1. Kajian Surat Al-Fiil
MUSNAHNYA
TENTARA ABRAHAH BIN AS SABBAH
Written by :
Coco Al Mahdi
Juni 2012
________________________________________________________________________________
Penelusuran kisah dari sejarah kemusnahan tentara bergajah (Abrahah) ketika
melakukan penjajahan atas jazirah Arab, serta invasi militernya di kota Mekah dan
kudeta atas kekuasaan rezim Ka'bah pada masa lalu.
2. Tahun Gajah.
Tahun Gajah merupakan penyebutan atas penanggalan pada masa-masa
sekitar tahun 500-600 (Masehi) yang diyakini sebagian kalangan umat Islam
sebagai masa-masa kelahiran Nabi Muhammad SAW (20 April 571 Masehi).
Beberapa kalangan menegaskan bahwa peristiwa ini terjadi 30 tahun
sebelum kelahiran Muhammad SAW. Ada juga yang menjelaskan bahwa ini
40 tahun sebelum masa kelahiran nabi Muhammad SAW. Terlepas dari mana
yang benar dalam penjelasan tahun gajah ini, dapatlah Saya prediksikan
bahwa peristiwa ini terjadi pada masa-masa jauh sebelum nabi Muhammad
lahir, kira-kira satu abad sebelumnya. Karena sebagian ilmuwan
memprediksikan bahwa penjajahan rezim Abrahah atas kota Mekah ini
selama kurang lebih 30 tahun.
Dan pada masa itu pula merupakan kejayaan rezim Ka'bah dibawah
kepemimpinan dinasti Hasyim (Abdul Muthalib ibnu Hasyim).
Begitu populernya penyebutan gajah, bergajah dan tentara Abrahah pada
masa itu, memang mengindikasikan adanya pengaruh besar di sepanjang
jazirah Arab dan Timur Tengah kala itu oleh sepak terjang sang raja dari
Abesyinia ini.
Abu Maktum adalah gelar atas diri sang Raja ini. Dan bahkan gelar dari
Abrahah bin As Sabbah ini sering diolok-olok dengan sebutan Al-Asyram
(berhidung belah).
Kerakusan atas kekuasaan kerajaannya di tanah Arab memang sudah
terkenal pada masa itu. Namun dalam metode penjajahan yang tidak biasa
dalam menanamkan pengaruh besarnya atas suatu negeri, telah membuat
kerajaan Habsyi ini semakin di segani oleh banyak kerajaan-kerajaan
lainnya.
Kekuatan Ekonomi Membawa Pengaruh Besar.
Berbekal kekuatan ekonomi negerinya itu, kerajaan Habsyi telah banyak
menaklukkan wilayah-wilayah disepanjang tanah Arab ini, hingga ke
gerbang Mekah, yang pada masa itu Mekah terkenal sebagai pusat Religius
dunia. Sebuah kota populer yang menjadi basis peribadatan seluruh umat,
mulai dari Paganisme, Yahudi hingga sebagian kecil golongan Hawariyyun
(pengikut Isa).
Mekah juga merupakan pusat perdagangan dunia, yang telah berjasa
menghubungkan perdagangan Tiongkok dengan perdagangan Arab waktu itu.
Hubungan dagang dan perdagangan antar negara di belahan bumi manapun
merupakan peradaban besar manusia yang berkembang pesat pada masa
3. itu. Ini juga merupakan andil besar dari ketangguhan pedagang-pedagang
Arab yang terkenal sebagai manusia-manusia tangguh penjelajah dunia,
yang telah membawa pengaruh-pengaruh regionalnya ke segenap penjuru
internasional, bahkan sampai ke daratan Asia.
Tak heran jika banyak negeri-negeri kolonialis yang memanfaatkan
perdagangan ekonomi sebagai sarana menanamkan pengaruh dan
kekuasaannya di tanah manapun.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terjadinya penjajahan atas suatu
negeri karena didasarkan atas sumber daya alam yang dimiliki di negeri
tujuan tersebut. Selain itu adalah “Pengaruh”. Pengaruh ini lebih dominan
menjadikan langkah-langkah penjajahan lebih dikedepankan. Maksudnya
adalah; bagaimana negeri kolonialis tersebut membuat konsep
'penjajahan'nya bisa berjalan dan diterapkan atas negeri jajahannya
tersebut. Adakalanya kaum imperialis melakukan konsep 'damai' atas suatu
bangsa, manakala bangsa tersebut mudah untuk dipengaruhi, tentunya
dengan 'pembodohan publik'. Dan disisi lain kadang kekuatan 'militansi' juga
mereka terapkan bila hal tersebut membawa hambatan besar dalam
'penaklukan' suatu bangsa.
