Kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rasa nyaman dan kesembuhan cepat pasien rawat inap di rumah sakit di Sumatera Barat. Secara khusus, kajian ini akan mengungkapkan pengaruh pendidikan kesehatan, kondisi psikologis, dan peran konselor terhadap pasien. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian di
Pendidikan dan konseling bagi pasien rawat inap jurnal
1. PENDIDIKAN DAN KONSELING BAGI PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SUMATERA BARAT – INDONESIA
(TAHAP PEMBENTANG : USULAN)
Oleh :
AMRIL - P47020
PENYELIA
DR. SALLEH AMAT
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pasien rawat inap nyaman dan cepat sembuh di Rumah Sakit Umum Daerah
Propinsi Sumatera Barat, Indonesia. Secara khusus kajian ini untuk mengungkapkan; 1)
Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap rasa nyaman dan cepat sembuh pasien rawat inap di
rumah sakit, 2) Mengetahui pengaruh kondisi psikologis terhadap rasa nyaman dan cepat
sembuh pasien rawat inap rumah sakit, 3) Mengetahui peran konselor terhadap rasa nyaman
dan cepat sembuh pasien rawat di rumah sakit umum, 4) Memperoleh informasi mengenai
Faktor-faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi rasa nyaman dan cepat sembuh
pasien rawat inap, dan 5) Medapatkan informasi mengenai layanan koseling manakah yang
paling cocok terhadap pasien rawat di rumah sakit.
Metodologi penelitian ini menggunakan disain kuantitatif pendekatan Cross Sectional
(potong lintang), dan juga memperoleh informasi melalui kualitatif dengan cara indeph
interview. Data diolah menggunakan komputer dengan metode SPSS versi 12 dan Lisrel versi
12, penyajian data disampaikan secara univariat, bivariat, multivariat, disajikan dalam bentuk
narasi dan tabel distribusi frekuensi
Kata-kata kunci : Pendidikan, kesehatan, konseling, pasien, pskologis, konselor
LATAR BELAKANG KAJIAN
Rumah sakit merupakan suatu instansi yang berfungsi memberikan pelayanan
kesehatan bagi orang sakit dan keluarganya, serta untuk memperoleh informasi tentang
kesehatan individu yang melakukan general checkup. Pasien dan keluarganya mengharapkan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Kondisi ini akan
diperparah bila pasien dan keluarganya kurang menerima pelayanan yang ramah, informasi
yang kurang jelas, arah perawatan yang tidak jelas (greey area) sehingga pasien dan keluarga
akan mengalami stress. Stres adalah perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-
persoalan di luar kendali kita (Peter Tyrer, 1996;1). Sedangkan menurut Niluh Gede Yasmin
Asih (1994;145) stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,
perubahan dan ketegangan emosi. Lebih jauh Kaplan, Sadock, Grebb (1997;1) mengemukakan
stress atau kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan,
dari pengalaman sesuatu yang baru dicoba dan belum dicoba dan dari penemuan identitasnya
sendiri dan arti hidup. Sebaliknya kecemasan patologis adalah respon yang tidak sesuai
terhadap stimulus yang diberikan berdasarkan pada intensitas atau durasinya.
2. Gejala yang dapat dilihat dan diamati pada seseorang yang mengalami stres menurut
Claire Weekes (1996;17) adalah sebagai berikut:
Tidak dapat tidur, depresi, letih, perut seperti diaduk, jantung berdetak
keras, gemetar, sakit seperti kena pisau tajam dibawah jantung, berkeringat
dingin, seperti ada peniti dan jarum dalam tangan dan kaki, tenggorokan
serasa tercekik, nafas sesak, pusing, mual, muntah, diare dan sering kencing.
Sedangkan manifestasi perifer dari kecemasan menurut Kaplan, Sadock, Grebb
(1997;2) dapat berupa diare, pusing, melayang, hiperhidrosis, hiperrefleksia, hipertensi,
palpitasi, midriasis pupil, gelisah, sinkop, takikardia, rasa gatal di anggota gerak, tremor,
gangguan lambung, frekuensi urin.
