Dokumen tersebut membahas tentang manajer dan pengelolaan kinerja karyawan. Ia menjelaskan bahwa evaluasi kinerja seringkali hanya dilakukan sebagai kewajiban tanpa memperhatikan proses pembangunan kinerja secara berkelanjutan. Manajer harus memahami konsep manajemen kinerja yang mencakup proses komunikasi berkelanjutan antara manajer dan karyawan untuk membangun dan mengelola kinerja. Gejala
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang Populer
Manajer dan Pengelolaan Kinerja
1. BAB I
MANAJER DAN PENGELOLAAN KINERJA
Motto:
Manajer memiliki kewenangan dan kekuasaan atas stafnya, tapi bagaimana
menggunakannya akan sangat diwarnai oleh keterampilan dan kehalusan budi serta
pengetahuannya. Siapa yang dapat memimpin dirinya maka akan dapat memimpin orang
lain.
A. PENDAHULUAN
Pernahkah kinerja anda “dievaluasi” dan kemudian anda merasakan hal
tersebut tidak banyak membantu, tetapi makin menjadikan anda malas untuk
mengembangkan diri? Banyak kasus-kasus praktek yang ditemukan, terutama
menjelang akhir tahun dimana tanggung jawab dan kewajiban para karyawan dan
manajer, pada organisasi/perusahaan kecil dan menengah disibukan dengan tugas
laporan tahunan. Diantara salah satu tugas yang dianggap kewajiban adalah
melakukan pertemuan dengan para karyawan/bawahan hanya menyampaikan suatu
program pengisian formulir berkas evaluasi kinerja karyawan untuk diisi oleh
karyawan atau bawahannya. Setelah dibicarakan serta ditandatangani, biasanya
formulir tersebut disimpan atau dikirimkan ke departemen sumber daya manusia,
diangggap selesai tugasnya dalam meniliai kinerja. Disisi lain dengan tanpa dipahami
bagaimana proses dan informasi apa yang mestinya dapat dijadikan dasar
pertimbangan dan keputusanya, namun kondisi tersebut dianggap sebagai sesuatu
yang telah benar dilaksanakan tanpa mengetahui bagaimana kinerja yang sebenarnya
dalam setiap bagian yang ada.
Kegagalan seorang manajer untuk merealisir tugas & tanggung jawab hal
disebabkan oleh karena ketidak mampuan dan ketidak pahaman untuk menunjukan
serta menyakinkan para karyawan/staf menghadapui pekerjaanya. Terutama karena
pengetahuan manajer tersebut mengenai strategi, prosedur-prosedur dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tidak tepat sehingga sering kali kemampuannya untuk
menyakinkan para karyawan/staf manajen menjadi gagal. Kedaan ini perlu
mendapatkan perhatian serius oleh karena pada banyak organisasi/perusahaan, status
manajer dan keberhasilanya pada tingkat tertentu tergantung pada kemampuannya
untuk mengembangkan ide, kreatifitas & inovasi bahwa mengelola pekerjaan adalah
sangat fundamental bagi suksenya oragnisasi/perushaan.
Disamping itu manajer harus mempunyai kepercayaan bahwa ia harus siap dan
beranggapan kuat bahwa para karyawan dan Top Manajemen dapat mengikuti pola
kinerja agar sikap dan keseriusan manajer akan menunjukkan kepastian positif bahwa
tugas tersebut merupakan sesuatu aktivitas yang sangat penting pada setiap organisasi
dan bahwa aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan merupakan salah satu diantara
kekuatan-kekuatan utama bagi operasi yang sukses dalam mencapai kinerja. Dengan
gambaran tersebut, sangat mungkin banyak para staf/karyawan dan manajernya
menganggap bahwa hal itu adalah sesuatu yang harus dilakukan dan terpaksa,
sehingga proses pengisian formulir diartikan sebagai bentuk penilaian kinerja
sekadarnya untuk kemudian penyimpanan data, pekerjaan tersebut sebenarnya
hanyalah merupakan pemborosan waktu.
2. Manajer dan karyawan seharusnya menyadari bahwa apa yang dilakukannya
dalam proses diatas sebenarnya salah. Para manajer harus belajar banyak tentang
kinerja dan bagai mana seharusnya membangun dan mengelola kinerja, sehingga
bukan melakukan suatu tindakan yang sifatnya adalah “momentum” atau sebagai
suatu “event” atau peristiwa dalam menilai kinerja karyawan oleh karena itu jangan
membuat suatu kekeliruan dengan pemahaman bahwa mengevaluasi suatu kinerja
adalah “manjemen kinerja” (perfomance management). Mengevaluasi apalagi menilai
kinerja hanya merupakan bagian saja dari sistem manajemen kinerja. Kinerja
menyangkut berbagai aspek secara kompleks, sering kali kegagalan di hadapi karena
banyak pihak dalam suatu organisasi, mengevaluasi kinerja dan tidak melakukan
evaluasi terhadap aspek-aspek lain yang membangun kinerja.
Guna menghindarkan kesalahpahaman bagi banyak pihak terutama para
karyawan dan manjer dalam suatu organisasi/perusaahan, sesungguhnya evaluasi
kinerja bukanlah/tidak sama dengan manajemen kinerja. Evaluasi hanyalah sebagian
saja dari sistem manajemen kinerja, karena bukan hanya menilai dan mengisi daftar
isian dan kemudian menyimpannya. Untuk dapat melaksanakan pengelolaan dan
membangun kinerja yang efektif, maka perlu dipahami beberapa kesalahan yang
terjadi tentang konsepsi umum, bahwa manajemen kinerja, bukanlah :
a).Suatu tindakan penilaian semata yang dilakukan oleh manajer terhadap stafnya,
b).Suatu event tindakan yang dilakukan/digunakan untuk memaksa
orang/karyawan/bawahan untuk bekerja lebih keras dan baik,
c).Digunakan pada saat terjadi adanya kinerja dianggap jelek
d).Menilai dan mengisi formulir secara periodik (satu tahun sekali).
Manajemen kinerja merupakan suatu proses hubungan timbal balik secara erat
(komunikasi) yang berkesinambungan dan kemitraan antara karyawan dan para manajer atau
supervisor ( penyelia) sebagai suatu proses maka hal ini meliputi kegiatan membangun dan
mengelola harapan tentang kinerja yang baik dan jelas (terukur) serta pemahaman mengenai
isi perkerjaan dana cara bagaimana melaksanakan pekerjaan secara efektif. Dengan demikian
didalamnya mencangkup berbagai aspek baik yang menyangkut individu dan perilakunya,
mekanisme organisasi, kepemimpinan dan lainnya, sehingga menjadi suatu sistem bagaimana
mencapai kinerja dengan membangun kinerja untuk memberikan nilai tambah bagi pihak
karyawan, manajer dan organisasinya. Seperti digambarkan secara sederhana pada gambar
1.1 berikut ini.
Membangun dan mengelola kinerja melalui sistem manajemen kinerja adalah
membangun harapan yang nyata untuk mencapai optimalisasi, dimana manjemen kinerja
mencangkup proses pengkajian terhadap kinerja secara berkesinambungan yang dilakukan
secara bersama dengan kesepakatan mengenai sasaran, persyaratan pengetahuan, keahlian
kompetensi rencana kerja dan pengembangan serta implementasinya dalam organisasi,
termasuk rencana penigkatan dan pengembangannya. Oleh karena itu pada dasarnya
manajemen kinerja ditunjukan untuk meningkatkan aspek-aspek kinerja yang meliputi :
(1).Sasaran yang dicapai, (2).Kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan (3).Efektifitas kerja.
Untuk dibutuhkan pemahaman tentang :
3. Fungsi kerja secara esensial yang diharapkan dari para karyawan
Seberapa besar konstribusi pekerjaan karyawan dapat dihargai bagi pencapaian tujuan
organisasi
Apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan dengan baik”.
Bagaimana karyawan dan penyelianya dapata bekerjasama untuk mempetahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang.
Bagai mana prestasi kerja karyawan akan diukur.
Mengenai berbagai hambatan kinerja dan memperbaikinya.
Memahami dan menelaah proses membangun kinerja sebagai suatu sistem memang
membutuhkan waktu yang panjang, pekerjaan ini terkadang bagi kebanyakan orang tidak
menyenangkan. Sejujurnya memang mengelola dan mengendalikan kinerja tidak sederhana
yang dibayangkan. Kondisi tersebut membuat banyak pihak dalam praktek sering berusaha
menyederhanakan dan mengesampingkan hal-hal yang prinsip sehingga melakukan evaluasi
kinerja tidak sesuai dengan harapan banyak pihak (karyawan), akibatnya tidak memberikan
“reward” bagi pengembangan SDM.
