Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
EKOHIDROLOGI.docx
1. TUGAS MATA KULIAH EKOHIDROLOGI
(RE 185307)
KONSERVASI AIR SEBAGAI UPAYA MENCEGAH
KRISIS KETERSEDIAAN AIR
Oleh:
ANWAR ROSYID (6014202017)
PROGRAM MAGISTER
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2021
2. LATAR BELAKANG
Salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem kehidupan yaitu air.
Fungsi utama air sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup yang ada di
bumi. Secara alami air akan terus terproduksi ulang melalui siklus air, dimana air hujan
yang turun ke permukaan akan mengalami proses penyerapan pada daerah resapan
(catchment area) serta run-off. Jumlah air akan selalu dalam keadaan tercukupi
apabila sumber air dalam keadaan terjaga. Sebagai syaratnya jumlah air yang dapat
diresapkan jauh lebih banyak daripada jumlah air yang mengalir melalui run-off. Air
yang meresap tersebut akan tertampung dalam tanah dan selanjutnya dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air tanah oleh masyarakat.
Kekeringan merupakan salah satu keadaan dimana dalam kondisi musim
kemarau jumlah air yang ada di sumber mengalami penurunan dan tidak dapat
mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibat dari adanya kekeringan ini tidak hanya
berdampak pada kehidupan manusia, namun berdampak juga pada hewan serta
tumbuhan. Apabila kondisi ini tidak segera diatasi dapat mengancam kesehatan
manusia, serta tidak menutup kemungkinan akan muncul masalah lain terkait dengan
konflik sosial.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Estika et al. (2017), terdapat kasus
krisis ketersediaan air di daerah transmigrasi Kecamatan Lasalimu Selatan,
Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, tepatnya pada Desa Harapan Jaya. Krisis air
ini terutama terjadi pada musim kemarau, dimana masyarakat kesusahan dalam
mengakses pasokan air bersih dan berkualitas. Hal ini dikarenakan pada musim
kemarau sebagian besar sumur galian penduduk mengalami kekeringan. Kondisi
daerah yang berada pada perbukitan menjadi hal yang memperparah akses air bersih.
Air bersih yang biasa didapatkan dari sumur galian tidak hanya menurun secara
kuantitas, secara kualitas juga mengalami penurunan. Krisis air ini menyebabkan
sulitnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih.
TUJUAN
Tujuan dari penulisan artikel ilmiah ini untuk mengidentifikasi masalah ekohidrologi
dengan lingkungan serta mencari alternatif solusi yang dapat dilakukan menggunakan
pendekatan konservasi air secara alami.
PEMBAHASAN
3. 1. Ketersediaan Sumberdaya Air
Hasil identifikasi potensi ketersediaan sumberdaya air di Desa Harapan Jaya
berasal dari air sumur dan air Sungai Tokulo serta air hujan. Dalam keseharian
masyarakat memanfaatkan air sumur sebagai sumber air bersih (Gambar 1) pada
kedalaman 0-5 meter. Pada musim kemarau digunakan air sungai dan air sumur yang
lebih dalam (Gambar 2). Untuk sumur yang mengandung minyak oleh masyarakat
langsung dilakukan penutupan sehingga tidak bisa digunakan sebagai sumber air
bersih.
Gambar 1 Ketersediaan Sumberdaya Air Desa Harapan Jaya (HJ), Laburunci (LB),
dan Sukamaju (SM)
Gambar 2 Alternatif Sumber Air Bersih di Desa Harapan Jaya (HJ), Laburunci (LB),
dan Sukamaju (SM)
2. Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi mutu air yang diuji parameter-parameter tertentu
dengan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saparuddin (2010) menyatakan bahwa disamping jumlah/volume air besar yang tidak
kalah pentingnya adalah kualitas air yang memenuhi standar.
