etika bisnis pada perusahaan farmasi tentu sudah banyak menjadi konsen, disini akan dibahas apa saja yang sudah menjadi contoh baik penerapan etika bisnis di pt bayer indonesia
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
Be & gg, aprilini khaterin johan, hapzi ali, etika bisnis pada perusahaan, universitas mercubuana, 2017.
1. 1
ETIKA BISNIS PADA PT BAYER INDONESIA
Aprilini Khaterin Johan
Magister Manajemen Universitas Mercubuana
keyjo21@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan prinsip
etika bisnis pada PT Bayer Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis data sekunder. Penulisan ini menggunakan metode
analisis data sekunder supaya dapat mendapatkan informasi untuk mengetahui konsep
etika bisnis pada PT Bayer Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan farmasi
multinasional.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa konsep etika bisnis ini diterapkan oleh
PT Bayer Indonesia. Penerapan etika bisnis dalam PT Bayer Indonesia ini sendiri masih
bisa digolongkan cukup baik karena dapat menanggulangi tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan etika bisnis. Adanya aturan yang diadaptasi dari IPMG memberikan
karyawan kejelasan dari pelatihan awal sehingga diharapkan dapat meminimalisir
tindakan yang tidak sesuai etika bisnis. Implementasi dari etika bisnis juga sudah
memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan perusahaan dan dalam jangka
panjang.
Kata Kunci— etika bisnis, perusahaan farmasi
Pendahuluan
Etika bisnis mengacu pada penerapan prinsip-prinsip etika pada suatu kondisi bisnis,
khususnya dalam menghadapi situasi dilematis dalam bisnis (business dilemma). Dilema
bisnis timbul bilamana terdapat situasi bisnis, di mana keputusan yang diambil
menghadapi dua atau lebih pilihan yang mempunyai dampak yang berbeda yang akan
memengaruhi (a) kemampuan bersaing perusahaan dan profitabilitasnya dan (b) pengaruh
yang kurang baik bagi para pemangku kepentingan lainnya. 1)
Praktik bisnis industri farmasi selalu saja dikaitkan dengan sejumlah isu etika. Penelitian
Sillup and Porth (2008) menyatakan bahwa ada enam isu etika yang terjadi pada industri
farmasi, yakni terkait keamanan obat, kebijakan harga, pengungkapan data, kebijakan
impor dan reimpor, desain studi klinis, dan terkait dengan pemasaran obat.
Dalam hal pemasaran ataupun promosi obat, etika sangat penting bagi misi
industri farmasi dalam membantu pasien dengan menemukan, mengembangkan dan
memasarkan obat baru. Promosi etis membantu memastikan profesi kesehatan mendapat
akses informasi yang dibutuhkan, pasien mendapat akses obat yang dibutuhkan dan obat
diresepkan dan digunakan dengan tujuan memberikan manfaat kesehatan yang
maksimum bagi pasien
PT Bayer Indonesia merupakan salah satu dari perusahaan multinasional yang
bergerak di industri farmasi. Dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia, PT Bayer
Indonesia mematuhi segala hukum yang ditetapkan oleh Indonesia, termasuk juga hukum
internasional (IPMG), dimana PT Bayer Indonesia merupakan salah satu anggota dari
asosiasi tersebut.
2. 2
IPMG (International Pramaceutical Manufactures Group), sebuah asosiasi
beranggotakan 24 perusahaan farmasi berbasis penelitian internasional yang beroperasi di
Indonesia, memegang teguh komitmen untuk menyediakan obat-obatan yang aman,
berkualitas tinggi dan berkhasiat, serta menyediakan informasi mengenai nilai dan
potensi risiko kepada para penyedia layanan kesehatan. Semua anggota IPMG
menjunjung tinggi kepatuhan terhadap peraturan dan hukum terkait, khususnya kode etik
dalam praktik pemasaran.
IPMG dan anggotanya telah sepakat meningkatkan upaya pendidikan dan promosi
yang bermanfaat bagi pasien dan program promosi dan kerja sama yang meningkatkan
mutu praktek kedokteran. IPMG juga berusaha menjaga kebebasan profesi kesehatan di
dalam mengambil keputusan menuliskan resep obat untuk pasiennya. Industri farmasi
memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam memberikan informasi yang akurat dan
pendidikan mengenai produknya kepada profesi kesehatan sehubungan dengan
penggunaan obat etikal yang tepat. Hubungan antara industri dengan profesi kesehatan
harus mendukung dan sejalan dengan tanggung-jawab profesi kesehatan terhadap
pasiennya. Perusahaan farmasi harus menjaga standar etika yang tinggi ketika melakukan
aktifitas promosi dan mematuhi persyaratan hukum, peraturan dan profesional yang
berlaku. Melalui Kode Etik ini, IPMG ingin memastikan praktek promosi yang etis di
seluruh Indonesia.
Tinjauan Pustaka
1. Bayer
Bayer adalah sebuah perusahaan inovasi dengan sejarah selama 150 tahun dan
kemampuan inti di bidang Life Science kesehatan dan agrikultur. Kami mengembangkan
molekul baru untuk digunakan dalam solusi dan produk inovatif untuk meningkatkan
kesehatan manusia, hewan, dan tanaman. Aktivitas penelitian dan pengembangan kami
berdasar pada pemahaman yang mendalam terkait proses biokimiawi dalam organisme
hidup.
