2. Introduction
Model stokastik adalah sebuah model statistik yang dapat digunakan ketika permintaan produk atau
variabel lainnya tidak diketahui, tetapi dapat dispesifikasikan dengan menggunakan sebuah distribusi
probabilitas.
Pada Model Stokastik disebut juga model probabilistik peluang dari masing-masing kejadian benar-
benar di hitung, menyusun sebuah model stokastik cenderung lebih sulit dari model deterministik.
Permasalahan dalam persediaan probabilistik adalah adanya permintaan barang tiap harinya tidak
diketahui sebelumnya, informasi yang diketahui hanya berupa pola permintaannya yang diperoleh
berdasarkan data masa lalu. Dalam model persediaan probabilistik yang menjadi pusat perhatian adalah
analisis perilaku persediaan barang selama lead time.
Contoh model stokastik adalah teori antrian dan teori permainan, dimana ini merupakan
pengembangan dari riset operasi modern
3. Two Content Layout with Table
Berkenaan dengan karakteristik persoalan yang hendak diselesaikan dengan pendekatan OR,
maka dibedakan dua jenis permasalahan:
(1) Deterministik, dicirikan oleh nilai-nilai parameternya yang pasti dan time-invariant,
(2) Stokastik, dicirikan oleh ketidakpastian nilai parameter-parameternya dan time-variant.
Contoh penerapan pemodelan stokastik adalah :
Rantai markov dengan waktu diskret, proses poisson, rantai markov dengan waktu kontinu,
proses bercabang dan proses pembaruan dan penerapannya.
4. Akibat dari hal tersebut, maka terdapat tiga
kemungkinan yang dapat terjadi pada model
probabilistik persediaan barang, yaitu :
1. Tingkat permintaan barang selama lead time konstan, namun
waktu pengiriman barang berubah-ubah.
2. Waktu pengiriman barang konstan, namun tingkat permintaan
barang selama lead time berubah-ubah.
3. Tingkat permintaan barang selama lead time dan waktu pengiriman
barang berubah-ubah.
5. 1. The Newsboy Problem
▪ Permasalahan Newsboy ( The Newsboy Problem) adalah Salah
metode klasik Metode yang digunakan untuk pengendalian
persedian probalistik.
▪ Permasalahan item tunggal Newsboy adalah menentukan kuantitas
item yang dapat diperoleh dalam satu periode. Biaya pembelian
C/unit, pendapatan penjualan R/unit, periode demand D merupakan
variable random kontinu (r,v) dengan fungsi density g (.)dan distribusi
kumulatif G(.) di akhir periode, unit yang tersisa menimbulkan biaya
kelebihan H/unit. Jika persediaan tidak mencukupi untuk memenuhi
permintaan selam periode tersebut, S/unit sebagai biaya
kekurangan.
6. Lanjutan..
Kebanyakan penelitian dalam kasus newsboy mempertimbangkan optimalisasi hanya
dengan performance pengukuran tunggal. Bagaimanapun optimalisasi dengan
pengukuran tunggal belum tentu merupakan solusi tepat untuk beberapa kasus yang
alin. Oleh karena itu digunakan lebih dari satu performance pengukuran.
Pertimbangan penggunaan dual performance measures untuk menentukan kuantitas
pemesanan optimal yang dapat memaksimalkan keuntungan berdasarkan batasan
dengan probabilitas untuk mencapi tingkat keuntungan yang ditargetkan tidak
kurang dari tingkat resiko awal. Selanjutnya juga dipertimbangkan dua kasus diskon,
yaitu all-unit diskon dan incremental diskon.
Model All Unit Diskon dengan Biaya Kekurangan (S>0)
Untuk kuantitas pemesanan Q, jika A adalah penjualan actual, maka A = min {Q,D}.
Selama demand D merupakan variable random, A juga variable random. Keuntungan
stokastik untuk kasus S>0 adalah
Z(Q,D)= (R+H+S)A-S D- (C+H)Q
7. Lanjutan..
Umumnya permasalahan utama newsboy adalah menetukan kuantitas pemesanan optimal yang dapat
memaksimalkan ekspektasi keuntungan. Dalam kasus ini kuantitas pemesanan optimal Q* adalah
Q*= G-1{(r-C+s)/(r+h+s)}
untuk demand berditribusi discrete uniform, kuantitas pemesanan optimal menjadi :
Q*= G-1(U)
Q*= L+[(U-L+1)u]
Q*= L+[(U-L+1){(R-C+S)/(R+H+S)}]
L = min xk
U = max xk
Dimana:
L= kuantitas penjualan minimum
U=kuatitas penjualan maksimum
8. 2. Single-period stochastic demand
Model kebijakan ini hampir sama dengan kebijakan continous review , perbedaannya dalam kebijakan
ini, pengambilan persediaan dilakukan hanya sekali (pengurangan persediaan terjadi hanya sekali), dan
ketika tingkat persediaan mencapai reorder level, maka dilakukan pemesanan sebesar Q. Dalam kebijakan
ini, variabel Q dan r yang harus ditentukan untuk mencapai total biaya persediaan minimal.