B. MANAJER DAN MASALAH KINERJA
Tingkat kinerja suatu organisasi secara memuaskan akan tergantung daripada
kinerja para karyawan (SDM) dan kualitas manajer. Seorang manajer memiliki
tanggung jawab untuk mengusahakan agar pekerjaan pada unitnya dapat melaksanakn
dalam jangka waktu yang cukup beralasan dan dengan biaya yang sesuai. Banyak
diantara problem-problem yang menghalangi pekerjaan berhubungan dengan
masalah-masalah manajer.
Manajer merupakan figur utama pada struktur organisasi. Karenanya setiap
kebijakan keputusan dan prosedur yang timbul dari puncak harus meresap “kebawah”
melalui tingkat m,anajer sehingga effektivitas pada kebanyakan tindakan managerial
tergantung atas kemampuan para manajer untuk dapat membentuk karyawan
memahami bagaimana hambatan kinerja, kondisi pekerjaan dan tanggung jawab.
Dengan penerapan manajemen kinerja yang diharapkan membantu mengintegrasikan
sasaran organisasi, kelompok dan individu terutama dalam mengkomunikasikan
sasaran dan memahami niali-nilai organisasi.
Tanggung jawab manajer berada pada sesuatu kedudukan yang strategis untuk
mempengaruhi dan membantu melaksanakan berbagai macam kebijakan MSDM
dalam sebuah organisasi. Misalnya seoranmg manajer berhubungan erat dengan usaha
untuk memotivasi para pekerja, mengahadapi kasus-kasus keterlambatan pekerja
membantu mengusahakan keamanan bekerja dan membantu membentuk sesuatu team
yang melaksanakan tugas-tugas spesifik. Melalui manajemen kinerja dapat menjadi
alat bagi pencapaian perubahan budaya dan perilaku untuk memberdayan karyawan
melalui tindakan yang fleksibel guna memahami tanggungjawab.
Dalam arti sebenarnya maka seorang manajer seorang pemimpin sdan anggota
bagian dalam HR departement. Ia merupakan sesuatu titik pusat pada sekoitar wilayah
keinginan-keinginan para pekerja operatip terkonsentrasi. Seorang manajer
merupakan titik kontak antara anggota-anggota manajemen dan para pekerja operatif.
Biasanya orang beranggapan bahwa seorang manajer berada dibawah tingkat
eksekutif.
4. Bagian vital setiap organsasi bertanggungjawab membina staf mencapai
kinerja secara fundamental bagi suksesnya organisasi/perusahaan. Perhatikanlah
pernyataan berikut : “Bilamana anda ingin mencapai kinerja maka anda pertama harus
yakin akan hal tersebut. Karena pada dasarnya hal tesebut sudah diketahui anda. Anda
harus mempunyai pengetahuan mengenai detail-detail. Anda harus berada dalam
posisi untuk siap melakukannya. Anda harus mengantisipasi hambantanya. Anda
harus mengetahui apa yang anda lakukannya janganlah mengunjungi pihak lain yang
bekerja hanya main-main atau yang setengah selesai”. Oleh karena itu manajer harus
mempunyai kepercaan, ia harus benar-benar percaya dan beranggapan kuata bhwa
para setiap staf/karyawan dapat diyakini mengenai hal tersebut. Sikapnya harus
enthusias dan menunjukan kepastian positif bahwa pekerjaaan merupakan sesuatu
aktivitas yang sangat penting pada setiap oprganisasi/perusahaan dan bahwa aktivitas-
aktivitas pekerjaan merupakan salahsatu daiantara kekuatan-kekuatan utama bagi
operasi yang sukses mencapai kinerja.
C. MEMAHAMI KONSEPSI/SUDUT PANDANG STAF/ANGGOTA
MANAJEMEN
Agar orang lain/staf yakin akan sesuatu hal dan berpikir seperti manajer
menginginkannya maka biasanya sangat berguna untuk meneliti soal-soal
karakteristik mereka seperti misalnya perhatian kepada karyawan, aktivitas dan
problema-problema, keinginan-keinginan dan sikap-sikap mereka. Dengan keterangn
demikian sebagai latar belakang maka dapatlah dibuat sebuah pendekatan (approach)
secara cerdas. Misalnya menyampaikan usulan dapat dipusatkan sekitar faktor-faktorb
yang dihadapi paling responsif dan seluruh pendekatan (approach) dalam mencapai
kinerja dapat dipusatkan sekitar persoalan yang menarik perhatiaan terbesar dari
pihak para staf sebagi internal penyusunan.
Untuk itu mengelola kinerja karyawan (SDM) dan mengembangkan dalam hal ini
membangun kinerja SDM merupakan langkah awal atau jalan masuk (entry point)
bagi konsepdi pemikiran manajer. Bersamaan dengan pemikiran tersebut terdapat
beberapa asoek yanag harus diketaahui dan dipahami tentang berbagai gejala yang
berkaitan dengan kinerja SDM, yaitu :
Gejala-Gejala Kinerja Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi
Tingkat keluar-masuk karyawan/absensi/keluhan tinggi atau karyawan saling
bermusuhan
Semakin sulit mendapatkan karyawan yang berkualitas
Moral, budaya organisasi lemah atau iklim komunikasi kurang memadai
Stress berkelanjutan tanpa titik terang
Frekuensi penerimaan karyawan dan pemutusan hubungan kerja relatif tinggi
Proses reorganisasi tidak memecahkan masalah
Karyawan tuidak mau bekerjasama dengan orang lain yang tidak perduli dengan
pekerjaan atau organisasi mereka
Proses menciiptakan dan mengimplementasi rencana strategis baru lebih lama dari
yang seharusnya dan terlambat
Menurun atau tidak adanya komitmen dan loyalitas diantara pengusaha dan karyawan
Pemulihan akibat pemutusan hubungan kerja atau penggabungan usaha tidak
memadai
Proses-proses aliran pekerjaan tidak efesien
Orang tidak lagi merasa bahwa pekerjaan mereka berarti
Takut berbicara jujur
5. Timbul kebingunan terhadap tujuan organisasi yang sekarang dan yang akan datang
Legitimasi sistem yang ada sekarang menjadi masalah ketika semakin banyak orang
melihat bahwa organisasi memperhatikan orang-orang tertentu saja
Orang-orang tidak lebih merasa diakui atau diberi kompensasi yang adil atau bahwa
mereka tdiak merasa melakukan pekerjaan yang bermanfaat
Tidak pernah tersedia cukup waktu untuk mengurus persoalan-persoalan ini atau
masalah-masalah orang lain
D. KETERKAITAN, MANAJER, KARYAWAN DAN ORGANISASI TERHADAP
KINERJA
Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa manajemen kinerja adalah sebuah proses
komunikasi (hubungan interaktif), yang dilakukan secara sinergi antara para karyawan
dan manajer dalam suatu aktifitas organisasi yang dilakukan secara berkesinambungan
dalam suatu organisasi/perusahaan. Dengan demikian proses tersebut menunjukkan
adanya “kerja sama” untuk “membangun kinerja” dan mendorong setiap orang dapat
berhasil mencapainya. Kerjasama yang diwujudkan merupakan tanggung jawab semua
pihak, terutama kesadaran untuk memahami berbagi aspek dan komplek terhadap usaha
mencapai kinerja, ketidakpahaman dalam masalah “manajemen kinerja” banyak
menimbulkan kendala, diharapkan akan banyak membantu semua pihak dalam
membangun dan mencapai kinerja.
Tingkat pencapaian suatu kinerja organisasi secara memuaskan pada dasarnya
sebagian besar tergantung dari pada kualitas manajer dalam mengelola sumber daya
manusia dan sumber daya lainya. Oleh karenannya manager bertugas untuk
mengusahakan agar pekerjaan pada dapartemenya dapat dilaksanakan dalam jangkan
waktu yang cukup dan beralasan serta dapat dilaksanakan denagn biaya yang sesuai.
