SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Deskripsi Desa Sarimukti
Berdasarkan Data Profil Desa Sarimukti Tahun 2011, Desa Sarimukti
memiliki empat batas wilayah yang meliputi Desa Nanggeleng, Kecamatan
Cipeundeuy sebagai batas wilayah utara; Desa Rajamandala, Kecamatan Cipatat
sebagai batas wilayah selatan; Desa Kertamukti, Kecamatan Cipatat sebagai
batas timur; dan Sungai Citarum, Kecamatan Cianjur sebagai batas wilayah
sebelah barat. Topografi Desa Sarimukti terdiri atas dataran rendah 478 ha dan
perbukitan 445 ha. Total luas wilayah Desa Sarimukti mencapai ± 923 ha yang
didominasi oleh hutan produksi milik Perhutani seluas 445 ha. Curah hujan
harian yang terdapat di Desa Sarimukti saat dilakukan penelitian (akhir
September – akhir Oktober) terdiri atas curah hujan harian rata-rata sekitar 1500-
2500 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 30 hari, kelembaban rata-rata 6 %
dan suhu rata-rata harian 23,3 o
C.
Desa Sarimukti berada pada ketinggian 319 m di atas permukaan laut
(dpl). Jumlah Penduduk terdiri atas 4.994 orang yang terdiri atas 1.505 kepala
keluarga (KK) dengan persentase perkembangan sebesar 3,3% (pada tahun
2011-2012) dan memiliki 13 unit organisasi rukun warga (RW) dan 40 unit
organisasi rukun tetangga (RT). Desa Sarimukti memiliki lokasi bersinggungan
langsung dengan TPAS Sarimukti yang tepatnya di kawasan RW 2 Desa
Sarimukti, yaitu berada pada kawasan batas wilayah utara desa.
37
2. Deskripsi TPAS Sarimukti
TPAS Sarimukti secara administrasi berada di di Blok Gedig, Desa
Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, yang berada pada
ketinggian rata-rata 316 m dpl. Luas lahan TPAS Sarimukti ± 25 ha, terdiri atas
± 23 ha milik Perhutani dan ± 2 ha milik Pemerintah Kota Bandung. Secara garis
besar penggunaan lahan di TPAS Sarimukti adalah 17 ha untuk lahan
penimbunan dengan sistem controlled landfill, 3.750 m2
digunakan sebagai
tempat pengolahan kompos, 5 ha untuk jalan dan drainase, 2 ha untuk sarana dan
prasarana penunjang dan sisanya sebagai lahan pengembangan landfills. Lahan
penimbunan sampah dibagi dalam 5 zona penimbunan (lahan kerja), 2 zona telah
dilakukan pengurugan, sedangkan sisanya masih dilakukan kegiatan
penimbunan.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terhadap sampah yang
terdapat di pasar oleh pihak pengelola (yaitu BPSR) diperoleh komposisi dari
jenis sampah tersebut, yaitu 80% sampah organik, 8% sampah kertas, 6%
sampah plastik, 4% sampah logam dan 2% sampah lainnya, sehingga komposisi
dan berat sampah yang masuk ke TPAS Sarimukti dengan volume 120 m3
/hari
adalah terdiri dari 96 m3
sampah organik, 8,6 m3
sampah kertas, 7,2 m3
sampah
plastik, 4,8 m3
sampah logam dan 2,4 m3
sampah lainnya. Iklim TPAS
Sarimukti berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun BMG Wilayah II (dalam
AMDAL TPAS Sarimukti 2011) terlihat bahwa suhu udara rata-rata bulanan
terukur 16,7-32,3 C, kelembaban udara terukur antara 64-86%, dengan curah
hujan menunjukkan nilai antara 10-526 mm per bulan.
38
Daerah studi TPAS Sarimukti memiliki 2 satuan geomorfologi yaitu
perbukitan bergelombang (agak curam) dengan kemiringan 15-25% dan satuan
geomorfologi curam dengan kemiringan 25-40% (data geomorfologi dalam
AMDAL TPAS Sarimukti 2011). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 03 - 3241 - 1994 bahwa pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir
sampah tidak boleh mempunyai kemiringan lereng melebihi 20%. Apabila
merujuk jangkauan optimum sudut lereng untuk pemanfaatan lahan maka
pemanfaatan lahan untuk TPAS berdasarkan kondisi geomorfologi adalah
kurang tepat karena dengan kemiringan lereng yang relatif bergelombang (agak
curam) dan curam akan memudahkan terjadinya longsoran atau pergerakan dari
material sampah ataupun massa batuan sebagai dasar dari penimbunan sampah,
terutama menuju pemukiman warga Desa Sarimukti yang bersinggungan dengan
tempat kegiatan TPAS, yaitu pemukiman rukun warga (RW) 2 Desa Sarimukti.
B. Kualitas Air Sungai Berkaitan dengan Keberadaan TPAS Sarimukti
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan terhadap parameter bau,
warna, rasa, padatan total terlarut (TDS), pH, BOD, COD, DO, Fecal Coliform
dan Total Coliform. Hasil rata-rata pengukuran kualitas air pada seluruh stasiun
penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keberadaan TPAS Sarimukti
mengakibatkan bau pada Stasiun II yang merupakan outlet pembuangan lindi
dan Stasiun III yang berjarak ± 1,5 km setelah outlet tersebut.
39
Tabel 1. Hasil Analisis Kualitas Air di Seluruh Stasiun Penelitian
Parameter
Baku
Mutu
STASIUN
I II III IV V VI
Bau - Tidak Berbau Berbau Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
Rasa - Tidak Berasa Berasa Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa
Warna* - 91,67 ± 14,43 4291,67 ± 72,17 2391,67 ± 1942,35 50 ± 25 91,67 ± 28,87 83,33 ± 38,19
TDS (Total Dissolved Solid)** 1000 290 ± 5,20 15223,33 ± 2053,44 7501 ± 4680,04 180,33 ± 8,08 565,33 ± 251,98 277,67 ± 74,89
pH 6-9 8,23 ± 0,10 8,14 ± 0,06 8,11 ± 0,14 7,38 ± 0,02 7,92 ± 0,32 7,92 ± 0,12
Fecal Coliform*** 1000 29633,33 ± 22558,89 57800 ± 80387,31 142000 ± 97015,46
101533,33 ±
83956,73
57000 ± 48445,85
16933,33 ±
25172,47
Total Coliform*** 5000 29633,33 ± 22558,89 57800 ± 80387,31
256666,67 ±
125830,57
101533,33 ±
83946,73
57000 ± 48445,85
17666,67 ±
24562,03
Oksigen Terlarut (DO)** 4 7,36 ± 0,69 0,13 ± 0,01 1,57 ± 2,45 7,31 ± 0,84 6,33 ± 2 7,05 ± 0,87
BOD** 3 9,93 ± 5,66 11746,67 ± 787,99 2746,67 ± 220,30 8,17 ± 1,89 234 ± 334,62 27,33 ± 7,37
COD** 25 19,93 ± 10 17273,33 ± 1106,41 4151,67 ± 262,69 16,60 ± 5,72 376,53 ± 540,53 46,53 ± 6
Timbal (Pb)** 0,03 0,01 0,27 ± 0,23 0,12 ± 0,20 0,01 0,10 ± 0,16 0,07 ± 0,10
Keterangan: * = dalam kolori ; ** = dalam mg/l; *** = dalam MPN/100ml
40
Stasiun I yang merupakan stasiun kontrol dan berada sebelum
pembuangan lindi tidak dihasilkan bau. Stasiun IV yang berada pada Sungai
Cipicung diperoleh hasil yang tidak berbau, hal tersebut dikarenakan tidak
langsung terkena pembuangan lindi meskipun berlokasi di sekitar TPAS
Sarimukti. Pengaruh pembuangan lindi tidak nampak pada Stasiun V dan VI
dikarenakan terjadi pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.
Daryanto (2009) mengemukakan bahwa kualitas bau air bergantung pada
sumber airnya ataupun masukan yang terintroduksi pada badan sungai melalui
aliran air tanah maupun air permukaan. Darmono (2001) mengemukakan pula
bahwa bau air dapat pula disebabkan oleh beberapa faktor seperti
mikroorganisme akuatik perairan, effluent rumah tangga, industri maupun
tempat pengelolaan sampah. Bau yang dijumpai pada Stasiun II dan III
diindikasikan oleh karena adanya pengaruh aliran permukaan yang mengandung
lindi, yang masuk ke Sungai Cilimus dari TPAS melalui outlet kolam pegelolaan
lindi.
Hasil pengukuran parameter rasa menunjukkan hasil yang selaras dengan
parameter bau, dimana Stasiun II dan III menimbulkan rasa dalam air yang
diukur. Stasiun I dan IV sebagai kontrol diperoleh hasil yang tidak berasa, lalu
pada Stasiun V dan VI diperoleh hasil yang tidak berasa pula. Air yang normal
seharusnya tidak memiliki rasa, air yang berasa dapat terjadi dikarenakan
terdapat penyimpangan yang diakibatkan oleh adanya introduksi bahan asing
atau kontaminan. Fardiaz (1992) dan Wardhana (2001) mengemukakan bahwa
air yang tidak normal umumnya memiliki rasa yang tidak normal dan bau yang
41
tidak normal pula selain itu air yang digunakan untuk kehidupan seharusnya
tidak berasa, berbau, dan berwarna.
Hasil pengukuran parameter warna (Gambar 3) dengan indikator Platinum
Cobalt (Pt.Co) menunjukkan bahwa terdapat perubahan warna sungai pada
Stasiun II dengan nilai warna air sebesar 4291,67 kolori dan Stasiun III sebesar
2391,67 kolori, dimana secara kasat mata ditunjukkan dengan warna hitam
pekat. Perubahan warna air pada dua stasiun tersebut dikarenakan terdapat
pengaruh masukkan lindi dari outlet TPAS Sarimukti.
Gambar 3. Warna pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Harrison (1994) menyatakan bahwa tingginya nilai kolori pada perairan
yang dikarenakan adanya introduksi lindi terdiri atas berbagai macam bahan
seperti senyawa organik, anorganik, logam berat dan mikroorganisme
berkonsentrasi tinggi pada lindi. Manahan (1984) menyatakan pula bahwa warna
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
2500.00
3000.00
3500.00
4000.00
4500.00
5000.00
I II III IV V VI
Warna(Kolori)
Stasiun Pengamatan
42
sungai yang terkontaminasi lindi umumnya berwarna hitam karena ikatan timbal
dengan -Fe(OH)2
2-
, -MnO2-
ataupun dengan -CO2
2-
yang terlarut serta
terabsorbsi pada koloid di dalam perairan.
Stasiun I yang memiliki nilai warna air sebesar 91,67 kolori merupakan
stasiun kontrol yang berada kurang lebih 1 km sebelum outlet TPAS, sedangkan
pada Stasiun IV yang berada di Sungai Cipicung (namun masih berada di sekitar
TPAS Sarimukti) juga merupakan stasiun kontrol diperoleh nilai warna air
sebesar 50 kolori. Effendi (2003) menyatakan bahwa perairan alami tidak
berwarna atau memiliki nilai warna lebih kecil 10 kolori, perairan memiliki
warna kuning kecoklatan seperti daerah rawa-rawa dan umumnya memiliki
rentang nilai warna perairan pada 200 - 300 kolori. Nilai warna air pada Stasiun
V dan VI kembali menyerupai pada Stasiun I yang merupakan kontrol, hal
tersebut dikarenakan telah terjadi degradasi konsentrasi lindi akibat proses
pengenceran yang berasal dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.
Hasil pengukuran parameter kualitas air selanjutnya yaitu TDS (Total
Dissolved Solid). Gambar 4 menunjukkan nilai TDS yang tinggi pada Stasiun II
yaitu 15223,33 mg/l dan Stasiun III 7501 mg/l, dimana jumlah tersebut
melampaui baku mutu yang ditentukan yaitu 1000 mg/l berdasarkan PP No.82
Tahun 2001. Sedangkan pada stasiun I, IV, V dan VI diperoleh nilai masing-
masing yaitu 290 mg/l, 180,33 mg/l, 565,33 mg/l dan 277,67 mg/l.
Nilai TDS yang tinggi pada Stasiun II dan III selaras dengan hasil bau dan
warna yang diperoleh karena dipengaruhi oleh lindi yang berasal dari TPAS
Sarimukti. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa peningkatan nilai TDS pada
43
perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan tanah, dan
pengaruh antropogenik (limbah domestik).
Gambar 4. Residu Terlarut (TDS) pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Rendahnya nilai TDS pada stasiun I dan IV dikarenakan kedua stasiun
tersebut belum dipengaruhi oleh keberadaan buangan lindi dari TPAS tersebut.
Sedangkan rendahnya nilai TDS pada stasiun V dan VI dikarenakan terjadi
degradasi konsentrasi lindi akibat proses pengenceran dari Sungai Cipicung dan
Sungai Cimeta.
Hasil pengukuran parameter pH menujukkan derajat kemasaman yang
relatif basa di seluruh stasiun penelitian (Gambar 5), namun pada Stasiun IV
diperoleh nilai pH yang relatif lebih masam jika dibandingkan yang lainnya
yaitu sebesar 7, 38. Stasiun IV belum terintroduksi oleh lindi yang berasal dari
TPAS Sarimukti. Rendahnya nilai pH menunjukkan bahwa aktivitas domestik
seperti contohnya kegiatan pertanian mempengaruhi derajat kemasaman dan
0.00
2000.00
4000.00
6000.00
8000.00
10000.00
12000.00
14000.00
16000.00
18000.00
20000.00
I II III IV V VI
KonsentrasiTDS(mg/l)
Stasiun Pengamatan
44
konsentrasi ion hidrogen dalam perairan (Khalil et al., 2011). Wardhana (2001)
menyatakan bahwa perairan yang baik bagi kehidupan yaitu yang memiliki pH
berkisar 6 – 7,5, sedangkan menurut Effendi (2003), perairan yang cocok bagi
kehidupan biota akuatik yaitu yang memiliki kisaran pH 7 – 8,5. Berdasarkan
Wardhana (2001) maka pH di lokasi penelitian berada pada batas yang baik bagi
pertumbuhan biota akuatik. Berdasarkan Effendi (2003) maka pH di lokasi
penelitian cocok bagi kehidupan biota akuatik.
Gambar 5. pH pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Baku Mutu Air Kelas II yang terdapat pada PP No.82 Tahun 2001
menentukan Konsentrasi toleransi terhadap pH untuk peruntukkannya yaitu pada
