1. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.2.,2012
REAKSI BIBIT PISANG BARANGAN (Musa acuminata Colla) TERINDUKSI FILTRAT Fusarium
oxysporum f.sp cubense TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM
Nurasiah Djaenuddin1, Zaenab Masjkur2, Untung Surapati2
1. Staf Peneliti Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
2. Dosen Jurusan Hama Penyakit Tanaman UNHAS, Makassar
ABSTRACT
This study aims to assess the robustness of each banana plants are treated by giving the results of the filtrate of
Fusarium oxysporum f.sp cubense and without giving the filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense against fusarium
wilt disease dlam field scale. The research was conducted in the Garden Experiments (Ex-farm) Faculty of Agriculture
and Forestry, Hasanuddin University, Makassar, from March until June 2005. The design used in this study is the
Random Group Design (RGD), which consists of 5 (Five) treatment of filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense, is
without filtrate, without infection of Fusarium oxysporum f.sp cubense, without inoculation of the filtrate with
Fusarium oxysporum f.sp cubense (K1), the filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense 1% (F1), the filtrate Fusarium
oxysporum f.sp cubense 1.75% (F2), and the filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense 2.5% (F3). Each treatment
consisted of 3 (three) replicates, and each repeat there are 2 (two) plants, bringing the total units of experiment 30
(thirty) banana plants.The parameter observed was the early emergence of symptoms of Fusarium wilt disease is
wilting, yellowing and necrosis, Fusarium wilt disease intensity, plant growth, is plant height (cm) and number of
leaves (blade), for 3 (three) months. Based on observation, the results of the filtrate banana Fusarium oxysporum f.sp
cubense 1%, 1.75% and 2.5% is a plant disease resistant banana Fusarium wilt disease intensity with 0% until the end
of the observation.
Key words: Banana Barangan, Fusarium wilt, resistance induced
ABSTRACT
This study aims to assess the robustness of each banana plants are treated by giving the results of the filtrate of
Fusarium oxysporum f.sp cubense and without giving the filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense against fusarium
wilt disease dlam field scale. The research was conducted in the Garden Experiments (Ex-farm) Faculty of Agriculture
and Forestry, Hasanuddin University, Makassar, from March until June 2005. The design used in this study is the
Random Group Design (RGD), which consists of 5 (Five) treatment of filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense, is
without filtrate, without infection of Fusarium oxysporum f.sp cubense, without inoculation of the filtrate with
Fusarium oxysporum f.sp cubense (K1), the filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense 1% (F1), the filtrate Fusarium
oxysporum f.sp cubense 1.75% (F2), and the filtrate Fusarium oxysporum f.sp cubense 2.5% (F3). Each treatment
consisted of 3 (three) replicates, and each repeat there are 2 (two) plants, bringing the total units of experiment 30
(thirty) banana plants.The parameter observed was the early emergence of symptoms of Fusarium wilt disease is
wilting, yellowing and necrosis, Fusarium wilt disease intensity, plant growth, is plant height (cm) and number of
leaves (blade), for 3 (three) months. Based on observation, the results of the filtrate banana Fusarium oxysporum f.sp
cubense 1%, 1.75% and 2.5% is a plant disease resistant banana Fusarium wilt disease intensity with 0% until the end
of the observation.
Key words: Banana Barangan, Fusarium wilt, resistance induced.
18
2. Nurasiah Djaenuddin, Zaenab Masjkur, Untung Surapati : Reaksi Bibit Pisang Barangan (Musa Acuminata Colla) Terinduksi Filtrat Fusarium
oxysporum f.sp cubense Terhadap Penyakit Layu Fusarium
PENDAHULUAN
Pisang Barangan (Musa acuminata Colla) merupakan salah satu varietas pisang yang telah dibudidayakan di
Indonesia (Sunarjono, 1990). Pengembangan pisang barangan di Indonesia mengalami hambatan yaitu adanya
serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit penting dan utama pada tanaman Pisang di Indonesia adalah
penyakit layu fusarium yang diakibatkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp cubense (Foc). Penyakit ini dapat
menurunkan produktivitas Pisang barangan, bahkan pada serangan yang berat dapat mematikan. Tanaman pisang
barangan termasuk tanaman yang tidak sulit dibudidayakan, walaupun demikian ia tetap membutuhkan perawatan
untuk pertumbuhannya agar mendapatkan hasil yang optimal (Anonim,1996).
