1. Perjuangan Seorang Buruh Wanita melawan Kapitalisme :
“Ritut Wahyuni Vs PT. KIK (APRIL & RGMI Group)”
Dimasa sulit seperti sekarang ini, dimana pemerintah dengan segala upaya sedang
melakukan berbagai terobosan terutama dalam hal mengatasi permasalahan bangsa antara lain :
PHK besar-besaran hampir di semua daerah di tanah air, korupsi, pengangguran, kemiskinan
dan penegakan supremasi hukum. Namun di tengah kondisi yang memprihatinkan itu, ternyata
masih tetap ADA pihak-pihak yang nekat dan ‘buta’ terhadap ketentuan-ketentuan yang telah
diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku di
Indonesia.
Berawal dari PHK sepihak yang dilakukan Manajemen PT. Kawasan Industri Kampar/
KIK (APRIL & RGMI Group) yakni oleh Direktur PT. KIK, beserta para oknum karyawan
HRD yang memang diperintahkan khusus agar Ritut Wahyuni atau biasa dipanggil dengan
nama YUNI, di PHK tanpa hormat dengan mendapat 0 (nol) rupiah. Dengan tuduhan alasan
yang sangat dipaksakan yakni memfitnah dan menuduh Yuni telah terbukti melakukan
penipuan dan penggelapan uang perusahaan senilai Rp 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu
rupiah). Demi tercapainya keinginan mereka tersebut para oknum HRD bersatu, baik dari HRD
PT. KIK dan juga HRD PT. RAPP berlomba melakukan tindakan intimidasi agar Yuni (yang
kebetulan seorang buruh wanita yang baru saja melahirkan anak ketiganya) ini menerima PHK
sepihak tersebut. Upaya yang mereka lakukan sangatlah tidak lazim dilakukan oleh sesama
buruh, karena status mereka juga masih sebagai buruh di perusahaan raksasa tersebut. Artinya
pada saatnya nanti bisa saja akan terjadi juga pada diri mereka sendiri, atau pada anak mereka
atau keluarga mereka bahkan saudara-saudara mereka. (Tapi tentunya hal itu bukan doa Yuni
sebagai buruh yang mereka zolimi, karena hanya Allah SWT yang berhak menentukan
segalanya).
Adapun tindakan intimidasi yang dilakukan para oknum HRD PT. KIK dan HRD PT. RAPP
antara lain :
1. Menggiring Yuni dari kantornya menuju kantor security yakni Security Group
Indonesia/SGI, padahal pihak security tsb tidak pernah mengirimkan surat panggilan baik
secara lisan maupun tulisan kepada Yuni
2. Menghentikan seketika bersamaan dengan dikeluarkannya surat PHK yakni upah bulanan,
THR serta tunjangan lainnya yang semestinya masih wajib diterima Yuni.
3. Memutuskan kepesertaan ASKES Yuni sekeluarga, sehingga pada saat anak Yuni yang
baru lahir di rawat di Rumah Sakit, terpaksa harus dihentikan perawatannya, karena
Perusahaan memerintahkan Rumah Sakit untuk tidak melayani anak Yuni karena bukan
sebagai anggota ASKES perusahaan lagi.
4. Mengirimkan SMS yang bernada mengancam untuk tidak melawan RAPP, karena pada
intinya tidak pernah seorangpun yang bisa menang melawan RAPP.
5. Mengirimkan surat perintah pengosongan rumah dinas yang ditempati Yuni secepatnya,
dan akibat dikeluarkannya surat tersebut, PT. KIK mendapat teguran melalui surat dari
DIRJEN MENAKERTRANS RI yang isinya meminta perusahaan menunggu sampai ada
putusan final yang berkekuatan hukum tetap dan mengikat
6. Mempengaruhi saudara-saudara Yuni agar mau untuk turut serta membantu mempengaruhi
Yuni menerima PHK sepihak tersebut.
7. Mengancam akan dilaporkan kepada pihak Kepolisian jika tidak menandatangani surat
PHK sepihak tersebut.
1/5
2. 8. Bahkan seorang oknum HRD PT. RAPP yang memiliki jabatan cukup tinggi di tingkat
manajemen, diruang kerjanya telah menekan dan mengancam Yuni akan memasukkan
Yuni ke dalam penjara jika tetap tidak menerima putusan PHK tersebut.
