Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Sepuluh faidah tentang ushul fiqih
1. 10 FAIDAH TENTANG
USHUL FIQIH
Oleh: Ustadz Abu Ubaidah as-Sidawi خفظه اهلل
Publication: 1434 H_2013 M
10 FAIDAH TENTANG USHUL FIQIH
Oleh: Ustadz Abu Ubaidah as-Sidawi خفظه اهلل
Sumber: Majalah al-Furqon Gresik, No. 78, Ed.8 Th. Ke-7_1429H
Download > 580 eBook Islam di
www.ibnumajjah.com
2. BUAH USHUL FIQIH
Al-Futuhi pernah berkata: "Hendaknya bagi
orang yang mempelajari suatu ilmu agar memiliki
gambaran
tentangnya
dan
tujuan
mempelajarinya." (Mukhtashor at-Tahrir hlm. 8)
Adapun
mempelajari
buah
yang
ilmu
ushul
dapat
fiqih
dipetik
adalah
dari
sebagai
berikut:
1. Mampu
menerapkan
kaidah-kaidah
ulama
terhadap masalah-masalah kontemporer yang
belum ada dalilnya secara jelas.
2. Memahami bahwa Islam relevan untuk setiap
masa dan tempat.
3. Menjaga
(kebekuan)
fiqih
dan
islam
dari
kengawuran
kejumudan
hasil
dari
sumber-sumber baru.
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya
perselisihan ulama.
3. 5. Mengetahui permasalahan fatwa, syarat dan
adab-nya,
serta
kaidah
dalam
berdialog.
(Ma'alim Ushul Fiqih, al-Jizani hlm. 23)
MANA YANG HARUS DIDAHULUKAN?
Para ulama berselisih pendapat tentang ilmu
yang
hendaknya
dipelajari
terlebih
dahulu,
apakah fiqih ataukah ushul fiqih?!
1. Sebagian
ulama
berpendapat
bahwa
mempelajari ushul fiqih lebih didahulukan,
sebab tidak mungkin kita memahami fiqih
kecuali dengan mempelajari ushul dan kaidahkaidahnya. (al-Muswaddah hlm. 571, Syarh
Kaukab al-Munir 1/47-48)
2. Sebagian
lainnya
berpendapat
bahwa
mempelajari fiqih lebih didahulukan, sebab
dengan mempelajari fiqih kita akan faham
ushulnya. (al-Uddah fi Ushul Fiqih 1/70)
4. Pendapat
yang
benar
dalam
masalah
ini
bahwa seorang hamba hendaknya menyibukkan
diri untuk mempelajari masalah-masalah fiqih
yang berkaitan tentang keselamatan dirinya dan
melepaskan
tanggungannya
berupa
hukum-
hukum bersuci, sholat, puasa dan selainnya,
kemudian setelah itu dia memulai dengan pondasi
dan kaidah-kaidah
dasar
dalam belajar. (at-
Tahqiqot 'ala Matanil Waroqot, Syaikh Masyhur
Hasan hlm. 18)
Syaikh Ibnu Utsaimin
yang
dipraktekkan
kaum
رمحه اهللberkata: "Inilah
muslimin
semenjak
dahulu, sampai-sampai ada sebagian masayikh seperti yang kami dengar- dia mempelajari fiqih
dan tidak mempelajari ushul fiqih sama sekali."
(Syarh Nadhmul Waroqot hlm. 16)
5. MENGKRITISI KITAB
Syaikh Abdurrahman bin Yahya al-Mu'allimi
berkata: "Kesimpulan yang dapat saya petik
setelah membaca kitab-kitab ushul fiqih, saya
dapati bahwa kitab-kitab yang berkaitan tentang
hal ini menjadi dua:
Pertama:
Kitab-kitab
al-Ghozali
dan
orang
setelah-nya. Model ini telah banyak tercampur
dengan
pem-bahasan
Sekalipun
saya
tidak
ilmu
kalam/filsafat.
merasa
sukar
untuk
memahami ilmu ini tetapi hati saya tidak tertarik
untuk menggelutinya.
Kedua: Sebagian kitab-kitab ringkasan seperti alLuma' oleh Syaikh Abu Ishaq dan al-Waroqot oleh
al-Juwaini. Model ini sangat ringkas sekali, dan
tidak
lepas
dari
kekurangan
dan
kesukaran.