4. Sampel air yang diuji kualitasnya adalah air bersih yang dipergunakan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Untuk Desa Harapan Jaya
dan Desa Sukamaju uji kualitas air bersihnya menggunakan sumber air yang berasal
dari air sumur, sedangkan untuk Desa Laburunci menggunakan air bersih yang
bersumber dari mata air. Uji kualitas air dilakukan penilaian sesuai dengan baku mutu
yang berlaku di Indonesia. Penentuan terhadap keberadaan kualitas air sumur
dinyatakan dengan nilai beberapa parameter kualitas air yaitu parameter fisika dan
parameter kimia yang dilakukan di laboratorium.
Tabel 1 Kualitas Air Baku di Desa Harapan Jaya, Sukamaju, dan Laburunci
Parameter yang tidak memenuhi baku mutu Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990
yaitu kekeruhan (Desa Laburunci), kesadahan (Desa Sukamaju), amonia (Desa
Harapan Jaya, Sukamaju, dan Laburunci), mangan (Desa Harapan Jaya dan
Sukamaju), warna (Desa Harapan Jaya), minyak (Desa Harapan Jaya). Menurut
Pramudya et al. (2010), bila terdapat minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai
minimum, rata-rata, dan nilai maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai
peruntukannya, maka air tersebut dapat dikatakan tercemar berat.
PROGRAM KONSERVASI AIR
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan dan
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas
dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada
5. waktu sekarang maupun yang akan datang. Konservasi air dan konservasi tanah
merupakan dua kegiatan yang berhubungan sangat erat satu sama lainnya. Setiap
perlakuan yang dilakukan pada sebidang tanah akan memengaruhi tata air pada
tempat itu (on-site) dan areal-areal di hilirnya (off-site) (Sallata, 2015).
Prinsip tindakan konservasi didasari pada konsep siklus hidrologi dan
geomorfologi. Hal ini karena keberadaan SDA di bumi mengikuti keteraturan siklus
hidrologi yang dipengaruhi oleh komponen abiotik dan biotik seperti energi radiasi
sinar matahari. Siklus hidrologi dipicu oleh pancaran radiasi matahari sehingga terjadi
evapotranspirasi yaitu proses penguapan air di permukaan bumi dan tanaman.
Evaporasi dapat terhambat jika terjadi penumpukan sampah yang mengakibatkan
penutupan areal. Uap air yang dihasilkan dari evapotranspirasi akan bergerak akibat
adanya angin yang disebut dengan awan dan berlanjut dengan proses kondensasi
yaitu berubah menjadi cair di atmosfir. Jika uap air yang mengalami kondensasi di
awan sudah mencapai kejenuhan maka akan terjadi presipitasi dalam bentuk air hujan.
Selanjutnya air akan membasahi areal seperti jatuh di Daerah Aliran Sungai (DAS)
atau pepohonan.
Salah satu indikator siklus hidrologi yang berlangsung dengan baik ditunjukkan
dengan ketersediaan air di wilayah tersebut yang tetap tercukupi ketika musim
kemarau. Indikasi lain adalah tidak terjadinya banjir di wilayah tersebut pada musim
penghujan. Hal ini karena pada areal yang rendah seperti rawa dan danau mampu
menampung limpahan kelebihan air yang tidak terserap air di hulu DAS sehingga tidak
membanjiri permukiman. Jika dikaitkan dengan siklus hidrologi maka usaha
konservasi SDA perlu mengupayakan agar air hujan dikembalikan secara optimal ke
dalam tanah dengan meminimalkan evaporasi di dataran. Evaporasi maksimal
diharapkan terjadi di laut, sehingga air salin secara alami dapat mengalami
kondensasi menjadi uap air (hujan) yang selanjutnya jatuh di daratan dan mengisi
lapisan Cekungan Air Tanah (CAT).
