1. 1
The Content of Amonia (N-NH3), and pH Silage Rumen Contents By Different
Species of Lactic Acid Bacteria and molasses additives Level Against
Abstract
Isnandar
. This Study was to determine the role of the six inoculum L. acidophilus, L. cacei, L.
plantarum, L. Spp (rumen contents), and L. blend (L. acidophilus, L. plantarum, L. cacei, and L.
Spp) and L 0 (without the use of inoculants) dominant molasses additive on 3 levels (0%, 4% and
8%) and time ensilase 3 weeks (21 days) of the acetic acid, butiric acid content and pH silage.
Rumen contents of 71.43 g and 28.57 g dry cassava mixed evenly (about 35% dry matter), given
three different treatments uses molasses (0%, 4%, and 8%), and each level of the use of molasses
were six kinds of treatments using LAB inoculant (L. acidophilus, L. cacei, L. plantarum, L. Spp
(rumen contents), and a mixture of L. (L. acidophilus, L. plantarum, L. cacei, and L. Spp) and L 0
(without the use of inoculants)), as much as 0.1%, mixed thoroughly incorporated in a plastic jar
capacity of 2 kg (as silos) compacted, sealed, and stored at room temperature (about 23o
C). The
combination of six different inoculant treatments and three levels of use of molasses, formed a
pattern completely randomized design factorial study (6 x 3), with five replications. Variables to
be evaluated is the quality of silage in laboratory. It was concluded that the use of inoculant of
Lactobacillus plantarum, followed by 2 best inoculant of Lactobacillus and Lactobacillus
mixture of rumen contents, and the level of use of molasses 8% yield best silage rumen
contents (P <0.05) with the lowest NH3 content and lowest pH of the silage.
Key Words: Lactic Acid Bacteria, Rumen Content, Silage Quality, Silo, additive, Duration
Kandungan Amonia (N-NH3) dan pH Silase Isi Rumen Pada Penggunaan
Berbagai Spesies Bakteri Asam Laktat dan Level Penggunaan Bahan Aditive
Molases
Intisari)
Isnandar
Penelitian ini untuk mengetahui peran enam inokulum L. acidophilus, L. cacei, L. plantarum,
L. Spp (isi rumen), dan L. campuran (L. acidophilus, L. plantarum, L. cacei, dan L. Spp) dan L 0
(tanpa penggunaan inokulan) dominan pada 3 tingkat aditif molases (0%, 4% dan 8%) dan waktu
ensilase 3 minggu (21 hari) terhadap kandungan asam laktat dan pH silase. Isi rumen 71,43 g dan
onggok kering 28,57 g yang dicampur merata (bahan kering sekitar 35%), diberi tiga macam
perlakuan penggunaan molasses (0%, 4%, dan 8%), dan masing-masing tingkat penggunaan
molases diberi enam macam perlakuan penggunaan inokulan BAL (L. acidophilus, L. cacei, L.
plantarum, L. Spp (isi rumen), dan L. campuran (L. acidophilus, L. plantarum, L. cacei, dan L. Spp)
dan L 0 (tanpa penggunaan inokulan)), sebanyak 0,1%, dicampur secara merata dimasukkan dalam
toples plastik kapasitas 2 kg (sebagai silo) dipadatkan, ditutup rapat, dan disimpan pada temperatur
kamar (sekitar 23o
C). Kombinasi perlakuan enam macam inokulan dan tiga level penggunaan
molasses, terbentuk pola penelitian rancangan acak lengkap faktorial (6 x 3), dengan lima kali
ulangan. Peubah yang dievaluasi adalah kualitas silase secara laboratorium. Disimpulkan bahwa
penggunaan inokulan Lactobacillus plantarum, diikuti 2 inokulan paling baik Lactobacillus
campuran dan Lactobacillus dari isi rumen, dan level penggunaan molases 8% menghasilkan silase
isi rumen paling baik (P<0,05) dengan kandungan NH3 dan pH silase paling rendah.