Karena Yuni merasa tidak pernah melakukan apa yang telah dituduhkan pihak perusahaan,
maka Yuni tidak gentar atas semua tindakan intimidasi yang dilakukan para oknum HRD
PT. KIK dan HRD PT. RAPP tersebut. Dan bisa ditebak upaya apa yang selanjutnya
digunakan oleh oknum HRD. Mereka berhasil membuat KAPOLRES Pelalawan
mengikutikeinginan mereka. Surat panggilan sebagai TERSANGKA, telah dilayangkan
langsung ke alamat rumahnya, atas pengaduan dari Oknum HRD PT. KIK yang selalu
didampingi HRD PT.RAPP di POLRES Pelalawan.
Kasus ini terkesan sangat dipaksakan dan penuh nuansa politiknya perusahaan dengan
petinggi negeri di Kab.Pelalawan. Hal ini terkuak dari ucapan para penyidik sendiri yang turut
prihatin atas perkara ini. Hasil penyidikan secara lisan mereka katakan tidak ada unsur pidana
dalam kasus ini, namun secara lisan juga mereka akui bahwa pimpinan mereka yakni
KAPOLRES Pelalawan memerintahkan kasus ini untuk tetap naik dan wajib diproses ke pihak
Kejaksaan Kab. Pelalawan, maka mau tak mau penyidik menjalankan perintah atasan mereka
dan harus menyerahkan Yuni ke pihak Kejaksaan karena kasus sudah dinyatakan P21
(lengkap) oleh pihak kejaksaan.
Sebelum diserahkan ke pihak kejaksaan, Yuni didampingi teman-teman seperjuangannya
berupaya mendatangi KAPOLRES Pelalawan untuk menanyakan dimana letak unsur pidana
yang dinyatakan terbukti tersebut. Setelah diterima di ruang kerjanya, KAPOLRES terlebih
dahulu memanggil para penyidik termasuk Kasatreskrimnya. Dan berikut jawaban dari
KAPOLRES Pelalawan dihadapan Yuni dan teman-temannya : “Ibarat membuat masakan,
kami telah meracik dan mempersiapkan bumbu-bumbunya, dan apabila pihak Kejaksaan
menyatakan bumbunya ada yang tidak lengkap atau kurang, maka pasti pihak kejaksaan akan
mengembalikan berkas Ibu kepada kami karena tidak lengkap alias kurang bumbu. Dan Saya
beserta staff saya yang hadir disini Siap mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian
Perkara) jika pihak kejaksaan Pelalawan mengembalikan berkas Ibu tersebut kepada kami.”
Selesai pertemuan itu, segera Yuni berupaya mendatangi Jaksa Intel Kab. Pelalawan yang
sudah menyatakan bahwa berkas perkara Yuni sudah P21 (lengkap). Setelah diterima dan
duduk di ruang kerjanya, Yuni dan teman-teman seperjuangannya mempertanyakan berkas
yang sudah dinyatakan P21 tersebut. Alangkah lucu dan sangat aneh hasil yang didapati
ternyata Jaksa Intel itu sama sekali tidak menguasai berkas Yuni tersebut, hal ini terbukti saat
pertanyaaan-pertanyaan yang kami ajukan tidak bisa beliau jawab, bahkan beliau harus
membolak-balik berkas tersebut untuk bisa menjawab dan bertanya kepada Yuni kembali.
Akhirnya mungkin karena malu atau entah apalah namanya, Sang Jaksa Intel “buang badan”
dan mengatakan bahwa sebenarnya yang menandatangani berkas P21 bukanlah dirinya
melainkan KAJARI Pelalawan, atasannya. Mendengar itu, Yuni langsung bersikeras mau
bertemu dengan Kajari, namun sang Jaksa Intel menahan keinginan Yuni itu dan dia minta
waktu dan berjanji akan membicarakannya dengan Kajari, namun anehnya sang jaksa intel
malah terus berjanji bahwa berkas akan dikembalikan ke pihak POLRES Pelalawan, karena
memang masih banyak data yang kurang lengkap.
Jaksa Intel itu membuktikan ucapannya, dan berkaspun berubah status dari P21 menjadi
P19 (dikembalikan ke penyidik karena kurang lengkap). Mengetahui hal itu Yuni kembali
mendatangi KAPOLRES Pelalawan, karena teringat beliau pernah sesumbar dan berjanji
didepan staff penyidiknya bahwa jika berkas kembali ke pihaknya, maka dia beserta staffnya
SIAP untuk meng-SP3 kan kasus Yuni ini. Sang KAPOLRES sempat kaget juga mendengar
2/5
3. berkas Yuni ternyata sudah dikembalikan ke pihaknya. Dan Yuni mengingatkan KAPOLRES
tentang janjinya itu. “Ibarat ludah sudah dibuang dia harus menjilatnya kembali kata-katanya.”
