BAB I memperkenalkan latar belakang pentingnya ketahanan pangan di Indonesia. Beberapa poin pentingnya adalah: (1) Ketahanan pangan merupakan hal strategis untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di suatu negara, (2) Indonesia belum mampu mencapai ketahanan pangan meski telah menetapkan program-program prioritas, (3) Distribusi pangan yang belum merata antar daerah menjadi masalah utama, (4) Tingkat
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan
1. i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................ i
DAFTAR TABEL........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. .... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Urgensi dan Pengaruh Ketahanan Pangan.................................................... 4
C. Sistematika Penulisan.................................................................................... 12
BAB II ANALISIS TERHADAP KONDISI KETAHANAN PANGAN ................ 14
A. Definisi Ketahanan Pangan ........................................................................... 18
B. Komponen Ketahanan Pangan ...................................................................... 18
1. Komoditas Pangan.................................................................................... 19
2. Institusi Terkait ........................................................................................ 23
3. Integrasi Kebijakan .................................................................................. 25
4. Cakupan Wilayah Penanganan Ketahanan Pangan.................................. 26
C. Inventarisasi Permasalahan-Permasalahan Umum Ketahanan Pangan......... 27
BAB III PEMETAAAN INDIKATOR-INDIKATOR KETAHANAN PANGAN
A. Dimensi Ketersediaan Pangan (Food Availibility)........................................ 29
B. Indikator Akses Terhadap Pangan (Food Access)......................................... 34
C. Indikator Penyerapan Pangan (Utilization) ................................................... 37
D. Dimensi Kerentanan Pangan ......................................................................... 40
BAB IV STRATEGI KEBIJAKAN PANGAN NASIONAL DI TENGAH
KETIDAKPASTIAN GLOBAL
A. Pendahuluan.................................................................................................. 42
B. Dinamika Ekonomi Pangan Global .............................................................. 43
C. Implikasi Akademis dan Kebijakan Pangan ................................................. 46
D. Rekomendasi Kebijakan dan Langkah Strategis........................................... 49
BAB V PENCIPTAAN KELEMBAGAAN PANGAN GUNA MENDUKUNG
PROGRAM KETAHANAN PANGAN
2. ii
A. Pendahuluan.................................................................................................. 57
B. 7 Langkah Operasional Guna Tuntaskan Masalah Pangan........................... 59
C. Tantangan dan Masalah Dalam Ketahanan Pangan...................................... 64
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 66
B. Rekomendasi Perbaikan Ketahanan Pangan Kedepan.................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3. iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Program Ketahanan Pangan di Beberapa Provinsi di Kalimantan ............ 3
Tabel 2.1. Pencapaian Ketahanan Pangan menurut fungsi operasional dalam
PP No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan.................................. 15
Tabel 2.2. Komoditas Unggulan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur ................... 22
Tabel 2.3. Sendi-Sendi Ketahanan Pangan dan Unit Kerja yang Terlibat.................. 23
Tabel 3.1. Rasio Konsumsi Normatif Perkapita Per Hari Terhadap Ketersediaan
Bersih Serealia ........................................................................................... 30
Tabel 3.2. Kondisi Ketahanan Pangan di Pulau Kalimantan Berdasarkan Tingkat
konsumsi normatif terhadap ketersediaan serealia (Data FIA, 2005) ....... 31
Tabel 3.3. Pemenuhan Kebutuhan Konsumsi Komoditas Utama di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2007...................................................................................... 32
Tabel 3.4. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun 2005 – 2007 ........ 34
Tabel 3.5. Kategorisasi Ketahanan Pangan Berdasarkan Jumlah Rumah Tangga Miskin
Menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006.... 35
Tabel 3.6. Persentase Keluarga Miskin dan Indeks Infastruktur Pada Beberapa
Kabupaten di Kalimantan Timur Tahun 2003 – 2004................................ 36
Tabel 3.7. Angka Kematian Bayi (2000-2005) dan Harapan Hidup (2005-2006)
Menurut Provinsi........................................................................................ 38
Tabel 3.8. Kondisi Ketahanan Pangan di Pulau Kalimantan Berdasarkan Angka
Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup................................................ 39
Tabel 3.9. Kategori Penyerapan Pangan Beberapa Kabupaten di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2004...................................................................................... 39
Tabel 5.1. Desa Mapan Provinsi Kalimantan Timur .................................................. 61
4. iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Peta Karya Sistem Ketahanan Pangan ................................................... 9
Gambar 2.1. Potensi Hasil Bumi dan Laut Indonesia Secara Umum ......................... 21
Gambar 2.2. Kelembagaan Ketahanan Pangan didaerah, 2008 .................................. 25
Gambar 2.3. Wilayah Cakupan Penanganan Ketahanan Pangan, 2008...................... 26
Gambar 3.1. Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Akses Pangan
Tahun 2003 - 2004.................................................................................. 37
Gambar 3.2. Kondisi Kerentanan Pangan Beberapa Kabupaten di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2003 – 2004...................................................................... 40
5. v
KATA PENGANTAR
Buku ini merupakan proceeding dari hasil seminar forum SANKRI mengenai ketahanan
pangan yang mengangkat judul “Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju
Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan” yang diselenggarakan oleh
PKP2A III LAN Samarinda bekerjasama dengan Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan
Timur. Seminar ini didasari oleh pemikiran untuk meningkatkan daya saing daerah, yang
sangat tergantung kepada kemampuan daerah dalam menentukan faktor-faktor yang dapat
digunakan sebagai ukuran daya saing daerah, serta berangkat dari kemampuan daerah
menetapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian suatu
daerah terhadap daerah-daerah lain, dengan memadukan konsep pembangunan wilayah
yang pada akhirnya nanti diharapkan dapat memunculkan komoditas - komoditas
andalan/ unggulan dari wilayah pengembangan yang bersangkutan.
Ketahanan pangan merupakan hal yang paling penting dan staregis, karena berdasarkan
pengalaman dibanyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat
melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan ketahanan
pangan terlebih dahulu.
Walaupun Indonesia merupakan negara agraris dan maritim dengan sumber daya alam
dan sosial budaya yang beragam, tapi pada kenyataannya Indonesia merupakan negara
pengimpor pangan terbesar di Indonesia. Dari awal terbentuknya negara ini sampai
dengan sekarang masalah ketahanan pangan tidak pernah hilang, baru-baru ini saja belum
hilang dibenak kita, sebagai negara penghasil padi terbesar kita masih melakukan impor
beras ke negara tetangga, hal ini tentu saja membawa banyak dampak negatif, salah
satunya harga beras petani kita yang menurun karna harus bersaing dengan beras impor
menyebabkan para petani mengalami kerugian karena harga jual tidak dapat menutupi
harga produksi mereka. Sedangkan masalah ketahanan pangan yang terjadi pada skala
makro, adalah timbulnya permasalahan pada kehidupan masyarakat, dengan ditandai
sulitnya mata pencaharian, daya beli masyarakat menurun tajam yang menjadi penyebab
tingginya tingkat kriminalitas.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka kebijakan umum pemantapan
ketahanan pangan diarahkan untuk mengatasi tantangan dan masalah yang menghambat
proses dan kinerja dari sub-sub sistem ketahanan pangan
Sukses pelaksanaan program ketahanan pangan memang tidak dapat hanya dilihat dari
aspek produksi padi atau aspek ekonomi semata. Berdasarkan pengertian dan maknanya,
ketahanan pangan antara lain tercermin dari ketersediaan pangan secara cukup, baik
dalam jumlah maupun kualitas dan keragaman pangan yang dikonsumsi. Selain itu, juga
tercermin dari ketersediaan tanaman pangan, tanaman pangan dari sektor perkebunan,
hasil perikanan dan peternakan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, sampai faktor
distribusi.
6. vi
Berangkat dari hal diatas maka upaya-upaya peningkatan produksi pangan yang berbasis
pada kekayaan sumber daya domestik menjadi salah satu program prioritas pemerintah
yang berkesinambungan. Dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional pemerintah
harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar
daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pemasukan pangan.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor harus berperan secara
aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan masyarakat untuk meningkatkan
strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Akhir kata, kami menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat kami nantikan
dengan tangan dan hati terbuka lebar. Walaupun kami sadar bahwa buku ini masih sangat
dangkal, kami tetap berharap bahwa karya sederhana ini dapat menghasilkan manfaat
yang optimal bagi bangsa dan negara umumnya dan kalimantan pada khususnya.
Samarinda, Nopember 2008
Kepala PKP2A III LAN Samarinda
Dr. Meiliana, SE., MM
7. Proceeding Seminar Forum SANKRI
1 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mencuatnya persoalan ketahanan pangan akhir-akhir ini semakin menjauhkan cita-cita
Undang-Undang untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan makmur serta
gambaran bahwa negara ini belum terurus dengan baik. Meskipun saat ini pemerintah
telah memprioritaskan ketahanan pangan ke dalam 3 (tiga) agenda penting pembangunan
pertanian. Namun, upaya nyata sampai saat ini belum terlihat. Ketahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
ketersediaan pangan yang cukup, jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena
berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun
yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan
ketahanan pangan terlebih dahulu.
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan berdasarkan amanat Undang-Undang No. 7 Tahun
1996 tentang pangan yang meliputi ketersediaan, distribusi, dan konsumsi merupakan
langkah awal untuk menekan kerawanan pangan yang saat ini bergejolak. Sehingga
sangat diperlukan pengkajian mendalam terhadap mekanisme-mekanisme lain yang
secara holistik turut memberi andil terhadap upaya penguatan ketahanan pangan ini.
Gambar 1. Faktor-Faktor Kunci Yang Sangat Berpengaruh Pada Sistem Ketahanan
Pangan
Sukses pelaksanaan program ketahanan pangan memang tidak dapat hanya dilihat dari
aspek produksi padi atau aspek ekonomi semata. Berdasarkan pengertian dan maknanya,
ketahanan pangan antara lain tercermin dari ketersediaan pangan secara cukup, baik
dalam jumlah maupun kualitas dan keragaman pangan yang dikonsumsi. Selain itu, juga
8. Proceeding Seminar Forum SANKRI
2 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
tercermin dari ketersediaan tanaman pangan, tanaman pangan dari sektor perkebunan,
hasil perikanan dan peternakan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, sampai faktor
distribusi.
Terkait dengan produksi saat ini pemerintah berupaya menambah ketersediaan bahan
pangan dengan menetapkan program swasembada dengan 5 (lima) komoditas penting
yaitu, jagung, kedelai, padi, daging sapi, serta gula. Berdasarkan laporan terakhir tercatat
telah terjadi peningkatan produksi terhadap komoditas tersebut (dengan laju peningkatan
antara 1- 5 %, kecuali kedelai). Namun, sekalipun ketahanan pangan ditingkat nasional
(dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dan konsumsi total) relatif telah dapat
dicapai, pada kenyataannya ketahanan pangan dibeberapa daerah tertentu dan ketahanan
pangan dibanyak keluarga masih sangat rentan. Hal ini diakibatkan pola distribusi pangan
yang belum merata ke daerah-daerah kurang pangan karena banyak faktor baik disengaja
(terjadi penimbunan pangan guna memainkan harga) maupun tidak disengaja
(aksessibilitas, kemudahan, serta sarana transportasi yang cukup sulit untuk menjangkau).
Kemudian diperparah dengan tingkat pengetahuan konsumsi (gizi) yang rendah
mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit seperti busung lapar (kwashiorkor),
kekurangan zat besi (anemia), kekurangan yodium, dan lain-lain mengindikasikan
rapuhnya sistem ketahanan pangan di negeri ini. Sebagai sampel di Kalimantan Timur
sendiri berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan 16 indikator yang terbagi
menjadi 4 (empat) dimensi Yaitu, ketersediaan, akses, pemanfaatan dan penyerapan, serta
kerentanan pangan mencatat 2 (dua) kabupaten yang dikategorikan cukup rawan pangan
yaitu Kabupaten Pasir dan Kutai Timur. Situasi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut
karena akan berdampak pada kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang pada
gilirannya menurunkan daya saing serta kompetensi bangsa. Sehingga penguatan
ketahanan pangan secara terintegrasi adalah solusi untuk mewujudkan ketahanan nasional
dan upaya untuk mencapai kualitas manusia yang berkualitas tinggi.
Bagi 60 persen penduduk Indonesia di pedesaan, kebutuhan pangannya berbasis sumber
daya lokal. Kearifan lokal ini berperan sebagai mitigasi kerawanan pangan (Food
Insecurity). Namun, belakangan, kearifan lokal acap dilupakan karena pemerintah secara
tidak langsung menggiring pola konsumsi penduduk berbasis beras (nasi). Muaranya,
muncul persepsi bias pangan menjadi identik beras saja karena dianggap makanan pokok.