(Risalah fi Ushul Fiqih, sebagaimana dalam Rosail
al-Mu'allimi hlm. 47)
6. Sebagai gantinya, hendaknya diketahui bahwa
kitab ushul fiqih tidak akan membuahkan buah
yang
istimewa
kecuali
apabila
memenuhi
beberapa kriteria berikut:
1. Bahasanya mudah difahami.
2. Ringkas, tidak terlalu tebal apalagi berjilidjilid.
3. Mencakup semua pembahasan.
4. Membuang
pembahasan-pembahasan
yang
kurang penting. (Tahqiqul Wushul ila Ilmi
Ushul, Murod Syukri hlm. 6-7)
APA ITU MAKRUH?
Makruh secara bahasa adalah setiap yang
dibenci. Alloh berfirman:
ِوََنكِهِ كَرهَ انه ُ اوِِبعَبثَ ُمِ فَثَّطَ ُم
ِ َّه ه َب ه
7. Tetapi Alloh tidak menyukai keberangkatan
mereka, Maka Alloh melemahkan keinginan
mereka. (QS. at-Taubah [9]: 46)
Ketahuilah bahwa lafadz "makruh" menurut alQur'an dan Sunnah serta lisan salaf maksudnya
adalah haram. Bukan seperti istilah orang-orang
belakangan yaitu larangan yang bila ditinggalkan
dapat pahala dan bila dikerjakan maka tidak
berdosa. Hal itu sesuai dengan definisi secara
bahasa, karena haram juga dibenci oleh Alloh dan
Rosul-Nya.
Alloh
ز م
ّ ع ّوج
berfirman
setelah
menyebutkan hal-hal yang diharamkan:
ك ُّ ذَنِكَ كَبنَ سَُِّئ ُ عِىِدَ رَِّكَ مكْ ُوهًا
بِ َ ر
يِ ه
ُم
Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi
Robb-mu. (QS. al-Isro'[17]: 38)
Dalam hadits shohih, Nabi
bersabda:
صهى اهلل عهيه وسهمjuga
8. َإِنَّ اهللَ كَرهَ َنكُمِ قِيمَ وََبلَ وكَْثرةَ ُّؤَالِ وَِإضَبعت
َ
ق َ َ انس
ِ
ِانْمَبل
Sesungguhnya Alloh membenci bagi kalian
kabar burung, banyak bertanya dan menyianyiakan harta.
Ibnul
Qoyyim
"Kebanyakan
al-Jauziyah
orang
belakangan
رمحه اهلل
berkata:
salah
dalam
memahami maksud ucapan para imam empat
madzhab yang mereka ikuti disebabkan para
imam
tersebut
mengucapkan
dengan
mereka
haram
lafadz
belakangan
waro'
(berhati-hati)
sehingga
makruh,
memahami
ucapkan
bukan
(I'lamul Muwaqqi'in 2/75)
lantas
lafadz
dalam
menyebutnya
orang-orang
makruh
bermakna
yang
haram."
9. HUKUM INI KHUSUS UNTUK NABI?
Ketahuilah
untuk Nabi
bahwa
khithob
(pembicaraan)
صهى اهلل عهيه وسهمterbagi menjadi tiga
macam:
1. Khusus untuk beliau, karena ada dalilnya.
2. Umum untuk beliau dan umatnya, karena ada
dalilnya.
3. Ada kemungkinan umum atau khusus. Hal ini
diperselisihkan ulama; ada yang mengatakan
umum dan ada yang mengatakan khusus
untuk Nabi
.صهى اهلل عهيه وسهمPendapat yang benar
adalah umum karena Nabi adalah uswah (suri
tauladan) bagi umatnya. (Tafsir Surat al-Kahfi,
Syaikh Ibnu Utsaimin hlm. 56)
Syaikhul Islam رمحه اهللberkata: "Mayoritas ulama
berpendapat bahwa Alloh apabila memerintahkan
atau melarang Nabi akan sesuatu maka hal itu
juga mencakup umatnya selama tidak ada dalil
10. yang menunjukkan bahwa hal itu khusus bagi
beliau." (Majmu Fatawa 22/322)
Dalilnya adalah firman Alloh:
ْوَامرََأةً مُؤمَِىتً إِنْ وَهََبتِ َوفسَ َب ن َِّب ِّ إِنْ َأرَاد َّب ُّ أَن
َ انىِي
ِْ ه ِهى ي
ِ
ِ
ََيسِتَِىكِحَهَب خَبنِصتً نَكَ مِهِ ُونِ انْ ُؤمِىِني
ِد م
َ
Dan perempuan mukmin yang menyerahkan
dirinya
kepada
mengawininya,
Nabi
kalau
sebagai
Nabi
mau
pengkhususan
bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.