Kata Kunci : Bakteri Asam Laktat, Isi Rumen, Ensilase, Kualitas Silase, Silo bahan aditif
2. 2
Pendahuluan
Semakin banyaknya limbah peternakan, diperlukan penanganan dan pengolahan
untuk meningkatkan pemanfaatannya. Salah satu limbah peternakan yang dapat digunakan
sebagai pakan ternak adalah limbah dari rumah potong hewan (isi rumen sapi), yang
selama ini dibuang atau dimanfatkan sebagai pupuk organik, padahal selain itu masih
mempunyai potensi yang baik sebagai sumber pakan ruminansia. Menurut Messermith
(1973) menggunakan isi rumen sebagai bahan penyusun ransum sampai level 15 persen
dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi pakan, efisiensi
dan konversi pakan yang berbeda tidak nyata dengan pakan kontrol.
Ditinjau dari kandungan nutrisinya isi rumen mengandung 12,2% protein kasar,
(PK), 25% serat kasar (SK), 5,2% ekstrak eter (lemak), 7,9% abu dan 49,6% bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN) (Ricci, 1977, Isnandar 2001), diduga masih baik sebagai bahan
pakan ternak ruminansia. Oleh karena itu penggunaan isi rumen sebagai salah satu bahan
pakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak sangat membantu kelestarian
lingkungan khususnya di perkotaan.
Kendala utama sebagai sumber pakan adalah mempunyai sifat bau yang tidak sedap
menyengat sehingga tidak disukai sapi, dan sifatnya yang mudah mengalami pembusukkan
(Witherow & Lammers, 1976). Upaya menghilangkan bau busuk, mencegah terjadinya
pembusukan dan mempertahankan nilai nutrisinya adalah dibuat silase, Keuntungan dari
silase selain dapat mempertahankan nilai nutrisinya, karena adanya asam laktat dapat
menurunkan pH, juga dapat meningkatkan palatabelitas. Menurut Gohl (1981) pH yang
rendah juga dapat menekan pertumbuhan parasit dan mikriorganisme pathogen. Kondisi
tersebut dapat dihasilkan apabila pH silase kurang dari 4,2 atau pada kisaran 3,8 – 4,2
(Church, 1986).
3. 3
Untuk memperoleh proses fermentasi asam laktat yang baik diperlukan kandungan
bahan kering bahan silase lebih kurang 35%, kandungan gula terlarut yang tinggi sebagai
media fermentasi dan starter Laktobacillus. Kandungan bahan kering isi rumen yang
rendah (15%) dan kandungan gula terlarut yang sangat rendah, diperlukan bahan tambahan
yang dapat meningkatkan kandungan bahan kering dan gula terlarut.
Pembuatan silase sering kali digunakan bahan aditif misalnya dedak padi, dedak
jagung, onggok dan molases sebagai sumber gula terlarut yang mampu menstimulir
fermentasi, dan inokulan bakteri asam laktat, agar diperoleh proses ensilase yang lebih
cepat dan meningkatkan kwalitas silase. Bakteri asam laktat (BAL) adalah salah satu
bakteri yang terkandung dalam isi rumen (Jouany, 1991), tetapi masih diperlukan
pengkajian tentang kemampuannya dalam proses fermentasi asam laktat dalam pembuatan
silase dan kualitas silase isi rumen itu sendiri.
Bahan aditif untuk meningkatkan kandungan gula terlarut pada bahan silase yang
sering digunakan adalah molases. Molases (molasses) adalah cairan kental berfiskositas
tinggi dan berwarna coklat dari sisa nira yang telah mengalami proses pemurnian,
pemekatan dan pengambilan gula melalui proses kristalisasi (Tedjowahjono, 1987).
Dalam pembuatan silase kadang kala ditambahkan inokulan untuk mempercepat
perubahan gula terlarut menjadi asam organik (L.’t Mannetje. 1999). Penggunaan bahan
aditif yang ditambahkan pada pembuatan silase bertujuan untuk meningkatkan kualitas
silase, walau belum ada bukti yang menunjukkan bahwa menambahkan bahan aditif yang
antara lain enzim, kultur ragi, antibiotik, bakteri atau asam format untuk meningkatkan
kualitas silase adalah ekonomis (Sewell dan Wheaton, 1993).
Onggok atau gamblong adalah padatan (ampas) hasil samping dari proses
pengolahan ubi kayu menjadi aci (pati ubi kayu) atau tepung tapeoka. Proses pengolahan
4. 4
ubi kayu menjadi tapeoka menghasilkan 15 persen sampai 20 persen kulit ubi kayu, dan 5
persen sampai 20 persen onggok (Judoamidjojo et al., 1989).
