memiliki banyak nama lokal. Di
Afrika Barat dikenal dengan great
millet dan guinea, di Afrika Selatan
disebut kafir, di Sudan dikenal
dengan durra, sedang bagian
timur Afrika mengenalnya sebagai
mtana. Begitu juga di beberapa
daerah di Indonesia, seperti cantel
di Jawa Tengah dan Yogyakarta,
gandrung di Jawa Barat, dan batari
di kalangan Melayu. Sementara di
Flores, nama lokal untuk sorgum
antara lain watar belolong (jagung
tinggi) dan watar solor (jagung
solor).
(Jagung di sini bukan mengacu
ke jagung Zea mays yang banyak
dikenal. Mengacu ke Denys
Lombard dalam bukunya Nusa
Silang Jawa: Jaringan Asia, jagung
digunakan untuk menyebut jawa
agung, atau jawa yang besar. Jawa
sendiri merupakan penjelasan
untuk biji-bijian, salah satunya
jawawut. Pada masa lalu jawawut
merupakan jenis tanaman biji-
bijian yang banyak ditemukan di
Jawa. Keberadaan jagung sendiri di
Indonesia baru pada 1800-an. Tidak
jelas siapa yang membawa jagung,
namun jauh sebelum itu Nusantara
sudah mengenal budi daya sorgum
dan jawawut selain padi.)
Tanaman unta
Sorgum masuk ke Nusantara
secara luas lewat orang India di
era perdagangan laut. Dari barat
kemudian meluas ke Indonesia
timur. Namun, sorgum kerap
tertukar dengan jagung (Zea mays).
Sorgum memang tak setua jawawut
atau padi ladang di Nusantara,
tetapi setidak-tidaknya ia telah
dibawa di fase awal perdagangan
TerlenaGandum,PadahalPunyaSorgum
61
OKTOBER2022
62. Ketika Orde Baru
menempatkan beras
sebagai satu-satunya
pangan pokok dan sumber
pangankarbohidratlainnya
sebagai tambahan saja,
pelan tapi pasti sorgum
terpinggirkan. Program
swasembada pangan yang
memprioritaskan tanaman
padi membuat lahan
sorgum beralih fungsi
untuk menanam padi,
jagung, dan kedelai.
India bersamaan dengan teknik
padi sawah, sekitar abad ke-4
atau sekitar 12 abad lebih awal
sebelum kedatangan jagung. Jadi,
dalam banyak narasi lama Jawa,
penyebutan jagung sering kali
merujuk ke sorgum, bukan Zea
mays.
Di masa kolonial Belanda,
sorgum menjadi salah satu jenis
tanaman penting di Nusantara
meski tidak dibudidayakan secara
besar-besaran. Seperti yang dicatat
Georg Eberhard Rumphius, sorgum
telah tumbuh di mana-mana di
tanah Hindia Belanda, akan tetapi
pada umumnya hanya ditanam di
pinggir ladang. Pada saat itu sorgum
tak lagi menjadi sumber pangan
manusia, tapi untuk “pestisida
alami” bagi tanaman padi dari
serangan burung. “Karena alasan
itu, mereka menyebutnya sebagai
ibu padi,” begitu tulis Ahmad Arif.
Thomas Stamford Raffles juga
mencatat dalam History of Java
tentang cukup populernya sorgum
di tanah Jawa. Tanaman ini
banyak ditemui tak jauh dari pusat
kota di daerah-daerah. Sorgum
dimanfaatkan tak hanya sebagai
pangan, namun juga difermentasi
sebagai bahan minuman keras.
Sebagai minuman keras, sorgum
mengalahkan jawawut dan jali
yang telah lama dibudidayakan dan
dikonsumsi masyarakat tradisional.
Setelah kemerdekaan, tanaman
sorgum masih populer. Jejaknya
bisa dilihat, misalnya, dalam
Mustikarasa, buku tentang ragam
bahan pangan dan resep masakan di
seluruh daerah di Indonesia. Buku
itu menyebutkan cantel (sorgum)
merupakan salah satu makanan
utama di daerah Yogyakarta,
terutama di Kulon Progo.
Dibandingkan jagung, cantel lebih
tahan kekeringan. Ia hanya butuh
air yang ada di dalam tanah saja.
Sementara untuk menghasilkan
buah yang tua, ia butuh waktu tiga
bulan.