Tak perlu heran saat pemerintah mengekspos Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity
Atlas/ FIA) Nasional 2005, dari sekitar 265 Kabupaten di Indonesia, > 100 di antaranya
masuk kategori rawan pangan utama. Wajar jika banyak orang terperangah mendengar
terjadi rawan pangan di beberapa kabupaten surplus pangan. Mereka lupa, salah satu
indikator daerah rawan pangan adalah tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
sehingga dapat memunculkan masalah pada pemanfaatan pangan berbasis sumber daya
lokal.
Faktor lain yang juga menjadi kunci pokok rapuhnya ketahanan pangan dalam negeri
adalah politik pangan yang terkait dengan kebijakan pemerintah yang menyentuh
kebijakan fiskal dengan menghapus barrier to entry terhadap komoditi import yang
terkesan tidak terencana mengakibatkan kondisi pangan dalam negeri dapat dengan
mudah dikontrol oleh mekanisme pasar luar negeri yang telah terbukti dengan
9. Proceeding Seminar Forum SANKRI
3 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
meningkatnya harga kedelai dan beberapa komoditi lainnya. Sehingga perlu ada
pengkajian ulang atas kebijakan ini, dikarenakan kualitas dan kuantitas pangan lokal
beberapa tahun terakhir menunjukkan perbaikan yang menggembirakan sisa mekanisme
pengembangan dan pengaturan lebih lanjut dari segenap sektor dalam mendukung
perbaikan sistem ini.
Penguatan ketahanan pangan sangat diperlukan karena akan menyentuh seluruh dimensi
hingga yang terkecil sekalipun. Kerawanan gizi, stabilitas perekonomian daerah,
pendidikan, angka kemiskinan, skema politik, keamanan pangan adalah contoh kecil
level yang akan disentuh jika mekanisme ketahanan pangan ini berhasil. Sebenarnya
sistem penguatan ketahanan pangan telah dibangun sejak dulu, namun masih bersifat
segmental dan fragmental. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan serta rencana strategis multi
sektor dalam mengintegrasikan seluruh komponen secara bottom to up level, karena kita
tidak sedang akan memulai tapi memperbaiki mekanisme yang telah terbangun.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan Pasal 13
ayat 1 tertulis dengan jelas bahwa ”Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota,
dan atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan
memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat”. Kesemuanya ini dibangun secara berkesinambungan serta menjadi prioritas
pembangunan daerah. Berbekal PP tersebut semestinya ketersediaan pangan yang cukup,
aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, ketahanan pangan menjadi agenda penting
bagi pemerintah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, berbagai upaya diantaranya
pembagian bibit unggul, kemudahan pembiayaan, perbaikan infrastruktur, Jaminan pasar,
dan pemantauan stabilitas (intelijen pasar) dari pemerintah diharapkan dapat turut
menstimulan petani untuk mulai membangun kembali usaha taninya sebagai salah satu
bentuk political will pemerintah kepada petani. Saat ini kita tidak boleh terburu-buru
dalam bertindak mengatasi persoalan ketahanan pangan, perlu perencanaan matang
dengan disertai evaluasi faktor-faktor “X” yang dapat menghambat ataupun mendukung
pemulihan ketahanan pangan.
Adapun beberapa program-program yang dilakukan di beberapa Provinsi di Kalimantan
dalam upaya peningkatan ketahanan pangan, yaitu :
Tabel 1.1
Program Ketahanan Pangan di Beberapa Provinsi di Kalimantan
Provinsi Program Ketahanan Pangan
Kalimantan Selatan • Pengembangan Lumbung Pangan Keluarga
• Penguatan Permodalan Lembaga Usaha Ekonomi
Pedesaan (LUEP)
• Peningkatan Produksi
Kalimantan Barat • Pengembangan Sistim Distribusi pangan
• Pengembangan Gerakan Peningkatan Produksi
10. Proceeding Seminar Forum SANKRI
4 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
• Perluasan Lahan dan Pengembangan Lahan Pertanian
Terpadu
Kalimantan Tengah • Peningkatan Kapasitas Produksi
• Mengaktifkan potensi lahan melalui usaha intensifikasi
dan diversifikasi
• Kemudahan Akses dan Distribusi guna mendorong
pemerataan
Pemerintah Daerah khususnya di Kalimantan Timur sendiri telah mengupayakan program
ketahanan pangan dimana intinya adalah berusaha menjamin ketersediaan pangan serta
kemudahan/ kelancaran akses dan distribusi pangan. Selain itu, penggalakan program
pemanfaatan pangan lokal yang menjadi komoditi andalan daerah akan mampu
mengurangi ketergantungan pasokan dari luar. Pembangunan pangan diupayakan pada
terciptanya swasembada pangan dengan didukung jenis-jenis komoditi lokal-strategis
yang kemudian mampu membangun potensi dan daya saing daerah. Jika hal ini dapat
dilakukan, maka bukan hanya PAD yang dapat teroptimalkan, namun juga kesejahteraan
masyarakat secara lebih progresif dan merata. Dan inilah hakikat yang sejati dari
kebijakan otonomi daerah seluas-luasnya.
Kemampuan untuk meningkatkan daya saing daerah, sangat tergantung kepada
kemampuan daerah dalam menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai
ukuran daya saing daerah. Selain itu, juga ditentukan oleh kemampuan daerah dalam
menetapkan kebijakan untuk meningkatkan daya saing perekonomian suatu daerah relatif
terhadap daerah-daerah lain, dengan memadukan konsep pembangunan wilayah yang
pada akhirnya nanti diharapkan dapat memunculkan komoditas - komoditas andalan/
unggulan dari wilayah pengembangan yang bersangkutan.
Atas dasar pemikiran di atas serta menyikapi pengaruhnya terhadap perkembangan
daerah, maka dipandang perlu untuk menyusun suatu proceeding tentang Strategi
Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis
Komoditas Unggulan.
B. Urgensi dan Pengaruh Ketahanan Pangan Dalam Lingkup Negara dan Daerah
Jika kita berbicara arti penting ketahanan pangan maka kita akan mengacu pada efek
yang ditimbulkannya (positif maupun negatif) secara langsung ataupun tidak langsung
dan memberikan berpengaruh secara lebih luas. Ketahanan pangan dibangun pada tiga
pilar utama yaitu, produksi, distribusi, dan konsumsi dimana pemenuhan atas ketiga pilar
tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk
membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera.
Ketahanan pangan juga merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dimana
semakin baik kondisi ketahanan pangan disuatu negara maka semakin baik atau dapat
dikatakan semakin sukses negara tersebut dalam membangun/ mengelola masyarakatnya.
Disamping itu, semakin baik dan tangguhnya penanganan ketahanan pangan maka akan
11. Proceeding Seminar Forum SANKRI
5 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
menimbulkan efek penetesan (tricle down effect) terhadap pembangunan serta
perkembangan sektor-sektor lainnya. Ada tiga alasan penting yang melandasi pentingnya
pembangunan ketahanan pangan (Permana, 2006), yaitu :
1. Akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah
satu pemenuhan hak azasi manusia.
2. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan
sumberdaya manusia yang berkualitas.
3. Ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan
nasional suatu negara yang berdaulat.
Arti penting ketahanan pangan tersebut juga perlu ditambahkan bahwa ketahanan pangan
memegang posisi strategis dalam menjaga keutuhan, integritas, serta loyalitas kehidupan
berbangsa dan bertanah air sebab masyarakat ataupun daerah akan tetap loyal dan setia
kepada negara kesatuan jika pemenuhan kebutuhannya dapat terpenuhi secara merata,
adil dan proporsional.
Kondisi ketahanan pangan yang tangguh dicirikan dengan semakin menurunnya jumlah
rumah tangga miskin serta berkurangnya kasus kelaparan, gizi buruk, angka kematian
bayi, dan meningkatnya Human Development Index (HDI) daerah secara keseluruhan.
Untuk itu, ketahanan pangan sebagai pilar yang menggambarkan eksistensi dan
kedaulatan suatu negara memerlukan peran serta seluruh komponen bangsa, yaitu
pemerintah dan masyarakat, sepakat untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan
nasional. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis dan desentralistis saat ini, pelaku
utama pembangunan pangan mulai dari produksi, penyediaan, distribusi dan konsumsi
adalah masyarakat, sedangkan pemerintah lebih berperan sebagai inisiator, fasilitator,
serta regulator, agar kegiatan masyarakat yang memanfaatkan sumber daya nasional
dapat berjalan lancar, efisien, berkeadilan dan bertanggungjawab.
Pembangunan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari peran sektor pertanian
sebagai penghasil berbagai komoditas pangan baik nabati maupun hewani sejak awal
peradaban manusia menjadi kontributor utama dalam penyediaan pangan. Dengan jumlah
penduduk yang cukup besar dan terus berkembang, sektor pertanian diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan pangan yang cukup besar dan terus berkembang dalam jumlah,
keragaman dan mutunya. Disamping itu sumberdaya lahan dan sumberdaya perairan
yang menjadi basis kegiatan sektor pertanian semakin terdesak dengan adanya konversi
lahan untuk kebutuhan non pertanian serta penurunan kualitas sumberdaya lingkungan
yang menjadi semakin parah, yang menyebabkan ketersediaan air untuk pertanian
semakin menyusut dan kecenderungan menurunnya kesuburan tanah.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk (tingkat pertumbuhan 1,35 % pertahunnya)
berarti kebutuhan akan makanan/ pangan juga akan meningkat (bahkan selera, kualitas,
keamanan, dan keragaman pangan pun meningkat) sehingga negara ataupun suatu daerah
berkewajiban untuk dapat memenuhi atau menyediakan kebutuhan warganya tersebut.
Perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta
tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat
ternyata banyak dipengaruhi faktor-faktor peningkatan jumlah penduduk, infrastruktur,
perubahan iklim, besarnya ongkos produksi dan distribusi, manajemen persediaan yang
12. Proceeding Seminar Forum SANKRI
6 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
masih kurang, perubahan ekonomi dan politik, pengetahuan, juga faktor sosial dan
budaya. Pada tingkat global saat ini terjadi kelangkaan pangan yang cukup parah, dimana
tercermin dari harga pangan yang membumbung naik dan ketersediaannya yang cukup
terbatas di pasaran, sehingga berakibat pada kondisi ketahanan pangan yang
menghawatirkan dan mengarah pada keadaan kritis pangan. Kebijakan-kebijakan umum
yang dilakukan pada beberapa negara yaitu, meningkatkan produksi pangannya,
menerapkan tarif 0 % pada pangan impor, memperlancar arus distribusi pangan, serta
mencoba mengalihkan konsumsi pangan (pangan substitusi) ke pangan-pangan alternatif.
Issu pangan yang merebak di akhir tahun 2007 dan diawal tahun 2008 berupa menipisnya
stok pangan dunia, meningkatnya impor beras ditingkat dunia, tingginya harga pangan
ditingkat internasional, adanya kasus global warning, tingginya harga pakan ternak,
beralihnya penggunaan jagung menjadi bio energi (bio-fuel), terjadinya bencana alam
diberbagai negara belahan dunia, dan lainnya akan mempengaruhi kondisi ketahanan
pangan nasional tahun 2008 yang telah memicu krisis harga pangan di tingkat dunia.
Meskipun saat ini diklaim bahwa produksi pangan mengalami peningkatan namun,
dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan dimana saat ini terjadi kompetisi /
perebutan antara pemenuhan kebutuhan manusia, pemenuhan kebutuhan pakan ternak,
serta pemenuhan kebutuhan akan energi alternatif alami (bio-fuel) maka dapat dipastikan
kapasitas produksi yang ada justru mengalami penurunan. Apalagi adanya faktor-faktor
potensial yang dapat menjadi penyebab kapasitas produksi pangan nasional ke depan
mengalami penurunan yaitu : (1) berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan
non pertanian (khususnya di Pulau Jawa); (2) menurunnya kualitas dan kesuburan lahan
akibat kerusakan lingkungan; (3) semakin terbatas dan tidak pastinya penyediaan air
untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan; (4) rusaknya sekitar 30 % prasarana
pengairan; (5) persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan
pemukiman; (6) tidak adanya jaminan pasokan dan harga gas untuk memproduksi pupuk
yang cukup; (7) tidak terealisasinya harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi; (8)
terbatasnya fasilitas permodalan di pedesaan dan meningkatnya suku bunga kredit
ketahanan pangan (KKP) rata-rata 2 %; (9) lambatnya penerapan tekonologi akibat
kurangnya insentif ekonomi; (10) rendahnya kemampuan mengelola cadangan pangan;
(11) masih berlanjutnya pemotongan ternak betina produktif; (12) adanya gangguan hama
dan penyakit pada tanaman dan ternak; (13) masih luasnya areal pertanaman tebu rakyat
dari pertunasan lama (ratoon); (14) anomali iklim dan menurunnya kualitas lingkungan.
Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada proses produksi, penanganan hasil panen
dan pengolahan, menjadi kendala yang menyebabkan menurunnya kemampuan
penyediaan pangan dengan proporsi yang cukup tinggi. Dengan terbatasnya kapasitas
produksi pangan tersebut, maka Indonesia hanya bisa berharap pada impor pangan yang
harga serta ketersediaannya mengikuti mekanisme pasar global yang jelas akan
merugikan bangsa dan negara. Bahkan Indonesia telah dinyatakan masuk perangkap
pangan negara maju dan kapitalisme global. Tujuh komoditas utama nonberas yang
dikonsumsi masyarakat bergantung pada impor. Padahal, sejak dua tahun terakhir, terjadi
lonjakan harga pangan dan komoditas pertanian lainnya. Akibatnya, terjadi penurunan
ketahanan pangan dengan indikasi mengenaskan, seperti meningkatnya kasus gizi buruk
serta kematian anak balita dan ibu melahirkan.
13. Proceeding Seminar Forum SANKRI
7 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Pada banyak daerah kepedulian dan kemampuan mengelola kelancaran distribusi pangan
masih terbatas, sehingga sering terjadi ketidakstabilan pasokan dan harga pangan, yang
berdampak pada gangguan ketahanan pangan di wilayah bersangkutan. Masalah dan
tantangan dalam subsistem distribusi pangan mencakup terbatasnya prasarana dan sarana
perhubungan untuk menjangkau seluruh wilayah terutama daerah terpencil, keterbatasan
sarana dan kelembagaan pasar, banyaknya pungutan resmi dan tidak resmi, tingginya
biaya angkutan, dan gangguan keamanan. Selain itu sistem otonomi daerah yang
mendorong pemerintahan daerah untuk meningkatkan PAD pada pos-pos pungutan atau
retribusi sepanjang jalur atau rantai distribusi sehingga mengakibatkan biaya distibusi
yang tinggi dimana kemudian dikonversikan ke harga pangan. Selain itu, masalah
keamanan jalur distribusi pada saat ini masih menjadi hambatan yang cukup
memprihatinkan. Berbagai tindak kriminal, seperti pencurian dan perampokan masih
terus berlangsung di jalur distribusi darat maupun laut, sehingga para pelaku usaha harus
menambah biaya untuk tambahan tenaga pengamanan, atau seringkali mengalami
kerugian karena kehilangan barang. Beban ini tentunya akan diteruskan kepada
konsumen, sehingga biaya yang harus dibayarkan semakin bertambah.
Sistem pangan dunia sebagian bersifat eksklusif karena setiap negara melakukan
kebijakan khusus untuk mempertahankan status ketahanan pangan yang optimal. Sumber
daya ekonomi, subsidi, kebijakan dan lainnya dikerahkan untuk mempertahankan sistem
pangan nasional masing-masing secara optimal karena ketahanan pangan sangat
berpengaruh langsung terhadap ketahanan sosial dan politik dalam negara. Tetapi yang
jelas peranan negara dalam pangan perlu dijalankan secara efektif mengikuti irama
kekuatan pasar sehingga pasokan, efisiensi dan harga mendekati keadaan pasar yang
ideal. Bulog dalam hal ini memainkan peranan yang strategis dalam menjalankan
fungsinya membeli hasil produksi petani serta mengelolanya dalam desain manajemen
persediaan disamping itu, dukungan pemerintah dalam menjamin kebijakan dan politik
pangan yang berpihak pada penguatan ketahanan pangan dalam negeri (insentif, subsidi,
dan ekspor impor) sangat diperlukan.
Terdapat agenda pembangunan1
pertanian kedepan yang penting untuk diperhatikan
yaitu, (1) peningkatan produksi bahan pangan secara efisien dan berkelanjutan, (2)
pengembangan program diversifikasi pangan, (3) pengembangan industri pascapanen
yang mencakup penanganan dan pengolahan hasil pertanian serta pengemasannya, (4)
pengembangan prasarana dan sarana transportasi serta komunikasi untuk
mendistribusikan produk pertanian dari sentra produksi ke daerah konsumen (pasar) di
seluruh pelosok Nusantara maupun ke pelabuhan-pelabuhan ekspor secara efisien, (5)
pengembangan industri peralatan dan mesin pertanian beserta industri penunjangnya, (6)
pengembangan sistem informasi pertanian secara terpadu sebagai basis untuk proses
perencanaan, pengambilan keputusan, pemantauan, dan pengendalian keseluruhan mata
rantai dan proses pembangunan pertanian, (7) penguatan program penelitian dan
pengembangan (research & development) untuk menghasilkan teknologi yang dapat
meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing sektor pertanian secara ramah
lingkungan dan berkelanjutan, (8) pengembangan kerja sama internasional di bidang
1
Media Indonesia, 30 Oktober 2007 “Ketahanan Pangan dan Kemajuan Bangsa”
14. Proceeding Seminar Forum SANKRI
8 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
iptek, pembangunan, perdagangan, dan lainnya yang saling menguntungkan serta
mengutamakan kepentingan nasional, (9) pengembangan sumber daya manusia melalui
program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan secara terpadu dan berkesinambungan,
dan (10) penyediaan permodalan yang mencukupi untuk investasi dan bisnis di sektor
pertanian baik melalui perbankan maupun lembaga nonperbankan. Jika hal ini dapat
diemplementasikan, maka diyakini bukan hanya ketahanan pangan yang bakal terwujud,
tetapi juga pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis bioteknologi dan agroindustri
yang mampu menyediakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan menyejahterakan
rakyat di seluruh wilayah Nusantara.
Ketahanan pangan baru tercipta jika kedaulatan pangan dimiliki rakyat. Dari perspektif
ini, pangan dan pertanian seharusnya tak ditaruh di pasar yang rentan, tetapi ditumpukan
pada kemampuan sendiri. Untuk menciptakan kedaulatan pangan, pemerintah harus
menjamin akses tiap petani atas tanah, air, bibit, dan kredit. Di tingkat nasional, kebijakan
reforma agraria, air untuk pertanian, aneka varietas lokal unggul, dan kredit berbunga
rendah harus jadi prioritas. Dalam konteks alam, petani perlu perlindungan atas aneka
kemungkinan kerugian bencana alam, seperti kekeringan, banjir, dan bencana lain.
Negara perlu memberi jaminan hukum bila itu terjadi, petani tidak terlalu menderita.
Salah satu caranya, perlu UU yang mewajibkan pemerintah mengembangkan asuransi
kerugian atau kompensasi kerugian bagi petani atas bencana alam/hal sejenis.
Sedangkan dampak yang terjadi pada skala makro, adalah timbulnya permasalahan pada
kehidupan masyarakat, dengan ditandai sulitnya mata pencaharian, daya beli masyarakat
menurun tajam yang kemudian dapat menjadi penyebab tingginya tingkat kriminalitas
seperti pencurian, perampokan dan lain sebagainya. Akibat yang lebih membahayakan
lagi adalah, dimana setiap individu berupaya untuk memperoleh kebutuhan hidup tanpa
memperhatikan kepentingan orang lain, sehingga dapat menimbulkan perpecahan di
masyarakat.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, kebijakan umum pemantapan ketahanan
pangan diarahkan untuk mengatasi tantangan dan masalah yang menghambat proses dan
kinerja dari sub-sub sistem ketahanan pangan. Secara lebih luas sistem ketahanan pangan
dipengaruhi oleh banyak sub sistem yang secara garis besar digolongkan ke dalam 8
(delapan) bagian besar seperti yang terlihat pada Gambar 1.1 Peta Karya Sistem
Ketahanan Pangan. Dimana setiap bagian dari subsistem tersebut memberikan dampak
terhadap aksi-reaksi penanganan/ pengelolaan yang diberlakukan pada posisi ketahanan
pangan nasional apakah akan mengarah pada kondisi tahan pangan atau justru
sebaliknya.
15. Proceeding Seminar Forum SANKRI
9 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Gambar 1.1 Peta Karya Sistem Ketahanan Pangan (Tri Noor Aziza dan Rustan 2008)
16. Proceeding Seminar Forum SANKRI
10 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Pertumbuhan ekonomi nasional dan wilayah dapat dilakukan dengan mendorong
pertumbuhan sektor pangan, baik dari sisi penyediaan maupun sisi konsumsi. Setiap
daerah memiliki karakteristik keragaman potensi, sumberdaya, kelembagaan, dan budaya
lokal yang dapat dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan sektor pangan melalui
peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Secara spesifik, perwujudan ketahanan
pangan dilaksanakan dengan menciptakan kondisi yang kondusif dalam mengembangkan
penanganan permasalahan pangan, baik di tingkat nasional maupun daerah, sehingga
tercipta: (a) peningkatan status gizi masyarakat yang berkorelasi positip dengan tingkat
dan kedalaman kemiskinan yang umumnya berada di daerah marjinal atau di daerah
kumuh perkotaan; (b) peningkatan ketersediaan dan keragaman pangan domestik/ lokal;
(c) peningkatan kualitas dan keragaman konsumsi pangan yang bertumpu kepada
sumberdaya pangan domestik/lokal; (d) peningkatan efisiensi dan efektivitas distribusi
pangan untuk mendukung perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat dan daerah; (e)
peningkatan kualitas, keamanan, dan efisiensi industri kecil di bidang pangan lokal; (f)
penciptaan kerjasama (partnership) yang sinerjik dengan seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders).
Ketahanan pangan merupakan urusan wajib yang harus dijalankan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota sesuai yang tertera dalam PP No.
38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam rangka
mematuhi azas-azas desentralisasi Pemerintah pusat dan Propinsi, maka Pemerintah
Kabupaten melaksanakan perannya sesuai kewenangan otonominya namun tetap dalam
kerangka sistem yang lebih luas, setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus
dipertimbangkan keterkaitan timbal balik dengan kehidupan budaya lokal sosial ekonomi
dari tingkat lokal (daerah), regional, hingga masyarakat ikut mengambil bagian dalam
pelaksanaan pembangunan di daerah khususnya pemantapan program ketahanan pangan
dan agribisnis.
Disadari bahwa tidak semua daerah mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
pangan penduduk, baik dimulai saat produksi, distribusinya maupun yang akan
dikonsumsi oleh penduduk. Dan sebagai akibat tidak mampunyai suatu daerah/
masyarakat/ rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan pada penduduk/rumah
tangga, maka kemungkinan akan terjadi kerawanan pangan pada penduduknya/rumah
tangganya.
Sistem ketahanan pangan perlu dikembangkan di daerah yang berbasis pada keragaman
sumber daya bahan pangan lokal, kelembagaan dan budaya lokasi dalam rangka
menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah serta mutu yang dibutuhkan pada
tingkat harga yang terjangkau dengan tetap memperhatikan peningkatan pendapatan
petani nelayan beserta keluarganya di pedesaan. Agar dapat tercapainya kondisi yang
demikian harus didukung dengan kondisi alam yang baik, tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai, penerapan teknologi dan kemampuan sumberdaya manusia
yang memadai pula.
17. Proceeding Seminar Forum SANKRI
11 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Pada kondisi sebelum krisis ekonomi, tingkat konsumsi pangan mengalami peningkatan,
namun pada waktu krisis ekonomi sebagian besar konsumsi jenis pangan mengalami
penurunan. Prevalensi gizi buruk dan kualitas sumber daya manusia adalah berbeda di
setiap darah sesuai dengan permasalahan dan potensi daerahnya. oleh karena itu, untuk
mewujudkan ketahanan pangan nasional harus dimulai dengan penguatan ketahanan
pangan daerah yaitu dengan melakukan advokasi yang lebih kepada pemerintah daerah.
Situasi ketahanan pangan secara nasional dari waktu ke waktu telah membaik. sebagian
besar produksi pangan mengalami peningkatan dan rasio impor pangan terhadap
ketersediaan pangan dalam negeri juga relatif kecil. Bahkan ketersediaan pangan dalam
bentuk energi dan protein sudah melebihi dari yang dianjurkan. namun dengan
memperhatikan kinerja ketahanan pangan secara nasional saja tidaklah cukup.