Tujuan dari PT Bayer Indonesia adalah mencapai dan mempertahankan posisi
kepemimpinan di pasar, dan oleh sebab itu PT Bayer Indonesia menciptakan nilai bagi
konsumen, pemegang kepentingan, dan karyawan kami. Hingga saat ini, strateginya
adalah dengan mendesain untuk menyelesaikan beberapa tantangan yang paling besar
yang dihadapi umat manusia, dan dengan melakukannya dengan sangat baik, PT Bayer
Indonesia berupaya untuk memperkuat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba.
Bayer berkomitmen untuk beroperasional secara berkelanjutan dan juga memenuhi
tanggung jawab etis dan sosial kami sebagai warga korposasi, dan di saat yang sama tetap
menghormati kebutuhan semua pemegang kepentingan kami. Karyawan dengan hasrat
untuk berinovasi akan menikmati kesempatan untuk berkembang di Bayer.
Semua ini merupakan bagian dari misi kami : Bayer: Science For A Better Life
3. 3
a. Organisasi Bayer
b. Tugas dan Kegiatan Board of Management
Bayer AG adalah manajemen strategis perusahaan induk, dijalankan oleh
Board of Management dengan tanggung jawab masing-masing Dewan yang bertujuan
meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan mencapai tujuan perusahaan
ditetapkan.
c. Tugas Divisi Bayer
Divisi Pharmaceuticals berfokus pada produk-produk etikal, khususnya untuk kesehatan
wanita dan kardiologi, dan pada bidang terapi khusus untuk onkologi, hematologi, dan
oftalmologi. Divisi ini juga terdiri dari Unit Bisnis Radiologi, yang memasarkan
peralatan pemindaian contrast-enhanced diagnostic dengan contrast agents penting
lainnya.
Divisi Consumer Health memasarkan produk obat tanpa resep untuk dermatologi,
makanan tambahan, analgesik, gastrointestinal, alergi, demam dan flu, perawatan kaki,
perlindungan sinar matahari dan pencegahan risiko kardiovaskular. Beberapa merek
terkenal di dunia termasuk di dalamnya, seperti Claritin™, Aspirin™, Aleve™,
Bepanthen™/Bepanthol™, Canesten™, Dr. Scholl’s™ dan Coppertone™.
Divisi Crop Science memiliki bisnis di bidang benih, perlindungan tanaman dan
pengendalian hama non-pertanian. Organisasinya terdiri dari dua unit operasional: Crop
Protection/Seeds dan Environmental Science. Crop Protection/Seeds memasarkan
portofolio besar untuk produk benih unggul bersama solusi inovatif untuk manajemen
hama secara biologis dan kimiawi, dan juga menyediakan pelayanan konsumen yang luas
untuk pertanian berkelanjutan yang modern. Environmental Science berfokus pada
aplikasi non-pertanian, dengan portofolio besar untuk produk pengendalian hama dan
pelayanan untuk beragam area, mulai dari sektor perumahan dan perkebunan, sampai
kehutanan.
4. 4
d. Nilai-nilai Bayer
LIFE merupakan nilai-nilai yang dihidupi Bayer. LIFE merupakan singkatan dari
Leadership, Integrity, Flexibility, dan Efficiency. Menerapakan Leadership dapat dengan
memberikan kejelasan dan petunjuk, berpikir dan berindak strategis, meminta dan
menghargai kinerja, capai pengembangan bakat yang kuat dan beragam. Menerapkan
nilai Integrity dapat dengan patuh terhadap hukum, peraturan dan praktik-praktik bisnis
yang baik, berlaku jujur dan dapat diandalkan. Menerapkan nilai Flexibility dapat dengan
mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan tren dan berbagai kebutuhan masa depan,
mencari peluang-peluang dan mengambil resiko yang dapat diperhitungkan. Menerapkan
nilai Efficienct dapat dengan mengelola penggunaan sumber daya dengan bijaksana,
fokus pada kegiatan yang menciptakan nilai, menunjukan hasil dengan biaya, kecepatan
dan kualitas yang sesuai.
2. IPMG
Dalam praktek kefarmasian Bayer di Indonesia, PT Bayer bernaung pada IPMG untuk
asosiasi yang berhubungan dengan pemerintah Indonesia dan berkomitmen meningkatkan
sistem pelayanan kesehatan nasional sesuai standar internasional. Komitmen IPMG
adalah mengutamakan kepentingan pasien dan melaksanakan bisnis yang beretika. IPMG
dan anggotanya sepakat meningkatkan upaya pendidikan dan promosi yang bermanfaat
bagi pasien dan program promosi dan kerjasama yang meningkatkan mutu praktek
kedokteran. IPMG juga berusaha menjaga kebebasan profesi kesehatan di dalam
mengambil keputusan menuliskan resep obat untuk pasiennya.