Nah, dalam hal ini, Abrahah bin As-Sabbah lebih mengedepankan konsep
'damai' dalam menaklukan negeri-negeri yang ingin dikuasainya. Ya,
Ekonomilah yang menjadi senjata dalam menjajah wilayah-wilayah di
semenanjung Arab ini.
Tak perlu heran dengan masalah ini. Kita pun telah menyadari bahwa
konsep ekonomi atau penjajahan ekonomi suatu negara besar atas negara
yang dijajahnya, di masa sekarang pun makin jelas terlihat. Hal ini
membawa pengaruh besar dalam tatanan kehidupan berbangsa, berpolitik,
dan kebebasan hidup suatu bangsa. Penaklukan ekonomi telah berdampak
pada pola pikir para penguasa suatu negeri, karena telah terbelenggunya
keinginan dan kemandirian bersikap dan berbuat oleh konsep kolonialis ini.
Bisa dibilang konsep 'damai' dengan peran ekonomi, lebih efektif ketimbang
konsep 'militan' dengan peran kekuatan militer. Kerajaan Habsyi telah
membuktikan hal ini, dan itulah yang menjadi sepak terjang dan peran
dominan rezim Abrahah atas tanah Arab, sebagaimana halnya dimasa
sekarang; bagaimana kita menilai sepak terjang Amerika Serikat atas
pengaruhnya dibelahan bumi manapun.
Apa itu tentara “Bergajah” dalam surat Al-Fiil ?
Al-Qur'an memberikan keterangan global atas sejarah ini dalam surat Al-Fiil
(ayat 1-5).
Namun definisi dari beberapa kalangan penfasir Qur'an lebih menekankan
makna “Gajah” atau “Pasukan yang menggunakan kendaraan Gajah”
4. bahkan ada yang menafsirkan “Pasukan Tentara Abrahah”. Semua ini
disandarkan pada sejarah keterlibatan hewan Gajah di daratan Arab pada
waktu itu. Dan Gajah-gajah yang digunakan oleh Abrahah didatangkan dari
negeri India. Benarkah demikian?
Tidak salah menafsirkan bahwa memang Gajah yang digunakan untuk
mendefinisikan Al-Fiil ini, namun penelusuran sejarahnya ini pun masih
simpang siur kebenarannya. Tentulah bila kurang jelas sejarahnya ini, Saya
bisa katakan sebagai 'mitos'. Karena Mitos bisa saja berisi kebenaran, atau
kebohongan, bahkan samar-samar yang tidak memberikan sumber kejelasan
suatu kisah.
Tidak ada larangan dalam mendefinisikan suatu makna yang terkandung
dalam Qur'an, sepanjang masih memiliki induksi dan deduksi kata dan
maknanya. Jadi konklusi makna sah-sah saja dilakukan dalam mencari
sebuah makna ayat.
Suatu hal yang berharga bila Anda dapat mencari konklusi makna dari ayat
Qur'an dengan menemukan 'benang merah' dari kronologis sebuah kisah
dalam Qur'an, sekalipun sumber-sumber dalil naqli banyak mendukung
makna-makna ayat-ayat tersebut.
Yakini sepenuhnya bahwa Qur'an sebuah kitab universal yang mampu
memberikan penjelasan-penjelasan rasional dari berbagai kehidupan, dari
berbagai jaman hingga kehidupan ini berakhir. Qur'an bukan kitab 'usang'
yang tidak sanggup menafsirkan jaman setelah jaman berikutnya. Qur'an
sebuah kitab yang mampu mengikuti jaman dan penafsiran dari berbagai
individu yang berusaha mencari kebenaran di dalamnya. Pembenaran Qur'an
diperlukan pemahaman akal yang luas, penelusuran sejarah masa lalu dan
penelitian ilmu pengetahuan, semua itu penunjang bagi kita dalam mencari
pembenaran setelah kebenaran yang sudah kita terima.