Kenyataannya permasalahan kurang gizi dan kualitas sumber daya manusia muncul
dimana-mana. Kerawanan pangan yang saat ini mendera bangsa kita sebaiknya dijadikan
cambuk kepada seluruh stakeholder dan masyarakat untuk bisa secara bersama-sama
mengatasi persoalan ini. Bekerjasama dengan meningkatkan koordinasi serta pelaksanaan
pemantauan dan pengawasan di lapangan akan sangat membantu menjawab tantangan
ketahanan pangan ke depannya.
C. Sistematika Penulisan
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan tingkat
pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan
merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa.
Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumberdaya alam dan sosial budaya
yang beragam, harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk mewujudkan ketahanan
pangan. Ketahanan pangan adalah urusan penting yang tidak dapat ditunda
penanganannya dikarenakan pengaruh yang ditimbulkannya yang sangat besar, hal ini
juga menyangkut dan mengenai segala jenis lapisan dan sektor yang ada baik secara
global, nasional, maupun regional.
Otonomi daerah yang diberlakukan sejak tahun 1999 merupakan langkah baik dalam
memaksimalkan penguatan pelaksanaan ketahanan pangan ditingkat daerah sesuai
dengan karakteristik dan potensi lokal masing-masing. Dalam PP No. 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota juga disebutkan bahwa urusan
ketahanan pangan merupakan urusan wajib yang harus dijalankan oleh segenap unsur
pemerintahan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan tersebut, maka seluruh
sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan
masyarakat untuk meningkatkan strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional
Pada buku proceeding ini akan diperoleh informasi mengenai kondisi ketahanan pangan
serta pengaruh pentingnya dalam kehidupan beserta fenomena-fenomena aktual terkait
penanganan dan perwujudan ketahanan pangan baik dalam tingkat nasional maupun
18. Proceeding Seminar Forum SANKRI
12 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
dalam skala regional pada Bab I. Sedangkan dalam Bab II mencoba menganalisis kondisi
ketahanan pangan yang terjadi, dimana didalamnya terbagi atas definisi ketahanan
pangan, komponen ketahanan pangan (komoditas, institusi yang berperan, integrasi
kebijakan, dan cakupan wilayah penanganannya). Selain itu, juga diinventarisir
permasalahan-permasalahan umum yang melingkupi kondisi ketahanan pangan di negara
kita.
Dalam Bab III diuraikan mengenai pemetaan indikator-indikator ketahanan pangan yang
merupakan hal penting untuk mengetahui kondisi dan gambaran potensi ketahanan
pangan disuatu daerah dimana selanjutnya dapat dijadikan dasar oleh pengambil
kebijakan untuk melakukan kegiatan atau program antisipasi terhadap kondisi ketahanan
pangan yang telah terpetakan tersebut. Indikator ketahanan pangan ini terbagi menjadi 4
dimensi besar yaitu, dimensi ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, tingkat
penyerapan pangan, dan kerentanan pangan.
Bab IV menjelaskan tentang strategi kebijakan pangan nasional ditengah ketidakpastian
global beserta implikasi-implikasi yang timbul. Pada bab ini juga diberikan rekomendasi
kebijakan yang menyangkut masing-masing komoditas pangan strategis adapun dalam
Bab V menjelaskan penciptaan kelembagaan pangan guna mendukung program
ketahanan pangan. Pada bagian ini terdapat 7 (tujuh) langkah operasional dalam
menuntaskan masalah ketahanan pangan. Terdapat pula dan tantangan dan masalah
ketahanan pangan yang perlu diantisipasi secara komprenhensif dan terpadu dengan
berbagai subsektor dilingkungan Departemen Pertanian dan sektor terkait diluar
Departemen Pertanian untuk peningkatan ketahanan pangan.
Terakhir ditutup dengan Bab VI yang berisi kesimpulan dan butir-butir rekomendasi
terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul terkait kondisi ketahanan pangan
dalam negeri yang cukup penting untuk diperhatikan. Kesemua hal ini perlu dilakukan
dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh secara nasional hingga
tingkat rumah tangga. Kondisi ketahanan pangan yang berdaulat merupakan wujud
keberhasilan bangsa dalam memenuhi kebutuhan pangan warganya yang secara tidak
langsung akan meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas sumberdaya manusia
Indonesia.
19. Proceeding Seminar Forum SANKRI
13 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
BAB II
ANALISIS TERHADAP KONDISI KETAHANAN PANGAN
(Tim PKP2A III LAN Samarinda)
Ketahanan pangan sebagai salah satu pilar/ sendi pokok pengembangan sumberdaya
manusia serta pendorong pengembangan perekonomian menciptakan perbedaan
pemahaman dan pemaknaan yang beragam mulai dari kalangan birokrat hingga
akademis, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Meskipun, sektor pertanian
dalam arti luas mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan,
dan kehutanan adalah pondasinya namun, ketika dihadapkan pada posisi ketahanan
pangan maka sektor pertanian hanya merupakan satu bagian penyangga diantara banyak
penyangga yang lain seperti infrastruktur, distribusi, kebijakan pemerintah, pengetahuan
dan keamanan konsumsi, ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi perekonomian serta
eskalasi politik, dan lain-lain sebagainya juga sangat berperan dalam memicu turbulensi
kondisi ketahanan pangan baik nasional maupun ditingkat regional hingga rumah tangga
sekalipun.
Jikalau dilakukan break-down terhadap masalah-masalah yang timbul, ditemukan bahwa
ternyata lemahnya penanganan penguatan ketahanan pangan terkendala hanya pada
tingkat konsolidasi, koordinasi, dan integrasi dari semua unit kerja pemerintahan sebagai
pengambil kebijakan strategis secara nasional. Pencitraan ketahanan pangan sebagai
masalah sektor tertentu saja mengakibatkan sikap apatis sektor/ unit-unit lain yang secara
langsung ataupun tidak langsung juga turut andil sebagai penyebab ataupun sebagai pihak
yang akan merasakan dampaknya. Padahal dalam PP 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan
Pangan disebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh
sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan pemerintah pusat,
pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/ kota, pemerintah desa, dan masyarakat untuk
meningkatkan strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional. Meskipun begitu
program peningkatan ketahanan pangan disetiap daerah harus spesifik dan mungkin
berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya dikarenakan permasalahan serta
potensi/ sumberdaya masing-masing juga berbeda-beda.
Program pengembangan bioteknologi dalam bentuk kemitraan ABGC (academic-
business-government-community) yang sekarang didengungkan tidak lain adalah
penjabaran dari keinginan PP 68 Tahun 2002 untuk mengikutsertakan/ memitrakan
masyarakat (dalam hal ini institusi pendidikan, swasta, serta masyarakat sosial) menuju
penguatan ketahanan pangan dan juga menjadi salah satu jawaban konkrit atas
penanganan ketahanan pangan yang saat ini stagnan hanya pada aspek peningkatan
produksi saja. Harus diakui saat ini Indonesia mampu surplus beras dengan produksi
diatas 54 juta ton GKG bahkan pada tahun 2008 ditargetkan dapat mencapai 60 juta ton
GKG sehingga Indonesia dapat mengekspor keluar. Namun untuk komoditi lainnya
masih tergantung pada impor dan mendorong Indonesia terjebak pada “perangkap pangan
(food trap)” negara maju dan kapitalisme global. Dalam Harian Kompas (2008)
diberitakan bahwa 7 (tujuh) komoditas pangan utama nonberas yang dikonsumsi
20. Proceeding Seminar Forum SANKRI
14 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
masyarakat sangat bergantung pada impor, bahkan 4 (empat) dari tujuh komoditas
tersebut yaitu gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras sudah memasuki
level kritis. Sedangkan jagung, daging sapi, dan susu meskipun memasuki level kritis
namun harus secara serius diwaspadai. Kondisi ketergantungan pada impor ini menurut
(Wibowo, 2008) akan membahayakan perekonomian nasional apabila sewaktu-waktu
terjadi gejolak pangan impor ditengah sektor riil banyak bergantung pada pangan impor.
Sehingga, mau tidak mau peningkatan produksi dalam negeri harus digenjot untuk
mengurangi ketergantungan tersebut dengan melibatkan semua lini secara terintegrasi
agar penanganan terhadap ancaman ketahanan pangan ini dapat diatasi dan mendorong
terciptanya kedaulatan pangan dalam negeri.
Presiden SBY sejak awal pemerintahannya membangun strategi yang dikenal dengan
triple track strategy yaitu progrowth, projob, dan propoor. Strategi ini dirancang untuk
mempercepat terjadinya pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan secara
merata dan adil. Gambaran keberhasilan strategi ini juga amat tergantung pada seberapa
kuat ketahanan pangan nasional secara berkesinambungan dalam menghadapi gejolak
global yang kian kritis. Namun, menurut Bungaran Saragih dalam kompas (2008)
pembangunan ekonomi saat ini khususnya sektor jasa dan industri dinilai gagal
menopang sektor pertanian sebagai pondasi ketahanan pangan untuk meningkatkan nilai
tambah (added-value). Selama ini semua solusi mengenai lapangan kerja dibebankan
kepada pertanian. Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa juga menjadi tanggung
jawab sektor pertanian. Akibatnya, ruang gerak pertanian menjadi amat terbatas sebagai
dampak dari beban yang begitu berat. Padahal sektor pertanian baru akan tumbuh dengan
baik dan cepat kalau ada dukungan yang memadai dari sektor industri dan jasa. Lebih
lanjut Maksum dalam Kompas (2008) juga menyebutkan selama ini pangan diposisikan
sebagai komoditas “pengendali” inflasi serta “penjamin” upah minimum regional dan
upah minimum kota yang rendah bagi industri. Dampaknya, harga pangan tertekan dan
investasi lesu serta menyebabkan pertanian domestik kehilangan daya saing dan kondisi
ketahanan pangan pun semakin hari semakin memperihatinkan.
Sebenarnya kondisi ketahanan pangan kita akan kuat dan tangguh jika penerapan
terhadap fungsi-fungsi operasional yang telah dijabarkan dalam PP No. 68 Tahun 2002
Tentang Ketahanan pangan dilakukan secara konsisten dan serius. Fungsi-fungsi
operasional tersebut yaitu, penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pemerintah,
penganekaragaman pangan, pencegahan masalah pangan, penanggulangan masalah
pangan, pengendalian harga, peran serta masyarakat, pengembangan sumberdaya
manusia, dan kerjasama internasional.
Tabel 2.1
Pencapaian Ketahanan Pangan menurut fungsi operasional dalam
PP No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan
No
Fungsi Operasional
Ketahanan Pangan
Upaya konkrit Perwujudan
Ketahanan Pangan
1. Penyediaan Pangan
Untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga yang terus berkembang
a. Mengembangkan sistem produksi
pangan yang bertumpu pada
sumberdaya,
21. Proceeding Seminar Forum SANKRI
15 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
b. Kelembagaan dan budaya lokal;
c. Mengembangkan efisiensi sistem usaha
pangan;
d. Mengembangkan teknologi produksi
pangan;
e. Mengembangkan sarana dan prasarana
produksi pangan;
f. Mempertahankan dan mengembangkan
lahan produktif.
2. Penyebaran/ distribusi Pangan
Dalam rangka pemerataan keseluruh
wilayah hingga tingkat rumah tangga
a. Mengembangkan sistem distribusi
pangan yang menjangkau seluruh
wilayah secara efisien;
b. Mengelola sistem distribusi pangan
yang dapat mempertahankan
keamanan, mutu dan gizi pangan;
c. Menjamin keamanan distribusi pangan.
3. Cadangan Pangan Pemerintah a. Menginventarisasi cadangan pangan;
b. Melakukan prakiraan kekurangan
pangan dan/atau keadaan darurat;
c. Menyelenggarakan pengadaan,
pengelolaan dan penyaluran cadangan
pangan.
4. Penganekaragaman Pangan
Diselenggarakan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dengan memperhatikan
sumber daya, kelembagaan dan budaya
lokal
a. Meningkatkan keanekaragaman
pangan;
b. Mengembangkan teknologi pengolahan
dan produk pangan;
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi aneka ragam
pangan dengan prinsip gizi seimbang.