rentang 6 – 9. Derajat kemasaman pada seluruh stasiun penelitian berdasarkan
PP No.82 Tahun 2001 dapat dinyatakan masih dalam batas toleransi sesuai
peruntukkannya.
Hasil pengukuran parameter oksigen terlarut (DO) pada Gambar 6
menunjukkan bahwa pada Stasiun II dan III yang terkena masukkan lindi
7.20
7.40
7.60
7.80
8.00
8.20
8.40
I II III IV V VI
pH(unit)
Stasiun Pengamatan
45
didapatkan oksigen terlarut yang rendah yaitu sebesar 0,13 mg/l dan 1,57 mg/l.
Penurunan oksigen terlarut dikarenakan oleh proses dekomposisi (Ayala et al.,
2009). Menurut pendapat Effendi (2003), penurunan oksigen terlarut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan pH (basa), tingginya
dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik. Stasiun kontrol
(Stasiun I dan IV) diperoleh oksigen terlarut yang tinggi. Stasiun V dan VI
didapatkan oksigen terlarut yang meningkat.Tingginya oksigen terlarut pada
Stasiun V dan VI tersebut menunjukkan pengaruh lindi telah berkurang secara
gradual karena pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.
Gambar 6. Oksigen Terlarut (DO) pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Hasil pengukuran parameter BOD dan COD (Gambar 7) menunjukkan
terjadi peningkatan nilai BOD dan COD (Stasiun II dan Stasiun III). Konsentrasi
BOD dan COD pada Stasiun I masing-masing 9,93 mg/l dan 19,93 mg/l.
Peningkatan konsentrasi BOD dan COD yang signifikan terjadi pada Stasiun II
masing-masing 11746,67 mg/l dan 17273,33 mg/l. Konsentrasi BOD yang tinggi
tersebut menunjukkan tingginya bahan organik yang harus di dekomposisi oleh
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
I II III IV V VI
KonsentrasiDO(mg/l)
Stasiun Pengamatan
46
mikroorganisme dalam perairan tersebut, termasuk lindi yang berasal dari TPAS
Sarimukti. Effendi (2003) menyatakan bahwa secara tidak langsung BOD
merupakan gambaran banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air.
Gambar 7. BOD dan COD pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Tingginya konsentrasi COD pada Stasiun II dan III menunjukkan bahwa
terdapat bahan organik yang sukar untuk didegragasikan secara biologis pada
perairan sungai tersebut. Menurut Wardhana (2001) dan Effendi (2003) COD,
jumlah bahan organik yang teroksidasi tinggi secara kimiawi terdiri dari bahan
organik dapat terdegradasi secara biologis (biodegradable) dan yang sukar
terdegradasi secara biologi (non-biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (dalam
fasa gas).
0.00
2000.00
4000.00
6000.00
8000.00
10000.00
12000.00
14000.00
16000.00
18000.00
20000.00
I II III IV V VI
KonsentrasiBODdanCOD(mg/l)
Satsiun Pengamatan
BOD
COD
47
Hasil analisis konsentrasi BOD dan COD di seluruh stasiun penelitian jika
dibandingkan dengan Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001 telah
melampaui Konsentrasi maksimum yang ditentukan sesuai peruntukannya.
Sesuai pernyataan Effendi (2003) bahwa perairan yang memiliki konsentrasi
BOD dan COD tinggi sebaiknya tidak dipergunakan bagi kepentingan perikanan
dan pertanian ataupun pemanfaatan lainnya seperti MCK. Hasil BOD dan COD
di Stasiun I dan IV sebagai stasiun kontrol didapatkan hasil yang tidak
memenuhi baku mutu. Hal ini karena bahan organik yang berasal dari aktivitas
domestik di sekitarnya.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa parameter timbal (Pb) mengalami
peningkatan signifikan terutama pada Stasiun II dengan konsentrasi sebesar 0,27
mg/l kemudian juga pada Stasiun III sebesar 0,12 mg/l (Gambar 8).
Gambar 8. Timbal (Pb) pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Konsentrasi kelarutan timbal yang didapatkan pada Stasiun II dan III
dikarenakan lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Hal ini didukung dengan
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
I II III IV V VI
KonsentrasiPb(mg/l)
Stasiun Pengamatan
48
hasil analisa logam pada kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang
diperoleh hasil analisa timbal yang tinggi pula yaitu 0,206 mg/l (Lampiran III).
Keberadaan timbal yang tinggi di TPAS dikarenakan karakteristik sampah yang
mengandung baterai, bahan pelapis kabel, kaleng wadah makanan (yang
mengandung glaze), sisa cat dan sisa oli kendaraan bermotor (Ball, 2003 dan
Environmental European Commission, 2002). Effendi (2003) menyatakan pula
bahwa umumnya Konsentrasi timbal di perairan relatif kecil karena kelarutannya
yang rendah dan ditemukan dalam bentuk tersuspensi, namun toksisitasnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah konsentrasinya, kadar oksigen
dan pH.
Degradasi konsentrasi lindi dan konsentrasi Pb yang berasal dari TPAS
Sarimukti selanjutnya terjadi secara gradual pada Stasiun V dan VI dikarenakan
proses pengendapan maupun pengenceran dari Sungai Cipicung dan Cimeta.
Konsentrasi timbal pada Stasiun II, III, V dan Stasiun VI berada pada batas yang
telah melampaui baku mutu. Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun
2001 bahwa Konsentrasi maksimum timbal (Pb) yaitu tidak >0,01 mg/l,
sedangkan hasil pada stasiun penelitian tersebut sangat jauh melampaui
Konsentrasi maksimum yang telah ditentukan. Oleh karena hal tersebut, air pada
stasiun-stasiun tersebut masih dianggap terkontaminasi dan tidak memenuhi
syarat untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sarimukti yang berada dekat
TPAS dan dilalui Sungai Cilimus (Stasiun II dan III) dan Sungai Cipicung
(Stasiun V), serta Sungai Cimeta (Stasiun VI).
49
Hasil pengukuran parameter Fecal Coliform dan Total Coliform
ditujukkan pada Gambar 9. Jumlah Fecal Coliform dan Total Coliform pada
stasiun kontrol (Stasiun I dan IV) diperoleh hasil yang tinggi. Lalu mengalami
peningkatan pada Stasiun II dan III kemudian terjadi penurunan di Stasiun V dan
VI.
Gambar 9. Fecal Coliform dan Total Coliform pada Seluruh Stasiun Pengamatan
Tingginya Fecal Coliform dan Total Coliform pada stasiun kontrol
tersebut karena adanya aktivitas domestik, pertanian maupun peternakan
disekitarnya (Dimambro et al., 2007). Stasiun II dan III terjadi peningkatan
karena berdekatan dan terkena langsung masukkan lindi dari TPAS. Penurunan
pada Stasiun V dan VI terjadi karena jumlah limbah yang mulai berkurang
akibat pengeceran dan jarak tempat tinggal masyarakat yang jauh dengan kedua
stasiun tersebut.
0.00
50000.00
100000.00
150000.00
200000.00
250000.00
300000.00
350000.00
400000.00
450000.00
I II III IV V VI
FecalColiformdanTotalColiform(MPN/100ml)
Stasiun Pengamatan
Fecal Coliform
Total Coliform
50
Menurut Fardiaz (1992) dan Yu (2000), jumlah Fecal Coliform dan Total
Coliform yang tinggi dapat terjadi akibat tingginya kontaminasi bakteria
patogenik yang berasal dari saluran pencernaan manusia maupun hewan dan
agen patogenik lainnya yang berasal dari bahan limbah pencemar seperti limbah
pembuangan sampah. Menurut Baku Mutu Air Kelas II pada PP No.82 Tahun
2001, batas jumlah maksimum yang diperbolehkan terkandung dalam perairan
yaitu 1000/100 ml untuk Fecal Coliform dan 5000/100 ml untuk Total Coliform,
sehingga jumlah bakteri patogen pada stasiun tersebut melampaui ketentuan
yang dipersyaratkan dan telah mengalami kontaminasi mikroorganisme
patogenik.
Hasil pengukuran parameter kualitas air Sungai Cilimus. Cipicung dan
Sungai Cimeta dapat pula ditentukan status mutunya dengan menggunakan
Metode Storet. Metode ini digunakan untuk mengetahui parameter-parameter
yang telah memenuhi ataupun yang melampaui baku mutu air yang telah
ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Prinsip dasar dari Metode Storet adalah
dengan membandingkan antara data kualitas air yang ditentukan sesuai dengan
peruntukkannya (Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001).
Penilaian dilakukan berdasarkan sistem nilai dari US EPA (United States
Environmental Protection Agency) dengan diklasifikasikan atas 4 kelas, yaitu :
1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 → memenuhi baku mutu
2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 → cemar ringan
3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 → cemar sedang
4) Kelas D : buruk, skor >= -31 → cemar berat
51
Berdasarkan hasil perhitungan dengan Metode Storet terhadap keenam
stasiun penelitian tersebut (Lampiran IX) diperoleh hasil skor pada setiap stasiun
yaitu : Stasiun I = -42 (Cemar Berat); Stasiun II = -70 (Cemar Berat); Stasiun III
= -71 (Cemar Berat); Stasiun IV = - 37 (Cemar Berat); Stasiun V = -57 (Cemar
Berat); dan Stasiun VI = -55 (Cemar Berat).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum perairan Sungai Cilimus,
Cipicung dan Sungai Cimeta telah mengalami pencemaran yang terlampau
tinggi, terutama pada Stasiun II dan III yang terintroduksi langsung bahan
pencemar lindi. Pencemaran pada Stasiun I yang tinggi merupakan hulu sungai
diakibatkan oleh tingginya aktivitas manusia pada kawasan tersebut
sebagaimana yang terjadi pada Stasiun IV. Sedangkan pada Stasiun V dan VI
memiliki tingkat cemaran yang tinggi meskipun tidak setinggi pada Stasiun II
dan III dikarenakan kelarutan bahan pencemar telah mengalami degradasi dan
pengenceran secara gradual dari Sungai Cipicung (Stasiun V) dan Sungai
Cimeta (Stasiun VI).
C. Perilaku Kesehatan Masyarakat Berkaitan dengan Keberadaan TPAS
Sarimukti
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah berkenaan dengan pengetahuan tentang
kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti diperoleh bahwa sebesar 63%
responden memiliki pengetahuan yang rendah dan hanya 37% responden yang
memiliki pengetahuan sedang (Lampiran VI dan Gambar 10). Rendah dan
sedangnya pengetahuan responden menunjukkan pula bahwa sebagian besar
52
masyarakat Desa Sarimukti yang berada di dekat TPAS dan yang memanfaatkan
air sungai yang terkontaminasi memiliki pengetahuan yang rendah mengenai
kesehatan dan sampah yang masih pada tingkat tahu (know) (Notoatmodjo,
2003), tetapi belum menuju pada kesadaran (awareness) dalam mengadopsi
perilaku baru untuk memperbaiki maupun meningkatkan kondisi yang berkaitan
dengan kesehatan mereka yang berkenaan dengan keberadaan TPAS Sarimukti.
Sedangkan tidak diperoleh hasil reponden yang memiliki pengetahuan tinggi
atau 0%, dimana hal ini dikarenakan bahwa berdasarkan hasil data umum pada
kuesioner mengenai pendidikan responden diperoleh bahwa umumnya
merupakan lulusan Sekolah Dasar. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu bahwa
masyarakat tidak memperoleh informasi yang cukup mengenai dampak negatif
yang mungkin di alami oleh warga yang bertempat tinggal di sekitar TPAS baik
itu mengenai dampak sampah itu sendiri ataupun penyakit dan kondisi sosial
ekonomi dari pihak yang terkait.
Gambar 10. Pengetahuan Masyarakat Desa Sarimukti Terhadap Keberadaan TPAS Sarimukti
63
37
0
10
20
30
40
50
60
70
Rendah Sedang Tinggi
Persentase(%)
Pengetahuan
Rendah
Sedang
Tinggi
53
b. Sikap
Sikap masyarakat Desa Sarimukti secara umum yaitu bersikap netral
berkenaan dengan sikap tentang kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti
dimana diperoleh hasil kuesioner sebesar 74% responden bersikap netral dan
hanya 26% responden yang bersikap positif (Lampiran VI dan Gambar 11).
Sikap netral yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sarimukti terhadap
keberadaan TPAS Sarimukti cenderung dikarenakan masyarakat tidak
menginginkan terjadi masalah sosial diantara mereka dengan pihak pemerintah
setempat, pemerintah daerah, pengelola TPAS, kepolisian dan media, meskipun
dalam internal activity seperti berfikir, persepsi dan emosi tidak menyetujui
keberadaan dari TPAS tersebut. Pengetahuan dalam perilaku pada hakikatnya
adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri dalam mencari informasi atau
sekedar tahu sehingga memiliki bentangan yang luas hingga pada kegiatan
internal seperti berfikir, persepsi dan emosi (Notoatmodjo, 2003).
Gambar 11. Sikap Masyarakat Desa Sarimukti Terhadap Keberadaan TPAS Sarimukti
74
26
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Negatif Netral Positif
Persentase(%)
Sikap
Negatif
Netral
Positif
54
