SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
Download to read offline
KEBIJAKAN
PUBLIK
Membangun Pelayan Publik yang
Responsif
Prof. Dr. H. Budiman Rusli, M.S
KEBIJAKAN PUBLIK
MEMBANGUN PELAYANAN PUBLIK YANG RESPONSIF
Penulis	 :	 Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S.
Editor	 : Nugraha Mohamad Wiganda
Perwajahan	 : Tim Hakim Publishing
Cetakan Pertama 	: Maret 2013
ISBN	 : 	978-602-99003-1-6
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengcopy dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin tertulis dari penerbit
All rights reserved
Diterbitkan oleh:
Hakim Publishing
Perum. Kota Mas Asri No. 2 Cimahi Bandung Jawa Barat
Telp. 08164650309
iiiKata Pengantar
Kata Pengantar
Alhamdulillah wasyukurillah, penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt., atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan buku ini. Tidak kurang dari sepuluh
tahun waktu yang penulis butuhkan untuk menyiapkan bahan-
bahanyangdiperlukan,dimulaiketikamenyusundisertasisekitar
tahun 2000, kemudian dilengkapi dengan berbagai karya ilmiah
yang penulis buat ketika menjadi pembicara dalam berbagai
kesempatan, makalah-makalah dan, bahan kuliah. Karena
berbagai kesibukkan bahan tulisan tersebut masih terlepas-lepas
belum tersusun sebagai naskah buku.
Tema yang dibahas berkaitan dengan kebijakan publik dan
hubungannya dengan pelayanan publik, karena penulis melihat
bahwa pada era New public service sekarang ini, sebuah kebijakan
harus memberi manfaat terhadap kehidupan masyarakat dalam
rangka menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan. Kebijakan
publik menjadi lokus dalam administrasi publik, sedangkan
fokusnya adalah pelayanan publik.
Kebijakan publik merupakan modal utama yang dimiliki
pemerintah untuk menata kehidupan masyarakat dalam berbagai
aspek kehidupan. Dikatakan sebagai modal utama karena hanya
melalui kebijakan publiklah pemerintah memiliki kekuatan dan
kewenangan hukum untuk memanej masyarakat dan sekaligus
memaksakan segala ketentuan yang telah ditetapkan. Walaupun
memaksa, akan tetapi sah dan legitimate karena didasari regulasi
yang jelas. Kalau di Indonesia bukan hanya sekedar undang-
undang yang menjadi dasarnya, akan tetapi konstitusi negara
yang memberikan kewenangan itu sehingga kebijakan publik
iv KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
memiliki kekuatan otoritatif. UUD 45 dalam pembukaannya
mengatakan: «…. untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia maka dibentuk pemerintah
Negara Indonesia». Dengan statetment ini maka jelas tugas
pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya harus
dapat melindungi dan memberi rasa aman kepada seluruh
masyarakat dan tumpah darah Indonesia.
Efektifitas kebijakan publik akan terukur dari seberapa
besar kebijakan tersebut dapat direalisasikan dan memberi
solusi terhadap berbagai masalah publik yang sedang terjadi.
Hal ini berarti bahwa pelayanan publik merupakan tindak lanjut
dari penerapan kebijakan yang langsung bersentuhan dengan
masalah dan kepentingan masyarakat. Dalam perkembangan
konsep kebijakan publik yang kontemporer menekankan
perlunya action dari pemerintah, walaupun pada awal
perkembangannya kebijakan publik dapat berarti to do or not
to do, yang menggambarkan diamnya pemerintah merupakan
kebijakan. Akan tetapi dalam praktek, penyelenggaraan
pemerintahan, not to do seringkali menimbulkan kegamangan
masyarakat dalam menilai sikap pemerintah terhadap suatu
masalah yang sedang berkembang.
Oleh karena itu dalam paradigma yang kontemporer,
kebijakan publik didorong pada to do yang berarti ada action yang
nyata dari pemerintah, walaupun bisa saja action itu salah, tetapi
lebih baik dari pada mendiamkan masalah. Kesalahan dalam
pembuatan kebijakan masih dimungkinkan untuk dilakukan
perbaikan. Dengan adanya action maka membuka peluang untuk
terjadinya program pelayanan publik.
Kebijakan pulik dan pelayanan publik merupakan dua
variabel penting dalam administrasi publik kontemporer
yang memiliki hubungan kausalitas yang tinggi, tidak dapat
dipisahkan walaupun bisa dibedakan fungsinya. Pelayanan
yang baik harus bertitik tolak dari kebijakan publik sehingga
memiliki dasar hukum yang jelas untuk mencegah terjadinya
penyimpangan. Sebaliknya, kebijakan publik harus memiliki
orientasi pada pelayanan agar tidak hanya sekedar ketentuan
vKata Pengantar
formal di atas kertas tanpa memberi makna terhadap kehidupan
masyarakat.
Semua perkeliruan dan penyimpangan dalam praktek
penyelenggaraanpemerintahandiakibatkanolehtidaksejalannya
kedua variabel ini, yaitu kebijakan publik dan pelayanan publik,
seringkali pelayanan publik yang memiliki dinamika tinggi tidak
diikuti oleh kebijakan publik yang cenderung lamban apalagi
bila terlau ditumpangi kepentingan politis.
Harapan Penulis semoga kehadiran buku ini dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia ilmu
maupun kepentingan empiris yang berkaitan dengan kebijakan
publik dan hubungannya dengan pelayanan publik.
Bandung, Maret 2013
Penulis
Prof. Dr. H. Budiman Rusli, M.S.
vi KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
viiDaftar Isi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar __________________________________________________ 	iii
Daftar Isi _________________________________________________________ 	vii
BAB I
KONDISI KEBIJAKAN SAAT INI ________________________________ 	1
1. 	 Pendahuluan _________________________________________________ 	2
2. 	 Existing Condition ____________________________________________ 	5
3. 	 Peran Strategis Kebijakan ___________________________________ 	9
4. 	 Kebijakan = Kapal ___________________________________________ 	13
5. 	 Pelayanan Adalah Alat Kebijakan __________________________ 	18
6. 	 Responsifitas dan Akuntabilitas Kebijakan ________________ 	22
BAB II
KONSEP DAN TEORI KEBIJAKAN PUBLIK ____________________ 	29
1. 	 Konsep Kebijakan ___________________________________________ 	30
2. 	 Konsep Dasar Kebijakan Publik_____________________________ 	34
3. 	 Pengertian Kebijakan Publik _______________________________ 	37
4. 	 Pentingnya Analisis Kebijakan Publik _____________________ 	42
5. 	 Konsep Dasar dan Pengertian Analisis Kebijakan ________ 	45
6. 	 Metode dan Pendekatan Analisis Kebijakan _______________ 	50
BAB III
PERUMUSAN KEBIJAKAN ______________________________________ 	53
1. 	 Perumusan Kebijakan: Tahapan penting, tetapi sering
	disepelekan __________________________________________________ 	54
2. 	 Konsep Formulasi Kebijakan _______________________________ 	57
3. 	 Proses Perumusan Kebijakan _______________________________ 	64
4. 	 Agenda Setting _______________________________________________ 	67
5. 	 Pembahasan dan Formulasi Kebijakan ____________________ 	71
6. 	 Adopsi dan Ratifikasi Kebijakan ____________________________ 	74
viii KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
BAB IV
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ___________________________________ 	79
1. 	 Tanpa Implementasi: Kebijakan adalah Daftar Keinginan 	80
2. 	 Konsep dan Teori Implementasi Kebijakan _______________ 	83
3. 	 Pengertian Implementasi Kebijakan ______________________ 	89
4. 	 Model Implementasi Kebijakan ____________________________ 	91
5. 	 Model Grindle ________________________________________________ 	95
6. 	 Model Edwards III __________________________________________ 	100
7. 	 Model Van Meter dan van Horn ____________________________ 	105
8. 	 Model Mazmanian dan Sabatier ___________________________ 	108
BAB V
EVALUASI KEBIJAKAN __________________________________________ 	111
1. 	 Pentingnya Evaluasi Kebijakan _____________________________ 	112
2. 	 Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kebijakan _____________________ 	113
3. 	 Konsep dan Pengertian Evaluasi Kebijakan _______________ 	117
4. 	 Pendekatan dan Model Evaluasi ____________________________ 	120
5. 	 Evaluasi Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik_ 	125
6. 	 Evaluasi Hasil dan Dampak Kebijakan _____________________ 	129
BAB VI
LINGKUNGAN KEBIJAKAN _____________________________________ 	133
1.	 Pentingnya Lingkungan Kebijakan _________________________ 	134
2. 	 Beberapa Contoh Kasus _____________________________________ 	138
3. 	 Elemen dan Aktor Lingkungan Kebijakan _________________ 	142
4. 	 Relasi Elemen dan Aktor ‘Pembuat’ Kebijakan Publik ____ 	145
5. 	 Peranan Pers dalam Proses Kebijakan _____________________ 	151
6. 	 Relasi antara Konten, Kontek dan Pelaksana Kebijakan__ 	155
BAB VII
KEBIJAKAN PUBLIK DAN EFEKTIVITAS
PELAYANAN PUBLIK ____________________________________________ 	161
1. 	 Ibarat Peta Jalan dan Jalan __________________________________ 	162
2. 	 Konsep dan Definisi Pelayanan publik _____________________ 	165
ixDaftar Isi
3. 	 Pelayanan Publik Di Era Otonomi Luas ____________________ 	169
4. 	 Indikator dan Strategi Pelayanan yang baik ______________ 	178
5. 	 Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan _________________________ 	182
6. 	 Dampak dan Hasil Pelayanan Publik _______________________ 	186
7. 	 Menuju Kebijakan dan Pelayanan Publik
yang Responsif dan Akuntabel _____________________________ 	190
Daftar Pustaka __________________________________________________ 	195
Tentang Penulis _________________________________________________ 	201
x KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
BAB I
KONDISI KEBIJAKAN
SAAT INI
2 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
1. 	 Pendahuluan
Ada dua buah kata yang sangat familiar di telinga kita,
dan sering digunakan dalam berbagai kesempatan dan untuk
berbagai tujuan. Kedua kata itu seolah-olah memiliki makna yang
sama karena akar kata tersebut memang sama, hanya akhirannya
yang berbeda. Yang pertama adalah kata kebijaksanaan yang
sering dipersamakan maknanya dengan kata wisdom dalam
bahasa Inggris, dimana Undang-undang Dasar 1945 dan
khususnya Pancasila juga menggunakan kata ini yaitu dalam sila
keempat. Kata yang kedua adalah kata kebijakan (policy), dimana
dalam berbagai literatur ilmu sosial kata ini sering digunakan
dan sepertinya sudah baku dengan disertai embel-embel di
belakangnya berupa kata publik atau negara.
Dalam realitas keseharian, suatu ketika kita pernah meminta
sebuah kebijaksanaan (wisdom) dari seseorang atau sekelompok
orang ketika menghadapi sebuah persoalan dan berharap
hadirnya sebuah pemecahan atau solusi, baik berupa nasihat
atau kata-kata atau bahkan langkah dan tindakan nyata untuk
menyelesaikan persoalan demi tercapainya sebuah tujuan yang
kita kehendaki. Dalam kesempatan lain kita juga meminta
kebijakan (policy) kepada pemerintah atau aparatur negara
dengan maksud dan tujuan yang mungkin sama setidaknya
dari segi tujuan yaitu agar kepentingan atau keinginan kita
bisa direalisasikan. Yang pertama, kita sering menggunakan
kalimat yang lebih personal antara lain dengan mengatakan;
“mohon kebijaksanaan Bapak, agar ............ Sementara yang
kedua kita menggunakan bahasa yang lebih formal, misalnya;
kita memerlukan kebijakan Pemerintah, agar ............. Selain itu,
bisa saja kita menggunakan kalimat yang campur baur atau
sebaliknya dengan maksud dan tujuan yang kurang lebih sama.
Penggunaan yang berbauran itu menunjukkan bahwa
secara substansi kedua kata, yaitu kebijaksanaan dan kebijakan
memiliki persamaan mendasar yaitu pencapaian sebuah tujuan.
Barangkali yang berbeda adalah rincian proses dan interaksi
antara yang meminta dan diminta, berbeda dalam hal sanksi
dan derajat legalitasnya dan sejumlah perbedaan lain. Artinya,
3BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
meskipun ada sejumlah perbedaan, namun ada tujuan mendasar
yaitu pencapaian sebuah tujuan. Persamaan ini merupakan
konsekuensi logis dan sulit dihindarkan karena kedua kata ini
memang berasal dari dasar kata yang sama yaitu kata bijak.
Secara etimologi yang berbeda adalah imbuhan di belakangnya.
Di sini kita tidak hendak membicarakan perbedaan kata dan
makna dari kedua kata yang berakar dari kata yang sama (bijak),
tetapi hendak menegaskan bahwa kedua kata itu memiliki
makna dasar yang sama yaitu pencapaian tujuan. Kemudian
dalam proses pencapaian tujuan itu ada sebuah prosedur
atau mekanisme, ada tahapan, ada siklus, ada interaksi antara
yang meminta dan diminta, interaksi antara isi kebijakan atau
kebijaksanaan dengan lingkungannya, serta interaksi diantara
semua stakeholders yang terkait langsung atau tidak langsung
dengan upaya pencapaian tujuan. Semua proses dan interaksi
itu yang akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan,
terlepas dari apa, siapa dan mana diantara faktor-faktor itu yang
paling menentukan kebeberhasilan atau sebaliknya menghambat
pencapaian tujuan.
Jika di masa-masa sebelumnya, kita sebagai pihak yang
meminta kebijaksanaan atau kebijakan itu cenderung pasif dan
merasa berada dalam posisi subordinat, sehingga pelaksanaan
dan hasil kebijakan sering tidak berbuah manis seperti yang
kita minta. Sekarang ini, setidaknya setelah era reformasi telah
ada serangkaian upaya untuk mendorong dan mengkondisikan
peningkatan peranserta atau partsipasi masyarakat agar apa yang
diminta dan kemudian diwujudkan dalam sebuah kebijakan atau
kebijaksanaan itu bukan hanya sesuai dengan keinginan atau
harapan si peminta, tetapi juga bisa diwujudkan dalam mencapai
tujuannya. Adalah soal lain jika faktanya upaya tersebut masih
belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan dimana posisi peminta
kebijakan, baik individu atau masyarakat masih berada dalam
posisi sub-ordinat dan berada di pinggiran (periphery).
Buku ini bukan hanya hendak membedah bagaimana
proses dan interaksi penyusunan atau perumusan kebijakan
itu dilakukan sehingga menghasilkan kebijakan yang sesuai
dengan harapan dan aspirasi publik, tetapi juga melihat dari sisi
4 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
implementasi dan evaluasi kebijakan tersebut dalam mencapai
tujuanyangsebenarnya.Bahwatujuanberupahadirnyakebijakan
yang aspiratif adalah tujuan antara untuk mencapai tujuan yang
sebenarnya sehingga persoalan implementasi dan evaluasi
kebijakan penting untuk dilihat melalui bagaimana pelayanan
publik yang dihasilkan. Dalam proses pencapaian tujuan itu
buku kebijakan publik ini ditulis. Bahwa dalam proses tersebut
diperlukan sebuah pemahaman yang sifatnya paradigmatik oleh
semua stakehoders kebijakan.
Jika selama ini posisi masyarakat berada dalam posisi
pinggiran atau termarginalkan, meskipun sejumlah kebijakan
yang ada telah berupaya memberi ruang atau akses yang lebih
besar kepada masyarakat, maka buku ini berusaha mengupas
