SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 86
LAPORAN PRAKTIKUM
     KONSERVASI DAN REHABILITASI LAHAN


USAHA KONSERVASI TERHADAP TINGKAT EROSI
                KECAMATAN BANTARUJEG
   KABUPATEN MAJALENGKA, PROVINSI JAWA BARAT
      Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
    Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dengan dosen pengampu
                     1. Prof.Dr.Darsiharjo M.si
                  2. Drs. Jupri MT


                         Disusun oleh:
               Adhi Munajar           (1000920)
               Dini Nuraftiani        (1001670)
               Ikbal Saeful Aziz      (1005616)
               Mochamad Fajar I       (1001776)
               Suyanto                (1006644)
               Yegi PerulamaD         (1001436)
               Yoga Hepta Gumilar (1002055)




           JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
  FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
                                  BANDUNG
                                      2012

                                     BAB I

                               PENDAHULUAN




A. Latar Belakang

      Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas
   ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu
   objek pemenuhan kebutuhan manusia. Tidak ada satu pun kebutuhan manusia di
   dunia ini yang tidak diperoleh dari lahan. Setiap tahunnya kebutuhan manusia
   akan pangan, sandang dan papan selalu meningkat dan hampir semua yang kita
   gunakan untuk kebutuhan hidup akhirnya kembali diperoleh dari alam dimana
   lahan itu disediakan.

      Kebutuhan dan keinginan manusia terhadap lahan merupakan sifat naluriah
   dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Akan tetapi dalam pemenuhan
   kebutuhannya selalu ditemukan sifat kurang puas. Sehingga mengakibatkan
   terjadinya kerusakan lahan. Padahal lahan termasuk di dalamnya tanah dan air
   mudah mengalami kerusakan. Kerusakan lahan tersebut ditandai dengan
   hilangnya unsur hara bagi tumbuhan dan menurunnya fungsi lahan atau tanah
   sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan.

      Kerusakan lahan dapat terjadi secara alami, akan tetapi kerusakan lahan dapat
   diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan lahan oleh manusia diakibatkan
   oleh adanya kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung
   lahan antara lain pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan
   peruntukkannya, untuk lahan pertanian yang tidak menerapkan teknologi
   konservasi bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal pemukiman.
Selain itu perambahan hutan merupakan indikasi yang jelas dari suatu kombinasi
tekanan jumlah penduduk, inkonsistensi dalam rencana tata ruang wilayah dan
rendahnya penegakkan hokum.

   Dalam segi ekonomi, perubahan fungsi lahan tersebut dapat memberikan
keuntungan kepada para petani. Tetapi dilihat dari segi ekologinya, hutan lindung
Mandalawangi menjadi rusak sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem hutan. Perubahan fungsi lahan ini merupakan salah satu penyebab
terjadinya bencana longsor di Gunung Mandalawangi yang terjadi pada awal
tahun 2003 yang menimpa 2 desa yaitu Desa Mandalasari (Kp. Bojong Jambu,
Kp. Babakan Nenggeng dan Kp. Sindangsari), Desa Karang Mulya (Kp. Buni
Anten). Curah hujan yang tinggi, keadaan lereng yang curam dan vegetasi yang
sedikit tidak dapat menyerap dan menahan air hujan, menyebabkan air hujan
turun langsung ke kaki gunung dengan membawa lumpur dan material lainnya.
Longsor di Gunung Mandalawangi termasuk jenis longsor aliran karena pola
jaringannya yang menjari yang dipicu oleh aliran air permukaan sebagai dampak
dari kurangnya vegetasi yang berfungsi sebagai penutup lahan sehingga tidak
dapat menyerap dan menahan air hujan yang jatuh. Kurangnya vegetasi di
kawasan longsor membuat kondisi Gunung Mandalawangi terlihat gundul.
Dampak yang terjadi akibat longsor Mandalawangi ini yaitu banyaknya korban
jiwa dan kerusakan material. Selain itu, dampak dari longsor yang masih
dirasakan sampai sekarang adalah kondisi lahan bekas longsor yang menjadi
rusak, kualitas lahan pertanian yang terkena longsor menjadi jelek menyebabkan
produktivitas pertanian menurun, sumber mata air hilang sehingga penduduk yang
berada di kaki Gunung Mandalawangi sering kekurangan air bersih apalagi di
musim kemarau.

   Upaya konservasi yang dilakukan setelah bencana longsor yaitu dengan
menanami tanaman pinus di kawasan hutan lindung dan buah-buahan, mahoni,
dan tanaman lain di sekitar kawasan longsoran tersebut yang merupakan lahan
milik masyarakat. Masyarakat yang memiliki lahan di sekitar longsoran tersebut
melakukan tumpangsari dengan menanami kopi, tembakau, singkong, jagung,
  palawija dan tanaman musiman lainnya sehingga gunung tetap terlihat gundul.
  Begitu pula dengan upaya konservasi, kebanyakan petani tidak memperhatikan
  teknik konservasi yang baik untuk mencegah pengikisan air, yaitu masih
  memberlakukan kemiringan lahan yang berbeda dengan teknik konservasi yang
  sama. Lemahnya penerapan teknik konservasi tanah dapat menyebabkan
  terjadinya longsor susulan. Petani di kawasan longsor sebagian besar
  menggunakan teknik terasering tidak sempurna tanpa adanya tanaman penguat
  teras.

      Untuk memperbaiki lahan bekas longsor, perlu ada upaya pelestarian sumber
  daya alam yaitu dengan melaksanakan kegiatan konservasi lahan. Kegiatan
  konservasi lahan bertujuan untuk mencegah kerusakan lahan agar lahan dapat
  terpelihara dengan baik. Jika lahan terpelihara dengan baik, maka hasil produksi
  pertanian pun akan baik. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis
  mencoba meneliti permasalahan tersebut dalam penelitian dengan judul Usaha
  Konservasi Terhadap Tingkat Erosi Kecamatan Bantarujeg Kabupaten
  Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

B. Rumusan Masalah

      Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk lebih terarahnya penelitian
  maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :

  1. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya erosi di Desa Cigedang?

  2. Bagaimanakah pengaruh bencana erosi terhadap aktivitas masyarakat?

  3. Apakah teknik konservasi yang digunakan masyarakat pada lahan bekas
      bencana sesuai dengan karakteristik lahan tersebut ?




C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk memperoleh gambaran faktor yang menyebabkan terjadinya erosi serta
     longsor di Desa Bantarujeg.

  2. Untuk memperoleh gambaran sejauh mana bencana fisik (erosi, longsor,
     banjir, dll) dapat mempengaruhi aktivitas masyarakat.

  3. Untuk memperoleh gambaran terhadap kesesuaian teknik konservasi yang
     digunakan masyarakat dengan karakteristik lahan tersebut.




D. Manfaat

     Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah :

  1. Diperoleh informasi tentang pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kaidah
     konservasi di Desa Bantarujeg.

  2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan
     dalam pelaksanaan pembangunan daerah.

  3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dan praktisi kehutanan dalam
     pengembangan dan pengelolaan lahan konservasi.
BAB II
                                Tinjauan Pustaka


A. Pengertian Konservasi dan Rehabilitasi

    Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas
kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai
upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara
bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang
merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

    Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi
kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi
dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk
sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya
alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

    Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa
batasan, sebagai berikut :
a) Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi
       keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama
       (American Dictionary).

   b) Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang
       optimal secara sosial (Randall, 1982).

   c) Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme
       hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia
       yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai,
       penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan
       (IUCN, 1968).

   d) Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga
       dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat
       diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

    Rehabilitasi upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan
fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. (PP tahun 2008 tentang
rehabilitasi dan reklamasi hutan).

B. Aspek-aspek yang mempengaruhi rehabilitasi dan Konservasi Lahan

   a. Erosi Tanah

       a) Pengertian Erosi

    Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan
atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpasan), es
bergerak atau angin (tejoyuwono notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G.
kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi adalah pengikisan atau kelongsoran yang
sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau
kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat
tindakan atau perbuatan manusia.
      Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas
manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses
yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan
erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian
atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi
tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay
asdak, 1995: 441).




      Lebih lanjut tentang terjadinya erosi dikemukakan oleh G.R. foster & L.D.
meyer, yaitu menjelaskan bahwa erosi akan meliputi proses-proses:
 1.     detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah
 2.     transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah
 3.     deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dihanyutkan
      (dalam G. kartasapoetra, dkk, 1991: 41)


        b) Bentuk-bentuk erosi
        G. kartasapoetra (1991: 48) menjelaskan bahwa erosi terdiri atas normal
erosion (erosi geologi) dan accelerated erosion (erosi yang dipercepat). Dari kedua
macam erosi tersebut erosi dipercepat yang perlu diperhatikan. Menurut kartasapoetra
(2000), Kirby dan morgan (1980), rahim (2000) dan van zuidam (1978), erosi yang
terjadi dapat dibedakan atas dasar kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Erosi
dapat dibedakan menjadi:
          erosi percik (splash erosion); terjadi karena terlepasnya butiran tanah oleh
            tetesan hujan pada awal kejadian hujan.
          erosi lembar (sheet erosion); terjadi jika ada genangan dengan kedalaman
            tiga kali ukuran butir hujan, sulit dideteksi karena pemindahan butir-butir
            tanah merata pada seluruh permukaan tanah.
 erosi alur (rill erosion); dimulai dengan adanya kkonsentrasi limpasan
              permukaan, aliran air akan membentuk alur-alur dangkal memanjang
              pada permukaan tanah (kedalaman <50 cm).
            erosi parit atau erosi selokan (gulley erosion); merupakan erosi alur yang
              telah berkembang membentuk parit berbentuk huruf V dan U (kedalaman
              50 – 300 cm) atau telah berkembang menjadi jurang (ravine) (kedalaman
              > 300 cm).
            erosi tebing sungai (stream bank erosion) atau erosi saluran (channel
              erosion); umumnya terjadi pada tebing-tebing sungai yang stabil.




        c) faktor yang mempengaruhi erosi
        Pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara factor iklim, topografi,
tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan yang dinyatakan dalam persamaan
deskriptif berikut:
E= f (i, r, v, t, m)
        Dimana E adalah erosi, i adalah iklim, r adalah topografi atau relief, v adalah
vegetasi, t adalah tanah dan m adalah manusia (sitanala arsyad, 1989: 72).
a. iklim
        Di daerah beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan.
Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse
hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu.
Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu
seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan.
Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu
yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per
jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Suatu sifat hujan yang penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan
tersebut, karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat
tanah. Kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut
daya erosi atau erosivitas hujan.
b. topografi
        Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang
paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah
aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran
permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan
kecuraman 45° .




c. vegetasi
        Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak
jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah
sangat dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah (1) melalui
fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan
kecepatan air larian, (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan (4)
mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (chay asdak, 1995:
452).
d. tanah
        Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan
erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-
sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi
adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan
kapasitas menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan
struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan
aliran permukaan (sitanala arsyad, 1989: 96).
e. manusia
        Manusialah yang menentukan apakah yang diusahakannya akan rusak dan
tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Perbuatan manusia
yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan entensitas erosi
semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat
tanaman, perladangan dan sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi
manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana
mestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi (wani hadi utomo, 1989: 39).
f. pendugaan / prakiraan erosi
       Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah
telah dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the universal
soil loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi
suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk
setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang
mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang dipergunakan
mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju
erosi ke dalam lima peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat
dinyatakan secara numeric. Persamaan usle adalah sebagai berikut:

                                  A = R.K.LS.C.P
A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun.
R = factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satu indeks erosi hujan,
yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan
maksimum 30 menit (I 30).
K = factor erodibilitas tanah yaitu laju eosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu
tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang
panjangnya 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.
LS = factor panjang lereng dan kecuraman lereng. Factor panjang lereng yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi
dari tanah dengan p[anjang lereng 72,6 kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik.
Sedangkan factor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi
dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan
lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman
tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik danpa tanaman.
P = factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya
erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan
menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah
yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.
   b. Erosifitas
         Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan
terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah (chay
asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir
hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan
tanah.
         Factor erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (EI 30).
Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun
merupakan erosivitas hujan tahunan.
         Pada metode usle prakiraan besarnya erosivitas hujan dalam kurun waktu
tahunan. Dalam penelitian ini menggunakan persamaan bols (1978) yang diperoleh
dari penelitian data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakaran hujan di pulau jawa
yang dikumpulkan selama 38 tahun.
         EI 30 = 6,119 (Rain) 1,21 (Days) -0,47 (Maxp) 0,53
         R = curah hujan rata-rata tahunan (cm)
         D = jumlah hari hujan rata-rata tahunan (hari)
         M = curah hujan maksimum rata-rata 24 jam per bulan untuk kurun waktu
satu tahun (cm) (chay asdak, 1995: 457).
   c. Tanah
         a) Struktur Tanah
         Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan
ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk
agregat dari hasil proses pedogenesis.
Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat
relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel
pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat
humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori)
membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada
tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori)
memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.
       Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi
secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan
laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada
tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak
dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah
berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur
ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah
kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang
memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan
untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah
yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang
bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya
karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar
tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat,
sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan
organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.
       Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya
air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum
dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air
hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan
permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan
penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan
sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor) Pembentukan Agregat
       Menurut Gedroits (1955) ada dua tingkatan pembentuk agregat tanah, yaitu:
        a. Kaogulasi koloid tanah (pengaruh Ca2+) kedalam agregat tanah mikro
        b. Sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro.
       Teori pembentukan tanh berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang
berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air
hujan atau pada tanah sawah. Menurut utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa
retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan
dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat.


       Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat
adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik.
Agregat yang baik terbentuk karena flokuasi maupun oleh terjadinya retakan tanah
yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau
adanya aktifitas biologi.




Macam macam struktur tanah
C. Struktu tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya
       diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A yang
       dalam keadaan lepas disebut “Crumbs” atau Spherical.
   D. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu
       vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika
       sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky).
       Ukuranya dapat mencapai 10 cm.
   E. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu
       vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi
       (deposited).
   F. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu
       horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6
       sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah
       berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut
       kolumner.


      b) Permabilitas
       . Permeabilitas tanah adalah suatu kesatuan yang melipui infiltrasi tanah dan
bermanfaat sebagai permudahan dalam pengolahan tanah.(Dede rohmat, 2010)
Permeabilitas merupakan besaran yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar
kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida yang terkandung didalamnya.
Permeabilitas merupakan property suatu batuan berpori dan merupakan besaran yang
menunjukkan kapasitas medium dalam mengalirkan fluida.


• Jenis-jenis Permeabilitas.
   1. Permeabilitas absolut (ka).
       Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium
       tersebut dialiri oleh satu jenis fluida, dimana saturasi fluida yang mengalir
       bernilai 1.
   2. Permeabilitas efektif (k).
Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium
        tersebut dialiri oleh lebih dari satu jenis fluida.
   3. Permeabilitas relatif (kr).
        Yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif fluida pada nilai saturasi
        tertentu, terhadap permeabilitas absolut pada saturasi 100%.


• Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permeabilitas.
   1. Distribusi ukuran butir.
        Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori
        akan semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil.
   2.   Susunan (packing) butiran.
        Susunan     butiran    yang    semakin     rapi,      maka   makin   besar   harga
        permeabilitasnya.
   3. Geometri butiran.
        Semakin menyudut geometri butiran, maka permeabilitasnya semakin kecil.
   4. Jaringan antar pori (pore network).
        Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar.
   5. Sementasi.
        Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan
        semakin kecil.
   6. Clays content.
        Semakin banyak mengandung clay, maka semakin kecil permeabilitas batuan
        tersebut.
c) Bahan Organik

         Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks
dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di
dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi
oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994),
bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam
tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme,
bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
         Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan
tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah
menurun,     kemampuan    tanah dalam mendukung           produktivitas     tanaman juga
menurun.    Menurunnya     kadar     bahan   organik   merupakan    salah    satu   bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi
negara    berkembang   karena      intensitasnya   yang cenderung   meningkat sehingga
tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat.
         d. Kemiringan Lereng
Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi pet rupa bumi Indonesia ( RBI )
dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth dengan
rumus sebagai berikut :
              (n-1) x ki
S = --------------------------------- x 100%
       a x penyebut skala peta
Keterangan :
S = Besar sudut lereng
n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring
ki = kontur interval
a = panjang diagonal jarng dengan panjang rusuk 1 cm
Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah sebagai berkut :
Tabel kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng

      KELAS       KEMIRINGAN ( % )                KLASIFIKASI
            I            0–8                           Datar
           II           > 8 – 15                       Landai
          III           >15 – 25                    Agak Curam
          IV           > 25 – 45                       Curam
           V              > 45                     Sangat Curam
Sumber : Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986

Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE

 Kemiringan       Kemiringan                              Klasifikasi    Klasifikasi
                                       Keterangan
 lereng (°)       lereng (%)                             USSSM* (%)      USLE* (%)

      <1              0-2         Datar – hampir datar       0-2             1-2

     1-3              3-7             Sangat landai          2-6             2-7

     3-6             8 - 13              Landai             6 - 13          7 - 12

     6-9            14 - 20           Agak curam           13 - 25         12 - 18

    9 - 25          21 - 55              Curam             25 - 55         18 - 24

    25 - 26         56 - 140          Sangat curam           > 55            > 24
> 65           > 140             Terjal
*USSSM = United Stated Soil System Management
    USLE     = Universal Soil Loss Equation
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang
datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman
lereng,panjang lereng dan bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya
erosi dan aliran permukaan. Menurut sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan
lereng menjadi seperti berikut:
       KEMIRINGAN ( % )              KLASIFIKASI          KELAS
             0–3               Datar                        A
             3–8               Landai Atau Berombak         B
            8 – 15             Agak Miring                  C
           15 – 30             Miring                       D
            30-45              Agak Curam                   E
            45-65              Curam                        F
             >65               Sangat Curam                 G
BAB III


                                  PROSEDUR PENELITIAN




A. Metode Penelitian

       Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif,

   wawancara serta observasi. Menurut Suryabrata (1983), metode deskriptif eksploratif

   yaitu sebuah metode dengan tujuan untuk mendapatkan data dasar yang diperlukan

   sebagai pangkalan untuk penelitian lebih lanjut ataupun sebagai dasar untuk membuat

   keputusan. Metode wawancara yaitu metode yang dilakukan secara eksplisit untuk

   mengetahui informasi dari informan untuk mendapatkan data dalam bentuk data

   kualitatif. Metode wawancara dilakukan untuk lebih memperdalam mengenai informasi

   yang telah didapatkan melalui metode deskriptif eksploratif, sehingga dengan adanya

   metode wawancara dapat menambahkan informasi terhadap data yang didapat.

   Metode yang terakhir yang digunakan yaitu metode observasi dimana metode ini

   dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara terjun langsung ke lapangan

   untuk melakukan penelitian.


       Melalui metode tersebut penulis akan menggali secara mendalam mengenai

   tingkatan erosi yang terjadi di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka, fenomena

   longsor, kekeringan, banjir, gerakan tanah, gempa bumi, angin tornado (puyuh) serta

   fenomena fisik lainnya yang terjadi di lokasi kajian.
Selain daripada mengetahui terdapat berbagai macam fenomena fisik yang secara

   alami terjadi melalui alam tersebut, tidak luput penerapan teknik konservasi pada lahan

   yang diterapkan masyarakat dan menilai kesesuaian teknik konservasi tersebut dengan

   karakteristik lahan serta menghubungkan penerapan teknik konservasi tersebut dengan

   kondisi sosial ekonomi masyarakat.




B. Populasi dan Sampel

   1. Populasi

             Sumaatmadja (1988:112) mengatakan bahwa “Keseluruhan gejala, individu,

       kasus dan masalah yang diteliti, yang ada di daerah penelitian menjadi objek

       penelitian geografi. Semua kasus, individu dan gejala yang ada di daerah penelitian

       disebut populasi penelitian atau universe”.


             Menurut Ridwan (2003 : 8) “Populasi merupakan objek atau subjek yang

       berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan

       masalah penelitian”. Populasi penelitian terdiri dari populasi wilayah dan populasi

       responden. Populasi wilayah adalah seluruh lahan yang telah mengalami longsoran,

       gempa, banjir, pergerakan tanah, erosi, kekeringan di Desa Bantarujeg Kabupaten

       Majalengka yang merupakan lahan yang rentan terhadap terjadinya erosi yang

       tinggi dan populasi responden adalah petani yang mengolah lahan tersebut.


             Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lahan yang berada di Desa

       Bantarujeg Kabupaten Majalengka yaitu :
Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Sawah di Desa Bantarujeg


No        Wilayah                 Penggunaan Lahan                  Luas (ha)

1     Desa Bantarujeg       Sawah Irigasi Setengah Teknis              65

                                 Sawah Tadah Hujan                    154

                        Jumlah                                        219




         Gambar 3.1 Grafik Penggunaan Lahan Sawah di Desa Bantarujeg




          Berdasarkan pada data diatas, populasi wilayah penelitian ini mempunyai luas

     3,60 Km2, dengan dominasi penggunaan lahannya berupa sawah dan pemukiman.
2. Sampel

       Menurut Sumaatmadja (1988 : 112) “Sampel adalah bagian dari populasi

   (cuplikan contoh) yang mewakili kriteria bagian ini diambil dari keseluruhan sifat

   atau generalisasi yang ada pada populasi”.


       Berdasarkan masalah yang akan dibahas, maka dalam menentukan sampel

   penelitian ini digunakan teknik sampel wilayah (area probality sampling) yaitu

   teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang

   terkena longsor, banjir, erosi, kekeringan, gerakan tanah serta gempa yang terdapat

   dalam kawasan populasi yang menjadi objek kajian dengan pendekatan satuan

   lahan yang merupakan hasil tumpangsusun peta kemiringan lereng dengan peta

   penggunaan lahan dan peta jenis tanah. Jadi satuan lahan yang sama diwakili oleh

   satu sampel secara acak (random). Sedangkan cara pengambilan sampel mengikuti

   sampel satuan lahan yang ditentukan dengan teknik aksidental. Kawasan yang

   rentan terhadap erosi, longsor, banjir di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka.

   Sampel wilayah diambil berdasarkan kemiringan lereng sebanyak 4 sampel yang

   mewakili setiap daerah yang terkena banjir, longsor dan erosi berdasarkan bagian

   atas, tengah dan bawah.


       Satuan lahan yang telah ditentukan dapat dilihat sebarannya pada peta satuan

   lahan yang disajikan pada gambar 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1


Sampel Satuan Lahan
Sedangkan untuk sampel respondennya menggunakan teknik pengambilan

       secara aksidental yaitu semua masyarakat yang ditemui pada saat penelitian

       dijadikan sampel. Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan

       faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan

       peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat digunakan

       sebagai sampel (responden)”.




C. Variabel Penelitian

       Menurut Rafi’i (1996 : 46), variable penelitian mengandung pengertian ukuran, sifat,

   ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok atau suatu yang berbeda dengan

   yang dimiliki oleh kelompok lain. Variabel penelitian dalam judul penelitian ini adalah

   terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.


       Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan terikat. Variabel bebas

   terdiri dari karakteristik lahan dan respon masyarakat, karakteristik lahan meliputi

   tanah, topografi, erosi dan vegetasi, sedangkan respon masyarakat meliputi kegiatan

   pertanian dan pemahaman petani tentang lahan kritis. Variabel terikatnya adalah

   kekritisan lahan yang terbagi menjadi lahan potensial kritis, semi kritis dan lahan kritis,

   serta faktor dari teknik pertanian yang telah dipakai oleh masyarakat seperti Sistem

   tanam, pola tanam, jenis tanaman, pemeliharaan tanaman, teknik konservasi yang telah

   dilaksanakan oleh masyarakat terhadap lahan garapan. Untuk melihat hubungan antara

   ketiga faktor ini dapat dilihat pada table 3.2 dimana terdapat hubungan antara ketiga

   variable tersebut. Variabel bebas dapat mempengaruhi variable terikat dan variable
bebas dapat berdiri sendiri. Variabel bebas terdiri dari variable fisik yang merupakan

parameter tingkat kekritisan lahan, sedang variable terikatnya adalah tingkat kekritisan

lahan yang diakibatkan oleh adanya erosi, longsor, pergerakan tanah, kekeringan serta

fenomena fisik yang lainnya.




                          Gambar 3.2. Variabel Penelitian




        Variabel Bebas (X)                                  Variabel terikat (Y)



  Faktor Petani :

      Kegiatan Petani
      Pemahaman petani
      tentang lahan kritis



  Karakteristik Lahan
  Kemiringan lereng
  Kondisi tanah                                           Teknik Konservasi yang
  Kondisi geologi                                          dilakukan masyarakat
  Vegetasi
                                                           untuk tetap menjaga
                                                          kelestarian lahan dari
                                                           kerentanan terhadap
                                                            bahaya erosi, banjir,
  Teknik Pertanian                                      longsor, pergerakan tanah
                                                                    dll.
      Sistem tanam
      Pola tanam
      Jenis tanaman
      Pemeliharaan
      tanaman
      Teknik konservasi
a. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi, yaitu teknik pengamatan secara langsung terhadap gejala, fenomena dan

   fakta yang ada di daerah penelitian. Alat yang digunakan yaitu pedoman observasi

   digunakan untuk mengamati karakteristik lahan dan teknik konservasi yang

   digunakan masyarakat terhadap fenomena alam yang terjadi seperti erosi, longsor,

   banjir serta lainnya.

2. Wawancara, yaitu peneliti menanyakan langsung kepada responden tanpa

   perantara di daerah penelitian dengan menggunakan pedoman berstruktur untuk

   mengamati kondisi masyarakat yang menetap di daerah kawasan rentan terhadap

   bencana.

3. Studi dokumentasi, yaitu penarikan data dari lembaga-lembaga yang terkait dengan

   penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang berkaitan dengan

   penelitian baik berupa data statistik maupun peta-peta tematik serta foto-foto yang

   dibutuhkan dari lapangan.

4. Kajian Pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan literatur

   seperti buku, jurnal, internet, dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan

   yang sedang diteliti. Kajian pustaka digunakan untuk memperoleh referensi tentang

   iklim, tanah, geologi, geomorfologi, data kependudukan, luas kawasan longsor, dan

   lain-lain.
D. Alat Pengumpulan Data

        Untuk memudahkan pengumpulan data maka diperlukan alat dan bahan sebagai

   berikut :


   1.   Peta dasar (base map) terdiri dari :

        a. Peta rupabumi lembar

        b. Peta rupabumi lembar

        c. Peta rupabumi lembar

        d. Peta rupabumi lembar

        e. Peta Geologi lembar

   2. Kompas untuk menentukan lokasi penelitian

   3. Klinometer atau busur derajat untukmengukur kemiringan lereng

   4. Ceklist lapangan dan pedoman wawancara

   5. Kamera digital Cannon

   6. Bor tanah

   7. Ph Tester

   8. Alat tulis

   9. Ring sample

   10. GPS




E. Teknik Analisa
Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif. Teknik

analisis kuantitatif digunakan untuk mengelola dan menginterpretasikan data yang

berbentuk angka atau yang bersifat sistematis. Jenis analisis yang digunakan dalam

penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Lahan yang lebih menitikberatkan terhadap

fenomena yang terjadi secara alami dan non alami seperti erosi, longsor, banjir, gerakan

tanah serta fenomena yang lain yang dapat mengurangi manfaat dari lahan itu sendiri.


    Analisis yang pertama dilakukan secara kualitatif dimana analisis ini didasarkan

terhadap data-data yang telah didapatkan di lapangan sesuai dengan objektifitas dari

kajian. Analisis kualitatif dilakukan dengan berdasarkan terhadap data yang di dapat

serta wawancara yang telah dilakukan.


    Analisis yang kedua dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan rumus

USLE.


    Teknik atau langkah-langkah yang dilakukan penyusun dalam pengolahan data

penelitian yang terkumpul adalah sebagai berikut :


1. Memeriksa kembali data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder,

    hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan atau kesalahan yang terjadi dalam

    kajian.

2. Menghitung kemiringan lereng diperoleh dari informasi kontur yang terdapat pada

    peta rupabumi skala 1 : 25.000, perhitungan berlaku untuk setiap karvak, yang

    dilakukan pertama kali adalah membuat petak persegi ukuran 2x2 cm diatas peta,

    kedua membuat garis diagonal memotong kontur, ketiga menghitung jumlah kontur

    dan dikelaskan sesuai perhitungan, maka akan didapatkan besar kemiringan lereng
untuk setiap karvak, kemudian besaran di klasifikasikan menurut kelas Jamulya

   (1993). Pada peta setiap yang memiliki kemiringan lereng sama dipisahkan dan

   dideliniasi dan diberikan keterangan hingga mendapatkan sebaran kelas kemiringan

   lereng yang dikehendaki. Perhitungan kemiringan lereng (s)tersebut menggunakan

   rumus :




   Keterangan :


   n = Jumlah kontur             Ci = Interval Kontur


   s = Kemiringan lereng         S = Skala


   a = Panjang lereng


3. Penentuan Horizon Tanah
       Sebelumnya, pertama kita sudah ditentukan dan dibantu oleh tim mobile mulai
   berada dari plot mana untuk mengambil sample tanahnya. Untuk menentukan tiap
   horizon, kita dapat mengetahuinya dengan cara melihat keadaan dan daerah
   lerengnya. Setelah itu kita bisa mulai menggali tanahnya untuk mulai menetukan
   horizon apa saja yang terdapat di tanah tersebut. Batas dari suatu horizon dapat
   diketahui dari warna tanah yang tampak dan kita juga bisa menentukan batas
   horizonnya dengan cara menusuk-nusuk tanah dengan menggunakan pisau
   lapangan. Apabila tanah mulai terasa berbeda kepadatan dan kekerasan tanahnya
   maka itu merupakan horizon yang sudah berbeda dibandingkan horizon yang ada .

4. Pengambilan Sampel Tanah Undisturb
Setelah ploting lokasi praktikum selesai dilakukan, selanjutnya Kelompok 6
mulai dengan mengambil sampel tanah secara Undisturb terlebih dahulu dengan
dua kali pengambilan sampel menggunakan ring sample. Pengambilan pertama
dilakukan di horizon A, dan melakukan pengukaran horizon tersebut menggunakan
penggaris, dalam pengambilan sampel yang kedua dilakukan di horizon B, dan
melakukan pengukuran menggunakan penggaris.

    Untuk mengambil sample undisturb kita dapat mengguanakan alat yang disebut
Ring Sample. Pertama, kita harus membersihkan permukaan tanah dari rerumputan
dengan menggunakan cangkul atau alat lain yang sejenisnya. Setelah dibersihkan
kita cari permukaan tanah yang rata untuk menyimpan ring sample diatas
permukaan tanah tersebut. Kemudian untuk mempermudah pengambilan tanah,
tutupi bagian atas ring misalnya menggunakan papan yang datar agar ring sample
menghujam dengan posisi yang lurus, kemudian ring tersebut dipukul-pukul sampai
ring tersebut masuk kedalam tanah hingga ring itu penuh dengan tanah. Sebelum
ring sample yang pertama masuk seluruhnya ke dalam tanah, terlebih dahulu
dibantu menggunakan ring sample yang lain, dengan cara meletakkan dengan posisi
yang sama di atas ring sample yang pertama. Lalu dilanjutkan memukul kedua ring
sample tersebut hingga terbenam ke dalam tanah. Kemudian cangkul bongkahan
tanah yang berada disekeliling ring sample tanpa mengganggu sample tanah yang
ada di dalam ring sample tersebut.

    Kemudian jika tanah tersebut kurang rata maka harus diratakan dengan
menggunakan pisau lapangan dengan mencacah permukaan tanah dan bagian yang
berada dibawahnya secara pelan-pelan yang berada di ring sample tersebut, dengan
cara mengiris-iris secara vertikal. Setelah ring sampel bagian luar bersih dari tanah ,
tutup lah ring sample menggunakan tutupnya atau masukkan ke dalam wadah
plastik dengan tidak lupa memberi label identitas keterangan sampel tersebut agar
tidak tertukar dalam pengujian di laboratorium dan tanah yang tidak terganggu itu
siap untuk di uji di laboratorium.
Setelah mendapatkan sample tanah yang pertama, kemudian kita ratakan
   kembali permukaan tanah tersebut untuk mengambil sample tanah yang kedua,
   yakni pada horizon tanah yang B. Cara pengambilan sampel tanah yang kedua sama
   seperti prosedur yang pertama. Kedalaman ring sample tanah yang kedua ini adalah
   20-40 cm. Setelah sample tanah tersebut diambil maka sample tanah siap untuk
   diuji di laboraturium.

5. Pengambilan Sampel Tanah Disturb

       Setelah itu kelompok 6 mengambil sampel tanah secara Disturb, karena lokasi
   yang tidak berada di lereng, horizon tanah tidak terlihat. Jadi menggunakan bor
   tanah dalam pengambilan sampel Disturb. Setelah menancapkan bor tanah dengan
   kedalaman tertentu, kami mengeluarkan bor tanah yang telah kami tancapkan dan
   kami menusuk tanah yang ada di bor tanah tersebut dan dimasukkan ke dalam
   plastik sampel yang telah kami sediakan dengan cara menusuk tanah yang
   menempel di bor tanah dengan pisau lapangan.

6. Prosedur Laboratorium

   a. Cara menguji pH aktual, pH potensial dan kandungan Organik

           Cara untuk mengetahui pH tanah adalah dengan cara memasukan sedikit
       sampel tanah kedalam tabung reaksi kemudian tetesi dengan Aquades untuk
       menguji pH Aktual, tetesi dengan H2O2 untuk menguji kandungan Bahan Organik
       dan tetesi dengan KCl untuk menguji pH Potensial. Setelah itu, kocok tabung
       rekasi yang digunakan untuk mengukur pH, biarkan tabung yang digunakan
       untuk mengukur kandungan bahan organik sampai mengelurakan buih dan
       asap. Jika buih itu meningkat tinggi, maka zat organik dalam tanah tersebut
       banyak dan jika buih itu tidak terlalu meningkat tinggi berarti kandungan zat
       organik dalam tanah tersebut rendah.

   b. Cara Mengukur Masa Dan Volume Sampel Undistrub
Untuk menguji massa kita lakukan dua kali yaitu massa tanah sebelum
   dioven untuk mengetahui masa total dan massa tanah setelah dioven untuk
   mengetahui massa tanah saja. Untuk menguji volume awal kita biasa mengukur
   volume ring sampel karena volume ring sampel sama dengan volume tanah
   kering. Dan untuk mengukur volume kering kita bisa mencelupkan tanah
   kedalam gelas ukur dan selisih volume air akhir dengan volume awal merupakan
   volume tanah kering.

c. Penentuan tekstur

       Penentuan tekstur dapat dialakukan dengan melaksanakan langkah-langkah
   dibawah ini :

  1)   Ambilah sedikit tanah, simpan dalam tangan lalu basuh dengan sedikit air
       lalu bisa dengan cara menggulung-gulung tanah tersebut, rasakan dengan
       perasaan sampai kita benar-benar merasakan tingkat kekerasan dan
       bentukan dari tanah yang kita uji.
  2)   Kita bisa merasakan adanya kekasaran, kelicinan, kelengketan dan
       kekenyalan serta derajat kemengkilatan tanah dengan ibu jari dan telunjuk.
       Perhatikan hal-hal sebagi berikut :
       a) Kekerasan, dapat menunjukan tingkat untuk menentukan jumlah pasir
           yang terdapat didalam tanah.
       b) Kelicinan, dapat menunjukan tingkat dalam penentuan jumlah-jumlah
           debu, kadang-kadang karena partikel debu yang banyak dan bergesekan
           maka akan terasa seperti sabun.
       c) Kelengketan dan plastisitas adalah penduga kandungan liat dalam
           tanah. Bila tanah lebih kenyal maka akan lebih mudah tanah tersebut
           dibentuk bola permukaan tanah yang mengandung liat akan
           menyebabkan tanah mengkilat.
Peta Rupa Bumi




                       Peta kemiringan                Peta Penggunaan
                                                           Lahan




                                   Peta Satuan Lereng



                                 Peta Sampel Penelitian




Karakteristik Lahan          Faktor Budaya Masyarakat                   Aktivitas Petani

   Kemiringan Lereng             Pendidikan                             Cara pengolahan lahan
   Kondisi tanah                 Kesadaran                              Sistem tanam
   Kondisi Geologi               Kemampuan                              Pola tanam
   Vegetasi                                                             Jenis tanaman
                                                                        Pemeliharaan tanaman
                                                                        Teknik konservasi


                              Gambar 3.3. Bagan Alur Penelitian



                                           Analisis


                                         Kesimpulan



                                         Rekomendasi
BAB IV
                                PEMBAHASAN


A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian
   1. Letak dan Luas Daerah Plot Praktikum
                                                                  o
          Secara astronomis Kecamatan Bantarujeg terletak pada 108 11’ 00’’ BT-
         o                o              o
      108 24’00’’ BT dan 6 57’00’’ LS - 7 41’00’’ LS. Sedangkan secara
      administratif     Kecamatan   Bantarujeg   termasuk    wilayah   Kabupaten
      Majalengka dengan batas wilayah sebagai berikut :
      a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Maja
      b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Talaga
      c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Malausma
      d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lemahsugih
                                                               2
          Kecamatan Bantarujeg memiliki wilayah seluas 61,86 Km yang
      terdiri dari 22 desa. Desa yang memiliki wilayah terluas adalah Desa
                                  2
      gununglarang, yaitu 11,12 Km . Sedangkan yang mempunyai luas wilayah
      terkecil, yaitu     Desa Cinambo 1,97 Km. Dengan luas yang dimiliki
      Kecamatan Bantarujeg berarti Kecamatan Bantarujeg hanya sekitar 5,14 %
      dari luas wilayah Kabupaten Majalengka (yaitu kurang lebih 1.204,24 Km2).
      Dengan jumlah penduduk sebanyak 43.581 jiwa, maka kepadatan penduduk
      per Km mencapai 705 orang.
          Sedangkan daerah Plot yang berada di desa Batantarujeg berada pada
      Koordinat 108°13’30” BT dan 6°59’00” LS sampai 108°15’30“ BT dan
      6°58’30“ LS. Secara administratif desa Bantarujeg memilikai batas wilayah
      sebagai berikut :
      a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Babakansari
      b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Wadon
      c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sirnagalih
d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukajadi
                           Gambar 4.1
               Peta Administratif Desa Bantarujeg
Gambar 4.2
Peta Plot Kajian Kelompok 6 di Desa Bantarujeg
2. Iklim
   a. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Sistem Schmidt dan Ferguson
Klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (dalam Rafi’i,
1995:259)     “Tipe   iklim    suatu   daerah   dapat   ditentukan     dengan
memperhatikan jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kering dalam
kurun waktu 10 tahun hingga 20 tahun”.
   Bulan Basah adalah bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm.
Bulan kering adalah bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm.
Bulan yang curah hujannya antara 60-100 mm digolongkan pada bulan
lembab.
   Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim menurut
Schmidt Ferguson adalah sebagai berikut :


                       Q = Md x 100 %
                              Mw
                                                  (Rafi’i, 1995: 43)


Keterangan:
Q = Tipe iklim Schmidt Ferguson
Md= Rata-rata banyaknya bulan kering dibagi oleh lama waktu
       pengamatan
Mw= Rata-rata banyaknya bulan basah dibagi oleh lama waktu
       pengamatan


   Klasifikasi nilai Q untuk penentuan tipe iklim suatu daerah
menurut Schmidt dan Ferguson disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.