Netralitas masyarakat tersebut pada kenyataannya dipengaruhi pula oleh
rendahnya pengetahuan yang dimiliki sehingga masyarakat tersebut
berkecenderungan terdapat keterbatasan dalam mengungkapkan pernyataan dan
persepsi yang mereka miliki. Sedangkan, sikap positif yang dilakukan oleh
sebagian masyarakat Desa Sarimukti menunjukkan bahwa pada dasarnya
masyarakat berkeinginan untuk menerima dan merespon hal-hal yang dapat
meningkatkan ataupun memperbaiki kondisi kesehatan mereka, keinginan tersebut
di dorong oleh faktor sosial ekonomi dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan
akibat dampak yang dialami dengan keberadaan TPAS Sarimukti. Notoatmodjo
(2003) mengatakan bahwa menerima dan kemudian merespon dari adanya
stimulus ataupun objek yang mempengaruhi merupakan indikasi dari adanya
sikap, meskipun bentuk dari respon tersebut baik ataupun salah.
Sikap negatif responden tidak didapatkan karena merupakan sikap yang
tidak merespon ataupun yang paling dasar yaitu tidak menerima keberadaan
TPAS Sarimukti sedangkan pada kenyataannya mereka memberikan suatu respon
terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan TPAS. Sebagaimana yag
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa menerima yang merupakan
tingkatan awal dari suatu sikap dipengaruhi oleh bentuk emosi untuk mau dan
memperhatikan terhadap adanya suatu stimulus. Selaras itu dinyatakan oleh
Allport (1954) dalam Notoatmodjo bahwa, sikap yang utuh ditentukan oleh
keyakinan, berpikir, pengetahuan dan emosi serta kecenderungan untuk bertindak.
Maka sikap negatif merupakan sikap yang diawali oleh tidak menerima sesuatu
hal karena didasarkan oleh emosi, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak
55
yang tidak sesuai mengenai suatu stimulus ataupun objek yang mempengaruhi
pembentukan sikap mereka.
c. Tindakan
Tindakan masyarakat Desa Sarimukti umumnya bertindak netral
berkenaan dengan tindakan tentang peningkatan dan perbaikan kesehatan
terhadap keberadaan TPAS Sarimukti, dimana diperoleh hasil kuesioner sebesar
94% responden bertindak netral dan hanya 6% responden yang bertindak aktif
(Lampiran VI dan Gambar 12). Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sarimukti
yang berada disekitar TPAS Sarimukti cenderung kurang melakukan tindakan
dalam peningkatan maupun perbaikan kondisi keehatannya karena kurang
tersedianya sarana untuk memotivasi terhadap kondisi kesehatan, fasilitas dan
pelayanan berkenaan dengan keberadaan TPAS Sarimukti meskipun secara
persepsi, motivasi dan emosi tidak menginginkan dampak negatif yang telah
dialami dan akan terjadi dikemudian hari.
Gambar 12. Tindakan Masyarakat Desa Sarimukti Terhadap Keberadaan TPAS Sarimukti
94
6
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pasif Netral Aktif
Persentase(%)
Tindakan
Pasif
Netral
Aktif
56
Notoatmodjo (2006) menjelaskan bahwa tindakan seorang individu
maupun kelompok individu tidak akan terjadi jika tidak terdapat dorongan atau
motivasi oleh faktor pendorong seperti fasilitas dan sarana yang akan
mempengaruhi tindakannya, dalam hal ini promosi kesehatannya. Tindakan
dalam upayanya memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kondisi
kesehatannya serta memperoleh kesembuhan merupakan suatu bentuk perilaku
kesehatan (Sarwono, 2007).
Tindakan negatif terhadap keberdaan TPAS Sarimukti tidak diperoleh
karena masyarakat berfikir mengenai terlalu tingginya resiko yang akan diterima
jika tidak melakukan penentangan terhadap pihak terkait dan juga rendahnya
fasilitas komunikasi yang layak bagi kegiatan mediasi antara masyarakat dan
pihak terkait tersebut.
Perilaku kesehatan masyarakat yang terbentuk diawali oleh upaya
memperoleh pengetahuan lalu membentuk suatu sikap dan kemudian jika
individu tersebut memiliki motivasi tertentu kemudian menghasilkan tindakan
(praktik) yang berasal dari suatu respons masyarakat terhadap stimulus
lingkungan yang mempengaruhi kesehatannya.
Perilaku kesehatan yang terbentuk dalam masyarakat Desa Sarimukti
mengenai keberadaan TPAS Sarimukti berdasarkan hasil crosstabulation atau
tabulasi silang (Lampiran X) diperoleh sebanyak 57 orang atau 96,6% responden
yang memiliki pengetahuan rendah lebih bertindak netral dan hanya 2 orang atau
3,4% responden berpengetahuan rendah lebih bertindak positif. Sedangkan
sebanyak 31 orang atau 88,6% yang memiliki pengetahuan sedang lebih
57
bertindak netral namun hanya 4 orang atau 11,4% responden yang
berpengetahuan sedang lebih bertindak positif.
Hasil tabulasi silang tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat hanya memiliki pengetahuan yang sebagaian besar berpengetahuan
rendah meskipun terdapat beberapa masyarakat yang telah memperoleh sedikit
informasi melaui media cetak maupun sarana informasi lainnya terhadap
keberadaan TPAS Sarimukti dan cenderung membatasi besarnya pengetahuan,
bentuk sikap dan kemudian tindakan mereka sebagai upaya untuk memperbaiki
kondisi kesehatannya, selain itu masyarakat kurang memberikan respon dalam
bentuk tindakan (praktik), hal tersebut hanya akan dilakukan jika terdapat
stimulus dan motivasi dalam perbaikan kondisi kesehatannya, sebagai contoh
yaitu seperti partisipasi mereka dalam penyediaan air bersih dan partisipasi
dalam puskesmas gratis yang dilakukan oleh pihak pengelola TPAS, pemerintah
daerah dan puskesmas setempat. Berdasarkan pendapat Notoatmodjo (2006),
perilaku kesehatan merupakan upaya peningkatan dan perbaikan kondisi
kesehatan secara internal maupun eksternal terhadap sakit dan penyakit,
kesehatan lingkungannya, dan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang
mempengaruhinya. Perwujudan perilaku kesehatan dalam bentuk tindakan yang
nyata terhadap suatu kondisi tertentu yang dimulai pada tingkatan persepsi dan
kemudian memberikan suatu respon terpimpin (Guided Respons) jika terdapat
dorongan atau motivasi yang menyertainya.
Hasil tabulasi silang antara sikap dengan tindakan (Lampiran X) diperoleh
bahwa 66 orang atau 94,3% responden yang memiliki sikap netral akan lebih
58
bertindak netral. Sedangkan 22 orang atau 91,7% responden memiliki sikap
positif dan bertindak netral, namun hanya 2 orang atau 8,3% responden yang
memiliki sikap positif dengan tindakan yang lebih positif. Sikap netral terhadap
keberadaan TPAS Sarimukti dengan tindakannya yang netral tersebut
berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa responden tersebut terjadi
karena sebagian besar masyarakat merasa tidak memiliki kemampuan yang
cukup secara sosial-ekonomi untuk merubah keadaan yang ada di lingkungan
mereka dan sangat mengharapkan terhadap peran dari pihak pemerintah
setempat untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka dan sangat mengharapkan
terhadap peran dari pihak pemerintah setempat untuk dapat menyalurkan aspirasi
mereka. Kurang aktif dan interaktifnya pemerintah setempat dengan masyarakat
yang dipimpinnya mengakibatkan kurangnya pertukaran informasi dan
penyuluhan mengenai kesehatan lingkungan yang ada dengan adanya
keberadaan TPAS Sarimukti tersebut. Selain itu, kurangnya motivasi dan ikatan
emosional antara pemerintah setempat, pemerintah daerah serta pihak pengelola
TPAS Sarimukti dimana kurang perduli dengan keadaan lingkungan yang ada di
kawasan tersebut dan hanya sebatas birokrasi serta pemenuhan kompensasi
dampak.
Pembentukan perilaku kesehatan merupakan suatu respon yang nampak
(overt behavior) terhadap faktor yang mempengaruhinya dengan diindikasikan
oleh tindakan terhadap perbaikan, penjagaan maupun peningkatan kondisi
kesehatannya dengan diawali oleh proses pencarian informasi dan ilmu sebagai
proses pengetahuan yang kemudian terbentuk suatu sikap yang terinternalisasi.
59
Berdasarkan hubungan silang antara pengetahuan dan sikap masyarakat Desa
Sarimukti dengan tindakannya terhadap keberadaan TPAS Sarimukti
menunjukkan bahwa perilaku masyarakat yang berinteraksi langsung dengan
TPAS Sarimukti lebih bertindak netral dikarenakan keterbatasan pengetahuan
mereka terhadap upaya penjagaan, perbaikan dan peningkatan kondisi kesehatan
mereka akibat keberadaan TPAS Sarimukti.
Selaras dengan keterbatasan pengetahuannya tersebut sikap yang terbentuk
lebih pada sikap yang netral, berdasarkan hasil wawancara terhadap Ketua RW 2
Desa Sarimukti (Bapak Amad) yang merupakan kawasan terdekat dengan TPAS
Sarimukti menyatakan bahwa kegiatan mediasi dan komunikasi antara
masyarakat dengan pihak-pihak yang terkait sangat terbatas dan tidak berjalan
dengan baik sehingga alur persepsi masyarakat terhadap dampak keberadaan
TPAS Sarimukti dengan upaya pengurangan dampak yang dilakukan oleh pihak
terkait cenderung tidak efektif. Akibat dari hal tersebut yaitu masyarakat
cenderung tidak bersikap negatif untuk tidak menimbulkan masalah dengan
pihak terkait namun tidak pula bersikap positif karena dampak yang diterima
kenyataannya masih dirasakan oleh mereka terutama kondisi kesehatan mereka
akibat dampak yang dihasilkan oleh TPAS Sarimukti tersebut. Hal tersebut
selaras dengan pendapat Scott (1989) yang menyatakan bahwa aksioma
“dahulukan selamat” merupakan suatu konsekuensi logis dari suatu
ketergantungan ekologis masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah dimana
mengandung preferensi relatif bagi kepastian subsistensi diatas keadaan
ekonomi yang sangat tinggi saat ini. Oleh karena itu, masyarakat Desa Sarimukti
60
cenderung berperilaku netral dengan mencari opsi-opsi yang relevan dengan
kondisi mereka meskipun dampak yang dihadapi secara faktual sangat tidak
menguntungkan baik dari kondisi kesehatan maupun keberlanjutan keadaan
sosial ekonominya dan politik yang mempengaruhi (Beranek, 1992).
D. Hubungan antara Kualitas Air Sungai dan Perilaku Kesehatan
Masyarakat Berkaitan Keberadaan TPAS Sarimukti
Kualitas air pada Sungai Cilimus, Cipicung dan Sungai Cimeta yang
tercemar dalam kondisi yang berat dipengaruhi oleh introduksi lindi yang
dihasilkan oleh TPAS Sarimukti. Sedangkan pada stasiun kontrol yang berada
pada Sungai Cilimus dan Cipicung yang belum terkena masukkan lindi telah
mengalami pencemaran karena kegiatan domestik yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Sarimukti.
Pengetahuan masyarakat yang rendah dan sikapnya yang tidak menolak
maupun menerima keberadaan TPAS Sarimukti tersebut berpengaruh pada
perilaku kesehatan masyarakat dalam memanfaatkan air sungai yang tercemar
berat tersebut. Perilaku kesehatan masyarakat terhadap dampak pencemaran air
sungai yang mereka manfaatkan untuk kegiatan MCK sehari-hari cenderung
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan rendahnya pengetahuan mengenai
bahaya, dampak serta upaya penjagaan maupun peningkatan kesehatan terhadap
keberadaan TPAS. Meskipun sebagian besar masyarakat bersikap tidak
menyetujui keberadaan TPAS Sarimukti yang mempengaruhi kualitas air sungai
yang mereka manfaatkan namun mereka tidak dapat pula menolak keberadaan
TPAS tersebut dikarenakan faktor internal (seperti tingkat pendidikan, jenis
61
pekerjaan, biaya dan waktu) dan faktor eksternal seperti tekanan pihak pengelola,
rendahnya proses mediasi dan kurangnya sarana maupun prasarana untuk
mengurangi beban dampak yang dihasilkan oleh keberadaan TPAS.
Kualitas air sungai yang tercemar berat oleh lindi dan berdampak pada
kesehatan masyarakat nampak dengan timbulnya penyakit seperti diare dan
dermatitis yang dialami oleh masyarakat Desa Sarimukti (Lampiran II), dimana
hal tersebut tidak selaras dengan perilaku masyarakat terhadap penjagaan dan
peningkatan kondisi kesehatannya dengan masih memanfaatkan air sungai
tersebut untuk kegiatan MCK. Rendahnya ketersediaan air yang memadai untuk
memenuhi kegiatan tersebut dan jauhnya jarak lokasi sumber air lain merupakan
faktor pendorong lain yang mempengaruhi pemilihan masyarakat dalam
memanfaatkan air sungai yang telah tercemar lindi dari TPAS Sarimukti tersebut.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Laporan Praktikum Asam Basa
Laporan Praktikum Asam BasaLaporan Praktikum Asam Basa
Laporan Praktikum Asam Basanurwiji
 
Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020
Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020
Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020DeenAssalam
 
laporan praktikum uji korosi pada paku
  laporan praktikum uji korosi pada paku  laporan praktikum uji korosi pada paku
laporan praktikum uji korosi pada pakuazidny
 
Contoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitianContoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitianZakiyul Mu'min
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamWulandari Rima Kumari
 
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merah
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merahPengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merah
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merahNopi Tri Utami
 
Bab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPA
Bab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPABab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPA
Bab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPATezzara Clara Sutjipto
 
Contoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMA
Contoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMAContoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMA
Contoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMARidho Satria
 
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)Nurul Afdal Haris
 
Laporan percobaan kimia elektrolisis
Laporan percobaan kimia elektrolisisLaporan percobaan kimia elektrolisis
Laporan percobaan kimia elektrolisisWaQhyoe Arryee
 
Laporan praktikum biologi Percobaan Ingenhousz
Laporan praktikum biologi Percobaan IngenhouszLaporan praktikum biologi Percobaan Ingenhousz
Laporan praktikum biologi Percobaan IngenhouszKlara Tri Meiyana
 
Laporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijau
Laporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijauLaporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijau
Laporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijaurendrafauzi
 
Contoh karya tulis ilmiah lengkap
Contoh karya tulis ilmiah lengkapContoh karya tulis ilmiah lengkap
Contoh karya tulis ilmiah lengkapGiyanti Gie
 
Kelimpahan unsur golongan IA-III A
Kelimpahan unsur golongan IA-III AKelimpahan unsur golongan IA-III A
Kelimpahan unsur golongan IA-III Attanitaaprilia
 
Makalah Media Sosial - ENSCHAi
Makalah Media Sosial - ENSCHAiMakalah Media Sosial - ENSCHAi
Makalah Media Sosial - ENSCHAiAlluka Tita
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p knPertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p knnatal kristiono
 
LAPORAN HASIL PENELITIAN “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...
LAPORAN HASIL PENELITIAN  “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...LAPORAN HASIL PENELITIAN  “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...
LAPORAN HASIL PENELITIAN “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...Afina Luthfi Azmi
 
Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)
Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)
Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)Nabila Arifannisa
 

Mais procurados (20)

Laporan Praktikum Asam Basa
Laporan Praktikum Asam BasaLaporan Praktikum Asam Basa
Laporan Praktikum Asam Basa
 
Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020
Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020
Proposal Bakti Sosial : Berbagi Sembako Panti Asuhan - by Deen Assalam 2020
 
laporan praktikum uji korosi pada paku
  laporan praktikum uji korosi pada paku  laporan praktikum uji korosi pada paku
laporan praktikum uji korosi pada paku
 
Kimia halogen 5
Kimia halogen 5Kimia halogen 5
Kimia halogen 5
 
Contoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitianContoh proposal pkm penelitian
Contoh proposal pkm penelitian
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
 
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merah
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merahPengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merah
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kacang merah
 
Bab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPA
Bab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPABab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPA
Bab 1 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA IPA
 
Contoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMA
Contoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMAContoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMA
Contoh Proposal Penelitian Sederhana bagi kelas 3 SMA
 
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
Kelebihan dan Kekurangan dari Teroi Atom (Tugas Kuliah Kimia Dasar)
 
Laporan percobaan kimia elektrolisis
Laporan percobaan kimia elektrolisisLaporan percobaan kimia elektrolisis
Laporan percobaan kimia elektrolisis
 
Laporan praktikum biologi Percobaan Ingenhousz
Laporan praktikum biologi Percobaan IngenhouszLaporan praktikum biologi Percobaan Ingenhousz
Laporan praktikum biologi Percobaan Ingenhousz
 
Laporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijau
Laporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijauLaporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijau
Laporan Praktikum Biologi : Pertumbuhan kacang hijau
 
Contoh karya tulis ilmiah lengkap
Contoh karya tulis ilmiah lengkapContoh karya tulis ilmiah lengkap
Contoh karya tulis ilmiah lengkap
 
Kelimpahan unsur golongan IA-III A
Kelimpahan unsur golongan IA-III AKelimpahan unsur golongan IA-III A
Kelimpahan unsur golongan IA-III A
 
Makalah Media Sosial - ENSCHAi
Makalah Media Sosial - ENSCHAiMakalah Media Sosial - ENSCHAi
Makalah Media Sosial - ENSCHAi
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p knPertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p kn
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 
LAPORAN HASIL PENELITIAN “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...
LAPORAN HASIL PENELITIAN  “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...LAPORAN HASIL PENELITIAN  “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...
LAPORAN HASIL PENELITIAN “PENGARUH MEDIA JENIS AIR PENYIRAMAN TERHADAP PERTU...
 
Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)
Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)
Laporan Ilmiah (pertumbuhan kecambah)
 

Semelhante a Bab iv hasil dan pembahasan

Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...
Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...
Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...A'an Samawa
 
Analisis Sungai Bengawan Solo.pptx
Analisis Sungai Bengawan Solo.pptxAnalisis Sungai Bengawan Solo.pptx
Analisis Sungai Bengawan Solo.pptxVelyPurba
 
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentoskeanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentosPT. SASA
 
Pertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.ppt
Pertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.pptPertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.ppt
Pertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.pptDewaDepra1
 
1 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-171 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-17Hotma Purba
 
Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanPT. SASA
 
Acara 2 Kompleksometri
Acara 2 Kompleksometri Acara 2 Kompleksometri
Acara 2 Kompleksometri AgataMelati
 
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia LingkunganIndikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia LingkunganAsida Gumara
 
Bab iii pgn sicanang
Bab iii pgn sicanangBab iii pgn sicanang
Bab iii pgn sicanangEka Regar
 
PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH
PROSES PENGOLAHAN AIR  SUNGAI MENJADI AIR BERSIHPROSES PENGOLAHAN AIR  SUNGAI MENJADI AIR BERSIH
PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIHAhmad Jihad Almuhdhor
 
Praktikum analisis kimia lingkungan argentometri
Praktikum analisis kimia lingkungan argentometriPraktikum analisis kimia lingkungan argentometri
Praktikum analisis kimia lingkungan argentometriDwi Karyani
 
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangkualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangPT. SASA
 
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...Yus Liansyah
 
Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019
Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019
Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019LailiFitria3
 

Semelhante a Bab iv hasil dan pembahasan (20)

Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...
Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...
Rahma 42 50 analisis konsentrasi merkuri (hg) dan cadmium (cd) di muara sunga...
 
Analisis Sungai Bengawan Solo.pptx
Analisis Sungai Bengawan Solo.pptxAnalisis Sungai Bengawan Solo.pptx
Analisis Sungai Bengawan Solo.pptx
 
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentoskeanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
 
Pertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.ppt
Pertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.pptPertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.ppt
Pertemuan IX - Sistem Pengolahan air bersih.ppt
 
1 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-171 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-17
 
Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairan
 
Acara 2 Kompleksometri
Acara 2 Kompleksometri Acara 2 Kompleksometri
Acara 2 Kompleksometri
 
101095339 kualitas-air-bersih
101095339 kualitas-air-bersih101095339 kualitas-air-bersih
101095339 kualitas-air-bersih
 
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia LingkunganIndikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
 
Bab iii pgn sicanang
Bab iii pgn sicanangBab iii pgn sicanang
Bab iii pgn sicanang
 
Tambak udang
Tambak udangTambak udang
Tambak udang
 
PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH
PROSES PENGOLAHAN AIR  SUNGAI MENJADI AIR BERSIHPROSES PENGOLAHAN AIR  SUNGAI MENJADI AIR BERSIH
PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR BERSIH
 
Salinitas
SalinitasSalinitas
Salinitas
 
Praktikum analisis kimia lingkungan argentometri
Praktikum analisis kimia lingkungan argentometriPraktikum analisis kimia lingkungan argentometri
Praktikum analisis kimia lingkungan argentometri
 
01a fiskim
01a fiskim01a fiskim
01a fiskim
 
Muhlis
MuhlisMuhlis
Muhlis
 
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangkualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
 
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...
PENENTUAN ZONA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI PERAIRA...
 
Estimasi
EstimasiEstimasi
Estimasi
 
Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019
Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019
Kualitas dan Status Mutu Air - 16 Juli 2019
 

Mais de Dickdick Maulana

Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Dickdick Maulana
 
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Dickdick Maulana
 
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Dickdick Maulana
 
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaPmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaDickdick Maulana
 
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarMateri  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarDickdick Maulana
 
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi Dickdick Maulana
 
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganPengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganDickdick Maulana
 
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanPp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanDickdick Maulana
 
Sufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportSufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportDickdick Maulana
 
Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Dickdick Maulana
 
Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Dickdick Maulana
 
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Dickdick Maulana
 
Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Dickdick Maulana
 
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendiMetode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendiDickdick Maulana
 
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahSni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahDickdick Maulana
 

Mais de Dickdick Maulana (20)

Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
 
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
 
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
 
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaPmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
 
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarMateri  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
 
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
 
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan SampahPengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah
 
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganPengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
 
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanPp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
 
Sufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportSufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies report
 
Kesling 2
Kesling 2 Kesling 2
Kesling 2
 
Water quality strategy
Water quality strategy Water quality strategy
Water quality strategy
 
Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water
 
Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup
 
Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan
 
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
 
Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere)
 
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendiMetode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
 
Tetraethyl orthosilicate
Tetraethyl orthosilicateTetraethyl orthosilicate
Tetraethyl orthosilicate
 
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahSni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
 