Kondisi psikologis ini sangat dirasakan bagi orang sakit dan keluarganya bila mereka
mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Apalagi bila mereka tidak mendapatkan konselor
yang mampu memberikan informasi sesuai kondisi pesikologis yang dialaminya. Pasien dan
keluarganya akan mengalami katarsis, yang akan memperburuk kondisi pasien, untuk itu
pasien perlu dikunjungi oleh petugas yang kompeten di bidangnya (Muhardi Muhiman,
1989;34).
Berdasarkan survey kepuasan pelanggan yang dilakukan Pemerintah Propinsi
Sumatera Barat tahun 2007 di beberapa rumah sakit daerah terdapat 60% pasien kurang puas
terhadap pelayanan yang diberikan petugas kesehatan. Pada tahun 2001 penulis melakukan
penelitian tentang kebutuhan layanan informasi bagi pasien akan operasi di RSUD Pariaman,
menyimpulkan bahwa 87% pasien sangat membutuhkan layanan informasi. Hanya sebanyak
27% responden menyatakan mendapatkan layanan informasi. Sebanyak 73% responden
menyatakan membutuhkan konseling sebelum operasi, agar mereka nyaman dan tenang
menghadapi operasi yang akan dijalaninya.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di
Propinsi Sumatera Barat terdapat sebanyak 16
buah yaitu RSUD Pariaman, RSUD Dr.
Achmad Mukhtar Bukittinggi., RSUD Solok,
RSUD Padang Panjang, RSUD Sawah Lunto,
RSUD Sungai Dareh, RSUD Dr. Adnan WD di
Payakumbuh, RSUD Suliki, RSUD Lubuk
Sikaping, RSUD Pasaman Barat, RSUD Lubuk
Basung, RSUD Batu Sangkar, RSUD Sungai
Sapih Padang, RSUD Dr. A. Hanafiah di
Painan, RSUD Muarolabuh, RSUD Tua Pejat
Kep. .Mentawai.
Berdasarkan data dan fakta yang ada belum semua rumah sakit daerah mempunyai
tenaga Konselor, kalaupun ada hanya tenaga Konseling Rohani Islam, padahal pasien yang
dirawat bervariatif agama yang dianutnya. Umumnya disetiap rumah sakit daerah pelayanan
konseling ini jarang dilakukan (Dinkes, 2007).
2
3. Pasien baru masuk ruang rawat inapdi rumah sakit sering terjadi kegilisahan,
peningkatan tekanan darah, susah tidur karena tidak adanya tenaga konselor yang
mendampingi mereka untuk menyampaikan unek-unek (katarsis). Sebagaimana yang
dikemukakan Kaplan, Sadock, Grebb (1997; 2) bahwa sensasi kecemasan sering dialami oleh
hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak
menyenangkan dan samar-samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala,
berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan gangguan lambung, gelisah.
Sedangkan Bernstein dkk (1988;474) mengemukakan bahwa stress and coping
disebabkan oleh biological baes of behavior, perception, thought and languange, emotion,
personality, abnormal psychology, treatment of psychological disorders and social
psychology.
Selanjutnya Bernstein, et.al. (1988;475) menggambarkan proses stress seperti terlihat
pada bagan di bawah ini :
Stressors Stress Mediators Stress Reactions
Change Predictability
Frustration Control
Cognitive Physical
Conflict
Pressure Interpretation Psychological
Boredom Social support Behavioral
Gambar 1: The
Trauma Coping skills.
Gambar : The Process of Stress, sumber; Bernstein, et.al. (1988;475)
Tidak jarang dengan kondisi psikologis seperti di atas akan memperparah kondisi
pasien yang dirawat dan bahkan dapat berakhir dengan kematian, untuk itu perlu dikaji.