IPMG menegakkan etika bisnis yang baik sekaligus memastikan praktik promosi
yang etis di seluruh Indonesia. IPMG terus bekerjasama dengan para pemangku
kepentingan dari sektor kesehatan untuk menegakkan prinsip anti korupsi dalam praktek
pemasaran produk farmasi, sebagai bagian dari usaha meningkatkan sistem kesehatan
Indonesia. IPMG mendukung dan melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan RI no.
14/2014 tentang Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kemenkes, untuk menegakkan
etika bisnis yang baik.
5. 5
Prinsip umum kode etik IPMG antara lain Patient Focus, Kebebasan Profesi
Kesehatan, Penggunaan Obat yang sesuai, dan Transparansi Promosi. Pengolongan
Profesi Kesehatan terkait sponsorship dan narasumber terdiri dari Dokter Swasta dan
Dokter Pegawai Negeri. Sponsorship untuk dokter PNS sebagai peserta atau narasumber
dianggap Gratifikasi. Sponsorship dokter PNS harus seijin institusi dimana kepegawaian
dokter PNS tersebut terdaftar, selain itu harus ada dokumen tertulis yang ditandatangani
oleh pihak yang berwenang dari kedua belah pihak serta mencantumkan sponsorship
yang diberikan. Pelaporan Gratifikasi adalah kewajiban penerima (UU Anti Korupsi
Pasal 12 C). Persyaratan untuk menerima sponsorship dalam rangka edukasi ilmiah/
medis adalah sesuai dengan pengalaman atau keahlian medis dokter tersebut dengan
bidang medis yang dibahas dalam acara ilmiah atau memiliki potensi kerjasama untuk
proyek ilmiah di masa mendatang baik sebagai konsultan atau pembicara.
a. Ketentuan Umum Sponsorship
Ketentuan Umum Sponsorship – sifat antara lain : (1) No Quid Pro Quo artinya
tidak boleh dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau
menulis resep suatu produk farmasi, (2) On-Label artinya Sponsorship dapat dilakukan
hanya untuk produk yang telah mendapatkan NIE (Nomor Izin Edar) dari BPOM, (3)
Public Disclosure (Pengungkapan Publik) artinya Partisipasi Anggota IPMG dalam suatu
simposium, kongres atau sejenisnya harus dinyatakan dengan jelas pada awal pertemuan
dan dalam semua prosidang cetakan dari pertemuan tersebut.
Ketentuan Umum Sponsorship – lokasi acara antara lain tempat yang
menyediakan fasilitas pertemuan yang mendukung tujuan ilmiah/ edukatif dan tujuan dari
acara lain, tempat yang mudah dijangkau oleh mayoritas peserta, memiliki akses mudah
ke bandara, atau terletak di pusat kota, tempat yang tidak identik dengan kemewahan atau
tempat hiburan seperti tempat yang menyatu dengan taman hiburan, memiliki fasilitas
lapangan golf, pantai pribadi. Lokasi di luar Indonesia dilarang, kecuali jika terdapat
pertimbangan faktor keamanan serta kongres dan simposium ilmiah internasional terdiri
dari 50% peserta luar Indonesia.
Kriteria Umum Sponsorship - Biaya Mengikuti Acara Ilmiah. Unsur biaya yang
dapat dibayarkan anggota IPMG: Registrasi , Transportasi , Akomodasi yang wajib
dibayarkan langsung kepada pihak ketiga (seperti travel agent atau penyelenggara
kongres). Dilarang:
•memberikan Reimbursement kepada HCP atas biaya yang timbul dari mengikuti acara
ilmiah (registrasi, transportasi, akomodasi dan biaya makan)
•Membayar biaya terkait individu yang mendampingi HCP (seperti:
pasangan/anak/keluarga lainnya)
•Membayar biaya registrasi yang sudah mencakup biaya paket tur
Ketentuan Umum Sponsorship – Akomodasi, yaitu : hanya dapat diberikan bila
jadwal perjalanan tidak memungkinkan HCP menghadiri keseluruhan acara, maksimum
H-1 dan H+1 dari tanggal acara, di Indonesia: max. biaya kamar hotel per malam
Rp2.500.000 (sebelum pajak dan jasa), Di luar Indonesia: max. hotel bintang 4 kecuali
jika: acara diselenggarakan di hotel diatas bintang 4 dan peraturan negara penyelenggara
mengijinkan penggunaan hotel diatas bintang 4.
6. 6
Ketentuan Umum Sponsorship – Transportasi, yaitu tidak diperkenankan
menyediakan penerbangan kelas satu; Rute dan jadwal harus sesuai dengan acara ilmiah;
Tiket harus dipesan melalui travel agent rekanan anggota IPMG; Tidak diperkenankan
menyewakan mobil untuk keperluan pribadi Profesi Kesehatan. Sewa mobil hanya
diperkenankan untuk keperluan transportasi dari bandara ke hotel dan sebaliknya
dan/atau dari hotel ke tempat acara dan sebaliknya.