Bab iv hasil dan pembahasan

  • 1. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Desa Sarimukti Berdasarkan Data Profil Desa Sarimukti Tahun 2011, Desa Sarimukti memiliki empat batas wilayah yang meliputi Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy sebagai batas wilayah utara; Desa Rajamandala, Kecamatan Cipatat sebagai batas wilayah selatan; Desa Kertamukti, Kecamatan Cipatat sebagai batas timur; dan Sungai Citarum, Kecamatan Cianjur sebagai batas wilayah sebelah barat. Topografi Desa Sarimukti terdiri atas dataran rendah 478 ha dan perbukitan 445 ha. Total luas wilayah Desa Sarimukti mencapai ± 923 ha yang didominasi oleh hutan produksi milik Perhutani seluas 445 ha. Curah hujan harian yang terdapat di Desa Sarimukti saat dilakukan penelitian (akhir September – akhir Oktober) terdiri atas curah hujan harian rata-rata sekitar 1500- 2500 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 30 hari, kelembaban rata-rata 6 % dan suhu rata-rata harian 23,3 o C. Desa Sarimukti berada pada ketinggian 319 m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah Penduduk terdiri atas 4.994 orang yang terdiri atas 1.505 kepala keluarga (KK) dengan persentase perkembangan sebesar 3,3% (pada tahun 2011-2012) dan memiliki 13 unit organisasi rukun warga (RW) dan 40 unit organisasi rukun tetangga (RT). Desa Sarimukti memiliki lokasi bersinggungan langsung dengan TPAS Sarimukti yang tepatnya di kawasan RW 2 Desa Sarimukti, yaitu berada pada kawasan batas wilayah utara desa.
  • 2. 37 2. Deskripsi TPAS Sarimukti TPAS Sarimukti secara administrasi berada di di Blok Gedig, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, yang berada pada ketinggian rata-rata 316 m dpl. Luas lahan TPAS Sarimukti ± 25 ha, terdiri atas ± 23 ha milik Perhutani dan ± 2 ha milik Pemerintah Kota Bandung. Secara garis besar penggunaan lahan di TPAS Sarimukti adalah 17 ha untuk lahan penimbunan dengan sistem controlled landfill, 3.750 m2 digunakan sebagai tempat pengolahan kompos, 5 ha untuk jalan dan drainase, 2 ha untuk sarana dan prasarana penunjang dan sisanya sebagai lahan pengembangan landfills. Lahan penimbunan sampah dibagi dalam 5 zona penimbunan (lahan kerja), 2 zona telah dilakukan pengurugan, sedangkan sisanya masih dilakukan kegiatan penimbunan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terhadap sampah yang terdapat di pasar oleh pihak pengelola (yaitu BPSR) diperoleh komposisi dari jenis sampah tersebut, yaitu 80% sampah organik, 8% sampah kertas, 6% sampah plastik, 4% sampah logam dan 2% sampah lainnya, sehingga komposisi dan berat sampah yang masuk ke TPAS Sarimukti dengan volume 120 m3 /hari adalah terdiri dari 96 m3 sampah organik, 8,6 m3 sampah kertas, 7,2 m3 sampah plastik, 4,8 m3 sampah logam dan 2,4 m3 sampah lainnya. Iklim TPAS Sarimukti berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun BMG Wilayah II (dalam AMDAL TPAS Sarimukti 2011) terlihat bahwa suhu udara rata-rata bulanan terukur 16,7-32,3 C, kelembaban udara terukur antara 64-86%, dengan curah hujan menunjukkan nilai antara 10-526 mm per bulan.
  • 3. 38 Daerah studi TPAS Sarimukti memiliki 2 satuan geomorfologi yaitu perbukitan bergelombang (agak curam) dengan kemiringan 15-25% dan satuan geomorfologi curam dengan kemiringan 25-40% (data geomorfologi dalam AMDAL TPAS Sarimukti 2011). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03 - 3241 - 1994 bahwa pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah tidak boleh mempunyai kemiringan lereng melebihi 20%. Apabila merujuk jangkauan optimum sudut lereng untuk pemanfaatan lahan maka pemanfaatan lahan untuk TPAS berdasarkan kondisi geomorfologi adalah kurang tepat karena dengan kemiringan lereng yang relatif bergelombang (agak curam) dan curam akan memudahkan terjadinya longsoran atau pergerakan dari material sampah ataupun massa batuan sebagai dasar dari penimbunan sampah, terutama menuju pemukiman warga Desa Sarimukti yang bersinggungan dengan tempat kegiatan TPAS, yaitu pemukiman rukun warga (RW) 2 Desa Sarimukti. B. Kualitas Air Sungai Berkaitan dengan Keberadaan TPAS Sarimukti Pengukuran parameter kualitas air dilakukan terhadap parameter bau, warna, rasa, padatan total terlarut (TDS), pH, BOD, COD, DO, Fecal Coliform dan Total Coliform. Hasil rata-rata pengukuran kualitas air pada seluruh stasiun penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keberadaan TPAS Sarimukti mengakibatkan bau pada Stasiun II yang merupakan outlet pembuangan lindi dan Stasiun III yang berjarak ± 1,5 km setelah outlet tersebut.
  • 4. 39 Tabel 1. Hasil Analisis Kualitas Air di Seluruh Stasiun Penelitian Parameter Baku Mutu STASIUN I II III IV V VI Bau - Tidak Berbau Berbau Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Rasa - Tidak Berasa Berasa Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Warna* - 91,67 ± 14,43 4291,67 ± 72,17 2391,67 ± 1942,35 50 ± 25 91,67 ± 28,87 83,33 ± 38,19 TDS (Total Dissolved Solid)** 1000 290 ± 5,20 15223,33 ± 2053,44 7501 ± 4680,04 180,33 ± 8,08 565,33 ± 251,98 277,67 ± 74,89 pH 6-9 8,23 ± 0,10 8,14 ± 0,06 8,11 ± 0,14 7,38 ± 0,02 7,92 ± 0,32 7,92 ± 0,12 Fecal Coliform*** 1000 29633,33 ± 22558,89 57800 ± 80387,31 142000 ± 97015,46 101533,33 ± 83956,73 57000 ± 48445,85 16933,33 ± 25172,47 Total Coliform*** 5000 29633,33 ± 22558,89 57800 ± 80387,31 256666,67 ± 125830,57 101533,33 ± 83946,73 57000 ± 48445,85 17666,67 ± 24562,03 Oksigen Terlarut (DO)** 4 7,36 ± 0,69 0,13 ± 0,01 1,57 ± 2,45 7,31 ± 0,84 6,33 ± 2 7,05 ± 0,87 BOD** 3 9,93 ± 5,66 11746,67 ± 787,99 2746,67 ± 220,30 8,17 ± 1,89 234 ± 334,62 27,33 ± 7,37 COD** 25 19,93 ± 10 17273,33 ± 1106,41 4151,67 ± 262,69 16,60 ± 5,72 376,53 ± 540,53 46,53 ± 6 Timbal (Pb)** 0,03 0,01 0,27 ± 0,23 0,12 ± 0,20 0,01 0,10 ± 0,16 0,07 ± 0,10 Keterangan: * = dalam kolori ; ** = dalam mg/l; *** = dalam MPN/100ml
  • 5. 40 Stasiun I yang merupakan stasiun kontrol dan berada sebelum pembuangan lindi tidak dihasilkan bau. Stasiun IV yang berada pada Sungai Cipicung diperoleh hasil yang tidak berbau, hal tersebut dikarenakan tidak langsung terkena pembuangan lindi meskipun berlokasi di sekitar TPAS Sarimukti. Pengaruh pembuangan lindi tidak nampak pada Stasiun V dan VI dikarenakan terjadi pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta. Daryanto (2009) mengemukakan bahwa kualitas bau air bergantung pada sumber airnya ataupun masukan yang terintroduksi pada badan sungai melalui aliran air tanah maupun air permukaan. Darmono (2001) mengemukakan pula bahwa bau air dapat pula disebabkan oleh beberapa faktor seperti mikroorganisme akuatik perairan, effluent rumah tangga, industri maupun tempat pengelolaan sampah. Bau yang dijumpai pada Stasiun II dan III diindikasikan oleh karena adanya pengaruh aliran permukaan yang mengandung lindi, yang masuk ke Sungai Cilimus dari TPAS melalui outlet kolam pegelolaan lindi. Hasil pengukuran parameter rasa menunjukkan hasil yang selaras dengan parameter bau, dimana Stasiun II dan III menimbulkan rasa dalam air yang diukur. Stasiun I dan IV sebagai kontrol diperoleh hasil yang tidak berasa, lalu pada Stasiun V dan VI diperoleh hasil yang tidak berasa pula. Air yang normal seharusnya tidak memiliki rasa, air yang berasa dapat terjadi dikarenakan terdapat penyimpangan yang diakibatkan oleh adanya introduksi bahan asing atau kontaminan. Fardiaz (1992) dan Wardhana (2001) mengemukakan bahwa air yang tidak normal umumnya memiliki rasa yang tidak normal dan bau yang
  • 6. 41 tidak normal pula selain itu air yang digunakan untuk kehidupan seharusnya tidak berasa, berbau, dan berwarna. Hasil pengukuran parameter warna (Gambar 3) dengan indikator Platinum Cobalt (Pt.Co) menunjukkan bahwa terdapat perubahan warna sungai pada Stasiun II dengan nilai warna air sebesar 4291,67 kolori dan Stasiun III sebesar 2391,67 kolori, dimana secara kasat mata ditunjukkan dengan warna hitam pekat. Perubahan warna air pada dua stasiun tersebut dikarenakan terdapat pengaruh masukkan lindi dari outlet TPAS Sarimukti. Gambar 3. Warna pada Seluruh Stasiun Pengamatan Harrison (1994) menyatakan bahwa tingginya nilai kolori pada perairan yang dikarenakan adanya introduksi lindi terdiri atas berbagai macam bahan seperti senyawa organik, anorganik, logam berat dan mikroorganisme berkonsentrasi tinggi pada lindi. Manahan (1984) menyatakan pula bahwa warna 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 4000.00 4500.00 5000.00 I II III IV V VI Warna(Kolori) Stasiun Pengamatan
  • 7. 42 sungai yang terkontaminasi lindi umumnya berwarna hitam karena ikatan timbal dengan -Fe(OH)2 2- , -MnO2- ataupun dengan -CO2 2- yang terlarut serta terabsorbsi pada koloid di dalam perairan. Stasiun I yang memiliki nilai warna air sebesar 91,67 kolori merupakan stasiun kontrol yang berada kurang lebih 1 km sebelum outlet TPAS, sedangkan pada Stasiun IV yang berada di Sungai Cipicung (namun masih berada di sekitar TPAS Sarimukti) juga merupakan stasiun kontrol diperoleh nilai warna air sebesar 50 kolori. Effendi (2003) menyatakan bahwa perairan alami tidak berwarna atau memiliki nilai warna lebih kecil 10 kolori, perairan memiliki warna kuning kecoklatan seperti daerah rawa-rawa dan umumnya memiliki rentang nilai warna perairan pada 200 - 300 kolori. Nilai warna air pada Stasiun V dan VI kembali menyerupai pada Stasiun I yang merupakan kontrol, hal tersebut dikarenakan telah terjadi degradasi konsentrasi lindi akibat proses pengenceran yang berasal dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta. Hasil pengukuran parameter kualitas air selanjutnya yaitu TDS (Total Dissolved Solid). Gambar 4 menunjukkan nilai TDS yang tinggi pada Stasiun II yaitu 15223,33 mg/l dan Stasiun III 7501 mg/l, dimana jumlah tersebut melampaui baku mutu yang ditentukan yaitu 1000 mg/l berdasarkan PP No.82 Tahun 2001. Sedangkan pada stasiun I, IV, V dan VI diperoleh nilai masing- masing yaitu 290 mg/l, 180,33 mg/l, 565,33 mg/l dan 277,67 mg/l. Nilai TDS yang tinggi pada Stasiun II dan III selaras dengan hasil bau dan warna yang diperoleh karena dipengaruhi oleh lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa peningkatan nilai TDS pada
  • 8. 43 perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik). Gambar 4. Residu Terlarut (TDS) pada Seluruh Stasiun Pengamatan Rendahnya nilai TDS pada stasiun I dan IV dikarenakan kedua stasiun tersebut belum dipengaruhi oleh keberadaan buangan lindi dari TPAS tersebut. Sedangkan rendahnya nilai TDS pada stasiun V dan VI dikarenakan terjadi degradasi konsentrasi lindi akibat proses pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta. Hasil pengukuran parameter pH menujukkan derajat kemasaman yang relatif basa di seluruh stasiun penelitian (Gambar 5), namun pada Stasiun IV diperoleh nilai pH yang relatif lebih masam jika dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 7, 38. Stasiun IV belum terintroduksi oleh lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Rendahnya nilai pH menunjukkan bahwa aktivitas domestik seperti contohnya kegiatan pertanian mempengaruhi derajat kemasaman dan 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 16000.00 18000.00 20000.00 I II III IV V VI KonsentrasiTDS(mg/l) Stasiun Pengamatan
  • 9. 44 konsentrasi ion hidrogen dalam perairan (Khalil et al., 2011). Wardhana (2001) menyatakan bahwa perairan yang baik bagi kehidupan yaitu yang memiliki pH berkisar 6 – 7,5, sedangkan menurut Effendi (2003), perairan yang cocok bagi kehidupan biota akuatik yaitu yang memiliki kisaran pH 7 – 8,5. Berdasarkan Wardhana (2001) maka pH di lokasi penelitian berada pada batas yang baik bagi pertumbuhan biota akuatik. Berdasarkan Effendi (2003) maka pH di lokasi penelitian cocok bagi kehidupan biota akuatik. Gambar 5. pH pada Seluruh Stasiun Pengamatan Baku Mutu Air Kelas II yang terdapat pada PP No.82 Tahun 2001 menentukan Konsentrasi toleransi terhadap pH untuk peruntukkannya yaitu pada rentang 6 – 9. Derajat kemasaman pada seluruh stasiun penelitian berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 dapat dinyatakan masih dalam batas toleransi sesuai peruntukkannya. Hasil pengukuran parameter oksigen terlarut (DO) pada Gambar 6 menunjukkan bahwa pada Stasiun II dan III yang terkena masukkan lindi 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 I II III IV V VI pH(unit) Stasiun Pengamatan