                               Tabel 4.1
                       Nilai untuk Tipe Iklim
Tipe            Nilai (%)                                Sif
        A             0 < Q <                Sangat Basah
        B             14.3                   Basah
                    14,3 < Q <               Agak Basah
        C           33,3                     Sedang
                     33,3 < Q <              Agak Kering
        D            60                      Kering
                   60 < Q <
       Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995        Sangat Kering


                Data Curah hujan yang ada di Kecamatan Bantarujeg yaitu dapat
            dilihat dari tabel sebagai berikut :


                                        Tabel 4.2
                   Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg
                                            Tahu
         200      200      200    200     200 200         200         200    200    200
 Bln
  J      0 40     1 47     2 52   343     453      549    649         7 56   8 34   9 43
 F         43       16       94    30      42       42     67           45     20     44
 M         37       38       52    30      71       38     22           44     51     28
 A         41       28       37    13      14       41     38           38     35     16
 M         19       19       10     5      12        3     30            5      7     22
  J         4       15        7    0       15       13      2           14      1     18
  J         6        8        6    0       0         8     0            0      0       6
 A          3       0         6     1      0        0      0            0      0       0
 S          1        1       0      4      0        0      0            0      7       0
 O         25       35       0     13      0         5     0             4     95      0
 N         31       43       51    21      22       16      3            8     28     24
 D         25       31       41    44      37       30     36           31     35     37
Juml
 a      279 285 361 209 270 251 251 248 309                                         233
     Sumber : Dinas Pertanian Tahunan Pangan, Majalengka 2010


                Dari tabel di atas diperoleh bahwa selama sepuluh tahun rata-rata
            curah hujan terbanyak tiap bulan terjadi pada bulan Januari hingga bulan
April, dan bulan Oktober sampai bulan Desember. Curah hujan pada bulan
Mei sudah mulai menurun, kondisi tersebut berlangsung sampai pada
bulan September.
    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Bantarujeg
merupakan        daerah   yang   memiliki   karakteristik   wilayah   tropik,
dikarenakan jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah itu sama
sehingga cenderung kondisi wilayahnya apabila terjadi hujan, maka
cenderung debit yang turun sangat banyak dan apabila sebaliknya tidak
terjadi hujan maka bencana akan kekeringan kemungkinan akan terjadi.
    Berikut adalah rata-rata jumlah hujan per bulan dalam kurun waktu 10
tahun dapat dilihat pada tabel 4.4 Di bawah ini :


                             Tabel 4.3
    Jumlah Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg
                 Tahun 2000 sampai Tahun 2009
N         Bula                 Jumlah                 Rata-rata
1  Januari                      470                     39
2  Februari                     447                     37
3  Maret                        416                     34
4  April                        304                     25
5  Mei                          135                     11
6  Juni                          93                      7
7  Juli                          30                      2
8  Agustus                       24                      2
9  September                     7                       6
1  Oktober                      179                      1
1  November                     250                     20
1  Desember                     352                     29
      Jumla                     2713                    212
Sumber : Hasil Penelitian 2010. Djadjang Sukma




    Berikut jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah tertera pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.4
 Jumlah Bulan Kering dan Bulan Basah Kecamatan Bantarujeg

                           Rata-
               Jumla        rata
N    Tah        h           Cura         Bula      Bul      Bulan
1
o     200
     un          2792
                Cura          2          n3        an1       8
2     200        2858         2             2        1       9
3     200        3612         3             2        3       7
4     200        2090         1             5        0       7
5     200        2705         2             4        0       8
6     200        2515         2             4        1       7
7     200        2514         2             6        0       6
8     200        2482         2             5        1       6
9     200        3096         2             4        1       7
1     200        2335         1             4        0       8
   Jumlah       26999        2             3         7       7
Sumber : Hasil Perhitungan peneliti, 201.Djadjang Sukma


       Dari tabel di atas, diperoleh jumlah curah hujan selama 10 tahun
    sebanyak 26999 mm, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2251
    mm/ tahun. Adapun jumlah bulan kering selama 10 tahun yaitu 39
    dan jumlah bulan basah selama 10 tahun adalah 73. Dari data tersebut
    diperoleh rata- rata bulan kering (Md) 39/10 = 3,9 dan rata-rata bulan
    basah (Mw) 73/10 = 7,3. Untuk memperoleh nilai Q digunakan rumus
    menurut Schmidt Ferguson, yaitu:




       Dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai Q = 53,42%,
maka Kecamatan Bantarujeg menurut Schmidt Ferguson termasuk tipe
   iklim C (agak basah), karena nilai Q berada pada 33,3% < Q < 60%.


b. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Sistem Junghuhn

       Iklim menurut sifat dan unsur yang dimilikinya dapat dibedakan
   berdasarkan tempat dan ketinggian, seperti yang dikemukakan oleh
   Junghuhn (dalam Rafi’i, 1995:195) adalah

   1) Zone iklim panas, antara ketinggian 0-700 m dpl. Di daerah ini
       ditanam padi, jagung, tebu, kelapa tumbuh dengan baik.

   2) Zone iklim sedang, antara ketinggian 700-1500 m dpl. Di daerah
       ini baik untuk tumbuhan kelas perkebunan seperti karet, kopi, kina.

   3) Zone iklim sejuk, antara ketinggian 1500-2500 m dpl. Di daerah ini
       merupakan wilayah       yang baik     bagi   tumbuhan    pinus,   jenis
       holtikultura, seperti sayuran, bunga dan sebagainya.
   4) Zone iklim dingin, antara ketinggian 2500-3300 m dpl.
   5) Zone iklim salju, di atas ketinggian 3300 m dpl.


                              Tabel 4.5
              Pembagian Iklim Menurut Junghuhn
Ketinggian tempat            Daerah /iklim                      o
                                                    Temperatur ( C)
         0-                      Pan                    26,
       650-1500                 Sedang                 22,17,
      1500-2500                 Seju                   17,1-
        >2500                  Dingi                   11,1-
Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995


       Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn diatas, di
   Kecamatan Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone sedang
   karena sebagian besar wilayahnya        terletak antara 650-1500 dimana
kondisi iklim ini berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanaman
      tembakau karena tanaman tersebut cocok untuk tumbuh di daerah Zone
      iklim sedang. Berdasarkan uraian tersebut, lebih detail dapat dilihat pada
      gambar berikut:


         Gambar 4.3 Pada Zonefikasi Iklim Menurut Junghuhn




 Sumber: Rafi’i (1995:195)
      Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn di Kecamatan
   Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone panas dan sebaliknya
   hanya sedikit pada zona iklim sedang sejuk, karena mempunyai ketinggian
   280-1134 mdpl.


3. Topografi
      Berdasarkan peta Topografi dan pengamatan lapangan ketinggian tempat
   daerah penelitian    antara   280   m dpl    sampai    1134     m dpl.   Kelas
   kemiringan lerengnya yaitu kelas II (3-8 %) merupakan lahan landai atau
   berombak, kelas III (8-15%), merupakan lahan agak miring atau
   bergelombang, kelas IV (15-30 %) yaitu merupakan lahan miring/berbukit.
   Luas lahan daerah penelitian disajikan pada tabel 4.6 yaitu :
Tabel 4.6
             Luas kemiringan Lereng Daerah Penelitian
N           Kelas lereng                        2            %
                                     Luas (Km )
1.  II (3-8 %)                         60,3                54,1
2.  III (8-15%)                        13,6                12,2
3.  IV (15-30 %)                       37,5                33,6
            Jumla                      111,5               100,0
 Sumber: Hasil Penelitian 2007


     Berdasarkan hasil penelitian dari tabel di atas bahwa kemiringan lereng
 yang paling dominan di Kecamatan Bantarujeg adalah kemiringan lereng II
                                                    2
 (datar sampai bergelombang) dengan luas 60,37 Km (54,12%). Adapun peta
 kemiringan lereng disajikan pada gambar 4.3.
Gambar 4.4

Peta Kemiringan Lereng Wilayah Kajian Kelompok 6
4. Kondisi Geologi

      Berdasarkan peta geologi lembar arjawinangun satuan batuan didaerah
   penelitiaan dapat dikelompokan sebagai berikut:

   a. Formasi kaliwungu (Tpk)

          Formasi kaliwungu terdiri dari terdiri dari batu lempung dengan
      sisipan batu pasir tufaan dan konglomerat. Batu lempung ini berwarna
      abu-abu tua bersifat keras.

          Tanah pelapukan berupa lempung berwarna abu-abu agak kekuningan,
      lunak teguh plastisitas tinggi, kesarangan rendah, kandungan organic
      rendah, reaksi tanah (pH) asam sangat asam, dengan ketebalan tanah
      pelapukan 1.50 – 2.25 meter.

   b. Formasi halang anggota atas (Tmhu)

          Satuan batuan ini terdiri dari batuan tufaan, lempung, dan
      konglomerat. Batu pasir merupakan bagian yang utama, berwarna abu-abu
      kekuningan, berbutir halus dan keras.

          Tanah   pelapukannya       berupa   pasir   lanauan,   berwarna   coklat
      kemerahan, bersifat uraian, plastisitas rendah, kesarangan sedang,
      kandungan organic rendah, reaksi tanah (pH) asam, dengan ketebalan
      tanah 21-2 meter.
Gambar 4.5

Peta Geologi wilayah kajian kelompok 6 Desa Bantarujeg
5. Geomorfologi
Kenampakan geomorfologi yang terdapat didaerah penelitian yaitu
  bentukan denudasional. Bentukan ini terjadi karena proses gradasi yang
  meliputi proses gradasi damn agradsi. Proses ini berlangsung dalam kurun
  waktu lama dapat merubah permukaan bumi menjadi suatu dataran yang
  seragam. Dalam perubahan bentuk permukaan bumi proses yang paling
  dominan adalah proses degradasi yang ditunjukan oleh hilangnya lapisan
  demi lapisan dari permukaan akibat terjadinya pelapukan batuan yang
  terangkut oleh erosi dan longsoran.

     Bukit sisa terdapat di Desa Bantarujeg, Desa Babakansari, dan Desa
  Cikidang dan D5 (paneplains) atau dataran nyaris terdapat disebelah selatan
  Desa Bantarujeg, Desa Cimangguhilir, Desa Desa sindanghurip, Desa
  Cipeundeuy, Desa Sukadana, Desa Ciranca, Desa Jagamulya, Desa Banyusari,
  Desa Malausna, Desa Buninagaradan Desa Cimuncang.




6. Tanah

     Di kecamatan bantarujeg, jenis tanah yang tersebar adalah tanah litosol,
  tanah latosol dan tanah podsolik merah kuning. Luas tanah latosol di daerah
  penelitian adalah 47,8 km. Di         daerah   penelitian   yaitu   Kecamatan
  Bantarujeg, jenis tanah yang tersebar adalah tanah latosol, tanah litosol
  dan tanah podsolik merah kuning. Tanah latosol merupakan tanah yang
  terletak pada ketinggian 300-900 m dpl. Tanah ini memiliki lapisan solum
  yang tebal sampai sangat tebal, yakni berkisar antara 1,35-5 m bahkan lebih,
  sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas, berwarna merah coklat
  sampai kekuning-kuningan, kandungan bahan organiknya antara 3-9% pH
  tanah 4,5-6,5 yaitu asam sampak agak asam, tekstur tanah adalah liat,
  sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya gembur, permeabilitas
  tanah mudah sampai agak sukar, tanah latosol terdapat di Desa Sukamenak.
     Tanah litosol merupakan tanah yang memiliki lapisan solum yang sangat
tipis sampai tidak ada paling tebal solumnya 50 cm saja. Kandungan bahan
   organiknya sangat rendah sampai tidak ada, warna tanah dan teksturnya
   kasar yaitu berpasir struktur tidak ada atau berbutir lepas, pH dan
   permeabilitas   bervariasi.   Tanah   ini   terdapat   di   Desa   salawangi,
   Cimangguhilir, Cipeundeuy, Sindanghurip, dan Cinambo, sedangkan tanah
   podsolik merah kuning mempunyai ketebalan solum antara 50-180 cm
   dengan batas horizon yang nyata, bahan induk liat dan pasir, batu pasir dan
   batu liat, warna tanah merah, struktur gempal dan teksturnya lempung
   berpasir hingga liatl sedangkan tanah podsolik merah kuning terdapat di
   Desa Sukamenak.



7. Kondisi Hidrologi

      Kondisi hidrologi merupakan penyebaran satuan air tanah, air permukaan
   dan atau banyaknya sungai yang mengalir. Berdasarkan peta hidrogeologi
   kabupaten majalengka skala 1:100.000 bahwa satuan air tanah didaerah
   penelitian dapat dikelompokan dalam empat satuan, yaitu daerah air tanah
   langka, aquifer produktif kecil setempat, aquifer produktif sedang setempat,
   dan aquifer produktif sedang setempat, dan aquifer produktif sedang
   penyebaran luas.

      Aquifer produktif setempat terdapat pada wilayah pegunungan atau
   mempunyai karakteristik tempat dengan ketinggian yang cukup tnggi sampai
   tinggi yakni desa gununglarang, wado wetan, haurgeulis, salawangi,
   sukadana, werasari, buninagara, silihwangi, banyusari, ciranca, malausma,
   jagamulya, cimuncang serta sebagian desa suka menak. Untuk aquifer
   produktif sedang penyebaran luas menempati sebagian kecil desa babakan sari
   yakni dusun sukanagara. Sedangkan daerah air tanah langka terdapat antara
   lain di desa sindanghurip, cimanggu dan lebak wangi.
Sungai yang terdapat dikecamatan bantarujeg adalah mempunyai pola
      aliran dendritis, induk yang mengalir dikecamatan bantarujeg adalah sungai
      Ci lutung yang induknya berasal dari kecamatan talaga kemudian mengalir
      melalui Desa Salawangi, Desa cikidang, Desa Wadowetan, Desa bantarajeg,
      desa babakan sari, desa gunung larang dan keluar dari kecamatan bantarujeg
      menuju kecamatan maja.

         Sungai yang terdapat di Kecamatan Bantarujeg adalah mempunyai pola
      aliran dendritis, induk yang mengalir di Kecamatan Bantarujeg adalah Sungai
      Cilutung yang induknya berasal dari Kecamatan Talaga kemudian
      mengalir melalui Desa Salawangi, Desa Cikidang, Desa Wadowetan,
      Desa Bantarujeg, Desa Babakansari, Desa Gununglarang dan keluar dari
      Kecamatan Bantarujeg menuju Kecamatan Maja. Hidrologi ini berpengaruh
      pada mudah atau tidaknya pengairan tanaman tembakau. Untuk lebih
      jelasnya tentang keadaan Hidrologi di Kecamatan Bantarujeg dapat dilihat
      pada Peta Hidrologi dibawah;




   8. Penggunaan Lahan Daerah Penelitian

         Terdapat 5 jenis penggunaan lahan di Kecamatan Bantarujeg yaitu
      pemukiman, sawah, tegalan atau lading, kebun campuran dan hutan.kondisi
      lahan didaerah penelitian dominan dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
      Pemanfaatan lahan didaerah penelitian adalah sawah, pemukiman dan ladang.
      Dapat dilihat dari peta dibawah ini yang dapat menunjukkan berbagai macam
      penggunaan lahan yang ada di Desa Bantarujeg.



B. Kondisi Sosial Daerah Praktikum
   1. Jumlah Penduduk di Lokasi Praktikum
Jumlah penduduk dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan.
     Jumlah penduduk Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka berdasarkan
     data monografi Kecamatan Bantarujeg tahun 2009 adalah        43.581 orang
     denangan jumlah Kepala Keluarga (KK) 12.847 dan luas wilayah 61,86
         2
     Km . Adapun perincian hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai
     berikut :
                                   Tabel 4.7
     Jumlah Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg Tahun 2009
9.



                 N     Nama Desa      Jumlah penduduk
                 1   Bantarujeg                 3.6
                 2   Babakansari                28
                                                4.4
                 3   Wadowetan                  97
                                                3.2
                 4   Gununglarang               81
                                                4.2
                 5   Cikidang                   01
                                                2.9
                 6   Haurgeulis                 83
                                                1.3
                 7   Cinambo                    72
                                                1.8
                 8   Sukamenak                  25
                                                3.3
                 9   Salawangi                  42
                                                3.7
                 1   Silihwangi                 67
                                                4.3
                 0
                 1   Cimangguhili               63
                                                4.5
                 1
                 1   r
                     Sindanghurip               48
                                                2.6
                 2
                 1   Cipeundeuy                 17
                                                3.1
                 3    Jumlah                    57
                                               43.5
                                                81
                 Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg 2009

             Berdasarkan tabel 4.12 di atas nampak jelas bahwa desa yang
     memiliki jumlah penduduk paling tinggi di Kecamatan Bantarujeg adalah
     Desa Babakansari yaitu 4.497 jiwa. Dan desa berpenduduk paling sedikit
     adalah Desa Haurgeulis yaitu 1.372.
             Perincian   jumlah   Kepala   Keluarga   (KK)     tiap   desa   di
     Kecamatan Bantarujeg adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8 Kepala Keluarga Tiap Desa
                di Kecamatan Bantarujeg Tahun 2009
            N      Nama Desa    Kepala Keluarga (KK)
            1    Bantarujeg               104
            2    Babakansari                1
                                          138
            3    Wadowetan                  2
                                          944
            4    Gununglarang             123
            5    Cikidang                   9
                                          938
            6    Haurgeulis               408
            7    Cinambo                  602
            8    Sukamenak                104
            9    Salawangi                  9
                                          106
            1    Silihwangi                 9
                                          125
            0
            1    Cimangguhili               3
                                          126
            1
            1    r
                 Sindanghurip               5
                                          765
            2
            1    Cipeundeuy               892
            3     Jumlah                 12.8
                                           47
         Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg

         Menurut tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa Desa Babakansari
    memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK) terbesar yaitu 1382 KK, dan
    desa yang memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK) terkecil adalah Desa
    Haurgeulis yaitu 408 KK.


2. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bantarujeg

      Menurut Mantra (1985) “Kepadatan penduduk suatu wilayah terbagi
   menjadi 3 bagian yaitu kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk
fisiografis dan kepadatan penduduk kasar”. Kepadatan penduduk agraris
     adalah perbandingan antara jumlah penduduk petani dengan luas lahan
     pertanian. Kepadatan penduduk agraris Kecamatan Bantarujeg adalah 261
             2
     jiwa/km . Kepadatan penduduk fisiografis adalah perbandingan jumlah
     penduduk dengan luas lahan pertanian. Kepadatan penduduk fisiografis
                                                  2
     Kecamatan Bantarujeg adalah 996 jiwa/km .

        Kepadatan penduduk kasar adalah perbandingan jumlah penduduk
     dengan luas lahan keseluruhan Kecamatan Bantarujeg. Kepadatan penduduk
                                                      2
     kasar Kecamatan Bantarujeg adalah 790 jiwa/km . Menurut UU        No. 5
     tahun 1960, tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah dikelompokkan
     sebagai berikut:

                        2
     1. 0 -51 orang/km termasuk tidak padat

                            2
     2. 51 – 250 orang/km termasuk kurang padat

                                2
     3. 251 – 400 orang/km termasuk padat

                        2
     4. > 400 orang/km termasuk sangat padat

        Adapun data jumlah penduduk dengan luas wilayahnya tiap desa di
     Kecamatan Bantarujeg sebagai berikut :

                                    Tabel 4.9

         Kepadatan Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg

                         Jumlah                           Kepadatan
                                           Luas
N        Nama           Penduduk                          Penduduk
                                          Wilayah                 2
                                                          (jiwa/Km )
o.       Desa             (Jiwa)               2
                                           (Km)

1      Bantarujeg           3.628               3,0         1178
2      Babakansari          4.497                8
                                                7,4          608
                                                 0
3     Wadowetan        4.497          4,4                            734
 4     Gununglaran      4.201           7
                                       10,0                           419
 5     g
       Cikidang         2.983           2
                                       4,7                            633
 6     Haurgeulis       1.372           1
                                       3,6                            377
 7     Cinambo          1.825           4
                                       1,8                            971
 8     Sukamenak        3.342           8
                                       6,2                            531
 9     Salawangi       3.767            9
                                       4,5                            835
 1     Silihwangi       4.363           1
                                       4,6                            942
 0
 1     Cimangguhil      4.548           3
                                       5,7                            788
 1
 1     ir
       Sindanghuri      2.617           7
                                       2,7                            955
 2
 1     p
       Cipeundeuy       3.157           4
                                       2,7                           1161
 3      Jumlah         88145            2
                                      111,56                         10132
        Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg 2009

        Kepadatan     penduduk    kasar   Kecamatan        Bantarujeg        adalah   705
               2
     jiwa/km . Jadi menurut klasifikasi tersebut kepadatan penduduk di
     Kecamatan Bantarujeg ini tergolong sangat padat.