Di awal berkuasanya Orde
Baru, tahun 1970-an, sorgum
masih mendapat tempat di lahan
SOROTAN
62
OKTOBER2022
63. Mutiara Kata
“Waktu terbaik untuk menanam pohon adalah 20 tahun
yang lalu. Waktu terbaik kedua adalah sekarang”
–Peribahasa Cina
pertanian di Jawa. Salah satu pusat
budi daya sorgum yang terluas di
Jawa berada di Kabupaten Demak,
Jawa Tengah. Dikembangkan sejak
1973, sorgum ditanam di lahan
seluas 896 hektare dengan produksi
829 ton. Sampai musim panen
1995 Kabupaten Demak masih
menghasilkan sorgum dari lahan
seluas 9.597 hektare. Produksi per
hektare mencapai 34,61 kuintal
dengan harga sorgum kering saat
itu Rp300 per kilogram.
Ketika Orde Baru menempatkan
beras sebagai satu-satunya
pangan pokok dan sumber pangan
karbohidrat lainnya sebagai
tambahan saja, pelan tapi pasti
sorgum terpinggirkan. Program
swasembada pangan yang
memprioritaskan tanaman padi
membuat lahan sorgum beralih
fungsi untuk menanam padi,
jagung, dan kedelai. Bahkan ketika
Revolusi Hijau diterapkan secara
masif di Orde Baru, bibit padi lokal
pun menghilang satu per satu.
Era Reformasi mencoba
mengoreksi ketergantungan
beras. Terlebih dunia mengalami
krisis energi. Pada 2012 – 2013
pemerintah Indonesia pernah
melirik kembali pangan lokal,
di antaranya sorgum, sebagai
alternatif bahan makanan
dan energi (penghasil etanol).
Sayangnya, upaya yang dilakukan
itu hanya bersifat sporadis tanpa
dukungan kebijakan nasional yang
kuat. Sorgum makin dilupakan,
bahkan tidak diperhitungkan
sebagai sumber pangan di
Indonesia.
Padahal, sebagai sumber pangan,
sorgum memiliki kandungan
nutrisi yang cukup lengkap, yaitu
kalori, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, zat besi, fosfor, dan
vitamin B1. Sorgum dikenal kaya
serat, antioksidan, gluten free, dan
indeks glikemiknya lebih rendah
daripada beras sehingga cocok
dikonsumsi penderita diabetes.
Jadi, ada harapan di sorgum
yang sudah lama dikenal untuk
mewujudkan swasembada pangan.
Tak sekadar swasembada beras.
Apalagi sorgum tetap bisa tumbuh
subur dan panen ketika jagung dan
padi gagal panen. Tak berlebihan
kalau di Afrika sorgum dikenal
sebagai “tanaman unta”.
TerlenaGandum,PadahalPunyaSorgum
63
OKTOBER2022
64. SOROTAN
Di Rumah Budaya Tembi yang dirancang
dengan konsep nuansa alam desa, para tamu
disajikan aneka makanan dan minuman khas
Jawa. Sebagian menu sajian diangkat dari
khazanah masakan Jawa yang terekam dalam
Serat Centhini. Disebut sebagai ensiklopedi
budaya Jawa, Serat Centhini merekam sekitar
400 jenis makanan dan minuman.
AI. Heru Kustara
Penulis
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari
edisi Agustus 2008.
64
OKTOBER2022
66. Sebagian besar menu
sajian Restoran Pulau
Segaran memang diangkat
dari khazanah masakan
Jawa yang terekam dalam
SeratCenthini. Boleh jadi,
pilihan itu supaya inline
dengan nuansa ndeso-nya
penginapan yang terdiri
atas enam buah rumah kuno
tradisional Jawa, yang ditata
begitu harmonis dengan latar
belakang persawahan padi
organik dan pemandangan
Gunung Merapi.
P
antas saja Serat Centhini
disebut ensiklopedi budaya
Jawa. Manuskrip ini berisi
pengetahuan tentang
keagamaan, kesenian,
ramalan, sulap, bahkan seksualitas
ala Jawa. Tapi bukan cuma itu.
Pustaka buatan tahun 1814, terdiri
atas 12 jilid itu ternyata juga
menjadi sumber informasi tentang
berbagai jenis makanan dan
minuman tradisional Jawa, yang
sebagian masih kita kenal.
“Ini namanya nasi apa, Mas?”
“Ini sega wuduk punar,” kata I
Made Bawa.