persoalan tersebut. Bukan hanya mengapa hal demikian terjadi,
tetapi juga aspek teoritik yang mendasari pentingnya peran dan
fungsi masyarakat dalam proses kebijakan, mulai dari tahapan
perumusan, implementasi hingga evaluasi terkait dengan hasil
atau dampak kebijakan. Dalam perspektif ini pula hendak
ditekankan bahwa aspek lingkungan kebijakan menjadi sesuatu
yang sangat penting dan karenanya akan mendapat kajian khusus
disamping persoalan isi kebijakan yang dihasilkan. Lingkungan
kebijakan itu bukan hanya penting dan besar pengaruhnya
dalam menentukan isi atau kualitas kebijakan, tetapi juga
menentukan bagaimana kebijakan itu diimplementasikan dan
akuntabilitasnya.
Aspek lain yang mendapat bahasan dalam buku yang
bertajuk kebijakan publik ini adalah aspek pelayanan publik.
Keberadaan bab tentang pelayanan publik beserta sejumlah
indikator yang mengupas soal efektifitas, kepuasan dan dampak
kebijakan itu perlu dikemukakan untuk melihat bagaimana
kebijakan publik itu memiliki korelasi yang kuat terhadap
pencapaian tujuan. Pelayanan publik yang berkualitas dan
mampu memberi kepuasan masyarakat adalah salah satu tujuan
antara yang sangat penting dan sekaligus indikator pencapaian
sebuah tujuan publik.
5BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
Buku ini tetap merupakan buku kebijakan publik,
sebagaimana buku kebijakan publik pada umumnya yang
menyajikan sejumlah konsep dan teori mengenai kebijakan
publik. Hanya saja yang berbeda adalah titik tekan dan konstruksi
bagaimana buku ini disusun dan disajikan sebagai sebuah
tulisan ilmiah dan sekaligus populer. Melalui model penulisan
dan pendekatan yang berbeda dengan buku text book yang ada
diharapkan mudah dipahami dan sekaligus dimaksudkan
agar bernilai praktis untuk membangkitkan pemahaman dan
kesadaran dari semua stakeholders bahwa peran dan fungsi
mereka sangat penting dan menentukan, bukan hanya isi
kebijakan, tetapi juga implementasi dan hasil kebijakan tersebut
dalam mencapai tujuannya. Jika selama ini kebijakan publik yang
ada masih dirasakan tidak membumi, sulit diimplementasikan
dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan, maka salah satu
sebabnya adalah masih rendahnya responsifitas dan akuntabilitas
kebijakan tersebut.
2. 	 Existing Condition
Jika sebuah kebijakan diibaratkan produk dari sebuah mesin,
maka ketika mesin tersebut memiliki sistem dan komponen-
komponen yang berkualitas, maka produk yang dihasilkan
adalah sesuatu yang baik dan berkualitas. Jika diasumsikan
bahwa sistem politik dan pemerintahan Indonesia pasca
reformasi lebih baik dari sebelumnya, maka logikanya kebijakan
yang dihasilkan oleh sistem tersebut juga lebih baik proses dan
isinya. Dari ilustrasi tersebut dapat dimaknai bahwa sejumlah
kebijakan publik yang dilahirkan dari sebuah sistem sosial politik
yang semakin demokratis dibandingkan sebelumnya, akan
menghasilkan sebuah kebijakan publik, yang setidaknya secara
formal prosedural adalah lebih baik dari sebelumnya ketika
sistem sosial politik pemerintahan masih sentralisme-otoritarian.
Benarkah demikian? Dalam banyak hal memang demikian,
meskipun dalam sejumlah hal, terutama dari sejumlah pasal
atau ketentuan yang ada mengandung ‘cacat bawaan’ yang
mengindikasikan bahwa sistem sosial politik dan pemerintahan
6 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
yangmendapatlabellebihbaikitutidakberjalanbaiksebagaimana
mestinya. Adanya ribuan Perda yang kemudian dibatalkan
karena dianggap bertentangan dengan ketentuan yang lebih
tinggi atau oleh sebab lain adalah buktinya. Adanya sejumlah
Undang-undang yang kemudian dalam sejumlah pasalnya
dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga merupakan bukti
bahwa produk sistem yang dianggap lebih baik, tidak otomatis
menghasilkan sesuatu yang baik karena ia memang bukan mesin
yang unsur-unsurnya terdiri dari benda mati. Ia adalah ‘mesin
sosial’ yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan stratejik dimana
mesin itu berada dan hendak mencapai apa.
Alhasil, kebijakan publik sebagai produk politik yang
dilahirkan dalam sistem sosial politik yang semakin demokratis,
yang seharusnya memiliki kualitas yang lebih baik dari
sebelumnya, tidak harus linier logikanya, karena tidak sedikit
produk kebijakan masa lalu yang juga tergolong baik dan masih
diberlakukanhinggasekarang.Bukankarenaanomalidankondisi
yang paradoksal ketika kebijakan yang dilahirkan dalam sistem
demokratis itu isi dan substansinya dianggap buruk atau bahkan
lebih buruk dibandingkan kebijakan serupa yang dihasilkan
oleh sistem yang dianggap lebih buruk dari yang ada sekarang,
karena sekali lagi komponen-komponen yang menjalankan dan
menjadi bagian sistem tersebut adalah manusia atau makhluk
sosial dan bukannya benda mati. Diperlukan banyak syarat untuk
menjadikan sebuah sistem yang baik menghasilkan sesuatu yang
baik dan berkualitas.
Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur
unsur politik ikut mewarnai kebijakan yang dihasilkan. Menjadi
persoalan jika warna politik itu tidak proporsional, misalnya
didominasi oleh warna dan kepentingan tertentu atau hasil
‘dagang sapi’, sehingga muncul warna dominan di pasal tertentu
dan warna dominan lain dan pasal yang lain. Sebagai produk
politik, memang sarat dengan kepentingan politik golongan
atau kelompok, namun proporsionalitas kepentingan dan
harmoni menjadi sesuatu yang sangat penting diperhatikan
untuk menghasilkan kebijakan yang baik. Kebijakan yang baik
bukan sebuah kebijakan yang dihasilkan dengan suara mayoritas
7BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
sederhana (50 +1), bukan pula dengan mayoritas mutlak atau
aklamasi karena ia hanya cara untuk mengambil keputusan.
Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang diambil melalui
sebuah sistem yang yang baik dan proses yang baik pula. Jika
sebuah kebijakan publik adalah sebuah produk kompromi politik
dalam arti politik dagang sapi, maka sejak dilahirkan kebijakan
itu telah membawa cacat bawaan atau menciptakan sejumlah
lubang jebakan (loopholes).
Di Indonesia, praktik ‘dagang sapi’ masih sering terdengar
terutama dalam menetapkan pasal-pasal tertentu. “Jika pasal ini
tidak begini, maka pasal itu juga tidak begitu” demikian kira-
kira model ‘dagang sapi’ itu dilakukan. Alhasil kebijakan publik
yang ada di Indonesia banyak diantaranya yang tidak lebih baik
kualitasnya dengan kebijakan publik yang dimaksudkan untuk
mengatur dan menyelesaikan hal yang sama yang dikeluarkan
oleh negara seperti Singapura, Hongkong dan sejumlah negara
lain yang sampai saat ini masih tergolong belum se demokratis
Indonesia atau masih cenderung otoritarian. Itu artinya, sistem
yang demokratis tidak otomatis melahirkan sebuah kualitas
kebijakan yang lebih baik ketika sejumlah perangkat dari sistem
demokratis sebagaimana yang dipersyaratkan sejumlah ahli
politik belum bisa dipenuhi.
Kondisinya lebih parah jika yang terjadi adalah sebuah
anarkhi atas nama demokrasi dan atau demokrasi prosedural
yang lebih dikedepankan dimana ia lebih menonjolkan soal
jumlah atau kuantitas dan bukan kualitas dan sebagainya, maka
tidak ada jaminan bahwa kebijakan publik yang dihasilkan adalah
lebih baik dibandingkan sebelumnya jika dikaitkan dengan
pencapaian tujuan dalam arti efektifitas dan efisiensinya. Bisa jadi
sebaliknya, bahwa kebijakan yang lahir sebagai produk sistem
demokrasi justru semakin menjauhkan dari tujuan yang hendak
dicapai. Fenomena demikian sangat dirasakan oleh sebagian
orang Indonesia setidaknya di awal-awal reformasi dimana
masyarakat melihat produk akhir sebuah kebijakan sebagai
produk ‘dagang sapi’ atau kompromi politik dalam perspektif
jangka pendek. Semakin menurunnya kualitas pelayanan publik
di masa itu secara langsung atau tidak langsung juga terkait
8 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
dengan kebijakan publik yang dihasilkan, meskipun semua itu
disebabkan oleh banyak faktor bukan hanya soal isi kebijakan
tetapi juga faktor lain yang sangat kompleks.
Terlepas dari berbagai fakta bahwa masih ada sejumlah
kebijakan publik produk reformasi yang mengadung sejumlah
cacat bawaan dan cela (loopholes), harus diakui bahwa secara
substansi dan juga proses pembuatannya, kebijakan publik yang
ada sekarang ini lebih baik dari sebelumnya. Kualitas kebijakan
yang lebih baik itu bisa diuji melalui serangkaian konsep teoritik
mutakhir, karena sejak awal kebijakan itu memang dibuat
dengan mengacu pada perkembangan konseptual mutakhir. Dari
perspektif ini kebijakan publik yang dilahirkan dalam sistem
demokrasi adalah lebih baik, karena ia memang penyempurnaan
dari kebijakan sebelumnya, terlepas bahwa di dalam kebijakan
itu terselip sejumlah rumusan pasalnya yang mengandung
sejumlah cacat yang fatal.
Hal demikian membuktikan bahwa memang tidak mudah
membuat kebijakan yang berkualitas secara substansi dan mudah
dilaksanakan karena ia bukan hanya baik isinya tetapi juga sesuai
dengan konteks dan lingkungan stratejik dimana kebijakan itu
hendak diberlakukan untuk mencapai tujuannya. Ada kalanya
sebuah kebijakan yang terlihat visioner dan bagus dari substansi
tetapi sulit dilaksanakan karena tidak membumi dengan realitas
yang ada, sehingga kebijakan tersebut ibarat daftar keinginan dari
pembuatnya dan bukan apa yang menjadi keinginan masyarakat.
Ada kalanya kebijakan itu sudah sesuai dengan daftar keinginan
masyarakat dan bermaksud menampung semuanya, sehingga
kebijakan itu masuk kategori too much and too soon, sehingga
dirasakan sangat memberatkan aparat pemerintah yang bertugas
sebagai ujung tombak pelaksana kebijakan.
Harus diapresiasi bahwa secara umum kebijakan yang ada
sekarang relatif lebih baik dibandingkan kebijakan sebelumnya
jika dilihat dari proses dan prosedur formal, begitu juga isinya.
Hanya saja kebijakan tersebut belum sepenuhnya baik dan
mudah diimplementasikan karena ia sering tidak mengacu pada
konteks dimana ia hendak diterapkan seolah ia datang dari
9BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
dunia lain karena lahir melalui proses copy-paste dari daerah atau
tempat lain yang mungkin saja relatif berhasil melaksanakannya.
Munculnya sejumlah kasus dimana kebijakan tersebut
dibatalkan oleh instansi yang berwenang dan sejumlah kasus
dimana masyarakat melakukan perlawanan, baik secara aktif
atau pasif terhadap kebijakan itu adalah sedikit dari contoh yang
sering mengemuka. Munculnya kebijakan yang mati suri dan
hanya sekedar menjadi hiasan di lembaran negara karena motif
utamanya adalah untuk menunjukkan bahwa di daerah atau
negara itu telah ada kebijakan yang visioner dan serupa dengan
apa yang ada di negara maju atau daerah lain yang dianggap
berhasil.
3. 	 Peran Strategis Kebijakan
Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik,
bukan tujuan orang perorang atau golongan dan kelompok.
Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat
penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya
sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih
ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi
sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Krusial karena
sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses
yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa
dilaksanakankemudianmenghasilkansesuaiyangselarasdengan
apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah
kebijakan bisa - dan seringkali terjadi - diperlakukan seolah lebih
penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak dicapai, padahal
ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting.
Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu,
kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan
esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun
dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting dari upaya lain
yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan. Biaya besar yang dikeluarkan untuk
menyusun kebijakan adalah cerminan betapa pentingnya sebuah
kebijakan dan sekaligus cerminan akan perlakuan berlebihan
10 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
seolah hadirnya kebijakan lebih penting dari upaya pencapaian
tujuan yang sebenarnya. Memang perlakukan yang demikian
dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik yang tepat, maka
tujuan yang dikehendaki sulit dicapai. Namun sekali lagi harus
proporsional karena sejatinya ia adalah sebuah alat, meskipun
bukan alat yang biasa dalam mencapai sebuah tujuan organisasi.
Rumusan sederhana dan terkesan mensimplifikasi makna
kebijakan publik tersebut adalah rumusan singkat untuk
mensederhanakan pemahaman mengenai maksud dan tujuan
kebijakan. Secara konseptual, sejatinya arti penting dan ruang
lingkup kebijakan publik jauh lebih luas daripada rumusan
tersebut sebagaimana akan dikemukakan dalam bab selanjutnya
yang mengupas tentang konsep dan pengertian kebijakan publik
menurut para ahli. Dari rumusan sederhana ini diharapkan
mewakili dan sekaligus memudahkan pemahaman akan arti
pentingnya kebijakan publik dalam sebuah organisasi yang
bernama negara karena sejatinya keberadaan organisasi itu juga
dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut biasanya
dituangkan dalam konstitusi jika ia sebuah negara atau anggaran
dasar jika ia organisasi privat. Begitu juga tujuan sebuah
kebijakan yang lebih operasional biasanya dituangkan dalam
konsiderans atau pasal-pasal umum dari kebijakan tersebut.
Prinsipnya, diantara tujuan itu tidak boleh bertentangan, baik
dengan kebijakan yang lebih tinggi atau kebijakan yang menjadi
acuannya serta di dalam kebijakan itu sendiri.
Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau
bobot yang sama jika dilihat dari sudut tingkat pentingnya. Ada
kebijakan yang sangat penting dan mendesak, namun tidak
sedikit yang tergolong bukan skala prioritas, meskipun semua
kebijakan publik memiliki nilai strategis atau sama sama penting.
Semua itu tergantung dari isi dan tujuan yang hendak dicapai.
Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan
menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan
yang sama memiliki makna strategis yang berbeda di daerah
atau tempat lain. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah negara
dimana sebuah kebijakan tertentu dianggap sangat penting
dan mendesak, sementara bagi negara lain tidak diperlakukan
11BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki peranan
yang menentukan arti strategis sebuah kebijakan, disamping
faktor substansi atau isi kebijakan.
Dari perspektif ini, aspek tujuan yang berangkat pada
konteks dan kemudian menentukan isi kebijakan tidak bisa
dianggap sepele seolah ia hanya merupakan daftar keinginan