2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

        Komposisi     penduduk    berdasarkan    jenis     kelamin      di    Kecamatan
     Bantarujeg disajikan pada tabel 4.15 di bawah ini :




            Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Kecamatan Bantarujeg

                         Berdasarkan Jenis Kelamin

          N     Jenis           Jumlah           Persentase (%)
          1.   Laki-laki            2171              49.8
          2.   Perempuan              4
                                    2186              150.
                                                      50.1
               Jumlah                 7
                                    4358               9
                                                     100,00
                                      1
            Sumber: Data Monografi Kecamatan Bantarujeg Tahun 2007
         Dari tabel tersebut dapat diketahui sex ratio penduduk yang ada di
     daerah penelitian, dengan menggunakan rumus :
SR = Jumlah Laki-laki x 100%
          Jumlah Perempuan

          = 21714 x 100 %
            21867

          = 100,704

           Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka rasio jenis kelamin
      penduduk di lokasi penelitian adalah pada tiap 100 orang perempuan
      terdapat 100 orang laki-laki. Dengan demikian sex ratio di Kecamatan
      Bantarujeg dapat dikatakan seimbang.




C. Hasil Penelitian
   1. Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan
          Kecamatan Bantarujeg dapat dikatakan daerah agraris. Seluas 79,28 %
      dari luas keseluruhan merupakan lahan pertanian yang terdiri sawah
      (47,84%), tegalan (3,34), serta kebun campuran (37,27%). Didukung dengan
      sumberdaya lahan yang luas, tak heran penduduknya bermata pencaharian
      paling dominan sebagai petani (58%). Lahan pertanian terutama berupa
      sawah menjadi sumber penghasilan pokok keluarga.
          Lahan pertanian di Kecamatan Bantarujeg sangat dipengaruhi faktor
      cuaca dan iklim terutama curah hujan. Pada musim penghujan, petani
      menanam padi pada lahan sawah. Sedangkan pada musim kemarau para
      petani beranekaragam menanam jenis tanaman selain padi. Sebagian
      banyak menanam palawija, sebagian pula ada yang lain. Tujuh dari 22 desa
      di Kecamatan Bantarujeg menanam tembakau. Pada tujuh desa tersebut,
penggunaan lahan yang digunakan tembakau adalah berupa ladang/tegalan.
sawah irigasi, sawah tadah hujan.
   Pemanfaatan lahan yang ditanami tembakau merupakan orientasi
penelitian ini. Untuk dapat mengevaluasi sumberdaya lahan diperlukan
informasi karakteristik dan kualitas lahan tersebut. Informasi tersebut
diperoleh dari sejumlah sampel setiap satuan lahan dengan dilengkapi
data sosial. Adapun sampel wilayah yang diambil berdasarkan satuan lahan
sebagai berikut.




                            Gambar 4.6
         Peta Satuan Lahan Wilayah Kajian Kelompok 6
2. Hasil Perhitunngan Tingkat Kehilangan Tanah oleh Erosi menggunakan
   rumus USLE (Universal Soil Lose Equation)
       Dengan melakukan metode observasi yang dilakukan di lapangan
dengan lokasi yang bertepat di wilayah Desa Bantarujeg Kecamatan
   Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat dan diteruskan
   dengan menggunakan metode studi pustaka yang dilakukan untuk melengkapi
   mengenai data yang telah didapatkan di lapangan, maka setelah didapatkan
   data mengenai volume hujan yang telah dikumpulkan dari kegiatan tersebut,
   maka ebserver (kelompok 6) dapat mengambil tahapan-tahapan untuk
   menghitung sejauh manakah curah hujan dapat menimbulkan terjadinya
   fenomena erosi yang berdampak terhadap adanya kehilangan di suatu tempat.
        Untuk itu, dari data yang telah didapatkan, kami secara akademik
   mencoba untuk menghitung berapakah kehilangan tanah yang diakibatan oleh
   erosi tersebut. Dari Desa Bantarujeg yang notabene merupakan wilayah yang
   memiliki topografi landau tetapi tidak berbukit, namun dengan adanya system
   jalan yang telah dibangun akan sedikit menambah efektifitas dari erosi
   tersebut. Untuk mengetahui tingkatan tanah yang hilang oleh erosi dapat
   ditentukan oleh data dibawah ini :
   A = R.K.LS.C.P
   A = perkiraan kehilangan tanah tahunan rata-rata (mt/ha)
   R = Faktor erosivitas tanah (j/ha)
   K = Faktor erodibilitas tanah (mt/j)
   LS = Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng
   C = Faktor pengaturan tanaman
   P = Faktor praktek-praktek yang mempercepat erosi




                           Tabel 4.11 Erosivitas
Waktu          Volume          Intensitas     Tenaga          Tenaga
mulai hujan    hujan (mm)      hujan          Kinetik         Total
(menit)                        (mm/jam)         (j/m2/mm)         Kinetik
                                                                  (j/m2)
0-14           0,50            2                -225,2            -112,6
15-29          15              60               21,3              319,5
30-44          15,33           61,32            21,48             329,29
Jumlah                                                            536,19

   Mencari I30 :
   I30     = 15 + 15,33
           = 30,33 mm x 2        = 60,66 mm/jam


   Mencari Tenaga Kinetik :
   E       = (KC) = 28,9 – 127,5/I


   E (0-14)        = 28,9 – 127,5/0,50   = 29,8 – 255 = - 225,2
   E (15-29)       = 28,9 – 127,5/15     = 29,8 – 8,5    = 21,3
   E (30-44)       = 28,9 – 127,5/15,33 = 29,8 – 8,32 = 21,48


   Mencari EI30= 536,19 x 60,66          = 32523,4656 J/M2/mm
          Untuk menganalisis data perhitungan di atas sebagai kunci dari
   kehilangan tanah, maka kelompok 6 melakukan pengujian di beberapa plot
   guna untuk menyelaraskan antara kejadian di lapangan dengan data hasil
   perhitungan yang telah dilakukan.
a. Plot Pengamatan 1 (Desa Bantarujeg)
               Tabel 4.12 Hasil pengamatan plot 1
               Titik Koordinat            : 108o14’19,7” BT – 6o58’19,7” LS
               Ketinggian                 : 377 mdpl
                                                                      Plot Pengamatan 1
                                                            Tanah
 Jenis Erosi     Erosifitas (R)   Struktur       Tipe       dan Permeabilit   BO     LS              Jenis Tanaman        Jenis     Tanaman     Kedalama     Bentuk
                                                 Kelas              as                               pengelolaan          Pengelolaan           n    tanah   lereng
                                                 struktur                                            tunggal (C)          pertanian             (cm)
1.   Lembar      32523,4656       Gumpal         Granuler           Lengah (4)      40 %    13        1. Padi    lahan     1. Padi gogo          1. dalam    Cembung
2.   Saluran     J/M2/mm          halus          halus      (1-2                            m           kering            2. Pola       tanam       (<90)
                                  O=4cm          mm)                                        15%      2. Jagung               (padi jagung)
                                  A=3cm          Ph = 6                                              3. Ubi Kayu          3. Tanah kosong
                                  B=37cm         Sedimen                                             4. Kapas                tak diolah
                                                 Liat berdebu                                           Tembakau          4. Kebun
                                                                                                     5. Pisang               campuran
                                                                                                     6. Talas             5. tembakau
                                                                                                     7. Hutan       tak
                                                                                                        terganggu
                                                                                                     8. Pohon tanpa
                                                                                                        semak
                                                                            Konservasi Tabah
                                                                          1. Teras Banku (sedang)
                                                                           2.    Perumputan (baik)
                                                             3.    Pertanaman kontur (kemiringan lereng 0-8%)
                                                 4.      Limbah jerani reboisasi awal (3 ton/ha/tahun (2,5 ton/ha/tahun))
               Diketahui :
                  •   R = 32523,4656 J/M2/mm
•   K = 100 K = 2,1 M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)
    a = 40%
    b = 40
    c=4
    (M = % debu (0,1-0,02) x (100-% lempung))
    (M = 40 % (0,1-0,02) x (100 – 20 %))
    (M = 40 % (0,08) x (100 – 20 %))
    (M = 0,4 (0,08) x (100 – 0,2))
    (M = 0,032 x 99,8)
    (M = 3,1936)
    100 K = 2,1.3,1936-1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)
          = 2,1 x 0,266 (0,0001) (11,6) + 3,25 (40-2) + 2,5 (4-3)
             = 2,1 x 0,00031 + 126
             = 126,00065
•   LS = 1




•   C=
Tabel 4.13 Jenis Tanaman Pengelolaan Pertanian
Nilai C      Faktor Korelasi (%R)        Pembobotan Nilai C)
         0,209        32523,4656 (2,970)          0,621
         0,498        32523,4656 (2,970)          1,479
         1            32523,4656 (2,970)          2,970
         0,1          32523,4656 (2,970)          0,297
         Jumlah                                   5,367

         Tabel 4.14 Jenis Tanaman Pengelolaan Tunggal
         Nilai C      Faktor Korelasi (%R)          Pembobotan Nilai C)
         0,561        32523,4656 (2,970)            1,67
         0,637        32523,4656 (2,970)            1,89
         0,8          32523,4656 (2,970)            2,376
         0,5          32523,4656 (2,970)            1,485
         0,6          32523,4656 (2,970)            1,782
         0,86         32523,4656 (2,970)            2,554
         0,001        32523,4656 (2,970)            0,003
         0,32         32523,4656 (2,970)            0,950
         Jumlah                                     12,71
             Sehingga Pembobotan C yaitu 12,71 + 5,367 = 18,077


•   P                                                A = R.K.LS.C.P
                                                      = 207421606.429915 mm/thun
        Tabel 4.15 Pembobotan Nilai P
           Plot 1    Pembobotan Nilai P
                     0,15
                     0,04
                     0,50
                     0,50
                     0,50
0,75
                 Jumlah          2,8




         b. Plot Pengamatan 2 (Desa Bantarujeg)
               Tabel 4.16 Hasil pengamatan plot 2
               Titik Koordinat           : 108o14’19,0” BT – 6o58’31,1” LS
               Ketinggian                : 379 mdpl
                                                                     Plot Pengamatan 2
                                                           Tanah
 Jenis Erosi     Erosifitas      Struktur       Tipe       dan Permeabilit   BO     LS       Jenis Tanaman   Jenis   Tanaman       Kedalaman    Bentuk
                                                Kelas             as                         pengelolaan     Pengelolaan           tanah (cm)   lereng
                                                struktur                                     tunggal (C)     pertanian
1.   Lembar      32523,4656      Gumpal         Granuler          Agak lambat   45 %   1m    1. Jagung        1. Pola tanaman       3. dalam    Lurus
                     2
2.   Saluran     J/M /mm         halus          halus      (1-2                        10%   2. Ubi Kayu       tumpang gilir          (<90)
                                 O=3cm          mm)                                          3. Pisang       2. Bambu,     jati,
A=40cm         Liat                                              4. Alang-alang         mangga
                                 B=62cm         Sedimen
                                 C=50cm         Ph =7
                                                                         Konservasi Tabah
                                                                        1. Teras Banku (jelek)
                                                                         2.   Perumputan (Baik)




            c. Plot Pengamatan 3 (Desa Bantarujeg)
               Tabel 4.17 Hasil pengamatan plot 3
               Titik Koordinat           : 108o14’20,5” BT – 6o58’30,4” LS
               Ketinggian                : 363 mdpl
                                                                     Plot Pengamatan 3
                                                           Tanah
Jenis Erosi      Erosifitas      Struktur       Tipe       dan Permeabilit   BO     LS            Jenis Tanaman        Jenis   Tanaman       Kedalaman    Bentuk
                                                Kelas             as                              pengelolaan          Pengelolaan           tanah (cm)   lereng
                                                struktur                                          tunggal (C)          pertanian
 1. Lembar       32523,4656      Gumpal         Granuler          Agak lambat    40 %    5m       1. Jagung            1. Bambu,     jati,    4. dalam    Cekung
                     2
 2. Saluran      J/M /mm         halus          halus      (1-2                          30%      2. Pisang              mahoni                 (<90)
 3. Parit                        O=3cm          mm)                                               3. Semak       tak
                                 A=40cm         Liat berdebu                                         terganggu
B=62cm         Sedimen                                          4. Hutan       tak
                                C=50cm         Ph = 7                                              terganggu
                                                                                                5. Alang-alang
                                                                        Konservasi Tabah
                                                                       Teras Banku (jelek)
                                                                       Perumputan (Baik)
                                                                    Pertanaman kontur (jelek)




           d. Plot Pengamatan 4 (Desa Bantarujeg)
              Tabel 4.18 Hasil pengamatan plot 4
              Titik Koordinat           : 108o14’26,6” BT – 6o58’27,9” LS
              Ketinggian                : 426 mdpl
                                                                    Plot Pengamatan 4
                                                          Tanah
Jenis Erosi     Erosifitas      Struktur       Tipe       dan Permeabilit   BO     LS           Jenis Tanaman        Jenis   Tanaman       Kedalaman    Bentuk
                                               Kelas           as                               pengelolaan          Pengelolaan           tanah (cm)   lereng
                                               struktur                                         tunggal (C)          pertanian
1. Lembar       32523,4656      Sangat         Granuler        Agak lambat    50 %      3m      1. Jagung            1. Bambu,     jati,   1. dalam     lurus
                    2
2. Saluran      J/M /mm         halus          menengah                                 35%     2. Pisang               manga                (<90)
3. Parit                        O=2cm          atau kasar                                       3. Semak       tak   2. pisang
                                A=11cm         Liat                                                terganggu
                                B=43cm         Ph = 6                                           4. Hutan       tak
                                C=17cm                                                             terganggu
R=717cm                               5. Alang-alang

              Konservasi Tabah
             Teras Banku (jelek)
             Perumputan (baik)
          Pertanaman kontur (jelek)
Dari penghitungan yang telah dilakukan diatas, maka didapatkan
   bahwa dengan adanya tingkat erosi yang berada di Desa Bantarujeg,
   dalam skala ataupun interval selama satu tahun apabila di hitung dengan
   menggunakan rumus USLE (Universal Lose Equation), didapatkan angka
   207421606.429915 mm/thun yang menunjukkan bahwa tingkat erosi
   yang berada di Desa Bantarujeg merupakan berada pada tingkatan
   menengah sampai tinggi, hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang
   mendukung terjadinya erosi di Desa Bantarujeg tersebut.
        Dengan mengetahui seberapa besarnya erosi dapat menghilangkan
   tanah, hal tersebut dapat dijadikan referensi untuk mengetahui sejauh
   manakah bencana fisik ini dapat memberikan dampak terhadap Desa
   Bantarujeg dalam hal pengelolaan lahan dan pertanian yang sangat
   dominan di Desa Bantarujeg.
        Dengan melihat hasil penghitungan dengan menggunakan rumus
   USLE, dapat diketahui tingkatan faktor yang menghambat laju erosi yang
   berada di Desa Bantarujeg tersebut cukup jarang adanya. Dengan
   berkaitan kurangnya penghalang laju erosi yang terjadi, maka hal
   tersebut dapat disimpulkan bahwa lahan yang berada di Desa Bantarujeg
   merupakan lahan yang rentan terhadap bencana erosi serta fenomena
   fisik yang lainnya.
        Dengan kondisi tanah yang tergolong tanah liat tersebut, semakin
   menambah laju erosi yang melintas diatasnya. Air yang mengalir di atas
   tanah liat tersebut maka akan rentan terhadap aliran erosi parit maupun
   erosi yang lainnya.




3. Fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian
a. Gempa Bumi




                Gambar 4.7 Rumah Retak




                Gambar 4.7 Rumah Retak
Gambar 4.7 Rumah Retak
      Beberapa contoh gambar diatas merupakan wujud nyata dari
   adanya fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yaitu
   di Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.
   Gempa bumi merupakan salah satu fenomena yang pernah terjadi di
   Desa Bantarujeg. Hal tersebut dapat menambah tingkat erosivitas
   tanah yang dapat menyebabkan longsor. Terjadinya gempa bumi yang
   terjadi di Desa Bantarujeg tersebut terjadi saat gempa bumi yang
   berpusat (epicentrum) di Kota Tasikmalaya yang sampai ke
   Majalengka.

      Dilihat dari dampak tersebut hanya material bangunan yang
   menjadi korban, akan tetapi tidak ada satupun korban yang meninggal.
   Dapat dilihat dengan adanya fenomena tersebut, menyimpulkan bahwa
   tanah di Desa Bantarujeg sangat rentan terhadap adanya pergerakan
   tanah. Sehingga sangat dibutuhkan bentuk knservasi yang sesuai
   dengan fenomena yang terjadi.

b. Erosi
Gambar 4.7 Erosi




Gambar 4.7 Erosi Parit
Gambar 4.7 Erosi Parit
   Contoh gambar diatas merupakan wujud nyata dari adanya
fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yaitu di
Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Erosi
merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di Desa
Bantarujeg. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya tanah-tanah yang
rentan terhadap longsor. Terjadinya erosi yang terjadi di Desa
Bantarujeg tersebut terjadi ketika mulai adanya presipitasi yang terjadi
dengan   tingkat    presipitasi   yang   besar   maka   akan   semakin
mengakibatkan tingkat erosi yang terjadi juga menjadi lebih tinggi
yang akan mebghilangkan tanah.

   Erosi yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yang kebetulan
dapat teramati oleh peneliti, dapat ditemukan beberapa erosi yaitu erosi
parit, erosi alur. Dilihat dari bentuk erosinya menandakan bahwa
wilayah kajian kelompok 6 merupakan daerah yang memiliki tanah liat
yang halus yang diakibatkan oleh adanya sedimentasi.

   Disamping hal tersebut, kemiringan lereng yang terdapat di
wilayah kajian sangatlah bervariasi, dimulai dari datar sampai terjal,
hal tersebut dikarenakan karena genesa geologi dari wilayah kajian
      kelompok 6 merupakan bagian dari formasi kaliwungu yang
      merupakan terbentuk karena serpihan.

4. Konservasi yang dilakukan pada setiap wilayah penelitian

   a. Plot penelitian 1

          Konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 1 ini bermacam-
      macam, karena plot penelitian 1 ini berada pada daerah pertanian
      maka konservasi yang dilakukan oleh warga setempat lebih kepada
      konservasi terhadap pertanian namun tidak semua konservasi berbasis
      kepada pertanian ada juga konservasi yang dilakukan warga terhadap
      wilayah non pertanian. Contoh dari konservasi yang dilakukan di plot
      penelitian 1 antara lain :

      1) Membuat terasering berundak terhadap lahan pertanian warga agar
          tingkat erosi di wilayah pertanian itu dapat ditekan atau
          diperlambat.

      2) Menanam tanaman berakar kuat sebagai penguat tanah agar
          terjadinya tanah longsor dapat diminimalisir

      3) Penggunaan pupuk organic untuk mengembalikan kondisi tanah
          adar tidak menjadi lahan kritis yang tidak bias lagi ditanami, pupuk
          organic ini berasal dari serasah padi yang disimpan hingga
          membusuk secara alami.

