Teks tersebut membahas tentang sistem pendidikan di India dan kebijakan pemerintah India terhadap isu multikulturalisme. Sistem pendidikan di India menganut sistem 10-2-3 tahun dengan pendidikan dasar 10 tahun dan pendidikan menengah 2 tahun. Pendidikan multikultural bertujuan menghargai keragaman budaya dan memberikan pendidikan yang setara bagi semua. Pemerintah India berupaya merespon konflik antaragama dengan meningkatkan pendidikan mult
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme di India)
1. KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA
(Respon Terhadap Isu Multikulturalisme di India)
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perbandingan
Pendidikan di Negara-Negara Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf
Disusun Oleh :
Ali Murfi 11470082
Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
India memiliki luas daerah 3.287.263 km persegi. Negara ini tercatat
sebagai negara terluas ketujuh dan terpadat kedua di dunia setelah Cina. Mayoritas
penduduknya beragama Hindu (83%). Adapun yang beragama Islam berjumlah 12%,
Kristen, Siktis dan lainnya.
Ekonomi India mengandalkan sektor pertanian dan peternakan mencapai
34% dari pendapatan negara. Sektor pertanian sendiri mampu menyerap 69% tenaga
kerja yang ada. Umumnya ekonomi India dipengaruhi oleh perubahan land reform,
revolusi hijau, industrialisasi dan migrasi. Industri perfilm-an India tergolong besar
dan sanggup merekrut banyak tenaga kerja. Bollywood merupakan contoh
kongkritnya, dengan model dan alur cerita dalam film yang diiringi dengan nyanyian
dan tarian tersebut selain mendatangkan profit juga melestarikan seni dan budaya
lokal.
India merupakan salah satu kawasan Asia Selatan yang memiliki
kemegahan kebudayaan yang megah di dunia yang menyaingi Cina dalam
kesusasteraan, seni dan arsitektur. Perasaan nasionalis India mulai berkembang
setelah timbul rasa bangga atas hasil-hasil kebudayaan mereka yang dipelajari dan
kemudian dialih bahasakan oleh sarjana-sarjana asing ke dalam bahasa-bahasa barat.
Pada awal abad ke-19 kekayaan di belahan daratan India menarik
pedagang bangsa Eropa yang suka bertualang. Di pertengahan abad ke-19 ketika
India kehilangan kekuasaan dari tangan East India Company yang jatuh ke dalam
kendali pemerintahan Inggris, merupakan kawasan kekuasaan kolonial yang paling
kaya permata. Kolonialisme Inggris menguasai seluruh belahan benua itu.
Pendapatan per kapita India adalah US$ 200 per tahun. Dari sensus tahun
1987-1988 diketahui bahwa 30% penduduknya dibawah garis kemiskinan.
Kesenjangan sosial cukup menjolok dalam hal ekonomi dan distribusi kesehatan.
Bisa dimaklumi bahwa populasi penduduk yang sangat besar tersebut, disamping
sebagai human capital juga merupakan beban negara. Terlebih bila diingat bahwa
3. 2
selama 150 tahun India dibawah penjajahan Inggris dan baru pada tahun 1947
mengalami kemerdekaan.
Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian, nutrisi, obat-obatan
dan industri oleh para pendidik India diakui harus memiliki hubungan dengan
pendidikan dan modernisasi. Ilmu-ilmu sosial dan prilaku belum digunakan secara
efektif dalam menyelesaikan persoalan dan hambatan yang dihadapi oleh masyarakat
yang sedang berubah.
Segera setelah tahun 1947, Jawaharlal Nehru menyatakan bahwa seluruh
dasar pendidikan mestilah diubah secara revolusioner. India merdeka mencoba untuk
modernisasi secara tepat dengan menempatkan banyak sumber dan kepemimpinanya
untuk diprioritaskan pada pelayanan pembangunan ekonomi, sistem pendidikan
diizinkan berkembang tanpa kritik yang berarti. Pada tahun 1964, pemerintah
mengangkat komisi pendidikan tingkat tinggi untuk memberi nasehat pada
pemerintahan tentang pola pendidikan nasional di seluruh jenjang dan aspeknya.
Laporan komisi pendidikan ini diterbitkan pada tahun 1996 dan merupakan analisis
pertama tentang kondisi sistem pendidikan di india dalam hubungannya dengan
tujuan pembangunan. Laporan itu sendiri bukanlah sebuah rencana atau badan
hukum melainkan dirancang untuk melayani sebagai latar belakang bagi munculnya
rencana dan peraturan baru.