Ketentuan Umum Sponsorship – Jamuan, yaitu hanya untuk Profesi Kesehatan
terkait dengan acara dan/atau dalam rangka pertemuan; Hanya sebagai acara pendukung,
Nilai maksimum dirinci sebagai berikut :
• Di Indonesia: Rp500.000 (sebelum pajak dan jasa) per HCP per jamuan
• Di luar Indonesia: ikut batas maksimum negara tempat acara
Selain itu secara kuantitas tidak berlebihan dan dapat habis dikonsumsi selama
pertemuan, serta rasio waktu ilmiah vs jamuan: min 2/3 total waktu untuk acara ilmiah
Pembayaran Honorarium kepada Dokter , dengan aturan sebagai berikut :
Honorarium untuk Jasa sebagai narasumber, advisory board, atau investigator -- HARUS
dituangkan dalam perjanjian tertulis. Bila acara diadakan di Indonesia: Max Rp.6 juta per
presentasi; Max Rp.12 juta per hari bila dokter bicara >1x untuk perusahaan farmasi yang
sama. Bila acara diadakan di luar Indonesia: Max Rp.12 juta per hari
Pembayaran juga harus via Bank Transfer. Selain itu, dilarang: Membayar honorarium
sebagai kompensasi waktu yang digunakan oleh dokter untuk menghadiri acara sebagai
peserta
Pembayaran Fee Institusi dan Listing Fee; Fee Institusi: Fee atas pemakaian
ruangan institusi; Harus didukung dengan dokumen resmi dari institusi; Nilai: tidak
melebihi total max. honorarium pembicara pada acara yang sama; Di RS
Pemerintah/Daerah: IPMG diperbolehkan membayar jika RS setuju untuk mencatat dan
menyetor fee tersebut sebagai PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) -- PP 27/2014
•Listing/Formularium Fee:
• RS di bawah KemenKes tidak berhak mengenakan Fee ini.
• Harus dibayarkan ke Rekening RS.
Dilarang dibayarkan ke Rekening alternatif seperti: rekening Divisi/Sub Departmen/
Asosiasi Medis
Kegiatan yang DILARANG, antara lain : Mensponsori Acara Internal Organisasi
Kesehatan (HCO), Memberikan Hadiah terkait Kebiasaan, a.l.: Lebaran, Natal, Tahun
Baru International/China ; Inagurasi, Penunjukan Komite Baru, Pembukaan Klinik/RS,
Ulang Tahun HCO; Memberikan Hadiah Pribadi ke dokter; antara lain untuk: ulang
tahun, perayaan tahunan, dll; Menyelenggarakan Stand-alone Entertainment;
Membagikan Sample Produk
7. 7
b. Sanksi Dan Pinalti
Jenis-jenis
Pelanggaran
Contoh-contoh
Pelanggaran, Bukan
Daftar Lengkap
Pelanggaran
Pertama
Pelanggaran
Kedua
Pelanggaran
Berikutnya
Ringan:
Berdampak pada
Anggota IPMG
-Pemberian hadiah
sebagai bagian dari
budaya sopan santun
-Berupaya
menggagalkan acara
yang disponsori
perusahaan lain
-Door prize
-Surat
peringatan
dari IPMG
ke GM
-Surat peringatan
dari IPMG
ke GM
-Denda US$2.000
-Surat resmi ke
Kantor Pusat
-Denda US$5.000
Berat: Berdampak
pada Anggota
IPMG lain dan
satu atau hal
berikut:
-Dampak terhadap
reputasi IPMG
-Dampak terhadap
pasien
-Bertujuan
melakukan
penyuapan atau
korupsi
-Klaim tidak benar
di materi promosi
-Promosi off-label
-Mensponsori
pasangan Profesi
Kesehatan
-Menyediakan
fasilitas berlebihan
untuk Profesi
Kesehatan
-Memberikan
imbalan uang untuk
pembuatan resep
obat
-Surat
peringatan
dari IPMG
ke GM
-Denda
US$2.000
-Surat resmi ke
Kantor Pusat
-Denda US$5.000
-Surat resmi ke
Kantor Pusat
-Denda US$20.000
3. Bisnis Farmasi
Bisnis farmasi sampai saat ini masih dikenal dengan bisnis yang “kotor”. Pada
umumnya bisnis ini sama seperti bisnis lainnya yaitu bertujuan meningkatkan profit
semaksimal mungkin, sejak dari produksi di pabrik, distributor dan apotek. Perilaku
industri farmasi dalam mencari keuntungan tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi,
sebagai contoh PT Kimia Farma Indonesia. Laba perusahaan tidak turun walaupun
Indonesia mengalami krisis ekonomi dan yng terjadi justru kenaikan keuntungan yang
cukup mencolok.
Secara sifat, industri farmasi tidak berbeda dengan berbagai industri yang
mengandalkan pada penemuan teknologi tinggi. Pola kerja untuk memproduksi obat pada
industri farmasi dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama adalah penelitian
dasar dan pengembangan di laboratorium serta masyarakat. Periode kedua adalah setelah
8. 8
peluncuran obat di masyarakat. Periode pertama merupakan investasi yang mempunyai
risiko tinggi berupa kegagalan secara ilmiah. Sementara itu, periode kedua mempunyai
risiko pula dalam penjualan. Yang menarik pada periode kedua, undang-undang paten
melindungi industri farmasi dari pesaing. Apabila masa paten selesai, maka pabrik obat
lain boleh memproduksi dalam bentuk obat generik sehingga pendapatan akan turun.