“Lo, apa bedanya dengan nasi
kuning seperti yang kita kenal
sekarang?”
“Enggak ada bedanya karena sega
wuduk punar itu tidak lain istilah
Jawa untuk menyebut nasi kuning,”
terang Made.
Dari penampilan dan rasanya,
sega wuduk punar memang tidak
berbeda dengan nasi kuning
yang biasa dibuat khusus untuk
mereka yang sedang berulang
tahun. Nasinya berwarna kuning
dan rasanya gurih. Lauk-pauknya
macam-macam. Ada perkedel
kentang, sambal kering tempe,
abon sapi, irisan telur dadar, sambal
goreng ati-ampela, kerupuk udang,
plus lalapan timun, pete, dan daun
kemangi.
Sega wuduk punar menjadi
salah satu menu yang disajikan
oleh Restoran Pulau Segaran di
Rumah Budaya Tembi. Made adalah
hospitality manager Rumah Budaya
Tembi, semacam resort sederhana
yang dirancang dengan konsep
bernuansa alam desa. Lokasi
penginapan yang mulai dibuka
Maret 2008 itu terletak di Jln.
Parangtritis Km 8,4, Desa Tembi,
Timbulharjo, Sewon, Bantul,
Yogyakarta.
“Tembi House of Culture
didirikan dengan latar belakang
bahwa di Bantul sampai saat ini
belum ada penginapan semacam
resort. Ini proyek pertama,
menghadirkan penginapan
SOROTAN
66
OKTOBER2022
67. Restoran Pulau Segaran
menyediakan beraneka macam
masakan yang didasarkan pada
naskah dalam Serat Centhini
bersuasana desa atau ndeso khas
Yogyakarta,” kata Alex Listyadi,
general manager Tembi House of
Culture. “Bukan resort mewah, tapi
rumah penginapan yang terletak
di desa,” sambung Maudy Richir,
public relation manager Rumah
Budaya Tembi.
Sebagian besar menu sajian
Restoran Pulau Segaran memang
diangkat dari khazanah masakan
Jawa yang terekam dalam Serat
Centhini. Boleh jadi, pilihan itu
supaya in line dengan nuansa ndeso-
nya penginapan yang terdiri atas
enam buah rumah kuno tradisional
Jawa, yang ditata begitu harmonis
dengan latar belakang persawahan
padi organik dan pemandangan
Gunung Merapi.
Selain sega wuduk punar,
disajikan pula secara bergantian
paket nasi berupa sega pulen
lengkap dengan jangan bening,
gudhangan, pitik panggang, dan
sambel terasi. Juga sega akas
komplet dengan lauk pauk dan
sayurnya, begitu pun sega tumpeng
megana. Lalu nasi rames dan sega
golong dengan sayur dan lauknya
jangan kluwih, empal sapi, dan
sambal tomat.
67
OKTOBER2022
68. Rumah Budaya Tembi juga
menyediakan homestay
dengan nuansa pedesaan
Di luar itu disediakan makanan
ala carte dengan berbagai jenis
pilihan sayur seperti jangan lodeh,
jangan brongkos, jangan bobor,
jangan turi, dsb. Lauk-pauknya
bisa dipilih empal ragi, ulam bebek
(daging bebek), serundeng gundel
dhili, sate kambing, dan lainnya.
“Pacitan (penganan) dan
minumannya ada gemblong, lemet,
ketan madu ditemani minuman
wedang kahwa (kopi), wedang jahe
lalap gendhis kelapa (minuman jahe
yang diminum sembari menggigit
gula merah), atau serbat kopi alias
kopi tubruk,” tutur Made.
Ratusan jumlahnya
Berbagai jenis makanan dan
minuman dalam Serat Centhini
memang hanya disebutkan
namanya, tidak diuraikan bahan
maupun cara membuatnya.
Maklum, pustaka itu bukan buku
resep masakan, melainkan berisi
berbagai ilmu pengetahuan yang
dikemas dalam kisah asmara dan
pengembaraan.
Cuplikannya, “Tambangraras
telah diijabkan dengan Syekh
Amongraga oleh penghulu
Basarodin. Malam harinya,
Amongraga memberi wejangan
atau nasihat soal keagamaan,
SOROTAN
68
OKTOBER2022
69. khususnya makna salat, kepada
Tambangraras. Wejangan itu
juga didengar oleh pelayan
Tambangraras, bernama Centhini.