      4) Melakukan system tanam tumpang sari, system ini dapat
          memperbaharui unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah

      5) Adanya Teras bangku sempurna

      6) Perumputan permanen dalam keadaan baik

      7) Pertanaman kontur memiliki kemiringan lereng 0-8%
Gambar 4.8 Sawah yang mengikuti Kontur




     Gambar 4.9 Penanaman Pohon berakar kuat

   Keempat konservasi di atas merupakan contoh konservasi yang
dilakukan oleh warga setempat yang berada di wilayah penelitian 1,
konservasi ini dilharapkan agar tanah dan erosi dapat terjaga dengan
baik dan tidak merusak unsur-unsur hara sehingga dapat digunakan
   lebih lama dan bijaksana.

b. Plot Penelitian 2

       Konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 2 di desa
   bantarujeg ini tidak jauh beda dengan konservasi yang dilakukan pada
   plot penelitian pertama. Pada plot penelitian 2 ini di dominasi oleh
   lahan lading, namun ada beberapa usaha konservasi yang dilakukan
   oleh warga setempat yaitu :

   1) Penanaman Bambu pada didinding lereng

   2) Dilakukan tanaman tumpangsari

   3) Dilakukan sistem guludan

   4) Ditanami tanaman-tanaman keras

   5) Perumputan permanen jelek

   6) Pertanaman kontur memiliki kemiringan lereng 0-8%




                       Gambar 4.10 Guludan
Laporan krl
Laporan krl
Laporan krl
Laporan krl
Laporan krl
Laporan krl
Laporan krl

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Geografi - Alih Fungsi Lahan
Geografi - Alih Fungsi LahanGeografi - Alih Fungsi Lahan
Geografi - Alih Fungsi LahanRania Afifa Dewi
 
Bahan organik tanah
Bahan organik tanahBahan organik tanah
Bahan organik tanahEDIS BLOG
 
denudasional (tenaga eksogen)
denudasional (tenaga eksogen)denudasional (tenaga eksogen)
denudasional (tenaga eksogen)CorNelis P'riSai
 
Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi PertambanganMata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambanganfridolin bin stefanus
 
Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...
Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...
Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...estelleyves
 
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanahFaktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanahUniversity of Lampung
 
laporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indra
laporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indralaporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indra
laporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indraAlfian Nopara Saifudin
 
Pembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di IndonesiaPembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di IndonesiaAlbert Tiar
 
TENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGEN
TENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGENTENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGEN
TENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGENNurul Shufa
 
Power point ips tanah
Power point ips tanahPower point ips tanah
Power point ips tanahkrisnaandra10
 

Mais procurados (20)

Geografi - Alih Fungsi Lahan
Geografi - Alih Fungsi LahanGeografi - Alih Fungsi Lahan
Geografi - Alih Fungsi Lahan
 
Bahan organik tanah
Bahan organik tanahBahan organik tanah
Bahan organik tanah
 
Bentuk asal fluvial
Bentuk asal fluvialBentuk asal fluvial
Bentuk asal fluvial
 
Makalah pasca-panen-dan-mekanisasi
Makalah pasca-panen-dan-mekanisasiMakalah pasca-panen-dan-mekanisasi
Makalah pasca-panen-dan-mekanisasi
 
Mangrove power point
Mangrove power pointMangrove power point
Mangrove power point
 
Tahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasiTahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasi
 
Gempa bumi
Gempa bumiGempa bumi
Gempa bumi
 
denudasional (tenaga eksogen)
denudasional (tenaga eksogen)denudasional (tenaga eksogen)
denudasional (tenaga eksogen)
 
Siklus Nitrogen
Siklus NitrogenSiklus Nitrogen
Siklus Nitrogen
 
Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi PertambanganMata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pertambangan
 
Komposisi magma
Komposisi magmaKomposisi magma
Komposisi magma
 
Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...
Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...
Geografi Pertanian: Tipe Pertanian, Potensi Degradasi Lahan, dan Konservasi L...
 
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanahFaktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
Faktor faktor yang mempengaruhi unsur hara dalam tanah
 
laporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indra
laporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indralaporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indra
laporan praktikum dastan acara 4 pengamatan tanah dengan indra
 
Sedimentasi
SedimentasiSedimentasi
Sedimentasi
 
Pembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di IndonesiaPembentukan Mineral Logam di Indonesia
Pembentukan Mineral Logam di Indonesia
 
TENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGEN
TENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGENTENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGEN
TENAGA EKSOGEN DAN TENAGA ENDOGEN
 
Bentuk Intrusi Magma
Bentuk Intrusi MagmaBentuk Intrusi Magma
Bentuk Intrusi Magma
 
Batuan beku
Batuan bekuBatuan beku
Batuan beku
 
Power point ips tanah
Power point ips tanahPower point ips tanah
Power point ips tanah
 

Destaque

05 peta-topografi
05 peta-topografi05 peta-topografi
05 peta-topografimianma123
 
Materi MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/Aeolin
Materi MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/AeolinMateri MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/Aeolin
Materi MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/AeolinNurul Afdal Haris
 
Laporan geomorf Peta kontur
Laporan geomorf  Peta konturLaporan geomorf  Peta kontur
Laporan geomorf Peta kontur'Oke Aflatun'
 
Tugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanik
Tugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanikTugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanik
Tugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanikjariri arroah manda
 
activity in fifth grade
activity in fifth gradeactivity in fifth grade
activity in fifth gradeangela iaia
 
Legenda o lewinie
Legenda o lewinieLegenda o lewinie
Legenda o lewiniegosiak60
 
Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...
Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...
Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...Enrique Reyes
 
6.Personal Production Reflection
6.Personal Production Reflection6.Personal Production Reflection
6.Personal Production ReflectionHarvey Hyde
 
Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.
Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.
Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.cienciasdjm
 
Videoconference Italiy Turckey
Videoconference Italiy TurckeyVideoconference Italiy Turckey
Videoconference Italiy Turckeyangela iaia
 
The Art of Occupation
The Art of OccupationThe Art of Occupation
The Art of OccupationA_E_Smith
 
Excel charts lesson 8
Excel charts lesson 8Excel charts lesson 8
Excel charts lesson 8Tellez16
 

Destaque (20)

Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 4
Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 4Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 4
Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 4
 
1.b. geom proses glasial
1.b. geom proses glasial1.b. geom proses glasial
1.b. geom proses glasial
 
05 peta-topografi
05 peta-topografi05 peta-topografi
05 peta-topografi
 
Materi MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/Aeolin
Materi MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/AeolinMateri MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/Aeolin
Materi MK Geomorfologi Dasar Mengenai Bentuklahan Bentukan Asal Angin/Aeolin
 
Laporan geomorf Peta kontur
Laporan geomorf  Peta konturLaporan geomorf  Peta kontur
Laporan geomorf Peta kontur
 
Tugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanik
Tugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanikTugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanik
Tugas kelompok satuan bentuk lahan vulkanik
 
activity in fifth grade
activity in fifth gradeactivity in fifth grade
activity in fifth grade
 
Park Naturalist
Park NaturalistPark Naturalist
Park Naturalist
 
Practica montage
Practica montagePractica montage
Practica montage
 
Legenda o lewinie
Legenda o lewinieLegenda o lewinie
Legenda o lewinie
 
Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...
Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...
Este es el codigo del primer ejercicio que desarrollamos en clases que lleva ...
 
6.Personal Production Reflection
6.Personal Production Reflection6.Personal Production Reflection
6.Personal Production Reflection
 
Dr. Noble Irwin Regional Healthcare Foundation Inc.
Dr. Noble Irwin Regional Healthcare Foundation Inc.Dr. Noble Irwin Regional Healthcare Foundation Inc.
Dr. Noble Irwin Regional Healthcare Foundation Inc.
 
Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.
Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.
Consecuencias do cambio climático no medio terrestre.
 
Videoconference Italiy Turckey
Videoconference Italiy TurckeyVideoconference Italiy Turckey
Videoconference Italiy Turckey
 
The Art of Occupation
The Art of OccupationThe Art of Occupation
The Art of Occupation
 
Excel charts lesson 8
Excel charts lesson 8Excel charts lesson 8
Excel charts lesson 8
 
Dis organizacional
Dis organizacionalDis organizacional
Dis organizacional
 
базы данных викторина
базы данных викторинабазы данных викторина
базы данных викторина
 
Plantillas de mandalas
Plantillas de mandalasPlantillas de mandalas
Plantillas de mandalas
 

Semelhante a Laporan krl

ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Luhur Moekti Prayogo
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanhenengsuseno
 
Tugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan HidupTugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan HidupIndah Verjayanti
 
PPT Konservasi Kel 2.pptx
PPT Konservasi Kel 2.pptxPPT Konservasi Kel 2.pptx
PPT Konservasi Kel 2.pptxsilvita14
 
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasPeran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasrizky hadi
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiJackAbidin
 
Sumber daya alam dan lingkungan hidup
Sumber daya alam dan lingkungan hidupSumber daya alam dan lingkungan hidup
Sumber daya alam dan lingkungan hidupNurul Sholehuddin
 
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaPelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaDapu Creative Aceh
 
sumber daya alam dan lingkungan
sumber daya alam dan lingkungansumber daya alam dan lingkungan
sumber daya alam dan lingkungankarlina apriliani
 
Makalah KTA NURR.docx
Makalah KTA NURR.docxMakalah KTA NURR.docx
Makalah KTA NURR.docxRahmaniar38
 
Pendidkan lingkungan hidup
Pendidkan lingkungan hidupPendidkan lingkungan hidup
Pendidkan lingkungan hiduprismaoris
 
IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptx
IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptxIPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptx
IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptxssuserb19d93
 
Artikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputerArtikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputerRody Gusnantoro
 
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataManfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataDendhy Nugraha
 
Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....
Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....
Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....dianarifyati
 

Semelhante a Laporan krl (20)

ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutan
 
Tugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan HidupTugas Pendidikan Lingkungan Hidup
Tugas Pendidikan Lingkungan Hidup
 
PPT Konservasi Kel 2.pptx
PPT Konservasi Kel 2.pptxPPT Konservasi Kel 2.pptx
PPT Konservasi Kel 2.pptx
 
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasPeran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
 
Sumber daya alam dan lingkungan hidup
Sumber daya alam dan lingkungan hidupSumber daya alam dan lingkungan hidup
Sumber daya alam dan lingkungan hidup
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaPelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
 
sumber daya alam dan lingkungan
sumber daya alam dan lingkungansumber daya alam dan lingkungan
sumber daya alam dan lingkungan
 
Makalah KTA NURR.docx
Makalah KTA NURR.docxMakalah KTA NURR.docx
Makalah KTA NURR.docx
 
Pendidkan lingkungan hidup
Pendidkan lingkungan hidupPendidkan lingkungan hidup
Pendidkan lingkungan hidup
 
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
 
IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptx
IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptxIPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptx
IPS SMP Kelas VII - Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan.pptx
 
Artikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputerArtikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputer
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataManfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
 
Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....
Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....
Bab 3 Potensi Ekonomi Lingkungan Materi 1 Perubahan Potensi Sumber Daya Alam....
 

Mais de Yoga Hepta Gumilar

Mais de Yoga Hepta Gumilar (6)

Storyboard
StoryboardStoryboard
Storyboard
 
Siklus hidrologi
Siklus hidrologiSiklus hidrologi
Siklus hidrologi
 
Laporan Mitigasi bancana
 Laporan Mitigasi bancana Laporan Mitigasi bancana
Laporan Mitigasi bancana
 
Makalah survei puslitbang tekmira
Makalah survei puslitbang tekmiraMakalah survei puslitbang tekmira
Makalah survei puslitbang tekmira
 
Laporan Pengindraan Jauh
Laporan Pengindraan JauhLaporan Pengindraan Jauh
Laporan Pengindraan Jauh
 
Media Pembelajaran Infiltrasi
Media Pembelajaran InfiltrasiMedia Pembelajaran Infiltrasi
Media Pembelajaran Infiltrasi
 