Dalam surat Al-Fiil, Saya lebih condong menafsirkannya dengan makna
“Kekuatan Militer”, “Pasukan Tangguh”, atau “Tirani Kekuasaan”. Hal
ini Saya dasarkan pada penafsiran “Bergajah” atau “Tentara Bergajah”
untuk kata “Al-Fiil”. Saya menelusuri benang merah antara “Al-Fiil” dengan
ayat ke 3-5 dalam surat ini. Jadi kita maknai saja Al-Fiil ini dengan makna
“Tirani Kekuasaan”, karena menurut saya lebih tepat dengan konotasi ini.
Ya, kini kita maknai bahwa Al-Fiil adalah “Tirani Kekuasaan” yang kala itu
dipegang oleh rezim Abrahah (Kerajaan Habsyi) yang berencana
menggulingkan rezim Ka'bah dengan kudeta militernya. Rezim Ka'bah pada
masa itu sangat dihormati di beberapa kalangan Arab dan Yahudi serta suku
Arab Quraisy (suku terbanyak di tanah Arab). Kekuatan pengaruh rezim ini
karena banyak didukung oleh golongan pengusaha dan penguasa setempat
5. serta pejabat-pejabat kerajaan-kerajaan kecil yang ada didaratan Arab.
Salah satunya adalah dinasti Hasyim, yang tampuk pimpinannya dipegang
oleh Abdul Muthalib (Kakek Nabi Muhammad SAW).
Dinasti Hasyim adalah konglomerat besar sekaligus pejabat wilayah yang
ada di kota Mekah.
Apa itu “Ababil” dalam surat Al-Fiil ?
“Thayran Abaabil” adalah makna kata yang sering ditafsirkan banyak
kalangan Islam sebagai “Burung terbang yang berbondong-bondong”,
bahkan ada yang menafsirkannya sebagai “Burung Ababil”, serta sebagian
kecil yang menafsirkannya dengan makna “Hewan terbang yang bersayap,
terbang berbondong-bondong”.
Benarkah penafsiran makna tersebut seperti itu?
Dalam dunia ilmu pengetahuan, species “Ababil” yang banyak dikatakan
sebagian orang itu, adalah species yang tidak dikenal dalam dunia unggas.
Palaentologi dan zoologi tidak pernah menemukan species burung dengan
kriteria yang banyak diyakini sebagian umat Islam sebagai burung terbang
yang mampu membawa batu-batu kecil di kakinya, yang bernama Ababil
tersebut. Apalagi hewan ini disinyalir ada di daratan Arab sana.
Sesungguhnya Qur'an telah memberikan makna yang dalam atas penamaan
sebuah hewan yang memiliki peran besar dalam sejarah Abrahah ini. Namun
patut disayangkan bahwa sebagian besar orang Islam memaknainya sebagai
“Burung”. Padahal makna “Thayran Ababil” adalah bermakna khusus,
sebagaimana halnya kita membedakan unggas dengan serangga. Sekalipun
jenis unggas memiliki sayap dan bisa terbang, serta serangga pun memiliki
sayap dan bisa terbang, namun memiliki jenis klasifikasi yang berbeda
dalam skala spesifikasinya. Begitupun dalam bahasa Arab, penyebutan
tersebut mempunyai pemahaman yang berbeda, walaupun bermakna yang
sama. Namun bahasa Arab sesungguhnya memberikan penekanan arti yang
khusus, yang perlu bagi setiap penafsir mendalaminya lebih jauh. Semua itu
bisa dikaji bila kita menggunakan dasar ilmu pengetahuan untuk mencari
makna di balik “Thayran ababil” ini.
Disini Saya menafsirkan “Thayran Abaabil” sebagai “Hewan terbang
bersayap”, “Serangga”, atau “Serangga Terbang”. Atas dasar penafsiran
inilah, maka Saya memaknai “Thayran Abaabil” sebagai arti khusus adalah
“LALAT”. Hal ini disandarkan pada jenis serangga yang memiliki kriteria-
kriteria penafsiran pada lanjutan ayat sesudahnya. Penafsiran Saya ini bisa
Anda terima bila kita melanjutkan penafsiran keterangan ayat-ayat
berikutnya setelah “Thayran Abaabil”.