Dan agak terbata-bata KAPOLRES mengatakan akan melihat dulu apa penyebab
dikembalikannya berkas tersebut dan akan menghubungi Yuni apabila telah di periksa. Namun
angin segar hanyalah impian, ternyata yang didapat malah angin bahorok, selanjutnya dapat
ditebak sang KAPOLRES berkelit dan tetap melanjutkan berkas ke pihak Kejaksaan,
menurutnya pihaknya sudah melengkapi kekurangan berkas tersebut. Mulailah tercium oleh
Yuni dan teman-temannya, bahwa ada konspirasi tingkat tinggi antara kepolisian dan
kejaksaan dalam perkara ini, apalagi saat kasus ini masih dalam proses, anak kandung dari
KAJARI Kab.Pelalawan, telah diterima bekerja di perusahaan dimana tempat Yuni bekerja,
dan anak KAJARI tersebut telah menggantikan posisi Yuni di perusahaan itu. Setelah berkas
menjadi P21 kembali dan Yuni diserahkan ke pihak kejaksaan oleh pihak polres, disana Yuni
bertemu langsung dengan Kajari Pelalawan. Kajari itu berkata kepada Yuni “ Kamu jangan
khawatir paling-paling hanya tahanan rumah, nanti bisa tinggal pilih mau di rumah saya atau
terserah kamu”. Kata-kata Kajari tersebut juga didengar oleh Wartawan lokal yang juga hadir
di kantor Kajari tersebut. Sehingga ada saksi yang melihat dan mendengarnya.
Akhirnya kasus bergulir di Pengadilan Negeri Pelalawan, Yuni menjadi pesakitan sebagai
TERDAKWA dan harus duduk di kursi “panas” yang tidak pernah dia bayangkan akan duduk
disana sebelumnya. Dan yang lebih istimewa lagi kasus Yuni ini, walau hanya memperkarakan
uang senilai Rp 7.500.000,- namun yang menangani langsung sidangnya adalah Ketua
Pengadilan Negeri Pelalawan beserta Wakil dan staff tertingginya. Dan selama kasus digelar
Sang Ketua, Wakil dan hakim tersebut terkesan AROGAN dalam memimpin sidang.
Merekalah yang lebih banyak mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa, sedangkan
jaksa hanya menonton saja dan tidak banyak bicara, ditambah lagi aturan-aturan yang dibuat
Sang Hakim selama sidang, antara lain pihak umum/penonton dilarang meliput dengan
handycam, lalu yang menyedihkan juga, Yuni dan pengacaranya ditegur keras tidak diizinkan
untuk saling berbicara saat sidang berlangsung dan masih banyak tindakan “spesial” lainnya,
yang tentunya tidak berpihak kepada Yuni.
Dan saat Yuni duduk menjadi pesakitan di kursi panas, para hakim tersebut berusaha
membuat Yuni “down” dengan menjejali berbagai macam pertanyaan yang menjebak ditambah
tekanan-tekanan lainnya dari masing-masing hakim. Namun Yuni tidak terjebak dan gentar,
dia bisa menjawab pertanyaan dengan lancar bahkan dia bisa membuat salah satu hakim
terdiam saat itu. Dan bahkan saat putusan hakim dibacakan dan Yuni dinyatakan bersalah
dengan hukuman 3 (tiga) bulan penjara dalam masa percobaan 6 (enam) bulan), dia tetap tegar
dan penuh ikhlas mengucapkan terima kasih kepada semua hakim saat sidang telah ditutup.
Sangat jelas permainan politik para pejabat negeri ini. Pasal yang dikenakan Jaksa
Penuntut Umum bukan main beratnya yakni Pasal 372 Jo Pasal 374 KUHP yang pidananya
berkisar antara 4-5 tahun penjara. Sementara dalam putusan hakim sangat terkesan hanya
ingin agar Yuni dinyatakan bersalah. Tentunya dengan keputusan bersalah ini, Sang
Perusahaan Raksasa merasa yakin bahwa Yuni tidak akan melakukan perlawanan lagi dan
menyerah untuk menerima PHK sepihak tersebut.
