Yurisdiksi negara dalam united nation convention againts corruption
1. Yurisdiksi Negara Dalam United
Nation Convention Againts
Corruption 2003 Dan Kaitannya
Terhadap Upaya Pengembalian
Aset Hasil Korupsi Di Indonesia
(Dalam Hal Keterbukaan
Kerahasiaan Bank Swiss)
Arif Kurniawan
07 140 160
2. Latar
belakang
Transnational
Crime berupa Perbanka
Korupsi pencucian n
uang
Pengembalian
Yurisdiksi Aset
negara
United Nation
Convention
Againts
Corruption
2003
3. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengaturan yurisdiksi
negara berkaitan pengembalian aset
hasil korupsi yang diatur didalam
United Nation Convention Againts
Corruption 2003?
2. Kendala-kendala apa saja yang
dihadapi dalam menerapkan United
Nation Convention Againts Corruption
2003 khususnya dalam upaya
mengembalikan aset-aset hasil
korupsi di Indonesia?
4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana
pengaturan yurisdiksi negara berkaitan
pengembalian aset hasil korupsi yang
diatur didalam United Nation
Convention Againts Corruption 2003.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala apa
yan dihadapi dalam menerapkan United
Nation Convention Againts Corruption
2003 khususnya dalam upaya
mengembalikan aset-aset hasil korupsi
5. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat
menjawab keingintahuan penulis
terhadap masalah yang penulis teliti
serta menambah pengetahuan penulis
mengenai ilmu hukum terkhusus hukum
internasional.
b. Dapat dipergunakan bagi mereka yang
berminat untuk melanjutkan penelitian
ini dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teori-teori yang
berada didalamnya.
6. Lanjutan
2. Manfaat Praktis
a. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan dan menambah informasi
bagi individu, masyarakat maupun
pihak-pihak lain yang membutuhkan
yang berhubungan dengan hukum
internasional.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan masukan bagi
negara atau pemerintah dalam
melahirkan kebijakan-kebijakan yang
bermanfaat bagi khalayak ramai.
7. Metode
Penelitian
1. Tipologi Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
yakni penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif menurut Soerjono Soekanto adalah
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka dan data sekunder.
Penelitian hukum normatif yang digunakan mencakup:
a. Inventarisasi hukum yaitu mengumpulkan ketentuan-
ketentuan hukum internasional seperti konvensi-konvensi,
piagam PBB, protokol dan peraturan internasional dan
peraturan nasional lainnya yang berhubungan dengan
penulisan untuk dianalisis.
b. Penelitian hukum terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan
horizontal. Taraf sinkronisasi vertikal yaitu penelitian
terhadap ketentuan hukum antara yang lebih tinggi dan
yang lebih rendah yang mengatur kehiduapan yang tidak
saling bertentangan, sedangkan taraf sinkronisasi horizontal
adalah penelitian terhadap ketentuan hukum yang sederajat
yang mengatur bidang yang sama.
8. lanjutan
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini yakni jenis penelitian kepustakaan (library
research). Pada penelitian hukum normatif,
bahan pustaka merupakan data dasar, yang
dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data
sekunder
Apabila dilihat dari sudut informasi yang
diberikannya, maka bahan pustaka dapat dibagi
dalam tiga kelompok yakni:
a. Bahan hukum primer
b. Bahan hukum sekunder
c. Bahan hukum tersier
9. lanjutan
3. Teknik pengumpulan data:
a. Studi kepustakaan yang dilakukan pada
1.Perpustakaan Universitas Andalas,
2.Perpustakaan Fakultas Hukum Univ. Andalas,
3.Perpustakaan Universitas Bung Hatta.
b. Studi dokumen
4. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dengan cara:
a. Editing
b. Coding
Analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan
memaparkan data dalam bentuk kalimat untuk menjawab rumusan
masalah yang telah ditetapkan sebelumnya yang disajikan secara
deskriptif.
