Teks tersebut membahas tentang biogas, termasuk prinsip pembuatan biogas dari limbah ternak, faktor yang mempengaruhi produksi biogas, dan desain instalasi reaktor biogas. Teks ini juga menjelaskan manfaat penggunaan starter EM-4 dalam mempercepat proses pembentukan metana dalam pembuatan biogas.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permintaan akan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dunia, dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan harga minyak juga melambung
tinggi dari waktu ke waktu. Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang
murah dan mudah didapat. Di Timor-Leste, Biogas sudah dikenal meskipun hanya
sebagian kecil dari masyarakat yang tinggal di tempat-tempat dimana adanya
kerjasama antara pemerintah pusat dan lokal dengan Non Governmental
Organization (NGO) yang mendirikan pusat-pusat pembuatan biogas seperti di
Fuiloro-Lospalos dan Punilala-Ermera. Namun sayangnya pusat-pusat pembuatan
biogas tersebut tidak bertahan lama karena setelah beberapa bulan kemudian
masyarakat sudah tidak lagi menggunakan biogas dan beralih lagi ke penggunaan
kayu bakar dan minyak tanah.
Teknologi biogas sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru karena berbagai
negara telah mengaplikasikan teknologi ini sejak puluhan tahun yang lalu seperti
petani di Inggris, Rusia dan Amerika Serikat. Sementara itu, di Benua Asia, India
merupakan negara pelopor dan pengguna biogas sejak tahun 1900-an semasa
masih dijajah oleh Inggris, India mempunyai lembaga khusus yang meneliti
pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research Institute
dan Gobar Gas Research Station. Lembaga tersebut, pada tahun 1980 sudah
mampu membangun instalasi biogas sebanyak 36.000 unit. Selain India, Taiwan,
Cina, Korea juga telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku
pembuatan biogas.
2. 2
Penggunaan biogas sangat dibutuhkan dan perlu diperkenalkan lebih jauh
kepada masyarakat Timor-Leste yang pada saat ini masih tergantung pada BBM.
Berkaitan dengan ini, jika dikaji lebih jauh, penggunaan listrik yang saat ini sudah
hampir menjangkau ke seluruh pelosok Timor-Leste juga membutuhkan BBM
yang tidak sedikit baik dari jumlah maupun harganya. Padahal masih ada
alternatif lain seperti, pembuatan biogas yang sangat murah dan mudah untuk
diterapkan di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat di pedesaan.
Berpijak dari hal-hal di atas, maka penelitian dengan judul ”Pengaruh
Pemberian Level Effective Microorganism (EM-4) Terhadap Jumlah Gas
Dan Persentase Gas methan (CH4) Pada Kotoran Sapi Dalam Proses
Pembuatan Biogas” ini dilakukan untuk dijadikan sebagai bahan informasi bagi
petani peternak bahwa dengan menambahkan EM-4 dalam pembuatan biogas
dapat mempercepat proses pembentukan gas methan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh starter EM-4
dengan level yang berbeda terhadap jumlah gas dan persentase gas methan yang
dihasilkan dalam proses pembuatan biogas dari kotoran sapi.
3. 3
1.3. Manfaat
Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi:
1. Sebagai bahan informasi, untuk petani peternak dalam pemanfaatkan
kotoran ternak sebagai energi alternatif seperti biogas selain untuk
pembuatan pupuk kandang dan kompos.
2. Bagi Pemerintah, sebagai bahan informasi dalam pembuatan kebijakan-
kebijakan yang ada hubungannya dengan energi alternatif bagi negara kita
yang sedang berkembang ini.
3. Bagi Institusi-institusi Pemerintah yang berperanan dalam bidang
pendidikan, sebagai bahan ilmiah untuk mengadakan penelitian lebih
lanjut dan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah ternak di Timor-Leste.
