Dokumen tersebut membahas tentang visi Indonesia 2045 untuk menjadi negara maju, tantangan dalam mencapai indeks kebijakan global yang baik, aktor dan perspektif mereka dalam kebijakan publik, serta permasalahan yang sering terjadi dalam praktik kebijakan seperti konflik, inkonsistensi, dan ketidakjelasan. Dokumen ini menegaskan pentingnya pendekatan ilmiah dalam pembuatan kebijakan berbasis bukti agar tujuan
1. Urgensi
Urgensi
Urgensi
Urgensi Kajian
Kajian
Kajian
Kajian Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan sebagai
sebagai
sebagai
sebagai Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Pengambilan
Pengambilan
Pengambilan
Pengambilan Kebijaka
Kebijaka
Kebijaka
Kebijakan
n
n
n
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi
Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan pada “FGD Informasi Pengumpulan Usulan Kajian
Kebijakan Tahun 2023”, diselenggarakan oleh Pusat PSK-ATRP
Kementerian ATR/BPN
Jakarta, 16 November 2022
2. Visi
Visi
Visi
Visi Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia 2045
2045
2045
2045
TRANSFORMASI MENJADI NEGARA MAJU
VISI INDONESIA 2045
Pertumbuhan ekonomi 5,7 % per tahun
Pendapatan per kapita Rp. 27 juta/bulan
Perekonomian terbesar ke-5 di dunia
Keluar dari middle-income trap
Kemiskinan mendekati 0 %
Pendorong Pertumbuhan
1) Industri Pengolahan
2) Pariwisata
3) Ekonomi Kreatif dan
Digital
Ketangguhan Ekonomi
1) Poros Maritim Dunia
2) Ketahanan Pangan
3) Ketahanan Energi
4) Ketahanan Air
5) Lingkungan Hidup
Pembangunan Inklusif
1) Pengentasan Kemiskinan
2) Pemerataan Pendapatan
3) Pemerataan Wilayah
Pembangunan Institusi
1) Pemantapan Birokrasi
2) Demokrasi Substansial
3) Rule of Law
Sumber: Bappenas (2019), diolah
5. keduanya tidak terisolasi dan selalu
berinteraksi
Birokrat dan politisi
Dalam sistem diktator sekalipun,
tidak ada kebijakan yang dibuat oleh
aktor tunggal
AKTOR
KEBIJAKAN
Kecenderungan
Ideologi & kepentingan
Ideological Inclination
Bidang keahlian,
kompetensi dan
pengalaman
Professional Expertise
Hubungan dengan
aktor kebijakan yang
lain
Personal Affinity or
Antipathy
Seberapa
menguntungkan /
merugikan sebuah issu
thd organisasi
Impact of the issue to
the organization
Perspektif Aktor thd Kebijakan Publik
7. Permasalahan
Permasalahan
Permasalahan
Permasalahan Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
Kebijakan
Terdapat pasal atau ketentuan yang nyata-nyata
bertentangan dengan peraturan lainnya
Konflik
Terdapat ketentuan atau pengaturan yang tidak
konsisten dalam satu peraturan perundang-undangan
beserta turunannya
Inkonsisten
Terdapat ketidakjelasan pada objek dan subjek yang
diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan rumusan
bahasa serta sistematika yang tidak jelas.
Multitafsir
Regulasi tersebut tidak memiliki daya guna, namun
peraturan tersebut masih berlaku atau peraturan
tersebut belum memiliki peraturan pelaksana.
Tidak
operasional
KEBIJAKAN
YANG
BERBASIS
BUKTI
(masih kurang)
Sumber: Bappenas (2015)
8. Relasi Policy Analyst – Policy Maker
Policy
Makers
Policy
Analysts
o Keengganan pengambilkebijakan
menggunakan hasil penelitian kebijakan;
o Pelaku kebijakan tidakcukup memiliki
kapasitas dan idealismemelakukan
reformasikebijakan;
o Kedekatan denganbirokrasi akan
mendistorsi idealisme & visi jangka
panjang darI kerja akademis.
o Peneliti kebijakan tidak mengerti detil
persoalan di lapangan, serta gagal
menangkap komplikasi realitas politik
mikro & prosedur administrasi yang
renik;
o Hasil kajian para peneliti kebijakan
terlalu akademis, normatif, dan
abstrak.
Evidence-
basedpolicy
Sumber: Fadillah Putra dan Anwar Sanusi, 2019, Analisis Kebijakan Publik Neo-Institusionalisme: Teori dan Praktek, Jakarta: LP3ES
9. Urgensi Pendekatan Ilmiah dalam Pembuatan Kebijakan
TEORI
Model
Kerangka
Pikir
Kebijakan
publik yang
berkualitas
Rendahnya kualitas kebijakan adalah cermin dari
dangkalnya aspek teoretis yang digunakan dalam
analisis kebijakan publik
Sumber: Fadillah Putra & Anwar Sanusi (2019)
Kejelasan teori diturunkan kedalam Kerangka Pikir,
untuk memberi arah dan orientasi terhadap analisis
dan pertanyaan penelitian.