yang ‘normatif’ saja. Tujuan kebijakan adalah semacam
‘konstitusi’ yang harus menjadi acuan kemana dan bagaimana
kebijakan itu menuju dan dirumuskan untuk mencapainya.
Sesungguhnya kebijakan yang baik dapat dicermati dari sisi ini,
meskipun dalam praktiknya aspek tujuan kebijakan ini sering
dianggap sebagai ketentuan yang ‘seremonial’ dan bukan sesuatu
yang lebih penting dibandingkan dengan rumusan detailnya.
Kebijakan seperti ini bisa saja misleading dalam implementasi dan
upaya mencapai tujuan yang diharapkan.
Kebijakan yang hanya copy-paste atau diimpor dari negara
lain yang dianggap berhasil dan menjadi contoh (best practices)
seringkali menghadapi sejumlah persoalan dalam implementasi
dan upaya mencapai tujuan. Logika serupa juga berlaku bagi
sebuah daerah yang menerbitkan Perda yang menyontek secara
membabi buta dengan sedikit melakukan penyesuaian hanya
karena kebijakan tersebut dianggap bersifat teknis administratif.
Padahal yang diperlukan adalah sebuah kreatifitas dan inovasi
agar kebijakan tersebut, bukan hanya lebih mudah dilaksanakan,
tetapi juga selaras dengan apa yang menjadi keinginan stekeholders
kebijakan.
Sebuah kebijakan yang dirasakan penting di negara
berkembang mungkin tidak demikian di negara maju, begitu
sebaliknya. Juga sesuatu yang sangat penting dan krusial
di daerah lain di Indonesia, mungkin tidak demikian untuk
daerah tertentu. Sebut saja kebijakan yang mengatur tata ruang
dan sejumlah kebijakan turunannya, misalnya mengenai izin
mendirikan bangunan (IMB) yang sangat penting bagi daerah
perkotaantetapitidakdemikianbagidaerahyangtergolongbelum
maju, meskipun kebijakan demikian merupakan sesuatu yang
sangat penting. Setidaknya diperlukan sejumlah penyesuaian
atau penyelarasan agar kebijakan yang memiliki ‘judul’ yang
12 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
sama dan sudah diterbitkan di dan oleh negara atau daerah lain
agar tidak misleading ketika diimplementasikan dalam mencapai
tujuannya. Langkah itu diperlukan untuk menghindari kasus
dimana sebuah kebijakan yang secara konseptual berkualitas
tetapi hanya bermakna di atas kertas.
Lebih dari itu diperlukan kreativitas dan inovasi dengan
melibatkan semua stakeholders agar kebijakan yang diterbitkan
bukan hanya sesuai dengan konteks dan lingkungan
stratejiknya, menurut pengambil kebijakan, tetapi agar lebih
mudah dilaksanakan untuk mencapai tujuannya karena ia telah
mendapat masukan dan uji sahih dari masyarakat. Asumsinya,
masyarakat dan stakeholders yang terkait langsung dengan
kebijakan adalah pihak yang paling tahu dan berkepentingan,
yang diharapkan akan menjadi pihak yang akan menyambut dan
bahkan terlibat langsung dalam proses pelaksanaan kebijakan
dalam mencapai tujuan. Bagaimanapun pelaksana kebijakan
yang berasal dari unsur pemerintah (eksekutif) melalui aparatur
birokrasi itu memiliki sejumlah keterbatasan, baik sumber
daya dan dana disamping karena ia juga mempunyai sejumlah
tugas dan fungsi lain yang tidak kalah penting dan mendesak
disamping kebijakan yang diterbitkan belakangan.
Aspek kreatifitas dan inovasi dalam proses penyusunan
kebijakan ini yang jarang muncul dan mengemuka sebelum
kebijakan diratifikasi karena ada kecenderungan untuk mencari
jalan mudah, sehingga kebijakan yang nampak ‘hebat’ di atas
kertas menjadi tidak mudah dalam implementasinya. Kehebatan
isi kebijakan itu hanya bermakna jika ia mampu mencapai tujuan
yang diharapkan setelah terlebih dulu diimplementasikan.
Itupun bukan jaminan bahwa kebijakan itu akan membawa hasil
seperti yang diharapkan sebagaimana yang dirumuskan dalam
tujuan kebijakan. Dan tujuan yang diharapkan itu harus diukur,
bukan hanya dari sudut pandang rincian tujuan yang ditetapkan
di atas kertas, tetapi harus diverifikasi oleh masyarakat mengenai
sejauh mana kesesuaiannya dengan apa yang menjadi keinginan
dan harapan masyarakat.
Masyarakat adalah pihak penilai yang paling berhak untuk
memberi nilai, bukan aparat pelaksana kebijakan meskipun
13BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
mereka tidak melakukan sejumlah penyimpangan dalam
melaksanakannya. Masyarakat adalah pihak yang menjadi
sasaran kebijakan, sehingga kepadanyalah keberhasilan
kebijakan itu harus ditanyakan. Jika tidak demikian, maka sebuah
keberhasilan kebijakan akan bernilai semu atau misleading
karena hanya menunjukkan sejumlah deretan angka-angka mati
yang sebenarnya tidak berbicara apa-apa jika disandingkan
dengan kenyataan yang dirasakan masyarakat.
Dalam perspektif ini masyarakat adalah pihak yang sangat
penting dalam proses kebijakan, sehingga tujuan kebijakan
yang ditetapkan itu selaras dengan apa yang dikehendaki oleh
masyarakat. Munculnya sejumlah kasus dimana kebijakan
diklaim bisa dilaksanakan dengan baik, tetapi masyarakat
merasakan hal berbeda, meskipun tidak berseberangan secara
diametral. Tidak jarang masyarakat menjadi pihak yang tidak
menikmati kalau tidak dirugikan, meskipun kebijakan tersebut
jika diukur berdasarkan proses dan prosedur tertentu dianggap
berhasil karena tepat waktu dalam pelaksanaannya dan tidak
ada satu sen uang yang diselewengkan. Sebut saja kebijakan
membangun rumah sakit atau sarana pendidikan yang salah
sasaran, meskipun gedung dan saranan penunjang telah berhasil
didirikan, tetapi yang menikmati adalah sebagian kecil atau
kelompok masyarakat tertentu. Kebijakan seperti ini adalah
bukan kebijakan yang baik, meskipun ia dapat dilaksanakan dan
mampu mencapai tujuannya. Tujuan yang sebenarnya adalah
masyarakat karena ia adalah pemilik saham terbesar dari sebuah
organisasi publik yang bernama negara atau pemerintahan
daerah.
4. 	 Kebijakan = Kapal
Dinegaramoderndandemokratis,perandanfungsikebijakan
publik dapat diibaratkan sebuah kapal yang diciptakan untuk
menjawab persoalan dan atau kebutuhan penggunanya. Kapal
itu bukan hanya harus dirancang dalam bentuk atau spesifikasi
dan besaran yang tepat, tetapi juga harus memiliki mesin
yang tepat (appropriate), meskipun tidak harus berarti canggih.
14 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
Semua itu dimaksudkan agar kapal mampu melaksanakan
misi yang diembannya secara efektif dan efisien sesuai dengan
besaran persoalan yang dihadapi dan atau hendak diselesaikan.
Pengemudi kapal bukan hanya harus mumpuni dan memiliki
‘jam terbang’ yang cukup dalam mengemudikannya, tetapi juga
harus didukung oleh awak kapal yang berpengalaman agar
tercipta kerjasama yang produktif.
Para penumpang kapal juga tidak boleh pasif, minimal
harus aktif mengawasi untuk memastikan bahwa arah dan
tujuan kapal serta kecepatannya sesuai dengan SOP, sehingga
bukan hanya kapal itu yang selamat sampai tujuan dengan
kondisi yang prima, tetapi semua penumpang dapat mencapai
tujuannya, bukan hanya tepat waktu tetapi juga dalam kondisi
sehat dan dalam suasana menyenangkan. Kondisi demikian
yang akan mendorong, baik pengemudi dan awak kapal serta
penumpangnya akan melakukan tugas dan fungsinya masing-
masing dengan senang hati. Indikatornya, para penumpang
tidak akan keberatan jika diminta sejumlah biaya sebagai ongkos
untuk menghadirkan kenyamanan pelayanan yang berkualitas.
Bahkan, mungkin saja, jika sewaktu waktu ada kenaikan biaya
atau extra-charge, mereka akan memberikannya dengan tangan
terbuka seolah-olah itu merupakan kewajiban atau konsekuensi
logis atas semua kenyamanan pelayanan yang diberikan
manajemen kapal.
Ilustrasi sederhana tersebut, mungkin tidak sepenuhnya
tepat, tetapi juga tidak sepenuhnya salah karena organisasi publik
memang tidak bisa serta merta disamakan dengan organisasi
privat dalam pengelolaannya, sebagaimana kapal penumpang
tersebut. Organisasi publik terkadang melakukan sejumlah hal
yang tidak sepenuhnya menyenangkan masyarakat, setidaknya
dalam jangka pendek dan dalam perspektif individu atau
kelompok. Apa yang dilakukan oleh tangan-tangan kekuasaan
pemerintahan juga tidak semuanya didasarkan pada kerelaan
dari masyarakat, misalnya jika hendak menaikkan harga
kebutuhan pokok seperti BBM. Diperlukan proses berliku untuk
menolak kebijakan yang telah diberlakukan, sehingga tidak bisa
serta merta dilakukan begitu ia diberlakukan. Berbeda dengan
15BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
organisasi privat yang harus mendasarkan pada prinsip suka
sama suka atau tidak ada paksaan dalam proses memberi dan
menerima.
Simplifikasi tersebut lebih merupakan idealisasi sekaligus
upaya untuk memudahkan pemahaman akan peran dan fungsi
kebijakan publik dalam dunia keseharian. Ia bukan hanya sangat
penting dari segi tujuannya, tetapi prosesnya juga penting,
bahkan dalam sejumlah kasus terkadang lebih penting. Dari
ilustrasi tersebut tergambar bahwa dalam proses mencapai
tujuan itu ada serangkaian kegiatan yang terlihat sepele, tetapi
sesungguhnya sangat substansial dan besar pengaruhnya. Bahwa
proses pencapaian tujuan itu bukan sesuatu yang dipaksakan
dengan ancaman tetapi sebagai sebuah proses alamiah atas
dasar logika hubungan yang setara antara pihak manajemen
kapal dengan penumpang dan stakeholders lainnya. Hubungan
tersebut bukan hubungan subordinasi antara yang satu dengan
yang lainnya. Hubungan demikian dalam organisasi publik atau
penyelenggaraan pemerintahan sering disebut sebagai hubungan
pemerintahan yang bukan atas-bawah dimana posisi pemerintah
berada di atas sementara masyarakat berada di bawah.
Di negara modern dan demokratis, hubungan yang
polanya top-down bukan hanya dianggap usang dan tidak
kompatibel dengan sistem yang ada, tetapi juga tidak sehat,
setidaknya dalam jangka panjang karena berdampak buruk dan
mengacaukan hakekat tujuan publik, sebagaimana yang tertuang
dalam konstitusi. Pola-pola hubungan pemerintahan model
lama yang cenderung top-down dan otoritarian sudah bukan
zamannya lagi diberlakukan untuk Indonesia yang sistemnya
semakin demokratis. Misalnya ketika alat-alat kekuasaan,
dengan menggunakan pola lama dianggap mampu secara efektif
mengancam masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya
dan menerima kualitas pelayanan yang diberikannya tanpa
reserve, sekarang ini tidak bisa diberlakukan. Apalagi alat-alat
kekuasaan itu kini tidak sekuat dulu oleh sistem yang ada,
sehingga hubungan pemerintahan model lama jika digunakan
akan kontraproduktif.
16 KEBIJAKAN PUBLIK
Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
Paralel dengan kondisi tersebut muncul persoalan ketika
model baru yang dipilih belum sepenuhnya mantap, sehingga di
sana sini muncul anomali bahkan anarkhi sehingga bukan hanya
produk pelayanan yang dihasilkan semakin buruk kualitasnya
tetapi juga kapal yang selama ini digunakan untuk men-deliver
pelayanan tidak bisa dioperasikan sebagaimana mestinya.
Alasannya bermacam-macam, bukan karena kebijakannya yang
tidak jelas tetapi soal lain seperti keterbatasan anggaran dan
sumber daya dan sebagainya. Kondisi yang hampir mirip pernah
terjadi di Indonesia tidak lama setelah reformasi bergulir paralel
dengan pelaksanaan otonomi luas bagi daerah otonom dimana
banyak masyarakat yang mengeluhkan buruknya kualitas
pelayanan yang dihasilkan pemerintah seolah kualitas pelayanan
dan model lama atau yang ada sebelumnya adalah lebih baik dan
harus dipertahankan atau dihidupkan kembali.
Kapal tersebut adalah ilustrasi sederhana mengenai
bagaimana organisasi publik yang berperan penting
menghantarkan penumpangnya sampai pada tujuan yang
diharapkan. Dan yang jauh lebih penting, tetapi seringkali luput
dari perhatian adalah sebuah proses rumit dalam mengantarkan
penumpang ke tujuannya. Dalam proses tersebut kapal itu bukan
hanya dipastikan harus dalam kondisi baik dan layak jalan, tetapi
jugaharusdipastikanbahwaiamendapatsuplaibahanbakaryang
cukup dan awak kapal yang kapabel. Pada dasarnya, semua itu
merupakan kewajiban penumpang kapal untuk melakukannya,
meskipun tidak harus dilakukan secara langsung. Salah satu
caranya dengan membeli tiket dengan harga yang layak. Tidak
cukup sampai disitu, para penumpang harus ikut mengawasi
dan memberi informasi jika arah kapal itu menyimpang dari
tujuannya atau melambat dalam kecepatannya.
Sebaliknya, ketika para penumpang merasakan sejumlah
persoalan, termasuk persoalan yang paling krusial, tidak perlu
buru buru melakukan tindakan anarkhis atau protes dengan
cara mengambil alih kemudi kapal, meskipun hal demikian
dimungkinkan. Apapun cara yang dipilih bisa dipertimbangkan
jika bisa memberi jalan keluar untuk mencegah kapal karam
atau tenggelam, namun cara-cara yang tergolong drastis harus
17BAB I
Kondisi Kebijakan Saat Ini
dilakukan sebagai jalan terakhir (ultimum remedium). Selain
ongkosnya sangat mahal, resikonya juga besar, jika tidak hati-
hati kondisinya bisa lebih runyam dan kapal tersebut bukan
hanya oleng dan salah arah, tetapi juga bisa karam atau bahkan
tenggelam untuk selamanya.
Semua pihak harus memastikan bahwa kapal itu berada
dalam kondisi yang prima. Semua itu pada prinsipnya, adalah
fungsi semua stakeholders kapal dan bukan hanya tugas nahkoda
dan awak kapal dengan alasan para penumpang sudah
membayar tiket dan tidak mau tahu akan kondisi, arah dan tujuan
kapal, yang penting sampai pada tujuan yang dijanjikan. Inilah
perbedaannya, jika kapal itu dimiliki dan dikelola berdasarkan
manajemen organisasi publik dengan kapal yang dikelola
organisasi privat. Sebuah kapal yang dikelola berdasarkan
prinsip-prinisp organisasi privat, peran dan fungsi penumpang
tidak seluas jika kapal itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
manajemen publik, meskipun dalam beberapa kasus banyak
terjadi persamaan dan persinggungan yang sifatnya mendasar.
Ilustrasi kapal - yang dipersamakan dengan kebijakan -
disini adalah sebuah kapal yang dikelola berdasarkan prinsip-
prinsip manajemen publik dimana penumpang kapal tidak boleh
lepas tanggung jawab begitu ia telah membayar tiket atau ongkos
yang ditetapkan dalam daftar tarif sesuai dengan kedudukan
dan pelayanan yang dinikmati penumpang. Ada tanggung jawab
setelah ia membayar ongkos kapal yaitu terus mengawasi dan
bahkan meminta pertanggungjawaban terhadap proses jalannya
kapal hingga sampai tujuannya. Mengapa demikian karena
sejatinya para penumpang itu adalah secara bersama sama
pemilik kapal, dan bukan orang lain sebagaimana yang terjadi di
organisasi privat.
Di dalam organisasi publik, hak dan kewajiban masyarakat
yang dianalogikan dengan penumpang kapal tersebut tidak
berhenti setelah ia melakukan transaksi berupa pembayaran tiket
- yang dianalogikan dengan pajak – dalam jumlah sekian rupiah
misalnya. Tidak ada kata pokoknya beres dimana tanggung
jawab atau kewajiban itu dibebankan pada pihak lain yang telah