  • 10. 45 didapatkan oksigen terlarut yang rendah yaitu sebesar 0,13 mg/l dan 1,57 mg/l. Penurunan oksigen terlarut dikarenakan oleh proses dekomposisi (Ayala et al., 2009). Menurut pendapat Effendi (2003), penurunan oksigen terlarut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan pH (basa), tingginya dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik. Stasiun kontrol (Stasiun I dan IV) diperoleh oksigen terlarut yang tinggi. Stasiun V dan VI didapatkan oksigen terlarut yang meningkat.Tingginya oksigen terlarut pada Stasiun V dan VI tersebut menunjukkan pengaruh lindi telah berkurang secara gradual karena pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta. Gambar 6. Oksigen Terlarut (DO) pada Seluruh Stasiun Pengamatan Hasil pengukuran parameter BOD dan COD (Gambar 7) menunjukkan terjadi peningkatan nilai BOD dan COD (Stasiun II dan Stasiun III). Konsentrasi BOD dan COD pada Stasiun I masing-masing 9,93 mg/l dan 19,93 mg/l. Peningkatan konsentrasi BOD dan COD yang signifikan terjadi pada Stasiun II masing-masing 11746,67 mg/l dan 17273,33 mg/l. Konsentrasi BOD yang tinggi tersebut menunjukkan tingginya bahan organik yang harus di dekomposisi oleh 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 I II III IV V VI KonsentrasiDO(mg/l) Stasiun Pengamatan
  • 11. 46 mikroorganisme dalam perairan tersebut, termasuk lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Effendi (2003) menyatakan bahwa secara tidak langsung BOD merupakan gambaran banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Gambar 7. BOD dan COD pada Seluruh Stasiun Pengamatan Tingginya konsentrasi COD pada Stasiun II dan III menunjukkan bahwa terdapat bahan organik yang sukar untuk didegragasikan secara biologis pada perairan sungai tersebut. Menurut Wardhana (2001) dan Effendi (2003) COD, jumlah bahan organik yang teroksidasi tinggi secara kimiawi terdiri dari bahan organik dapat terdegradasi secara biologis (biodegradable) dan yang sukar terdegradasi secara biologi (non-biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (dalam fasa gas). 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 16000.00 18000.00 20000.00 I II III IV V VI KonsentrasiBODdanCOD(mg/l) Satsiun Pengamatan BOD COD
  • 12. 47 Hasil analisis konsentrasi BOD dan COD di seluruh stasiun penelitian jika dibandingkan dengan Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001 telah melampaui Konsentrasi maksimum yang ditentukan sesuai peruntukannya. Sesuai pernyataan Effendi (2003) bahwa perairan yang memiliki konsentrasi BOD dan COD tinggi sebaiknya tidak dipergunakan bagi kepentingan perikanan dan pertanian ataupun pemanfaatan lainnya seperti MCK. Hasil BOD dan COD di Stasiun I dan IV sebagai stasiun kontrol didapatkan hasil yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini karena bahan organik yang berasal dari aktivitas domestik di sekitarnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa parameter timbal (Pb) mengalami peningkatan signifikan terutama pada Stasiun II dengan konsentrasi sebesar 0,27 mg/l kemudian juga pada Stasiun III sebesar 0,12 mg/l (Gambar 8). Gambar 8. Timbal (Pb) pada Seluruh Stasiun Pengamatan Konsentrasi kelarutan timbal yang didapatkan pada Stasiun II dan III dikarenakan lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Hal ini didukung dengan 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 I II III IV V VI KonsentrasiPb(mg/l) Stasiun Pengamatan
  • 13. 48 hasil analisa logam pada kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang diperoleh hasil analisa timbal yang tinggi pula yaitu 0,206 mg/l (Lampiran III). Keberadaan timbal yang tinggi di TPAS dikarenakan karakteristik sampah yang mengandung baterai, bahan pelapis kabel, kaleng wadah makanan (yang mengandung glaze), sisa cat dan sisa oli kendaraan bermotor (Ball, 2003 dan Environmental European Commission, 2002). Effendi (2003) menyatakan pula bahwa umumnya Konsentrasi timbal di perairan relatif kecil karena kelarutannya yang rendah dan ditemukan dalam bentuk tersuspensi, namun toksisitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah konsentrasinya, kadar oksigen dan pH. Degradasi konsentrasi lindi dan konsentrasi Pb yang berasal dari TPAS Sarimukti selanjutnya terjadi secara gradual pada Stasiun V dan VI dikarenakan proses pengendapan maupun pengenceran dari Sungai Cipicung dan Cimeta. Konsentrasi timbal pada Stasiun II, III, V dan Stasiun VI berada pada batas yang telah melampaui baku mutu. Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001 bahwa Konsentrasi maksimum timbal (Pb) yaitu tidak >0,01 mg/l, sedangkan hasil pada stasiun penelitian tersebut sangat jauh melampaui Konsentrasi maksimum yang telah ditentukan. Oleh karena hal tersebut, air pada stasiun-stasiun tersebut masih dianggap terkontaminasi dan tidak memenuhi syarat untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sarimukti yang berada dekat TPAS dan dilalui Sungai Cilimus (Stasiun II dan III) dan Sungai Cipicung (Stasiun V), serta Sungai Cimeta (Stasiun VI).
  • 14. 49 Hasil pengukuran parameter Fecal Coliform dan Total Coliform ditujukkan pada Gambar 9. Jumlah Fecal Coliform dan Total Coliform pada stasiun kontrol (Stasiun I dan IV) diperoleh hasil yang tinggi. Lalu mengalami peningkatan pada Stasiun II dan III kemudian terjadi penurunan di Stasiun V dan VI. Gambar 9. Fecal Coliform dan Total Coliform pada Seluruh Stasiun Pengamatan Tingginya Fecal Coliform dan Total Coliform pada stasiun kontrol tersebut karena adanya aktivitas domestik, pertanian maupun peternakan disekitarnya (Dimambro et al., 2007). Stasiun II dan III terjadi peningkatan karena berdekatan dan terkena langsung masukkan lindi dari TPAS. Penurunan pada Stasiun V dan VI terjadi karena jumlah limbah yang mulai berkurang akibat pengeceran dan jarak tempat tinggal masyarakat yang jauh dengan kedua stasiun tersebut. 0.00 50000.00 100000.00 150000.00 200000.00 250000.00 300000.00 350000.00 400000.00 450000.00 I II III IV V VI FecalColiformdanTotalColiform(MPN/100ml) Stasiun Pengamatan Fecal Coliform Total Coliform
  • 15. 50 Menurut Fardiaz (1992) dan Yu (2000), jumlah Fecal Coliform dan Total Coliform yang tinggi dapat terjadi akibat tingginya kontaminasi bakteria patogenik yang berasal dari saluran pencernaan manusia maupun hewan dan agen patogenik lainnya yang berasal dari bahan limbah pencemar seperti limbah pembuangan sampah. Menurut Baku Mutu Air Kelas II pada PP No.82 Tahun 2001, batas jumlah maksimum yang diperbolehkan terkandung dalam perairan yaitu 1000/100 ml untuk Fecal Coliform dan 5000/100 ml untuk Total Coliform, sehingga jumlah bakteri patogen pada stasiun tersebut melampaui ketentuan yang dipersyaratkan dan telah mengalami kontaminasi mikroorganisme patogenik. Hasil pengukuran parameter kualitas air Sungai Cilimus. Cipicung dan Sungai Cimeta dapat pula ditentukan status mutunya dengan menggunakan Metode Storet. Metode ini digunakan untuk mengetahui parameter-parameter yang telah memenuhi ataupun yang melampaui baku mutu air yang telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Prinsip dasar dari Metode Storet adalah dengan membandingkan antara data kualitas air yang ditentukan sesuai dengan peruntukkannya (Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001). Penilaian dilakukan berdasarkan sistem nilai dari US EPA (United States Environmental Protection Agency) dengan diklasifikasikan atas 4 kelas, yaitu : 1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 → memenuhi baku mutu 2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 → cemar ringan 3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 → cemar sedang 4) Kelas D : buruk, skor >= -31 → cemar berat
  • 16. 51 Berdasarkan hasil perhitungan dengan Metode Storet terhadap keenam stasiun penelitian tersebut (Lampiran IX) diperoleh hasil skor pada setiap stasiun yaitu : Stasiun I = -42 (Cemar Berat); Stasiun II = -70 (Cemar Berat); Stasiun III = -71 (Cemar Berat); Stasiun IV = - 37 (Cemar Berat); Stasiun V = -57 (Cemar Berat); dan Stasiun VI = -55 (Cemar Berat). Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum perairan Sungai Cilimus, Cipicung dan Sungai Cimeta telah mengalami pencemaran yang terlampau tinggi, terutama pada Stasiun II dan III yang terintroduksi langsung bahan pencemar lindi. Pencemaran pada Stasiun I yang tinggi merupakan hulu sungai diakibatkan oleh tingginya aktivitas manusia pada kawasan tersebut sebagaimana yang terjadi pada Stasiun IV. Sedangkan pada Stasiun V dan VI memiliki tingkat cemaran yang tinggi meskipun tidak setinggi pada Stasiun II dan III dikarenakan kelarutan bahan pencemar telah mengalami degradasi dan pengenceran secara gradual dari Sungai Cipicung (Stasiun V) dan Sungai Cimeta (Stasiun VI). C. Perilaku Kesehatan Masyarakat Berkaitan dengan Keberadaan TPAS Sarimukti a. Pengetahuan Pengetahuan yang rendah berkenaan dengan pengetahuan tentang kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti diperoleh bahwa sebesar 63% responden memiliki pengetahuan yang rendah dan hanya 37% responden yang memiliki pengetahuan sedang (Lampiran VI dan Gambar 10). Rendah dan sedangnya pengetahuan responden menunjukkan pula bahwa sebagian besar
  • 17. 52 masyarakat Desa Sarimukti yang berada di dekat TPAS dan yang memanfaatkan air sungai yang terkontaminasi memiliki pengetahuan yang rendah mengenai kesehatan dan sampah yang masih pada tingkat tahu (know) (Notoatmodjo, 2003), tetapi belum menuju pada kesadaran (awareness) dalam mengadopsi perilaku baru untuk memperbaiki maupun meningkatkan kondisi yang berkaitan dengan kesehatan mereka yang berkenaan dengan keberadaan TPAS Sarimukti. Sedangkan tidak diperoleh hasil reponden yang memiliki pengetahuan tinggi atau 0%, dimana hal ini dikarenakan bahwa berdasarkan hasil data umum pada kuesioner mengenai pendidikan responden diperoleh bahwa umumnya merupakan lulusan Sekolah Dasar. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu bahwa masyarakat tidak memperoleh informasi yang cukup mengenai dampak negatif yang mungkin di alami oleh warga yang bertempat tinggal di sekitar TPAS baik itu mengenai dampak sampah itu sendiri ataupun penyakit dan kondisi sosial ekonomi dari pihak yang terkait. Gambar 10. Pengetahuan Masyarakat Desa Sarimukti Terhadap Keberadaan TPAS Sarimukti 63 37 0 10 20 30 40 50 60 70 Rendah Sedang Tinggi Persentase(%) Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi
  • 18. 53 b. Sikap Sikap masyarakat Desa Sarimukti secara umum yaitu bersikap netral berkenaan dengan sikap tentang kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti dimana diperoleh hasil kuesioner sebesar 74% responden bersikap netral dan hanya 26% responden yang bersikap positif (Lampiran VI dan Gambar 11). Sikap netral yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sarimukti terhadap keberadaan TPAS Sarimukti cenderung dikarenakan masyarakat tidak menginginkan terjadi masalah sosial diantara mereka dengan pihak pemerintah setempat, pemerintah daerah, pengelola TPAS, kepolisian dan media, meskipun dalam internal activity seperti berfikir, persepsi dan emosi tidak menyetujui keberadaan dari TPAS tersebut. Pengetahuan dalam perilaku pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri dalam mencari informasi atau sekedar tahu sehingga memiliki bentangan yang luas hingga pada kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi (Notoatmodjo, 2003). Gambar 11. Sikap Masyarakat Desa Sarimukti Terhadap Keberadaan TPAS Sarimukti 74 26 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Negatif Netral Positif Persentase(%) Sikap Negatif Netral Positif