Wejangan disampaikan hingga
subuh. Setelah melaksanakan salat
subuh berjamaah, mereka kembali
ke pendopo rumah Ki Bayi Panurta
(orangtua Tambangraras). Pagi
itu mereka menyantap antara lain
nasi tumpeng, sega goreng, dan
sega rames, beserta lauk-pauk
berupa daging betutu. Setelah itu
dihidangkan minuman wedang
serbat dan kopi”. Penggalan kisah
ini dipetik dan diterjemahkan
dari Pupuh 360 Tembang
Dhandhanggula bait ke-71 pada
Serat Centhini jilid 6.
Di dalam Serat Centhini terekam
tidak kurang 400 jenis makanan
dan minuman. “Aneka nasi ada 40
jenis, sayur 31 jenis, sayur daging 33
jenis, lauk pauk 150 jenis, sambal
46 jenis, minuman 20 jenis, dan
penganan ada 70-an jenis,” kata
Suwandi Suryakusuma, sarjana
sastra Jawa lulusan Fakultas
Sastra, Universitas Gadjah Mada.
Contohnya, Suwandi menyebut
beberapa jenis sega (nasi), misalnya
sega bubur, sega wuduk punar, sega
pulen, sega akas, sega lemes, sega
liwet, sega golong, atau sega lodhoh.
69
OKTOBER2022
SeratCenthini,SumberMasakanJawa
70. Lauk pauk yang disebut-
sebut dalam Serat Centhini
tak kurang banyak macam
ragamnya. Misalnya, abon
remus, antigan pindhang
(telur pindang), dhendheng
ragi, dhendheng balur,
dadar ledre, empal kisi
penthul, pepesan ambra
abrit, bothok semayi,
gorengan glathik, lentri
dan lainnya.
Istilah sega lemes, sega akas, dan
sega liwet sendiri ada dalam Serat
Centhini jilid 1 Pupuh 32 Tembang
Kinanthi bait ke-26: “Sambel goreng
kring ywa kantun, .... sega lemes
sega akas, liwet pitik jago biri.”
Dikisahkan, Raden Jayengresmi
atau Amongraga bersama kedua
abdinya, Gathak dan Ghatuk,
meninggalkan daerah Giri yang
diserang oleh pasukan Surabaya
(utusan Mataram). Mereka
melarikan diri ke daerah Tuban,
singgah ke beberapa desa di
wilayah itu. Di Desa Panuata,
Jayengresmi dipersilakan melihat
sisa-sisa Istana Parwata. Lalu oleh
Lurah Desa Parwata, lewat anak
perempuannya bernama Rara
Surendra, Jayengresmi dijamu
hidangan berupa buah-buahan
(jambu dersana, manggis, kepel,
kokosan, rambutan, dll.), makanan
(sega lemes, sega akas, sega liwet),
lauk pauk, sayuran, dan minuman
(wedang kahwa/kopi gula tebu,
wedang ran blimbing wuluh).
Tempe dan gelatik goreng
Terekam dalam Serat Centhini,
aneka sayur atau jangan. Menurut
catatan Suwandi, jangan menir,
jangan asem, jangan bobor, jangan
loncom, jangan cupang, jangan
padhamara, misalnya, disebut
dalam Serat Centhini jilid 6 Pupuh
357 Tembang Mijil bait ke-427 -
428.
Ada juga aneka sayur berbahan
daging, antara lain besengek wader,
besengek pitik, sesengek tawon,
opor bebek, opor banyak, opor
landak, opor trenggiling yang dapat
dijumpai dalam Serat Centhini jilid
6 Pupuh 357 Tembang Mijil bait
ke-436: “Besengek wader besengek
tempe pitik, lan besengek tawon,
trinil turlek ...,” Macam-macam
masakan itu muncul dalam upacara
panggih (bertemunya pengantin
pria dan wanita di pelaminan)
antara Syekh Amongraga dan Ni
Tambangraras. Besengek berkuah
santan, tidak pedas. Rasanya gurih.
Menyoal tempe, makanan khas
Indonesia itu ternyata sudah
dikenal di zaman itu. “Kadhele
tempe srundengan, lombok kenceng
lawan petis, gadhon rempah yem
SOROTAN
70
OKTOBER2022
71. Suasana yang asri membuat
para pengunjung Rumah
Budaya Tempi merasakan
kedamaian hidup di desa
manjangan, gorengan empal Ian
gangsir, barongkos lawan masin,
krupuk miwah sambel balur”
(Tembang Sinom 42, 43). Kutipan
itu diambil dari Serat Centhini jilid
12 yang menggambarkan perjalanan
Amongraga alias Jayengresmi
di Dusun Bustam. Di tempat ini
mereka dijamu oleh Ki Arsengbudi
dengan berbagai makanan, salah
satunya tempe kedelai.