More Related Content

What's hot

PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA
PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA
PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA
Anton Riyanto
 
Makalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publikMakalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publik
Mohammad Nawawi
 
Reformasi birokrasi dalam praktik
Reformasi birokrasi dalam praktikReformasi birokrasi dalam praktik
Reformasi birokrasi dalam praktik
Dr. Zar Rdj
 
Materi presentasi tusi djp
Materi presentasi tusi djpMateri presentasi tusi djp
Materi presentasi tusi djp
aangfauzan
 

What's hot (20)

Grand design kapabilitas apip
Grand design kapabilitas apipGrand design kapabilitas apip
Grand design kapabilitas apip
 
Makalah kualitas pelayanan publik di indonesia
Makalah kualitas pelayanan publik di indonesiaMakalah kualitas pelayanan publik di indonesia
Makalah kualitas pelayanan publik di indonesia
 
perkembangan-administrasi-publik.ppt
perkembangan-administrasi-publik.pptperkembangan-administrasi-publik.ppt
perkembangan-administrasi-publik.ppt
 
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif KebijakanModul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
Modul 4.3 Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif Kebijakan
 
Program kerja audit terhadap kecurangan dalam PBJ
Program kerja audit terhadap kecurangan dalam PBJProgram kerja audit terhadap kecurangan dalam PBJ
Program kerja audit terhadap kecurangan dalam PBJ
 
Model implementasi
Model implementasi Model implementasi
Model implementasi
 
PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA
PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA
PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH- SWASTA
 
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
 
Contoh Perjanjian Kerjasama UKL UPL Terbaru (Beli Kontrak, Hub: 08118887270 (...
Contoh Perjanjian Kerjasama UKL UPL Terbaru (Beli Kontrak, Hub: 08118887270 (...Contoh Perjanjian Kerjasama UKL UPL Terbaru (Beli Kontrak, Hub: 08118887270 (...
Contoh Perjanjian Kerjasama UKL UPL Terbaru (Beli Kontrak, Hub: 08118887270 (...
 
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
 
Makalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publikMakalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publik
 
Reformasi birokrasi dalam praktik
Reformasi birokrasi dalam praktikReformasi birokrasi dalam praktik
Reformasi birokrasi dalam praktik
 
Kapasitas Inovasi dan Kolaborasi Governance
Kapasitas Inovasi dan Kolaborasi GovernanceKapasitas Inovasi dan Kolaborasi Governance
Kapasitas Inovasi dan Kolaborasi Governance
 
Ruang lingkup pelayanan publik
Ruang lingkup pelayanan publikRuang lingkup pelayanan publik
Ruang lingkup pelayanan publik
 
Paparan Reformasi Birokrasi
Paparan Reformasi BirokrasiPaparan Reformasi Birokrasi
Paparan Reformasi Birokrasi
 
Materi presentasi tusi djp
Materi presentasi tusi djpMateri presentasi tusi djp
Materi presentasi tusi djp
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
 
New public management
New public managementNew public management
New public management
 
1.01 peningkatan integritas dan nilai etika
1.01 peningkatan integritas dan nilai etika1.01 peningkatan integritas dan nilai etika
1.01 peningkatan integritas dan nilai etika
 
1.05 pendelegasian wewenang
1.05 pendelegasian wewenang1.05 pendelegasian wewenang
1.05 pendelegasian wewenang
 

Similar to Kebijakan publik.pdf

ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
Adijaya Group
 
Aminuddin%20 bakry
Aminuddin%20 bakryAminuddin%20 bakry
Aminuddin%20 bakry
Noerman Syah
 
Tgas prof atmadja
Tgas prof atmadjaTgas prof atmadja
Tgas prof atmadja
putulina
 

Similar to Kebijakan publik.pdf (20)

MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.docMASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
MASALAH PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK.doc
 
Kuliah Kebijakan Publik
Kuliah Kebijakan PublikKuliah Kebijakan Publik
Kuliah Kebijakan Publik
 
MAKALAH PENGEMBANGAN SDM PADA SEKTOR PUBLIK.doc
MAKALAH PENGEMBANGAN SDM PADA SEKTOR PUBLIK.docMAKALAH PENGEMBANGAN SDM PADA SEKTOR PUBLIK.doc
MAKALAH PENGEMBANGAN SDM PADA SEKTOR PUBLIK.doc
 
Manpem
ManpemManpem
Manpem
 
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
ANALISIS KINERJA BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DAN IMPLIKASINYA BAGI KEMAND...
 