Materi dan Metoda
Materi penelitian berupa 6 macam inokulan: Lactobacillus acidophylus,
Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus sp isolasi dari rumen,
Lactobacillus sp campuran (L. acidophilus, L. plantarum, L. cacei, dan L. Spp), dan tanpa
penggunaan inokulan Lactobacillus sp. Isi rumen diperoleh dari rumah potong hewan Kota
Malang. Onggok diperoleh dari pabrik tepung ubi kayu di Kecamatan Kandangan
Kabupaten Kediri. Molases limbah pabrik gula diperoleh dari pabrik gula Kebun Agung
Kabupaten Malang.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat alat pengujian asam
laktat, asam asetat, asam butirat di Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada (UGM), penetapan komposisi kimia pakan dilakukan di
Laboratorium Nutrisi BBPP – Batu dan Laboratorium Nutrisi Loka Sapi Potong Grati
Pasuruan.
Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial
yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama terdiri dari 3 penggunaan inokulan yaitu
Lactobacillus acidophylus, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus sp
isolasi dari rumen, Lactobacillus sp campuran (L. acidophilus, L. plantarum, L. cacei, dan
L. Spp), dan tanpa penggunaan inokulan Lactobacillus sp.. Campuran. Faktor ke dua
terdiri dari 3 level penggunaan bahan aditif molases yaitu 0%, 4% dan 8%, masing–masing
dilakukan 5 ulangan. Setiap unit percobaan dilakukan menggunakan bahan dasar isi rumen
1428,60 g, onggok 571,40 g, ditambah molases 0%, 4% dan 8%, setelah diberi perlakuan
inokulan bakteri 0,1%. yang dicampur merata, dimasukkan ke dalam botol plastik
5. 5
kapasitas 2 kg, ditutup secara rapat, disimpan pada suhu ruang sekitar 25o
C. Silase dipanen
setelah waktu ensilase selama 3 minggu (21 hari).
Peubah yang diamati adalah pH silase (Nahm, 1992), dan kandungan amonia (N-
NH3).
Hasil dan Pembahasan Desertasi
a. Produksi N-NH3
Kandungan N-NH3 silase dihasilkan dari degradasi protein oleh bakteri aerob dan fakultatif
anaerob, kandungan N-NH3 silase selengkapnya tersajikan dalam Tabel 8 dan Gambar 14.
Tabel 8. Kandungan amonia (%) silase isi rumen perlakuan penggunaan inokulan dan aras
penggunaan molases
Penggunaan inokulan
Aras penggunaan molases
0% 4% 8% Rata-rata
Acidophilus 3,98m 3,78l 3,04j 3,60
a
Casei 3,96m 3,79l 2,98j 3,57
a
Plantarum 3,92m 3,74l 2,67i 3,44
a
BAL mix 4,00m 3,74l 2,97j 3,57
a
BAL Rumen 3,99m 3,85lm 2,98j 3,61
a
Tanpa inokulan BAL 6,52n 6,29n 3,14jk 5,32
b
Rata-rata molases 4,39
b 4,20
b 2,96
a
a, b : Superskrip yang berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan perbedaan nyata
perlakuan penggunaan inokulan (P<0,05)
a, b : Superskrip yang berbeda pada baris rata-rata menunjukkan perbedaan nyata
perlakuan penggunaan molases (P<0,05)
6. 6
i – n : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata interaksi antara perlakuan penggunaan inokulan dengan level
penggunaan molases (P<0,05)
Gambar 14. Grafik kandungan NH3 silase yang menggunakan inokulan dan tanpa menggunakan
inokulan dengan perlakuan penggunaan molases 0%, 4% dan 8%
Perlakuan penggunaan inokulan berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap kandungan
N-NH3 silase. Penggunaan inokulan BAL plantarum menghasilkan silase dengan kandungan N-NH3
3,44%, BAL campuran mengandung N-NH3 3,57%, BAL casei mengandung N-NH3 3,57%, BAL
rumen mengandung N-NH3 3,61%, BAL acidophilus mengandung N-NH3 3,60% berbeda secara
tidak nyata (P > 0,05), dan ke lima perlakuan penggunaan inokulan berbeda secara nyata (P <
0,05) terhadap perlakuan tanpa inokulan yang mengandung N-NH3 5,32%. Perbedaan kandungan
N-NH3 dalam silase dihasilkan dari pola fermentasi selama waktu ensilase. Kecepatan fermentasi
asam laktat sehingga mampu menekan produksi N-NH3, tergantung tipe mekroorganisme yang
dominan dan populasi BAL Secara alami BAL terdapat pada tanaman adalah heterofermentatif
dengan jumlah yang rendah (Kung. 2007). Lebih lanjut menurut Kung (2007) populasi BAL secara
alami yang rendah dapat distimulasi dengan penggunaan molases dengan jumlah 40 – 50 lb per
7. 7
ton hijauan dapat mempercepat fermentasi. Fermentasi BAL yang cepat menurunkan pH silase,
menekan perkembangan bakteri klostridia dan menekan terjadinya degradasi protein menjadi N-
NH3 sampai 60%. Salah satu tujuan fermentasi dalam ensilase adalah menurunkan aktivitas
proteolitik dari enzim bahan silase (tanaman) dan mikroba terutama clostredia. Jumlah N-NH3
meningkat searah dengan kecepatan aktivitas proteolitik.