Banyak diantara problem-problem yang menghalangi perjaan berhubungan dengan
masalah-masalah manajer yang tidak efektif. Manajer merupakan figur utama tertentu
pada struktur prganisasi dalam suatu jenjang tertentu mem8iliki tanggungjawab
mengoperasionalkan pada setiap kebijakan, keputusan dan prosedur
organisasi/perusahaan kepada semua staf/karyawan. Untuk itu efektifitas pada
kebanyakan tindakan manajerial tergantung atas kemampuan para manajer dalam
membangun kinerja sumber daya manusia di organisasi secara efektif. Sebagai
manajer/pimpinan dalam suatu organisasi adalah membangun dan mengendalikan kinerja
karyawan (SDM). Secara konseptual harus memiliki pengetahuan dan memahami secara
proses tentang perilaku karyawan (SDM). Dalam upaya mencapai kinerja memahami
proses akan menjadi dasar bagaimana manjer menitipkan langkah kebijakan. Perilaku
individu terhadap kinerja tersebut sperti terlihat pada gambar 1.2 berikut.
Peran manajer sebagai pemimpin dalam organisasi berada pada suatu kedudukan
yang strategis untuk mempengaruhi dan membantu melaksanakan berbagai kebijakkan
sumber daya manusia dan sumber daya lainya dalam sebuah organisasi. Seseorang
manajer berhubungan erat degan usaha untuk memotivasi para pekerja mengahadapi
kasus-kasus keterlambatan pekerja membantu mengusahakan keamanan bekerja dan
membantu membentuk suatu team yang melaksanakan tugas-tugas spesifik. Kesemua itu
mrupakan proses dalam mencapai kinerja suatu organisasi. Dengan demikian manajer
selalu berorientasi kedepan bukan pada masa lalu dalam menetapkan sasaran yang
realistis dan efektif. Oleh karena itu penekanan suatu evaluasi adalah ada kinerja dan
tindakan yang terkait dengan sasaran.
6. Dalam arti sebenarnya maka seorang manajer merupakan anggota bagian dalam
Human Resourc Defartement, yang merupakan suatu titik pusat pada sekitar wilayah dari
pelaksanaan kebijakan- kebijakan Top Manajer dan harus mengakomodir keinginan-
keinginan para karyaan secara terkonsentrasi, seorang manajer merupakan titik kontak
antara anggota-anggota manajemen lainnya dan para karyawan operasional. Bagi
pandangan karyawan maka manajer adalah bagian dari manajemen dalam suatu
organisasi/perusaan. Kadang-kadang manajer dapat pula membuat kebijakan pada tingkat
tertentu, guna melaksanakan pekerjaannya, sekalipun orang biasanya beranggapan bahwa
seorang manajer berada di bawah tingkat eksekutif.
Pekerjaan seorang manajer adalah sering merupakan pekerjaan seorang pemimpin
(eksekutif), tetapi scope pekerjaannya yang berbeda, seperti halnya mengambil keputusan
sedangklan pekerjaan eksekutif pada umumnya tidak seluas seperti halnya pada kasus
pekerjaan seorang pemimpin. Dengan demikian seorang manajer dapat didefinisikan
sebagai: “seseorang yang melakukan kebijakan dan prosedur-prosedur pada tingkat
tertentu dan mengendalikan tugas-tugasnya baik dalam kelompok-kelompok kecil
maupun departemennya dalam rangka mencapai perfomence (kinerja) secara tepat
dengan mengelola sumber daya yang terbatas dengan efektif “. Hal tersebut dapat dicapai
jika tingkatan manajemen yang terbentuk dalam suatu oraganisasi dapat
mengintegrasikan berbagai aktifitas/pekerjaan manajerial. Pekerjaan manajerial dengan
tanggung jawabnya untuk mengelola dan mengendalikan kinerja menunjukkan perilaku
yang terbentuk oleh beberapa aspek situasi yang mencangkup tingkatan manajemen
ukuran sub unit, interdepedensi lateral, kondisi krisis dan tahapan dalam daur hidup
organisasi.
E. TANGGUNG JAWAB MEMBANGUN KINERJA
Sangat disayangkan bahwa pada kebanyakan organisasi/perusahaan sering tidak
jelas tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manajer. Konsepsi
mengenai manajer yang merupakan pihak dengan otoritas lengkap dapat
mempekerjakan, memberhentikan, mengubah tahap pekerjaan atau mengadakan
perkaitan-perkaitan dan menjalankan pekerjaannya dewasa ini telah banyak berubah
ada banyak kantor/organisasi. Kekirangan pengertian yang jelas mengenai tanggung
jawab seorang majer disebabkan karena sifat khusus pekerjaanya,dimana tugas dan
pekerjaan seorang manajer sedemikian berpareasi dan lingkupnya yang luas sehingga
sering aktivitas-aktivitas yang tercakup didalamnya kemudian tidak terhingga bahkan
terabaikan, dan inilah yang tidak boleh terjadi. Pada kasus tertentu dianggap bahwa
pekerjaan manajer telah menjadi sedemikian kompleks hingga diperlukan staf yang
terampil guna membantu tugas manajer. Tetapi dilain pihak ada pula pendapat bahwa
para pembantu staf dapat mengambil otoritas dan mengambil alih aktivitas-aktivitas
yang merupakan tugas-tugas fundamental manajer.
Misalnya pada banyak organisasi/perusahaan, pihak manajer tidak melakukan
seleksi wawancara dalam memilih pegawai-pegawai baru, karena ia ,mempunyai hak
suara dalam hal mempekerjakan pegawai yang bersangkutan walaupun mungkin
banyak superpisor yang mengeluh bermacam-macam kesulitan yang dihadapi dalam
pelerjaannya, seperti dalam hal :
1. Para atasan mereka tidak mengerti kesulitan-kesulitan pekerjaan stafnya.
2. Mereka diberikan perintah-perintah yang bertentangan dan berkonflik.
7. 3. Posisi mereka pada bagian yang bersangkutan sering kali menjadi lemah karena
para atasanya sering melampaui wewenangnya dan memberikan isntruksi-
instruksi pada bawahan tanpa melakukan konsultasi.
4. Instruksi-instruksi yang diperoleh dari atasan sering tidak cukup jelas.
5. Adanya perubahan-perubahan kebijakan yang mempengaruhi pekerjaan mereka
tanpa diberitahukan alasanya.
6. Tidak cukup fleksibilitas umtuk menghadapi para atasan mereka untuk
memperoleh keterangan atau bantuan atas seasutu problem pekerjaan.
7. Tidak cukup mempunyai otoritas untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.
8. Tidak ada pengertian jelas mengenai dimana dan bilamana otoritas bentuk
pembuat keputusan-keputusan atau memberikan perintah-perintah.
Dalam kebanyakan tindakan dan kasus dalam organisasi kepemimpinan
menjadi masalah bagi kebanyakan manajer, seorang “manajer” harusnya mampu
mengelola sumber daya organisasi yang terbatas menjadi efektif dan efisien untuk
menghasilkan “kinerja” yang oftimal. Suatu hal yang sangat logis dalam
perkembangan bisnis yang makin kompetitif hingga perubahan global yang amat
teramat dramatis dewasa ini, semakin banyak organisasi yang menentukan sikap dan
langkah strategis dimana organisasi-organisasi cenderung untuk menghasilkan
pemimpin yaitu, orang yang mampu mempengaruhi orang-orang lain.
Dapat dibayangkan akan betapa sulit suatu organisasi memenuhi tujuan andai
kata tidak ada orang yang ditentukan dengan otoritas dan tangung jawab guna
merencanakan, mengatur, mengorganisasi, memimpin dan mengawasi kegiatan-
kegiatan dalam organisasi, bahkan dalam persaiangan diabad 21, seorang manajer
tidak hanya berfokus pada wewenang lama, melainkan telah bergeser pula dengsn
tugas-tugas baru yaitu : konseling untuk kelompok karyawan, menyediakan dan
menyiapkan sumber daya, membantu para staf berpikir dan mengembangkan
membangun kinerja. seperti disindir oleh Mc. Gregor jauh sebelumnya yaitu : “Thel is
less tendency for the personality of the subordinate to become an issue. The superior,
instead of finding himself in the position of a psychologist or a pterapist, can become
a coach helping the suburdinate to reach his own decision on the specific steps that
will anable him to reach his tergets. Manajer kurang cenderung untuk menjadikan
kepribadian bawahan sebagai suatu issue karena memposisikan dirinya sebagai
psikolog atau therapis, tetapi berperan sebagai seorang pembimbing yang membantu
bawahan untuk membuat suatu keputusannya sendiri tentang langkah-langkah spesifik
yang memungkinkan bawahan mencapai sasaran (kinerja)’’.