Model kebijakan ini khususnya diterapkan pada dua jenis permintaan berikut:
▪ Permintaan item pada interval jarang
Jenis permintaan ini untuk item yang mengikuti model yang cepat berubah, kebutuhan komponen yang
jarang rusak serta suku cadang item tertentu untuk perawatan dan perbaikan.
▪ Permintaan tidak pasti untuk item yang berumur pendek pada interval yang sering
Permintaan seperti ini terutama untuk item-item yang cepat kadaluarsa (Koran, mjalah mingguan, kartu
natal)
Item dengan pemesanan tunggal memeiliki pola permintaan dengan periode penjualan (pemakaian)
terbatas. Item tersebut dipesan (baik dari supplier luar atau produksi sendiri) pada awal periode, dan tidak
ada kesempatan untuk pemesanan kedua selama periode tersebut. Jika permintaan periode tersebut lebih
besar dari jumlah yang telah dipesankan, maka akan kehilangan keuntungan.
9. 3. ROP atau Reorder Point
Sebelum menetukan reorder point nya akan dibahas terlebih dahulu
tentang ketidakpastian bahan baku yang kemungkinan akan dihadapi
perusahaan. Ketidakpastian ini timbul karena segala sesuatu yang telah
direncanakan perusahaan tidak berjalan sesuai dengan kenyataan.
Secara umum ketidakpastian ini akan dipisahkan menjadi dua macam :
(Marwan Asri, 1981)
▪ Ketidakpastian yang berasal dari dalam perusahaan
▪ Ketidakpastian yang berasal dari luar perusahaan
10. Ketidakpastian yang berasal dari dalam
perusahaan
Ketidakpastian timbul akibat dari penyerapan bahan baku yang tidak
sama dengan perencanaan pemakaian bahan baku yang telah disusun
sebelumnya. Faktor-faktor yang menjadi penyebab keadaan tersebut
antara lain karena adanya gangguan teknis dalam pelaksanaan proses
produksi, adanya pesanan kilat, kerja lembur, tidak dipenuhinya
standar kualitas bahan baku dan sebagainya.
11. Ketidakpastian yang berasal dari luar
perusahaan
Ketidakpastian ini timbul akibat faktor-faktor dari luar perusahaan. Dalam
melakukan pembelian (pemesanan) bahan baku, ada kalanya bahan yang
dipesan tersebut akan datang lebih cepat atau lambat dari waktu yang telah
disepakati bersama. Keduanya akan mendatangkan akibat yang tidak
menguntungkan bagi perusahaan. Untuk mengatasi ketidakpastian bahan
baku dari luar perusahaan harus dicari titik pemesanan kembali yang paling
optimal (reorder point = ROP). Namun sebelumnya harus dicari terlebih dahulu
waktu tunggu (lead time) yang tepat untuk bahan baku tersebut.
Adapun yang dimaksud reorder point adalah saat atau titik dimana harus
diadakan pemesanan lagi sedemikian rupa sehingga penerimaan atau
kedatangan material yang dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan di
atas safety stock sama dengan nol. Sedangkan lead time adalah jangka waktu
sejak dilakukannya pemesanan sampai saat datangnya bahan mentah yang
dipesan siap untuk digunakan dalam proses produksi. (Marwan Asri, 1981).
12. Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam penentuan reorder point adalah:
▪ Penggunaan meterial selama tenggang waktu mendapatkan barang
yaitu waktu dimana meliputi dimulainya usaha-usaha untuk
memesan barang atau meterial tersebut diterima dan ditempatkan
dalam gudang.
▪ Besarnya safety stock yaitu jumlah persediaan pengaman yang harus
ada untuk menjamin kelangsungan proses produksi.
13. Cara menentukan reorder point antara
lain dengan :
▪ Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan
persentase tertentu.
▪ Dengan menetapkan penggunaan selama lead time dan ditambah dengan safety
stock.