5. Pencegahan Masalah Pangan a. Memantau, menganalisis, dan
mengevaluasi ketersediaan pangan;
b. Memantau, menganalisis dan
mengevaluasi faktor yang
mempengaruhi ketersediaan pangan;
c. Merencanakan dan melaksanakan
program pencegahan masalah pangan
6. Penanggulangan Masalah Pangan
Untuk menanggulangi terjadinya
kelebihan pangan, kekurangan pangan,
dan/atau ketidakmampuan rumah tangga
dalam memenuhi kebutuhan pangan
a. Pengeluaran pangan apabila terjadi
kelebihan pangan;
b. Peningkatan produksi dan/atau
pemasukan pangan apabila terjadi
kekurangan pangan;
c. Penyaluran pangan secara khusus
apabila terjadi ketidak-mampuan
rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan pangan;
22. Proceeding Seminar Forum SANKRI
16 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
d. Melaksanakan bantuan pangan kepada
penduduk miskin.
7. Pengendalian Harga Pangan Tertentu
Yang Bersifat Pokok Di Tingkat
Masyarakat
Diselenggarakan untuk menghindari
terjadinya gejolak harga pangan yang
mengakibatkan keresahan masyarakat,
keadaan darurat karena bencana, dan/atau
paceklik yang berkepanjangan
a. Pengelolaan dan pemeliharaan
cadangan pangan pemerintah;
b. Pengaturan dan pengelolaan pasokan
pangan;
c. Penetapan kebijakan pajak dan/atau
tarif;
d. Pengaturan kelancaran distribusi
pangan.
8. Peran Serta Masyarakat a. Memberikan informasi dan pendidikan
yang berkaitan dengan
penyelenggaraan ketahanan pangan;
b. Membantu kelancaran
penyelenggaraan ketahanan pangan;
c. Meningkatkan motivasi masyarakat
dalam penyelenggaraan ketahanan
pangan;
d. Meningkatkan kemandirian rumah
tangga dalam mewujudkan ketahanan
pangan.
e. Melaksanakan produksi, perdagangan
dan distribusi pangan;
f. Menyelenggarakan cadangan pangan
masyarakat;
g. Melakukan pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan
9. Pengembangan Sumber Daya Manusia a. Pendidikan dan pelatihan dibidang
pangan;
b. Penyebarluasan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang pangan;
c. Penyuluhan pangan.
10. Kerjasama Internasional a. Produksi, perdagangan dan distribusi
pangan;
b. Cadangan pangan;
c. Pencegahan dan penanggulangan
masalah pangan;
d. Riset dan teknologi pangan.
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera
melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan
beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Adalah merupakan landasan dikeluarkannya PP 68 Tahun 2002 tentang
ketahanan pangan yang menggariskan perlunya pengelolaan pangan pada batas
23. Proceeding Seminar Forum SANKRI
17 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
kecukupan, keamanan, kebermutuan, kebergizian, keberagaman, kemerataan, serta
keterjangkauan oleh segenap masyarakat Indonesia. Untuk itu, penyusunan/ pemetaan
indikator-indikator ketahanan pangan disemua daerah sangatlah penting untuk dilakukan
karena seharusnya sebagian besar kebijakan pembangunan berawal dari hasil pemetaan
tersebut.
A. Definisi Ketahanan Pangan
Dalam FAO (2003) dan Maxwell (1996) definisi tentang ketahanan pangan cukup
melimpah yakni sekitar 200 pengertian. Diantaranya disebutkan dalam FAO (1992)
bahwa ketahanan pangan adalah situasi dimana semua orang dalam segala waktu
memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi kehidupan yang
sehat dan aktif. Sedangkan dalam World bank (1996), ketahanan pangan adalah akses
oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat
dan aktif.
Oxfam (2001) menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi ketika setiap orang dalam
segala waktu memiliki akses dan control atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas
yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum disini
yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan
melalui pembelian, pertukaran maupun klaim). Adapun FIVIMS (2005) menyebutkan
ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik,
sosial, dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk
pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences)
demi kehidupan yang aktif dan sehat. Adapun dalam ketentuan perundang-undangan baik
UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan dan PP 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan
Pangan sama-sama menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Sehingga berdasarkan pemahaman-pemahaman diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
ketahanan pangan adalah terciptanya kondisi yang mencerminkan kualitas sumberdaya
manusia yang sehat, berkualitas, dan aktif dimana diwujudkan pada kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan pangan secara berkelanjutan setiap waktunya. Dalam artian bahwa
ketika disetiap tingkatan terkecil yaitu rumah tangga mampu menyediakan kebutuhan
pangannya sehari-hari sesuai dengan anjuran konsumsi pangan yang sehat, bergizi,
berimbang, dan aman maka hal ini dikategorikan Tahan Pangan. Selanjutnya disaat
yang bersamaan ketika disetiap tingkatan rumah tangga berada pada level Tahan Pangan
juga akan mendorong pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
B. Komponen Ketahanan Pangan
Komponen ketahanan pangan secara mendasar berada pada komoditas pangan itu sendiri,
organisasi terkait yang berperan dalam pengelolaannya, serta integrasi kebijakan
didalamnya untuk kemudian menyatu dan menciptakan suatu sistem terpadu ketahanan
pangan nasional.
24. Proceeding Seminar Forum SANKRI
18 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
1. Komoditas Pangan
Berbicara ketahanan pangan maka kita dihadapkan pada komoditas pangan itu sendiri
sebagai basisnya. Pangan dalam kamus besar bahasa indonesia berarti bahan
makanan, sedangkan dalam UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, disebutkan
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan dan minuman. Dalam lingkup ketahanan pangan, pangan tersebut adalah
komoditas pangan yang dijadikan dagangan utama dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.
Tabel 2.2
Jenis-Jenis Komoditas Pertanian, Luas Panen, dan Produksi Secara Nasional
No Jenis komoditas Luas Panen (ha) Produksi (ton)
2005 2006 2005 2006
1 Padi dan Tanaman Pangan
Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
11.839.060
3.625.987
621.541
720.526
318.337
1.213.460
178.336
11.786.430
3.345.805
580.534
706.753
309.103
1.227.459
176.507
54.151.097
12.523.894
808.353
836.295
320.963
19.321.183
1.856.969
54.454.937
11.609.463
747.611
838.096
316.134
19.986.640
1.854.238
2 Tanaman Perkebunan Rakyat
Karet
Kelapa
Kelapa Sawit
Kopi
Kakao
Teh
Tembakau
2.767.000
3.735.800
2.356.900
1.202.400
1.081.100
60.800
193.400
2.796.200
3.749.800
2.636.400
1.210.400
1.105.700
59.900
199.900
1.838.700
3.052.500
4.500.800
615.600
693.700
37.700
149.500
2.186.500
3.112.000
5.130.600
627.500
724.000
37.800
173.900
3 Sayur-Sayuran 7.847.210 8.140.173
4 Buah-Buahan 14.786.598 16.171.129
5 Perikanan Tangkap
Perikanan Laut
Perairan Umum
4.320.300 1
330.700 1
4.408.400 2
297.400 2
6 Ternak 41.982.900 ekor 43.498.900 ekor
7 Unggas 1.207.338.300 ekor 1.400.743.100 ekor
Sumber : BPS dalam socio-economic indicators of Indonesia, Maret 2008
1 Data Tahun 2004
2 Data Tahun 2005
Berdasarkan tabel diatas secara rata-rata produksi semua komoditas pertanian
mengalami pertumbuhan namun hal ini tidak sebanding dengan luas lahan yang
25. Proceeding Seminar Forum SANKRI
19 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
mengalami kecenderungan penurunan penggunaannya. Penurunan ini diakibatkan
konversi atau kompetisi lahan antara pengembangan sektor pertanian dengan sektor
lainnya. Kecenderungan lain yang harus menjadi perhatian adalah pemerataan fokus
penanganan masalah ketahanan pangan dengan tidak hanya berorientasi pada
peningkatan produksi padi tetapi juga untuk komoditi-komoditi lainnya yang
cenderung pemenuhannya dilakukan dengan mengambil opsi impor seperti kedelai,
jagung, kacang-kacangan, perikanan umum, serta ayam ras.
Indonesia masih merupakan negara agraris dengan kekayaan alamnya yang melimpah
dan tersebar diribuan pulau-pulau yang dimilikinya. Sekian banyak sumberdaya alam
tersebut menjadikan Indonesia sebagai incaran negara-negara penjajah dimasa lalu.
Keberagaman sumberdaya hasil bumi dan laut tersebut seharusnya menjadikan
Indonesia makmur dan sejahtera. Adapun peta potensi sumberdaya hasil bumi dan
laut Indonesia secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
26. Proceeding Seminar Forum SANKRI
20 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Gambar 2.1
Potensi Hasil Bumi dan Laut Indonesia Secara Umum.
Sumber : Atlas Indonesia dan Dunia, 2003
27. Proceeding Seminar Forum SANKRI
21 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Secara Spesifik, di Provinsi Kalimantan timur sendiri komoditas unggulannya masih
didominasi tanaman perkebunan seperti kakao, kelapa, kelapa sawit dan didukung sektor
perikanan baik darat maupun laut.
Tabel 2.2
Komoditas Unggulan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur
No Kabupaten / Kota Komoditas Unggulan
1 Nunukan Kakao, Kelapa Sawit, Perikanan, Padi A dan BARIO, Jago,
Ayam Nunukan, Minyak Bumi, Hutan Tanaman Industri,
dan Garam Gunung
2 Malinau Kakao, Kelapa Sawit, Nenas, Cempedak, HTI, Batubara
3 Bulungan Kelapa Sawit, Durian, Kakao, Perikanan, Cempedak,
Metanol, HTI
4 Berau Kelapa Sawit, Karet, Padi, Kedelai, Perikanan, Kelapa,
Pariwisata, Batubara
5 Tarakan Udang, Ayam ras, Minyak Bumi
6 Kutai Timur Kelapa Sawit, Pisang, Jagung, Karet, Batubara, HTI.
7 Kutai Kartanegara Kelapa Sawit, Karet, Padi, Lada, Pisang, Nanas, Perikanan,
Pariwisata, Batubara, HTI, Gas
8 Kutai Barat Kelapa Sawit, Karet, Durian, Rambutan, Perikanan darat,
Batubara, Emas
9 Bontang Perikanan, Pupuk, LNG
10 Samarinda Perikanan, Pariwisata, Lada, Batubara
11 Balikpapan Perikanan, Pariwisata, (Pengilangan) Minyak Bumi
12 Penajam Paser
Utara
Perikanan, Kelapa Sawit, Durian, Karet, HTI
13 Pasir Kelapa Sawit, Karet, Padi, Pisang, Perikanan, Batubara, HTI
Sumber: Kaltim Post, Potensi Kaltim yang Menjanjikan, 12 Mei 2006, hal. 8.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dominasi komoditas-komoditas pertanian
disetiap daerah diwilayah kalimantan timur yang kemudian sangat berperan dalam
melakukan komplementasi atau pemenuhan kebutuhan daerah lain yang kekurangan.
Selain itu, dengan adanya penyebaran komoditas-komoditas utama ini menjadikan suatu
daerah dapat memanfaatkan dan mengembangkannya sebagai komoditas unggulan
ataukah komoditas andalan daerah yang tentunya akan memancing peningkatan serta
pertumbuhan sektor lainnya (misalnya perekonomian dan pariwisata).
28. Proceeding Seminar Forum SANKRI
22 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
2. Institusi Terkait
Komponen ketahanan pangan yang kedua adalah segenap organisasi yang berperan
dalam pengelolaannya, untuk tingkat nasional penanganan masing-masing sendi
ketahanan pangan telah dilukiskan dalam PP 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan
Pangan.
Tabel 2.3
Sendi-Sendi Ketahanan Pangan dan Unit Kerja yang Terlibat
No Sendi-Sendi Ketahanan Pangan
Unit Kerja Terkait berdasarkan
PP No. 68 Tahun 2002
1. Ketersediaan
pangan
Penyediaan Pangan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan, perindustrian dan
perdagangan, kesehatan,
koperasi, permukiman dan prasarana
wilayah, pemerintahan dalam negeri,
keuangan, dan riset dan teknologi,
sesuai tugas dan kewenangan-nya
masing-masing
Distribusi Pangan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan, perhubungan,
industri dan perdagangan, dan koperasi,
sesuai tugas dan kewenangannya
masing-masing
2. Cadangan Pangan Nasional Cadangan pangan nasional ditetapkan
secara berkala dan dilakukan secara
terkoordinasi mulai dari penetapan
cadangan pangan Pemerintah Desa,
Pemerintah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Propinsi sampai
dengan Pemerintah Pusat.