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.pdf
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.pdfKelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.pdf
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.pdf
 
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.docx
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.docxKelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.docx
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.docx
 
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSESKEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
 
MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK.pptx
MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK.pptxMANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK.pptx
MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK.pptx
 
Materi 9 good governance dan otonomi daerah
Materi 9 good governance dan otonomi daerahMateri 9 good governance dan otonomi daerah
Materi 9 good governance dan otonomi daerah
 
Manajemen media Kehumasan Pemerintah
Manajemen media Kehumasan PemerintahManajemen media Kehumasan Pemerintah
Manajemen media Kehumasan Pemerintah
 
Aminuddin%20 bakry
Aminuddin%20 bakryAminuddin%20 bakry
Aminuddin%20 bakry
 
USU_DINNA_AHD2022.pptx
USU_DINNA_AHD2022.pptxUSU_DINNA_AHD2022.pptx
USU_DINNA_AHD2022.pptx
 
Tgas prof atmadja
Tgas prof atmadjaTgas prof atmadja
Tgas prof atmadja
 
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docxKerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
Kerangka Karangan Ilmiah_Bahasa Indonesia 22 (1) (2).docx
 
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
 
04 yanti way
04 yanti way04 yanti way
04 yanti way
 
Perancangan program
Perancangan programPerancangan program
Perancangan program
 
Materi training menejemen kehumasan Jasaraharja by Tarsih Ekaputra
Materi training menejemen kehumasan Jasaraharja by Tarsih EkaputraMateri training menejemen kehumasan Jasaraharja by Tarsih Ekaputra
Materi training menejemen kehumasan Jasaraharja by Tarsih Ekaputra
 
Bab 1 ASP : Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
Bab 1 ASP : Karakteristik dan Lingkungan Sektor PublikBab 1 ASP : Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
Bab 1 ASP : Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik
 

More from virmannsyah

Bab 4 buku teks sim 2014
Bab 4 buku teks sim 2014Bab 4 buku teks sim 2014
Bab 4 buku teks sim 2014
virmannsyah
 
Bab 3 buku teks sim 2014
Bab 3 buku teks sim 2014Bab 3 buku teks sim 2014
Bab 3 buku teks sim 2014
virmannsyah
 
Bab 2 buku teks sim 2014
Bab 2 buku teks sim 2014Bab 2 buku teks sim 2014
Bab 2 buku teks sim 2014
virmannsyah
 
Bab 5 buku teks sim 2014
Bab 5 buku teks sim 2014Bab 5 buku teks sim 2014
Bab 5 buku teks sim 2014
virmannsyah
 
Bab 1 buku teks sim 2014
Bab 1 buku teks sim 2014Bab 1 buku teks sim 2014
Bab 1 buku teks sim 2014
virmannsyah
 
Teknis formulasi kebijakan
Teknis formulasi kebijakanTeknis formulasi kebijakan
Teknis formulasi kebijakan
virmannsyah
 
Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusanPengambilan keputusan
Pengambilan keputusan
virmannsyah
 
Mengambil keputusan.pdf
Mengambil keputusan.pdfMengambil keputusan.pdf
Mengambil keputusan.pdf
virmannsyah
 
Konsep dasar pengambilan keputusan
Konsep dasar pengambilan keputusanKonsep dasar pengambilan keputusan
Konsep dasar pengambilan keputusan
virmannsyah
 

More from virmannsyah (20)

Bab 4 buku teks sim 2014
Bab 4 buku teks sim 2014Bab 4 buku teks sim 2014
Bab 4 buku teks sim 2014
 
Bab 3 buku teks sim 2014
Bab 3 buku teks sim 2014Bab 3 buku teks sim 2014
Bab 3 buku teks sim 2014
 
Bab 2 buku teks sim 2014
Bab 2 buku teks sim 2014Bab 2 buku teks sim 2014
Bab 2 buku teks sim 2014
 
Bab 5 buku teks sim 2014
Bab 5 buku teks sim 2014Bab 5 buku teks sim 2014
Bab 5 buku teks sim 2014
 
Bab 1 buku teks sim 2014
Bab 1 buku teks sim 2014Bab 1 buku teks sim 2014
Bab 1 buku teks sim 2014
 
Materi app i
Materi app iMateri app i
Materi app i
 
Materi app iii
Materi app iiiMateri app iii
Materi app iii
 
Materi app ii
Materi app iiMateri app ii
Materi app ii
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasi
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasi
 
Teknis formulasi kebijakan
Teknis formulasi kebijakanTeknis formulasi kebijakan
Teknis formulasi kebijakan
 
Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusanPengambilan keputusan
Pengambilan keputusan
 
Mengambil keputusan.pdf
Mengambil keputusan.pdfMengambil keputusan.pdf
Mengambil keputusan.pdf
 
Konsep dasar pengambilan keputusan
Konsep dasar pengambilan keputusanKonsep dasar pengambilan keputusan
Konsep dasar pengambilan keputusan
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
 
Struktur Organisasi
Struktur OrganisasiStruktur Organisasi
Struktur Organisasi
 
Defenisi Teori Organisasi
Defenisi Teori OrganisasiDefenisi Teori Organisasi
Defenisi Teori Organisasi
 
Defenisi teori organisasi
Defenisi teori organisasiDefenisi teori organisasi
Defenisi teori organisasi
 
Details ptun
Details ptunDetails ptun
Details ptun
 
Details ptun
Details ptunDetails ptun
Details ptun
 

Recently uploaded

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
DewiUmbar
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
furqanridha
 

Recently uploaded (20)