  • 19. 54 Netralitas masyarakat tersebut pada kenyataannya dipengaruhi pula oleh rendahnya pengetahuan yang dimiliki sehingga masyarakat tersebut berkecenderungan terdapat keterbatasan dalam mengungkapkan pernyataan dan persepsi yang mereka miliki. Sedangkan, sikap positif yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Sarimukti menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat berkeinginan untuk menerima dan merespon hal-hal yang dapat meningkatkan ataupun memperbaiki kondisi kesehatan mereka, keinginan tersebut di dorong oleh faktor sosial ekonomi dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan akibat dampak yang dialami dengan keberadaan TPAS Sarimukti. Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa menerima dan kemudian merespon dari adanya stimulus ataupun objek yang mempengaruhi merupakan indikasi dari adanya sikap, meskipun bentuk dari respon tersebut baik ataupun salah. Sikap negatif responden tidak didapatkan karena merupakan sikap yang tidak merespon ataupun yang paling dasar yaitu tidak menerima keberadaan TPAS Sarimukti sedangkan pada kenyataannya mereka memberikan suatu respon terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan TPAS. Sebagaimana yag dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa menerima yang merupakan tingkatan awal dari suatu sikap dipengaruhi oleh bentuk emosi untuk mau dan memperhatikan terhadap adanya suatu stimulus. Selaras itu dinyatakan oleh Allport (1954) dalam Notoatmodjo bahwa, sikap yang utuh ditentukan oleh keyakinan, berpikir, pengetahuan dan emosi serta kecenderungan untuk bertindak. Maka sikap negatif merupakan sikap yang diawali oleh tidak menerima sesuatu hal karena didasarkan oleh emosi, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak
  • 20. 55 yang tidak sesuai mengenai suatu stimulus ataupun objek yang mempengaruhi pembentukan sikap mereka. c. Tindakan Tindakan masyarakat Desa Sarimukti umumnya bertindak netral berkenaan dengan tindakan tentang peningkatan dan perbaikan kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti, dimana diperoleh hasil kuesioner sebesar 94% responden bertindak netral dan hanya 6% responden yang bertindak aktif (Lampiran VI dan Gambar 12). Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sarimukti yang berada disekitar TPAS Sarimukti cenderung kurang melakukan tindakan dalam peningkatan maupun perbaikan kondisi keehatannya karena kurang tersedianya sarana untuk memotivasi terhadap kondisi kesehatan, fasilitas dan pelayanan berkenaan dengan keberadaan TPAS Sarimukti meskipun secara persepsi, motivasi dan emosi tidak menginginkan dampak negatif yang telah dialami dan akan terjadi dikemudian hari. Gambar 12. Tindakan Masyarakat Desa Sarimukti Terhadap Keberadaan TPAS Sarimukti 94 6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pasif Netral Aktif Persentase(%) Tindakan Pasif Netral Aktif
  • 21. 56 Notoatmodjo (2006) menjelaskan bahwa tindakan seorang individu maupun kelompok individu tidak akan terjadi jika tidak terdapat dorongan atau motivasi oleh faktor pendorong seperti fasilitas dan sarana yang akan mempengaruhi tindakannya, dalam hal ini promosi kesehatannya. Tindakan dalam upayanya memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kondisi kesehatannya serta memperoleh kesembuhan merupakan suatu bentuk perilaku kesehatan (Sarwono, 2007). Tindakan negatif terhadap keberdaan TPAS Sarimukti tidak diperoleh karena masyarakat berfikir mengenai terlalu tingginya resiko yang akan diterima jika tidak melakukan penentangan terhadap pihak terkait dan juga rendahnya fasilitas komunikasi yang layak bagi kegiatan mediasi antara masyarakat dan pihak terkait tersebut. Perilaku kesehatan masyarakat yang terbentuk diawali oleh upaya memperoleh pengetahuan lalu membentuk suatu sikap dan kemudian jika individu tersebut memiliki motivasi tertentu kemudian menghasilkan tindakan (praktik) yang berasal dari suatu respons masyarakat terhadap stimulus lingkungan yang mempengaruhi kesehatannya. Perilaku kesehatan yang terbentuk dalam masyarakat Desa Sarimukti mengenai keberadaan TPAS Sarimukti berdasarkan hasil crosstabulation atau tabulasi silang (Lampiran X) diperoleh sebanyak 57 orang atau 96,6% responden yang memiliki pengetahuan rendah lebih bertindak netral dan hanya 2 orang atau 3,4% responden berpengetahuan rendah lebih bertindak positif. Sedangkan sebanyak 31 orang atau 88,6% yang memiliki pengetahuan sedang lebih
  • 22. 57 bertindak netral namun hanya 4 orang atau 11,4% responden yang berpengetahuan sedang lebih bertindak positif. Hasil tabulasi silang tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat hanya memiliki pengetahuan yang sebagaian besar berpengetahuan rendah meskipun terdapat beberapa masyarakat yang telah memperoleh sedikit informasi melaui media cetak maupun sarana informasi lainnya terhadap keberadaan TPAS Sarimukti dan cenderung membatasi besarnya pengetahuan, bentuk sikap dan kemudian tindakan mereka sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi kesehatannya, selain itu masyarakat kurang memberikan respon dalam bentuk tindakan (praktik), hal tersebut hanya akan dilakukan jika terdapat stimulus dan motivasi dalam perbaikan kondisi kesehatannya, sebagai contoh yaitu seperti partisipasi mereka dalam penyediaan air bersih dan partisipasi dalam puskesmas gratis yang dilakukan oleh pihak pengelola TPAS, pemerintah daerah dan puskesmas setempat. Berdasarkan pendapat Notoatmodjo (2006), perilaku kesehatan merupakan upaya peningkatan dan perbaikan kondisi kesehatan secara internal maupun eksternal terhadap sakit dan penyakit, kesehatan lingkungannya, dan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang mempengaruhinya. Perwujudan perilaku kesehatan dalam bentuk tindakan yang nyata terhadap suatu kondisi tertentu yang dimulai pada tingkatan persepsi dan kemudian memberikan suatu respon terpimpin (Guided Respons) jika terdapat dorongan atau motivasi yang menyertainya. Hasil tabulasi silang antara sikap dengan tindakan (Lampiran X) diperoleh bahwa 66 orang atau 94,3% responden yang memiliki sikap netral akan lebih
  • 23. 58 bertindak netral. Sedangkan 22 orang atau 91,7% responden memiliki sikap positif dan bertindak netral, namun hanya 2 orang atau 8,3% responden yang memiliki sikap positif dengan tindakan yang lebih positif. Sikap netral terhadap keberadaan TPAS Sarimukti dengan tindakannya yang netral tersebut berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa responden tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup secara sosial-ekonomi untuk merubah keadaan yang ada di lingkungan mereka dan sangat mengharapkan terhadap peran dari pihak pemerintah setempat untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka dan sangat mengharapkan terhadap peran dari pihak pemerintah setempat untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka. Kurang aktif dan interaktifnya pemerintah setempat dengan masyarakat yang dipimpinnya mengakibatkan kurangnya pertukaran informasi dan penyuluhan mengenai kesehatan lingkungan yang ada dengan adanya keberadaan TPAS Sarimukti tersebut. Selain itu, kurangnya motivasi dan ikatan emosional antara pemerintah setempat, pemerintah daerah serta pihak pengelola TPAS Sarimukti dimana kurang perduli dengan keadaan lingkungan yang ada di kawasan tersebut dan hanya sebatas birokrasi serta pemenuhan kompensasi dampak. Pembentukan perilaku kesehatan merupakan suatu respon yang nampak (overt behavior) terhadap faktor yang mempengaruhinya dengan diindikasikan oleh tindakan terhadap perbaikan, penjagaan maupun peningkatan kondisi kesehatannya dengan diawali oleh proses pencarian informasi dan ilmu sebagai proses pengetahuan yang kemudian terbentuk suatu sikap yang terinternalisasi.
  • 24. 59 Berdasarkan hubungan silang antara pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Sarimukti dengan tindakannya terhadap keberadaan TPAS Sarimukti menunjukkan bahwa perilaku masyarakat yang berinteraksi langsung dengan TPAS Sarimukti lebih bertindak netral dikarenakan keterbatasan pengetahuan mereka terhadap upaya penjagaan, perbaikan dan peningkatan kondisi kesehatan mereka akibat keberadaan TPAS Sarimukti. Selaras dengan keterbatasan pengetahuannya tersebut sikap yang terbentuk lebih pada sikap yang netral, berdasarkan hasil wawancara terhadap Ketua RW 2 Desa Sarimukti (Bapak Amad) yang merupakan kawasan terdekat dengan TPAS Sarimukti menyatakan bahwa kegiatan mediasi dan komunikasi antara masyarakat dengan pihak-pihak yang terkait sangat terbatas dan tidak berjalan dengan baik sehingga alur persepsi masyarakat terhadap dampak keberadaan TPAS Sarimukti dengan upaya pengurangan dampak yang dilakukan oleh pihak terkait cenderung tidak efektif. Akibat dari hal tersebut yaitu masyarakat cenderung tidak bersikap negatif untuk tidak menimbulkan masalah dengan pihak terkait namun tidak pula bersikap positif karena dampak yang diterima kenyataannya masih dirasakan oleh mereka terutama kondisi kesehatan mereka akibat dampak yang dihasilkan oleh TPAS Sarimukti tersebut. Hal tersebut selaras dengan pendapat Scott (1989) yang menyatakan bahwa aksioma “dahulukan selamat” merupakan suatu konsekuensi logis dari suatu ketergantungan ekologis masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah dimana mengandung preferensi relatif bagi kepastian subsistensi diatas keadaan ekonomi yang sangat tinggi saat ini. Oleh karena itu, masyarakat Desa Sarimukti
  • 25. 60 cenderung berperilaku netral dengan mencari opsi-opsi yang relevan dengan kondisi mereka meskipun dampak yang dihadapi secara faktual sangat tidak menguntungkan baik dari kondisi kesehatan maupun keberlanjutan keadaan sosial ekonominya dan politik yang mempengaruhi (Beranek, 1992). D. Hubungan antara Kualitas Air Sungai dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Berkaitan Keberadaan TPAS Sarimukti Kualitas air pada Sungai Cilimus, Cipicung dan Sungai Cimeta yang tercemar dalam kondisi yang berat dipengaruhi oleh introduksi lindi yang dihasilkan oleh TPAS Sarimukti. Sedangkan pada stasiun kontrol yang berada pada Sungai Cilimus dan Cipicung yang belum terkena masukkan lindi telah mengalami pencemaran karena kegiatan domestik yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sarimukti. Pengetahuan masyarakat yang rendah dan sikapnya yang tidak menolak maupun menerima keberadaan TPAS Sarimukti tersebut berpengaruh pada perilaku kesehatan masyarakat dalam memanfaatkan air sungai yang tercemar berat tersebut. Perilaku kesehatan masyarakat terhadap dampak pencemaran air sungai yang mereka manfaatkan untuk kegiatan MCK sehari-hari cenderung dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan rendahnya pengetahuan mengenai bahaya, dampak serta upaya penjagaan maupun peningkatan kesehatan terhadap keberadaan TPAS. Meskipun sebagian besar masyarakat bersikap tidak menyetujui keberadaan TPAS Sarimukti yang mempengaruhi kualitas air sungai yang mereka manfaatkan namun mereka tidak dapat pula menolak keberadaan TPAS tersebut dikarenakan faktor internal (seperti tingkat pendidikan, jenis
  • 26. 61 pekerjaan, biaya dan waktu) dan faktor eksternal seperti tekanan pihak pengelola, rendahnya proses mediasi dan kurangnya sarana maupun prasarana untuk mengurangi beban dampak yang dihasilkan oleh keberadaan TPAS. Kualitas air sungai yang tercemar berat oleh lindi dan berdampak pada kesehatan masyarakat nampak dengan timbulnya penyakit seperti diare dan dermatitis yang dialami oleh masyarakat Desa Sarimukti (Lampiran II), dimana hal tersebut tidak selaras dengan perilaku masyarakat terhadap penjagaan dan peningkatan kondisi kesehatannya dengan masih memanfaatkan air sungai tersebut untuk kegiatan MCK. Rendahnya ketersediaan air yang memadai untuk memenuhi kegiatan tersebut dan jauhnya jarak lokasi sumber air lain merupakan faktor pendorong lain yang mempengaruhi pemilihan masyarakat dalam memanfaatkan air sungai yang telah tercemar lindi dari TPAS Sarimukti tersebut.