3. Penganekaragaman Pangan Menteri atau Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang
bertanggung jawab di bidang pertanian,
pangan, kelautan dan perikanan,
kehutanan, industri dan perdagangan,
koperasi, dan riset dan teknologi, sesuai
tugas dan kewenangannya masing-
masing
4. Pencegahan dan
Penanggulangan
Masalah Pangan
Pencegahan
Masalah Pangan
Menteri atau Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang
bertanggung jawab di bidang pertanian,
kelautan dan perikanan, kehutanan,
29. Proceeding Seminar Forum SANKRI
23 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
industri dan perdagangan, koperasi, dan
informasi, sesuai tugas dan
kewenangannya masing-masing
Penanggulangan
Masalah Pangan
Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan, industri dan
perdagangan, dalam negeri,
kesejahteraan sosial, dan keuangan,
sesuai tugas dan kewenangannya
masing-masing
Pengendalian Harga Menteri yang ber-tanggung jawab di
bidang industri dan perdagangan,
pertanian, koperasi, kelautan dan
perikanan, perhubungan, kehutanan,
dan keuangan, sesuai tugas dan
kewenangannya masing-masing
5. Peran Serta Masyarakat Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah
Desa mendorong keikutsertaan
masyarakat (masyarakat sosial (baik
kelompok maupun individu), badan
usaha swasta/ pemerintah, lembaga
pendidikan, dll) dalam
penyelenggaraan ketahanan pangan
6. Pengembangan SDM Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan, ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan pertanian, sesuai
dengan tugas dan kewenangannya
masing-masing
Dikarenakan ketahanan pangan bersifat lintas sektoral, lintas daerah dan
mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka diperlukan perumusan kebijakan,
evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan secara terpadu yang pelaksanaannya
dilakukan dengan berkoordinasi dengan Dewan Ketahanan Pangan. Adapun Struktur
Organisasi Dewan Ketahanan Pangan Nasional berdasarkan Keppres No.132 Tahun 2001
yaitu :
Ketua : Presiden Republik Indonesia
Ketua Harian : Menteri Pertanian
Anggota : Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan,
Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kehutanan,
Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perhubungan, Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Sekretaris/ anggota : Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Negara Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan
30. Proceeding Seminar Forum SANKRI
24 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Pembangunan Nasional, Kepala Badan Urusan Logistik, Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Badan Bimbingan
Massal Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.
Sedangkan ditingkat propinsi dan Kabupaten/ Kota juga dibentuk Dewan Ketahanan
Pangan Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Disamping itu juga berdasarkan atas PP No. 41
Tahun 2007 Tentang Organsiasi Perangkat daerah, didaerah dibentuk Lembaga Teknis
Daerah yang menangani bidang ketahanan pangan daerah. Bidang ketahanan pangan ini
dalam bekerja juga dibantu secara integratif dengan perangkat pemerintahan lainnya yang
secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.2
Kelembagaan Ketahanan Pangan didaerah, 2008
3. Integrasi Kebijakan
Seringkali program-program terkait penanganan ketahanan pangan dari pusat tidak
dilaksanakan sepenuhnya didaerah, hal ini dikarenakan daerah juga mempunyai program-
program tersendiri yang menurut mereka lebih utama untuk dijalankan. Meskipun begitu
program terpadu dan terkoordinasi sangat penting untuk dikedepankan, sehingga
perpaduan program tersebut akan saling melengkapi dalam rangka optimalisasi rantai
ketahanan pangan yang kuat.
Dewan Ketahanan
Pangan Nasional
Dewan Ketahanan
Pangan Provinsi
Dewan Ketahanan Pangan
Kabupaten/ Kota
LTD Ketahanan Pangan
Provinsi dibantu dengan
Perangkat daerah
Lainnya
LTD Ketahanan Pangan
Kabupaten/ kota dibantu
dengan Perangkat daerah
Lainnya
Masyarakat Sosial (baik
kelompok maupun Perorangan),
Badan Usaha Swasta/
Pemerintah, dan Lembaga
Pendidikan
31. Proceeding Seminar Forum SANKRI
25 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
PP No 38 Tahun 2007 menyebutkan ketahanan pangan adalah urusan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/ kota. Sehingga
menuntut perhatian besar terhadap pelaksanaannya didaerah dengan menggunakan acuan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan-kebijakan
terkait ketahanan pangan saat ini pada tataran pelaksanaannya masih bersifat parsial dan
cenderung bersifat sektoral, sehingga perlu dibangun komitmen bersama secara
terintegrasi mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Kepala Daerah
hingga segenap perangkat daerahnya. Komitmen bersama secara kooperatif ini bermakna
pada implementasi kebijakan ketahanan pangan yang didukung oleh segenap unit kerja
mulai dari penanganan ketahanan pangan ditingkat hulu (individu) hingga penanganan
ditingkat hilirnya (daerah secara keseluruhan).
4. Cakupan Wilayah Penanganan Ketahanan Pangan
Menurut pribadi (2005) cakupan ketahanan pangan adalah : (1) ketersediaan pangan yang
mencakup produksi, cadangan, dan pemasukan, (2) distribusi/ aksessibilitas mencakup
fisik (mudah dijangkau) dan ekonomi (terjangkau daya beli), serta (3) konsumsi
mencakup mutu dan keamanan serta kecukupan gizi individu. Namun, cakupan
ketahanan pangan tersebut amatlah dipengaruhi atas penanganan multikomoditi dan
penanganan multisektoral (lihat Peta Karya ketahanan Pangan dalam Tri Noor Aziza dan
Rustan, 2008) mulai dari tingkat pusat hingga tingkat desa, dimana jika digambarkan
sebagai berikut.
Gambar 2.3
Wilayah Cakupan Penanganan Ketahanan Pangan, 2008
Ketahanan Pangan
Ketersediaan
Pangan
Distribusi/
Aksessibilitas Pangan
Konsumsi
Pangan
Produksi Pangan
Pemasukan Pangan
Cadangan Pangan
Fisik (Mudah
Dijangkau)
Ekonomi (Terjangkau
Daya Beli)
Mutu
Keamanan
Kecukupan Gizi
Penanganan
Multikomoditi
Penanganan
Multisektor
32. Proceeding Seminar Forum SANKRI
26 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Selain itu sedikitnya ada empat element ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable
foodsecurity) di level keluarga yang diusulkan oleh Maxwell (dalam Jonatan Lassa,
1996), yakni: pertama, kecukupan pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang
dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Kedua, akses atas pangan, yang
didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan
(exchange) pangan ataupun menerima sebagai pemberian (transfer). Ketiga ketahanan
yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan, resiko dan jaminan
pengaman sosial. Keempat: fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat
kronis, transisi dan/atau siklus.
Ketahanan pangan pada posisi kritis berakibat pada kerawanan pangan, dimana ditingkat
nasional dapat disebabkan oleh ketidakmampuan memproduksi cukup pangan atau
ketidakmampuan negara untuk mengimpor cukup pangan atau tidak adanya kebijakan
yang memadai dalam hal akses masyarakat terhadap pangan pokok dan mekanisme
distribusi. Ditingkat daerah, kondisi rawan pangan dapat disebabkan oleh produksi yang
tidak mencukupi atau tidak sampainya pangan ke seluruh pelosok dengan harga yang
terjangkau. Pada tingkat rumah tangga, kondisi rawan pangan umumnya disebabkan oleh
lokasi yang terpencil dan juga kurangnya daya beli untuk membeli pangan yang cukup.
Pada tingkat individu, aspek-aspek seperti konsumsi pangan yang tidak sesuai dan tidak
memadai, morbiditas (kondisi tidak sehat), kurangnya akses terhadap pelayanan dasar
seperti kesehatan, air dan sanitasi, kekurangan gizi dan pendidikan kesehatan, dan
sebagainya, dapat mempengaruhi tingkat-tingkat kerawanan pangan. Selain itu, juga
faktor-faktor bencana alam dan gangguan mendadak lainnya juga turut mempengaruhi
(Peta Kerawanan Pangan Provinsi Kalimantan Timur, 2004)
C. Inventarisasi Permasalahan-Permasalahan Umum Ketahanan Pangan
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap permasalahan-permasalahan yang mendera
sistem ketahanan pangan nasional, maka dapat diperoleh secara jelas dan gamblang
persoalan-persoalan tersebut yang dapat dirincikan sebagai berikut :
1. Problematika global yang melanda dunia seperti climate change (tingkat musim
kemarau dan musim penghujan yang tidak bisa diprediksi), penerapan bio-fuel, serta
krisis pangan dan energi.
2. Keberpihakan pemerintah pada peningkatan kesejahteraan petani masih minim
dirasakan. Penerapan kebijakan subsidi saat ini kurang relevan, dikarenakan subsidi
saat ini lebih ditekankan pada input bukan pada output. Dari alokasi subsidi pertanian
sebesar 33 Triliun untuk tahun anggaran 2009, 21 Triliun diantaranya dialokasikan
untuk subsidi pupuk. Subsidi pupuk tersebut juga tidak dirasakan secara berarti oleh
petani dikarenakan subsidi tersebut diberikan kepada perusahaan-perusahaan
penghasil pupuk.
3. Perlindungan kepada petani terhadap permainan para spekulan dalam memainkan
harga serta semakin maraknya kegiatan impor pangan yang dilakukan pemerintah.
4. Masalah pangan yang digunakan sebagai komoditas strategis politis yang memiliki
dimensi sosial yang sangat lebar.
33. Proceeding Seminar Forum SANKRI
27 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
5. Masih rendahnya advokasi pemerintah pusat dalam penguatan ketahanan pangan
didaerah.
6. Pembentukan kelembagaan ketahanan pangan, keikutsertaan mitra swasta dan
masyarakat dalam menciptakan iklim ketahanan pangan yang masih kurang.
7. Kemiskinan dan gizi buruk yang cukup tinggi baik di pedesaan maupun di perkotaan
8. Kekuatan akses yang lemah karena dipengaruhi pada ketersediaan beras miskin
(raskin) dan fluktuasi harga dipasaran (yang sangat dipengaruhi pada permintaan dan
penawaran)
9. Mahalnya biaya distribusi pangan ke daerah-daerah pelosok dan pedalaman sehingga
pemerataan pangan masih belum bisa tercapai. Hal ini berdampak pada penumpukan
pangan disuatu daerah dan defisit pangan di daerah lainnya.
10. Semakin tingginya tingkat permintaan/ konsumsi pangan dibanding ketersediaan
pangan mengakibatkan ketergantungan pada pangan impor yang cukup tinggi
11. Naiknya harga-harga sarana dan produksi (SAPRODI) pertanian sebagai imbas
kenaikan harga minyak dunia disamping ketersediaannya yang juga langka.
12. Ketidakmampuan BULOG dalam menjaga/ merencanakan stock pangan. Bahkan di
kalimantan timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara terjadi surplus
produksi yang tidak dapat ditampung semuanya digudang BULOG, namun tidak ada
inisiatif BUOG untuk mendistribusikan kelebihan tersebut ke gudang BULOG di
kabupaten lain dikarenakan ongkos angkut yang cukup besar.
13. Pilihan penanganan ketahanan pangan yang dominan berorientasi pada beras-centris
sehingga komoditi lain tidak mendapatkan perhatian yang serius.
14. Tingginya potensi merembesnya hasil produksi pangan ke luar negeri diakibatkan
disparitas harga yang cukup tinggi.
15. Kerusakan serta kurangnya perawatan terhadap sarana irigasi pengairan yang
berpengaruh pada produksi pertanian.
16. Pemetaan daerah-daerah rawan pangan hingga tingkat kecamatan yang belum
berjalan baik, juga penggunaannya yang masih kurang dalam perumusan kebijakan
mengurangi daerah yang berpotensi rawan pangan
17. Penguasaan atas pangan oleh perusahaan dunia dalam bentuk perusahaan
multinasional (MNCs) mulai dari hulu yang menguasai sarana produksi pertanian
seperti benih, pupuk, dan pestisida hingga ke hilir turut pula digenggam dalam bentuk
industri pengolahan pangan.
18. Arah kebijakan pembangunan ekonomi yang kurang berpihak pada sektor pertanian,
sehingga dukungan sektor-sektor lainnya terhadap pengembangan pertanian tidak
optimal.
19. Masih banyaknya ditemukan produksi pangan yang tidak memenuhi standar
kesehatan dan atau sesuai dengan standar kehalalan.
20. Marjin keuntungan usaha tani yang sangat kecil menjadi penyebab tidak
bersemangatnya petani mengusahakan usaha taninya.