OBJEKTIF KAJIAN
Tujuan utama kajian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pasien rawat inap nyaman dan cepat sembuh di Rumah Sakit Umum Daerah
Propinsi Sumatera Barat, Indonesia. Sedang secara khusus objektif kajian ini adalah; 1)
Mengenal pasti pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kenyamanan dan cepat sembuh
pasien rawat inap di rumah sakit, 2) Mengenal pasti pengaruh kondisi psikologis terhadap rasa
nyaman dan cepat sembuh pasien rawat inap rumah sakit, 3) Mengenal pasti peran konselor
terhadap rasa nyaman dan cepat sembuh pasien rawat di rumah sakit umum, 4) Faktor-faktor
manakah yang paling dominan mempengaruhi rasa nyaman dan cepat sembuh pasien rawat
inap, dan 5) dikenalnya secara pasti layanan koseling manakah yang paling diminati oleh
pasien dan keluarganya di rumah sakit.
Untuk mencapai semua objektif kajian, maka kajian ini perlu menjawab soalan-soalan
kajian yang dikemukakan seperti berikut :
1. Bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kenyamanan dan cepat sembuh
3
4. pasien rawat inap RSUD Propinsi Sumatera Barat ?
2. Bagainakah pengaruh kondisi psikologis terhadap kenyamanan dan cepat sembuh pasien
rawat inap RSUD Propinsi Sumatera Barat ?
3. Bagaimana peran konselor terhadap memberikan kenyamann dan cepat sembuh pasien
rawat inap RSUD Propinsi Sumatera Barat ?
4. Faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi kenyaman dan cepat sembuh pasien
rawat inap RSUD Propinsi Sumatera Barat ?
5. Layanan konseling apakah yang diinginkan oleh pasien dan keluarganya di rumah sakit
daerah Provinsi Sumatera Barat ?
HIPOTESIS KAJIAN
Hipotesis kajian adalah :
1. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan kesehatan terhadap rasa yaman dan
cepat sembuh pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sumatera Barat.
2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan kondisi psikologis terhadap rasa nyaman dan
cepat sembuh pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sumatera Barat.
3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan anatara peran konselor terhadap rasa nyaman
dan cepat sembuh pasien rawat inap RSUD Propinsi Sumatera Barat.
KEPENTINGAN KAJIAN
Kajian mengenai pendidikan dan konseling bagi pasien rawat inap di rumah sakit ini penting
untuk Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, sebagai maklumat dijadikan pertimbangan bagi
manajemen rumah sakit untuk memberikan pelayanan pendidikan dan konseling bagi pasien
rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sumatera Barat. Menjadi masukan bagi
pemerintah Kabupaten, Kota dan Propinsi Sumatera Barat dapat mempertimbangkan adanya
klinik pelayanan konseling di rumah sakit.
BATASAN KAJIAN
Kajian ini melihat pengaruh pendidikan kesehatan, kondisi psikologis dan peran konselor
terhadap rasa nyaman dan cepat sembuh pasien rawat inap di rumah sakit umum daerah
Propinsi Sumatera Barat, dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Pasien dan keluarganya mengharapkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan penyakit
yang dideritanya. Kondisi ini akan diperparah bila pasien dan keluarganya kurang menerima
pelayanan yang ramah, informasi yang kurang jelas, arah perawatan yang tidak jelas (greey
area) sehingga pasien dan keluarga akan mengalami stress. Stres adalah perasaan tidak enak
yang disebabkan oleh persoalan-persoalan di luar kendali kita (Peter Tyrer, 1996;1).
Sedangkan menurut Niluh Gede Yasmin Asih (1994;145) stress adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan dan ketegangan emosi. Lebih jauh Kaplan,
Sadock, Grebb (1997;1) mengemukakan stress atau kecemasan adalah suatu penyerta yang
normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dicoba dan
belum dicoba dan dari penemuan identitasnya sendiri dan arti hidup.