Salah satu isu pendidikan di India adalah meningkatkan kesenjangan
sosial akibat konflik Islam-Hindu yakni kasus masjid Babri di Khasmir, saat itu
umat hindu mengklaim bahwa kaum muslim telah mendirikan masjid di tanah
kelahiran dewa Rahma yang dianggap suci. Bahkan umat Islam dianggap telah
menghancurkan kuil Hindu di atas tanah tersebut yang menyulut konflik
berkepanjangan1
. Inilah yang akan menjadi titik fokus penulis dalam melakukan
pembahasan, yaitu bagaimana kebijakan pendidikan pemerintah India merespon
terhadap konflik akibat konflik Islam-Hindu atau lebih tepatnya respon terhadap isu
multikulturalisme.
1
Aim Mualim, “Pendidikan di India”. http://aim-mualim.blogspot.com/2012/05/pendidikan-
di-india.html. Dalam Google.co.id. 2012. Diakses 22 Maret 2014, Jam 20.05 2014.
4. 3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dalam latar belakang, maka penulis dalam
hal ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan.
1. Bagaimana sistem pendidikan di India ?
2. Bagaimana karakteristik pendidikan multikultural ?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah India terhadap isu multikulturalisme di India ?
5. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pendidikan di India
Komisi pendidikan India telah menetapkan kebijakan sistem pendidikan
10-2-3 tahun usia sekolah. Tingkat awal, 10 tahun sebagai pendidikan dasar dan
terbagi dalam tiga jenjang yaitu primary (5 tahun), upper primary (3 tahun), dan
secondary (2 tahun). Jenjang berikutnya ditempuh selama 2 tahun sebagai persiapan
memasuki pendidikan tinggi. Untuk pendidikan kejuruan, jurusan teknik dan bisnis
sudah mulai sejak secondary school2
.
Struktur pendidikan sekolah yang seragam tersebut yakni sistem 10-2-3
tahun, telah diadopsi oleh seluruh negara bagian dan teritori India (Union
Territory,UT). Meskipun begitu, di lingkungan pemerintah dan teritori India masih
dijumpai sejumlah kelas yang menyelenggarakan pendidikan dasar (primary),
menengah (upper primary) dan atas (high and higher secondary school) yang
membolehkan kelas I mengikuti ujian umum, pengajaran bahasa inggris dan hindi,
beberapa hari kerja dalam setahun, sesi akademik, masa liburan, struktur biaya,
pendidikan wajib dan lain sebagainya. Bila dijabarkan dalam tingkat usia sekolah
akan tampak sebagai berikut :
1. Tingkat dasar (primary stage) yang meliputi kelas I sampai V yakni 5 tahun
masa belajar. Ini dilaksanakan di 20 negara bagian dan teritoria India
2. Pendidikan tingkat menengah (middle stage) meliputi kelas VI sampai VIII
diselenggarakan di 18 negara bagian dan teritoria India.
3. Pendidikan menengah atas (secondary stage) meliputi kelas IX sampai X. Kelas
ini diselenggarakan di 19 negara bagian dan teritoria India
Pendidikan kejuruan, baik jurusan teknik maupun bisnis merupakan pola
pendidikan ghandi, yaitu pembentukan ”manusia berkepribadian yang utuh, kreatif
dan produktif”. Pada tahun 1960 kemajuan minat siswa pada pendidikan kejuruan
sangat kecil. Hingga tahun 1992 siswa yang mengikuti pendidikan dalam bidang ini
hanya 6%. Akan tetapi pada tahun 1995 terjadi lonjakan signifikan, yaitu sebesar
2
Abd. Rachman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan di
Negara-Negara Islam dan Barat (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 147.
6. 5
25% dari keseluruhan siswa yang mengikuti pendidikan tinggi mengambil
pendidikan kejuruan ini3
.
Pendidikan nonformal dilaksanakan dengan dibentuknya lembaga
pendidikan yang bersifat terbuka bagi semua siswa, tidak terikat dengan proses
pembelajaran secara langsung dan beban biaya yang tinggi4
.
B. Karakteristik Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah wacana baru, pendidikan multikultural sesungguhnya
hingga saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang
memperdebatkanya. Namun demikian, bukan berarti definisi pendidikan
multikultural tidak ada atau tidak jelas. Sebetulnya, sama dengan definisi pendidikan
yang penuh penafsiran antara satu pakar dengan pakar lainya didalam menguraikan
makna pendidikan itu sendiri. Hal ini juga terjadi pada penafsiran tentang arti
pendidikan multikultural.