Laporan krl

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REHABILITASI LAHAN USAHA KONSERVASI TERHADAP TINGKAT EROSI KECAMATAN BANTARUJEG KABUPATEN MAJALENGKA, PROVINSI JAWA BARAT Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dengan dosen pengampu 1. Prof.Dr.Darsiharjo M.si 2. Drs. Jupri MT Disusun oleh: Adhi Munajar (1000920) Dini Nuraftiani (1001670) Ikbal Saeful Aziz (1005616) Mochamad Fajar I (1001776) Suyanto (1006644) Yegi PerulamaD (1001436) Yoga Hepta Gumilar (1002055) JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
  • 2. UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu objek pemenuhan kebutuhan manusia. Tidak ada satu pun kebutuhan manusia di dunia ini yang tidak diperoleh dari lahan. Setiap tahunnya kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan papan selalu meningkat dan hampir semua yang kita gunakan untuk kebutuhan hidup akhirnya kembali diperoleh dari alam dimana lahan itu disediakan. Kebutuhan dan keinginan manusia terhadap lahan merupakan sifat naluriah dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Akan tetapi dalam pemenuhan kebutuhannya selalu ditemukan sifat kurang puas. Sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan. Padahal lahan termasuk di dalamnya tanah dan air mudah mengalami kerusakan. Kerusakan lahan tersebut ditandai dengan hilangnya unsur hara bagi tumbuhan dan menurunnya fungsi lahan atau tanah sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan. Kerusakan lahan dapat terjadi secara alami, akan tetapi kerusakan lahan dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan lahan oleh manusia diakibatkan oleh adanya kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung lahan antara lain pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukkannya, untuk lahan pertanian yang tidak menerapkan teknologi konservasi bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal pemukiman.
  • 3. Selain itu perambahan hutan merupakan indikasi yang jelas dari suatu kombinasi tekanan jumlah penduduk, inkonsistensi dalam rencana tata ruang wilayah dan rendahnya penegakkan hokum. Dalam segi ekonomi, perubahan fungsi lahan tersebut dapat memberikan keuntungan kepada para petani. Tetapi dilihat dari segi ekologinya, hutan lindung Mandalawangi menjadi rusak sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem hutan. Perubahan fungsi lahan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya bencana longsor di Gunung Mandalawangi yang terjadi pada awal tahun 2003 yang menimpa 2 desa yaitu Desa Mandalasari (Kp. Bojong Jambu, Kp. Babakan Nenggeng dan Kp. Sindangsari), Desa Karang Mulya (Kp. Buni Anten). Curah hujan yang tinggi, keadaan lereng yang curam dan vegetasi yang sedikit tidak dapat menyerap dan menahan air hujan, menyebabkan air hujan turun langsung ke kaki gunung dengan membawa lumpur dan material lainnya. Longsor di Gunung Mandalawangi termasuk jenis longsor aliran karena pola jaringannya yang menjari yang dipicu oleh aliran air permukaan sebagai dampak dari kurangnya vegetasi yang berfungsi sebagai penutup lahan sehingga tidak dapat menyerap dan menahan air hujan yang jatuh. Kurangnya vegetasi di kawasan longsor membuat kondisi Gunung Mandalawangi terlihat gundul. Dampak yang terjadi akibat longsor Mandalawangi ini yaitu banyaknya korban jiwa dan kerusakan material. Selain itu, dampak dari longsor yang masih dirasakan sampai sekarang adalah kondisi lahan bekas longsor yang menjadi rusak, kualitas lahan pertanian yang terkena longsor menjadi jelek menyebabkan produktivitas pertanian menurun, sumber mata air hilang sehingga penduduk yang berada di kaki Gunung Mandalawangi sering kekurangan air bersih apalagi di musim kemarau. Upaya konservasi yang dilakukan setelah bencana longsor yaitu dengan menanami tanaman pinus di kawasan hutan lindung dan buah-buahan, mahoni, dan tanaman lain di sekitar kawasan longsoran tersebut yang merupakan lahan milik masyarakat. Masyarakat yang memiliki lahan di sekitar longsoran tersebut
  • 4. melakukan tumpangsari dengan menanami kopi, tembakau, singkong, jagung, palawija dan tanaman musiman lainnya sehingga gunung tetap terlihat gundul. Begitu pula dengan upaya konservasi, kebanyakan petani tidak memperhatikan teknik konservasi yang baik untuk mencegah pengikisan air, yaitu masih memberlakukan kemiringan lahan yang berbeda dengan teknik konservasi yang sama. Lemahnya penerapan teknik konservasi tanah dapat menyebabkan terjadinya longsor susulan. Petani di kawasan longsor sebagian besar menggunakan teknik terasering tidak sempurna tanpa adanya tanaman penguat teras. Untuk memperbaiki lahan bekas longsor, perlu ada upaya pelestarian sumber daya alam yaitu dengan melaksanakan kegiatan konservasi lahan. Kegiatan konservasi lahan bertujuan untuk mencegah kerusakan lahan agar lahan dapat terpelihara dengan baik. Jika lahan terpelihara dengan baik, maka hasil produksi pertanian pun akan baik. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba meneliti permasalahan tersebut dalam penelitian dengan judul Usaha Konservasi Terhadap Tingkat Erosi Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk lebih terarahnya penelitian maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : 1. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya erosi di Desa Cigedang? 2. Bagaimanakah pengaruh bencana erosi terhadap aktivitas masyarakat? 3. Apakah teknik konservasi yang digunakan masyarakat pada lahan bekas bencana sesuai dengan karakteristik lahan tersebut ? C. Tujuan
  • 5. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk memperoleh gambaran faktor yang menyebabkan terjadinya erosi serta longsor di Desa Bantarujeg. 2. Untuk memperoleh gambaran sejauh mana bencana fisik (erosi, longsor, banjir, dll) dapat mempengaruhi aktivitas masyarakat. 3. Untuk memperoleh gambaran terhadap kesesuaian teknik konservasi yang digunakan masyarakat dengan karakteristik lahan tersebut. D. Manfaat Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Diperoleh informasi tentang pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kaidah konservasi di Desa Bantarujeg. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan daerah. 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dan praktisi kehutanan dalam pengembangan dan pengelolaan lahan konservasi.
  • 6. BAB II Tinjauan Pustaka A. Pengertian Konservasi dan Rehabilitasi Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
  • 7. a) Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary). b) Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982). c) Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968). d) Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980). Rehabilitasi upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. (PP tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan). B. Aspek-aspek yang mempengaruhi rehabilitasi dan Konservasi Lahan a. Erosi Tanah a) Pengertian Erosi Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpasan), es bergerak atau angin (tejoyuwono notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G. kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi adalah pengikisan atau kelongsoran yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau
  • 8. kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay asdak, 1995: 441). Lebih lanjut tentang terjadinya erosi dikemukakan oleh G.R. foster & L.D. meyer, yaitu menjelaskan bahwa erosi akan meliputi proses-proses: 1. detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah 2. transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah 3. deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dihanyutkan (dalam G. kartasapoetra, dkk, 1991: 41) b) Bentuk-bentuk erosi G. kartasapoetra (1991: 48) menjelaskan bahwa erosi terdiri atas normal erosion (erosi geologi) dan accelerated erosion (erosi yang dipercepat). Dari kedua macam erosi tersebut erosi dipercepat yang perlu diperhatikan. Menurut kartasapoetra (2000), Kirby dan morgan (1980), rahim (2000) dan van zuidam (1978), erosi yang terjadi dapat dibedakan atas dasar kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Erosi dapat dibedakan menjadi:  erosi percik (splash erosion); terjadi karena terlepasnya butiran tanah oleh tetesan hujan pada awal kejadian hujan.  erosi lembar (sheet erosion); terjadi jika ada genangan dengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, sulit dideteksi karena pemindahan butir-butir tanah merata pada seluruh permukaan tanah.
  • 9.  erosi alur (rill erosion); dimulai dengan adanya kkonsentrasi limpasan permukaan, aliran air akan membentuk alur-alur dangkal memanjang pada permukaan tanah (kedalaman <50 cm).  erosi parit atau erosi selokan (gulley erosion); merupakan erosi alur yang telah berkembang membentuk parit berbentuk huruf V dan U (kedalaman 50 – 300 cm) atau telah berkembang menjadi jurang (ravine) (kedalaman > 300 cm).  erosi tebing sungai (stream bank erosion) atau erosi saluran (channel erosion); umumnya terjadi pada tebing-tebing sungai yang stabil. c) faktor yang mempengaruhi erosi Pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara factor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan yang dinyatakan dalam persamaan deskriptif berikut: E= f (i, r, v, t, m) Dimana E adalah erosi, i adalah iklim, r adalah topografi atau relief, v adalah vegetasi, t adalah tanah dan m adalah manusia (sitanala arsyad, 1989: 72). a. iklim Di daerah beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan. Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Suatu sifat hujan yang penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan tersebut, karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat
  • 10. tanah. Kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut daya erosi atau erosivitas hujan. b. topografi Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45° . c. vegetasi Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah (1) melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan kecepatan air larian, (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan (4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (chay asdak, 1995: 452). d. tanah Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat- sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan (sitanala arsyad, 1989: 96). e. manusia Manusialah yang menentukan apakah yang diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Perbuatan manusia
  • 11. yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan entensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat tanaman, perladangan dan sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana mestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi (wani hadi utomo, 1989: 39). f. pendugaan / prakiraan erosi Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the universal soil loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam lima peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeric. Persamaan usle adalah sebagai berikut: A = R.K.LS.C.P A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun. R = factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satu indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30). K = factor erodibilitas tanah yaitu laju eosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa tanaman. LS = factor panjang lereng dan kecuraman lereng. Factor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan p[anjang lereng 72,6 kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik. Sedangkan factor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
  • 12. C = factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik danpa tanaman. P = factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik. b. Erosifitas Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah (chay asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah. Factor erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (EI 30). Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun merupakan erosivitas hujan tahunan. Pada metode usle prakiraan besarnya erosivitas hujan dalam kurun waktu tahunan. Dalam penelitian ini menggunakan persamaan bols (1978) yang diperoleh dari penelitian data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakaran hujan di pulau jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun. EI 30 = 6,119 (Rain) 1,21 (Days) -0,47 (Maxp) 0,53 R = curah hujan rata-rata tahunan (cm) D = jumlah hari hujan rata-rata tahunan (hari) M = curah hujan maksimum rata-rata 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm) (chay asdak, 1995: 457). c. Tanah a) Struktur Tanah Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.
  • 13. Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular. Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah. Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan
  • 14. penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor) Pembentukan Agregat Menurut Gedroits (1955) ada dua tingkatan pembentuk agregat tanah, yaitu: a. Kaogulasi koloid tanah (pengaruh Ca2+) kedalam agregat tanah mikro b. Sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro. Teori pembentukan tanh berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air hujan atau pada tanah sawah. Menurut utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat. Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik. Agregat yang baik terbentuk karena flokuasi maupun oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau adanya aktifitas biologi. Macam macam struktur tanah
  • 15. C. Struktu tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A yang dalam keadaan lepas disebut “Crumbs” atau Spherical. D. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukuranya dapat mencapai 10 cm. E. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited). F. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner. b) Permabilitas . Permeabilitas tanah adalah suatu kesatuan yang melipui infiltrasi tanah dan bermanfaat sebagai permudahan dalam pengolahan tanah.(Dede rohmat, 2010) Permeabilitas merupakan besaran yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida yang terkandung didalamnya. Permeabilitas merupakan property suatu batuan berpori dan merupakan besaran yang menunjukkan kapasitas medium dalam mengalirkan fluida. • Jenis-jenis Permeabilitas. 1. Permeabilitas absolut (ka). Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium tersebut dialiri oleh satu jenis fluida, dimana saturasi fluida yang mengalir bernilai 1. 2. Permeabilitas efektif (k).
  • 16. Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium tersebut dialiri oleh lebih dari satu jenis fluida. 3. Permeabilitas relatif (kr). Yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif fluida pada nilai saturasi tertentu, terhadap permeabilitas absolut pada saturasi 100%. • Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permeabilitas. 1. Distribusi ukuran butir. Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori akan semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil. 2. Susunan (packing) butiran. Susunan butiran yang semakin rapi, maka makin besar harga permeabilitasnya. 3. Geometri butiran. Semakin menyudut geometri butiran, maka permeabilitasnya semakin kecil. 4. Jaringan antar pori (pore network). Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar. 5. Sementasi. Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan semakin kecil. 6. Clays content. Semakin banyak mengandung clay, maka semakin kecil permeabilitas batuan tersebut.
  • 17. c) Bahan Organik Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. d. Kemiringan Lereng
  • 18. Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi pet rupa bumi Indonesia ( RBI ) dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth dengan rumus sebagai berikut : (n-1) x ki S = --------------------------------- x 100% a x penyebut skala peta Keterangan : S = Besar sudut lereng n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring ki = kontur interval a = panjang diagonal jarng dengan panjang rusuk 1 cm Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah sebagai berkut : Tabel kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng KELAS KEMIRINGAN ( % ) KLASIFIKASI I 0–8 Datar II > 8 – 15 Landai III >15 – 25 Agak Curam IV > 25 – 45 Curam V > 45 Sangat Curam Sumber : Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986 Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE Kemiringan Kemiringan Klasifikasi Klasifikasi Keterangan lereng (°) lereng (%) USSSM* (%) USLE* (%) <1 0-2 Datar – hampir datar 0-2 1-2 1-3 3-7 Sangat landai 2-6 2-7 3-6 8 - 13 Landai 6 - 13 7 - 12 6-9 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 - 18 9 - 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 - 24 25 - 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24
  • 19. > 65 > 140 Terjal *USSSM = United Stated Soil System Management USLE = Universal Soil Loss Equation Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman lereng,panjang lereng dan bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Menurut sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan lereng menjadi seperti berikut: KEMIRINGAN ( % ) KLASIFIKASI KELAS 0–3 Datar A 3–8 Landai Atau Berombak B 8 – 15 Agak Miring C 15 – 30 Miring D 30-45 Agak Curam E 45-65 Curam F >65 Sangat Curam G
  • 20. BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif, wawancara serta observasi. Menurut Suryabrata (1983), metode deskriptif eksploratif yaitu sebuah metode dengan tujuan untuk mendapatkan data dasar yang diperlukan sebagai pangkalan untuk penelitian lebih lanjut ataupun sebagai dasar untuk membuat keputusan. Metode wawancara yaitu metode yang dilakukan secara eksplisit untuk mengetahui informasi dari informan untuk mendapatkan data dalam bentuk data kualitatif. Metode wawancara dilakukan untuk lebih memperdalam mengenai informasi yang telah didapatkan melalui metode deskriptif eksploratif, sehingga dengan adanya metode wawancara dapat menambahkan informasi terhadap data yang didapat. Metode yang terakhir yang digunakan yaitu metode observasi dimana metode ini dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian. Melalui metode tersebut penulis akan menggali secara mendalam mengenai tingkatan erosi yang terjadi di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka, fenomena longsor, kekeringan, banjir, gerakan tanah, gempa bumi, angin tornado (puyuh) serta fenomena fisik lainnya yang terjadi di lokasi kajian.
  • 21. Selain daripada mengetahui terdapat berbagai macam fenomena fisik yang secara alami terjadi melalui alam tersebut, tidak luput penerapan teknik konservasi pada lahan yang diterapkan masyarakat dan menilai kesesuaian teknik konservasi tersebut dengan karakteristik lahan serta menghubungkan penerapan teknik konservasi tersebut dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Sumaatmadja (1988:112) mengatakan bahwa “Keseluruhan gejala, individu, kasus dan masalah yang diteliti, yang ada di daerah penelitian menjadi objek penelitian geografi. Semua kasus, individu dan gejala yang ada di daerah penelitian disebut populasi penelitian atau universe”. Menurut Ridwan (2003 : 8) “Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian”. Populasi penelitian terdiri dari populasi wilayah dan populasi responden. Populasi wilayah adalah seluruh lahan yang telah mengalami longsoran, gempa, banjir, pergerakan tanah, erosi, kekeringan di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka yang merupakan lahan yang rentan terhadap terjadinya erosi yang tinggi dan populasi responden adalah petani yang mengolah lahan tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lahan yang berada di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka yaitu :
  • 22. Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Sawah di Desa Bantarujeg No Wilayah Penggunaan Lahan Luas (ha) 1 Desa Bantarujeg Sawah Irigasi Setengah Teknis 65 Sawah Tadah Hujan 154 Jumlah 219 Gambar 3.1 Grafik Penggunaan Lahan Sawah di Desa Bantarujeg Berdasarkan pada data diatas, populasi wilayah penelitian ini mempunyai luas 3,60 Km2, dengan dominasi penggunaan lahannya berupa sawah dan pemukiman.
  • 23. 2. Sampel Menurut Sumaatmadja (1988 : 112) “Sampel adalah bagian dari populasi (cuplikan contoh) yang mewakili kriteria bagian ini diambil dari keseluruhan sifat atau generalisasi yang ada pada populasi”. Berdasarkan masalah yang akan dibahas, maka dalam menentukan sampel penelitian ini digunakan teknik sampel wilayah (area probality sampling) yaitu teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terkena longsor, banjir, erosi, kekeringan, gerakan tanah serta gempa yang terdapat dalam kawasan populasi yang menjadi objek kajian dengan pendekatan satuan lahan yang merupakan hasil tumpangsusun peta kemiringan lereng dengan peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah. Jadi satuan lahan yang sama diwakili oleh satu sampel secara acak (random). Sedangkan cara pengambilan sampel mengikuti sampel satuan lahan yang ditentukan dengan teknik aksidental. Kawasan yang rentan terhadap erosi, longsor, banjir di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Sampel wilayah diambil berdasarkan kemiringan lereng sebanyak 4 sampel yang mewakili setiap daerah yang terkena banjir, longsor dan erosi berdasarkan bagian atas, tengah dan bawah. Satuan lahan yang telah ditentukan dapat dilihat sebarannya pada peta satuan lahan yang disajikan pada gambar 3.1 berikut ini :
  • 25.
  • 26. Sedangkan untuk sampel respondennya menggunakan teknik pengambilan secara aksidental yaitu semua masyarakat yang ditemui pada saat penelitian dijadikan sampel. Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden)”. C. Variabel Penelitian Menurut Rafi’i (1996 : 46), variable penelitian mengandung pengertian ukuran, sifat, ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok atau suatu yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Variabel penelitian dalam judul penelitian ini adalah terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan terikat. Variabel bebas terdiri dari karakteristik lahan dan respon masyarakat, karakteristik lahan meliputi tanah, topografi, erosi dan vegetasi, sedangkan respon masyarakat meliputi kegiatan pertanian dan pemahaman petani tentang lahan kritis. Variabel terikatnya adalah kekritisan lahan yang terbagi menjadi lahan potensial kritis, semi kritis dan lahan kritis, serta faktor dari teknik pertanian yang telah dipakai oleh masyarakat seperti Sistem tanam, pola tanam, jenis tanaman, pemeliharaan tanaman, teknik konservasi yang telah dilaksanakan oleh masyarakat terhadap lahan garapan. Untuk melihat hubungan antara ketiga faktor ini dapat dilihat pada table 3.2 dimana terdapat hubungan antara ketiga variable tersebut. Variabel bebas dapat mempengaruhi variable terikat dan variable