ROP = ( d x L ) + SS…………………………………………….persamaan 2.20
(Bambang Riyanto, 1994)
Keterangan :
ROP =Titik pesanan kembali
d = Penggunaan bahan rata-rata
L = Lead time rata-rata
SS = Safety stock
14. 4. Kebijakan Periodic Review (Sistem P)
Kebijakan ini bisa di sebut juga Sistem pengendalian dengan sistem P . Dalam
kebijakan ini, tingkat persediaan dipantau secara berkala atau berdasarkan interval
waktu tertentu (T) dan jarak antar dua pesanan adalah tetap. Apabila dalam akhir
periode T, tingkat persediaan masih sangat tinggi, melebihi ekspektasi tingkat
pemesanan, maka tidak ada tindakan yang diambil.
Sebaliknya, apabila tingkat persediaan pada akhir periode T sama dengan atau
kurang dari ekspektasi tingkat pemesanan, maka akan dilakukan pemesanan sampai
maksimum tingkat persediaan yang diijinkan. Dengan kata lain, setiap kali pesan
jumlah yang dipesan sangat bergantung pada sisa persediaan pada saat periode
pemesanan tercapai; sehingga setiap kali pemesanan dilakukan, ukuran lot pesanan
tidak sama. Permasalahan dalam kebijakan ini adalah terdapat kemungkinan
persediaan sudah habis sebelum periode pemesanan kembali belum tercapai.
Akibatnya, safety stock yang diperlukan relatif lebih besar. Safety stock dalam
system atau kebijakan ini tidak hanya dibutuhkan untuk meredam fluktuasi
permintaan selama lead time, tetapi juga untuk seluruh konsumsi persediaan.
15. Lanjutan..
Kebijakan ini relatif tidak memerlukan proses administrasi yang banyak, karena periode pemesanan
sudah dilakukan secara periodik. Untuk memudahkan implementasinya, digunakan visual review
system dengan metode yang disebut One Bin System:
– Dibuat Bin yang berisikan jumlah inventory maksimum.
– Setiap kali periode pemesanan sampai tinggal dilihat berapa stock tersisa dan pemesanan dilakukan
untuk mengisi Bin penuh.
Kebijakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :Jika,
Ii = tingkat persediaan saat akhir periode i
r = reorder level
R = maksimum tingkat persediaan
Qi = jumlah pemesanan saat periode i (R-Ii)
Maka :
Qi =
Berdasarkan variabel-variabel di atas, maka keputusan penentuan R,r,T harus dilakukan dengan cepat
dan tepat, sehingga total biaya persediaan akan minimal.
Kebijakan ini dapat digambarkan seperti dalam gambar berikut
16. 5. Kebijakan Continues Review (Sistem Q)
Dalam kebijakan ini, tingkat persediaan dipantau secara terus-menerus dan
pemesanan dilakukan pada sembarang waktu asalkan jumlah persediaan
telah mencapai titik pemesanan (reorder point). Perbedaan kebijakan ini
dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya adalah pada akhir periode T, order
mungkin dilakukan, tetapi mungkin juga tidak dilakukan, tergantung dari
tingkat persediaannya. Dapat dismpulkan, bahwa kabijakan ini tidak
tergantung pada panjang periode yang digunakan, tetapi tergantung pada
tingkat persediaan yang terjadi.
Kebijakan ini memecahkan persoalan persediaan probabilistik dengan
memandang bahwa posisi barang yang tersedia di gudang sama dengan
posisi persediaan barang pada sistem determistik dengan menambahkan
cadangan pengaman (Safety Stock). Pada prinsipnya sistem ini adalah hampir
sama dengan model inventory probabilistik sederhana kecuali pada tingkat
pelayanannya. Kalau pada model inventory probabilistik sederhana tingkat
pelayanan ditetapkan sedangkan dalam Sistem Q tingkat pelayanan akan
dicari optimalisasinya.
17. Lanjutan..
Pada kebijakan ini setiap kali pemesanan dilakukan dalam jumlah lot pesanan yang sama (karena itu
disebut metode Q). Untuk memudahkan implementasinya, sering digunakan visual review system dengan
metode yang disebut Two Bin System:
– Dibuat dua bin (tempat) penyimpanan; Bin I berisi persediaan sebesar tingkat reorder point; Bin II
berisi sisanya.
– Penggunaan stock dilakukan dengan mengambil isi Bin II; jika sudah habis artinya pemesanan harus
dilakukan kembali; sementara menunggu pesanan datang, stock pada Bin I digunakan
Asumsi yang perlu dperhatikan pada saat menggunakan metode pengendalian Sistem Q ini adalah:
– Biaya simpan per unit tetap
– Biaya setiap kali dilakukan pemesanan ulang adalah tetap
– Waktu tunggu tetap (dalam keadaan normal), sehingga keterlambatan bahan baku tidak ada
– Permintaan bahan baku bervariasi
– Setiap jenis item diperoleh dari penjualan yang berlainan
– Pembelian tidak mendapat potongan harga
– Kedatangan bahan yang tidak sekaligus akan menimbulkan biaya tambahan
Kebijakan ini dapat digambarkan seperti dalam gambar berikut
18. 6. Kebijakan Order Up to R
Kebijakan ini hampir sama dengan kebijakan periodic review,
perbedaannya dalam kebijakan ini, reoder level ditentukan sebesar R,
sehingga order sebesar Qi = R – Ii selalu dilakukan pada saat akhir
periode T. Dalam kebijakan ini, variabel R dan T yang harus ditentukan
untuk mencapai total biaya persediaan minimal.