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Umum Biogas
Biogas adalah gas yang berasal dari limbah organik atau bahan yang
membusuk yang dihasilkan oleh ternak seperti feces (Anonimus, 2003). Menurut
Rahman (2010) bahwa bahwa penemuan proses anaerobik digestion untuk
menghasilkan biogas tersebar di benua Eropa. Pada awalnya ilmuan Alessandro
Volta menemukan gas yang dikeluarkan dirawa-rawa pada tahun 1770 dan setelah
beberapa decade kemudian ilmuan Avogadro mengidentifikasikan tentang gas
methan. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari
proses anaerobic digestion. Pada tahun 1884, ilmuan Pasteour melakukan
penelitian tentang biogas yang menggunakan kotoran hewan. Penelitian Pasteour
ini menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini. Kegiatan produksi
biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19 namun pada akhir abad ke-
19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan di Jerman dan Perancis pada
masa antara perang dunia I dan perang dunia II serta beberapa unit pembangkit
biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama perang dunia II banyak
petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil
untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena
harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an
pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang
kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia ada.
Menurut Soerawidjaja dan Tatang (2006) bahwa biogas merupakan gas
mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh
5. 5
bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Selain
itu, Wahyuni (2010) menyatakan bahwa pada umumnya, semua jenis bahan
organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Meski demikian, hanya bahan
organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti limbah ternak saja, yang
cocok untuk memproduksi biogas. Di daerah yang banyak terdapat industri
pemrosesan makanan seperti tahu, tempe dan ikan, limbahnya bisa diproses
menjadi biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di
sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut berasal dari
bahan organik yang homogen.
Menurut Rohman (2009) bahwa limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu
kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong
hewan, pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah
padat dan limbah cair seperti feses, urin, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak,
darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain. Semakin
berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak dan besar
kecilnya usaha peternakan yang dijalankan. Manure yang terdiri dari feses dan
urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar
manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan
domba.
6. 6
2.2. Prinsip Dasar Untuk Menghasilkan Biogas
Menurut Simamora et al. (2006) bahwa bahan baku untuk menghasilkan gas
bio adalah berbagai macam limbah pertanian, limbah industri, limbah peternakan
dan limbah rumah tangga atau dengan kata lain semua limbah yang berupa bahan
organik yang mudah membusuk. Bahan organik ini apabila difermentasikan dalam
tempat kedap udara (anaerob) dalam suatu bangunan atau instalasi pengolah akan
menghasilkan gas-gas terutama gas methan (CH4) yang dapat menyalakan bunga
api.
Indiartono (2006) menyatakan bahwa pembentukan gasbio dilakukan oleh
mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis,
tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan
bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek
menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer
(gula sederhana). Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana)
yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri
pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini adalah
asam asetat, propionate, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida,
hidrogen dan amoniak. Sedangkan tahap metanogenik adalah proses pembentukan
gas methan. Sebagai ilustrasi tahapan pembentukan biogas dapat dilihat pada
Bagan 2.1.
7. 7
Bagan 2.1. Tahap-tahap pembentukan biogas
1. Hidrolisis (C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6)
Selulosa Glukosa
2. Pengasaman (C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH
Glukosa Asam Laktat
CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2
Asam Butirat
CH3CH2OH + CO2
Etanol
3. Metanogenik 4H2 + CO2 2H2O + CH4
CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + CH4
CH3COOH + CO2 CO2 + CH4
CH3CH2CH 2COOH + 2H2 + CO2 CH3COOH + CH4
2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Biogas
Dwi (2007) menyatakan bahwa proses pembentukan biogas, ada lima faktor
yang sangat besar pengaruhnya terhadap penghasilan biogas dan merupakan
faktor penentu dalam penghasilan biogas. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Kondisi anaerob
Gas bio dihasilkan dari hasil fermentasi bahan organik oleh
mikroorganisme anaerob. Oleh karena itu, kondisi instalasi pengolah gas
Selulosa
Glukosa
Asam Lemak dan Alkohol
Metana (CH4) + CO2
8. 8
bio harus kedap udara (anaerob) karena apabila terkontaminasi dengan
udara maka bakteri penghasil biogas akan mati.
b. Bahan organik
Bahan baku yang digunakan harus terhindar dari bahan-bahan yang
bersifat racun bagi mikroorganisme seperti: pestisida, deterjen dan lain-
lain, selain itu bahan ini juga harus mengandung bahan kering (BK) sekitar
7-9% yang dapat dicapai dengan pengenceran dengan air yaitu dengan
perbandingan 1 : 1-2 (bahan baku berbanding dengan air).
c. Imbangan C/N
Imbangan C (Carbon) dan N (Nitrogen) yang terkandung dalam
bahan organik akan sangat menentukan kehidupan dan aktivitas
mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum bagi mikroorganisme
perombak sekitar 25-30.