Zakiyuddin Baidhawy mendefiniskan pendidikan multikultural sebagai :
Pendidikan yang mengeksplorasi sisi-sisi partikular dan universal dalam
cultur studies; ia berusaha memahami kebudayaan-kebudayaan dan
masyarakat-masyarakat partikular dalam konteks dan dari perspektif
mereka sendiri; ia mengedepankan analisis perbandingan, pemahaman
etno-relatif, penilaian yang rasional tentang perbedaan dan persamaan
terhadap berbgai kebudayaan dan masyarakat; dan ia berupaya
mengidentifikasi ideal-ideal dan praktek-praktek bersama dan universal
yang melampaui kebudayaan-kebudayaan dan masyarakat-masyarakat
partikular, membangu jembatan di antara berbagai kebudayaan, serta
menyediakan basisi bagi hubungan manusiawi5
.
Menurut James A. Banks bahwa pendidikan multikultural sebagai
pendidikan untuk people of colour6
. Artinya, pendidikan multikultural ingin
mengeksploitasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugrah Tuhan/Sunnatullah).
Kemudian bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan
semangat egaliter.
3
Ibid., Hal. 149
4
Ibid., Hal. 149
5
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga,
2005), hal. 8.
6
James A. Banks & Cherry A. McGee “Multicultural of Education: Issues and Perspectives”
dalam Muhammad Ali Lintuhaseng, Nilai-nilai Pendidikan Pendidikan Multikultural dalam Buku-buku
Ajar Sejarah Kebudayaan Islam: Telaah atas Pelajaran SKI Kelas XII Madarasah Aliyah, Tesis, Prodi
Pendidikan Islam Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011, hal. 19.
7. 6
Kemudian Hilda Hernandez sebagaimana yang dikutip oleh Choirul
Mahfud mengatakan bahwa :
Pendidikan multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik,
sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam
pertemuan manusia yang kompleks dan beragama secara kultur, dan
merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas, dan gender, etnisitas,
agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam
proses pendidikan. Atau degan kata lain bahwa, ruang pendidikan sebagai
media transformasi ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) hendaknya
mampu memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling
menghargai dan menghormati atas realitas yang beragam (plural), baik
latar belakang maupun basis sosio-budaya yang melingkupinya7
.
Lebih lanjut dikatakan James A. Banks, bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan multikultural sebagai ide atau konsep, sebagai gerakan reformasi
pendidikan dan sebagai suatu proses. Sebagai suatu ide atau konsep, pendidikan
multikultural ditekankan pada keharusan memberikan kesempatan memperoleh
pendidikan yanhg sama bagi setiap peserta didik tanpa memandang dari kelompok
mana dia berasal. Sebagai suatu gerakan reformasi pendidikan, pendidikan
multikultural mencoba untuk merubah kurikulum dan paradigama sekolah maupun
institusi pendidikan sehingga terciptanya pendidikan yang tidak diskriminatif, yang
toleran, dan mengharagai nilai-nilai kemanusiaan. Adapun sebagai proses,
pendidikan multikultural mempunyai tujuan mendorong terciptanya keadilan,
kebebasan, toleransi dan kesamaan bagi setiap peserat didik dalam setiap aktifitas
yang dialakukan oleh dunia pendidikan8
.
Sementara itu, konsep dasar pendidikan multikultural menurut Gary
Burnett sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar, adalah :
Konsep dasar pendidikan multikultural terdiri dua hal, yaitu nilai-nilai inti
(core value) dari pendidikan multikultural dan tujuan pendidikan
multikultural. Nilai inti dari pendidikan multikultural anatara lain : 1)
apresiasi terhadap realitas budaya di dalam masyarakat dengan
pluralitasnya.2) pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia.
3) kesadaran dan pengembangan tanggung jawab dari masyarakat. 4)
7
Hilda Hernandez “Multicultural Education: A Teacher Guide to Lingking Context, Process, and
Content” dalam Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 175-
176.
8
James A. Banks “Multicultural Education: Charateristic and Goals” dalam Muhammad Ali
Lintuhaseng, Nilai-nilai Pendidikan..., hal. 171.
8. 7
kesadaran dan pengembangan tanggung jawab manusia terhadap alam
semesta9
.
Mengenai tujuan pendidikan multikultural, Paul C. Gorski merumuskan
ada tiga tujuan utama dari pendidikan multikultural :
Multicultural education is a progressive approach for transforming
education that holitically critiques and responds to discriminatory policies
and practices in education. It is grounded in ideals of social justice,
education equity, critical pedagogy, and dedication to providing
educational experiences in which all students reach their full potentials as
learners and as socially aware and active beings, locally, nationally, and
globally10
.