(QS. al-Ahzab [33]: 50)
Firman
Alloh
(yang
artinya):
"Sebagai
pengkhususan bagi kamu." menunjukkan bahwa
pada asalnya hal itu adalah mencakup umatnya
juga,
karena
penyebutan
kalau
bukan
pengkhususan
di
demikian
sini
faidahnya. (Ushul as-Sarokhsi 2/89)
tidak
maka
ada
11. NASIKH MANSUKH
Ibnul
Jauzi
mengeluarkan
dalam
Nasikhul
Qur'an wa Mansukhuhu hlm. 125-126 dengan
sanad shohih dari Abu Abdirrohman as-Sulami
bahwasanya Ali bin Abi Tholib
رضي اهلل عىهpernah
melewati seorang qodhi (hakim), lantas beliau
bertanya
kepadanya:
"Apakah
engkau
mengetahui tentang ilmu nasikh dan mansukh?"
Jawabnya:
"Tidak."
Jawab
Ali
selanjutnya:
"Engkau binasa dan membinasakan orang lain!"
KONTRADIKSI DALIL
Imam Syafi'i berkata: "Tidak mungkin sunnah
Nabi
صهى اهلل عهيه وسهمmenyelisihi Kitabulloh sama
sekali." (ar-Risalah hal. 546).
12. Imam Ibnu Khuzaimah رمحه اهللjuga mengatakan:
"Tidak ada dua hadits shohih yang bertentangan
dari segala segi. Barangsiapa yang mendapatinya,
hendaknya
dia
mendatangkannya
kepadaku,
niscaya akan saya padukan antara keduanya."
(al-Kifayah
fi
Ilmi
Riwayah,
al-Khothib
al-
Baghdadi hlm. 1316)
BERATNYA FATWA
Imam Malik
رمحه اهللberkata: "Ada seorang
bercerita kepadaku bahwa dia pernah masuk
kepada Robi'ah رمحه اهللyang sedang menangis. Dia
bertanya: Apa yang membuat anda menangis?!
Apakah ada musibah menimpa dirimu?!' Robi'ah
menjawab: 'Tidak, namun karena seorang yang
tidak berilmu dimintai fatwa!!"'
Ibnu Sholah رمحه اهللberkomentar: "Semoga Alloh
merohmati Robi'ah, bagaimana seandainya beliau
mendapati
zaman
kita?!
laa
haula
walaa
13. quwwata ilia billahi. Hanya kepada Alloh kita
mengadu dan Dia adalah sebaik-baik penolong.
(Adabul Mufti wal Mustafti hlm. 85)
Ibnul
Jauzi
berkata:
"Ini
adalah
ucapan
Robi'ah padahal waktu itu para tabi'in masih
banyak jumlahnya, lantas bagaimana kiranya
kalau dia melihat zaman kita? Sesungguhnya
yang berani berfatwa adalah orang yang tidak
berilmu karena kurangnya agama. (Ta'zhimul
Fatwa hlm. 113)
IJMA’ HARUS BERDALIL
Al-Amidi
"Semua
berkata
bersepakat
bersepakat
terhadap
dalam
bahwa
suatu
al-Ihkam
umat
1/374:
tidak
hukum
akan
melainkan
berlandaskan pada pedoman dan dalil."
Namun,
ulama
kadang
hanya
kita
menjumpai
menyebutkan
dalil
sebagian
ijma'
saja
14. padahal ada dalilnya dari al-Qur'an dan hadits.
Hal itu karena beberapa alasan:
1. Untuk meringkas, karena semua ijma' pasti
berlandaskan dalil.
2. Mungkin dia tidak ingat dalilnya.
3. Mungkin dalil tersebut masih dipertanyakan,
baik keshohihannya atau segi pendalilannya.
QIYAS
Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi
berkata:
"Ketahuilah
bahwa
atsar-atsar
رمحه اهلل
yang
datang dari sahabat berisi tentang jeleknya ro'yu
(pendapat)
serta
peringatan
keras
darinya,
maksud mereka adalah ro'yu (pendapat) yang
menyelisihi dalil atau dibangun di atas kejahilan,
karena mereka bersepakat untuk beramal dengan
15. pendapat di kala tidak ada nash. (Mudzkkiroh
Ushul Fiqh hlm. 383) []