Apabila imbangan C/N tidak cukup seperti pada sapi perah yang
hanya mempunyai imbangan C/N sekitar 18, perlu ditambahkan dengan
limbah pertanian lain yang mempunyai imbangan C/N yang tinggi.
d. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh bagi kehidupan
mikroorganisme. Derajat keasaman yang optimum bagi mikroorganisme
sekitar 6,8 - 7,8. Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk
asam-asam organik yang mengakibatkan pH menjadi turun. Dengan
demikian untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat ditambahkan
larutan kapur (CaOH2) atau kapur (CaCO3). Selain itu, berdasarkan
9. 9
beberapa percobaan pH optimum untuk memproduksi metana adalah
rentang netral yaitu 6,2 - 7,6.
e. Temperature
Produksi gas bio akan menurun secara cepat apabila terjadinya
perubahan temperature secara mendadak di dalam instalasi pengolah gas
bio. Usaha untuk mengstabilkan temperature yang praktis adalah dengan
menanam instalasi pengolah dalam tanah.
Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut
kondisi optimal hidup bakteri pemroses biogas yaitu antara 27°-28°C.
Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai
dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah,
maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.
2.4. Desain dan Instalasi Reaktor Biogas
Simamora et al. (2002) menyatakan bahwa, pada umumnya terdapat dua
model yaitu, reaktor yang bersatu dengan tempat penyimpanan gas (Floating
Dome) dan reaktor yang terpisah dengan tempat penyimpanan gas (Fixed Dome).
Dengan demikian maka, bangunan instalasi pengolah gas bio dapat dibuat dengan
desain dan konstruksi sederhana.
Gambar 2.1. Desain dan instalasi reaktor biogas
10. 10
Care (2002) menyatakan bahwa secara umum instalasi pengolah gas bio
terdiri dari beberapa komponen antara lain:
1. Inlet – Saluran ini digunakan untuk memasukkan slurry (campuran
kotoran ternak dan air) ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini berfungsi
untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta
menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.
2. Outlet – Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran yang telah
difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip
keseimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali
merupakan slurry masukan yang pertama setelah diurai oleh bakteri.
3. Katup pengaman tekanan (control valve/water trap) – Katup pengaman ini
digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup
pengaman ini menggunakan prinsip pipa T. Bila tekanan gas dalam saluran
gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T,
sehingga tekanan dalam biodigester akan turun.
4. Outlet gas – Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer untuk
menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung
saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja antikarat.
5. Tangki penyimpan gas (Gas Holder) – Terdapat dua jenis tangki
penyimpan gas, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (floating dome)
dan terpisah dengan reaktor (fixed dome). Untuk tangki terpisah,
konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat
dalam tangki seragam.
11. 11
2.5. Penggunaan Biogas
Menurut Eirlanga (2007) bahwa, biogas sebagai bahan bakar atau gas yang
dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai macam keperluan seperti:
memasak, penerangan dan pemanas. Untuk memasak, dapat menggunakan
kompor sederhana dan untuk pemanas dapat menggunakan petromaks yang
dimodifikasi khusus untuk menggunakan gas bio atau juga bisa menggunakan
generator yang dimodifikasi khusus untuk menggunakan biogas.
Penggunaan biogas sangat dipengarui oleh bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan biogas. Hal ini disebabkan karena, dari semua jenis bahan baku yang
digunakan memiliki kandungan yang berbeda-beda. Komposisi gas dalam biogas
(%) antara kotoran sapi dan campuran dengan sisa pertanian dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi gas dalam biogas (%) antara kotoran sapi dan
campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian
Jenis Gas Kotoran Sapi Campuran Kotoran Ternak
Sapi Dengan Sisa Pertanian
Metana (CH4) 65,7 54 – 70
Karbondioksida (CO2) 27,0 27 – 45
Nitrogen (N2) 2,3 0,5 – 3,0
Karbonmonooksida (CO) 0,0 0,1
Oksigen (O2) 0,1 6,0
Propen (C3H8) 0,7 -
Hydrogen Sulfida (H2S) Tidak teratur Sedikit sekali
Nilai Kalor (kkal/m3
) 5613 4800 – 6700
Harahap et al. (1978)
2.6. Starter (EM-4)
Menurut Lestari (2008) bahwa EM-4 ditemukan pertama kali oleh Tervo
Higa dari Universitas Ryukyus di Jepang. Jumlah mikroorganisme di dalam EM-4
sangat banyak sekitar 80 jenis. Mikroorganisme tersebut dapat bekerja secara
12. 12
efektif dalam menguraikan bahan organik. Selain itu, menurut Jaya (2010) bahwa,
dari sekian banyak mikroorganisme ada empat golongan pokok yaitu:
1. Bakteri Laktat adalah bakteri gram positif, tidak membentuk spora dan
berfungsi menguraikan bahan organik dengan cara fermentasi membentuk
asam laktat dan glukosa, asam laktat akan bertindak sebagai sterilizer atau
menekan mikroorganisme yang merugikan serta meningkatkan
perombakan bahan-bahan organik dengan cepat.