Model disusun untuk menguji, mengoreksi, dan
memperbaiki sebuah teori (dan kerangka pikir).
Maknanya, sebuah kebijakan yang baik tidak mungkin
bisa diwujudkan tanpa memiliki akar teori yang kuat.
Namun, teori saja sangat tidak cukup. Ia harus
direkonstruksi dalam sebuah Kerangka Pikir agar dapat
bekerja (workability).
12. Unintended Consequences of Policy
Pada tahun 1989, Pemda Mexico City
menerapkan kebijakan pengendalian
polusi udara dengan melarang para
pengemudi mengendarai satu hari
kerja/minggu. Pelanggarnya dikenakan
denda besar.
Ternyata, banyak orang membeli mobil
yang lain – pada umumnya mobil bekas
dengan emisi tinggi – hanya untuk
menghindari dari pelanggaran terhadap
kebijakan tsb.
Dalam hal ini, keputusan pengemudi
untuk menambah mobil justru
menimbulkan eksternalitas negatif
berupa polusi udara yang semakin parah.
Kajian kebijakan diperlukan untuk
menghindari atau meminimalisir “dampak
tak termaksud” atau konsekuensi yang
tidak direncanakan (konsep ini salah
satunya diperkenalkan oleh Robet K.
Morten dalam tulisannya berjudul The
Unanticipated Consequences of Purposive
Social Action).
13. Pembangunan sarana dan prasarana Jalan Tol membawa dampak mematikan UMKM di jalan umum yang sebelumnya
dilalui pengendara jarak jauh. Artinya gagal dalam memberikan spill-over effect atau efek limpahan bagi masyarakat
dari keberadaan jalan tol tersebut.
14. Idealita vs Realita Penyusunan Kebijakan
Idealita Realita
Policy making is based on
EVIDENCE
Policy making is based on:
Intuition
Common sense
Experience
Ideology
Public opinion
Political interests that can swing from
one end of the spectrum to the other
for the sake of rent seeking.
15. Sejarah EBP
Terdapat proposisi bahwa pengetahuan yang handal adalah instrumen
untuk mewujudkan kebijakan yang berkualitas. Ilmu sosial (ekonomi,
sosiologi, politik, psikologi dll) berkembang pesat dan ilmuwan sosial
terlibat dalam berbagai aktivitas reformasi kebijakan.
Namun, hasilnya masih belum optimal karena penelitian sosial yang
tidak memadai, serta kapasitas implementasi dan koordinasi yang buruk
dari lembaga pemerintah. Itulah sebabnya, penggunaan data kuantitatif
dan metode eksperimental sangat dianjurkan sebagai sarana untuk
memberikan bukti (evidence) yang lebih tepat dan andal bagi para
pembuat keputusan.
Sumber: Brian W. Head (2010), Reconsidering evidence-based policy: Key issues and challenges,
“Policy and Society”, 29:2, 77-94
16. Saya ingin mengakhiri
mengambil kebijakan yang
berwarna ideologi.
Kebijakan publik dibawah
pemerintahan saya haruslah
yang problem solving. Ia
harus evidence-based
policy. Ia harus kebijakan
yang berdasar pada bukti,
pada data, dan pada riset.
Saya meyakini, kebijakan
publik akan lebih melayani
kepentingan masyarakat
jika ia bersandar pada
prosedur ilmiah, bukan
giringan ideologi.
Tony Blair (PM Inggris,
2 Mei 1997 – 27 Juni 2007)
Sumber: UK Cabinet Office, 1999, Professional
policy making for the twenty first century.
London.
17. Karakteristik Evidence yang Baik
ROBUST
METHODOLOGY
Research Capacity.
SUFFICIENT TIME
Good Data
TRANSPARENCY
Independence
“Essential ingredients” of evidence
Sumber: Banks, 2009
Court et.al.
(2006: 33)
Availability,
Accuracy,
Objectivity,
Credibility,
Generalizability,
Relevance.
19. Karakteristik Kajian Kebijakan yang Baik
Kualitas Kebijakan
Kesesuaian
dengan ekspektasi
Berorientasi aksi
Tantangan
terhadap status
quo.
Karakteristik
Karakteristik
Karakteristik
Karakteristik Kajian
Kajian
Kajian
Kajian
yang
yang
yang
yang Bermanfaat
Bermanfaat
Bermanfaat
Bermanfaat
20. Agar Kajian Kebijakan Berdampak
Memahami kebutuhan pembuat kebijakan
Fokuskan pada temuan yang paling penting dan
paling dibutuhkan oleh pembuat kebijakan
Meningkatkan budaya diskusi dan debat
terbuka
Memahami proses kebijakan
Mengkomunikasikan temuan secara efektif
Agar hasil kajian
kebijakan
dimanfaatkan
oleh policy maker