Untuk mengevaluasi bagaimana aspek-aspek situasi yang berbeda-beda secara
bersama-sama mempengaruhi perilaku manajer/pemimpin dalam mendorong staf.
Pada dasarnya sulit untuk membandingkan dan mengintegrasikan hal tersebut namun
demkian melalui proses ini memberikan beberapa alasan berguna mengenai cara
aktifitas manajerial dan kandungan perilaku yang terbentuk oleh beberapa aspek
situasi, yang mencangkup tingkatan manajemen, ukuran subunit, interdefedensi
lateral, kondisi krisis dan tahapan dalam daur hidup organisasi.
1. Tingkatan Manajemen Terhadap Kinerja
Tanggung jawab para manajer pada dasarnya berbeda pada tingkatan hirarki
otoritas organisasi. Para manajer dan tingkatan yang lebih tinggi akan memiliki dan
menggunakan kewenangan yang luas dalam membuat rencana jangka panjang,
8. merumuskan kebijakan, memodifikasi struktur organisasi dan memprakarsai cara-cara
baru untuk melakukan kegiatan. Keputusan pada tingkat ini biasanya mempunyai
perspektif waktu jangka panjang, seperti memikirkan tentang apa yang akan terjadi
misalnya dalam waktu 5 hingga 10 tahun yang akan datang, sedangkan manajer
tingkat menengah dan tingkat rendah lebihb banyak memperhatikan insterprestasi dan
implementasi dari kebijakan serta program-program dengan perspektif waktu
menengah misalnya 2 hingga 5 tahun.
Manajer yang berada pada tingkatan yang tinggi dalam hiraki otoritas
organusasi memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat keputusan
yang penting, yang mencakup penetuan tujuan organisasi, perencanaan kinerja,
strategi untuk mencapai tujuan, penentuan kebijakan umum, rancangan struktur
organisasi dan alokasi sumber daya. Sedangkan manajer yang berada pada tingkatan
dibawahnya secara hirarki kewenangan mempunyai kebijaksanaan dan kebebasan
bertindak yang lebih sedi,it. Oleh karenanya para manajer tingkat yang lebih rendah
sering dihadapkan dalam kendala yang dipaksakan oleh stuktur organisasi dan oleh
keputusan mengenai kebijakan yang dibuat oleh tingkatan yang lebih tinggi. Bahkan
tidak jarang diminta untuk lebih sering berkonsultasi dengan atasan sebelum
mengambil tindakan mengenai keputusan dan jarang membuat pilihan mengenai
keputusan akhir.
Para manajer tingkat tinggi biasanya lebih tergantung pada orang-orang di luar
organisasi, diman aktivitas manajerial terhadap pembuatan jaringan menunjukan
bahwa mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan orang
luar. Para manajer pada tingkat lebih rendah cenderung lebih memperhatikan masalah
teknis, staffing (seleksi personalia dan pelatihan), merencanakan pekerjaan dan
memantau kinerja para karyawan. Jumlah aktivitas per hari lebih besar bagi para
manajer tingkat lebih rendah dan waktu yang dihabiskan atas setiap aktivitas
cenderung untuk lebih sedikit.
2. Besarnya Unit Organisasi
Implikasi dari besarnya unit kerja atau “rentang kendali” (span of control) bagi
perilaku manajerial akn tergantung pada skope dan kegiatan organisasinya para
manajer pada sub unit organisasi yang lebih besar mempunyai pekerjaan yang lebih
menurut dibandingkan dengan para manajer unit yang lebih kecil. Keputusan yang
diambil lebih sukar karena volume masalah dan kegiatan yang luar biasa banyaknya
serta kurangnya pengetahuan yang terinci yang mungkin dipunyai oleh manajer.
Karena unit yang lebih besar kemungkinan akan mempunyai struktur yang lebih
birokratis, para manajer harus menghadapi lebih banyak kendala (misalnya peraturan,
prosedur standar, serta otorisasi yang dibutuhkan). Kondisi tersebut karena
menunjukkan bahwa para manajer dalam unit yang lebih luas dan mengikuti lebih
banyak pertemuan yang direncanakan.
Dengan demikian jika manajer memiliki banyak karyawan, akan lebih sukar
mengumpulkan dan mengendalikannya seperti, untuk berkonsultasi secara pribadi
dengan setiap orang itu, akibatnya pemimpin cenderung lebih sedikit menggunakan
manajerialnya/kepemimpinan partisipatif atau membatasinya karena rentang kendali
meningkat para manajer dari tingkat yang lebih tinggi akan membuat lebih banyak
keputusan yang cenderung otokratis, namun mereka juga menggunakan lebih banyak
pendelegasian. Kedua gaya pengambilan keputusan itu memungkinkan manajer yang
9. tanggung-jawabnya overloaded mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan, sebaliknya para manajer dari tingkatan yang lebih rendah akan
membuat lebih banyak keputusan yang otokratis pada saat rentangnya bertambah,
namun mereka tidak menggunakan lebih banyak pendelegasian, mungkin karena
pendelegasian kurang feasible (layak) bagi mereka. Dengan meningkatnya rentang
kembali menuntut para manajer lebih banyak meminta staf/karyawanya untuk
memperkarsai tindakan keputusan dan kecenderungan tersebut lebih ditekankan bagi
para manajer tingkat atas daripada bagi manajer tingkat bawah.
Oleh karena itu pada saat besarnya kelompok tersebut meningkat, demikian
pula beban kerja adminstratifnya, para manajer akan membutuhkan waktu yang lebih
banyak untuk melakukan hal-hal seperti membuat rencana, melakukan koordinasi,
menyusun staf dan membuat anggaran. Yang kesemuanya diarahkan untuk mencapai
kinerja organisasi melalui pencapaian kinerja para karyawan (SDM). Bahkan yang
harus diperhatikan makin besarnya konflik yang harus dikendalikan.
3. Interdependensi Lateral
Tanggung jawab seornagn manajer dan subunit tertentu akan bergantung pada
subunit lainnya dalam organisasi yang sama (“Independensi Lateral”) atau pada
kelompok eksternak akan cukup banyak mempengaruhi perilaku pemimpin. Pada saat
interdependensi denga sub unit lainnya meningkat, koordinasi menjadi semakin
penting namun juga sering menjadi lebih sulit bagi para manajer sub unit untuk
bersama-sama menyesuaikan rencana, jadwal serta aktifitas, karenanya
interdependensi lateral mungkin menjadi ancaman internal bagi sub unit tersebut
karena kegiatan rutin harus lebih sering dimodifikasi agar dapat memenuhi kebutuhan
sub unit lainnya, yang mengakibatkan hilangnya otonomi dan stabilitas. Penting
menjadi perhatian yang serius bagi para manajer dalam mencapai kinerja sebab saat
interdependensi lateral meningkat, kegiatan eksternalmanajer atau pemimpinmenjadi
lebih penting dimana para manajer menggunakan lebih banyak waktunya dalam
interaksi lateral, untuk membangun hubungan kerja dengan kontak-kontak dibagian
lain dari organisasi.
Peran manajer dalam hubungan lateral ini meliputi fungsi-fungsi seperti
mungumpulkan informasi dan sub unit lainnya, memperoleh bantuan dan kerja sma
dengan merka, melakukan negosiasi untuk memperoleh persetujuan, mencapai
keputusan bersama untuk mengkoordinasikan kegiatan unit, mempertahankan
kepentingan unit, mempromosikan citra yang menguntungkan bagi unit dan bertindak
sebagai unit komunikator para stafnya. Sejauh mana manajer menekankan masing-
masing kegiatan tersebut tergantung pada sifat hubunan lateral tersebut. Bahwa untuk
mempertahankan usaha kerjasma, para manajer yang mempunyai kegiatan kerja yang
saling terkait cenderung untuk menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan masing-
masing. Semakin banyak jumlah teman kerja dengan siapa seorang manajer harus
berhubungan secara teratur, semakin sedikit tanggapan manajer tersebut terhadap
keinginan karyawannya/staff.