Mekanisme ini menimbulkan peluang bagi industri farmasi untuk memperoleh
untung banyak. Setelah menemukan obat baru dan mempunyai hak paten, maka
perusahaan farmasi dapat membuat tarif untuk produk baru secara maksimal. Tarif dapat
ditentukan setinggi-tingginya tanpa khawatir muncul persaingan. Sebagai hasilnya adalah
keuntungan luar biasa dapat diperoleh. Clarkson (1996) menunjukkan bahwa industri
farmasi merupakan salahsatu industri yang paling menguntungkan. Keuntungan industri
farmasi berada pada ranking ke-4 setelah industri software, permi-nyakan, dan makanan.
Dibanding rata-rata industri, keuntungan perusahaan farmasi lebih besar yaitu 13.27%
dibanding dengan rata-rata 10.19%.
Mekanisme mendapat keuntungan ini dipengaruhi berbagai sifat khas industri
farmasi yang tidak dijumpai pada industri lain. Salah satu sifat tersebut adalah adanya
Barriers to Entry yang akan mempengaruhi harga obat. Hambatan untuk masuk ke
industri farmasi dilakukan dalam berbagai bentuk: (1) regulasi obat; (2) hak paten; dan
(3) sistem distribusi.
Hambatan pertama masuk pada industri farmasi adalah aspek regulasi dalam
industri farmasi yang sangat ketat. Di Amerika Serikat regulator utama adalah Food and
Drug Administration (FDA), sedang di Indonesia dipegang oleh Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM). Proses pengujian obat di Amerika Serikat (termasuk dalam
periode 1) berlangsung lama, bisa terjadi hingga 15 tahun dengan proses yang sangat
kompleks. Setelah menemukan formula kimia baru untuk menangani suatu penyakit,
perusahaan obat harus melakukan uji coba pada binatang untuk mengetahui daya racun
jangka pendek dan keselamatan obat. Selanjutnya, FDA akan memberikan persetujuan
melakukan uji klinik yang tersusun atas tiga tahap. Tahap I dimulai dengan sekelompok
kecil orang sehat dan berfokus pada dosis dan keamanan obat. Tahap II akan diberikan
kepada sejumlah orang yang lebih banyak (sampai ratusan) yang mempunyai penyakit
untuk menguji efikasi obat (kemanjurannya). Tahap III akan dilakukan keribuan pasien
dengan berbagai latar belakang berbeda untuk menguji efikasi dan keselamatannya secara
lebih terinci. Dapat dibayangkan betapa berat dan mahal proses ini.
Faktor penghambat kedua adalah hak paten yang diberikan oleh pemerintah untuk
industri farmasi yang berhasil menemukan obat baru. Contoh yang paling hangat adalah
hak paten untuk obat Viagra® yang sangat menguntungkan karena pembelinya banyak
dan harga tinggi. Dengan adanya kebijakan paten maka perusahaan farmasi baru harus
mempunyai obat baru yang membutuhkan biaya riset tinggi atau memproduksi obat-obat
generik yang sudah tidak ada patennya lagi dengan risiko banyak pesaing. Setelah sebuah
obat habis waktu hak patennya, perusahaan-perusahaan lain dapat memproduksi obat
serupa. Oleh karena itu, hambatan untuk masuk menjadi lebih rendah, dan harga dapat
turun. Obat-obat ini disebut generik yang dampak terapinya sama dengan obat bermerek.
Secara logika, paten memang ditujukan dalam usaha merangsang penelitian ilmiah untuk
9. 9
mene-mukan obat-obatan baru. Secara diagram, Reuter Business Insight menggambarkan
life-cycle produksi obat pada Gambar dibawah ini.
Dalam siklus hidup ini terlihat bahwa terjadi saat ketika industri farmasi
menikmati masa monopoli, yaitu hanya ada sebuah pabrik obat yang mempunyai hak
menjual dan memproduksi obat karena paten. Hak paten berlaku dengan masa 17 tahun,
bahkan hingga 25 tahun. Dengan hak paten yang bersifat monopoli maka terdapat
kebebasan bagi pabrik menetapkan harga setinggi mungkin untuk mendapatkan profit
setinggi-tingginya.
Hambatan ketiga untuk masuk adalah sistem jaringan distribusi dan pemasaran
industri farmasi yang sangat kompleks. Jaringan sistem distribusi dan pemasaran
mempunyai ciri menarik yaitu menggunakan konsep ‘detailling’, yaitu perusahaan
farmasi dengan melalui jaringan distributor melakukan pendekatan tatap muka dengan
dokter yang berpraktik di rumah sakit ataupun praktik pribadi. Kegiatan detailing ini
melibatkan banyak pihak dan mempunyai berbagai nuansa termasuk adanya komunikasi
untuk mendapatkan situasi saling menguntungkan antara dokter dan industri farmasi.
Dalam komunikasi ini terbuka kemungkinan terjadi bentuk kolusi antara dokter dan
industri farmasi. Dengan bentuk pemasaran seperti ini, akan sulit bagi pemain baru
masuk dalam industri farmasi.