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Kebijakan publik.pdf

  • 1. KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayan Publik yang Responsif Prof. Dr. H. Budiman Rusli, M.S
  • 2. KEBIJAKAN PUBLIK MEMBANGUN PELAYANAN PUBLIK YANG RESPONSIF Penulis : Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Editor : Nugraha Mohamad Wiganda Perwajahan : Tim Hakim Publishing Cetakan Pertama : Maret 2013 ISBN : 978-602-99003-1-6 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengcopy dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa seizin tertulis dari penerbit All rights reserved Diterbitkan oleh: Hakim Publishing Perum. Kota Mas Asri No. 2 Cimahi Bandung Jawa Barat Telp. 08164650309
  • 3. iiiKata Pengantar Kata Pengantar Alhamdulillah wasyukurillah, penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Tidak kurang dari sepuluh tahun waktu yang penulis butuhkan untuk menyiapkan bahan- bahanyangdiperlukan,dimulaiketikamenyusundisertasisekitar tahun 2000, kemudian dilengkapi dengan berbagai karya ilmiah yang penulis buat ketika menjadi pembicara dalam berbagai kesempatan, makalah-makalah dan, bahan kuliah. Karena berbagai kesibukkan bahan tulisan tersebut masih terlepas-lepas belum tersusun sebagai naskah buku. Tema yang dibahas berkaitan dengan kebijakan publik dan hubungannya dengan pelayanan publik, karena penulis melihat bahwa pada era New public service sekarang ini, sebuah kebijakan harus memberi manfaat terhadap kehidupan masyarakat dalam rangka menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan. Kebijakan publik menjadi lokus dalam administrasi publik, sedangkan fokusnya adalah pelayanan publik. Kebijakan publik merupakan modal utama yang dimiliki pemerintah untuk menata kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Dikatakan sebagai modal utama karena hanya melalui kebijakan publiklah pemerintah memiliki kekuatan dan kewenangan hukum untuk memanej masyarakat dan sekaligus memaksakan segala ketentuan yang telah ditetapkan. Walaupun memaksa, akan tetapi sah dan legitimate karena didasari regulasi yang jelas. Kalau di Indonesia bukan hanya sekedar undang- undang yang menjadi dasarnya, akan tetapi konstitusi negara yang memberikan kewenangan itu sehingga kebijakan publik
  • 4. iv KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif memiliki kekuatan otoritatif. UUD 45 dalam pembukaannya mengatakan: «…. untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia maka dibentuk pemerintah Negara Indonesia». Dengan statetment ini maka jelas tugas pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya harus dapat melindungi dan memberi rasa aman kepada seluruh masyarakat dan tumpah darah Indonesia. Efektifitas kebijakan publik akan terukur dari seberapa besar kebijakan tersebut dapat direalisasikan dan memberi solusi terhadap berbagai masalah publik yang sedang terjadi. Hal ini berarti bahwa pelayanan publik merupakan tindak lanjut dari penerapan kebijakan yang langsung bersentuhan dengan masalah dan kepentingan masyarakat. Dalam perkembangan konsep kebijakan publik yang kontemporer menekankan perlunya action dari pemerintah, walaupun pada awal perkembangannya kebijakan publik dapat berarti to do or not to do, yang menggambarkan diamnya pemerintah merupakan kebijakan. Akan tetapi dalam praktek, penyelenggaraan pemerintahan, not to do seringkali menimbulkan kegamangan masyarakat dalam menilai sikap pemerintah terhadap suatu masalah yang sedang berkembang. Oleh karena itu dalam paradigma yang kontemporer, kebijakan publik didorong pada to do yang berarti ada action yang nyata dari pemerintah, walaupun bisa saja action itu salah, tetapi lebih baik dari pada mendiamkan masalah. Kesalahan dalam pembuatan kebijakan masih dimungkinkan untuk dilakukan perbaikan. Dengan adanya action maka membuka peluang untuk terjadinya program pelayanan publik. Kebijakan pulik dan pelayanan publik merupakan dua variabel penting dalam administrasi publik kontemporer yang memiliki hubungan kausalitas yang tinggi, tidak dapat dipisahkan walaupun bisa dibedakan fungsinya. Pelayanan yang baik harus bertitik tolak dari kebijakan publik sehingga memiliki dasar hukum yang jelas untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Sebaliknya, kebijakan publik harus memiliki orientasi pada pelayanan agar tidak hanya sekedar ketentuan
  • 5. vKata Pengantar formal di atas kertas tanpa memberi makna terhadap kehidupan masyarakat. Semua perkeliruan dan penyimpangan dalam praktek penyelenggaraanpemerintahandiakibatkanolehtidaksejalannya kedua variabel ini, yaitu kebijakan publik dan pelayanan publik, seringkali pelayanan publik yang memiliki dinamika tinggi tidak diikuti oleh kebijakan publik yang cenderung lamban apalagi bila terlau ditumpangi kepentingan politis. Harapan Penulis semoga kehadiran buku ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia ilmu maupun kepentingan empiris yang berkaitan dengan kebijakan publik dan hubungannya dengan pelayanan publik. Bandung, Maret 2013 Penulis Prof. Dr. H. Budiman Rusli, M.S.
  • 6. vi KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
  • 7. viiDaftar Isi DAFTAR ISI Kata Pengantar __________________________________________________ iii Daftar Isi _________________________________________________________ vii BAB I KONDISI KEBIJAKAN SAAT INI ________________________________ 1 1. Pendahuluan _________________________________________________ 2 2. Existing Condition ____________________________________________ 5 3. Peran Strategis Kebijakan ___________________________________ 9 4. Kebijakan = Kapal ___________________________________________ 13 5. Pelayanan Adalah Alat Kebijakan __________________________ 18 6. Responsifitas dan Akuntabilitas Kebijakan ________________ 22 BAB II KONSEP DAN TEORI KEBIJAKAN PUBLIK ____________________ 29 1. Konsep Kebijakan ___________________________________________ 30 2. Konsep Dasar Kebijakan Publik_____________________________ 34 3. Pengertian Kebijakan Publik _______________________________ 37 4. Pentingnya Analisis Kebijakan Publik _____________________ 42 5. Konsep Dasar dan Pengertian Analisis Kebijakan ________ 45 6. Metode dan Pendekatan Analisis Kebijakan _______________ 50 BAB III PERUMUSAN KEBIJAKAN ______________________________________ 53 1. Perumusan Kebijakan: Tahapan penting, tetapi sering disepelekan __________________________________________________ 54 2. Konsep Formulasi Kebijakan _______________________________ 57 3. Proses Perumusan Kebijakan _______________________________ 64 4. Agenda Setting _______________________________________________ 67 5. Pembahasan dan Formulasi Kebijakan ____________________ 71 6. Adopsi dan Ratifikasi Kebijakan ____________________________ 74
  • 8. viii KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ___________________________________ 79 1. Tanpa Implementasi: Kebijakan adalah Daftar Keinginan 80 2. Konsep dan Teori Implementasi Kebijakan _______________ 83 3. Pengertian Implementasi Kebijakan ______________________ 89 4. Model Implementasi Kebijakan ____________________________ 91 5. Model Grindle ________________________________________________ 95 6. Model Edwards III __________________________________________ 100 7. Model Van Meter dan van Horn ____________________________ 105 8. Model Mazmanian dan Sabatier ___________________________ 108 BAB V EVALUASI KEBIJAKAN __________________________________________ 111 1. Pentingnya Evaluasi Kebijakan _____________________________ 112 2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kebijakan _____________________ 113 3. Konsep dan Pengertian Evaluasi Kebijakan _______________ 117 4. Pendekatan dan Model Evaluasi ____________________________ 120 5. Evaluasi Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik_ 125 6. Evaluasi Hasil dan Dampak Kebijakan _____________________ 129 BAB VI LINGKUNGAN KEBIJAKAN _____________________________________ 133 1. Pentingnya Lingkungan Kebijakan _________________________ 134 2. Beberapa Contoh Kasus _____________________________________ 138 3. Elemen dan Aktor Lingkungan Kebijakan _________________ 142 4. Relasi Elemen dan Aktor ‘Pembuat’ Kebijakan Publik ____ 145 5. Peranan Pers dalam Proses Kebijakan _____________________ 151 6. Relasi antara Konten, Kontek dan Pelaksana Kebijakan__ 155 BAB VII KEBIJAKAN PUBLIK DAN EFEKTIVITAS PELAYANAN PUBLIK ____________________________________________ 161 1. Ibarat Peta Jalan dan Jalan __________________________________ 162 2. Konsep dan Definisi Pelayanan publik _____________________ 165
  • 9. ixDaftar Isi 3. Pelayanan Publik Di Era Otonomi Luas ____________________ 169 4. Indikator dan Strategi Pelayanan yang baik ______________ 178 5. Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan _________________________ 182 6. Dampak dan Hasil Pelayanan Publik _______________________ 186 7. Menuju Kebijakan dan Pelayanan Publik yang Responsif dan Akuntabel _____________________________ 190 Daftar Pustaka __________________________________________________ 195 Tentang Penulis _________________________________________________ 201
  • 10. x KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif
  • 12. 2 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif 1. Pendahuluan Ada dua buah kata yang sangat familiar di telinga kita, dan sering digunakan dalam berbagai kesempatan dan untuk berbagai tujuan. Kedua kata itu seolah-olah memiliki makna yang sama karena akar kata tersebut memang sama, hanya akhirannya yang berbeda. Yang pertama adalah kata kebijaksanaan yang sering dipersamakan maknanya dengan kata wisdom dalam bahasa Inggris, dimana Undang-undang Dasar 1945 dan khususnya Pancasila juga menggunakan kata ini yaitu dalam sila keempat. Kata yang kedua adalah kata kebijakan (policy), dimana dalam berbagai literatur ilmu sosial kata ini sering digunakan dan sepertinya sudah baku dengan disertai embel-embel di belakangnya berupa kata publik atau negara. Dalam realitas keseharian, suatu ketika kita pernah meminta sebuah kebijaksanaan (wisdom) dari seseorang atau sekelompok orang ketika menghadapi sebuah persoalan dan berharap hadirnya sebuah pemecahan atau solusi, baik berupa nasihat atau kata-kata atau bahkan langkah dan tindakan nyata untuk menyelesaikan persoalan demi tercapainya sebuah tujuan yang kita kehendaki. Dalam kesempatan lain kita juga meminta kebijakan (policy) kepada pemerintah atau aparatur negara dengan maksud dan tujuan yang mungkin sama setidaknya dari segi tujuan yaitu agar kepentingan atau keinginan kita bisa direalisasikan. Yang pertama, kita sering menggunakan kalimat yang lebih personal antara lain dengan mengatakan; “mohon kebijaksanaan Bapak, agar ............ Sementara yang kedua kita menggunakan bahasa yang lebih formal, misalnya; kita memerlukan kebijakan Pemerintah, agar ............. Selain itu, bisa saja kita menggunakan kalimat yang campur baur atau sebaliknya dengan maksud dan tujuan yang kurang lebih sama. Penggunaan yang berbauran itu menunjukkan bahwa secara substansi kedua kata, yaitu kebijaksanaan dan kebijakan memiliki persamaan mendasar yaitu pencapaian sebuah tujuan. Barangkali yang berbeda adalah rincian proses dan interaksi antara yang meminta dan diminta, berbeda dalam hal sanksi dan derajat legalitasnya dan sejumlah perbedaan lain. Artinya,
  • 13. 3BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini meskipun ada sejumlah perbedaan, namun ada tujuan mendasar yaitu pencapaian sebuah tujuan. Persamaan ini merupakan konsekuensi logis dan sulit dihindarkan karena kedua kata ini memang berasal dari dasar kata yang sama yaitu kata bijak. Secara etimologi yang berbeda adalah imbuhan di belakangnya. Di sini kita tidak hendak membicarakan perbedaan kata dan makna dari kedua kata yang berakar dari kata yang sama (bijak), tetapi hendak menegaskan bahwa kedua kata itu memiliki makna dasar yang sama yaitu pencapaian tujuan. Kemudian dalam proses pencapaian tujuan itu ada sebuah prosedur atau mekanisme, ada tahapan, ada siklus, ada interaksi antara yang meminta dan diminta, interaksi antara isi kebijakan atau kebijaksanaan dengan lingkungannya, serta interaksi diantara semua stakeholders yang terkait langsung atau tidak langsung dengan upaya pencapaian tujuan. Semua proses dan interaksi itu yang akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan, terlepas dari apa, siapa dan mana diantara faktor-faktor itu yang paling menentukan kebeberhasilan atau sebaliknya menghambat pencapaian tujuan. Jika di masa-masa sebelumnya, kita sebagai pihak yang meminta kebijaksanaan atau kebijakan itu cenderung pasif dan merasa berada dalam posisi subordinat, sehingga pelaksanaan dan hasil kebijakan sering tidak berbuah manis seperti yang kita minta. Sekarang ini, setidaknya setelah era reformasi telah ada serangkaian upaya untuk mendorong dan mengkondisikan peningkatan peranserta atau partsipasi masyarakat agar apa yang diminta dan kemudian diwujudkan dalam sebuah kebijakan atau kebijaksanaan itu bukan hanya sesuai dengan keinginan atau harapan si peminta, tetapi juga bisa diwujudkan dalam mencapai tujuannya. Adalah soal lain jika faktanya upaya tersebut masih belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan dimana posisi peminta kebijakan, baik individu atau masyarakat masih berada dalam posisi sub-ordinat dan berada di pinggiran (periphery). Buku ini bukan hanya hendak membedah bagaimana proses dan interaksi penyusunan atau perumusan kebijakan itu dilakukan sehingga menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan harapan dan aspirasi publik, tetapi juga melihat dari sisi