Tanaman pisang yang sudah terserang penyakit layu fusarium tidak dapat dipulihkan lagi, sehingga
penggunaan varietas tanaman pisang tahan menjadi alternatif pengendaliannya. Akan tetapi karena sistem
perkembangbiakan tanaman pisang yang terjadi hanya secara vegetatif menyebabkan keragaman genetik kurang
beragam sehingga sangat sulit diharapkan untuk menghasilkan klon-klon yang memiliki sifat yang berbeda dengan
induknya termasuk sifat ketahanan terhadap penyakit layu. Oleh karena itu perbanyakan tanaman pisang dengan
kultur jaringan yang dipadukan dengan pemberian filtrat patogen diharapkan dapat menjadi suatu metode yang dapat
membantu dalam menghasilkan tanaman pisang yang tahan terhadap penyakit layu fisarium karena perbanyakan
dengan kultur jaringan sangat memungkinkan untuk terjadinya variasi somaklonal atau mutasi gen (Gusnawaty, 2005).
Hasil penelitian Ilyas (2004), pada pemberian beberapa konsentrasi filtrat Foc terhadap pertumbuhan planlet
pisang secara in-vitro menunjukkan bahwa konsentrasi 1 % dan 1.75 % rata-rata waktu munculnya tunas lebih cepat
dan lebih banyak dibanding pemberian dengan konsentrasi 2.5 %. Menurut Gusnawaty (2005) yang mengkaji
kemungkinan timbulnya sifat ketahanan akibat pemberian filtrat Foc dan P. celebensis pada media kultur melalui uji
ketahanan dan analisis protein serta isozim, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan ketahanan dari tiap tanaman
pisang hasil pemberian filtrat patogen penyebab penyakit layu dan penyakit darah maupun tanpa pemberian filtrat
Foc dan P. celebensis pada skala green house. Selanjutnya terdapat pula perbedaan kandungan protein total, profil
pita protein dan isozim dari tiap planlet pisang hasil kultur jaringan yang diberi filtrat patogen penyebab penyakit layu
dan penyakit darah pada konsentrasi yang berbeda maupun tanpa pemberian filtrat Foc dan P. celebensis.
Pemberian filtrat Foc pada tanaman dengan konsentrasi 2.5 % memiliki ketahanan yang paling baik dan
planlet memiliki kandungan protein total, profil pita protein dan isozim yang paling banyak. Untuk mengkaji lebih jauh
pengaruh pemberian filtrat Foc secara in-vitro, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk melihat ketahanan yang
terjadi dengan melakukan uji ketahanan pada skala lapangan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian filtrat Foc maupun tanpa pemberian filtrat Foc terhadap penyakit layu fusarium pada tanaman pisang. Dari
hasil penelitian ini dapat diperoleh teknologi pengendalian penyakit layu fusarium pada tanaman pisang.
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan (Ex-farm), Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas
Hasanuddin, Makassar, berlangsung mulai Maret sampai Juni 2005.
Bibit Pisang Barangan yang digunakan adalah hasil kultur jaringan yang telah diberi perlakuan filtrat Fusarium
oxysporum f.sp cubense (Foc) (Ilyas, 2004) 1 %, 1,75 % dan 2,5 %. Bibit pisang yang telah diinokulasi awal dengan Foc
tersebut ditanam dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari 5 (Lima) perlakuan,
masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan dan setiap ulangan terdapat 2 tanaman sehingga total tanaman yang
digunakan adalah 30 tanaman pisang, dengan komposisi perlakuan sebagai berikut :
K0 = Kontrol (bibit tanpa filtrat patogen) dan tanpa inokulasi Foc
K1 = Kontrol (bibit tanpa filtrat patogen) dengan inokulasi Foc 50 ml pada saat tanam
F1 = bibit hasil pemberian filtrat Foc 1 % yang telah diinokulasi dengan Foc 50 ml, 1 bulan setelah tanam
F2 = bibit hasil pemberian filtrat Foc 1,75 % yang telah diinokulasi dengan Foc 50 ml, 1 bulan setelah tanam
F3 = bibit hasil pemberian filtrat Foc 2,5 % yang telah diinokulasi dengan Foc 50 ml, 1 bulan setelah tanam
Patogen Foc yang digunakan berasal dari koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat Kegiatan
Penelitian, Universitas Hasanuddin. Kemudian diperbanyak pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Inokulasi patogen
19
3. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.2.,2012
6
Foc dalam bentuk suspensi dengan konsentrasi sekitar 10 spora/ml, dengan volume semprot 50 ml dalam lubang saat
tanam.
Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan ukuran (50x50x50) cm,
kemudian diberi pupuk organik (bokashi) sebagai pupuk dasar sebanyak 3 kg/lubang tanam, dan dibiarkan selama
seminggu lalu dilakukan penanaman dengan jarak tanam (4 x 4) m.
Pemeliharaan
- Penyiangan, dilakukan secara rutin untuk menghindari tumbuhnya gulma.
- Pemupukan, pemberian pupuk NPK sebanyak 200 gr/lubang tanam, diberikan 1 (satu) kali pada saat tanaman
berumur 1 (satu) bulan setelah tanam.
- Pengairan/penyiraman, tanaman diairi dengan cara disiram pagi dan sore hari.
Pengamatan dilakukan mulai 2 mst sampai 12 mst, dengan interval pengamatan 2 minggu, parameter yang
diamati adalah :
1. Awal munculnya gejala layu, menguning dan nekrosis
2. Tinggi tanaman (cm), diukur mulai permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
3. Jumlah daun (helai), dihitung helai daun yang terbuka sempurna.
4. Intensitas penyakit layu fusarium, dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
∑ (ni x vi)
IP = ----------------- x 100 %
NxZ
Dimana :
IP = Intensitas Penyakit (%)
ni = Tanaman ke-i menunjukkan gejala
vi = Nilai skala pada tiap tanaman ke-i
N = Jumlah tanaman yang diamati
Z = Nilai skala tertinggi yang digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap awal munculnya gejala penyakit layu fusarium yaitu ditandai adanya gejala layu,
menguning dan nekrosis. Pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa terlihat ada perbedaan antara perlakuan yang
diberi filtrat Foc dan tanpa perlakuan filtrat Foc (Tabel 1.)
Tabel 1. Rata-rata awal munculnya gejala penyakit layu fusarium berdasarkan hari setelah tanam
Awal munculnya gejala (hst)
Perlakuan
Layu Menguning Nekrosis
K0 38.67 40.67 43.33
K1 32 34.33 36.67
F1 - - -
F2 - - -
F3 - - -
Ket : hst = hari setelah tanam
Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan terhadap awal gejala penyakit layu fusarium pada perlakuan K0 dan
K1. Sementara perlakuan F1, F2 dan F3 tidak memperlihatkan adanya suatu gejala layu fusarium. Pada perlakuan K0
memperlihatkan awal munculnya gejala layu 38.67 hst, menguning 40.67 hst dan nekrosis 43.33 hst. Selanjutnya
perlakuan K1 menampakkan awal munculnya gejala layu, menguning dan nekrosis masing-masing berturut-turut
adalah 32 ; 34.33 dan 36.67 hst.
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian filtrat Foc pada tanaman pisang berpengaruh terhadap
intensitas penyakit layu fusarium, terutama pada perlakuan F1, F2 dan F3, tidak menampakkan adanya gejala layu
20
4. Nurasiah Djaenuddin, Zaenab Masjkur, Untung Surapati : Reaksi Bibit Pisang Barangan (Musa Acuminata Colla) Terinduksi Filtrat Fusarium
oxysporum f.sp cubense Terhadap Penyakit Layu Fusarium
fusarium. Sedangkan pada perlakuan K0 dan K1 (tanpa pemberian filtrat Foc) menimbulkan infeksi dan munculnya
gejala layu, mengering dan nekrosis pada tanaman pisang. Menurut Welman (1972) dalam Widaranty et.al (1995),
patogen Foc dapat menghasilkan toksin yang dapat merusak permeabilitas sel yang mengakibatkan aliran air
terganggu sehingga menyebabkan kelayuan pada tanaman pisang.
Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan yang diberi filtrat Foc memberikan pertumbuhan lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian filtrat Foc (Tabel 2) .
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah tanam (mst)
Rata-rata tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
2 mst 4 mst 6 mst 8 mst 10 mst 12 mst
a a a
K0 82 84.67 89.67 92 93.33 97.16
ab a a
K1 94.16 100.5 105.67 108.83 110 111
bc b b
F1 85.83 90.83 99.67 116.33 129.67 138.83
cd b b
F2 83.67 88.33 105.83 131.5 147.5 156.83
c b b
F3 95 101.33 115.33 140 150.67 155.67
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda
nyata menurut uji jarak berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 %.
mst = minggu setelah tanam
Pada Tabel 2 tampak bahwa perlakuan K0, K1, F1, F2 dan F3 memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata
pada minggu ke-2, 4 dan 6. Pada pengamatan terakhir (minggu ke-12) tinggi tanaman tertinggi terdapat pada
perlakuan F2 yaitu 156.83 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah yaitu 97.16 cm terdapat pada perlakuan K0.
Perlakuan K0 dan K1 memperlihatkan rata-rata tinggi tanaman rendah, hal ini erat kaitannya dengan infeksi
layu fusarium yang menghambat pertumbuhan tanaman pisang. Perlakuan F1, F2 dan F3 yang telah diberi filtrat Foc
pertumbuhan tanaman normal. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh zat-zat dalam metabolit Foc yang telah
diberikan pada tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Agrios (1996), menyatakan bahwa patogen
tumbuhan menghasilkan zat yang merangsang produksi zat pengatur tumbuh yang dihasilkan tumbuhan, yang
menyebabkan keseimbangan dalam sistem hormonal tumbuhan. Sedangkan toksin patogen dapat mengubah
permeabilitas membran sel, dan menguraikan komponen-komponen lipid dan protein, membran oleh enzim yang
dihasilkannya, sehingga sel-sel akan kehilangan cairan elektrolitnya yang mengandung ion-ion atau molekul-molekul
kecil yang dapat larut dalam air sehingga sel-sel tumbuhan tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti proses
fotosintesis.
Rata-rata jumlah daun tanaman pisang terbentuk sampai pengamatan 12 minggu setelah tanam (mst)
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah daun pada umur 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah tanam (mst)
Rata-rata jumlah daun (helai)
Perlakuan
2 mst 4 mst 6 mst 8 mst 10 mst 12 mst
b a a a
K0 9.5 9.83 7.5 7.5 6.83 6.5
a a a a
K1 9.67 10 6 6 5.5 5.16
c b b b
F1 9.16 9.16 9 10.33 11.33 11
c b b b
F2 9.33 9.67 10.33 10.83 12.33 11
c b b b
F3 8.5 9.5 10 12 11.67 11.33
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda
nyata menurut uji jarak berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 %.
mst = minggu setelah tanam
21
5. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.2.,2012
Pada perlakuan K0 dan K1 (tanpa pemberian filtrat Foc), rata-rata jumlah daun yang dihasilkan masing-
masing 6.5 dan 5.16 helai, dan berbeda nyata dengan perlakuan F1, F2 dan F3 masing-masing 11, 11 dan 11.83 helai.
Hal ini diduga karena di dalam filtrat patogen selain toksin patogen, juga terkandung metabolit sekunder lain berupa
bahan organik yang menyerupai auksin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Seperti yang dikemukakan
Agrios (1996), banyak zat yang dihasilkan oleh patogen, identik dengan zat yang dihasilkan oleh inangnya, sementara
patogen tumbuhan diduga menghasilkan zat pengatur tumbuh yang sama dalam jumlah yang lebih besar daripada
yang dihasilkan tumbuhan yang menyebabkan meningkatnya plastisitas dinding sel, membran pektin, selulosa, dan
protein penyusun dinding sel yang lebih mudah dilewati dan memudahkan perombakan oleh enzim-enzim yang
disekresikan patogen.