2. Ragi (yeast) berfungsi mengurai bahan organik dan membentuk zat anti
bakteri, dapat pula membentuk zat aktif (substansi bioaktif) dan enzim
yang berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga
berperan dalam perkembangan mikroorganisme lain yang menguntungkan
seperti Actynomicetes dan Lactobacillus sp.
3. Actynomicetes merupakan bentuk peralihan antara bakteri dan jamur,
mempunyai filamen, berfungsi mendekomposisikan bahan organik
kedalam bentuk sederhana. Simbiosis antara Actynomicetes dan
Lactobacillus sp.
4. Bakteri Fotosintesis terdiri dari bakteri hijau dan ungu. Bakteri hijau
mempunyai pigmen hijau (bakteri viridin atau bakterio klorofil),
sedangkan bakteri ungu memiliki pigmen ungu, merah dan kuning
(bakterio purpurin). Bakteri fotosintesis ini merupakan bakteri bebas yang
dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula dan substansi bioaktif lainnya.
Baymun (2010) menyatakan bahwa untuk mempercepat proses perombakan
bahan organik sehingga gas bio dapat cepat terbentuk, dapat digunakan starter.
13. 13
Starter yang digunakan dapat berupa mikroorganisme perombak yang telah dijual
komersial seperti effective microorganism (EM-4) yang kandungannya terdiri dari
mikroorganisme aerob dan anaerob yang bekerjasama menguraikan bahan
organik secara terus-menerus.
2.7. Hipotesis Penelitian
Dengan menambahkan EM-4 dalam pembuatan biogas dapat mempengaruhi
proses pembentukan biogas sehingga dapat menghasilkan jumlah gas dan
persentase gas methan (CH4) yang lebih banyak.
14. 14
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan dari Tanggal 17/09/2012 sampai dengan
Tanggal 10/10/2012 di Laboratorium biarawan Salesianos di Suco Bahú, Sub-
Distrito Baucau, Distrito Baucau.
3.2. Materi Penelitian
Salah satu materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumur pencerna
yang sering disebut digester yang terbuat dari jerigen bekas minyak goreng yang
berkapasitas 5 ltr. Digester ini merupakan bagian utama yang menghasilkan
biogas ketika bahan baku dimasukan ke dalam. Selain itu, yang menjadi bahan
utama dalam pembuatan biogas ini adalah kotoran sapi. Dalam penelitian ini,
menggunakan bekas air minum yang berkapasitas 1500 ml sebagai tempat
penampung gas yang telah di tandai taraf atau ukuran pada penampung gas
sehingga dapat memudahkan dalam perhitungan jumlah gas.
Gambar 3.1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Untuk lebih rinci, alat dan bahan penunjang yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
15. 15
Tabel 3.1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No Alat Bahan
1 Pisau Feces sapi
2 Ember EM-4
3 Jerigen 5ltr Lem/Perekat
4 Kompor untuk biogas
5 Tabung gas (bekas air minum 1500 ml)
6 Selang transparant
7 Gunting
8 Gelas Ukur
3.3. Proses Atau Tahapan Penelitian
Proses atau tahapan penelitian yang dilakukan yakni, pada awalnya penulis
mempersiapkan alat dan bahan yang berupa jerigen bekas minyak goreng yang
berkapasitas 5 ltr yang nantinya akan dijadikan sebagai digester dan bekas
minuman yang berkapasitas 1500 ml. Selain itu disediakan juga selang
transparant, pisau, ember, timbangan, gelas ukur, gunting dan bahan-bahan yang
akan digunakan sepergi EM-4, lem/perekat dan bahan utama yang akan digunakan
yakni kotoran sapi segar.