34. Proceeding Seminar Forum SANKRI
28 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
BAB III
PEMETAAAN INDIKATOR-INDIKATOR KETAHANAN PANGAN
Dalam website resmi Deptan (seperti yang dungkap www.geografiana.com, 2005)
dijelaskan, setelah melalui proses analisis komponen utama (principal component
analysis) maka dalam pemetaan FIA (Food Insecurity Atlas) nasional digunakan 10
indikator yang dianggap berpengaruh sangat besar terhadap terjadinya kerawanan pangan
(memiliki pengaruh yang signifikan) dari total 15 indikator yang terbagi ke dalam 4
(empat) dimensi ketahanan pangan. Pemetaan ini akan bekerja sebagai sistem peringatan
dini dan dapat menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah di daerah
maupun pemerintah pusat sehingga potensi kerawanan pangan dapat diminimalkan.
Kesepuluh indikator yang tercakup di dalam 3 aspek/ dimensi ketahanan pangan tersebut
adalah :
A. Dimensi Ketersediaan Pangan (Food Availibility)
yakni kebutuhan konsumsi normatif terhadap ketersediaan serealia (Consumption to
Net Cereal Availibility Ratio). Produksi pangan tergantung dari berbagai faktor,
seperti iklim, sifat tanah, curah hujan, sarana produksi dan insentif bagi para petani
dalam memproduksi komoditas pangan. Produksi komoditas pangan selama satu
tahun juga dapat dipengaruhi oleh gangguan bencana alam. Secara nasional rata-rata
konsumsi beras nasional adalah 2,6 juta ton perbulannya dengan tingkat konsumsi
beras berdasarkan ketentuan nasional sebesar 139, 15 kg/kapita/tahun yang mencakup
konsumsi langsung penggunaan pangan olahan, industri, dan pakan.
Berdasarkan pada Atlas Kerawananan Pangan Nasional yang dikeluarkan oleh Deptan
(2005) dimana untuk mempermudah apakah suatu provinsi yang memproduksi
pangan cukup untuk penduduknya, pertama-tama, dihitung ketersediaan bersih
serealia per kapita per hari. Data serealia yang digunakan adalah produksi serealia
utama seperti padi, jagung dan ubi kayu di tingkat provinsi. Di Indonesia konsumsi
normatif per kapita per hari dari serelia telah ditetapkan 300 gram. Suatu provinsi
surplus dalam produksi serealia jika ketersediaan bersih per kapita per hari adalah
lebih dari 300 gram. Kami telah mempertimbangkan konsumsi normatif terhadap
konsumsi aktual, sebagai konsumsi aktual adalah tidak hanya suatu fungsi dari
ketersediaan tetapi banyak faktor seperti pendapatan, harga pangan, kebutuhan dll,
juga pengaruh konsumsi. Indikasi dari ratio apakah suatu provinsi berswasembada
dalam produksi serealia. Hanya dua provinsi, Papua dan Riau, yang memiliki defisit
serealia dan provinsi provinsi yang lainnya memproduksi lebih dari kebutuhan
konsumsi normatif mereka. Data menunjukkan bahwa Indonesia telah
berswasembada dalam produksi serealia dan bila dipandang dari ketersediaan serelia,
Indonesia tergolong tahan pangan.
35. Proceeding Seminar Forum SANKRI
29 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Tabel 3.1
Rasio Konsumsi Normatif Perkapita Per Hari Terhadap Ketersediaan Bersih Serealia
Secara nasional tabel diatas menunjukkan bahwa provinsi lampung menduduki peringkat
pertama dengan rasio 0, 13 perkapita dimana angka ini melukiskan tingkat ketersediaan
serealia yang cukup tinggi dibanding tingkat konsumsinya, sedangkan provinsi papua
yang menduduki peringkat terbawah memiliki rasio 2,57 perkapita yang menunjukkan
tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibanding ketersediaannya. Terkhusus Pulau
Kalimantan sendiri, Provinsi Kalimantan Selatan menduduki peringkat pertama dengan
rasio 0,23 perkapita dan provinsi Kalimantan timur menduduki peringkat terbawah
dengan rasio 0,61 perkapita.
36. Proceeding Seminar Forum SANKRI
30 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Tabel 3.2
Kondisi Ketahanan Pangan di Pulau Kalimantan Berdasarkan
Tingkat konsumsi normatif terhadap ketersediaan serealia (Data FIA, 2005)
Peringkat Provinsi
Rasio Konsumsi/
Ketersediaan Serealia
Per Kapita
Level Pangan *)
1 Kalimantan Selatan 0,23 Tahan Pangan
2 Kalimantan Barat 0,40 Cukup Tahan Pangan
3 Kalimantan Tengah 0,49 Cukup Rawan Pangan
4 Kalimantan Timur 0,61 Cukup Rawan Pangan
*) Analsis Kajian, 2008
Bagi KALSEL sendiri angka ini (0,23 perkapita) cukup membawa daerah mereka pada
posisi yang Tahan Pangan dalam hal ketersediaan pangan yang lebih besar dibanding
tingkat konsumsinya. Sedangkan untuk provinsi KALTIM sendiri (secara nasional
peringkat 3 terbawah) menggambarkan tingkat konsumsi dan ketersediaan yang
cenderung hampir berimbang (mendekati 1,0 perkapita) dan pada posisi seperti ini
KALTIM dikategorikan Cukup Rawan Pangan. Kondisi cukup rawan pangan ini kalau
dilihat dari segi ketersediaan pangan memang masih lebih besar dibanding tingkat
konsumsinya, namun jikalau terjadi goncangan didaerah ini (kebanjiran, kebakaran,
gempa bumi, dll) maka dapat dipastikan KALTIM akan kesulitan dalam pemenuhan
pangan tersebut atau berada pada level rawan pangan. Apalagi belum semua wilayah di
KALTIM ini dapat diakses dengan cepat dikarenakan infrastrukturnya yang belum
merata. Faktor lain juga (Kaltim Post, 2006) lantaran masih tingginya angka pengalihan
atau konversi pakan untuk unggas serta adanya kehilangan hasil panen tiap tahunnya.
Terkait kehilangan pasca panen, Mentan mengajak BULOG menggarap program Gerakan
Penanganan Pasca Pangan dan Pemasaran Gabah/Beras (GP4GB). Lewat program ini
diharapkan, potensi kehilangan gabah setiap kali panen tiba dapat ditekan. Dalam catatan
Deptan potensi gabah hasil panen yang hilang secara nasional tak kurang dari 20,5 % atau
setara 11,6 juta ton GKG bila produksi nasional mencapai 57 juta ton GKG. Jika hal itu
bisa ditekan 2,5% menjadi 18 persen saja, maka akan diperoleh tambahan produksi 1,45
juta ton GKG.
Berdasarkan data tahun 2007 dengan memakai Angka Ramalan II (ARAM II) terlihat
kondisi rata-rata yang menunjukkan defisit penyediaan komoditas pangan khususnya
serealia dibanding kebutuhan konsumsi di beberapa kabupaten/ kota di Provinsi
Kalimantan Timur. Bahkan seluruh kota (Bontang, Tarakan, Samarinda, dan Balikpapan)
yang ada berada pada level rawan pangan sehingga memerlukan perhatian serius dari
pemerintah provinsi dan pihak-pihak terkait terhadap masalah pemenuhan pangan di
daerah tersebut.
37. Proceeding Seminar Forum SANKRI
31 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Tabel 3.3
Pemenuhan Kebutuhan Konsumsi Komoditas Utama
di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007
No Kab/ Kota Komoditi
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Produksi
(Ton)
Produksi
Siap
Konsumsi
(Ton)
Kebutuhan
Konsumsi
(%)
Persentase
penyediaan
(%)
Lebih/
Kurang
(Ton)
Kategori
Pangan *)
1 Pasir Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
182.817
46.335
1.127
54
251
107
4.712
1.223
26.869
969
49
229
97
4.005
1.076
20.658
874
1.261
717
249
2.271
931
130,06
110,91
3,87
31,91
39,03
176,39
115,66
6.210
95
- 1.213
- 488
- 152
- 1.735
146
Aman
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
2 PPU Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
125.522
82.434
2.264
11
92
57
4.712
3.908
47.802
1.947
10
84
52
4.005
3.439
14.184
600
866
492
171
2.271
639
337,01
324,51
1,15
17,03
30,28
176,39
538,27
33.618
1.347
- 856
- 408
- 119
1.735
2.800
Aman
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
3 KUKAR Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
525.968
172.752
2.687
208
488
133
5.843
6.978
100.176
2.311
188
445
121
4.967
6.141
59.434
2.514
3.629
2.062
715
1.559
2.677
168,55
91,91
5,19
21,56
16,86
318,58
229,37
40.741
203
- 3.441
- 1.617
- 595
3.408
3.463
Aman
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
4 KUTIM Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
187.474
44.796
891
312
226
98
5.645
955
25.976
766
282
206
89
4.798
840
21.185
896
1.294
735
255
2.328
954
122,62
85,51
21,83
28,02
34,86
206,07
88,07
4.792
- 130
- 1.011
- 529
- 166
2.470
- 114
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Rawan
5 KUBAR Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
158.538
39.916
844
69
145
57
12.090
1.501
23.147
726
62
132
52
10.277
1.321
17.915
758
1.094
621
216
1.969
807
129,20
95,78
5,71
21,26
23,98
521.90
163,69
5.232
- 32
- 1.031
- 489
- 164
8.307
514
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
6 Bontang Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
131.307
400
-
-
10
-
1.128
277
232
-
-
9
-
959
244
14.838
628
906
515
179
1.631
668
1,56
0,00
0,00
1,77
0,00
58,79
36,47
- 14.606
- 628
- 906
- 506
- 179
- 672
- 425
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
7 Berau Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
165.575
28.646
775
969
388
148
5.790
2.098
16.611
667
877
353
134
4.922
1.846
18.710
791
1.142
649
225
2.056
843
88,78
84,21
76,76
54,46
59,61
239,32
219,07
- 2.099
- 125
- 266
- 296
- 91
2.865
1.003
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
8 Bulungan Padi
Jagung
Kedelai
110.951
41.004
2.279
170
23.777
1.960
154
12.537
530
766
189,65
369,56
20,10
11.240
1.430
- 612
Aman
Aman
Rawan
38. Proceeding Seminar Forum SANKRI
32 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
332
144
8.263
3.609
302
131
7.024
3.176
435
151
1.378
565
69,54
86,56
509,69
562,37
- 132
- 20
5.646
2.611
Rawan
Rawan
Aman
Aman
9 Nunukan Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
126.289
39.444
1.019
62
198
106
11.824
2.002
22.873
876
56
180
96
10.050
1.762
14.271
604
871
495
172
1.569
643
160,28
145,17
6,44
36,44
55,98
640,76
274,07
8.602
273
- 815
- 315
- 76
8.482
1.119
Aman
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
10 Malinau Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
56.245
17.076
247
19
89
32
3.551
644
9.902
212
17
81
29
3.018
567
6.356
269
388
220
76
699
286
155.80
79,01
4,43
36,77
37,94
432,08
197,96
3.546
- 56
- 371
- 139
- 47
2.320
280
Aman
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
11 Tarakan Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
179.050
-
-
-
-
-
7.707
1.755
-
-
-
-
-
6.551
1.544
20.233
856
1.235
702
244
2.224
911
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
294,58
169,46
- 20.233
- 856
- 1.235
- 702
- 244
4.327
633
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
12 Balikpapan Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
497.216
291
336
0
9
-
7.992
209
169
289
-
8
-
6.793
184
56.185
2.377
3.431
1.949
676
6.175
2.531
0,30
12,16
0,00
0,42
0,00
110,00
7,27
- 56.017
- 2.088
- 3.431
- 1.941
- 676
618
- 2.347
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Rawan
13 Samarinda Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
603.312
23.853
135
-
27
-
7.162
1.052
13.832
116
-
25
-
6.088
926
68.174
2.884
4.163
2.365
821
7.493
3.071
20,29
4,03
0,00
1,04
0,00
81,24
30,15
- 54.342
- 2.768
- 4.163
- 2.340
- 821
- 1.405
- 2.145
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
KALTIM Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
3.050.264
536.947
12.604
1.873
2.253
882
102.289
26.212
311.365
10.839
1.695
2.052
880
86.946
23.067
344.680
14.580
21.047
11.957
4.148
37.884
15.526
90,33
74,34
8,05
17,17
19,28
229,50
148,57
- 33.314
- 3.741
- 19.352
- 9.905
- 3.348
49.061
7.541
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
Aman
Aman
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur
Data Penduduk Tahun 2007 masih proyeksi
Data Tahun 2007 merupakan ARAM II 2007
*) Analisis Kajian, 2008
Dari data pemenuhan kebutuhan konsumsi komoditas utama pada seluruh kabupaten/
kota se-provinsi kalimantan timur tersebut terlihat bahwa hanya 8 (delapan) daerah
berstatus kabupaten dengan kategori aman pangan untuk komoditas padi, dan 5 (lima)
kabupaten berkategori aman pangan untuk komoditas jagung. Namun, secara rata-rata
terlihat bahwa Provinsi Kalimantan Timur masih berada pada status cukup rawan pangan,
sehingga membutuhkan penanganan berorientasi peningkatan ketersediaan pangan siap
konsumsi.