  • 27. bebas dapat berdiri sendiri. Variabel bebas terdiri dari variable fisik yang merupakan parameter tingkat kekritisan lahan, sedang variable terikatnya adalah tingkat kekritisan lahan yang diakibatkan oleh adanya erosi, longsor, pergerakan tanah, kekeringan serta fenomena fisik yang lainnya. Gambar 3.2. Variabel Penelitian Variabel Bebas (X) Variabel terikat (Y) Faktor Petani : Kegiatan Petani Pemahaman petani tentang lahan kritis Karakteristik Lahan Kemiringan lereng Kondisi tanah Teknik Konservasi yang Kondisi geologi dilakukan masyarakat Vegetasi untuk tetap menjaga kelestarian lahan dari kerentanan terhadap bahaya erosi, banjir, Teknik Pertanian longsor, pergerakan tanah dll. Sistem tanam Pola tanam Jenis tanaman Pemeliharaan tanaman Teknik konservasi
  • 28. a. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi, yaitu teknik pengamatan secara langsung terhadap gejala, fenomena dan fakta yang ada di daerah penelitian. Alat yang digunakan yaitu pedoman observasi digunakan untuk mengamati karakteristik lahan dan teknik konservasi yang digunakan masyarakat terhadap fenomena alam yang terjadi seperti erosi, longsor, banjir serta lainnya. 2. Wawancara, yaitu peneliti menanyakan langsung kepada responden tanpa perantara di daerah penelitian dengan menggunakan pedoman berstruktur untuk mengamati kondisi masyarakat yang menetap di daerah kawasan rentan terhadap bencana. 3. Studi dokumentasi, yaitu penarikan data dari lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang berkaitan dengan penelitian baik berupa data statistik maupun peta-peta tematik serta foto-foto yang dibutuhkan dari lapangan. 4. Kajian Pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan literatur seperti buku, jurnal, internet, dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Kajian pustaka digunakan untuk memperoleh referensi tentang iklim, tanah, geologi, geomorfologi, data kependudukan, luas kawasan longsor, dan lain-lain.
  • 29. D. Alat Pengumpulan Data Untuk memudahkan pengumpulan data maka diperlukan alat dan bahan sebagai berikut : 1. Peta dasar (base map) terdiri dari : a. Peta rupabumi lembar b. Peta rupabumi lembar c. Peta rupabumi lembar d. Peta rupabumi lembar e. Peta Geologi lembar 2. Kompas untuk menentukan lokasi penelitian 3. Klinometer atau busur derajat untukmengukur kemiringan lereng 4. Ceklist lapangan dan pedoman wawancara 5. Kamera digital Cannon 6. Bor tanah 7. Ph Tester 8. Alat tulis 9. Ring sample 10. GPS E. Teknik Analisa
  • 30. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisis kuantitatif digunakan untuk mengelola dan menginterpretasikan data yang berbentuk angka atau yang bersifat sistematis. Jenis analisis yang digunakan dalam penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Lahan yang lebih menitikberatkan terhadap fenomena yang terjadi secara alami dan non alami seperti erosi, longsor, banjir, gerakan tanah serta fenomena yang lain yang dapat mengurangi manfaat dari lahan itu sendiri. Analisis yang pertama dilakukan secara kualitatif dimana analisis ini didasarkan terhadap data-data yang telah didapatkan di lapangan sesuai dengan objektifitas dari kajian. Analisis kualitatif dilakukan dengan berdasarkan terhadap data yang di dapat serta wawancara yang telah dilakukan. Analisis yang kedua dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan rumus USLE. Teknik atau langkah-langkah yang dilakukan penyusun dalam pengolahan data penelitian yang terkumpul adalah sebagai berikut : 1. Memeriksa kembali data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder, hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan atau kesalahan yang terjadi dalam kajian. 2. Menghitung kemiringan lereng diperoleh dari informasi kontur yang terdapat pada peta rupabumi skala 1 : 25.000, perhitungan berlaku untuk setiap karvak, yang dilakukan pertama kali adalah membuat petak persegi ukuran 2x2 cm diatas peta, kedua membuat garis diagonal memotong kontur, ketiga menghitung jumlah kontur dan dikelaskan sesuai perhitungan, maka akan didapatkan besar kemiringan lereng
  • 31. untuk setiap karvak, kemudian besaran di klasifikasikan menurut kelas Jamulya (1993). Pada peta setiap yang memiliki kemiringan lereng sama dipisahkan dan dideliniasi dan diberikan keterangan hingga mendapatkan sebaran kelas kemiringan lereng yang dikehendaki. Perhitungan kemiringan lereng (s)tersebut menggunakan rumus : Keterangan : n = Jumlah kontur Ci = Interval Kontur s = Kemiringan lereng S = Skala a = Panjang lereng 3. Penentuan Horizon Tanah Sebelumnya, pertama kita sudah ditentukan dan dibantu oleh tim mobile mulai berada dari plot mana untuk mengambil sample tanahnya. Untuk menentukan tiap horizon, kita dapat mengetahuinya dengan cara melihat keadaan dan daerah lerengnya. Setelah itu kita bisa mulai menggali tanahnya untuk mulai menetukan horizon apa saja yang terdapat di tanah tersebut. Batas dari suatu horizon dapat diketahui dari warna tanah yang tampak dan kita juga bisa menentukan batas horizonnya dengan cara menusuk-nusuk tanah dengan menggunakan pisau lapangan. Apabila tanah mulai terasa berbeda kepadatan dan kekerasan tanahnya maka itu merupakan horizon yang sudah berbeda dibandingkan horizon yang ada . 4. Pengambilan Sampel Tanah Undisturb
  • 32. Setelah ploting lokasi praktikum selesai dilakukan, selanjutnya Kelompok 6 mulai dengan mengambil sampel tanah secara Undisturb terlebih dahulu dengan dua kali pengambilan sampel menggunakan ring sample. Pengambilan pertama dilakukan di horizon A, dan melakukan pengukaran horizon tersebut menggunakan penggaris, dalam pengambilan sampel yang kedua dilakukan di horizon B, dan melakukan pengukuran menggunakan penggaris. Untuk mengambil sample undisturb kita dapat mengguanakan alat yang disebut Ring Sample. Pertama, kita harus membersihkan permukaan tanah dari rerumputan dengan menggunakan cangkul atau alat lain yang sejenisnya. Setelah dibersihkan kita cari permukaan tanah yang rata untuk menyimpan ring sample diatas permukaan tanah tersebut. Kemudian untuk mempermudah pengambilan tanah, tutupi bagian atas ring misalnya menggunakan papan yang datar agar ring sample menghujam dengan posisi yang lurus, kemudian ring tersebut dipukul-pukul sampai ring tersebut masuk kedalam tanah hingga ring itu penuh dengan tanah. Sebelum ring sample yang pertama masuk seluruhnya ke dalam tanah, terlebih dahulu dibantu menggunakan ring sample yang lain, dengan cara meletakkan dengan posisi yang sama di atas ring sample yang pertama. Lalu dilanjutkan memukul kedua ring sample tersebut hingga terbenam ke dalam tanah. Kemudian cangkul bongkahan tanah yang berada disekeliling ring sample tanpa mengganggu sample tanah yang ada di dalam ring sample tersebut. Kemudian jika tanah tersebut kurang rata maka harus diratakan dengan menggunakan pisau lapangan dengan mencacah permukaan tanah dan bagian yang berada dibawahnya secara pelan-pelan yang berada di ring sample tersebut, dengan cara mengiris-iris secara vertikal. Setelah ring sampel bagian luar bersih dari tanah , tutup lah ring sample menggunakan tutupnya atau masukkan ke dalam wadah plastik dengan tidak lupa memberi label identitas keterangan sampel tersebut agar tidak tertukar dalam pengujian di laboratorium dan tanah yang tidak terganggu itu siap untuk di uji di laboratorium.
  • 33. Setelah mendapatkan sample tanah yang pertama, kemudian kita ratakan kembali permukaan tanah tersebut untuk mengambil sample tanah yang kedua, yakni pada horizon tanah yang B. Cara pengambilan sampel tanah yang kedua sama seperti prosedur yang pertama. Kedalaman ring sample tanah yang kedua ini adalah 20-40 cm. Setelah sample tanah tersebut diambil maka sample tanah siap untuk diuji di laboraturium. 5. Pengambilan Sampel Tanah Disturb Setelah itu kelompok 6 mengambil sampel tanah secara Disturb, karena lokasi yang tidak berada di lereng, horizon tanah tidak terlihat. Jadi menggunakan bor tanah dalam pengambilan sampel Disturb. Setelah menancapkan bor tanah dengan kedalaman tertentu, kami mengeluarkan bor tanah yang telah kami tancapkan dan kami menusuk tanah yang ada di bor tanah tersebut dan dimasukkan ke dalam plastik sampel yang telah kami sediakan dengan cara menusuk tanah yang menempel di bor tanah dengan pisau lapangan. 6. Prosedur Laboratorium a. Cara menguji pH aktual, pH potensial dan kandungan Organik Cara untuk mengetahui pH tanah adalah dengan cara memasukan sedikit sampel tanah kedalam tabung reaksi kemudian tetesi dengan Aquades untuk menguji pH Aktual, tetesi dengan H2O2 untuk menguji kandungan Bahan Organik dan tetesi dengan KCl untuk menguji pH Potensial. Setelah itu, kocok tabung rekasi yang digunakan untuk mengukur pH, biarkan tabung yang digunakan untuk mengukur kandungan bahan organik sampai mengelurakan buih dan asap. Jika buih itu meningkat tinggi, maka zat organik dalam tanah tersebut banyak dan jika buih itu tidak terlalu meningkat tinggi berarti kandungan zat organik dalam tanah tersebut rendah. b. Cara Mengukur Masa Dan Volume Sampel Undistrub
  • 34. Untuk menguji massa kita lakukan dua kali yaitu massa tanah sebelum dioven untuk mengetahui masa total dan massa tanah setelah dioven untuk mengetahui massa tanah saja. Untuk menguji volume awal kita biasa mengukur volume ring sampel karena volume ring sampel sama dengan volume tanah kering. Dan untuk mengukur volume kering kita bisa mencelupkan tanah kedalam gelas ukur dan selisih volume air akhir dengan volume awal merupakan volume tanah kering. c. Penentuan tekstur Penentuan tekstur dapat dialakukan dengan melaksanakan langkah-langkah dibawah ini : 1) Ambilah sedikit tanah, simpan dalam tangan lalu basuh dengan sedikit air lalu bisa dengan cara menggulung-gulung tanah tersebut, rasakan dengan perasaan sampai kita benar-benar merasakan tingkat kekerasan dan bentukan dari tanah yang kita uji. 2) Kita bisa merasakan adanya kekasaran, kelicinan, kelengketan dan kekenyalan serta derajat kemengkilatan tanah dengan ibu jari dan telunjuk. Perhatikan hal-hal sebagi berikut : a) Kekerasan, dapat menunjukan tingkat untuk menentukan jumlah pasir yang terdapat didalam tanah. b) Kelicinan, dapat menunjukan tingkat dalam penentuan jumlah-jumlah debu, kadang-kadang karena partikel debu yang banyak dan bergesekan maka akan terasa seperti sabun. c) Kelengketan dan plastisitas adalah penduga kandungan liat dalam tanah. Bila tanah lebih kenyal maka akan lebih mudah tanah tersebut dibentuk bola permukaan tanah yang mengandung liat akan menyebabkan tanah mengkilat.
  • 35. Peta Rupa Bumi Peta kemiringan Peta Penggunaan Lahan Peta Satuan Lereng Peta Sampel Penelitian Karakteristik Lahan Faktor Budaya Masyarakat Aktivitas Petani Kemiringan Lereng Pendidikan Cara pengolahan lahan Kondisi tanah Kesadaran Sistem tanam Kondisi Geologi Kemampuan Pola tanam Vegetasi Jenis tanaman Pemeliharaan tanaman Teknik konservasi Gambar 3.3. Bagan Alur Penelitian Analisis Kesimpulan Rekomendasi
  • 36.
  • 37. BAB IV PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Plot Praktikum o Secara astronomis Kecamatan Bantarujeg terletak pada 108 11’ 00’’ BT- o o o 108 24’00’’ BT dan 6 57’00’’ LS - 7 41’00’’ LS. Sedangkan secara administratif Kecamatan Bantarujeg termasuk wilayah Kabupaten Majalengka dengan batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Maja b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Talaga c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Malausma d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lemahsugih 2 Kecamatan Bantarujeg memiliki wilayah seluas 61,86 Km yang terdiri dari 22 desa. Desa yang memiliki wilayah terluas adalah Desa 2 gununglarang, yaitu 11,12 Km . Sedangkan yang mempunyai luas wilayah terkecil, yaitu Desa Cinambo 1,97 Km. Dengan luas yang dimiliki Kecamatan Bantarujeg berarti Kecamatan Bantarujeg hanya sekitar 5,14 % dari luas wilayah Kabupaten Majalengka (yaitu kurang lebih 1.204,24 Km2). Dengan jumlah penduduk sebanyak 43.581 jiwa, maka kepadatan penduduk per Km mencapai 705 orang. Sedangkan daerah Plot yang berada di desa Batantarujeg berada pada Koordinat 108°13’30” BT dan 6°59’00” LS sampai 108°15’30“ BT dan 6°58’30“ LS. Secara administratif desa Bantarujeg memilikai batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Babakansari b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Wadon c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sirnagalih
  • 38. d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukajadi Gambar 4.1 Peta Administratif Desa Bantarujeg
  • 39. Gambar 4.2 Peta Plot Kajian Kelompok 6 di Desa Bantarujeg
  • 40. 2. Iklim a. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Sistem Schmidt dan Ferguson
  • 41. Klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (dalam Rafi’i, 1995:259) “Tipe iklim suatu daerah dapat ditentukan dengan memperhatikan jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kering dalam kurun waktu 10 tahun hingga 20 tahun”. Bulan Basah adalah bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm. Bulan kering adalah bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm. Bulan yang curah hujannya antara 60-100 mm digolongkan pada bulan lembab. Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim menurut Schmidt Ferguson adalah sebagai berikut : Q = Md x 100 % Mw (Rafi’i, 1995: 43) Keterangan: Q = Tipe iklim Schmidt Ferguson Md= Rata-rata banyaknya bulan kering dibagi oleh lama waktu pengamatan Mw= Rata-rata banyaknya bulan basah dibagi oleh lama waktu pengamatan Klasifikasi nilai Q untuk penentuan tipe iklim suatu daerah menurut Schmidt dan Ferguson disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut. Tabel 4.1 Nilai untuk Tipe Iklim
  • 42. Tipe Nilai (%) Sif A 0 < Q < Sangat Basah B 14.3 Basah 14,3 < Q < Agak Basah C 33,3 Sedang 33,3 < Q < Agak Kering D 60 Kering 60 < Q < Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995 Sangat Kering Data Curah hujan yang ada di Kecamatan Bantarujeg yaitu dapat dilihat dari tabel sebagai berikut : Tabel 4.2 Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg Tahu 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 Bln J 0 40 1 47 2 52 343 453 549 649 7 56 8 34 9 43 F 43 16 94 30 42 42 67 45 20 44 M 37 38 52 30 71 38 22 44 51 28 A 41 28 37 13 14 41 38 38 35 16 M 19 19 10 5 12 3 30 5 7 22 J 4 15 7 0 15 13 2 14 1 18 J 6 8 6 0 0 8 0 0 0 6 A 3 0 6 1 0 0 0 0 0 0 S 1 1 0 4 0 0 0 0 7 0 O 25 35 0 13 0 5 0 4 95 0 N 31 43 51 21 22 16 3 8 28 24 D 25 31 41 44 37 30 36 31 35 37 Juml a 279 285 361 209 270 251 251 248 309 233 Sumber : Dinas Pertanian Tahunan Pangan, Majalengka 2010 Dari tabel di atas diperoleh bahwa selama sepuluh tahun rata-rata curah hujan terbanyak tiap bulan terjadi pada bulan Januari hingga bulan
  • 43. April, dan bulan Oktober sampai bulan Desember. Curah hujan pada bulan Mei sudah mulai menurun, kondisi tersebut berlangsung sampai pada bulan September. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Bantarujeg merupakan daerah yang memiliki karakteristik wilayah tropik, dikarenakan jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah itu sama sehingga cenderung kondisi wilayahnya apabila terjadi hujan, maka cenderung debit yang turun sangat banyak dan apabila sebaliknya tidak terjadi hujan maka bencana akan kekeringan kemungkinan akan terjadi. Berikut adalah rata-rata jumlah hujan per bulan dalam kurun waktu 10 tahun dapat dilihat pada tabel 4.4 Di bawah ini : Tabel 4.3 Jumlah Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg Tahun 2000 sampai Tahun 2009 N Bula Jumlah Rata-rata 1 Januari 470 39 2 Februari 447 37 3 Maret 416 34 4 April 304 25 5 Mei 135 11 6 Juni 93 7 7 Juli 30 2 8 Agustus 24 2 9 September 7 6 1 Oktober 179 1 1 November 250 20 1 Desember 352 29 Jumla 2713 212 Sumber : Hasil Penelitian 2010. Djadjang Sukma Berikut jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah tertera pada tabel di bawah ini :
  • 44. Tabel 4.4 Jumlah Bulan Kering dan Bulan Basah Kecamatan Bantarujeg Rata- Jumla rata N Tah h Cura Bula Bul Bulan 1 o 200 un 2792 Cura 2 n3 an1 8 2 200 2858 2 2 1 9 3 200 3612 3 2 3 7 4 200 2090 1 5 0 7 5 200 2705 2 4 0 8 6 200 2515 2 4 1 7 7 200 2514 2 6 0 6 8 200 2482 2 5 1 6 9 200 3096 2 4 1 7 1 200 2335 1 4 0 8 Jumlah 26999 2 3 7 7 Sumber : Hasil Perhitungan peneliti, 201.Djadjang Sukma Dari tabel di atas, diperoleh jumlah curah hujan selama 10 tahun sebanyak 26999 mm, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2251 mm/ tahun. Adapun jumlah bulan kering selama 10 tahun yaitu 39 dan jumlah bulan basah selama 10 tahun adalah 73. Dari data tersebut diperoleh rata- rata bulan kering (Md) 39/10 = 3,9 dan rata-rata bulan basah (Mw) 73/10 = 7,3. Untuk memperoleh nilai Q digunakan rumus menurut Schmidt Ferguson, yaitu: Dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai Q = 53,42%,
  • 45. maka Kecamatan Bantarujeg menurut Schmidt Ferguson termasuk tipe iklim C (agak basah), karena nilai Q berada pada 33,3% < Q < 60%. b. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Sistem Junghuhn Iklim menurut sifat dan unsur yang dimilikinya dapat dibedakan berdasarkan tempat dan ketinggian, seperti yang dikemukakan oleh Junghuhn (dalam Rafi’i, 1995:195) adalah 1) Zone iklim panas, antara ketinggian 0-700 m dpl. Di daerah ini ditanam padi, jagung, tebu, kelapa tumbuh dengan baik. 2) Zone iklim sedang, antara ketinggian 700-1500 m dpl. Di daerah ini baik untuk tumbuhan kelas perkebunan seperti karet, kopi, kina. 3) Zone iklim sejuk, antara ketinggian 1500-2500 m dpl. Di daerah ini merupakan wilayah yang baik bagi tumbuhan pinus, jenis holtikultura, seperti sayuran, bunga dan sebagainya. 4) Zone iklim dingin, antara ketinggian 2500-3300 m dpl. 5) Zone iklim salju, di atas ketinggian 3300 m dpl. Tabel 4.5 Pembagian Iklim Menurut Junghuhn Ketinggian tempat Daerah /iklim o Temperatur ( C) 0- Pan 26, 650-1500 Sedang 22,17, 1500-2500 Seju 17,1- >2500 Dingi 11,1- Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995 Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn diatas, di Kecamatan Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone sedang karena sebagian besar wilayahnya terletak antara 650-1500 dimana
  • 46. kondisi iklim ini berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanaman tembakau karena tanaman tersebut cocok untuk tumbuh di daerah Zone iklim sedang. Berdasarkan uraian tersebut, lebih detail dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.3 Pada Zonefikasi Iklim Menurut Junghuhn Sumber: Rafi’i (1995:195) Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn di Kecamatan Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone panas dan sebaliknya hanya sedikit pada zona iklim sedang sejuk, karena mempunyai ketinggian 280-1134 mdpl. 3. Topografi Berdasarkan peta Topografi dan pengamatan lapangan ketinggian tempat daerah penelitian antara 280 m dpl sampai 1134 m dpl. Kelas kemiringan lerengnya yaitu kelas II (3-8 %) merupakan lahan landai atau berombak, kelas III (8-15%), merupakan lahan agak miring atau bergelombang, kelas IV (15-30 %) yaitu merupakan lahan miring/berbukit. Luas lahan daerah penelitian disajikan pada tabel 4.6 yaitu :
  • 47. Tabel 4.6 Luas kemiringan Lereng Daerah Penelitian N Kelas lereng 2 % Luas (Km ) 1. II (3-8 %) 60,3 54,1 2. III (8-15%) 13,6 12,2 3. IV (15-30 %) 37,5 33,6 Jumla 111,5 100,0 Sumber: Hasil Penelitian 2007 Berdasarkan hasil penelitian dari tabel di atas bahwa kemiringan lereng yang paling dominan di Kecamatan Bantarujeg adalah kemiringan lereng II 2 (datar sampai bergelombang) dengan luas 60,37 Km (54,12%). Adapun peta kemiringan lereng disajikan pada gambar 4.3.
  • 48. Gambar 4.4 Peta Kemiringan Lereng Wilayah Kajian Kelompok 6
  • 49.
  • 50. 4. Kondisi Geologi Berdasarkan peta geologi lembar arjawinangun satuan batuan didaerah penelitiaan dapat dikelompokan sebagai berikut: a. Formasi kaliwungu (Tpk) Formasi kaliwungu terdiri dari terdiri dari batu lempung dengan sisipan batu pasir tufaan dan konglomerat. Batu lempung ini berwarna abu-abu tua bersifat keras. Tanah pelapukan berupa lempung berwarna abu-abu agak kekuningan, lunak teguh plastisitas tinggi, kesarangan rendah, kandungan organic rendah, reaksi tanah (pH) asam sangat asam, dengan ketebalan tanah pelapukan 1.50 – 2.25 meter. b. Formasi halang anggota atas (Tmhu) Satuan batuan ini terdiri dari batuan tufaan, lempung, dan konglomerat. Batu pasir merupakan bagian yang utama, berwarna abu-abu kekuningan, berbutir halus dan keras. Tanah pelapukannya berupa pasir lanauan, berwarna coklat kemerahan, bersifat uraian, plastisitas rendah, kesarangan sedang, kandungan organic rendah, reaksi tanah (pH) asam, dengan ketebalan tanah 21-2 meter.
  • 51. Gambar 4.5 Peta Geologi wilayah kajian kelompok 6 Desa Bantarujeg
  • 53. Kenampakan geomorfologi yang terdapat didaerah penelitian yaitu bentukan denudasional. Bentukan ini terjadi karena proses gradasi yang meliputi proses gradasi damn agradsi. Proses ini berlangsung dalam kurun waktu lama dapat merubah permukaan bumi menjadi suatu dataran yang seragam. Dalam perubahan bentuk permukaan bumi proses yang paling dominan adalah proses degradasi yang ditunjukan oleh hilangnya lapisan demi lapisan dari permukaan akibat terjadinya pelapukan batuan yang terangkut oleh erosi dan longsoran. Bukit sisa terdapat di Desa Bantarujeg, Desa Babakansari, dan Desa Cikidang dan D5 (paneplains) atau dataran nyaris terdapat disebelah selatan Desa Bantarujeg, Desa Cimangguhilir, Desa Desa sindanghurip, Desa Cipeundeuy, Desa Sukadana, Desa Ciranca, Desa Jagamulya, Desa Banyusari, Desa Malausna, Desa Buninagaradan Desa Cimuncang. 6. Tanah Di kecamatan bantarujeg, jenis tanah yang tersebar adalah tanah litosol, tanah latosol dan tanah podsolik merah kuning. Luas tanah latosol di daerah penelitian adalah 47,8 km. Di daerah penelitian yaitu Kecamatan Bantarujeg, jenis tanah yang tersebar adalah tanah latosol, tanah litosol dan tanah podsolik merah kuning. Tanah latosol merupakan tanah yang terletak pada ketinggian 300-900 m dpl. Tanah ini memiliki lapisan solum yang tebal sampai sangat tebal, yakni berkisar antara 1,35-5 m bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas, berwarna merah coklat sampai kekuning-kuningan, kandungan bahan organiknya antara 3-9% pH tanah 4,5-6,5 yaitu asam sampak agak asam, tekstur tanah adalah liat, sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya gembur, permeabilitas tanah mudah sampai agak sukar, tanah latosol terdapat di Desa Sukamenak. Tanah litosol merupakan tanah yang memiliki lapisan solum yang sangat