Dalam hal ini kotoran sapi yang digunakan, diambil secara langsung dari
kandang pada pagi hari kemudian ditimbang terlebih dahulu. Setelah ditimbang
kotoran sapi tadi diencerkan dengan mengunakan air dengan perbandingan 2:1-2
(Kotoran sapi : Air). Setelah pengenceran selesai, kotoran sapi tadi langsung
dimasukan ke dalam digester dan segera ditutup untuk mengkondisikan keadaan
anaerob.
Untuk pengukuran jumlah gas, sebenarnya menggunakan alat pengukur
tekanan gas (Flow Meter) namun alat tersebut tidak bisa digunakan dalam
penelitian ini karena alat penghasil biogas yang digunakan begitu kecil dan tidak
memungkin dalam penggunaan Flow Meter karena alat ini hanya bisa digunakan
16. 16
di perusahaan-perusahaan biogas yang berskala besar. Oleh karena itu, pada
awalnya telah diberi tanda pada level atau taraf dari pada tabung gas yang
digunakan dengan menggunakan spidol menurut daya tampung dari tabung gas itu
sendiri yaitu 1500 ml yang dimulai dari 10 ml, 20 ml, 30 ml dan seterusnya
sampai pada taraf 1500 ml.
Gambar 3.2. Digester yang telah terisi dan kompor gas yang dimodifikasi
untuk penggunaan biogas
3.4. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian
Terapan (Applied Research/Practical Research Method). Di mana, data dihimpun
berdasarkan hasil dari jumlah biogas yang dihasilkan dari masing-masing
digester. Dalam penelitian ini, rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang menggunakan dua puluh (20) buah sumur pencerna
digester. Ke-20 digester tersebut, 4 buah digester digunakan sebagai kontrol (R0)
artinya tidak menggunakan starter EM-4 dan 16 digester lainnya diberikan starter
dengan level yang berbeda-beda yakni: R1 = 2 ml EM-4, R2 = 4 ml EM-4 dan R3 =
6 ml EM-4 kemudian ke-16 digester tersebut akan diamati dan diukur jumlah gas
yang dihasilkan.
17. 17
3.5. Variabel Yang Diukur
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah gas methan dan
persentase gas methan (CH4) yang dihasilkan oleh ke-20 digester dari perlakuan
yang diberikan yaitu EM-4 dari R0 (Control), R1 (2 ml), R2 (4 ml) dan R3 (6 ml).
Sedangkan untuk memudahkan dalam pengukuran jumlah gas yang dihasilkan,
sebelumnya telah ditandai taraf pada semua alat penampung gas yang digunakan.
3.6. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analysis Of Variance
(ANOVA). Menurut Gaspersz (1994) dan Riduwan (2007) bahwa untuk
penelitian yang homogen, secara matematis dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Model:
Model yang cocok untuk analisis ini adalah model acak karena hanya
menggunakan EM-4 yang dilakukan pengacakan sebanyak 4 perlakuan
terhadap 20 buah digester dengan menggunakan kotoran sapi. Berdasarkan
hasil penelitian keempat perlakuan ini, kesimpulan yang ditarik menyangkut
ke-20 buah digester yang digunakan tersebut adalah:
Keterangan:
Yij = Jumlah gas yang dihasilkan dari digester ke-j yang memperoleh
perlakuan ke-i
= Nilai tengah umum (population mean) jumlah gas yang diperoleh
= Pengaruh perlakuan ke-i
= Pengaruh galat percobaan pada digester ke-j yang memperoleh
perlakuan ke-i
2. Asumsi:
Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis ini adalah:
a) Komponen-komponen , dan bersifat aditif
18. 18
b) Nilai-nilai (i 1,2, …, 4) tetap, .
c) timbul secara acak, menyebar secara normal dengan nilai tengah nol
dan ragam . Hal ini dapat dituliskan sebagai: E
.
3. Hipotesis:
Hipotesis yang akan diuji melalui model analisis ini adalah:
: yang berarti tidak ada pengaruh dari
penambahan EM-4 terhadap jumlah gas methan yang dihasilkan.
: artinya minimal ada satu perlakuan yang
berpengaruh terhadap jumlah gas methan yang dihasilkan dari
penambahan EM-4.