Berikut merupakan program konservasi air dengan pendekatan alami:
Teknik Konservasi Vegetatif dengan Sistem Pertanaman Lorong (Alley
Cropping)
Sistem pertanaman lorong (alley cropping) merupakan teknik konservasi vegetatif,
pada lahan berlereng ataupun datar. Tanaman legum pohon/semak ditanam rapat
6. dalam baris/pagar searah kontur, dengan jarak antar baris 5-10 meter, sehingga
membentuk lorong. Tanaman pangan semusim ditanam pada lorong-lorong di antara
dua baris tanaman legum tersebut. Sistem alley cropping selain dapat menurunkan
erosi dan run-off juga dapat mengendalikan kehilangan hara baik melalui erosi
maupun run-off. Pola usahatani dengan teknologi konservasi alley cropping dengan
tanaman hedgerows (tanaman pagar) melibatkan beberapa jenis tanaman akan
menghasilkan ekosistem yang saling menguntungkan, misalnya residu atau daun
yang diambil dari hasil pangkasan tanaman pagar yang dilakukan secara periodik
dapat dipakai sebagai mulsa atau dimasukkan ke dalam tanah sebagai pupuk hijau
bagi tanaman semusim (Ariani dan Haryati, 2018).
Pagar hidup merupakan tanaman tahunan yang ditanam mengikuti batas pemilikan
lahan. Tujuannya untuk mengamankan lahan dari ternak, penahan angin dan
pengendali erosi. Pagar hidup juga berfungsi sebagai mulsa penyubur tanah, bahan
organik dan kayu bakar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwanto (2007) bahwa
tanaman gamal mempunyai sifat merontokan daun, hal ini sangat baik untuk
meningkatkan bahan organik tanah dan kadar nitrogen tanah, menekan pertumbuhan
alang-alang dan mengurangi laju erosi. Pagar hidup yang terdapat dilokasi penelitian
berupa pohon gamal (Gliricidia sepium) pada kemiringan lereng 25―45% (Purwanto,
2007).
Gambar 3 Sistem Pertanaman Lorong (Alley Cropping)
Salah satu cara untuk menyediakan sumber pupuk hijau secara in situ adalah
dengan mengembangkan sistem pertanaman lorong (alley cropping), dimana
7. tanaman pupuk hijau (berupa tanaman perdu dari jenis legum/legum tree) ditanam
sebagai tanaman pagar (hedge grow) berseling dengan tanaman utama (pangan atau
perkebunan) sebagai lorong. Tanaman pagar dapat menghasilkan bahan organik
secara periodik; pada musim hujan tanaman pagar dapat dipangkas hampir setiap 2
bulan. Aplikasi sistem pertanaman lorong pada lahan miring, dimana tanaman legum
pohon ditanam searah kontur juga sangat efektif menekan erosi. Kandungan unsur
hara tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.
KESIMPULAN
Masalah kekeringan yang terjadi sehingga menyebabkan krisis air pada musim
kemarau merupakan salah satu bentuk indikasi terjadinya ketidakstabilan dalam
ekosistem sekitar. Sumber air tanah yang menjadi poin penting bagi masyarakat tidak
dapat menyediakan air ketika musim kemarau, dikarenakan tidak tercukupinya air
yang dapat diserap kedalam tanah melalui infiltrasi ketika musim penghujan. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya penahan aliran hujan pada dataran, sehingga jumlah
run-off proporsinya terlalu besar dan proses infiltrasi air hujan tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu menggunakan
pendekatan penanaman vegetatif untuk memperbaiki kondisi lahan dan membantu
menyerap air kedalam tanah ketika musim hujan datang.
Tabel 2 Kandungan Unsur Hara pada Tanaman Pagar
8. REFERENSI
Ariani, R., dan Haryati, U. (2018). Sistem Alley Cropping: Analisis SWOT dan Strategi
Implementasinya di Lahan Kering DAS Hulu. Jurnal Sumberdaya Lahan, 12 (1),
13-31.
Estika, N., Suprihatin, dan Yani, M. (2017). Analisis dan Formulasi Strategi
Ketersediaan Air Bersih di Lokasi Transmigrasi (Studi Kasus: Kacamatan
Lasalimu Selatan Kabupaten Buton). Jurnal PengelolaanSumberdayaAlam dan
Lingkungan, 7 (2), 114-121.
Purwanto, R. (2007). Pendapatan Petani Dataran Tinggi sub-DAS Malino. Jurnal
Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan Makassar.
Sallata, M.K. (2015). Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan
Keberadaannya sebagai Sumber Daya Alam. Konservasi dan Pengelolaan
Sumber Daya Air, 12 (1), 75-86.