Peraturan perundang-undangan yang mengatur jati diri PNS guru antara lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengatur tentang hak, kewajiban, perlindungan, dan pengembangan profesi guru serta PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru yang lebih rinci mengatur tentang hak, kewajiban, perlindungan, dan kesempatan berperan guru dalam penentuan kebijakan pendidikan. PP No. 17 Tahun 2010 mengatur tent
1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG MENGATUR JATI DIRI PNS GURU
PNS - GURU
UU 43/1999 UU 20/2003 UU 14/2005
PP 53/2010 PP 19/2005 PP 74/2008
Permenpan 16/2009 PP 17/2010
PP 66/2010
Kepmendiknas 162/2003
Permendiknas 28/2010
Permendiknas 60/2011
KETERANGAN :
1. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
5. PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
6. PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
7. PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
8. PP No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas PP No. 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
9. Kepmendiknas No. 162 Tahun 2003 tentang Pedoman Penugasan Guru Sebagai
Kepala Sekolah.
2. 10.Permenpan No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya.
11.Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala
Sekolah.
KETUA LKBH PGRI
Ir. H. ACHMAD WAHYUDI, SH. MH.
TELP. (0333) 422999
HP. 081 358 734 666
3. PASAL-PASAL PENTING
A. UU no. 14 Tahun 2005 :
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan
bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan
pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko
lain
Pasal 41
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.”
(4) …….
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru
dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru .”
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.
B. PP No. 74 Tahun 2008 :
Pasal 26
Maslahat tambahan diperoleh dalam bentuk:
a. tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, atau penghargaan bagi Guru; dan
b. kemudahan memperoleh pendidikan bagi putra dan/atau putri Guru, pelayanan kesehatan,
atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 27
(1) Satuan pendidikan memberikan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf b berupa kesempatan dan/atau keringanan biaya pendidikan bagi putra dan/atau
putri kandung atau anak angkat Guru yang telah memenuhi persyaratan akademik, masih
menjadi tanggungannya, dan belum menikah.
4. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 39
(1) Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar
norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak
tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan
perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan,
baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah
pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik
yang pemberian sanksinya berada di luar kewenangan Guru, dilaporkan Guru kepada
pemimpin satuan pendidikan.
(4) Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peserta didik,
dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan untuk ditindaklanjuti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa
aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan
pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
(2) Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui perlindungan:
a. hukum;
b. profesi; dan
c. keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Masyarakat, Organisasi Profesi Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat saling
membantu dalam memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 41
(1) Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
orang tua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(2) Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan
yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap
profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam
melaksanakan tugas.
(3) Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan
pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan
kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Pasal 44
(1)Guru memiliki kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru.
(2)Kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan tetap mengutamakan pelaksanaan tugas proses
pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 45
(1) Guru memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di
tingkat:
a. satuan pendidikan;
b. kabupaten atau kota;
c. provinsi; dan
d. nasional.
5. (2) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan di tingkat satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya;
b. penetapan kalender pendidikan di tingkat satuan pendidikan;
c. penyusunan rencana strategis;
d. penyampaian pendapat menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban
anggaran dan pendapatan belanja sekolah;
e. penyusunan anggaran tahunan satuan pendidikan;
f. perumusan kriteria penerimaan peserta didik baru;
g. perumusan kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. penentuan buku teks pelajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat
kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi saran atau
pertimbangan tertulis ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional pendidikan daerah kabupaten atau kota.
(4) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat propinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi saran atau pertimbangan tertulis
ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional pendidikan daerah propinsi.
(5) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi saran atau pertimbangan tertulis
ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional pendidikan tingkat nasional.
(6) Saran atau pertimbangan tertulis ataupun lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) disampaikan baik secara individual, kelompok, atau melalui
Organisasi Profesi Guru, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. PP. No. 17 Tahun 2010
Pasal 29
(2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota;
b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota;
c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota;
d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati/walikota di bidang
pendidikan
Pasal 169
(1) Peserta didik berkewajiban:
……………………………..
i. menanggung biaya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan,
kecuali yang dibebaskan dari kewajiban.
……………………………..
6. Pasal 175
(2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga
kependidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam rangka
perluasan dan pemerataan akses pendidikan serta peningkatan mutu, daya saing,
dan relevansi pendidikan.
Pasal 188
(1) Peran serta masyarakat meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjadi sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan dalam
bentuk:
……………………………….
g. pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan pendidikan
dan/atau penyelenggara satuan pendidikan dalam menjalankan
fungsinya.
……………………………….
(5) Organisasi profesi dapat berperan serta dalam pendidikan melalui:
a. pengendalian mutu pendidikan profesi;
b. pemberian pertimbangan kurikulum program studi sarjana atau
diploma empat yang lulusannya berpotensi melanjutkan pada
pendidikan profesi;
c. pemberian pertimbangan kurikulum program studi kejuruan atau
vokasi yang relevan;
d. uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh
satuan pendidikan;
e. akreditasi program studi atau satuan pendidikan; dan/atau
f. peran lain yang relevan dengan keprofesiannya.
D. PP. No. 41 Tahun 2007
Pasal 14
……………………
(6) Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa
kecamatan
Pasal 17
(2) Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan
otonomi daerah.
Pasal 22
……………………
(4) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri dari:
a. bidang pendidikan, pemuda dan olahraga;
b. bidang kesehatan;
c. bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi
……………………
Pasal 35
…………………….
7. (6) Sekretaris kelurahan, kepala seksi pada kelurahan, kepala subbagian
pada unit pelaksana teknis, kepala tata usaha sekolah kejuruan dan
kepala subbagian pada sekretariat kecamatan merupakan jabatan
struktural eselon IVb.
(7) Kepala tata usaha sekolah lanjutan tingkat pertama dan kepala tata
usaha sekolah menengah merupakan jabatan struktural eselon Va.
8. KETUA LKBH PGRI BANYUWANGI
Ir. H. ACHMAD WAHYUDI, SH. MH.
TELP. (0333) 422999
HP. 081 249 072 888
• semua pelanggaran guru yang berhubungan dengan profesi guru (di/dalam
kelas, lingkungan sekolah, yang masih ada hubungan dengan/berkaitan
dengan hubungan guru-murid – murid-guru, proses berlajar-mengajar, serta
hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai hubungan guru-nurid – murid-guru),
maka harus dilaporkan ke kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia
(DKGI)
• perselisihan antara masyarakat dengan guru terkait profesi guru, maka harus
dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).
• jika kesalahan/pelanggaran yang dilakukan guru tak berhubungan dengan
profesi guru, misalnya narkoba, pembunuhan, hingga teroris, atau
pelanggaran hukum lainnya, maka polisi langsung memproses tanpa
melewati DKGI; DKGI kabupaten – kota.
• Selanjutnya, DKGI menjalankan proses penegakan kode etik hingga tahap
persidangan; hasil dari persidangan, bisa berujung pemberian sanksi, sanksi
administrasi, kepegawaian, hukum pidana; masing-masing sanksi (kategori
ringan, sedang, berat), ditetapkan berdasar keputusan DKGI.
• Jika putusan sidang di Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI )
menjatuhkan vonis atau pun sanksi, yang nyata-nyata melanggar hukum
(yang berlaku di NKRI), maka diserahkan ke pihak kepolisian; guru juga
memiliki hak banding atas putusan tersebut.