Karena masih ada keterangan ayat lagi yang memberikan penguatan atas
6. kriteria hewan yang dimaksud tersebut. Kita lepaskan dahulu pemahaman
selama ini bahwa adanya “Burung terbang, membawa batu, lalu dilempar
ke orang-orang di bawahnya, kemudian orang-orang tersebut terbakar, lalu
tewas”. Kini kita tidak lagi bersandar pada penjelasan 'mitos' tentang
“Thayran Abaabil” itu. Namun kita akan berpegang pada keterangan ilmu
pengetahuan tentang sejarah 'hewan' ini dan bukti-bukti lain yang
menguatkan klasifikasi tentang hewan apakah itu. Mari kita telusuri lebih
kompleks lagi dari penafsiran ayat 3-4 ini.
Syeh Muhammad Abduh (Mufti Mesir) pernah menjelaskan dalam tafsirnya:
“......tidak ada salahnya untuk membenarkan, bahwa yang dimaksud
dengan binatang terbang itu (Thayr) adalah semacam Rengit atau Lalat,
yang membawa hama penyakit. “Batu” itu adalah zat yang mengandung
hama penyakit, yang karena ditiup angin melekat pada kaki binatang
tersebut, dan apabila bersentuhan dengan tubuh manusia akan
menyebabkan luka-luka dikulit, yang pada akhirnya menyebabkan tubuh
rusak dan cacat”.
Syeh ini pun masih diselimuti keraguan akan kepastian makna “Burung”,
karena beliau tidak meyakini itu dan menguatkan penafsiran “hewan
bersayap” atau “serangga” itu bukanlah burung yang biasa kita kenal,
namun sejenis serangga khusus yang mampu menyebarkan suatu penyakit
tertentu. Dan Saya setuju dengan penafsiran beliau.
Ditemukannya Penyakit Cacar Pertama Kali.
Penyakit cacar pertama kali diprediksi ditemukan sekitar tahun 500-600
Masehi.
Penyakit ini ditimbulkan dari sejenis hama penyakit (virus) yang terbawa
oleh angin, dan mampu bertahan pada suhu/cuaca yang hangat. Cacar jenis
ini ditulari melalui sentuhan fisik pada orang lain, dan bisa pula melalui
udara. Penyebaran virus melalui udara diperlukan media penyebar/penular.
Pada masa itu serangga-lah yang mampu membawa bibit-bibit penyakit
tersebut. Diantara serangga-serangga yang kita ketahui mampu membawa
penyebaran virus-virus penyakit seperti Nyamuk, Lalat, dan Lebah.
Ketika penyakit ini muncul dan diketahui hingga sekarang, bahwa serangga
Lalat-lah yang mampu membawa bibit penyakit jenis ini, karena gejala-
gejala penyakit ini pada tubuh manusia adalah di awali panas pada lapisan
kulit, kemudian muncul bercak-bercak merah, lalu bentol dan gatal,
menggelembung berisi cairan pada kulit, bila pecah terasa perih dan seperti
terbakar pada kulit, kemudian kulit mengelupas, dan pada tahap akhir daya
tahan tubuh mulai menurun, panas demam yang tinggi, sehingga banyak
7. manusia yang tidak kuat menahan derita penyakit seperti ini.
Penyakit ini tergolong baru dan belum diketahui oleh orang-orang pada
masa itu. Itulah yang dinamakan penyakit Cacar pada dunia medis saat ini.
Pertama kali muncul di tanah Mekah, yang menewaskan ratusan hingga
ribuan orang, dimana kebanyakan yang tewas adalah para tentara penjajah
(orang-orang Habsyi) yang telah lama bercokol disana (kurang lebih 30
tahun menjajah Mekah). Hal ini juga menjadi lembaran sejarah dunia
medis, tentang wabah penyakit menular “Terdahsyat” yang disebabkan
penyakit baru yang bersifat epidemi; “Cacar”.