19. 19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Umum Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang murah dan
mudah diperoleh, sedangkan kotoran sapi yang digunakan juga berasal dari satu
kelompok sapi yang dikumpulkan secara langsung dari kandang pada pagi hari.
Dalam penelitian ini, semua ditempatkan di suatu ruang tertutup yang
dilengkapi dengan peralatan-peralatan laboratorium yang dibutuhkan dalam
melakukan penelitian, terutama tentang biogas karena tempat ini sering digunakan
oleh para Biarawan Salesian untuk melakukan penelitian tetang biogas. Oleh
karena itu, bisa dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan ini juga telah
dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang cukup modern. Pengamatan yang
dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari hari pertama sampai dengan hari ke-21
karena proses pembentukan biogas berawal dari pemasukan bahan baku ke dalam
digester sampai terbentuknya gas methan.
4.2. Jumlah Gas methan (CH4) Yang Dihasilkan
Jumlah gas methan (CH4) yang dihasilkan dalam penelitian ini sangat
bervariasi antara perlakuan yang satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena
level EM-4 yang ditambahkan juga tidak sama antara perlakuan yang satu dengan
yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, diantara semua perlakuan yang
ada, perlakuan R3 yang memberikan produksi gas methan yang lebih banyak dari
perlakuan yang lain. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.
20. 20
Tabel 4.1. Pertambahan jumlah gas/hr (ml)
Ulangan
Perlakuan
TotalR0 R1 R2 R3
I 41,63 42,7 41,73 43,8 169,86
II 0,88 8,29 0,47 0,81 10,45
III 6 43,4 34 29,59 112,99
IV 12,44 3,4 0,68 43,26 59,78
V 12 19 45 45,17 121,17
N 5 5 5 5 n = 20
ΣX 72,95 116,79 121,88 162,63 474,25
14,59 23,35 24,37 32,52 23,71
Data yang diperoleh setelah dianalisa menunjukkan bahwa, dari semua
perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P< 0,5). Hal ini
dikarenakan EM-4 yang diberikan belum mencukupi kebutuhan mikroorganisme
untuk menghasilkan jumlah gas methan yang optimal.
Pada umumnya kotoran sapi secara alami telah memiliki berbagai macam
bakteri di dalamnya baik itu bakteri patogen maupun non-patogen tergantung
pada kondisi ternak yang bersangkutan. Namun dalam penelitian ini,
menggunakan EM-4 sebagai perlakuan untuk meningkatkan kuantitas bakteri
perombak dengan harapan bahwa apabila ditambahkan EM-4 maka, proses
pembentukan biogas akan berjalan semakin cepat. Namun berdasarkan hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari
semua perlakuan yang ada, dan ini menunjukkan bahwa level EM-4 sampai
dengan 6ml yang diberikan belum mampu meningkatkan jumlah bakteri
perombak yang opimal sehingga bisa mencapai produksi gas methan (CH4) yang
diharapkan.
Simamora et al. (2006) menyatakan bahwa, pada umumnya secara normal
proses pembentukan gas terjadi pada hari ke 21-23 dan pemisahan gas CO2 terjadi
21. 21
pada hari ke-14. Namun pada tiap-tiap digester yang menggunakan EM-4 proses
pembentukan biogas sangat cepat karena proses pemisahan gas CO2 pada digester
yang menggunakan EM-4 terjadi pada hari ke-5.
4.3. Persentase Gas methan (CH4) Yang Dihasilkan
Dalam penelitian ini diketahui bahwa, persentase gas methan yang dihasilkan
masih sangat kecil. Menurut Syaf (2007) bahwa persentase gas merupakan bentuk
peralihan dari jumlah gas yang dihasilkan. Oleh karena itu, rumus yang digunakan
untuk menghitung persentase gas adalah sebagai berikut:
Keterangan:
∑t1 = Jumlah gas dari perlakuan ke-t1
∑tRn = Jumlah keseluruhan gas dari ulangan R1…5
Data yang diperoleh dari penelitian ini, setelah dianalisa dengan rumus yang
dianjurkan di atas mendapatkan hasil seperti yang tertera pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Persentase (%) gas methan (CH4) yang dihasilkan
Ulangan
Perlakuan
R0 R1 R2 R3
I 57 37 34 27
II 1 7 0 1
III 8 37 28 18
IV 17 3 1 27
V 16 16 37 28
∑ 99 100 100 105
19,8% 20% 20% 21%
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa diantara semua perlakuan yang ada hanya
perlakuan R3 yang memiliki tingkat persentase gas methan (CH4) yang lebih
tinggi dibandingkan R0, R1 dan R2. Dengan demikian maka dapat dinyatakan
22. 22
bahwa jika semakin banyak level EM-4 yang diberikan maka persentase gas yang
dihasilkan juga akan semakin meningkat.