  • 14. 4 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif implementasi dan evaluasi kebijakan tersebut dalam mencapai tujuanyangsebenarnya.Bahwatujuanberupahadirnyakebijakan yang aspiratif adalah tujuan antara untuk mencapai tujuan yang sebenarnya sehingga persoalan implementasi dan evaluasi kebijakan penting untuk dilihat melalui bagaimana pelayanan publik yang dihasilkan. Dalam proses pencapaian tujuan itu buku kebijakan publik ini ditulis. Bahwa dalam proses tersebut diperlukan sebuah pemahaman yang sifatnya paradigmatik oleh semua stakehoders kebijakan. Jika selama ini posisi masyarakat berada dalam posisi pinggiran atau termarginalkan, meskipun sejumlah kebijakan yang ada telah berupaya memberi ruang atau akses yang lebih besar kepada masyarakat, maka buku ini berusaha mengupas persoalan tersebut. Bukan hanya mengapa hal demikian terjadi, tetapi juga aspek teoritik yang mendasari pentingnya peran dan fungsi masyarakat dalam proses kebijakan, mulai dari tahapan perumusan, implementasi hingga evaluasi terkait dengan hasil atau dampak kebijakan. Dalam perspektif ini pula hendak ditekankan bahwa aspek lingkungan kebijakan menjadi sesuatu yang sangat penting dan karenanya akan mendapat kajian khusus disamping persoalan isi kebijakan yang dihasilkan. Lingkungan kebijakan itu bukan hanya penting dan besar pengaruhnya dalam menentukan isi atau kualitas kebijakan, tetapi juga menentukan bagaimana kebijakan itu diimplementasikan dan akuntabilitasnya. Aspek lain yang mendapat bahasan dalam buku yang bertajuk kebijakan publik ini adalah aspek pelayanan publik. Keberadaan bab tentang pelayanan publik beserta sejumlah indikator yang mengupas soal efektifitas, kepuasan dan dampak kebijakan itu perlu dikemukakan untuk melihat bagaimana kebijakan publik itu memiliki korelasi yang kuat terhadap pencapaian tujuan. Pelayanan publik yang berkualitas dan mampu memberi kepuasan masyarakat adalah salah satu tujuan antara yang sangat penting dan sekaligus indikator pencapaian sebuah tujuan publik.
  • 15. 5BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini Buku ini tetap merupakan buku kebijakan publik, sebagaimana buku kebijakan publik pada umumnya yang menyajikan sejumlah konsep dan teori mengenai kebijakan publik. Hanya saja yang berbeda adalah titik tekan dan konstruksi bagaimana buku ini disusun dan disajikan sebagai sebuah tulisan ilmiah dan sekaligus populer. Melalui model penulisan dan pendekatan yang berbeda dengan buku text book yang ada diharapkan mudah dipahami dan sekaligus dimaksudkan agar bernilai praktis untuk membangkitkan pemahaman dan kesadaran dari semua stakeholders bahwa peran dan fungsi mereka sangat penting dan menentukan, bukan hanya isi kebijakan, tetapi juga implementasi dan hasil kebijakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Jika selama ini kebijakan publik yang ada masih dirasakan tidak membumi, sulit diimplementasikan dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan, maka salah satu sebabnya adalah masih rendahnya responsifitas dan akuntabilitas kebijakan tersebut. 2. Existing Condition Jika sebuah kebijakan diibaratkan produk dari sebuah mesin, maka ketika mesin tersebut memiliki sistem dan komponen- komponen yang berkualitas, maka produk yang dihasilkan adalah sesuatu yang baik dan berkualitas. Jika diasumsikan bahwa sistem politik dan pemerintahan Indonesia pasca reformasi lebih baik dari sebelumnya, maka logikanya kebijakan yang dihasilkan oleh sistem tersebut juga lebih baik proses dan isinya. Dari ilustrasi tersebut dapat dimaknai bahwa sejumlah kebijakan publik yang dilahirkan dari sebuah sistem sosial politik yang semakin demokratis dibandingkan sebelumnya, akan menghasilkan sebuah kebijakan publik, yang setidaknya secara formal prosedural adalah lebih baik dari sebelumnya ketika sistem sosial politik pemerintahan masih sentralisme-otoritarian. Benarkah demikian? Dalam banyak hal memang demikian, meskipun dalam sejumlah hal, terutama dari sejumlah pasal atau ketentuan yang ada mengandung ‘cacat bawaan’ yang mengindikasikan bahwa sistem sosial politik dan pemerintahan
  • 16. 6 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif yangmendapatlabellebihbaikitutidakberjalanbaiksebagaimana mestinya. Adanya ribuan Perda yang kemudian dibatalkan karena dianggap bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi atau oleh sebab lain adalah buktinya. Adanya sejumlah Undang-undang yang kemudian dalam sejumlah pasalnya dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga merupakan bukti bahwa produk sistem yang dianggap lebih baik, tidak otomatis menghasilkan sesuatu yang baik karena ia memang bukan mesin yang unsur-unsurnya terdiri dari benda mati. Ia adalah ‘mesin sosial’ yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan stratejik dimana mesin itu berada dan hendak mencapai apa. Alhasil, kebijakan publik sebagai produk politik yang dilahirkan dalam sistem sosial politik yang semakin demokratis, yang seharusnya memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya, tidak harus linier logikanya, karena tidak sedikit produk kebijakan masa lalu yang juga tergolong baik dan masih diberlakukanhinggasekarang.Bukankarenaanomalidankondisi yang paradoksal ketika kebijakan yang dilahirkan dalam sistem demokratis itu isi dan substansinya dianggap buruk atau bahkan lebih buruk dibandingkan kebijakan serupa yang dihasilkan oleh sistem yang dianggap lebih buruk dari yang ada sekarang, karena sekali lagi komponen-komponen yang menjalankan dan menjadi bagian sistem tersebut adalah manusia atau makhluk sosial dan bukannya benda mati. Diperlukan banyak syarat untuk menjadikan sebuah sistem yang baik menghasilkan sesuatu yang baik dan berkualitas. Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur unsur politik ikut mewarnai kebijakan yang dihasilkan. Menjadi persoalan jika warna politik itu tidak proporsional, misalnya didominasi oleh warna dan kepentingan tertentu atau hasil ‘dagang sapi’, sehingga muncul warna dominan di pasal tertentu dan warna dominan lain dan pasal yang lain. Sebagai produk politik, memang sarat dengan kepentingan politik golongan atau kelompok, namun proporsionalitas kepentingan dan harmoni menjadi sesuatu yang sangat penting diperhatikan untuk menghasilkan kebijakan yang baik. Kebijakan yang baik bukan sebuah kebijakan yang dihasilkan dengan suara mayoritas
  • 17. 7BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini sederhana (50 +1), bukan pula dengan mayoritas mutlak atau aklamasi karena ia hanya cara untuk mengambil keputusan. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang diambil melalui sebuah sistem yang yang baik dan proses yang baik pula. Jika sebuah kebijakan publik adalah sebuah produk kompromi politik dalam arti politik dagang sapi, maka sejak dilahirkan kebijakan itu telah membawa cacat bawaan atau menciptakan sejumlah lubang jebakan (loopholes). Di Indonesia, praktik ‘dagang sapi’ masih sering terdengar terutama dalam menetapkan pasal-pasal tertentu. “Jika pasal ini tidak begini, maka pasal itu juga tidak begitu” demikian kira- kira model ‘dagang sapi’ itu dilakukan. Alhasil kebijakan publik yang ada di Indonesia banyak diantaranya yang tidak lebih baik kualitasnya dengan kebijakan publik yang dimaksudkan untuk mengatur dan menyelesaikan hal yang sama yang dikeluarkan oleh negara seperti Singapura, Hongkong dan sejumlah negara lain yang sampai saat ini masih tergolong belum se demokratis Indonesia atau masih cenderung otoritarian. Itu artinya, sistem yang demokratis tidak otomatis melahirkan sebuah kualitas kebijakan yang lebih baik ketika sejumlah perangkat dari sistem demokratis sebagaimana yang dipersyaratkan sejumlah ahli politik belum bisa dipenuhi. Kondisinya lebih parah jika yang terjadi adalah sebuah anarkhi atas nama demokrasi dan atau demokrasi prosedural yang lebih dikedepankan dimana ia lebih menonjolkan soal jumlah atau kuantitas dan bukan kualitas dan sebagainya, maka tidak ada jaminan bahwa kebijakan publik yang dihasilkan adalah lebih baik dibandingkan sebelumnya jika dikaitkan dengan pencapaian tujuan dalam arti efektifitas dan efisiensinya. Bisa jadi sebaliknya, bahwa kebijakan yang lahir sebagai produk sistem demokrasi justru semakin menjauhkan dari tujuan yang hendak dicapai. Fenomena demikian sangat dirasakan oleh sebagian orang Indonesia setidaknya di awal-awal reformasi dimana masyarakat melihat produk akhir sebuah kebijakan sebagai produk ‘dagang sapi’ atau kompromi politik dalam perspektif jangka pendek. Semakin menurunnya kualitas pelayanan publik di masa itu secara langsung atau tidak langsung juga terkait
  • 18. 8 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif dengan kebijakan publik yang dihasilkan, meskipun semua itu disebabkan oleh banyak faktor bukan hanya soal isi kebijakan tetapi juga faktor lain yang sangat kompleks. Terlepas dari berbagai fakta bahwa masih ada sejumlah kebijakan publik produk reformasi yang mengadung sejumlah cacat bawaan dan cela (loopholes), harus diakui bahwa secara substansi dan juga proses pembuatannya, kebijakan publik yang ada sekarang ini lebih baik dari sebelumnya. Kualitas kebijakan yang lebih baik itu bisa diuji melalui serangkaian konsep teoritik mutakhir, karena sejak awal kebijakan itu memang dibuat dengan mengacu pada perkembangan konseptual mutakhir. Dari perspektif ini kebijakan publik yang dilahirkan dalam sistem demokrasi adalah lebih baik, karena ia memang penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya, terlepas bahwa di dalam kebijakan itu terselip sejumlah rumusan pasalnya yang mengandung sejumlah cacat yang fatal. Hal demikian membuktikan bahwa memang tidak mudah membuat kebijakan yang berkualitas secara substansi dan mudah dilaksanakan karena ia bukan hanya baik isinya tetapi juga sesuai dengan konteks dan lingkungan stratejik dimana kebijakan itu hendak diberlakukan untuk mencapai tujuannya. Ada kalanya sebuah kebijakan yang terlihat visioner dan bagus dari substansi tetapi sulit dilaksanakan karena tidak membumi dengan realitas yang ada, sehingga kebijakan tersebut ibarat daftar keinginan dari pembuatnya dan bukan apa yang menjadi keinginan masyarakat. Ada kalanya kebijakan itu sudah sesuai dengan daftar keinginan masyarakat dan bermaksud menampung semuanya, sehingga kebijakan itu masuk kategori too much and too soon, sehingga dirasakan sangat memberatkan aparat pemerintah yang bertugas sebagai ujung tombak pelaksana kebijakan. Harus diapresiasi bahwa secara umum kebijakan yang ada sekarang relatif lebih baik dibandingkan kebijakan sebelumnya jika dilihat dari proses dan prosedur formal, begitu juga isinya. Hanya saja kebijakan tersebut belum sepenuhnya baik dan mudah diimplementasikan karena ia sering tidak mengacu pada konteks dimana ia hendak diterapkan seolah ia datang dari
  • 19. 9BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini dunia lain karena lahir melalui proses copy-paste dari daerah atau tempat lain yang mungkin saja relatif berhasil melaksanakannya. Munculnya sejumlah kasus dimana kebijakan tersebut dibatalkan oleh instansi yang berwenang dan sejumlah kasus dimana masyarakat melakukan perlawanan, baik secara aktif atau pasif terhadap kebijakan itu adalah sedikit dari contoh yang sering mengemuka. Munculnya kebijakan yang mati suri dan hanya sekedar menjadi hiasan di lembaran negara karena motif utamanya adalah untuk menunjukkan bahwa di daerah atau negara itu telah ada kebijakan yang visioner dan serupa dengan apa yang ada di negara maju atau daerah lain yang dianggap berhasil. 3. Peran Strategis Kebijakan Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang perorang atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki. Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakankemudianmenghasilkansesuaiyangselarasdengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa - dan seringkali terjadi - diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting. Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu, kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Biaya besar yang dikeluarkan untuk menyusun kebijakan adalah cerminan betapa pentingnya sebuah kebijakan dan sekaligus cerminan akan perlakuan berlebihan
  • 20. 10 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif seolah hadirnya kebijakan lebih penting dari upaya pencapaian tujuan yang sebenarnya. Memang perlakukan yang demikian dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik yang tepat, maka tujuan yang dikehendaki sulit dicapai. Namun sekali lagi harus proporsional karena sejatinya ia adalah sebuah alat, meskipun bukan alat yang biasa dalam mencapai sebuah tujuan organisasi. Rumusan sederhana dan terkesan mensimplifikasi makna kebijakan publik tersebut adalah rumusan singkat untuk mensederhanakan pemahaman mengenai maksud dan tujuan kebijakan. Secara konseptual, sejatinya arti penting dan ruang lingkup kebijakan publik jauh lebih luas daripada rumusan tersebut sebagaimana akan dikemukakan dalam bab selanjutnya yang mengupas tentang konsep dan pengertian kebijakan publik menurut para ahli. Dari rumusan sederhana ini diharapkan mewakili dan sekaligus memudahkan pemahaman akan arti pentingnya kebijakan publik dalam sebuah organisasi yang bernama negara karena sejatinya keberadaan organisasi itu juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut biasanya dituangkan dalam konstitusi jika ia sebuah negara atau anggaran dasar jika ia organisasi privat. Begitu juga tujuan sebuah kebijakan yang lebih operasional biasanya dituangkan dalam konsiderans atau pasal-pasal umum dari kebijakan tersebut. Prinsipnya, diantara tujuan itu tidak boleh bertentangan, baik dengan kebijakan yang lebih tinggi atau kebijakan yang menjadi acuannya serta di dalam kebijakan itu sendiri. Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau bobot yang sama jika dilihat dari sudut tingkat pentingnya. Ada kebijakan yang sangat penting dan mendesak, namun tidak sedikit yang tergolong bukan skala prioritas, meskipun semua kebijakan publik memiliki nilai strategis atau sama sama penting. Semua itu tergantung dari isi dan tujuan yang hendak dicapai. Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan yang sama memiliki makna strategis yang berbeda di daerah atau tempat lain. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah negara dimana sebuah kebijakan tertentu dianggap sangat penting dan mendesak, sementara bagi negara lain tidak diperlakukan