Perlakuan penggunaan molases berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap kandungan
N-NH3 silase isi rumen. Perlakuan penggunaan molases pada level 8% mengandung N-NH3 2,96%
secra nyata (P < 0,05) lebih rendah dibandingkan penggunaan molases 4% dan 0% yang masing-
masing mengandung N-NH3 4,20% dan 4,39%. Penambahan molases menunjukkan adanya
peningkatan fermentasi asam laktat, segera turunnya pH dan tertekannya degradasi protein
menjadi N-NH3. Hal ini searah dengan Esperance et al. (1985) dalam Muhlbach (2000), bahwa
silase rumput Panikum maximum yang diberi perlakuan bahan aditif molases menghasilkan silase
dengan pH dan kandungan amonia yang lebih rendah dibandingkan tanpa penambahan molases.
Adanya interaksi antara perlakuan penggunaan inokulan dengan level penggunaan
molases terhadap kandungan N-NH3 silase. Perlakuan penggunaan inokulan BAL. plantarum
dengan level penggunaan molases 8% menghasilkan silase mengandung N-NH3 2,67% secara
nyata lebih rendah dibanding perlakuan lain, berturut-turut BAL campuran molases 8%
mengandung N-NH3 2,97%, BAL casei molases 8% mengandung N-NH3 2,98%, BAL rumen molases
8% mengandung N-NH3 2,98%, BAL acidophilus molases 8% mengandung N-NH3 3,04%, BAL.
tanpa inokulan molases 8% mengandung N-NH3 3,14%, BAL plantarum 4% mengandung N-NH3
3,74%, BAL campuran molases 4% mengandung N-NH3 3,74%, BAL acidophilus molases 4%
mengandung N-NH3 3,78%, BAL casei molases 4% mengandung N-NH3 3,79%, BAL rumen molases
4% mengandung N-NH3 3,85%, BAL plantarum molases 0% mengandung N-NH3 3,92%, BAL. casei
molases 0% mengandung N-NH3 3,96%, BAL. acidophilus molases 0% mengandung N-NH3 3,98%,
8. 8
BAL rumen molases 0% mengandung N-NH3 3,99%, tanpa inokulan molases 4% mengandung N-
NH3 6.29% dan tanpa inokulan molases 0% mengandung N-NH3 6,52%.
Semua perlakuan menghasilkan silase dengan kandungan amonia lebih rendah
dibandingkan persaratan umum kandungan amonia maksimal silase hijauan jagung yang baik
yaitu 5 – 7% dari jumlah netrogen (Zimmerman, 2002). Menurut Zimmerman (2002) kandungan
amonia yang tinggi mengindikasikan tingginya degradasi protein, terlalu tingginya kandunga air
bahan silase, pengisian bahan silase kedalam silo yang lama serta tingginya kandungan protein
yang larut air. Hal ini searah dengan kandungan protein bahan silase campuran isi rumen, onggok
dan molases yang tidak tinggi (6%/BK) dan kandungan BK yang tinggi (+ 35%) sehingga
menghasilkan silase dengan kandungan amonia yang rendah yaitu 2,67 – 6,52% dari semua
perlakuan dengan lama ensilase 21 hari, kecuali perlakuan tanpa penggunaan inokulan dengan
menggunakan molases 0% dan 4%. Silase isi rumen dari semua perlakuan dikatagorikan baik
ditinjau dari kandungan N-NH3 silase maksimal. Menurut Van Saun et al. (2008) silase yang baik
mengandung N-NH3 tidak lebih dari 8 – 10% dari jumlah protein kasar.