  • 54. tipis sampai tidak ada paling tebal solumnya 50 cm saja. Kandungan bahan organiknya sangat rendah sampai tidak ada, warna tanah dan teksturnya kasar yaitu berpasir struktur tidak ada atau berbutir lepas, pH dan permeabilitas bervariasi. Tanah ini terdapat di Desa salawangi, Cimangguhilir, Cipeundeuy, Sindanghurip, dan Cinambo, sedangkan tanah podsolik merah kuning mempunyai ketebalan solum antara 50-180 cm dengan batas horizon yang nyata, bahan induk liat dan pasir, batu pasir dan batu liat, warna tanah merah, struktur gempal dan teksturnya lempung berpasir hingga liatl sedangkan tanah podsolik merah kuning terdapat di Desa Sukamenak. 7. Kondisi Hidrologi Kondisi hidrologi merupakan penyebaran satuan air tanah, air permukaan dan atau banyaknya sungai yang mengalir. Berdasarkan peta hidrogeologi kabupaten majalengka skala 1:100.000 bahwa satuan air tanah didaerah penelitian dapat dikelompokan dalam empat satuan, yaitu daerah air tanah langka, aquifer produktif kecil setempat, aquifer produktif sedang setempat, dan aquifer produktif sedang setempat, dan aquifer produktif sedang penyebaran luas. Aquifer produktif setempat terdapat pada wilayah pegunungan atau mempunyai karakteristik tempat dengan ketinggian yang cukup tnggi sampai tinggi yakni desa gununglarang, wado wetan, haurgeulis, salawangi, sukadana, werasari, buninagara, silihwangi, banyusari, ciranca, malausma, jagamulya, cimuncang serta sebagian desa suka menak. Untuk aquifer produktif sedang penyebaran luas menempati sebagian kecil desa babakan sari yakni dusun sukanagara. Sedangkan daerah air tanah langka terdapat antara lain di desa sindanghurip, cimanggu dan lebak wangi.
  • 55. Sungai yang terdapat dikecamatan bantarujeg adalah mempunyai pola aliran dendritis, induk yang mengalir dikecamatan bantarujeg adalah sungai Ci lutung yang induknya berasal dari kecamatan talaga kemudian mengalir melalui Desa Salawangi, Desa cikidang, Desa Wadowetan, Desa bantarajeg, desa babakan sari, desa gunung larang dan keluar dari kecamatan bantarujeg menuju kecamatan maja. Sungai yang terdapat di Kecamatan Bantarujeg adalah mempunyai pola aliran dendritis, induk yang mengalir di Kecamatan Bantarujeg adalah Sungai Cilutung yang induknya berasal dari Kecamatan Talaga kemudian mengalir melalui Desa Salawangi, Desa Cikidang, Desa Wadowetan, Desa Bantarujeg, Desa Babakansari, Desa Gununglarang dan keluar dari Kecamatan Bantarujeg menuju Kecamatan Maja. Hidrologi ini berpengaruh pada mudah atau tidaknya pengairan tanaman tembakau. Untuk lebih jelasnya tentang keadaan Hidrologi di Kecamatan Bantarujeg dapat dilihat pada Peta Hidrologi dibawah; 8. Penggunaan Lahan Daerah Penelitian Terdapat 5 jenis penggunaan lahan di Kecamatan Bantarujeg yaitu pemukiman, sawah, tegalan atau lading, kebun campuran dan hutan.kondisi lahan didaerah penelitian dominan dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Pemanfaatan lahan didaerah penelitian adalah sawah, pemukiman dan ladang. Dapat dilihat dari peta dibawah ini yang dapat menunjukkan berbagai macam penggunaan lahan yang ada di Desa Bantarujeg. B. Kondisi Sosial Daerah Praktikum 1. Jumlah Penduduk di Lokasi Praktikum
  • 56. Jumlah penduduk dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan. Jumlah penduduk Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka berdasarkan data monografi Kecamatan Bantarujeg tahun 2009 adalah 43.581 orang denangan jumlah Kepala Keluarga (KK) 12.847 dan luas wilayah 61,86 2 Km . Adapun perincian hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut : Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg Tahun 2009 9. N Nama Desa Jumlah penduduk 1 Bantarujeg 3.6 2 Babakansari 28 4.4 3 Wadowetan 97 3.2 4 Gununglarang 81 4.2 5 Cikidang 01 2.9 6 Haurgeulis 83 1.3 7 Cinambo 72 1.8 8 Sukamenak 25 3.3 9 Salawangi 42 3.7 1 Silihwangi 67 4.3 0 1 Cimangguhili 63 4.5 1 1 r Sindanghurip 48 2.6 2 1 Cipeundeuy 17 3.1 3 Jumlah 57 43.5 81 Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg 2009 Berdasarkan tabel 4.12 di atas nampak jelas bahwa desa yang memiliki jumlah penduduk paling tinggi di Kecamatan Bantarujeg adalah Desa Babakansari yaitu 4.497 jiwa. Dan desa berpenduduk paling sedikit adalah Desa Haurgeulis yaitu 1.372. Perincian jumlah Kepala Keluarga (KK) tiap desa di Kecamatan Bantarujeg adalah sebagai berikut :
  • 57. Tabel 4.8 Kepala Keluarga Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg Tahun 2009 N Nama Desa Kepala Keluarga (KK) 1 Bantarujeg 104 2 Babakansari 1 138 3 Wadowetan 2 944 4 Gununglarang 123 5 Cikidang 9 938 6 Haurgeulis 408 7 Cinambo 602 8 Sukamenak 104 9 Salawangi 9 106 1 Silihwangi 9 125 0 1 Cimangguhili 3 126 1 1 r Sindanghurip 5 765 2 1 Cipeundeuy 892 3 Jumlah 12.8 47 Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg Menurut tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa Desa Babakansari memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK) terbesar yaitu 1382 KK, dan desa yang memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK) terkecil adalah Desa Haurgeulis yaitu 408 KK. 2. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bantarujeg Menurut Mantra (1985) “Kepadatan penduduk suatu wilayah terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk
  • 58. fisiografis dan kepadatan penduduk kasar”. Kepadatan penduduk agraris adalah perbandingan antara jumlah penduduk petani dengan luas lahan pertanian. Kepadatan penduduk agraris Kecamatan Bantarujeg adalah 261 2 jiwa/km . Kepadatan penduduk fisiografis adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian. Kepadatan penduduk fisiografis 2 Kecamatan Bantarujeg adalah 996 jiwa/km . Kepadatan penduduk kasar adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas lahan keseluruhan Kecamatan Bantarujeg. Kepadatan penduduk 2 kasar Kecamatan Bantarujeg adalah 790 jiwa/km . Menurut UU No. 5 tahun 1960, tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah dikelompokkan sebagai berikut: 2 1. 0 -51 orang/km termasuk tidak padat 2 2. 51 – 250 orang/km termasuk kurang padat 2 3. 251 – 400 orang/km termasuk padat 2 4. > 400 orang/km termasuk sangat padat Adapun data jumlah penduduk dengan luas wilayahnya tiap desa di Kecamatan Bantarujeg sebagai berikut : Tabel 4.9 Kepadatan Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg Jumlah Kepadatan Luas N Nama Penduduk Penduduk Wilayah 2 (jiwa/Km ) o. Desa (Jiwa) 2 (Km) 1 Bantarujeg 3.628 3,0 1178 2 Babakansari 4.497 8 7,4 608 0
  • 59. 3 Wadowetan 4.497 4,4 734 4 Gununglaran 4.201 7 10,0 419 5 g Cikidang 2.983 2 4,7 633 6 Haurgeulis 1.372 1 3,6 377 7 Cinambo 1.825 4 1,8 971 8 Sukamenak 3.342 8 6,2 531 9 Salawangi 3.767 9 4,5 835 1 Silihwangi 4.363 1 4,6 942 0 1 Cimangguhil 4.548 3 5,7 788 1 1 ir Sindanghuri 2.617 7 2,7 955 2 1 p Cipeundeuy 3.157 4 2,7 1161 3 Jumlah 88145 2 111,56 10132 Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg 2009 Kepadatan penduduk kasar Kecamatan Bantarujeg adalah 705 2 jiwa/km . Jadi menurut klasifikasi tersebut kepadatan penduduk di Kecamatan Bantarujeg ini tergolong sangat padat. 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Bantarujeg disajikan pada tabel 4.15 di bawah ini : Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Kecamatan Bantarujeg Berdasarkan Jenis Kelamin N Jenis Jumlah Persentase (%) 1. Laki-laki 2171 49.8 2. Perempuan 4 2186 150. 50.1 Jumlah 7 4358 9 100,00 1 Sumber: Data Monografi Kecamatan Bantarujeg Tahun 2007 Dari tabel tersebut dapat diketahui sex ratio penduduk yang ada di daerah penelitian, dengan menggunakan rumus :
  • 60. SR = Jumlah Laki-laki x 100% Jumlah Perempuan = 21714 x 100 % 21867 = 100,704 Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka rasio jenis kelamin penduduk di lokasi penelitian adalah pada tiap 100 orang perempuan terdapat 100 orang laki-laki. Dengan demikian sex ratio di Kecamatan Bantarujeg dapat dikatakan seimbang. C. Hasil Penelitian 1. Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan Kecamatan Bantarujeg dapat dikatakan daerah agraris. Seluas 79,28 % dari luas keseluruhan merupakan lahan pertanian yang terdiri sawah (47,84%), tegalan (3,34), serta kebun campuran (37,27%). Didukung dengan sumberdaya lahan yang luas, tak heran penduduknya bermata pencaharian paling dominan sebagai petani (58%). Lahan pertanian terutama berupa sawah menjadi sumber penghasilan pokok keluarga. Lahan pertanian di Kecamatan Bantarujeg sangat dipengaruhi faktor cuaca dan iklim terutama curah hujan. Pada musim penghujan, petani menanam padi pada lahan sawah. Sedangkan pada musim kemarau para petani beranekaragam menanam jenis tanaman selain padi. Sebagian banyak menanam palawija, sebagian pula ada yang lain. Tujuh dari 22 desa di Kecamatan Bantarujeg menanam tembakau. Pada tujuh desa tersebut,
  • 61. penggunaan lahan yang digunakan tembakau adalah berupa ladang/tegalan. sawah irigasi, sawah tadah hujan. Pemanfaatan lahan yang ditanami tembakau merupakan orientasi penelitian ini. Untuk dapat mengevaluasi sumberdaya lahan diperlukan informasi karakteristik dan kualitas lahan tersebut. Informasi tersebut diperoleh dari sejumlah sampel setiap satuan lahan dengan dilengkapi data sosial. Adapun sampel wilayah yang diambil berdasarkan satuan lahan sebagai berikut. Gambar 4.6 Peta Satuan Lahan Wilayah Kajian Kelompok 6
  • 62. 2. Hasil Perhitunngan Tingkat Kehilangan Tanah oleh Erosi menggunakan rumus USLE (Universal Soil Lose Equation) Dengan melakukan metode observasi yang dilakukan di lapangan
  • 63. dengan lokasi yang bertepat di wilayah Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat dan diteruskan dengan menggunakan metode studi pustaka yang dilakukan untuk melengkapi mengenai data yang telah didapatkan di lapangan, maka setelah didapatkan data mengenai volume hujan yang telah dikumpulkan dari kegiatan tersebut, maka ebserver (kelompok 6) dapat mengambil tahapan-tahapan untuk menghitung sejauh manakah curah hujan dapat menimbulkan terjadinya fenomena erosi yang berdampak terhadap adanya kehilangan di suatu tempat. Untuk itu, dari data yang telah didapatkan, kami secara akademik mencoba untuk menghitung berapakah kehilangan tanah yang diakibatan oleh erosi tersebut. Dari Desa Bantarujeg yang notabene merupakan wilayah yang memiliki topografi landau tetapi tidak berbukit, namun dengan adanya system jalan yang telah dibangun akan sedikit menambah efektifitas dari erosi tersebut. Untuk mengetahui tingkatan tanah yang hilang oleh erosi dapat ditentukan oleh data dibawah ini : A = R.K.LS.C.P A = perkiraan kehilangan tanah tahunan rata-rata (mt/ha) R = Faktor erosivitas tanah (j/ha) K = Faktor erodibilitas tanah (mt/j) LS = Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng C = Faktor pengaturan tanaman P = Faktor praktek-praktek yang mempercepat erosi Tabel 4.11 Erosivitas Waktu Volume Intensitas Tenaga Tenaga mulai hujan hujan (mm) hujan Kinetik Total
  • 64. (menit) (mm/jam) (j/m2/mm) Kinetik (j/m2) 0-14 0,50 2 -225,2 -112,6 15-29 15 60 21,3 319,5 30-44 15,33 61,32 21,48 329,29 Jumlah 536,19 Mencari I30 : I30 = 15 + 15,33 = 30,33 mm x 2 = 60,66 mm/jam Mencari Tenaga Kinetik : E = (KC) = 28,9 – 127,5/I E (0-14) = 28,9 – 127,5/0,50 = 29,8 – 255 = - 225,2 E (15-29) = 28,9 – 127,5/15 = 29,8 – 8,5 = 21,3 E (30-44) = 28,9 – 127,5/15,33 = 29,8 – 8,32 = 21,48 Mencari EI30= 536,19 x 60,66 = 32523,4656 J/M2/mm Untuk menganalisis data perhitungan di atas sebagai kunci dari kehilangan tanah, maka kelompok 6 melakukan pengujian di beberapa plot guna untuk menyelaraskan antara kejadian di lapangan dengan data hasil perhitungan yang telah dilakukan.
  • 65. a. Plot Pengamatan 1 (Desa Bantarujeg) Tabel 4.12 Hasil pengamatan plot 1 Titik Koordinat : 108o14’19,7” BT – 6o58’19,7” LS Ketinggian : 377 mdpl Plot Pengamatan 1 Tanah Jenis Erosi Erosifitas (R) Struktur Tipe dan Permeabilit BO LS Jenis Tanaman Jenis Tanaman Kedalama Bentuk Kelas as pengelolaan Pengelolaan n tanah lereng struktur tunggal (C) pertanian (cm) 1. Lembar 32523,4656 Gumpal Granuler Lengah (4) 40 % 13 1. Padi lahan 1. Padi gogo 1. dalam Cembung 2. Saluran J/M2/mm halus halus (1-2 m kering 2. Pola tanam (<90) O=4cm mm) 15% 2. Jagung (padi jagung) A=3cm Ph = 6 3. Ubi Kayu 3. Tanah kosong B=37cm Sedimen 4. Kapas tak diolah Liat berdebu Tembakau 4. Kebun 5. Pisang campuran 6. Talas 5. tembakau 7. Hutan tak terganggu 8. Pohon tanpa semak Konservasi Tabah 1. Teras Banku (sedang) 2. Perumputan (baik) 3. Pertanaman kontur (kemiringan lereng 0-8%) 4. Limbah jerani reboisasi awal (3 ton/ha/tahun (2,5 ton/ha/tahun)) Diketahui : • R = 32523,4656 J/M2/mm
  • 66. K = 100 K = 2,1 M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3) a = 40% b = 40 c=4 (M = % debu (0,1-0,02) x (100-% lempung)) (M = 40 % (0,1-0,02) x (100 – 20 %)) (M = 40 % (0,08) x (100 – 20 %)) (M = 0,4 (0,08) x (100 – 0,2)) (M = 0,032 x 99,8) (M = 3,1936) 100 K = 2,1.3,1936-1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3) = 2,1 x 0,266 (0,0001) (11,6) + 3,25 (40-2) + 2,5 (4-3) = 2,1 x 0,00031 + 126 = 126,00065 • LS = 1 • C= Tabel 4.13 Jenis Tanaman Pengelolaan Pertanian
  • 67. Nilai C Faktor Korelasi (%R) Pembobotan Nilai C) 0,209 32523,4656 (2,970) 0,621 0,498 32523,4656 (2,970) 1,479 1 32523,4656 (2,970) 2,970 0,1 32523,4656 (2,970) 0,297 Jumlah 5,367 Tabel 4.14 Jenis Tanaman Pengelolaan Tunggal Nilai C Faktor Korelasi (%R) Pembobotan Nilai C) 0,561 32523,4656 (2,970) 1,67 0,637 32523,4656 (2,970) 1,89 0,8 32523,4656 (2,970) 2,376 0,5 32523,4656 (2,970) 1,485 0,6 32523,4656 (2,970) 1,782 0,86 32523,4656 (2,970) 2,554 0,001 32523,4656 (2,970) 0,003 0,32 32523,4656 (2,970) 0,950 Jumlah 12,71 Sehingga Pembobotan C yaitu 12,71 + 5,367 = 18,077 • P A = R.K.LS.C.P = 207421606.429915 mm/thun Tabel 4.15 Pembobotan Nilai P Plot 1 Pembobotan Nilai P 0,15 0,04 0,50 0,50 0,50
  • 68. 0,75 Jumlah 2,8 b. Plot Pengamatan 2 (Desa Bantarujeg) Tabel 4.16 Hasil pengamatan plot 2 Titik Koordinat : 108o14’19,0” BT – 6o58’31,1” LS Ketinggian : 379 mdpl Plot Pengamatan 2 Tanah Jenis Erosi Erosifitas Struktur Tipe dan Permeabilit BO LS Jenis Tanaman Jenis Tanaman Kedalaman Bentuk Kelas as pengelolaan Pengelolaan tanah (cm) lereng struktur tunggal (C) pertanian 1. Lembar 32523,4656 Gumpal Granuler Agak lambat 45 % 1m 1. Jagung 1. Pola tanaman 3. dalam Lurus 2 2. Saluran J/M /mm halus halus (1-2 10% 2. Ubi Kayu tumpang gilir (<90) O=3cm mm) 3. Pisang 2. Bambu, jati,
  • 69. A=40cm Liat 4. Alang-alang mangga B=62cm Sedimen C=50cm Ph =7 Konservasi Tabah 1. Teras Banku (jelek) 2. Perumputan (Baik) c. Plot Pengamatan 3 (Desa Bantarujeg) Tabel 4.17 Hasil pengamatan plot 3 Titik Koordinat : 108o14’20,5” BT – 6o58’30,4” LS Ketinggian : 363 mdpl Plot Pengamatan 3 Tanah Jenis Erosi Erosifitas Struktur Tipe dan Permeabilit BO LS Jenis Tanaman Jenis Tanaman Kedalaman Bentuk Kelas as pengelolaan Pengelolaan tanah (cm) lereng struktur tunggal (C) pertanian 1. Lembar 32523,4656 Gumpal Granuler Agak lambat 40 % 5m 1. Jagung 1. Bambu, jati, 4. dalam Cekung 2 2. Saluran J/M /mm halus halus (1-2 30% 2. Pisang mahoni (<90) 3. Parit O=3cm mm) 3. Semak tak A=40cm Liat berdebu terganggu
  • 70. B=62cm Sedimen 4. Hutan tak C=50cm Ph = 7 terganggu 5. Alang-alang Konservasi Tabah Teras Banku (jelek) Perumputan (Baik) Pertanaman kontur (jelek) d. Plot Pengamatan 4 (Desa Bantarujeg) Tabel 4.18 Hasil pengamatan plot 4 Titik Koordinat : 108o14’26,6” BT – 6o58’27,9” LS Ketinggian : 426 mdpl Plot Pengamatan 4 Tanah Jenis Erosi Erosifitas Struktur Tipe dan Permeabilit BO LS Jenis Tanaman Jenis Tanaman Kedalaman Bentuk Kelas as pengelolaan Pengelolaan tanah (cm) lereng struktur tunggal (C) pertanian 1. Lembar 32523,4656 Sangat Granuler Agak lambat 50 % 3m 1. Jagung 1. Bambu, jati, 1. dalam lurus 2 2. Saluran J/M /mm halus menengah 35% 2. Pisang manga (<90) 3. Parit O=2cm atau kasar 3. Semak tak 2. pisang A=11cm Liat terganggu B=43cm Ph = 6 4. Hutan tak C=17cm terganggu
  • 71. R=717cm 5. Alang-alang Konservasi Tabah Teras Banku (jelek) Perumputan (baik) Pertanaman kontur (jelek)
  • 72. Dari penghitungan yang telah dilakukan diatas, maka didapatkan bahwa dengan adanya tingkat erosi yang berada di Desa Bantarujeg, dalam skala ataupun interval selama satu tahun apabila di hitung dengan menggunakan rumus USLE (Universal Lose Equation), didapatkan angka 207421606.429915 mm/thun yang menunjukkan bahwa tingkat erosi yang berada di Desa Bantarujeg merupakan berada pada tingkatan menengah sampai tinggi, hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang mendukung terjadinya erosi di Desa Bantarujeg tersebut. Dengan mengetahui seberapa besarnya erosi dapat menghilangkan tanah, hal tersebut dapat dijadikan referensi untuk mengetahui sejauh manakah bencana fisik ini dapat memberikan dampak terhadap Desa Bantarujeg dalam hal pengelolaan lahan dan pertanian yang sangat dominan di Desa Bantarujeg. Dengan melihat hasil penghitungan dengan menggunakan rumus USLE, dapat diketahui tingkatan faktor yang menghambat laju erosi yang berada di Desa Bantarujeg tersebut cukup jarang adanya. Dengan berkaitan kurangnya penghalang laju erosi yang terjadi, maka hal tersebut dapat disimpulkan bahwa lahan yang berada di Desa Bantarujeg merupakan lahan yang rentan terhadap bencana erosi serta fenomena fisik yang lainnya. Dengan kondisi tanah yang tergolong tanah liat tersebut, semakin menambah laju erosi yang melintas diatasnya. Air yang mengalir di atas tanah liat tersebut maka akan rentan terhadap aliran erosi parit maupun erosi yang lainnya. 3. Fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian
  • 73. a. Gempa Bumi Gambar 4.7 Rumah Retak Gambar 4.7 Rumah Retak
  • 74. Gambar 4.7 Rumah Retak Beberapa contoh gambar diatas merupakan wujud nyata dari adanya fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yaitu di Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Gempa bumi merupakan salah satu fenomena yang pernah terjadi di Desa Bantarujeg. Hal tersebut dapat menambah tingkat erosivitas tanah yang dapat menyebabkan longsor. Terjadinya gempa bumi yang terjadi di Desa Bantarujeg tersebut terjadi saat gempa bumi yang berpusat (epicentrum) di Kota Tasikmalaya yang sampai ke Majalengka. Dilihat dari dampak tersebut hanya material bangunan yang menjadi korban, akan tetapi tidak ada satupun korban yang meninggal. Dapat dilihat dengan adanya fenomena tersebut, menyimpulkan bahwa tanah di Desa Bantarujeg sangat rentan terhadap adanya pergerakan tanah. Sehingga sangat dibutuhkan bentuk knservasi yang sesuai dengan fenomena yang terjadi. b. Erosi
  • 75. Gambar 4.7 Erosi Gambar 4.7 Erosi Parit
  • 76. Gambar 4.7 Erosi Parit Contoh gambar diatas merupakan wujud nyata dari adanya fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yaitu di Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Erosi merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di Desa Bantarujeg. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya tanah-tanah yang rentan terhadap longsor. Terjadinya erosi yang terjadi di Desa Bantarujeg tersebut terjadi ketika mulai adanya presipitasi yang terjadi dengan tingkat presipitasi yang besar maka akan semakin mengakibatkan tingkat erosi yang terjadi juga menjadi lebih tinggi yang akan mebghilangkan tanah. Erosi yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yang kebetulan dapat teramati oleh peneliti, dapat ditemukan beberapa erosi yaitu erosi parit, erosi alur. Dilihat dari bentuk erosinya menandakan bahwa wilayah kajian kelompok 6 merupakan daerah yang memiliki tanah liat yang halus yang diakibatkan oleh adanya sedimentasi. Disamping hal tersebut, kemiringan lereng yang terdapat di wilayah kajian sangatlah bervariasi, dimulai dari datar sampai terjal,
  • 77. hal tersebut dikarenakan karena genesa geologi dari wilayah kajian kelompok 6 merupakan bagian dari formasi kaliwungu yang merupakan terbentuk karena serpihan. 4. Konservasi yang dilakukan pada setiap wilayah penelitian a. Plot penelitian 1 Konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 1 ini bermacam- macam, karena plot penelitian 1 ini berada pada daerah pertanian maka konservasi yang dilakukan oleh warga setempat lebih kepada konservasi terhadap pertanian namun tidak semua konservasi berbasis kepada pertanian ada juga konservasi yang dilakukan warga terhadap wilayah non pertanian. Contoh dari konservasi yang dilakukan di plot penelitian 1 antara lain : 1) Membuat terasering berundak terhadap lahan pertanian warga agar tingkat erosi di wilayah pertanian itu dapat ditekan atau diperlambat. 2) Menanam tanaman berakar kuat sebagai penguat tanah agar terjadinya tanah longsor dapat diminimalisir 3) Penggunaan pupuk organic untuk mengembalikan kondisi tanah adar tidak menjadi lahan kritis yang tidak bias lagi ditanami, pupuk organic ini berasal dari serasah padi yang disimpan hingga membusuk secara alami. 4) Melakukan system tanam tumpang sari, system ini dapat memperbaharui unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah 5) Adanya Teras bangku sempurna 6) Perumputan permanen dalam keadaan baik 7) Pertanaman kontur memiliki kemiringan lereng 0-8%
  • 78. Gambar 4.8 Sawah yang mengikuti Kontur Gambar 4.9 Penanaman Pohon berakar kuat Keempat konservasi di atas merupakan contoh konservasi yang dilakukan oleh warga setempat yang berada di wilayah penelitian 1, konservasi ini dilharapkan agar tanah dan erosi dapat terjaga dengan
  • 79. baik dan tidak merusak unsur-unsur hara sehingga dapat digunakan lebih lama dan bijaksana. b. Plot Penelitian 2 Konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 2 di desa bantarujeg ini tidak jauh beda dengan konservasi yang dilakukan pada plot penelitian pertama. Pada plot penelitian 2 ini di dominasi oleh lahan lading, namun ada beberapa usaha konservasi yang dilakukan oleh warga setempat yaitu : 1) Penanaman Bambu pada didinding lereng 2) Dilakukan tanaman tumpangsari 3) Dilakukan sistem guludan 4) Ditanami tanaman-tanaman keras 5) Perumputan permanen jelek 6) Pertanaman kontur memiliki kemiringan lereng 0-8% Gambar 4.10 Guludan