Pelayanan pendidikan kesehatan dan konseling merupakan alternative utama untuk
mengatasi stress dan kecemasan yang dihadapi oleh pasien. Pelayanan pendidikan dan
konseling selama ini lebih banyak menyentuh pada masyarakat sekolah dan kurang menyentuh
4
5. masyarakat luar sekolah. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa
pendidikan dilaksanakan secara formal, informal dan non formal. Begitu juga dengan layanan
bimbingan dan konseling tidak saja dilaksanakan di sekolah tapi juga di luar sekolah
sebagimana yang dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (1994;251) sebagai berikut,
warga masyarakat yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling ternyata tidak hanya
mereka yang berada di lingkungan sekolah atau pendidikan formal. Warga masyarakat di luar
sekolahpun banyak yang mengalami masalah yang perlu dientaskan dan kalau mungkin
timbulnya masalah-masalah itu justru dapat dicegah. Permasalahan yang dialami oleh warga
tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah dan keluarga saja, melainkan juga di luar keduanya.
Warga masyarakat di lingkungan perusahaan, industri, kantor-kantor (baik pemerintah maupun
swasta) dan lembaga kerja lainnya, organisasi pemuda dan organisasi kemasyarakatan lainnya,
bahkan di lembaga pemasyarakatan, rumah jumpo, rumah yatim piatu atau panti asuhan,
rumah sakit dan lain sebagainya, seluruhnya tidak terhindar dari kemungkinan masalah.
Oleh karena itu disana diperlukan jasa bimbingan dan konseling.
1. Pasien Nyaman dan Cepat Sembuh
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan rasa aman itu amatlah penting, sehingga ia
menempatkan sebagai rangking kedua dalam hirarkhi kebutuhan manusia. Apalagi bila
seseorang mengalami sakit fisik juga akan mempengaruhi kondisi psikisnya. Azwar (2001)
mengemukakan bahwa bila pasien mendapatkan kenyamanan selama dirawat, dapat
memotivasi mempercepat mereka sembuh dari penyakitnya. Hal ini didukung oleh
pendapat Claire Weekes (1996;17) bahwa bila seseorang mengalami stress maka akan
memperburuk kondisinya, akan muncul gejala depresi, sulit tidur, letih, perut rasa diaduk,
jantung berdebar-debar, gemetar, keringat dingin, tenggorokan serasa tercekik, nafas sesak,
pusing, mual, muntah, diare dan sering kencing. Secara patologis menurut Muhiman,
(1989) apabila seseorang mengalami stress akan mengalami desakan aliran darah
meningkat, tekanan intra okuler meningkat, tekanan intra cranial meningkat dan ini akan
memperburuk kondisi pasien dan memperlambat kesembuhan pasien.
2. Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) dapat dilihat dari
berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan (individu, kelompok,
masyarakat), dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya (sekolah, rumah sakit pusat
kesehatan masyarakat, tempat kerja), dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan (health
promotion, specific protection, early diagnsis and prompt teratment, disability limitation,
rehabilitatio). Pendidikan kesehatan di rumah sakit berdasarkan uraian di atas yang sangat
diperlukan seperti pengaturan diet, cara makan obat, higiene perorangan, memperbaiki
kebiasaan hidup, merubah perilaku, asuhan keperawatan dan sanitasi lingkungan.
3. Kondisi Psikologis
Kondisi psikologis sehubungan rasa tidak nyaman, menurut Kaplan, Sadock, Grebb
(1997;20) menimbulkan gejala Palpitasi, jantung berdebar, gemetar atau bergonjang, sasa
nafas sesak atau tertahan, perasaan tercekik, nyeri dada atau perasaan tidak nyaman, mual
atau gangguan perut, perasaan pusing, bergoyang, melayang atau pingsan, derealisasi
(perasaan tidak derealitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri), ketakutan
5
6. kehilangan kendali, rasa takut mati, parestesia (mati rasa atau sensasi), menggigil atau
perasaan panas. Manifestasi yang dapat dilihat dan dipantau pada pasien adalah seperti
diare, pusing, melayang, hiperhidrosis, hypertensi, palpitasi, midriasis pupil, gelisah
(misalnya mondar mandir), sinkop, takikardia, rasa gatal di anggota gerak, tremor,
gangguan lambung, frekuensi urine sering. Sensasi kecemasan karena tidak nyaman sering
dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang
difus, tidak menyenangkan dan samara-samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan gangguan lambung
ringan. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah, seperti ketidakmampuan
untuk duduk atau berdiri lama. Kumpulan gejala tersebut bervariatif setiap orang.