Namun Yuni tidak menyerah, saat sang Ketua hakim selesai membacakan putusannya, dia
bertanya kepada Yuni : “ Apakah terdakwa menerima, pikir-pikir dahulu atau mengajukan
banding atas putusan tersebut. Yuni dengan pasti menjawab : “Saya mengajukan
BANDING”. Anehnya setelah mendengar jawaban Yuni, Sang ketua hakim malah mengulang
kembali pertanyaannya, seperti ingin mempengaruhi pikiran Yuni. Kembali dia bertanya,
“Apa tidak sebaiknya di pikir-pikir dulu”. Namun tetap Yuni menjawab “Saya tetap
3/5
4. mengajukan banding.” Setelah itu barulah sang hakim ketua memerintahkan agar Panitera
mencatat permintaan banding Yuni tersebut.”
Beberapa hari setelah putusan PN tersebut dibacakan, Yuni atas nama sendiri tidak
menggunakan jasa pengacara, mengirimkan berkas untuk Banding di Pengadilan Tinggi
Pekanbaru. Setibanya di kantor PN Pelalawan, kembali dia mendapatkan hambatan lagi, kali
ini datang dari Panitera PN Pelalawan yang menyatakan kalau permohonan banding Yuni tidak
bisa diterima karena sudah lewat batas waktu. Luar biasa melihat tingkah dan upaya yang
dilakukan para petinggi ini, tak puas dengan putusan bersalah segala cara dilakukan untuk
menjatuhkan Yuni agar tidak bisa melakukan upaya hukum. Dan memang tidak mudah untuk
terus bertahan dan terus berjuang. Mendengar alasan yang mengada-ada tersebut, Yuni
langsung mendatangani Ketua PN Pelalawan di ruang kerjanya. Yuni tahu apa yang
disampaikan sang panitera adalah tidak benar. Dan kali ini Ketua PN Pelalawan ternyata
masih punya hati, dia membenarkan bahwa permohonan banding Yuni tidak melewati batas
waktu,. Lalu Ketua PN Pelalawan memanggil sang panitera ke dalam ruang kerjanya dan
Yuni diminta keluar ruangan. Setelah kejadian itu barulah sang panitera mau menerima berkas
banding Yuni, itupun dengan memasang muka yang sangat tidak enak dipandang mata dan
dengan sikap yang sangat tidak ramah.
Berkas banding Yuni akhirnya sampai di Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Kekuatan iman,
berserah diri dan berdoa pada Allah SWT, karena hanya Dia Sang penolong kaum yang
terzolimi ini dan kebenaran itu hanya Dia yang tahu lalu ditambah doa dari orang-orang
tercinta, Yuni yakin dan mantap maju berjuang. Akhirnya pada tanggal 16 Mei 2007 Majelis
Hakim Tinggi Pekanbaru menetapkan dalam putusan No: 91/PID/2007/PTR yang amarnya
berbunyi : Terdakwa Ritut Wahyuni terbukti secara sah dan meyakinkan tidak
bersalah/BEBAS MURNI dan bebas dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan
selanjutnya bisa ditebak Jaksa Penuntut Umum Kab.Pelalawan tidak menerima begitu saja
putusan Bebas tersebut, mereka langsung mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (walau
dalam pasal 244 KUHAP menyatakan bahwa putusan bebas murni tidak bisa dilakukan
Kasasi)
Tentu saja Yuni tidak tinggal diam, ia melakukan perlawanan dengan melakukan kontra
atas memory kasasi jaksa dan atas namanya sendiri, tanpa pengacara. Semua kejadian yang
telah dialaminya ini telah menempa hidupnya untuk kuat, tegar dan terus berdoa, karena Yuni
yakin bahwa akan ada kebenaran dan keadilan di Mahkamah Agung sana untuk dirinya. Dan
Allah SWT mendengar doa orang-orang yang terzolimi, ditambah dengan doa dari orang-orang
tercinta, orangtua, saudara, keluarga besar, suami dan anak-anak Yuni tercinta serta dorongan
semangat dari teman-teman seperjuanganlah, yang membuat Yuni KUAT BERTAHAN dan
TERUS BERJUANG.
Finalnya, tentu Yuni tak akan pernah melupakan apa yang terjadi pada hari Rabu, tanggal
30 Mei 2008 dalam hidupnya, karena pada hari itu Majelis Hakim Mahkamah Agung telah
mengeluarkan amar putusannya yakni TIDAK MENERIMA memori kasasi Jaksa Penuntut
Umum Kab.Pelalawan dan Terdakwa Ritut Wahyuni dinyatakan BEBAS MURNI sekaligus
memperkuat putusan Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Dan putusan Majelis Hakim Agung
ini tertuang dalam putusannya No: 2077 K/PID/2007.