10. Pengaturan Yurisdiksi Negara Berkaitan Dengan
Pengembalian Aset Hasil Korupsi di Dalam United
Nation Convention Againts Corruption 2003
Yurisdiksi negara didalam UNCAC 2003 diatur didalam Bab III Pasal 42
Ayat 1 sampai dengan 6.
a. Ketentuan yurisdiksi negara pada Pasal 1 huruf a dan b : Prinsip
Teritorial.
b. Pasal 2 huruf (a) : Prinsip Nasionalitas Pasif.
Huruf (b) : Prinsip Nasionalitas Aktif.
Huruf (c) dan (d) : Prinsip Perlindungan.
c. Ketentuan ayat 3, 4 dan 5 tentang pelaksanaan yurisdiksi terhadap
pelaku kejahatan. Dimana kewajiban yang harus dilakukan negara
untuk menetapkan yurisdiksi hukum nasionalnya terhadap keahatan
yang dengan itu tidak mengekstradisi pelaku kejahatan yang berada
didalam negaranya.
d. Ketentuan ayat 6 mengatur tentang ruang lingkup pelaksanaan
konvensi yang tetap menghormati apabila hukum nasional suatu
negara mengatur lain terhadap ruang lingkup pengaturan yang
terdapat didalam konvensi
11. Lanjuta
n Dasar untuk
menentukan tindakan
Pasal 42 yang dapat diambil oleh
UNCAC negara terhadap
2003 kejahatan yang diatur
didalam konvensi
berupa korupsi,
Pasal 54 dan 55 kejahatan terorganisir,
tersebut yang kejahatan ekonomi dan
menjadi dasar money loundering
bagi negara (Paragraf kedua
peminta aset pembukaan konvensi)
untuk Dan juga terhadap
memperluas pengembalian aset
yurisdiksi hukum
nasionalnya Pengembalian aset harus dengan
sekaligus putusan yudisial (pengadilan)
pembatasan (Pasal 54 ayat 1 huruf (a) serta ayat 2
terhadap huruf (a), (b), (c) serta Pasal 55 ayat 1
yurisdiksi negara huruf (b).
tempat aset
disembunyikan
12. Dalam permintaan pengembalian aset
negara peminta didalam
permintaannya harus memuat:
1. Uraian mengenai kekayaan yang
akan dirampas, termasuk lokasi,
perkiraan nilai kekayaan serta
pernyataan mengenai fakta-fakta yang
diyakini yang memungkinkan negara
yang diminta mengupayakan perintah
berdasarkan hukum nasionalnya.
2. Pernyataan mengenai informasi
dalam lingkup yang dilaksanakan
dalam melaksanakan salinan sah
permintaan serta pemberitahuan
terhadap pihak ketiga yang beritikad
baik dan untuk menjamin perlindungan
hukum serta pernyataan bahwa
perintah perampasan bersifat final.
3. Pernyataan mengenai fakta-fakta
yang diyakini negara peminta dan
tindakan-tindakan yang diminta dan
jika ada salinan sah perintah yang
menjadi dasar bagi pengajuan
permintaan (Pasal 55 ayat 3 UNCAC
2003)
13. Pengembalian Aset Hasil
Korupsi di Indonesia
Ratifikasi terhadap United Nation Convention
Against Corruption 2003 melalui Undang-undang No. 7
Tahun 2006 menempatkan Indonesia secara politis
sebagai salah satu negara yang memiliki komitmen
dalam pemberantasan korupsi. Ratifikasi ini juga
menunjukkan bahwa pemerintah indonesia serius
dalam memberantas korupsi. Ratifikasi ini bagi
indonesia menjadi penting mengingat contoh-contoh
kasus korupsi yang pernah dihadapi indonesia tak
jarang menghadapi kendala-kendala terutama karena
menyangkut negara lain. Keseriusan pemerintah dalam
memberantas korupsi dan mengembalikan aset dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi negara-negara lain
untuk dapat memberikan bantuan dalam
pemberantasan korupsi diindonesia dan juga terhadap
pengembalian aser hasil korupsi yang berasal dari
indonesia.