4. Peran Konselor Terhadap Kenyamanan Pasien
Pelayanan konseling berorientasi pada pengentasan masalah dan memandirikan klien.
Konseling menjangkau seluruh lapisan masyarakat, semua usia, dan berbagai kekhasan
setiap individu. Pelayanan konseling bersifat counseling for all, yaitu pelayanan konseling
yang diberikan kepada individu atau kelompok pada berbagai setting dan dimensi
kehidupan manusia, baik setting keluarga, sekolah, lembaga formal dan nonformal, dunia
usaha dan dunia industri, organisasi pemuda dan kemasyarakatan, baik dalam konteks
yang terkait dengan aspek nasional maupun internasional. Peran konselor menurut
Prayitno (2008) adalah Konselor di sekolah mantap, di luar sekolah sigap, dimana-mana
siap. Dengan demikian peran konselor di rumah sakit adalah di luar sekolah yaitu pada
instansi. Selanjutnya Hartwig & Myers (2003) mengemukakan bahwa mental konselor
kesehatan adalah; Menthal health counselors ar in a unicue position develop such
programs basic on the develpomnetal, wilness philosophy that underlies the profesions.
Kompetensi konselor dikemukakan Prayitno dan Erman Amti (1994;356) yaitu
kemampuan yang harus dimiliki Konselor adalah kematangan pribadi dan sosial meliputi
kepekaan terhadap terhadap orang lain, kebijaksanaan, keajegan, rasa humor, bebas dari
kecenderungan suka menyendiri, mampu mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahan
dan mampu menerima kritik, berpenampilan menyenangkan, memiliki daya tarik dan
bebas dari tingkah laku yang tidak menyenangkan. Kemudian dipertegas lagi oleh Prayitno
(1987;24) bahwa konselor harus memiliki perasaan dapat menyayangi atau menyukai
orang lain, berkomunikasi verbal secara baik, cerdas, mempunyai sertifikasi. Konselor
yang tersertifikasi berdasarkan Pemendiknas No. 27 tahun 2007 adalah seorang lulusan
Sarjana Bimbingan Konseling, kemudian menyelesaikan Pendidikan Profesi Konselor.
Jadi peran konselor terhadap pasien adalah memberikan pelayanan baik dalam setting
Bidang Bimbingan seperti bimbingan pribadi, social, belajar, karir, maupun pada jenis
layanan konseling terdiri dari layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan
dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan
bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konsultasi, layanan mediasi.
Kegiatan konseling ini di dukung oleh kegiatan pendukung terdiri dari, aplikasi
instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan,
alih tangan kasus. Semua kegiatan layanan konseling tersebut di atas disesuaikan
kebutuhan pasien layanan mana yang cocok diberikan, sehingga pasien memahami
kondisinya dan nyaman dirawat di rumah sakit, yang tentunya bila kondisi psikologisnya
stabil akan membantu mempercepat penyembuhan.
6
7. METODOLOGI
Reka Bentuk Kajian
Penelitian ini kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional (potong lintang), untuk melihat
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dalam periode waktu yang sama
(Arikunto,1998). Variabel independen pada penelitian ini adalah pendidikan kesehatan,
kondisi psikologis, peran konselor sedangkan variabel dependen adalah Pasien Nyaman dan
Cepat Sembuh. Disamping informasi diperoleh secara kuantitatif juga penulis akan melakukan
penelitian kualitatif untuk melihat secara dekat penomena yang terjadi saat pasien dirawat,
dengan cara indeph interview.
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah yang ada di Propinsi Sumatera
Barat yang berjumlah sebanyak 14 buah, dengan waktu penelitian direncanakan pada Oktober
s/d Desember 2009.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang sadar, koorperatif, penyakit tidak akut,
dirawat mulai 1 – 3 hari, diperkirakan total populasi berjumlah sebanyak 640 orang.