Untuk melaksanakan tugas yang sulit atau untuk dapat bertahan dalam
lingkungan yang cenderung konflik harapan peran bagi pemimpin tersebut cenderung
akan berubah dalam cara yang dapat diprediksi. Dalam keadaan demikian, para
karyawan mengaharapkan manajer tersebut akan lebih tegas, memberikan petunjuk
dan menentukan langkahnya, agar memperlihatkan inisiatif dalam mendefinisikan
10. masalah mengidentifikasi solusi, mengatur tanggapan kelompok terhadap krisis
tersebut, tetap memberikan informasi kepada kelompok mengenai peristiwa yang
terjadi. Para manajer yang dinilai efektif lebih cenderung menggunakan konsultasi
dalam situasi non-krisis dibanding dengan cara manajer yang kurang efektif, dan
kurang cenderung menggunakanya dalam situasi krisis organisasi bergerak melalui
baur hidup yang sama seperti organisme biologis, dengan tahapan kelahiran, tahap
pertumbuhan, tahap kejenuhan, dan tahap kemunduran atau tahap hidup baru
(revitalisasi), begitu pula kinerja para karyawan akan melewati daur hidup untuk itu
dengan menguji jenis proses apa yang penting pada setiap tahapnya kita
dimungkinkan untuk mengidentifikasikan tuntutan, kendala, serta pilihan akan
perubahan perilaku manajemen dan karyawan dalam kaitanya dengan kinerja. Dalam
banyak kasus sering terjadi suatu tindakan yang seharusnya dilakukan guna membuat
para manajer menjadi bagian dari manajemen atau mengusahakan agar mereka merasa
sebagai anggota manajemen terabaikan. Oleh karena itu Top Manajemen perlu
memperhatikan faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut meliputi misalnya : balas
jasa yang “ cukup”, diakuinya kinerja (perfomance) individual, arus informasi
manajemen untuk menciptakan komunikasi manajemen “timbal balik” ataupun
pendidikan dalam bidang propesi manajemen lainya. Kesemuanya itu merupakan
suatu proses.
F. EFEKTIFITAS DAN TUJUAN MANAJEMEN KINERJA
Manajemen dan pengelolaan kinerja merupakan aktivitas penting yang perlu
dilakukan oleh setiap organisasi yang ingin mencapai sasaran bisnisnya dengan efektif
program ini memiliki konsekuensi bagi individu dan organisasi, mengapa demikian?
Karena penilain kerja yang keliru akan berakibat pada kekeliruan dalam menilai dengan
menghargai kinerja yang buruk dan tidak menghargai kinerja yang baik. Bagi individu
kinerja memiliki konsekuensi terhadap hubunganya dengan organisasi, seperti perilaku
ditempat kerja. Karenanya aktivitas pengelolaan kinerja tersebut mencangkup :
a.Mendefinisikan penilaian kinerja, b.Mengukuir kinerja, c.Umpan balik kinerja.
Oleh karena itu begitu kompleknya pengelolaan kinerja dalam suatu organisasi
setiap manajer dituntut untuk memahami tentang manajemen kinerja, seperti berbagai
faktor hal yang terkait dan penting dalam kaitan membangun kinerja., beberapa hal yang
penting dipertimbangkan dalam manajamen kinerja adalah sebagai berikut : a.
Mengendalikan indikator-indikator kinerja yang relevan dengan kebutuhan organisasi
terutama melalui analisis pekerjaan, b. Penilaian kinerja (perfomance appraisal) hanyalah
salah satu cara dalam pengelolaan kinerja, c. Organisasi perlu melaukan umpan balik
kinerja sehingga dapat memotivasi karyawan untuk mencapai hasil sesuai sasaran yang di
tetapkan.
Dalam hal demikian efektifitas dalam pencapaian tujuan organisasi sangat
ditentukan olegh efektifitas pencapaian individu/karyawan dan kelompok. Organisasi
yang mampu mencapai efektivitas berarti pula akan memiki daya saing organisasi dalam
jangka panjang. Pengelolaan manajemen sumber daya strategis diperlukan untuk
mendorong efektifitas pelaksanaan pekerjaaan karyawan sehingga tercapai efektifitas
organisasi dalam jangka panjang.
Manajemen kinerja merupakan salah satu program pengelolaan sumber daya
manusia strategis yang memiliki arti penting dari sudut pandang karyawan dan organisasi.
Dari sudut pandang organisasi, program ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan,
11. sebab organisasi memiliki kepentingan untuk memastikan kesesuaian antara hasil kerja
staff/karyawan dengan tanggung jawab dan peran yang tercermin dalam deskripsi
pekerjaaan yang mendorong pencapaian sasaran organisasi. Dengan adanya penilaian
kinerja maka dapat diidentifikasikan perbedaan konstribusi yang diberikan karyawan
kepada organisasi yang akan mempengaruhi kebijakan dalam pengembangan SDM dan
peran serta tanggung jawab para manjer/pimpinan dalam suatu perusahaan/organisasi.
Dari sudut pandang karyawan, program ini merupakan hak yang selaknya diterina
sebagai konsekuensi penerimaan tanggung jawab, sehingga dapat mengukur kemampuan
dengan bekal potensi dan kompetensi yang mereka miliki. Pemgelolaan/manajemen
kinerja yang efektif akan mampu membangun perilaku yang sesuai harapan organisasi,
seperti sikap, kepuasan, komitmen dan kesadaran pengembangan diri. Hal tersebut perlu
menjadi pweerhatian para manjer dalam setiap kebijakan operasionalnya. Keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi dan seberapa besar efektifitas dicapai akan tergantung pada
karyawan (SDM) dan bagaimana manajer mampu mengendalikan.
G. TUJUAN DAN ASPEK KEBIJAKAN KINERJA
Sistem dalam manajemen dan pengelolaan kinerja secara konseptual dalam
banyak kegiatan organisasi/bisnis pada dasarnya memiliki tiga (3) tujuan sebagai
berikut :
1. Tujuan Strategis
Yang pertama dan yang paling penting dalam sistem manajemen kinerja
adalah perlumya keterkaitan antara aktivitas karyawan dan tujuan organisasi. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah mendefinisikan kriteria hasil, perilaku dan
faktor pendukung lain, luiar, sifat-sifat pekerja yang diperlukan dan melaksanakan
strategi itu kemudian mengembangkan sistem pengukuran dan sistem umpan balik
yang akan memaksimalkan keterlibatan karyawan yang akan ditunjukan dengan
perilaku dan hasil. Untuk mencapai semua ini diperluksn sistem yang fleksibel,
karena pada saat diperlukan perubahan tujuan dan strategi, maka perilaku dan
karakteristik karyawan yang diperlukan juga berubah secara berkesinambungan.
Dalam banyak kasus penelitian menunjukan masih sedikit dari perusahaan yang
diteliti menggunakan sistem pengelolaan dan penilaian kinerja dalam mencapai tujuan
perusahaanya, terutama yang difokuskan pada tujuan pengembangan (developt) dan
perubahan untuk peningkatan (improvement). Kecenderungannya masih pada tujuan-
tujuan yang bersifat administratif.
2. Tujuan Administratif
Perusahaaan/organisasi menggunakan informasi pengelolaaan kinerja untuk
berbagai kebijakan administratif, seperti administrasi pengajian (kenaikan gaji),
promosi, mempertahankan dan memberhentikan karyawan, pemberhentian karyawan
sementara dan penghargaan kinerja individu. Pengelolaan kinerja yang efektif akan
tercapai apabila hasil memiliki konsekuensi pada umpan balik, sistem reward
(penaikan gaji) dan keputusan lain. Seringkali banyak persepsi dari sebagian manajer
SDM bahwa program ini tidak penting, karena hanya sekedar memenuhi persyaratan
12. administratif saja. Bahkan mereka merasa tidak nyaman mengevaluasi dan
menyampaikan hasil evaluasi kepada para karyawanya, karena mereka cenderung
memberikan penilaian kinerja kepada karyawan timggi atau penting tidak rata-rata
dengan cara hanya dengan justifikasi dan tidak menggunakan indikator secara jelas.
Padahal hasil penilaian kinerja sangat penting bagi perencanaan dan pengembangan
SDM diwaktu yang akan datangb sehingga program ini tidak sekedar memenuhi
persyaratan administratif tapi memiliki arti yang lebih strategis.
3. Tujuan Pengembangan
Tujuan ketiga dari penilaian kinerja adalah mengembangkan karyawan secara
efektif pada pekerjaan mereka. Ketika karyawan tidak mampu menunjukkan hasil
kerja sesuai harapan yang seharusnya diharapkan maka organisi perlu
menyelenggarakan program pengembangan karyawan. umpan balik yang diberikan
setelah proses evaluasi kinerja sering kali menyalahkan sepenuhnya pada kelemahan
yang di miliki karyawan. Idiealnya sistem manajemen kinerja yang baik tidak hanya
mengidentifikasi aspek-aspek kelemahan karyawan, saja tetapi juga faktor yang
menyebabkan kelemahan tersebut seperti kurangnya keahlian, masalah motivasional
dan halangan yang dirasakan karyawan. Manajer seringkali enggan jika harus
menyampaikan hasil kinerja karyawan yang belum baik karena sering menimbulkan
konfrontasi. Akibatnya dengan memberi skor tinggi pada semua karyawan. Jika hal
ini terjadi maka esensi evaluasi kinerja belum tercapai.