Hasil dan Pembahasan
Keadaan sebelum ensilase.
Bahan yang digunakan untuk membuat silase adalah campuran isi rumen, onggok,
dan molases. Komposisi kimia bahan yang dibuat silase tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia bahan yang digunakan pembuatan silase (% / BK)
Komponen isi Rumen Onggok Molases
BK 15,42 85,12 66 - 71
BO 85,34 80,11 78,21
PK 11,23 0,90 3,40
SK 22,19 16,49 18,11
BETN 51,56 60,47 54,45
Gula terlarut Tidak terdeteksi 12,51 43,11
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Nutrisi Loka Sapi Potong Grati Pasuruan dan
Laboratorium Pakan Ternak Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu
9. 9
Kandungan nutrien campuran isi rumen 71,43%, onggok 28,57% dan molases
sebelum mengalami proses fermentasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrien bahan campuran isi rumen, onggok dan molases yang
digunakan pembuatan silase sebelum fermentasi (% / BK)
Komponen
Penambahan molases
molases 0% molases 4% molases 8%
BK. 35,52 35,54 35,56
BO. 81,24 81,22 81,25
PK. 7,62 7,48 7,03
SK. 20,01 20,11 19,99
BETN 51,36 51,38 51,98
Gula terlarut 2,99 3,21 4,42
Sumber : Hasil análisis Laboratorium Nutrisi Loka Sapi Potong Grati – Pasuruan dan
Laboratorium Pakan Ternak Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu.
Isi rumen mempunyai kandungan BO dan PK cukup tinggi (85,34% dan 11,23%)
lebih tinggi dibanding onggok yang kebanyakan digunakan sebagai bahan penyusun
konsentrat sapi perah. Kandungan BK onggok kering + 85% lebih tinggi dari kandungan
BK isi rumen, ditambahkan kedalam campuran bahan silase agar diperoleh kandungan BK
campuran menjadi + 35%.
Keadaan setelah ensilase
Pengamatan silase dilakukan setelah waktu ensilase 21 hari, data selengkapnya
tersaji pada Tabel Tabel 3 dan 4.
Penggunaan inokulan
Aras penggunaan molases
0% 4% 8% Rata-rata
Acidophilus 3,98m 3,78l 3,04j 3,60
a
Casei 3,96m 3,79l 2,98j 3,57
a
Plantarum 3,92m 3,74l 2,67i 3,44
a
BAL mix 4,00m 3,74l 2,97j 3,57
a
BAL Rumen 3,99m 3,85lm 2,98j 3,61
a
10. 10
Tanpa inokulan BAL 6,52n 6,29n 3,14jk 5,32
b
Rata-rata molases 4,39
b 4,20
b 2,96
a
Tabel 3. Kandungan amonia (%N-NH3/%BK), dan pH silase
Perlakuan pH Amonia (N-NH3)
Inokulan BAL
L. acidophilus 4,09 a 3,60
a
L. casei 4,08 a 3,57
a
L. plantarum 3,95 a 3,44
a
BAL.Mix 3,96 a 3,57
a
BAL.Rumen 4,13 ab 3,61
a
BAL.0 4,22 b 5,32
b
Molases
0% 4,23 b 4,39
b
4% 4,09 b 4,20
b
8% 3,90 a 2,96
a
Interaksi
ac.m0 4,20 b 3,98m
ac.m4 4,14 ab 3,78l
ac.m8 3,94 a 3,04j
ca.m0 4,21 b 3,96m
ca.m4 4,13 ab 3,79l
ca.m8 3,91 a 2,98j
pl.m0 3,99 ab 3,92m
pl.m4 4,02 ab 3,74l
pl.m8 3,84 a 2,67i
bm.m0 4,07 ab
bm.m4 3,97 ab
bm.m8 3,84 a
br.m0 4,45 c
br.m4 4,16 b
br.m8 3,79 a
b0.m0 4,46 ab
b0.m4 4,15 b
b0.m8 4,06 ab
a, b, c, d : Superskrip yang berbeda pada kolom rata-rata menunjukkan perbedaan
nyata perlakuan penggunaan inokulan (P<0,05)
11. 11
a, b, c : Superskrip yang berbeda pada baris rata-rata menunjukkan perbedaan
nyata perlakuan penggunaan molases (P<0,05)
i – v : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata interaksi antara perlakuan penggunaan inokulan dengan
level penggunaan molases (P<0,05)