19. 7. Kebijakan Base-Stock
Dalam kebijakan ini, reorder level (r) diset = R, (r = R), dan order
dilakukan ketika ada pengurangan persediaan, sehingga junlah
inventory on hand pada sebuah periode (Ii) ditambah dengan jumlah
pengorderan (Q) akan sama dengan R pada semua periode. Maksimum
tingkat persediaan, R adalah base stock level-nya.
21. Contoh Kasus !!!
Sebuah perusahaan eletronika mensuplai kontraktor-kontraktor dengan 1.000 Unit
komponen listrik X. Permintaan tahunan untuk komponen tersebut sebesar 16.000
per 250 hari kerja. Biaya penyimpann per tahun Rp. 12.-per unit. Biaya kehabisan Rp.
1- per unit. Biaya pemesanan Rp. 60, -per pesanan dan memerlukan 10 hari untuk
pengiriman. Permintaan pada waktu yang lalu selama lead time dilaporkan.
Dari informasi diatas tentukan :
(a). EOQ, jumlah pesanan per tahun, permintaan rata-rata per hari dan kuantitas reorder.
(b). Persediaan pengaman optimal (n).
(c). Biaya total yang diperkirakan minimum.
22. Penyelesaian
(a).
Q = √ 2 SD/ H
= √2 (60) (16.000) / 12
= 400
Jumlah pesanan per tahun = D/Q
= 16.000 / 400
= 40
Permintaan harian (d) = D / Jumlah hari Kerja
= 16.000 / 250
= 64 unit / hari
Titik Pemesanan Kembali (ROP) = d x L
= 64 (10)
= 640 unit.
Dimana :
D = Jumlah kebutuhan bahan (unit / tahun)
Q = Besar order pada setiap pemesanan dari vendor
S = Biaya pengadaan / pemesanan
H = Biaya penyimpanan
23. (b).Tentukan probabilitas optimal P (d L ≤ R )
P (d L ≤ R ) = 1 – H / B (D/Q)
= 1 – 12 / 1 (40) = 0.70
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa kuantitas dimana P (d L ≤ R ) = 0.70 adalah 750 Unit ini karena probabilitas
permintaan kurang dari atau sama dengan 750 adalah 0.80 (yaitu P (d L ≤ 750) = 0.80).
Persediaan pengaman yang optimal bukan = 750 unit karena titik pemesanan kembali sebelumnya (640) termasuk
dalam 750 unit tersebut. Dengan permintaan rata-rata selama lead time = 640 unit, persediaan pengaman (n) adalah
sebesar 110, yaitu dari :
R = d L + n = 750
n = R – d L = 750 – 640 = 110.
24. Penyelesaian
c). Biaya kehabisan bahan yang diperkirakan, n = 110, d L = 640
Dari tabel biaya total yang diperkirakan bila n = 110 :
E (TC) = 12 (400/2 + 110) + 60 (40) + 1.800
= 3.720 + 2.400 + 1.800 = Rp 7.920,-
25. Lanjutan..
▪ Untuk membuktikan bahwa biaya total tersebut (Rp 7.920) adalah optimal
▪ Biaya kehabisan bahan yang diperkirakan, n = 0, d L = 640.
Biaya total yang diperkirakan bila n = 0 adalah :
E (TC) = 12 (400/2+0) + 60 (40) + 3.340 = Rp. 8.140 ,-
Titik persamaan kembali : R = d L + n = 640 + 0 = 640
26. Kesimpulan
Adapun perbedaan simulasi stokastik/probabilistic dengan
deterministic adalah: simulasi stokasitik terdiri dari satu atau lebih
variabel input merupakan variable acak. Ia menghasilkan output yang
acak dengan sendirinya (self random) dan ia memberikan hanya satu
titik data untuk mengetahui bagaimana system berperilaku dan setiap
percobaan bervariasi secara statistic. Sedangkan simulasi deterministic
ia tidak memiliki komponen input yang bersifat acak, tidak memiliki
keacakan (randomness), dan seluruh status yang akan dating dapat
ditentukan setelah data input dan status awal (initial state)
didefinisikan.