Bebagai aspek yang mendasar dalam masalah kinerja masalah karyawan/SDM
dalam banyak hal menunjukkan suatu varitas yang sangat komplek pada suatu
organisasi/perusahaan. Kompleksitas kinerja yang dicapai karyawan/SDM karena
menyangkut terhadap karakteristik dan perilaku individu yang berinteraksi dengan
lingkungan sehingga seringkali tidak dapat secara pasti untuk ditetapkan dan
diprediksikan.
Dalam kaitan tersebut perlu menjadi perhatian manajer harus mempunyai
kesempatan dalam mencermati anggota kelompoknya (karyawan) dan mengusahakan
agar para karyawan merasa sebagai anggota manajemen terabaikan.oleh karenanya
setiap manajer perlu memperhatikan banyak faktor yang terkait pada setiap karyawan.
Seperti yang menyangkut value (nilai, harapan (expectation), komunikasi, balas jasa,
informasi timbal balik dan kinerja individual.
Pertanyaannya bagaimana manajer melakukan hal tersebut, manajer harus
cukup memiliki kesempatan dan mengarah terhadap pemikirannya untuk
menghasilkan konsep dalam langkah kebijakan oprasional. Pemikiran dan perhatian
para manajer harus diarahkan pada suatu tindakan bagaimana kinerja dicapai,
dorongan apa untuk mencapai. Pemikiran konseptual ini akan menjadi landasan
kebijakan bagaimana manajemen kerja untuk dilakukan. Beberapa pertanyaan yang
perlu menjadi dasar dalam pemikiran kebijakan manajerial (mind set) para manajer
13. bagaimana manajemen kinerja dialakukan sehingga kinerja karyawan (SDM) dapat
dicapai, berbagai konsepsi pertanyaan, harus dikemas sebagai kebijakan seperti:
a. Bagaimana manajemen kinerja dihubungkan dengan upah kinerja?
b. Bagaiman manajemen kinerja dapat digunakan untuk memberdayakan staff?
c. Bagaiman cara bekerja dalam sistem yang buruk diperusahaan?
d. Apakah staff yang merancang sendiri standar dan target mereka, tidakkah mereka
akan menentukan standar dan target ang terlalu rendah atau terlalu tinggi?
e. Apakah yab harus dilakukan dalam berbagai aspek?
f. Persaiapan macam apa yang dibutuhkan karyawan untuk membuat sistem
manajemen kinerja berjalan?
H. HUBUNGAN IMBALAN DAN UPAH DENGAN KINERJA
Suatu hal yang sering tidak tepat adalah keputusan melepaskan tujuan
administratif dalam manajemen kinerja, tindakan tersebut seperti memberikan gaji
atau kompensasi yang lebih tinggi bagi karyawan yang menunjukan kinerja lebih
baik/tinggi, diharapakan akan merangsang tumbuhnya kinerja untuk membuat
staff/karyawan lebih produktif. Tindakan keputusan demikian dalam manajemen perlu
diperhatikan karena dalam banyak hal praktek hal manajemen terhadap kebanyakan
sistem upah kinerja perseorangan mempunyai efek-efek positif maupun negatif,
seperti :
- Upah kinerja mungkin memotivasi beberapa orang, tetapi mengganggu dan
membuat marah orang lain.
- Sangat sulit membuat sistem yang disepakati oleh semua sebagai sistem yang adil.
- Upah kinerja cenderung meletakkan manajer dan karyan pada pihak yang
berlawanan, kadang-kadang hal itu menyulitkan kerjasama.
Sangat banyak tindakan dari keputusan manajemen dalam pengelolaan kinerja
sering menjadi kebijakan yang kurang tepat terhadap kinerja karyawan. Ketika kinerja
didukung dengan keputusan untuk memberikan gaji atau imbalan yang tinggi bagi
mereka yang menunjukan kinerja lebih baik. Menghubungkan manajemen kerja
dengan kebijakan kompensasi memang dilihat pada pemikiiran logis dan menjadi
kewajiban bagi suatu oraganisasi, karena secara administratif merupakan tujuan
khusus. Akan tetapi persoalannya apakah hal tersebut sudah dikaji dan cukup
diperoleh data dan informasi tentang penilaian/pengukuran kinerja staff/karyawan
secara efektif. Sebab jika tidak penentuan imbalan dengan mendasarkan kepada
kinerja sangat mungkin dapat menyebabkan efek negatif yang tidak terpikirkan.
Hal ini bisa terjadi jika sistem manajemen kinerja dan evaluasi kinerja sudah
dilakukan dengan cukup akurat, valid dan adil untuk digunakan menentukan tingkat
kompensasi karyawan. Sesungguhnya yang harus diperhatikan peraturannya para
manajer, bahwa suatu kinerja sekalipun dihasilkan oleh masing-masing karyawan.
14. Akan tetapi keberhasilan tersebut bukan semata individual, melainkan juga dari
kemampuan dan keberhasilan seluruh karyawan (SDM) dalam organisasi.
I. PEMBERDAYAAN STAFF (SDM) DAN SITEM PENGELOLAAN DALAM
MANAJEMEN KINERJA
Suatu kinerja yang diharapkan dari suatu organisasi dicapai harus melalui
proses dan interaktif dari semua karyawan/SDMnya. Oleh karenanya kinerja
karyawan yamg menjadi kontribusi terhadap kinerja organisasi harus dibangun
dengan memberdayakan semua karyawan yang ada. Sering dihadapi mengapa usaha
pemberdayaan staf mengalami kegagalan yang mengakibatkan mengakibatkan
kinerjapun tidak dicapai. Para manajer dalam banyak hal karena menuntut bahwa
stafnya (karyawan) ditetapkan untuk lebih banyak melakukan tugas dan tanggung
jawab, tanpa memahami tingkat pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya.
Pemberdayaan karyawan/staf tidak akan berhasil tanpa kemampuan aktif para
manajer untuk membimbing dan mengajarkan kepada mereka. Memberdayakan
karyawan/staf adalah memberikan pengetahuan dan kemampuan agar staf memiliki
keterampilan dalam mengambil keputusan dan tindakan mencapai kinerja dengan
baik. Pemberdayaan karyawan tidak akan berhasil jika para karyawan tidak memiliki
tanggung jawab dan kelengkapan sebagai daya dukung yang mereka perlukan untuk
berhasil melaksanakan perkerjaan dan tanggung jawabnya.
Manajemen kinerja mendorong unutk melakukan komunikasi kinerja yang
berkesinambungan agar setiap karyawan tetap perhatian pada pekerjaanya. Hal ini
menjadi utama karena manajemen kinerja merupakan kunci dalam proses untuk
membangun dan memberdayakan melalui tindakan. Memberikan arahan kepada para
karyawan mengenai pekerjaan, bagaimana pekerjaan tersebut berhubungan dengan
nilai-nilai perusahaan, prinsip-prinsip dan berbagai kebijakan, kesemuanya harus
dilakukan dan terjadi melalui perencanaan kinerja secara berkesinambungan. Seperti
yang dinyatakan oleh Bacal (1999) : Manajemen kinerja sebagai proses komunikasi
yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan
dan atasan langsungnya. Proses tersebut mencangkup kegiatan-kegiatan yaitu
mebangun harapan yang jelas dan pemahaman mengenai pekerjaan yang dilakukan,
sebagai suatu sistem karenanya memiliki sejumlah bagian yang berkaitan sehingga
sistem ini dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan
pegawai/staf/karyawan.
Dengan demekian manajemen kinerjab merupakan sebuah cara dan pedoman
untuk merekayasa pemberdayaan dan pengambil keputusan terhadap tindakan-
tindakan pencapaian kinerja karyawan (SDM) dan organisasi. Manajemen kinerja
akan membantu para manajer untuk mengeliminasi tugas-tugasnya melalui
keterlibatan semua staf.