i – m : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata interaksi antara perlakuan penggunaan inokulan dengan
level penggunaan molases (P<0,05)
pH silase. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan inokulan
dan penggunaan bahan aditif molases berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)
terhadap proses fermentasi dan nilai pH silase. Terdapat interaksi antara
penggunaan inokulan dan penggunaan bahan aditif molases pada proses
fermentasi dan nilai pH silase. Uji jarak berganda Duncan pada perlakuan
penggunaan molases mempunyai pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap proses
fermentasi asam laktat dan penurunan pH. Penggunaan molases 8%
menghasilkan pH rata-rata 3,90 lebih rendah diikuti penggunaan molases 4% dan
tanpa menggunakan molases.
Kandungan asam asetat. Hasil análisis ragam tertera dalam Tabel 3
menunjukkan bahwa masa ensilase 21 hari dengan temperatur rata-rata 30O dan
bahan kering 35% penggunaan BAL plantarum menghasilkan as. asetat 0,97%
secara nyata lebih rendah dari pada inokulan BAL yang lain, diikuti berturut – turut
BAL isi rumen 1,14%, BAL campuran 1,18%, BAL casei 1,18%, BAL acidophilus
1,38% dan tanpa penggunaan inokulan 1,51%. Inokulan BAL yang menghasilkan
kandungan asam asetat yang lebih rendah karena kemampuan kecepatan
fermentasi untuk menghasilkan asam laktat secara cepat dan segera
merendahnya pH dalam silase dan tertekanannya pertumbuhan bakteri asam
asetat. Menurut Kung (2001), bahwa penggunaan inokulan Lactobacillus buchneri
12. 12
dapat mempercepat menurunkan ketersediaan oksigen dan meningkatkan
kecepatan fermentasi asam laktat sehingga segera dicapai pH rendah dan
tertekannya bakteri asam asetat dalam silase. Adanya interaksi antara
penggunaan inokulan L dengan level penggunaan bahan aditif molases terhadap
kandungan asam asetat silase.
Kandungan asam butirat
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan inokulan BAL
berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap kandungan asam butirat silase.
Penggunaan BAL plantarum menghasilkan silase dengan kandungan asam butirat
0,15% secara nyata (P < 0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan penggunaan
BAL. yang lain, berturut-turut BAL. campuran 0,21%, BAL. isi rumen 0,23%, BAL.
casei 0,23%, BAL. acidophilus 0,38% dan B0 atau tanpa penggunaan inokulan
0,41%.
Penggunaan inokulan BAL menunjukkan pola fermentasi asam laktat yang
lebih cepat dan tercapainya pH rendah, menurunnya aktivitas clostredia dan
produksi asam butirat sehingga kandungan nutrien bahan silase tidak banyak
terdegradasi (Buckmaster, 2009). Menurut Kung (2001), rendahnya kandungan
asam butirat (<0,5%/BK) pada silase, menunjukkan proses fermentasi asam laktat
selama ensilase berjalan baik dan tertekannya pertumbuhan clostredia. Lebih
lanjut menurut Kung (2001), bahwa kandungan asam butirat yang tinggi dalam
silase, akan diikuti rendahnya kandungan nutrien pakan, kandungan serat kasar
yang tinggi dan degradasi kandungan nutrien. Berdasarkan kreteria kandungan
asam butirat dan berlangsungnya proses fermentasi asam laktat, silase isi rumen
termasuk berkualitas baik dengan kandungan asam butirat 0,15 – 0,41%.