Di dalam masyarakat, sistem promosi dan pemasaran obat akan menambah
mahalnya harga obat. Berbagai hal tersebut terkait secara kompleks sehingga sulit untuk
menurunkan harga obat. Sebagai contoh, kebijakan memperpendek waktu paten, atau
memberi lisensi kepada pabrik obat di negara sedang berkembang memproduksi obat
secara murah ditentang keras oleh perusahaan obat. Logika yang dipergunakan adalah
apabila kebijakan ini berjalan maka motivasi melakukan penelitian obat baru akan
rendah. Dengan logika ini diperkirakan bahwa di dunia tidak akan ada penelitian baru
mengenai obat, kecuali yang disponsori pemerintah tanpa ada hak paten yang optimal.
Praktik perusahaan farmasi melakukan kerjasama bahkan kontrak dengan dokter,
kerjasama dengan rumah sakit melalui KPDM, dan kerjasama dengan apotek. Pada
10. 10
beberapa praktik sponsorship memang dibenarkan dalam kode etik pemasaran farmasi
Indonesia tetapi pada banyak kasus juga terjadi pelanggaran-pelanggaran etika dan moral
yang tentunya merugikan masyarakat umum pengguna produk farmasi. Kerjasama antara
perusahaan farmasi dengan dokter lebih banyak disebabkan oleh konsep detailing untuk
obat ethical. Hal ini disebabkan oleh peran penting dan posisi yang sangat kuat seorang
dokter dalam menentukan obat apa yang dikonsumsi oleh pasien.
Bentuk kerjasama antara perusahaan farmasi dengan dokter bisa dalam bentuk
cash maupun non cash. Praktik perusahaan farmasi memberikan uang cash kepada dokter
akan diperparah dengan praktik yang lain yakni perusahaan farmasi memberikan
downpayment (DP) kepada dokter. Proses ini terjadi apabila telah terjadi kesepakatan
kerjasama antara perusahaan farmasi dengan dokter. Perusahaan farmasi mentransfer DP
dalam jumlah tertentu sesuai kesepakatan kemudian dokter baru menuliskan resep obat
sesuai dengan obat yang dikerjasamakan.
Ada juga praktik penyimpangan yang lebih tidak beretika dan bermoral lagi yakni
kerjasama disertai “akad kredit” antara perusahaan farmasi dengan dokter. Pada praktik
ini sudah seperti layaknya perbankan memberikan kredit pada nasabahnya. Ada jaminan
atau collateral dari dokter atas perjanjian kerjasama tersebut. Perusahaan farmasi juga
menurunkan tim legal yang menangani aspek hukum atas perjanjian kerjasama tersebut.
Hal tersebut terjadi karena pada sisi perusahaan ada target sales yang harus diraih dan di
sisi lain ada kebutuhan (need) yang harus dipenuhi oleh seorang dokter.
Kerjasama tidak hanya dengan dokter tetapi juga dengan rumah sakit. Untuk
kerjasama ini bukan rumah sakit sebagai instansi tetapi rumah sakit menugaskan
beberapa KPDM atau key person decision making untuk mengaturnya. Adapun jalur yang
biasa dipakai untuk kerjasama adalah melalui formularium atau standarisasi. Rumah sakit
melakukan formularium atau standarisasi obat itu dalam kurun waktu enam bulan sekali
atau satu tahun sekali. Pada proses formularium ini rumah sakit mengumpulkan para
dokter untuk mengetahui rekomendasi obat yang dipakai atau diresepkan oleh dokter di
rumah sakit tersebut. Hasil formularium adalah daftar obat atau list obat yang digunakan
oleh rumah sakit yang bersangkutan. Permainan kerjasama antara perusahaan farmasi
dengan dokter dilakukan sebelum proses formularium. Artinya perusahaan farmasi sudah
bekerjasama terlebih dahulu dengan dokter agar produk farmasi tertentu dapat masuk ke
rumah sakit yang bersangkutan sebelum formularium dilaksanakan.
Untuk produk farmasi yang masuk ke rumah sakit biaya marketingnya lebih
mahal karena selain harus kerjasama dengan dokter atau KPDM tadi juga harus memberi
diskon lagi kepada pihak rumah sakit. Jadi ada dua pengeluaran yakni untuk dokter dan
rumah sakit.
Pratek-praktek tersebut yang terjadi, dianggap sesuatu yang biasa dan dianggap
sebagai jurus marketing padahal di sisi yang lain mengakui bahwa praktik-praktik
kerjasama tersebut merugikan masyarakat. Karena dianggap biasa maka tidak ada upaya
untuk memperbaiki praktik-praktik kerjasama tersebut padahal di dalam kode etik
pemasaran usaha farmasi Indonesia sudah ada ketentuan dan aturan yang mengikat
tentang praktik-praktik tersebut. Dengan demikian seharusnya ada solusi untuk
menghentikan atau meminimalkan praktik-praktik yang merugikan masyarakat tersebut.
11. 11
Metode
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan penulis bersumber dari jurnal-jurnal serta
literature yang terkait dengan etika bisnis khususnya dalam lingkup dunia farmasi. Data
dalam penulisan ini menggunakan data sekunder. Dimana datanya diperoleh dan
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang sudah ada. Data sekunder dapat
diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, laporan, dan lain-lain.