Lauk pauk yang disebut-sebut
dalam Serat Centhini tak kurang
banyak macam ragamnya. Misalnya,
abon remus, antigan pindhang
(telur pindang), dhendheng ragi,
dhendheng balur, dadar ledre, empal
kisi penthul, pepesan ambra abrit,
bothok semayi, gorengan glathik,
lentri dan lainnya.
Sambel gocek bumbu
jempol
Untuk urusan sambal, tak kurang
dari 46 jenis disebut Centhini.
Ada sambel jagung, sambel jinten,
sambel dhele balur kacang, sambel
trancam congor, sambel ulek trasi
abrit, sambel windu bubuk wijen,
sambel lethok, sambel cempaluk,
71
OKTOBER2022
72. Sega wuduk punar yang tak lain
adalah nasi kuning, menjadi salah
satu masakan yang tertulis di
Serat Centhini
sambel kluwak, atau sambel
gocek. “Tapi kami baru coba bikin
beberapa, yaitu sambel santen
kacang lan kedhele, sambel ulek
trasi abrit (merah - Red.), sambel
urang (udang - Red.), sambel kukus,
sambel tomat, sambel kluwak, dan
sambel gocek,” kata Made.
Semua sambal bikinan Restoran
Pulau Segaran itu mudah
dibayangkan bahannya. Pasti mak
nyus pula rasanya, kecuali sambel
gocek. Ya, sambel gocek memang
bukan sambal. Materinya cabai,
tapi, “Bumbunya jempol,” celetuk
Mbah Joyo sembari terkekeh.
Gocek artinya pegang. Jadi, sambel
gocek ya cabai rawit yang dipegang
dan diceplus saat makan tempe
mendoan atau tahu isi.
Pustaka kuno itu juga mencatat
sekitar 70-an macam penganan.
Ada criping kaspa, jenang grendul,
ketan madu, lemet, atau ondhe-
ondhe. Sebagai teman menyantap
penganan, terekam 20-an jenis
minuman seperti semelak, srebat,
wedang kahwa, beras kencur,
wedang sridhenta, wedang blimbing
wuluh gula aren, wedang teh gula
batu, wedang ron sruni, dan banyak
lagi.
SOROTAN
72
OKTOBER2022
73. Biar menarik dan tidak
membosankan, Serat
Chentinidikemas dalam
bentuk cerita asmara dan
pengembaraan. Tokoh
utamanya antara lain
Syekh Amongraga, putra
Sunan Giri, dan istrinya,
Ni Tambangraras, putri
sulung Kepala Perdikan
Wonomarto, Kabupaten
Mojokerto, dan Ni Centhini,
pelayan setianya.
Berbagai jenis makanan dan
minuman itu sampai saat ini masih
dikenal dan diolah oleh masyarakat.
“Tapi banyak juga yang sudah tidak
dikenali, entah namanya, bahannya,
atau cara membuatnya. Seperti
balebed, limpek, rempah grigit,
srundeng mariyos, sambel kunci,
atau jalabiya” kata Suwandi.
Pekerjaan yang tersulit tentu
melacak kembali nama-nama
makanan dan minuman tersebut
dalam serat itu. Untuk itu Suwandi
memanfaatkan berbagai sumber
pustaka, salah satunya Bausastra
Jawa alias kamus bahasa Jawa.
“Setelah di-cross-check, kadang
makanan atau minuman itu hanya
beda nama. Misalnya, srebat kopi
di Serat Centhini ternyata kopi
tubruk di zaman sekarang,” ungkap
Suwandi.
Khazanah kuliner Jawa
beruntung memiliki bahan rujukan
yang berharga. Meski akan lebih
baik lagi jika jenis masakan maupun
minuman (yang kini langka)
di dalam pustaka kuno itu bisa
“dihidupkan” kembali, sehingga
makin memperkaya khazanah
kuliner Nusantara.