  • 21. 11BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki peranan yang menentukan arti strategis sebuah kebijakan, disamping faktor substansi atau isi kebijakan. Dari perspektif ini, aspek tujuan yang berangkat pada konteks dan kemudian menentukan isi kebijakan tidak bisa dianggap sepele seolah ia hanya merupakan daftar keinginan yang ‘normatif’ saja. Tujuan kebijakan adalah semacam ‘konstitusi’ yang harus menjadi acuan kemana dan bagaimana kebijakan itu menuju dan dirumuskan untuk mencapainya. Sesungguhnya kebijakan yang baik dapat dicermati dari sisi ini, meskipun dalam praktiknya aspek tujuan kebijakan ini sering dianggap sebagai ketentuan yang ‘seremonial’ dan bukan sesuatu yang lebih penting dibandingkan dengan rumusan detailnya. Kebijakan seperti ini bisa saja misleading dalam implementasi dan upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Kebijakan yang hanya copy-paste atau diimpor dari negara lain yang dianggap berhasil dan menjadi contoh (best practices) seringkali menghadapi sejumlah persoalan dalam implementasi dan upaya mencapai tujuan. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah daerah yang menerbitkan Perda yang menyontek secara membabi buta dengan sedikit melakukan penyesuaian hanya karena kebijakan tersebut dianggap bersifat teknis administratif. Padahal yang diperlukan adalah sebuah kreatifitas dan inovasi agar kebijakan tersebut, bukan hanya lebih mudah dilaksanakan, tetapi juga selaras dengan apa yang menjadi keinginan stekeholders kebijakan. Sebuah kebijakan yang dirasakan penting di negara berkembang mungkin tidak demikian di negara maju, begitu sebaliknya. Juga sesuatu yang sangat penting dan krusial di daerah lain di Indonesia, mungkin tidak demikian untuk daerah tertentu. Sebut saja kebijakan yang mengatur tata ruang dan sejumlah kebijakan turunannya, misalnya mengenai izin mendirikan bangunan (IMB) yang sangat penting bagi daerah perkotaantetapitidakdemikianbagidaerahyangtergolongbelum maju, meskipun kebijakan demikian merupakan sesuatu yang sangat penting. Setidaknya diperlukan sejumlah penyesuaian atau penyelarasan agar kebijakan yang memiliki ‘judul’ yang
  • 22. 12 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif sama dan sudah diterbitkan di dan oleh negara atau daerah lain agar tidak misleading ketika diimplementasikan dalam mencapai tujuannya. Langkah itu diperlukan untuk menghindari kasus dimana sebuah kebijakan yang secara konseptual berkualitas tetapi hanya bermakna di atas kertas. Lebih dari itu diperlukan kreativitas dan inovasi dengan melibatkan semua stakeholders agar kebijakan yang diterbitkan bukan hanya sesuai dengan konteks dan lingkungan stratejiknya, menurut pengambil kebijakan, tetapi agar lebih mudah dilaksanakan untuk mencapai tujuannya karena ia telah mendapat masukan dan uji sahih dari masyarakat. Asumsinya, masyarakat dan stakeholders yang terkait langsung dengan kebijakan adalah pihak yang paling tahu dan berkepentingan, yang diharapkan akan menjadi pihak yang akan menyambut dan bahkan terlibat langsung dalam proses pelaksanaan kebijakan dalam mencapai tujuan. Bagaimanapun pelaksana kebijakan yang berasal dari unsur pemerintah (eksekutif) melalui aparatur birokrasi itu memiliki sejumlah keterbatasan, baik sumber daya dan dana disamping karena ia juga mempunyai sejumlah tugas dan fungsi lain yang tidak kalah penting dan mendesak disamping kebijakan yang diterbitkan belakangan. Aspek kreatifitas dan inovasi dalam proses penyusunan kebijakan ini yang jarang muncul dan mengemuka sebelum kebijakan diratifikasi karena ada kecenderungan untuk mencari jalan mudah, sehingga kebijakan yang nampak ‘hebat’ di atas kertas menjadi tidak mudah dalam implementasinya. Kehebatan isi kebijakan itu hanya bermakna jika ia mampu mencapai tujuan yang diharapkan setelah terlebih dulu diimplementasikan. Itupun bukan jaminan bahwa kebijakan itu akan membawa hasil seperti yang diharapkan sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan kebijakan. Dan tujuan yang diharapkan itu harus diukur, bukan hanya dari sudut pandang rincian tujuan yang ditetapkan di atas kertas, tetapi harus diverifikasi oleh masyarakat mengenai sejauh mana kesesuaiannya dengan apa yang menjadi keinginan dan harapan masyarakat. Masyarakat adalah pihak penilai yang paling berhak untuk memberi nilai, bukan aparat pelaksana kebijakan meskipun
  • 23. 13BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini mereka tidak melakukan sejumlah penyimpangan dalam melaksanakannya. Masyarakat adalah pihak yang menjadi sasaran kebijakan, sehingga kepadanyalah keberhasilan kebijakan itu harus ditanyakan. Jika tidak demikian, maka sebuah keberhasilan kebijakan akan bernilai semu atau misleading karena hanya menunjukkan sejumlah deretan angka-angka mati yang sebenarnya tidak berbicara apa-apa jika disandingkan dengan kenyataan yang dirasakan masyarakat. Dalam perspektif ini masyarakat adalah pihak yang sangat penting dalam proses kebijakan, sehingga tujuan kebijakan yang ditetapkan itu selaras dengan apa yang dikehendaki oleh masyarakat. Munculnya sejumlah kasus dimana kebijakan diklaim bisa dilaksanakan dengan baik, tetapi masyarakat merasakan hal berbeda, meskipun tidak berseberangan secara diametral. Tidak jarang masyarakat menjadi pihak yang tidak menikmati kalau tidak dirugikan, meskipun kebijakan tersebut jika diukur berdasarkan proses dan prosedur tertentu dianggap berhasil karena tepat waktu dalam pelaksanaannya dan tidak ada satu sen uang yang diselewengkan. Sebut saja kebijakan membangun rumah sakit atau sarana pendidikan yang salah sasaran, meskipun gedung dan saranan penunjang telah berhasil didirikan, tetapi yang menikmati adalah sebagian kecil atau kelompok masyarakat tertentu. Kebijakan seperti ini adalah bukan kebijakan yang baik, meskipun ia dapat dilaksanakan dan mampu mencapai tujuannya. Tujuan yang sebenarnya adalah masyarakat karena ia adalah pemilik saham terbesar dari sebuah organisasi publik yang bernama negara atau pemerintahan daerah. 4. Kebijakan = Kapal Dinegaramoderndandemokratis,perandanfungsikebijakan publik dapat diibaratkan sebuah kapal yang diciptakan untuk menjawab persoalan dan atau kebutuhan penggunanya. Kapal itu bukan hanya harus dirancang dalam bentuk atau spesifikasi dan besaran yang tepat, tetapi juga harus memiliki mesin yang tepat (appropriate), meskipun tidak harus berarti canggih.
  • 24. 14 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif Semua itu dimaksudkan agar kapal mampu melaksanakan misi yang diembannya secara efektif dan efisien sesuai dengan besaran persoalan yang dihadapi dan atau hendak diselesaikan. Pengemudi kapal bukan hanya harus mumpuni dan memiliki ‘jam terbang’ yang cukup dalam mengemudikannya, tetapi juga harus didukung oleh awak kapal yang berpengalaman agar tercipta kerjasama yang produktif. Para penumpang kapal juga tidak boleh pasif, minimal harus aktif mengawasi untuk memastikan bahwa arah dan tujuan kapal serta kecepatannya sesuai dengan SOP, sehingga bukan hanya kapal itu yang selamat sampai tujuan dengan kondisi yang prima, tetapi semua penumpang dapat mencapai tujuannya, bukan hanya tepat waktu tetapi juga dalam kondisi sehat dan dalam suasana menyenangkan. Kondisi demikian yang akan mendorong, baik pengemudi dan awak kapal serta penumpangnya akan melakukan tugas dan fungsinya masing- masing dengan senang hati. Indikatornya, para penumpang tidak akan keberatan jika diminta sejumlah biaya sebagai ongkos untuk menghadirkan kenyamanan pelayanan yang berkualitas. Bahkan, mungkin saja, jika sewaktu waktu ada kenaikan biaya atau extra-charge, mereka akan memberikannya dengan tangan terbuka seolah-olah itu merupakan kewajiban atau konsekuensi logis atas semua kenyamanan pelayanan yang diberikan manajemen kapal. Ilustrasi sederhana tersebut, mungkin tidak sepenuhnya tepat, tetapi juga tidak sepenuhnya salah karena organisasi publik memang tidak bisa serta merta disamakan dengan organisasi privat dalam pengelolaannya, sebagaimana kapal penumpang tersebut. Organisasi publik terkadang melakukan sejumlah hal yang tidak sepenuhnya menyenangkan masyarakat, setidaknya dalam jangka pendek dan dalam perspektif individu atau kelompok. Apa yang dilakukan oleh tangan-tangan kekuasaan pemerintahan juga tidak semuanya didasarkan pada kerelaan dari masyarakat, misalnya jika hendak menaikkan harga kebutuhan pokok seperti BBM. Diperlukan proses berliku untuk menolak kebijakan yang telah diberlakukan, sehingga tidak bisa serta merta dilakukan begitu ia diberlakukan. Berbeda dengan
  • 25. 15BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini organisasi privat yang harus mendasarkan pada prinsip suka sama suka atau tidak ada paksaan dalam proses memberi dan menerima. Simplifikasi tersebut lebih merupakan idealisasi sekaligus upaya untuk memudahkan pemahaman akan peran dan fungsi kebijakan publik dalam dunia keseharian. Ia bukan hanya sangat penting dari segi tujuannya, tetapi prosesnya juga penting, bahkan dalam sejumlah kasus terkadang lebih penting. Dari ilustrasi tersebut tergambar bahwa dalam proses mencapai tujuan itu ada serangkaian kegiatan yang terlihat sepele, tetapi sesungguhnya sangat substansial dan besar pengaruhnya. Bahwa proses pencapaian tujuan itu bukan sesuatu yang dipaksakan dengan ancaman tetapi sebagai sebuah proses alamiah atas dasar logika hubungan yang setara antara pihak manajemen kapal dengan penumpang dan stakeholders lainnya. Hubungan tersebut bukan hubungan subordinasi antara yang satu dengan yang lainnya. Hubungan demikian dalam organisasi publik atau penyelenggaraan pemerintahan sering disebut sebagai hubungan pemerintahan yang bukan atas-bawah dimana posisi pemerintah berada di atas sementara masyarakat berada di bawah. Di negara modern dan demokratis, hubungan yang polanya top-down bukan hanya dianggap usang dan tidak kompatibel dengan sistem yang ada, tetapi juga tidak sehat, setidaknya dalam jangka panjang karena berdampak buruk dan mengacaukan hakekat tujuan publik, sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi. Pola-pola hubungan pemerintahan model lama yang cenderung top-down dan otoritarian sudah bukan zamannya lagi diberlakukan untuk Indonesia yang sistemnya semakin demokratis. Misalnya ketika alat-alat kekuasaan, dengan menggunakan pola lama dianggap mampu secara efektif mengancam masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya dan menerima kualitas pelayanan yang diberikannya tanpa reserve, sekarang ini tidak bisa diberlakukan. Apalagi alat-alat kekuasaan itu kini tidak sekuat dulu oleh sistem yang ada, sehingga hubungan pemerintahan model lama jika digunakan akan kontraproduktif.
  • 26. 16 KEBIJAKAN PUBLIK Membangun Pelayanan Publik yang Responsif Paralel dengan kondisi tersebut muncul persoalan ketika model baru yang dipilih belum sepenuhnya mantap, sehingga di sana sini muncul anomali bahkan anarkhi sehingga bukan hanya produk pelayanan yang dihasilkan semakin buruk kualitasnya tetapi juga kapal yang selama ini digunakan untuk men-deliver pelayanan tidak bisa dioperasikan sebagaimana mestinya. Alasannya bermacam-macam, bukan karena kebijakannya yang tidak jelas tetapi soal lain seperti keterbatasan anggaran dan sumber daya dan sebagainya. Kondisi yang hampir mirip pernah terjadi di Indonesia tidak lama setelah reformasi bergulir paralel dengan pelaksanaan otonomi luas bagi daerah otonom dimana banyak masyarakat yang mengeluhkan buruknya kualitas pelayanan yang dihasilkan pemerintah seolah kualitas pelayanan dan model lama atau yang ada sebelumnya adalah lebih baik dan harus dipertahankan atau dihidupkan kembali. Kapal tersebut adalah ilustrasi sederhana mengenai bagaimana organisasi publik yang berperan penting menghantarkan penumpangnya sampai pada tujuan yang diharapkan. Dan yang jauh lebih penting, tetapi seringkali luput dari perhatian adalah sebuah proses rumit dalam mengantarkan penumpang ke tujuannya. Dalam proses tersebut kapal itu bukan hanya dipastikan harus dalam kondisi baik dan layak jalan, tetapi jugaharusdipastikanbahwaiamendapatsuplaibahanbakaryang cukup dan awak kapal yang kapabel. Pada dasarnya, semua itu merupakan kewajiban penumpang kapal untuk melakukannya, meskipun tidak harus dilakukan secara langsung. Salah satu caranya dengan membeli tiket dengan harga yang layak. Tidak cukup sampai disitu, para penumpang harus ikut mengawasi dan memberi informasi jika arah kapal itu menyimpang dari tujuannya atau melambat dalam kecepatannya. Sebaliknya, ketika para penumpang merasakan sejumlah persoalan, termasuk persoalan yang paling krusial, tidak perlu buru buru melakukan tindakan anarkhis atau protes dengan cara mengambil alih kemudi kapal, meskipun hal demikian dimungkinkan. Apapun cara yang dipilih bisa dipertimbangkan jika bisa memberi jalan keluar untuk mencegah kapal karam atau tenggelam, namun cara-cara yang tergolong drastis harus
  • 27. 17BAB I Kondisi Kebijakan Saat Ini dilakukan sebagai jalan terakhir (ultimum remedium). Selain ongkosnya sangat mahal, resikonya juga besar, jika tidak hati- hati kondisinya bisa lebih runyam dan kapal tersebut bukan hanya oleng dan salah arah, tetapi juga bisa karam atau bahkan tenggelam untuk selamanya. Semua pihak harus memastikan bahwa kapal itu berada dalam kondisi yang prima. Semua itu pada prinsipnya, adalah fungsi semua stakeholders kapal dan bukan hanya tugas nahkoda dan awak kapal dengan alasan para penumpang sudah membayar tiket dan tidak mau tahu akan kondisi, arah dan tujuan kapal, yang penting sampai pada tujuan yang dijanjikan. Inilah perbedaannya, jika kapal itu dimiliki dan dikelola berdasarkan manajemen organisasi publik dengan kapal yang dikelola organisasi privat. Sebuah kapal yang dikelola berdasarkan prinsip-prinisp organisasi privat, peran dan fungsi penumpang tidak seluas jika kapal itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen publik, meskipun dalam beberapa kasus banyak terjadi persamaan dan persinggungan yang sifatnya mendasar. Ilustrasi kapal - yang dipersamakan dengan kebijakan - disini adalah sebuah kapal yang dikelola berdasarkan prinsip- prinsip manajemen publik dimana penumpang kapal tidak boleh lepas tanggung jawab begitu ia telah membayar tiket atau ongkos yang ditetapkan dalam daftar tarif sesuai dengan kedudukan dan pelayanan yang dinikmati penumpang. Ada tanggung jawab setelah ia membayar ongkos kapal yaitu terus mengawasi dan bahkan meminta pertanggungjawaban terhadap proses jalannya kapal hingga sampai tujuannya. Mengapa demikian karena sejatinya para penumpang itu adalah secara bersama sama pemilik kapal, dan bukan orang lain sebagaimana yang terjadi di organisasi privat. Di dalam organisasi publik, hak dan kewajiban masyarakat yang dianalogikan dengan penumpang kapal tersebut tidak berhenti setelah ia melakukan transaksi berupa pembayaran tiket - yang dianalogikan dengan pajak – dalam jumlah sekian rupiah misalnya. Tidak ada kata pokoknya beres dimana tanggung jawab atau kewajiban itu dibebankan pada pihak lain yang telah