Hasil dan Diskusi
Dalam mengupayakan terhindarnya dari berbagai pengaruh etika yang tidak benar dalam
menjalankan bisnis farmasi, Bayer memiliki tata kepatuhan perusahaan yang
kebijakannya tertulis sebagai berikut :
Menjalankan usaha sesuai hukum yang berlaku dan peraturan perusahaan
I. Corporate Compliance Policy sebagai Dasar Perusahaan
Bayer bertujuan meraih pencapaian dalam kancah persaingan dengan menjadi inovatif,
memiliki kualitas-motor penggerak, dapat diandalkan, dan adil. Hal ini berarti
mengutamakan kedua hal, yaitu, spesifikasi peraturan perusahaan dan perundang-
undangan. Kebijakan Corporate Compliance membentuk dasar tersebut. Kebijakan ini
juga menjadi dasar dari sejumlah prinsip yang sangat signifikan dalam praktek.
II. Prinsip
Bayer AG menghormati hukum yang berlaku, termasuk hukum internasional, dan
menginginkan karyawan hingga mitra bisnis untuk melakukan hal yang sama. Kebijakan
ini berisi beberapa poin utama yang memiliki relevansi praktis tertentu.
III. Implementasi
1. Persaingan sehat
Bayer sangat berkomitmen menjalankan prinsip persaingan yang sehat dan,
khususnya, dengan ketaatan hukum antitrust.
2. Integritas dalam urusan bisnis
Korupsi tidak ditolerir
3. Prinsip keberlanjutan
Bayer menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi kesehatan dan lingkungan
dan menjamin keamanan masyarakat.
4. Menegakkan Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri
Bayer memperhatikan ketentuan semua hukum perdagangan luar negeri nasional
dan internasional.
5. Memberikan kesempatan yang sama dalam perdagangan efek
Setiap karyawan wajib menjaga rahasia perusahaan, terkait informasi internal
yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan.
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan keuangan yang transparan dan baik
Sistem pengendalian internal harus menyediakan dokumentasi yang tepat untuk
proses bisnis utama. Kontrol harus ditetapkan untuk memastikan bahwa semua
detail transaksi yang relevan untuk tujuan akuntansi secara lengkap dan benar
terpenuhi.
12. 12
7. Kondisi kerja yang adil dan penuh rasa hormat
Semua karyawan diharapkan untuk berperilaku, obyektif, adil dan hormat, ramah
terhadap rekan kerja serta pihak ketiga. Diskriminasi atau pelecehan dalam bentuk
apapun tidak akan ditoleransi.
8. Melindungi hak kekayaan intelektual dan menghormati orang lain
Informasi rahasia perusahaan tidak boleh diungkapkan kepada pihak ketiga atau
dipublikasikan. Karyawan harus memperlakukan hak kekayaan intelektual dari
entitas lain dengan rasa hormat yang sama.
9. Memisahkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan pribadi
Semua karyawan harus selalu menjaga kepentingan pribadi mereka terpisah dari
pihak-pihak di dalam perusahaan. Keputusan personil dan hubungan bisnis
dengan pihak ketiga juga harus didasarkan pada kriteria yang obyektif.
10. Kerjasama dengan pihak berwenang
Perusahaan berupaya untuk bersikap kooperatif dalam berurusan dengan semua
otoritas dan lembaga pemerintah. Semua informasi dikomunikasikan kepada
pihak berwenang secara benar dan lengkap dan disediakan secara terbuka, tepat
waktu, dan mudah dipahami.
Selain hal-hal yang sudah diatur IPMG, Bayer mengambil langkah untuk
menerapkan hal-hal yang berkaitan dengan interaksi dengan Health Care Profesional
(HCP) menggunakan aturan yang ditetapkan perusahaan dalam RegINA (Regulation for
Bayer in Indonesia) yang merupakan sebuah perpustakaan intranet yang memuat
directive dan prosedur untuk Bayer di Indonesia.
Dalam Reg No. 043 diatur tentang sponsorship dan event, interaksi dengan HCP
berkaitan dengan anti korupsi. Setiap proses pelatihan untuk karyawan baru (terutama
yang berkaitan langsung dengan costumer) akan di latih dan diperkenalkan mengenai
RegINA dan apa yang diatur didalamnya. Harapannya kemungkinan terjadi kasus yang
bertentangan dengan etika dapat diminimalisir.
Banyak juga langkah yang sudah diterapkan Bayer untuk meminimalisir terjadi
pelanggaran norma etik, mulai dari adanya peringatan terhadap yang pihak yang
bersangkutan, adanya dialog employee oleh atasan langsung dengan pihak yang
bersangkutan, sampai paling berat adalah pemecatan.
13. 13
Program yang dibuat oleh Bayer yaitu ICM Bayer. Program ini dibuat untuk terus
menyadarkan karyawan pentingnya tetap patuh terhadap apa yang disebutkan pada
RegINA. ICM (Intergrated Compliance Management) melaksanakan kampanye kepada
karyawan dengan cara yang unik. Mengangkat duta Compliance sehingga dapat secara
langsung bersentuhan dengan segala sektor karyawan.