Kisah asmara dan
pengembaraan
Serat Centhini atau Suluk
Tambangraras-Amongraga
digubah atas kehendak KGPAA
Amengkunegara, putra mahkota
Kanjeng Susuhunan Pakubuwana
IV, yang kemudian bertahta
pada 1820-1823 sebagai Sunan
Pakubuwana V di Keraton
Surakarta (Munarsih, Serat
Centhini Warisan Sastra Dunia,
2005). Pustaka ini dikarang dengan
tujuan untuk menghimpun dan
melestarikan segala macam ilmu
pengetahuan di Pulau Jawa. Tak
heran kalau pustaka ini tebal sekali,
terdiri atas 12 jilid dengan 4.200
halaman folio. Tulisannya berupa
tulisan tangan (manuskrip) dalam
huruf Jawa Hanacaraka.
Biar menarik dan tidak
membosankan, Serat Chentini
dikemas dalam bentuk cerita
asmara dan pengembaraan. Tokoh
utamanya antara lain Syekh
SeratCenthini,SumberMasakanJawa
73
OKTOBER2022
74. Amongraga, putra Sunan Giri,
dan istrinya, Ni Tambangraras,
putri sulung Kepala Perdikan
Wonomarto, Kabupaten Mojokerto,
dan Ni Centhini, pelayan setianya.
Setelah dinikahkan, selama
40 hari siang dan malam Syekh
Amongraga memberikan wejangan
terus-menerus tentang falsafah
agama Islam kepada istrinya,
Tambangraras. Selama itu pula
Centhini ikut mendengarkan
dengan penuh perhatian segala
wejangan Amongraga. Karena
itu pustaka ini lalu dinamai Serat
Centhini. Nama Centhini lebih
mudah diucapkan daripada nama
Tambangraras (Munarsih, 2005).
Kisahnya dituangkan dalam rupa
puisi Jawa, tepatnya dirangkai
dalam berbagai tembang macapat
dan tengahan. Disebutkan, ke-12
jilid Serat Centhini itu memuat
798 pupuh (semacam bab tapi tidak
persis demikian). “Satu pupuh bisa
terdiri atas sekian pada (bait). Ada
yang 10, 15, 17, bahkan ada yang
sampai ratusan pada,” kata Mbah
Joyo (80), panggilan akrab Joyo
Sumarto, sesepuh Rumah Budaya
Tembi, yang setiap selapanan (35
hari) tampil memimpin pergelaran
tembang macapat yang diambil dari
Serat Centhini di rumah budaya itu.
Tim penulis Serat Centhini yang
dipimpin sendiri oleh KGPAA
Amengkunegara melibatkan tiga
orang punggawa keraton yang
berurusan dengan tulis-menulis
(kepujanggaan), yaitu Kyai Ngabehi
Rangga Sutrasna, Kyai Ngabehi
Yasadipura II, dan Kyai Ngabehi
Dalam Centhini ada salah satu
sambal bernama sambel gocek
alias cabe rawit yang dipegang
oleh tangan.
FOTO:
TANUSHREE_RAO_UNSPLASH
SOROTAN
74
OKTOBER2022
75. Mutiara Kata
“Bagaimana saya akan hidup hari ini untuk menciptakan
hari esok yang menjadi komitmen saya?”
-Anthony Robbins, Penulis dari Amerika Serikat
Sastradipura. Rangga Sutrasna
diminta menjelajahi separuh tanah
Jawa sebelah timur (Surakarta
- Banyuwangi), sedangkan
Yasadipura II diutus merambah
separuh tanah Jawa sebelah barat,
mulai Surakarta sampai Anyer.
Sedangkan Sastradipura, pencinta
bahasa Arab dan ilmu keislaman,
ditugaskan naik haji dan tinggal
di Mekah untuk memperdalam
pengetahuan tentang Islam.
Nah, saat menjelajah tanah Jawa,
kedua penulis yang ditugaskan itu
singgah di berbagai tempat dan
bertemu dengan berbagai tokoh
atau orang. “Setiap kali singgah,
mereka dijamu bermacam jenis
makanan maupun minuman di
sejumlah tempat,” kata Suwandi.
Lalu, menurut Suwandi yang juga
salah satu punggawa Yayasan
Tembi, data berbagai jenis makanan
dan minuman itu kemudian dipakai
sebagai bahan cerita dalam Serat
Centhini.
Tempe yang dibuat pada masa
Serat Centhini ditulis diduga adalah
tempe yang terbuat dari kedelai
hitam, mengingat kedelai kuning
belum ada di Pulau Jawa
SeratCenthini,SumberMasakanJawa
75
OKTOBER2022