15. J. MANAJEMEN KINERJA MEMBANTU SISTEM KERJA YANG BURUK
Banyak kasus yang berhubungan dengan suatu sistem dalam menilai dan
menentukan kinerja diabaikan oleh para karyawan dan manajer karena
menggunakan sistem ranting. Hal yang berulang sering terjadi karena
dianggap tidak terjadi perubahan dan menyimpang dalam melakukan penilaian
kinerja. Jika hal ini terjadi maka sebagai pengambil keputusan organisasi
dinilai tidak memiliki kredibilitas yang cukup. Untuk itu perlu diperhatikan
dan dipahami bahwa manajemen kinerja adalah suatu proses bukan tindakan
terhadap sekadar penilaian, karenanya hendaknya harus selalu diingat, bahwa
dalam manajemen kinerja yang utama bukan melakukan pengisian formulir
penilaian kinerja, melainkan menciptakan pemahama bersama antara semua
staf dan para manajer tentang apa yang diharapkan tentang kinerja dan
bagaimana secara berkesinambungan terus memberdayakan.
Kredibilitas manajer akan rusak dan kinerja pun akan berantakan jika
manajer tidak cukup kapabel apalagi melakukan pekerjaan seolah berguna
sedangkan para karyawannya mengetahui bahwa hal tersebut adalah sia-sia.
Melihat hal demikian maka manajemen kinerja yang benar akan memberikan
perubahan dan perbaikan. Manajemen kerja bukanlah sekadar melakukan
evaluasi kinerja, melainkan suatu proses interaktif dalam memberdayakan dan
membangun kinerja dan hal itu menyangkut berbagai aspek perilaku
karyawan. Dengan demikian manajemen kinerja yang efektif mengkait banyak
aspek untuk memberikan arah dan landasan bagaimana proses tersebut dapat
berjalan efektif, seperti tindakan-tindakan penentuan standar kinerja target-
target apa akan mendorong berbagi persiapan para karyawan dan manajer
dalam menyusun perencanaan kinerja sejak awal dan melakukan pengendalian
kinerja secara efektif, sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh “Drucker” :
“An effective management must direct the vision and efforts of all managers
toward a common goal. It must ensure that the superior understands what to
expect of each of his subordinate managers. It must motivate each manager to
maximun efforts in the right direction. And while encouraging high standars of
workmanship, it must make the means to yhe end of business perfomance
rather than the ends in themselves”.
Manajemen yang efektif harus mengarahkan visi dan upaya semua
manajer kepada tujuannya. Ia harus memastikan bahwa tiap manajer
memahami hasil yang diinginkannya. Ia harus memastikan bahwa atasan
memahami apa yang dapat diharapkan di setiap bawahannya. Ia harus dapat
memotivasi manajer untuk melaksanakan upayanya ke arah yang benar.
Sementara mendorong tumbuhnya standar kinerja yang tinggi, ia juga harus
dapat menjadikan hal itu sebagai cara untuk mencapai keningkatan kinerja
organisasi daripada kinerja individu.
16. K. MODEL PENGELOLAAN KINERJA SDM SECARA ORGANISASIONAL
Dalam perjalanan panjang bagaimana hubungan tentang masalah individu,
perilaku dan pekerjaan terhadap masalah kinerja. Peneliti dalam bidang manajemen
sumber daya manusia dan psikologi industri selama bertahun-tahun telah mengambil
kesepakatan bahwa pemilaian kinerja SDM/karyawan merupakan suatu teknik
pengukuran kinerja terhadap kontribusi yang dilakukan karyawan dalam suatu
organisasi. Tujuan sistem pengukuran kinerja ini adalah umtuk mengukur kinerja
secara individual secara valid dan dipercaya, namun demikian kelemahan teknik ini
cenderung mengabaikan beberapa pengaruh penting proses pengelolaan kinerja. Oleh
karena itu gambar 1.4 akan memberikan kerangka kebijakan para manajer memahami
tujuan-tujuan utama pengelolaan kinerja sumber daya manusia dalam suatu
organisasi.
Gambar 1.4 Pengelolaan Kinerja Dalam Organisasi
Gambar 1.4 diatas menjelaskan atribut individual seperti keahlian,
kemampuan dan lain-lain yang merupakan faktur yang mempengaruhi kinerja.
Sebagai contoh pekerjaan dibidang penjualan suatu perusahaan menginginkan
seseorang yang memiliki keterampilan interpersonal dan pengetahuan tentang produk.
Keahlian ini ditransformasikan kedalam sasaran akhir melalui perilaku karyawan.
Karyawan dinilai cocok jika mereka mempunyai pengetahuan yang baik tentang
produk dan keterampilan interpersonal serta mampu menjelaskan kelebihan dan
variasi dengan sabar dan ramah dinilai memegang jabatan ini. Sebaliknya karyawan
yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan produk atau tidak memiliki
keterampilan interpersonal tidak akan mampu melakukan pekerjaan dengan efektif.
Sasaran hasil harus terukur hasil yang nampak dari pekerjaan (tangible) dan memiliki
pengaruh yang baik dalam perilaku kelompok.
Komponen penting lain dalam model pengelolaan kinerja adalah strategi
organisasi. Hubungan pengelolaan kinerja dann strategi organisasi seringkali
diabaikan. Divisi, departemen-departemen, kelompok kerja dan individu dalam
organisasi harus menghubungkan aktivitas mereka dengan strategi dan tujuan-
tujuannya. Ketidaksesuaian aktivitas dengan strategi dan tujuan mengakibatkan
pencapaian hasil akhir yang kurang optimal. Keterkaitan menjadi semakin diperlukan
dengan menerapkannya dari sistem perencanaan dan evaluasi kinerja
(PPE/Perfomance planning evaluation).
Sistem ini bertujuan mengontrol kesesuaian kinerja dengan strategi bisnis dengan
berfokus pada permulaan periode evaluasi dari jenis dan tingkatan kinerja yang hasru
dilaksanakan untuk mencapai strategi tersebut. Pada akhir evaluasi, individu dan
kelompok dievaluasikan berdasarkan kemampuan mereka dalam menunjukan hasil
sesuai rencana. Idealnya sistem pengelolaan kinerja mendorong pelaksanaan aktivitas
semua tujuan strategis organisasional.
17. Kendala situasional merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam
sistem pengelolaan kinerja, dimana budaya dan sistem nilai masyarakat merupakan
faktor yang mempengaruhi perilaku karyawan yang penting di pertimbangkan
organisasi dalam melakukan pengelolaan kinerja. Untuk itu karyawan memiliki
keahilan-keahlian dan terus di dorong untuk dikembangkan mencapai kinerja.
Kadang-kadang budaya dan lingkungan di dalam organisasi tidak mendorong
karyawan untuk melakukan tindakan-tindakan yang efektif. Hal ini terjadi karena
normal kelompok kerja sering di akui dan dinyatakan dari apa yang dilakukan oleh
anggota kelompok dan yang mereka hasilkan. Sebaliknya beberapa orang tidak ter
motivasi untu menunjukan kinerja secara baik. Kondisi tersebut ini selalu terjadi jika
karyawan tidak percaya bahwa kinerja yang ditunjukan akan mempengaruhi harapan
seperti kenaikan pangkat dan sebagainya yang menyebabkan bagi karyawan merasa
tidak mencapai harapannya dan merasa tidak puas.
Seperti yang dijelaskan dalam gambar 1.4 sebelumnya bahwa dalam sistem
pengelolaan kinerja organisasi efektif maka diperlukan identifikasi mengenai
indikator kinerja yang tepat dan terukur (seperti perilaku,penjualan). Oleh karena itu,
sistem pengelolaan yang efektif harus menghubungkan indikator kinerja dengan
persyaratan yang diperlukan secara internal yaitu tentang harapan kinerja para
staf/karyawan (SDM) dan eksternal yaitu pelanggan sehingga dengan pengelolaan
kinerja diharapkan para manajer dapat memberikan fungsi strategis. Hal ini sangat
diperlukan karna motivasi tidak mudah untuk diwujudkan tanpa memahami masalah
yang di hadapi para karyawan dalam aktivitas dengan pekerjaannya, seperti terlihat
pada gambar 1.5 berikut.
L. BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KINERJA
(VARIABLES AFFECTING JOB PERFOMANCE)
Manajer sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab untuk melakukan
analisis dan pengamatan atas sikap dan tindakan para karyawan/stafnya dalam kerja.
Kinerja SDM pada dasarnya mempengaruhi secara langsung oleh beberapa variable,
baik itu individu atau sendiri, kondisi lingkungan maupun organisasi yang bersifat
komplek dengan kondisi pengalaman kerja masing-masing. Setiap variabel pun
mencakup berbagai sisi sosial, budaya, demografi, dan lain-lain. Sementara di suatu
organisasi perilaku kebijakan umum bagi organisasi tersebut, apakah sistem reward
nya, pola kerja dan lainnya.