Akhirnya perjuangan buruh wanita yang bernama Ritut Wahyuni ini tidak sia-sia. Dia
mampu membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah seperti yang telah dituduhkan oleh
perusahaan raksasa dimana dia mengabdi selama +/- 13 tahun itu. Salinan putusan dari
Mahkamah Agung telah dia terima di awal tahun baru 2009. Tentunya tahun baru 2009 ini,
memberikan semangat baru buat Yuni, karena lebih kurang selama 3 (tiga) tahun dia berjuang,
sekarang kemenangan itu sudah ada ditangannya. Dan Kemenangan ini menurutnya adalah
4/5
5. Kemenangan untuk semua Buruh/Pekerja/Kaum terhisap di seluruh Indonesia. Harapan
terbesarnya saat ini adalah bisa membangkitkan semangat dan motivasi bagi perjuangan
seluruh buruh/pekerja di Indonesia, terutama yang ada di Kabupaten Pelalawan, Pekanbaru,
Riau. Untuk bangkit dari keterpurukan yang diciptakan oleh kaum kapitalis serta oknum
pejabat negeri. Sudah saatnya semua buruh/pekerja bersatu agar tidak bisa dipecah belah,
dizolimi dan selalu kalah oleh kekuatan yang dimiliki sang kapitalis. Dengan adanya persatuan
dari semua buruh/pekerja, yakinlah para buruh/pekerja akan dapat memiliki kekuatan sendiri
yang mampu melindungi dirinya beserta keluarganya. PERSATUAN ADALAH JALAN
KELUAR DARI PEMANGKASAN HAK-HAK BURUH.
Dan dalam hal saat ini Yuni mencoba terjun sebagai Calon Anggota Legislatif di DAPIL I
Kabupaten Pelalawan dalam PEMILU 2009 - 2011, tak lain tak bukan adalah keinginannya
untuk membuat suatu perubahan atas apa yang telah dilihat dan dirasakan langsung dalam
pengalaman hidupnya. Kaum kapitalis terbukti adalah penjahat kemanusiaan bagi
buruh/pekerja/kaum terhisap. Dan para oknum petinggi negeri yang dibayar kaum kapitalis
adalah oknum yang terbukti sebagai penghambat perjuangan buruh/pekerja/kaum terhisap.
Nyata dan sangat miris pada kenyataannya bahwa orang-orang kecil/rakyat
kecil/buruh/pekerja, kaum terhisap selalu dikesampingkan dan mendapat pelayanan yang
nomor sekian dari para petinggi negeri. Hal itu kembali terbukti dan dialami oleh Yuni,
dimana langkah Yuni untuk mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif DPRD I pun tidak
mudah. Kendati perkaranya menang, pihak Polres Pelalawan mencari-cari alasan. Polisi
awalnya menolak mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang menjadi
salah satu syarat untuk pendaftaran Caleg, dan belakangan selidik punya selidik diketahui
bahwa hambatan tersebut datang dari Oknum Humas PT. RAPP yang berusaha agar Yuni tidak
bisa diterima sebagai CALEG, mereka mendatangi Kapolres Pelalawan dan meminta SKCK
tersebut tidak diproses. Namun, halangan ini tidak menyurutkan langkahnya. Ia menemui
Kapolres Pelalawan, meminta penjelasan. Dan diakui oleh KAPOLRES bahwa memang ada
Humas dari PT. RAPP yang mendatanginya dan meminta agar SKCK Yuni tidak diproses
karena Yuni masih terlibat kasus pidana. Setelah Yuni menjelaskan dan memberikan bukti
kepada KAPOLRES, akhirnya SKCK berhasil keluar pada menit-menit terakhir sebelum
penutupan pendaftaran di KPUD Pelalawan.
Itulah salah satu perubahan yang akan dilakukan dan selalu akan diperjuangkan Yuni jika
terpilih dan dipercaya menjadi Caleg di DPRD I Kab.Pelalawan. Tentunya Yuni mohon doa
restu dan dukungan dari semua pihak di Kab.Pelalawan dan sekitarnya, khususnya teman-
teman para buruh/pekerja/wong cilik beserta kaum terhisap. Karena Yuni mempunyai motto :
terus memperjuangkan, membela dan melayani rakyat kecil, para buruh/pekerja yang tertindas
beserta kaum terhisap lainnya.
Semoga Berhasil, Yuni.
********
5/5