13. 13
Kesimpulan
Penggunaan inokulan bakteri asam laktat dan penggunaan bahan aditif
molases berpengaruh nyata terhadap pH silase, kandungan asam asetat, dan
asam butirat silase isi rumen. Rata-rata kualitas silase paling baik (pH silase,
kandungan asam asetat, dan kandungan asam butirat paling rendah) dihasilkan
berturut - turut penggunaan inokulan L plantarum, L campuran dan L isi rumen.
Adanya interaksi antara penggunaan inokulan bakteri asam laktat dengan level
penggunaan molases, hasil paling baik oleh inokulan BAL plantarum dan molases
8%. Menggunakan inokulan BAL dari isi rumen yang telah dilakukan isolasi lebih
dahulu dapat digunakan sebagai inokulan silase dengan masa ensilase 21 hari.
Silase isi rumen dengan kandungan nutrien yang cukup tinggi, masih diperlukan
kajian lebih lanjut tentang waktu ensilase paling pendek dari berbagai perlakuan
penggunaan inokulan paling baik pada level molases paling baik
Daftar Pustaka
BoGohl. 1981. Tropical feeds. Feeds information summaries and nutritive value
FAO, Rome
Buckmaster, D. 2009. Bacterial Inoculants For Silage. Associate Professor,
Agricultural Engineering. Beth Lundmark, Research Assistant.
Church, D.C. 1986. Feed and Feeding. Prentice Hill A Division of Simon and
Schuster., Inc. Englewood Cliffs, NY, United Stated of America.
Isnandar. 2001. Kajian Tentang Penggunaan Silase Isi Rumen Dalam Ransum
Konsentrat Sapi Perah Peranakan Friesan Holland (PFH) Terhadap
Penampilan Produksi Susu
Jouane, J.P. 1991. Rumen Microbial Metabolism And Ruminant Digestion. Institut
National De La Recherche Agronomique. 147, rue de I’Universite – 75338
Paris cedex 07.
Judoamidjojo, R.M., E.G. Sa’id, dan L.Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar
Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Kung, L., and R. Shaver. 2001. Interpretation and Use of Silage. Fermentation
Analysis Reports.
14. 14
Kung, L.Jr., and R. Shaver. 2001. Interpretation and Use of Silage Fermentation
Analysis Reports. Arcadia, Wisconsin. Contact: Dave Taysom, (608) 323-
2123. dtaysom@dairylandlabs.com.
Kung, L.Jr. 2001. What the Smells From Silages Can Tell You. University of
Delaware.
L.’t Mannetje, 1999. Silagr Making in the Tropics with Particular Emphasis on
Smallholders. Proceeding of the FAO Electronic Conference on Tropical
Silage.
Messersmith, T.L. 1973. Evaluation of Dried Paunch Feed as Roughages Source
in Ruminant Finishing Rations. M.A. Thesis. Department of Animal Science.
University of Nebraska.
Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Foreage and Water Analysis. Yoo Han
Publishing, Seoul. Korea.
Ricci. 1997. A.Method Of Manure Disposal Foe Beef Packing Operation.First
Interin Tech.Rep.EPA-600/2-77-103
Sewell, H.B. and H.N. Wheaton. 1993. Corn Silage for Beef Cattle. Agricultural
Publication G02061-Reviewed October 1, 1993. University of Missouri-
Columbia.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu
Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Tedjowahjono S. 1987. Potensi Tetes sebagai Hasil Samping Pabrik Gula dan
Manfaatnya. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan.
Tilley, J.M.A. and R.A. Terry, 1963. A Two-Stage Technique for The In-Vitro
Digestion for Forage Crops. Brit. Agric. Grassl. Soc. 18 : 104-111.
Witherow, J.L. and S.Lammers. 1976. Pounch and Viscera Handling.Pp.37-66 In
Workshop (1973) On in-Plant Waste Reduction In The Meat Industry.
Compiled by J.L.Witherow On J.F.Scief.Environ. Prot.Technol.Ser.EPA-
600/2-76-214.
15. 15
KARYA TULIS ILMIAH
Kandungan Asam Asetat, Asam Butirat dan pH Silase Isi Rumen Pada
Penggunaan Berbagai Spesies Bakteri Asam Laktat dan Level
Penggunaan Bahan Aditive Molases.
OLEH :
Dr. Ir. Isnandar, MP
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN
JL.SONGGORITI NO 24 – BATU
2013