Sampel
Karena populasi diketahui (finit), maka digunakan rumus sampel penelitian ini yang
dikemukakan oleh Lameshaw (2003) sebagai berikut :
(Z /2)² x P (1 – P) N
n=
d² (N – 1) + (Z /2)² x P (1 – P)
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Populasi
Z /2 = Besar Z/ SD dibagi dua, dikuadratkan dengan derajat
kepercayaan 95% (1,96)
P = Proporsi, karena belum diteliti diasumsikan 50%
d² = Derajat kepercayaan 10% (0,10)
Berdasarkan rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel penelitian ini sebanyak 72 responden
Tehnik Pengumpulan Data
Data Primer
Data yang diperoleh langsung dengan menggunakan instrumen penelitian melalui kuesioner,
wawancara mendalam pada beberapa beberapa pasien rawat inap RSUD Sumatera Barat.
Data Sekunder
Data yang diperoleh dari hasil laporan Medical Record RSUD Propinsi Sumatera Barat.
Tehnik Pengolahan Data
Data dikumpulkan, dicek kebenarannya, dilakukan editing data, kemudian diolah
menggunakan komputer dengan metode SPSS versi 12, atau Lisrel Versi 12 hasil pengolahan
data disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi.
7
8. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut :
Analisa Univariat
Analisa Univarat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi atau proporsi masing-
masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.
Analisis Bivariat
Analisis Bivariat bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel
dependen. Uji yang digunakan pada bivariat ini adalah Chi Square dengan menggunakan
derajat kepercayaan 95%, sehingga, bila nilai p < 0,05 berarti secara statistik bermakna
(signifikan), dan bila nilai p > 0,05 berarti secara statistik tidak bermakna.
Analisa Multivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan dikontrol oleh
variabel independen lainnya terhadap variabel dependen, sehingga diketahui variabel
independen yang paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Uji yang digunakan
adalah multiple regresion logistik, karena hasil ukur skalanya dikotom.
DAFTAR RUJUKAN
Amril. (2001). Studi Kebutuhan Layanan Informasi Bagi Pasien Akan Operasi di RSUD
Pariaman. Skripsi. Padang; FIP UNP.
Asih, Niluh Gede Yasmi. (1994). Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. Jakarta; EGC.
Azwar, Azrul. (2001). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta; Bina Aksara.
Bernstein, et.al. (1988). Psychology. New York USA; Boston Graphies.
Dinas Kesehatan Sumbar. (2007). Pofil Kesehatan Provinsi Sumbar, Padang.
Hartwig & Myers. (2003). A Different Approach; Applying a Wellness Paradigm to
Adolescent Female Delinquents and Offenders. Journal of Mental Health Counseling.
Kaplan, Sadock, Grebb. Alih Bahasa; Widjaya Kusuma. (1997). Sinopsis Psikiatri. Jakarta;
Binarupa Aksara.
Lameshow, et.al, (1997) Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yokyakarta;
Gajah Mada University Press.
Muhiman, Muhardi (1989). Anestesiologi. Jakarta; Bagaian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI.
Notoatmodjo, Soekijdjo. (2007). Promosi Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta.
Pemprov. Sumbar. (2007). Survey Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Sumatere Barat. Padang
Prayitno. (2008). Layanan Konseling. Padang; FIP UNP.
Prayitno dan Erman Amti. (1994). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta; Dirjen
Dikti Depdikbud.
Soejoeti, Sunanti Z. (2008). Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit Dalam Konteks Sosial Budaya .
Jakarta; Balitbangkes Depkes RI.
Tap MPR No. IV/MPR//1999. GBHN. Jakarta.
Tyrer, Peter. Alih Bahasa; Irwanto. (1996). Bagaimana Mengatasi Stres. Jakarta; Arcan.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta; Diknas.
Weekes, Claire (1996). Mengatasi Stres. Yokyakarta; Kanisius.
8