Dengan adanya nilai LIFE juga dapat di katakan sebagai langkah awal Bayer
dalam menghidupi bisnis farmasi di berbagai negara, khususnya di Indonesia dengan
berintegritas tinggi sehingga tanpa mengurangi keuntungan dapat memperolehnya dengan
hubungan relationship jangka panjang dengan memberikan sponsorship yang sesuai
dengan apa yang dibutuhkan HCP tanpa adanya kontrak tentang sales yang
mengharuskan sejumlah resep. Sponsorship semata bertujuan sesuai dengan yang
diharapkan IPMG, yaitu untuk peningkatan tingkat kesehatan pada masyarakat dengan
mengedukasi HCP dengan seminar ataupun acara yang sesuai dengan profesinya tersebut.
Tidak menutup kemungkinan adanya “permainan” oleh karyawan terutama yang
berhubungan langsung dengan HCP dan target sales untuk kepentingan pribadi (seperti
untuk mencapai target) sehingga melakukan negosiasi dengan dokter atau HCP lainnya
dan melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan etika bisnis. Dalam hal ini, disarankan
kepada pihak perusahaan saat melakukan proses rekruitmen karyawan dapat dimasukkan
persyaratan-persyaratan khusus yang dapat melihat sejak awal kualitas moral dan etika
yang dimiliki oleh calon karyawan. Pada saat pendidikan dan pelatihan juga dapat
dimasukkan materi yang berkaitan dengan pentingnya moral dan etika. Jadi materi
pelatihan tidak hanya bersifat normatif untuk meningkatkan kinerja saja, tetapi juga
diikuti dengan pembelajaran etika dan moral yang baik. Pada saat knowledge sharing
14. 14
juga dapat dijadikan sarana untuk mentransfer nilai-nilai kebaikan, kejujuran, moral, dan
etika ke dalam diri karyawan.
Lingkungan yang baik dapat membantu karyawan untuk terus bekerja dengan
baik dan mengikuti etika bisnis. Gathering dan sharing positif dari karyawan yang sukses
akan mampu juga meminimalisir tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan etika bisnis.
Minimal 2 x setahun untuk mengadakan acara-acara seperti disebutkan diatas.
Kesimpulan dan Rekomendasi
PT Bayer Indonesia sudah melakukan penerapan IPMG kedalam perusahaannya
sehingga dalam menjalankan bisnisnya dapat sejalur dengan etika bisnis yang ada.
Praktek-praktek seperti membuat kontrak dan membayar dokter agar meresepkan obat
sudah tidak ditemui di PT Bayer Indonesia berdasarkan karyawan yang ada dan tetap
bertahan di Bayer Indonesia.
Adanya RegINA membuat garis jelas apa-apa saja yang harus dilakukan
karyawan dan apa-apa saja yang dilarang. Kurang lebih RegINA membantu karyawan
dalam penerapan kode etik IPMG dalam keseharian bekerja di PT Bayer Indonesia dan
dalam berinteraksi dengan HCP di Rumah Sakit.
Dalam segala pelatihan juga sudah disosialisasikan segala hal berkaitan dengan
RegINA sehingga dapat meminimalisir ketidaktahuan karyawan berkaitan dengan
regulasi yang ada. Adanya badan Compliance baik di Bayer Pusat maupun di PT Bayer
Indonesia membantu mengawasi berjalannya Regulasi yang ada berdasarkan RegINA.
Disarankan kepada perusahaan untuk meminimalisir dari awal saat perekrutan
karyawan dapat dimasukan syarat tersirat mengenai moral dan etika yang baik sehingga
dapat terpilih bibit-bibit yang berintegritas. Serta dalam prosesnya dapat di lakukan
training dan sharing oleh orang-orang yang sudah sukses sehingga menjadi motivasi
untuk bekerja secara berintegritas dan tetap menghasilkan.
15. 15
Daftar Pustaka
Adityo, D., 2016, Gratifikasi dalam Interaksi Industri Farmasi dengan Dokter,
diakses dari https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/iibic/candi-prambanan/5.-
dimas-aditio.pdf , (15 Oktober 2017).
Bayer, (2017, 24 Februari), Bayer sesuai Tata Kelola Perusahaan, diperoleh 15
Oktober 2017, dari http://www.bayer.co.id/id/tentang-bayer/bayer-global/tata-kelola-
perusahaan/
Bayer, (2017, 24 Februari), Bayer sesuai Tata Kepatuhan Perusahaan, diperoleh
15 Oktober 2017, dari http://www.bayer.co.id/id/tentang-bayer/bayer-global/tata-
kepatuhan-perusahaan/
Hermawan, S., 2013, Praktik Kotor Bisnis Industri Farmasi dalam Bingkai
Intellectual Capital dan Teleology Theory, Malang : Jurnal Akuntansi Multiparadigma
JAMAL, Vol 4, No 1 :40-53.
IPMG, 2013, Kode Etik IPMG Tentang Praktik Pemasaran Produk Farmasi,
Revisi Juli 2013, Jakarta : IPMG.
Sinarta, O., Harjanti, D., 2014, Penerapan Etika Bisnis pada PT X., Surabaya :
AGORA Vol 2, No 1.