Penelusuran sejarah atas penyakit ini, diawali dari mewabahnya jenis
penyakit ini yang menulari sebagian besar orang-orang Habsyi di tanah Arab
dahulu. Banyaknya korban yang meninggal karena jenis penyakit ini menjadi
pelajaran berharga, bahwa penyakit ini adalah jenis yang berbahaya yang
mampu menelan banyak korban waktu itu. Karena tidak adanya
penanggulangan penyakit kala itu, menyebabkan banyak penderita akut
yang menulari orang lain yang masih sehat, sehingga karena keterbatasan
pengetahuan orang-orang ketika itu dan memang belum ditemukannya
serum pencegah penyakit, maka banyak pula diantara mereka yang mati
dibantai oleh orang lain.
Pembantaian dilakukan demi mencegah penularan penyakit lebih luas lagi.
Bahkan ada pula yang dibakar hidup-hidup oleh keluarganya, demi
menyelamatkan orang yang masih sehat agar tidak tertular.
Usaha Kerajaan Habsyi Menundukkan Rezim Ka'bah.
Rezim Ka'bah adalah rezim yang diberkahi oleh Tuhan atas tanah Mekah.
Karena Tuhan telah memberi restuNya melalui utusanNya; Nabi Ibrahim
a.s.
Mekah menjadi kota yang penuh berkah, karena semua umat manusia
beribadah kepadaNya melalui peribadatan masing-masing dalam satu
tempat yang bernama Ka'bah. Ka'bah sebagai rumah Allah juga telah digaris
dalam Qur'an (Ba'itullah). Kota suci keramat yang bernama Mekah yang
didalamnya ada Ka'bah, sama seperti halnya kita mengenal Jerusalem saat
ini, yang pernah menjadi pusat peribadatan bersama seluruh umat; Yahudi,
Nasrani, dan Muslim hingga saat ini. Namun saat ini Israel berusaha
mengambil alih (secara paksa) penguasaan hak atas Jerusalem. Rezim Zionis
berusaha dan berupaya mati-matian mengambil alih kekuasaan dari rezim
Palestina, yang notabene memiliki hak penuh penguasaan atas Jerusalem
itu dan memiliki pengaruh keseluruh dunia Islam. Hampir tiga dasawarsa
Zionis Yahudi menganeksasi Jerusalem, dengan dalihnya yang tidak logis;
memindahkan status Tel Aviv ke kota ini, hingga Jerusalem kehilangan
statusnya. Dan Rezim Arafat (alm) yang didukung kelompok Hamas & Fattah
8. berusaha mempertahankan Jerusalem sebagai kota suci bersama. Inilah
yang pernah terjadi pula pada tahun Gajah di masa lalu itu.
Rezim Abrahah berusaha meruntuhkan rezim Ka'bah yang waktu itu memang
menjadi 'mercusuar' dunia. Tidak ingin pamor dan kekuasaannya ditandingi
oleh Ka'bah, kerajaan Habsyi ini berdalih dengan memindahkan tempat
peribadatannya ke Mekah. Jalan damai penuh kelicikan itulah konsep
mereka. Tetap saja bagi mereka penjajahan perlu dilakukan demi
menaklukan pengaruh Ka'bah yang semakin meluas itu dan menjadi kiblat
bagi setiap negeri.
Berbagai pengaruh dilancarkan, mulai dari politik uang, hingga penindasan
atas hak-hak kepemilikan tanah warga Arab. Bahkan para penguasa Habsyi
banyak menahan para pejabat Ka'bah dan memblokade jalur-jalur
perdagangan yang ada. Sehingga Mekah mengalami kemerosotan ekonomi
dari sektor perdagangan luar negerinya.
Sesungguhnya sama persis apa yang pernah kita alami tempo dulu, dimana
rezim Juliana (kerajaan Belanda) berusaha meng'gencet' habis pengaruh dan
kekuasaan dari rezim Soekarno ketika itu. Blokade ekonomi dan
penangkapan para aktivis pejuang kemerdekaan bahkan pengasingan para
pejabat Indonesia ketika itu semakin memprihatinkan. Belanda yang
terkenal tentaranya kuat dan tangguh, berusaha menjajah negeri kita.