4.4. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang diperoleh, telah memberikan gambaran bahwa
penelitian ini masih belum mencapai hasil yang optimal, jika dilihat dari jumlah
gas yang dihasilkan dan persentase gas yang dihasilkan. Untuk lebih rinci dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perbandingan jumlah gas dan persentase gas methan yang
dihasilkan dari tiap-tiap perlakuan
Perlakuan Produksi Gas
methan (ml)
Rata-rata produksi
gas methan (ml)
Persentase Kinetik
Gas methan (%)
R0 (Control) 72,95 ml 14,59 ml 19,8 %
R1 (2 ml EM-4) 116,79 ml 23,59 ml 20 %
R2 (4 ml EM-4) 121,88 ml 24,37 ml 20 %
R3 (6 ml EM-4) 162,63 ml 32,52 ml 21 %
Hal-hal yang menyebabkan produksi gas yang dihasilkan belum optimal
adalah, EM-4 yang diberikan belum mencukupi kebutuhan bakteri untuk
menghasilkan produksi gas yang optimal. Oleh karena itu, jika ada penelitian lain
yang menggunakan variabel yang sama, diharapkan untuk menggunakan level
EM-4 yang lebih tinggi dari 6 ml.
23. 23
BAB V
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan
bahwa EM-4 efektif dalam mempercepat proses pembentukan biogas. Meskipun
EM-4 dengan level maksimal (6 ml) yang diberikan, belum menghasilkan jumlah
dan persentase gas methan yang optimal, karena semua perlakuan yang diberikan
tidak satupun yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,5).
3.2. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka diharapkan:
1. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi petani peternak bahwa
pemberian Efective Microorganism (EM-4) sangat membantu dalam
mempercepat proses penguraian bahan organik yang digunakan dalam
proses pembuatan biogas.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan IPTEK
dalam bidang penanganan limbah yang sekarang ini menjadi kendala besar
di dunia.
3. Sebagai pertimbangan dan acuan bagi penelitian selanjutnya yang
menggunakan EM-4 dengan level atau takaran yang lebih banyak lagi
demi mencapai hasil produksi yang optimal dan analisis statistik yang
signifikan.
24. 24
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus., 2003. Teknologi Paska Panen (TPP). Buletin Peternakan Puslitbang
Biologi – LIPI, Bogor.
Baymun, I. K., 2010. Pembiakan Bakteri Aktivator Kompos.
http://www.spektrasurabaya.com. Dikunjungi 24 Mei 2012
Care, K., 2010. Cara Mudah Membuat Digester Biogas.
kamase.care[AT]gmail.com. Dikunjungi 31 Mei 2012
Dwi., 2007. Biogas. Copyright Jaringan Pendidikan Salatiga. http://www.tugas-
tugasperkuliahan.blogspot.com. Dikunjungi 19 April 2011
Eirlanga., 2007. Energi Biru Dari Kotoran Ternak. Majalah Kampus Genta Edisi
117. http://www.elank37.wordpress.com. Dikunjungi 10 April 2011
Gaspersz, V., 1994. Metode Perancangan Percobaan. CV. ARMICO, Bandung.
Harahap, F. M, Apandi dan Ginting S., 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi
Pembangunan Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Indiartono, Y. S., 2006. Reaktor Biogas Skala Kecil Atau Menengah.
http://www.indeni.org. Dikunjungi 10 April 2011
Jaya, P., 2010. Membuat Biogas Dari Kotoran Ternak.
http://www.dekfendy.blog.uns.ac.id. Dikunjungi 14 Mei 2012
Lestari, W.P., 2008. Perbedaan Em-4 Dan Starbio Dalam Menurunkan Kadar TSS
Dan TDS Limbah Cair Batik Brotojoyo Di Desa Pilang, Kecamatan
Masaran Kabupaten Sragen. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Press.