14. Mekanisme pidana (criminal
recovery) pengembalian aset
(Pasal 54-55 konvensi) tidak
maksimal karena dipengaruhi Pengembalian aset
faktor subjektif seperti diswiss semakin terbuka
tersangka sakit, meninggal peluang mengingat
dunia, melarikan diri bahkan aturan swiss tidak lagi
divonis bebas mengatur kerahasiaan
nasabah secara ketat
contohnya dengan
Mekanisme
lahirnya RIAA (Return of
perdata (civil
Illicit Asset Act) pada
recovery, dalam
awal febuari 2011
Pasal 53 konvensi)
kemarin.
menjadi alternatif
Sesuai dengan
pengembalian aset
ketentuan aturan Pasal
karena lebih
40 UNCAC 2003 Tentang
ditujukan terhadap
Kerahasiaan Bank
asetnya bukan
pelakunya
15. Kendala-kendala yang dihadapi
Indonesia dalam Menerapkan UNCAC
2003
Secara yuridis:
1. Indonesia belum memiliki peraturan khusus
yang mengatur pengembalian aset.
2. Peraturan hukum nasional termasuk hukum
acara perdata belum memungkinkan negara
sebagai subjek penggugat dalam hal indonesia
sebagai negara yang diminta.
3. Indonesia belum memiliki lembaga yang
berfungsi sebagai central authority
pemberantasan korupsi terutama dalam
pengembalian aset yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan kerjasama
internasional dalam hal pengembalian aset.
16. Kesimpulan
1. Pengaturan yurisdiksi negara yang diatur dalam Bab III Pasal
42 ayat 1 sampai dengan 6 menjadi dasar untuk penerapan
yurisdiksi negara peminta aset sebagaimana ruang lingkup
kejahatan yang diatur didalam konvensi.
2. Permasalahan perbedaan yurisdiksi yang menjadi kendala
dalam pengembalian aset difasilitasi konvensi dengan
mewajibkan negara pihak untuk saling bekerjasama dan
memberikan bantuan baik kerjasama bilateral maupun
multilateral seperti bantuan timbal balik (mutual legal
asisstance) sebagaimana diatur dalam pasal 51 konvensi
tentang pengembalian aset.
3. pengembalian aset dapat dilakukan melalui mekanisme
perdata (civil recovery) yang diatur dalam pasal 53 konvensi
dan mekanisme pidana (criminal recovery) yang diatur dalam
pasal 54-55 konvensi.
4. Permintaan pengembalian aset harus terlebih dahulu ada
putusan pengadilan serta melampirkan syarat-syarat
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 3 UNCAC 2003.
5. Pengembalian aset di indonesia belum berjalan maksimal
karena indonesia belum memiliki perangkat aturan yang
mengatur secara khusus pengembalian aset.
17. Saran
1. Secara internasional indonesia harus memperluas
kerjasama-kerjasama baik bilateral maupun
multilateral misalnya dengan mengadakan perjanjian
timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal
assistance) hal ini dikarenakan perjanjian tersebut
menjadi penting bagi pengembalian aset.
2.Didalam negeri sendiri indonesia harus melakukan
pembaharuan dibidang aturan hukum pengembalian
aset hasil tindak pidana korupsi dengan membentuk
undang-undang tentang pengembalian aset hasil
tindak pidana korupsi yang mengatur secara khusus
mengenai pengembalian aset.
3. Indonesia juga sudah seharusnya melirik pengembalian
aset melalui mekanisme civil recovery dan tidak
hanya terfokus pada pengembalian aset melalui
mekanisme criminal recovery karena kemudahan dan
efektivitas yang termuat dalam pengembalian aset.