Namun Tuhan berkehendak memelihara negeri ini dari tekanan Belanda
ketika itu. Banyak sejumlah tentara Belanda yang selama 350 tahun
bercokol di negeri kita akhirnya musnah terkena wabah penyakit kelamin
(gonorhea/sifillis) yang menular pada waktu itu. Dan sebagian lainnya
musnah akibat pertempuran sengit yang menyebabkan kekalahan yang
memalukan bagi Belanda.
Kontradiksi Penafsiran Al-Fiil.
Sejenak kita tengok bagaimana penafsiran surat Al-Fiil yang hingga kini
masih diyakini sepenuhnya di kalangan umat Islam itu.
9. 1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka
(untuk menghancurkan Ka`bah) itu sia-sia?,
3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong,
4. yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari
tanah yang terbakar,
5. lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang
dimakan (ulat).
Coba lihatlah, dan renungkan maknanya dalam satu surat tersebut. Kesan
apa yang Anda dapatkan?
Ya, bila kita menafsirkan surat Al-Fiil tersebut berdasarkan terjemahan
semata, jelaslah memberikan kesan 'dongeng' atau 'mitos' atas peristiwa
yang telah Allah jelaskan tersebut. Padahal firman Tuhan dalam Al-Qur'an
memberikan penegasan kisah yang sangat mendalam yang dituangkan dalam
bentuk 'puisi' indah dalam susunan kata dan kalimatNya. Sehingga perlu bagi
kita menggali lebih dalam apa yang Allah maksudkan dari semua kisah
tersebut.
Bukanlah hal yang wajar bahwa penegasan yang kita katakan 'benar'
tersebut malah berujung pada pemahaman yang bersifat 'menina-bobokan'
seorang bocah kecil. Padahal penafsiran isi surat ini pun memerlukan
penajaman makna bahasa yang dalam dunia syair/puisi memberikan kesan
yang 'luar biasa'. Mampukah kita me'luar biasa'kan makna tersebut?
Pembenaran Atas Sebuah Kebenaran.
Kini, marilah kita merefleksikan makna yang luar biasa tersebut.
Perlu kita ketahui bersama bahwa setiap Firman Tuhan yang terdapat dalam
Al Qur'an merupakan penegasan atas sebuah kandungan kisah, petuah,
petunjuk maupun sejarah yang digambarkan kedalam susunan kata yang
bersyair indah. Ya, puisi Tuhan inilah yang memang tidak ada tandingannya.
Sekalipun seluruh pujangga berupaya menghadirkan syair yang indah,
tetaplah tidak bernilai 'luar biasa' dibandingkan dengan puisi Tuhan dalam
Al-Qur'an ini.
Salah satu puisi indah milik Tuhan itu ialah surat Al-Fiil ini.
Seluruh kisah, peristiwa, dan kejadian yang telah berlalu dilukiskan hanya
dengan beberapa rangkaian kalimat saja. Sungguh luar biasa apa yang di
10. maknai Tuhan untuk diberikan kepada seluruh hambanya, sebagai cerminan
hidup dan kehidupan kita di masa-masa berikutnya. Jadi, hendaknya Anda
tidak menjadikan 'murahan' ayat-ayat Tuhan tersebut. Kesan 'murahan'
disebabkan sikap Anda dalam memaknai setiap ayat-ayat Tuhan dengan
penafsiran arti dan pemahaman yang kurang sempurna atau bahkan jauh
dari apa yang Allah maksudkan untuk itu. Padahal bila kita mau
merenungkan dan mendalami makna yang sebenarnya atas firman Tuhan ini,
tentulah kita akan mendapatkan 'cahaya' tersebut yang akan menuntun kita
mencapai sebuah kesimpulan yang bermakna tajam dan luas. Semua itu bisa
dicapai dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan-lah yang menuntun
kita untuk mendapatkan pembenaran atas sebuah kebenaran yang sudah
kita terima selama ini.
Surat Al-Fiil, adalah salah satu contoh dari sebuah firman Tuhan yang perlu
ditelusuri lebih jauh, agar manusia dapat menemukan makna sebenarnya
yang terkandung dalam ayatNya tersebut., sehingga memberikan hasil yang
dapat mengagungkan kebesaranNya atas penegasan peristiwa yang belum
diketahui hingga manusia dapat mengetahuinya.