Beberapa variabel yang menunjang/mempengaruhi kinerja tersebut adalah :
1. Spesifikasi kinerja (perfomance specifications)
Spesifikasi kinerja merupakan arah tentang jawaban atas beberapa
pertanyaan :
- Apakah standar kinerja tersedia ?
Harus ada standard kinerja dalam suatu organisasi sehingga apapun
visi dan misi dari organisasi tersebut akan tercapai.
18. - Diharapkan pekerja atau karyawan tahu akan hasil apa yang akan
dicapai dan apa standar kerja atau karyawan yang digunakan untuk
memudahkan kayrawan/staf dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya.
- Staf/karyawan harus menyadari bahwa standard kerja yang
disepakati dapat terwujud.
2. Tugas/tanggung jawab yang saling terkait (task interference)
- Apakah staf/karyawan dapat dengan mudah mengingat akan tugas-
tugasnya. Artinya bahwa staf harus bertanggung jawab penuh
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya untuk dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
- Prosedur yang diberlakukan juga harus relevan/masuk akal.
- Sumber daya yang tersedia benar-benar menunjang pekerjaan, baik
itu yang disediakan, peralatan-peralatan yang akan menunjang
kelancaran kerja, karyawan yang bisa bekerja sama dan informasi
yang lancar guna melaksanakan system manajemen di organisasi
tersebut.
Ketiga point diatas sangat saling berkaitan satu dengan lainnya yang
merupakan ilustrasi hubungan antar variable sumber daya manusia
yang efektif dengan kinerja yang tersedia dan harus mampu memahami
adanya perbedaan-perbedaan terhadap individual, meskipun akhirnya
perbedaan tersebut harus bisa diadaptasikan dengan lingkungan kerja.
3. Konsekwensi (consequences)
- Ada dampak secara keseluruhan untuk menunjang penampilan
kinerja yang diinginkan ? adapun dampak kinerja secara
keseluruhan akan tercermin dari bagaimana manajemen mampu
memahami kondisi organisasi dengan tersedianya job description
yang mudah dipahami dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas
penunjang terhadap kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.
- Dari sudut pandang pekerjaan, apa dampak yang paling berarti bila
TIDAK tersedia SDM.
Mustahil suatu organisasi dapat berjalan lancar dengan system
manajemennya bila tidak tersedianya sumber daya manusia. Alat
pendukung bukan satu-satunya the way untuk keberhasilan system
manajemen, brain sangat mempengaruhi untuk memanage alat
pendukung. Karenanya sangat dibutuhkan sumberdaya manusia
yang cerdas, terampil, cakap, berwibawa bagi kelancaran system
managemen suatu organisasi dan sumber daya manusia yang
handal juga akan menghindari terjadinya distorcy dalam suatu
organisasi.
- Dampak bila SDM yang tersedia “TEPAT”
19. Win-win solution adalah jawabannya yang tepat bagi organisasi
yang berhasil menata SDM nya, sehingga the right man on the right
place pasti berlaku disini.
Dalam sebuah organisasi inilah yang diperjuangkan sehingga bila
mengeluarkan dana, fikiran dan tenaga yang sesuai dilakukan
untuk mendapatkan SDM yang tepat, dimulai dari awal recruitment
sampai dengan penempatan posisi dan nantinya akan dilakukan
evaluasi yang sifatnya bukan untuk menghukum tapi untuk
mendapatkan penempatan sumber daya manusia yang sesuai
kebutuhan organisasi.
4. Hubungan timbal balik/hubungan dua arah (feedback)
Ini sangatlah diperlukan guna menghindari kesalah pahaman dalam suatu
organisasi terhadap staf dan sekaligus mereka akan mengetahui akan
kapasitas dirinya sebagai staf sehingga diharapkan :
- Para pekerja menerima hasil evaluasi kerjanya.
Disini pimpinan harus menginformasikan kembali kepada stafnya
tentang hasil kinerja karyawan tersebut, agar mereka tahu apa yang
harus diperbaiki untuk kedepannya dan dengan harapan mereka
tidak begitu puas dengan hasil kerja yang sudah dicapai.
- Apakah informasi yang mereka terima itu relevan, akurat, tepat
waktu, dapat diterima dan membangun.
Dalam memberikan penilaian terhadap karyawan harus
mempergunakan alat ukur paling tidak seperti yang tertera di atas,
sehingga para staf dapat mengetahui tentang hasil kinerja mereka
dan itu merupakan suatu kepuasan bila dilakukan secara
transparan.
Bila ternyata faktor tersebut ada dalam diri staf atau sebaliknya
maka alternatif untuk kembali diberikan training atau pelatihan,
penghargaan dan sebagainya merupakan kompensasi yang harus
mereka terima.
- Relevan, berarti dapat mengerjakan tugas-tugas sesuai dengan
perintah lisan maupun tulisan tanpa melakukan kesalahan.
- Akurat, informasi yang lengkap dengan data-data yang diterima,
mudah dimengerti dan dilaksanakan.
- Tepat waktu, bahwa segala tugas-tugas akan dilaksanakan on time
sesuai dengan kapan saat tugas itu diperlukan, tersedia sehingga
tidak ada keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan.
- Contructive, dalam memberikan tugas harus sesuai dengan
kemampuan staf sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
baik dan bisa memotivasi mereka untuk mau berprestasi.
- Mudah dimengerti, tidak terbelit-belit dalam memberikan intruksi,
lugas dan gugur sehingga apapun keputusan yang diberikan
pimpinan akan mudah diterima staf.
20. 5. Pengetahuan dan keahlian (knowledge/skill)
Variabel ke 5 ini seharusnya diterapkan disetiap organisasi, agar setiap
karyawan itu akan bekerja sesuai dengan profesi masing-masing dengan
memiliki pengetahuan dan keahlian untuk mencapai kesuksesan dalam
suatu organisasi sehingga akan muncul pertanyaan-pertanyaan :
- Apakah para pekerja mempunyai keahlian dan pengetahuan yang
diperlukan ?
Ini yang seharusnya menjadi suatu kelaziman suatu organisasi guna
merekrut karyawan untuk bekerja dalam suatuinstansi/organisasi
sehingga untuk kelangsungan organisasi tersebut pimpinan hanya
menambah bekal-bekal ilmu lainnya yang dibutuhkan sesuai job
discribution stafnya.
- Apakah para pekerja menyadari mengapa kinerja yang diinginkan
penting untuk menunjang pekerjaan ?
Wajar bila staf mengetahui hal ini sehingga para staf atau pekerja
akan paham betul apa tugas-tugas yang telah dibebankan padanya
untuk diselesaikan tepat pada waktunya. Kesemuanya tersebut
berguna untuk menunjang kelancaran manajemen dalam suatu
organisasi.
6. Kemampuan individu (individual capacity)
Kemampuan ini terlihat, apakah secara fisik, mental, emosional karyawan
mampu menunjang pekerjaan ? Pertanyaan ini klasik terdengar, kenapa
tidak, pastinya suatu organisasi akan memilih kriteria seperti yang tersebut
di atas. Karenanya suatu organisasi yang memiliki staf dengan mental
bobrok, fisik yang tidak mendukung (sakit-sakitan), suka mencuri dan sifat
jelek lainnya, maka lambat laun hancurlah organisasi tersebut. Karenanya
secara keseluruhan siapapun oknum yang melakukan tindakan kejahatan
apapun bentuknya harus diberikan sangsi sesuai kejahatan yang dilakukan.
Dengan memahami berbagai variable diatas manajer akan dan harus
melihat dan memahami setiap peilaku invidu karyawan, larena perilaku
individu menunjukan spesifikasi yang juga berpengaruh terhadap kinerja.
Variabel-variabel diatas tadi apabila dikaitkan dengan spesifikasi
individual maka seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.7. Variable-
variable yang mempengaruhi kinerja tersebut memiliki keterkaitan yang
erat antar input-proses-output. Terjadinya input dan proses yang relevan,
diharapkan akan mendapatkan output yang sesuai dengan tujuan organisasi
sehingga proses berjalannya aktifitas organisasi tersebut diharapkan
menghasilkan kepuasan baik terhadap staf/karyawan, pimpinan, organisasi
itu sendiri dan pihak luar terkait (out put).