Dengan kata lain, tiga tujuan utama tersebut adalah: 1) meniadakan
diskriminasi pendidikan, memberikan peluang yang sama pada anak untuk
mengembangkan potensinya. 2) menjadikan anak bisa mencapai prestasi akademik
sesuai potensinya. 3) menjadikan anak sadar sosial dan aktif sebagai warga
masyarakat lokal, sosial, dan global.
C. Kebijakan Pendidikan Pemerintah India terhadap Isu Multikulturalisme
Kebijakan pendidikan antisipatif pemerintah India terhadap isu
multikulturalisme, antara lain dengan jalan sebagai berikut11
:
1. Membuka program penyetaraan pendidikan bagi Sekolah Dasar dan
melakukan pemberantasan buta huruf. Sensus 1991 mengindikasikan bahwa
tingkat illiterate telah mencapai 52.1 % yang meliputi anak berusia 7 tahun
ke atas, dan 23 % diantaranya adalah wanita.
2. Mengenalkan nilai warisan budaya India, persamaan derajat manusia,
demokrasi, sekularisme, kesetaraan jender, pengenalan program keluarga
kecil bahagia dan menanamkan pola pikir ilmiah.
3. Menyiapkan program pendidikan bagi siswa yang memilki bakat khusus.
9
Gary Burnett “Varieties of Multicultural Education: An Introduction” dalam H.A.R. Tilaar,
Kekuasaan dan Pendidikan (Magelang: Teralitera, 2003), hal. 170-171.
10
Paul C. Gorski “The Challenge of Defining Multicultural Education” dalam Tatang M. Amirin
“Implementasi Pendekatan Pendidikan multikultural Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia”,
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.1 No.1 (Juni, 2012), hal. 4.
11
Lihat, Suyadi “Handout Perkuliahan Perbandingan Pendidikan”, Jurusan Kependidikan Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010, hal.4.
10. 9
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan untuk menjawab rumusan masalah dapat ditarik
kesimpulan, bahwa :
Komisi pendidikan India telah menetapkan kebijakan sistem pendidikan 10-2-3
tahun usia sekolah. Tingkat awal, 10 tahun sebagai pendidikan dasar dan terbagi dalam
tiga jenjang yaitu primary (5 tahun), upper primary (3 tahun), dan secondary (2 tahun).
Jenjang berikutnya ditempuh selama 2 tahun sebagai persiapan memasuki pendidikan
tinggi. Untuk pendidikan kejuruan, jurusan teknik dan bisnis sudah mulai sejak
secondary school.
Ada tiga tujuan utama atau karakteristik dari pendidikan multikultural
“Multicultural education is a progressive approach for transforming education that
holitically critiques and responds to discriminatory policies and practices in education. It
is grounded in ideals of social justice, education equity, critical pedagogy, and dedication
to providing educational experiences in which all students reach their full potentials as
learners and as socially aware and active beings, locally, nationally, and globally”
Kebijakan pendidikan antisipatif pemerintah India terhadap isu
multikulturalisme, antara lain dengan jalan sebagai berikut :
1. Membuka program penyetaraan pendidikan bagi Sekolah Dasar dan melakukan
pemberantasan buta huruf. Sensus 1991 mengindikasikan bahwa tingkat illiterate
telah mencapai 52.1 % yang meliputi anak berusia 7 tahun ke atas, dan 23 %
diantaranya adalah wanita.
2. Mengenalkan nilai warisan budaya India, persamaan derajat manusia, demokrasi,
sekularisme, kesetaraan jender, pengenalan program keluarga kecil bahagia dan
menanamkan pola pikir ilmiah.
3. Menyiapkan program pendidikan bagi siswa yang memilki bakat khusus.
4. Pembaharuan kebijaksanaan pendidikan yang rutin dilakukan setiap jangka waktu 5
tahun sekali
11. 10
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rachman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan
di Negara-Negara Islam dan Barat, Yogyakarta: Gama Media, 2003.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1975.
H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan, Magelang: Teralitera, 2003.
, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam
Pusaran Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
, Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dan
Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta: Grasindo, 2004.
, Pendidikan , Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi
reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam. Cet. ke-6. Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1990.
Tobroni, Relasi Kemanusiaan Dalam Keberagaman: Mengembangkan Etika Sosial
Melalui Pendidikan, Bandung: CV. Karya Putra Darwati, 2012.
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga,
2005.