Inilah yang kita sebut keagungan Qur'an sebagai sebuah sumber yang otentik
dari Tuhan Allah yang Maha Agung.
Kesimpulan Penafsiran Al-Fiil.
Surat Al-Fiil dalam Qur'an berisi penegasan Allah atas peristiwa yang terjadi
pada tahun gajah (pada masa kejayaan kerajaan Habsyi). Abrahah bin As
Sabbah adalah contoh dari penguasa yang tidak memandang bahwa dibalik
kekuasaannya itu ada kekuasaan lain yang melebihi kerajaannya tersebut.
Ialah kekuasaan Allah SWT. Abrahah tidak menyadari bahwa pengaruh dan
kekuasaannya bukanlah menjadi tandinganNya yang mana ia telah
tancapkan di bumi Mekah itu. Ka'bah, adalah simbol sebuah rezim yang
mana dalang dibalik semua itu adalah Allah sendiri. Allah-lah yang
menjadikan Ka'bah sebagai simbol kebesaran pengaruhNya dan
KekuasaanNya atas bumi ini (ba'itullah).
Sekalipun manusia memandang Abrahah sebagai sebuah rezim yang kuat dan
besar di masa itu (bagaikan seekor Gajah), Allah malah sebaliknya
menunjukkan kepada manusia bahwa kebesaran dan kekuatan yang
sebenarnya adalah di dalam pengaruh Ka'bah itu sendiri, sebagai rezim yang
memiliki pengaruh besar di seluruh penjuru dunia.
Abrahah tidak pernah mampu menandingi bahkan meruntuhkan rezim ini.
Segala daya upayanya selama puluhan tahun demi meruntuhkan rezim ini
malah sia-sia tak berhasil. Pendudukannya atas tanah Mekah, demi
meruntuhkan rezim ini dianggap oleh Allah sebagai sebuah bentuk
11. pembangkangan terhadap seruan Tuhan, bahwa Tuhan telah menyerukan
berabad-abad yang lalu melalui Ibrahim a.s, perihal peribadatan yang akan
dibangun di bumi ini. Ya, Ka'bah sekaligus sebagai wadah berkumpulnya
umat manusia di bumi ini untuk tetap setia memberikan ketaatannya
kepada Sang Pencipta. Ka'bah pula sebagai moment penting yang telah
Tuhan berikan 'pengajaran' dan 'pelajaran'Nya untuk umat manusia.
Sikap yang sudah melampaui batas dari tindakan Abrahah, dirasa perlu bagi
Allah untuk membalasnya. Hanya dengan makhluk ciptaanNya yang kecil
(berupa serangga) pasukan Abrahah dibuat tak berdaya. Bagaikan 'semut'
melawan 'gajah', namun malah membuat hasil yang luar biasa. Sungguh
diluar dugaan, bahwa tentara Abrahah musnah oleh sekelompok hewan kecil
ini (Lalat). Sekaligus Allah menurunkan 'pengajaran' baru bagi manusia
tentang apa itu penyakit menular dan mewabah yang disebabkan dari
hewan ini. Dan semua itu ditimpakan pada sekelompok manusia yang
menjadi 'martir' dalam rencana Tuhan itu. Tidak lain merekalah para
pengikut Abrahah, sebuah rezim kesewenang-wenangan yang tidak menilai
dan memilah mana yang boleh dan tidak boleh dilampaui oleh kekuasaan
manusia sebagai seorang hamba, bukan sebagai seorang Tuhan yang
berkuasa atas segala pengaruh pada seluruh negeri.
Lalat inilah yang menjadi penyebar virus penyakit baru yang bernama
“Cacar”, yang terbang berkelompok, menghinggapi orang-orang yang telah
ditandai Allah sebagai 'musuh', yang mana pada kaki Lalat tersebut telah
telah menempel bibit penyakit (virus) cacar. Menghinggapi satu orang
hingga menulari puluhan orang, dan membawa kerusakan pada kulit
penderita berupa gatal-gatal dan bentol-bentol merah (seperti batu yang
sangat panas), menggelembung berisi cairan yang terasa perih, serta
menyebabkan kulit mengelupas (seperti daun yang dimakan ulat). Mereka
banyak yang tewas mengenaskan, karena memang tidak dapat dicegah
dengan berbagai cara dan obat-obatan lainnya.