Rahman, B., 2010. Perkembangan dan Sejarah Biogas.
http://www.energi.lipi.gi.id. Dikunjungi 28 April 2010
Riduwan, M.B.A., 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Penerbit
ALFABETA, Bandung.
Rohman, S., 2009. Biogas, Krisis Energi, dan Pemanasan Global.
http://www.majarimagazine.com. Dikunjungi 10 April 2010
Simamora, S., Salundik., Wahyuni, S. dan Surajudin., 2006. Membuat Biogas
Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas Dari Kotoran Ternak. PT
Agromedia Pustaka. Jakarta.
25. 25
Simamora, S., Salundik., Wahyuni, S. dan Surajudin., 2002. Teknik Pengolahan
dan Pengelolaan Limbah Peternakan. LAB Pengolahan Hasil Ternak
Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB Bogor.
Soerawidjaja dan Tatang, H., 2006. Potensi Sumber Daya Hayati Indonesia Dalam
Penyediaan Berbagai Bentuk Energi. Program Studi Teknik Kimia.
http://www.dikti.org. Dikunjungi 18 Mei 2013
Syaf, M. 2007. Efektifitas Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu di Kota Madiun.
[Tesis]. Program Studi Ilmu Lingkungan. Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta. http://www.onlinebuku.com. Dikunjungi 18
Mei 2013
Wahyuni, S., 2010. Biogas. Penebar Swadaya. http://www.lebahndut.net.
Dikunjungi 18 April 2012
26. 26
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Anova untuk jumlah gas (ml)
Ulangan
Perlakuan
TotalR0 R1 R2 R3
I 41,63 42,7 41,73 43,8 169,86
II 0,88 8,29 0,47 0,81 10,45
III 6 43,4 34 29,59 112,99
IV 12,44 3,4 0,68 43,26 59,78
V 12 19 45 45,17 121,17
N 5 5 5 5 n = 20
ΣX 72,95 116,79 121,88 162,63 474,25
14,59 23,35 24,37 32,52 23,7
4. Perhitungan:
a) Penentuan derajat bebas (db) untuk setiap sumber keragaman adalah
sebagai berikut:
db total = total banyaknya pengamatan – 1
= 20 – 1 = 19
db perlakuan = total banyaknya perlakuan – 1
= 4 – 1 = 3
db galat = db total – db perlakuan
= 19 – 3
= 16
b) Dengan menggunakan notasi sebagai hasil pengukuran jumlah gas yang
dihasilkan untuk untuk masing-masing digester, t sebagai jumlah perlakuan
dan r jumlah ulangan, maka perhitungan jumlah kuadrat (JK) sebagai
berikut:
FK (Faktor Koreksi)=
=
=
27. 27
JKT (JK Total) =
=
= 17846,21 –
= 6600,56
JKP (JK Perlakuan) =
=
= –
=
= 12052,97 – 11245,65
= 807,32
JKG (JK Galat) = JK Total – JK Perlakuan
= 6600,56 – 807,32
= 5793,24
c) Penentuan Kuadrat Tengah (KT) melalui pembagian setiap JK dengan
derajat bebasnya, sebagai berikut:
KT Perlakuan (KTP)
KT Galat (KTG)
–
,07
d) Penentuan nilai F-Hitung
=
28. 28
e) Tentukan koefisien keragaman (kk) melalui:
kk =
=
f) Berdasarkan perhitungan di atas maka, penyusunan tabel analisis ragamnya
sebagai berikut:
Tabel Analisis Ragam untuk jumlah gas methan CH4 yang dihasilkan (ml/hr)
Sumber
keragaman
DB JK KT F tabel
5% 1%
Perlakuan t-1 = 3 JKP = 807,31 KTP = 269,10 0,74tn
3,24 5,29
Galat t (r-1) = 16 JKG = 5793,04 KTG = 362,06
Total 19 JKT = 6600,35
Kesimpulan:
F0,05% dan F0,01% > Fhitung maka tidak menerima H1 pada taraf nyata 1% yang
mengandung arti bahwa tidak ada sepasang nilai tengah yang sama atau berbeda
nyata. Dengan demikian maka percobaan tersebut tidak perlu dilakukan uji lanjut
dan karena Fhitung lebih kecil daripada Ftabel pada taraf 5%, maka perbedaan
diantara perlakuan dikatakan tidak nyata atau ditandai dengan Ftn
.