Pengamatan terhadap rata-rata intensitas penyakit layu fusarium menunjukkan perbedaan tingkat ketahanan
tanaman pisang (Tabel 4).
Tabel 4. Rata-rata intensitas penyakit pada umur 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah tanam (mst)
Rata-rata intensitas penyakit (%)
Perlakuan
2 mst 4 mst 6 mst 8 mst 10 mst 12 mst
a a a
K0 0 0 0 12.5 25 33.33
b a a
K1 0 0 4.16 20.83 41.67 50
c b b
F1 0 0 0 0 0 0
c b b
F2 0 0 0 0 0 0
c b b
F3 0 0 0 0 0 0
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda
nyata menurut uji jarak berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 %.
mst = minggu setelah tanam
Pada Tabel 4, terlihat bahwa intensitas penyakit tertinggi pada pengamatan 12 mst, pada perlakuan K1 yaitu
sebesar 50 %, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K0 (33.33 %) serta berbeda nyata dengan perlakuan F1, F2
dan F3 dengan intensitas serangan masing-masing 0 %.
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian filtrat Foc sangat berpengaruh terhadap ketahanan
tanaman pisang terhadap penyakit layu fusarium, karena adanya sistem pertahanan secara biokimia. Mehrotra (1980)
bahwa, mekanisme ketahanan tanaman secara biokimia ditentukan oleh ada tidaknya substansi partikel kimia dalam
tanaman inang yang dapat menghambat pertumbuhan dan multiplikasi patogen. Selanjutnya Agrios (1996)
menyatakan bahwa tingkat ketahanan tanaman sangat ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanaman. Sifat
ketahanan secara biokimia dapat terjadi sebelum atau setelah terjadi interaksi inang dan patogen yang menghasilkan
zat fitoaleksin yang berperan dalam mekanisme ketahanan jaringan tanaman.
KESIMPULAN
Pemberian filtrat Foc 2,5 %, 1,75 % dan 1 % pada tanaman pisang dapat membebaskan tanaman pisang dari
serangan penyakit layu fusarium (0 %), sementara tanaman pisang tanpa pemberian filtrate Foc intensitas serangan
penyakit layu fusarium mencapai 50 % pada pengamatan 12 mst.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N.1996. Plant Pathology. Penerjemah : Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 713 Hal.
Anonim. 1996. Penyakit Penting Tanaman Pisang. Majalah Trubus 314. Th XXVII. Januari, Jakarta. Hal 36-38.
Gusnawaty. 2005. Kajian Ketahanan Bibit Pisang Barangan (Musa acuminata) Terhadap Penyakit Layu dan Penyakit
darah Hasil Induksi Filtrat Fusarium oxysporum f.sp cubense. Skripsi tidak diterbitkan. 78 Hal.
22
6. Nurasiah Djaenuddin, Zaenab Masjkur, Untung Surapati : Reaksi Bibit Pisang Barangan (Musa Acuminata Colla) Terinduksi Filtrat Fusarium
oxysporum f.sp cubense Terhadap Penyakit Layu Fusarium
Ilyas, A. 2004. Dampak Pemberian Kultur Filtrat Fusarium oxysporum f.sp cubense terhadap Pertumbuhan Planlet
Pisang secara In-vitro. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Pertanian dan Kehutanan. Universitas Hasanuddin,
Makassar. 50 Hal.
Mehrotra. 1980. Plant Pathology. Tata McGrow-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Pp 26 – 206.
Sunarjono. 1990. Ilmu Produksi Tanaman Buah-Buahan. Penerbit Sinar Baru, Bandung. Hal 99.
Widaranty, A. W., Djajati, dan L. Sulistyowati. 1995. Patogenitas beberapa Isolat Jamur Fusarium oxysporum f.sp
cubense pada beberapa Varietas Tanaman Pisang. Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI. Mataram 27-
29 September 1995. 6 Hal.
23