Ini adalah jenis penyakit baru yang belum diketahui banyak, serta belum
ada obatnya. Wajarlah wabah penyakit ini sulit ditanggulangi saat itu. Satu
persatu manusia berguguran. Banyak penderita yang tak tahan dengan
penyakit ini, bahkan banyak pula penderita yang mengakhiri hidupnya
sendiri dan diakhiri hidupnya oleh pihak lain. Mulai dari anak-anak, wanita
dan orang tua banyak yang menjadi korban dari keganasan penyakit ini, dan
yang terbanyak dari kalangan orang-orang Habsyi (tentara Abrahah).
Wabah penyakit yang berjalan hanya beberapa bulan saja, sudah mampu
merontokan ratusan bahkan ribuan orang pada masa itu. Berbagai tabib
yang didatangkan dari segenap pelosok negeri tidak ada yang mampu
menuntaskan wabah ini. Kehebohan wabah cacar ini membuat banyak orang
12. di kota Mekah yang mengungsi keluar kota, demi menghindari
penularannya. Pengungsian besar-besaran dari warga kota Mekah dianggap
oleh Abrahah sebagai sebuah keuntungan untuk mengambil alih kekuasaan
dari rezim Ka'bah.
Abrahah tetap meyerukan kepada seluruh warganya untuk bertahan di kota
Mekah dengan alasan yang dibuat-buat, sebagai 'pembodohan publik' atas
warganya sendiri bahwa mereka adalah berhak atas tanah Mekah dan hidup
di wilayah Mekah. Apapun yang terjadi mereka harus menghadapinya dan
menyelesaikannya sendiri tanpa campur tangan pemerintahan Mekah saat
itu. Dinasti Hasyim yang berkuasa saat itu tidak mau menggubris apapun
aspirasi yang datang dari para pendukung Abrahah ini.
Rezim Ka'bah menganggap bahwa kerajaan Habsyi dibawah pimpinan
Abrahah telah berupaya menganeksasi wilayah Mekah, dan ini adalah
bentuk penjajahan atas negeri mereka. Walaupun mereka ingin berontak
untuk melawan rezim Abrahah, namun apa daya, mereka tidak cukup
sanggup menghadapi kudeta Abrahah yang telah dilancarkannya tersebut.
Namun nasib berkata lain. Allah memberikan pertolonganNya kepada rezim
Ka'bah untuk bangkit menghadapi rezim Abrahah. Sebagian besar orang-
orang Habsyi dimusnahkan dengan wabah penyakit menular, sehingga
Abrahah mengalami kekurangan tentaranya dalam jumlah banyak, dan
sebagian lagi menjadi tandingan yang seimbang bagi warga Mekah dalam
memberikan perlawanan dan memusnahkannya pada pertempuran
berikutnya.
Inilah Kekalahan atas Abrahah dan antek-anteknya, serta kemenangan atas
rezim Ka'bah dan warganya. Demikianlah kemusnahan tentara Abrahah yang
terjadi pada periode tahun gajah itu. Peristiwa ini memberi pelajaran
penting, bahwa “Tirani Kekuasaan” memiliki batasan yang tidak boleh
melampaui batas-batas kekuasaan Tuhan. Bila hal itu terlampaui, jelas ini
merupakan pelanggaran atas hak-hak Tuhan sebagai sang pemilik kekuasaan
tertinggi dalam kehidupan makhluk ciptaanNya, sekaligus penguasa atas
kerajaan langit dan bumi, Maha Raja atas seluruh raja dari seluruh kerajaan
yang berkuasa dan berpengaruh di bumi manapun. Ini adalah batas-batas
yang perlu disadari oleh hambaNya. Kisah Abrahah dan tentaranya adalah
contoh dari peristiwa yang telah dilukiskan Allah dalam puisiNya yang indah
itu (Al-Fiil, ayat 1-5).
--2012--