39. Proceeding Seminar Forum SANKRI
33 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
B. Indikator Akses Terhadap Pangan (Food Access)
a. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (Population Below
Poverty Line);
Tabel 3.4
Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2007
Jumlah penduduk miskin merupakan gambaran dari penduduk yang tidak memiliki
akses yang produktif terhadap mata pencaharian yang memadai. Semakin besar
40. Proceeding Seminar Forum SANKRI
34 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
jumlah penduduk miskin, maka semakin rendah pula akses mereka terhadap tingkat
yang memadai terhadap pangan dan semakin tinggi tingkat kerawanan pangan
didaerah-daerah tersebut (Peta Kerawanan Pangan Provinsi Kaltim, 2004).
Badan Pusat Statistik (BPS) membuat definisi penduduk miskin adalah penduduk
yang pengeluaran konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan. Penentuan garis
kemiskinan berdasarkan pada pendekatan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan
dasar (basic need approach), baik makan maupun bukan makanan. Untuk kebutuhan
dasar makanan digunakan angka kebutuhan konsumsi 2100 kilokalori per-hari.
Berdasarkan data secara nasional, tergambarkan persentase penduduk miskin di
Indonesia mengalami penurunan meskipun angkanya sangat kecil yaitu 16,58 %
dalam tahun 2007 menurun 0, 11 % dibanding tahun 2005. Provinsi DKI Jakarta
menduduki peringkat teratas dengan angka kemiskinan yang cukup rendah yaitu
4,61% dan tertinggi pada Provinsi Papua dengan persentase mencapai 40,78 %.
Tingginya kesejangan ini memerlukan perhatian serius dikarenakan kemiskinan yang
tinggi dapat menyebabkan akses terhadap pangan sangat rendah dan dapat
menyebabkan tingginya angka kematian akibat kelaparan serta kekurangan gizi.
Tabel 3.5
Kategorisasi Ketahanan Pangan Berdasarkan Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut
Kabupaten/ Kota Di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
No Kabupaten/ Kota
Jumlah RT Miskin
(jiwa)
% Penduduk
Miskin
Terhadap Total
Penduduk
Kategori
Ketahanan Pangan *)
1 Pasir 24.459 13,75 Cukup Rawan
2 Kutai Barat 14.824 9,60 Cukup Aman
3 Kutai Kartanegara 45.679 9,04 Cukup Aman
4 Kutai Timur 25.230 14,03 Cukup Rawan
5 Berau 13.018 8,30 Cukup Aman
6 Malinau 9.358 17,90 Rawan
7 Bulungan 12.516 11,82 Cukup Rawan
8 Nunukan 13.996 12,01 Cukup Rawan
9 Penajam Paser Utara 14.979 12,26 Cukup Rawan
10 Balikpapan 8.278 1,70 Aman
11 Samarinda 30.880 5,25 Cukup Aman
12 Tarakan 6.521 3,92 Aman
13 Bontang 8.357 6,68 Cukup Aman
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2007
*) Analisis Kajian, 2008
Secara khusus untuk Provinsi Kalimantan Timur, kondisi ketahanan pangan berdasarkan
persentase jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk terbilang relatif masih
menghawatirkan. Ini terbukti dengan hanya 2 (dua) daerah saja yang tergolong aman/ tahan
pangan yaitu, Kota Balikpapan dan Tarakan, sedangkan 5 daerah lainnya berstatus cukup
aman, sedangkan 5 daerah lainnya yaitu Pasir, Kutai Timur, Bulungan, Nunukan, dan
41. Proceeding Seminar Forum SANKRI
35 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Penajam Paser Utara berstatus cukup rawan, dan Kabupaten Malinau sebagai yang terluas di
Provinsi Kalimantan Timur berstatus rawan. Semakin rendahnya jumlah penduduk miskin
dapat mengindikasikan tingkat pemenuhan pangan ditingkat rumah tangga yang semakin baik
pula.
b. Persentase rumah tangga yang tidak dapat meng-akses listrik (Access to Electricity)
dan Persentase Infrastruktur jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat (Villages
with connectivity);
Akses terhadap listrik serta kesiapan infastruktur jalan yang bisa dilalui kendaraan roda
empat akan berpengaruh terhadap sarana infrastuktur yang diceminkan melalui indeks
infrastruktur. Berdasarkan data yang ada di Dinas Pertanian dapat dikelompokkan daerah-
daerah berdasarkan tingkat ketahanan pangannya pada dimensi indikator Indeks
Infrastruktur. Namun, data yang ada tidak memasukkan daerah perkotaan dikarenakan
infrastrukturnya yang cukup mapan dibanding daerah kabupaten.
Tabel 3.6
Persentase Keluarga Miskin dan Indeks Infastruktur Pada Beberapa Kabupaten di
Kalimantan Timur Tahun 2003 – 2004
No Kabupaten
Persentase
Keluarga
Miskin
Indeks
Infrastruktur
Kategori Ketahanan Pangan
2003 2004 2003 2004 2003 2004
1 Pasir 17,07 15,79 0,25 0,23 Cukup Rawan Cukup Rawan
2 Kutai Barat 13,81 13,63 0,54 0,32 Aman Cukup Aman
3 KUKAR 15,69 15,07 0,24 0,14 Aman Aman
4 Kutai Timur 17,40 16,52 0,74 0,37 Rawan Cukup Rawan
5 Berau 9,83 8,41 0,26 0,50 Aman Cukup Aman
6 Malinau 23,99 23,88 0,18 0,56 Cukup Aman Rawan
7 Bulungan 23,75 22,19 0,27 0,38 Cukup Rawan Cukup Rawan
8 Nunukan 21,55 21,18 0,42 0,40 Cukup Rawan Cukup Rawan
9 PPU 17,07 15,79 0,06 0,06 Cukup Aman Cukup Aman
Sumber : Peta kerawanan Pangan Kaltim, 2004
Secara umum dalam hal akses terhadap pangan, Kabupaten Malinau layak mendapatkan
perhatian lebih karena berada dalam keadaan rawan pangan. Kabupaten Malinau sarana
infrastrukturnya sangat minim sehingga distribusi pangan ke daerah-daerah dalam
wilayah malinau mengalami kesulitan.
Daerah-daerah berkategori cukup rawan yaitu pasir, kutai timur, bulungan, dan nunukan
yang juga perlu mewaspadai kondisi kerawanan pangan didaerahnya dengan langkah-
langkah preventif. Kondisi cukup rawan ini disebabkan penduduk miskinnya yang cukup
tinggi sehingga berpengaruh pada kemampuan mendapatkan pangan yang layak.
42. Proceeding Seminar Forum SANKRI
36 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Gambar 3.1
Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Akses Pangan Tahun 2003 - 2004
C. Indikator Penyerapan Pangan (Utilization)
Meskipun suatu daerah atau seseorang tahan pangan bila ditinjau dari ketersediaan
pangan dan akses pangan, kondisi kerawanan pangan secara keseluruhan masih akan
bergantung pada faktor-faktor seperti akses terhadap infrastruktur kesehatan dan fasilitas
dasar seperti akses ke air minum yang aman, sanitasi, dan dampaknya (outcome) dari
pemanfaatan dan penyerapan pangan dimana ditunjukkan dari status gizi individu
terutama pada anak-anak dan wanita
Baik buruknya dimensi pemanfaatan dan penyerapan pangan dipengaruhi oleh persentase
ibu yang buta huruf, keadaan infrastruktur kesehatan dan keadaan nutrisi dan kesehatan.
Keadaan infrastruktur kesehatan dapat dinilai melalui akses penduduk ke fasilitas
kesehatan, komposisi jumlah dokter yang melayani kesehatan penduduk per satuan luas
wilayah, dan akses penduduk ke fasilitas air bersih. Keadaan nutrisi dan kesehatan dinilai
melalui besarnya angka harapan hidup waktu lahir, persentase anak yang berat badannya
dibawah standar, dan besarnya angka kematian bayi (Peta Kerawanan Pangan Provinsi
Kaltim, 2004)
a. Angka kematian bayi waktu lahir (Infant Mortality Rate, IMR);
b. Umur harapan hidup anak usia 1 tahun (Life Expectancy);
43. Proceeding Seminar Forum SANKRI
37 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Tabel 3.7
Angka Kematian Bayi (2000-2005) dan Harapan Hidup (2005-2006) Menurut Provinsi
Keberhasilan program ketahanan pangan salah satunya dapat dilihat dari peningkatan usia
harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui
Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap
pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai
pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang
memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan
memperpanjang usia harapan hidupnya.
44. Proceeding Seminar Forum SANKRI
38 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa DI. Yogyakarta memiliki angka harapan hidup
tertinggi secara nasional dengan angka 73,0 dan terendah di provinsi Nusa Tenggara
Barat dengan angka 60,9. Perbandingan ini menggambarkan bahwa dengan semakin
tingginya angka harapan hidup disuatu daerah berarti kondisi ketahanan pangan pada
daerah tersebut semakin baik. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di
suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial
lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program
pemberantasan kemiskinan.
Tabel 3.8
Kondisi Ketahanan Pangan di Pulau Kalimantan Berdasarkan
Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup
No Provinsi
Angka Kematian
Bayi (2005)
Angka Harapan
Hidup (2006)
Level Ketahanan
Pangan *)
1 Kalimantan Selatan 41 62,4 Rawan
2 Kalimantan Barat 35 66,0 Cukup Rawan
3 Kalimantan Tengah 29 70,8 Aman
4 Kalimantan Timur 23 70,4 Aman
*) Analsis Kajian, 2008
c. Persentase anak yang kurang gizi (Children Underweight);
d. Persentase penduduk yang dapat mengakses air bersih (Access to safe drinking water);
e. Persentase penduduk yang tinggal > 5 km dari puskesmas (Access to puskesmas);
f. Persentase wanita yang buta huruf (Female Illiteracy)
Dalam FIA (2005) dijelaskan bahwa adanya kerawanan pangan di suatu daerah yang
diindikasikan oleh 10 indikator dan dikelompokkan ke dalam 3 aspek/dimensi ketahanan
pangan, yaitu Dimensi Ketersediaan Pangan (Food Availibility), Akses Terhadap Pangan
(Food Access), dan Penyerapan Pangan (Food Consumption, Health, and Nutrition).
Ketiga dimensi tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terjadinya
kerawanan pangan yang bersifat khronis (chronic food insecurity) yang memerlukan
penanganan jangka panjang.
Tabel 3.9
Kategori Penyerapan Pangan Beberapa Kabupaten
di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004
No Kabupaten
Kategori
Wanita Buta
Huruf
Infrastruktur
Kesehatan
Nutrisi dan
Kesehatan
Pemanfaatan dan
Penyerapan Pangan
1 Pasir Sangat Aman Sangat Aman Rawan Cukup Rawan
2 Kutai Barat Sangat Aman Cukup Rawan Cukup Rawan Rawan
3 KUKAR Sangat Aman Aman Cukup Rawan Aman
4 Kutai Timur Sangat Aman Cukup Aman Rawan Cukup Aman
45. Proceeding Seminar Forum SANKRI
39 | P a g e “ Strategi Penguatan Ketahanan Pangan
Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan “
5 Berau Sangat Aman Aman Cukup Rawan Cukup Aman
6 Malinau Sangat Aman Rawan Cukup Rawan Rawan
7 Bulungan Sangat Aman Cukup Aman Aman Cukup Aman
8 Nunukan Sangat Aman Cukup Rawan Cukup Aman Cukup Aman
9 PPU Sangat Aman Aman Cukup Aman Cukup Aman
Sumber : Peta Kerawanan Pangan Provinsi Kaltim, 2004
D. Dimensi Kerentanan Pangan
Selain 3 dimensi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat satu dimensi lagi yang
meskipun tidak terlalu signifikan besar pengaruhnya tetapi turut menyumbang potensi
timbulnya kerawanan pangan di daerah. Dimensi tersebut adalah Dimensi Kerentanan
Pangan. Dalam dimensi kerentanan pangan ini dipengaruhi oleh luasan hutan yang
dimiliki suatu wilayah, fluktuasi areal lahan yang terdegradasi, dan luas areal pertanaman
padi yang mengalami puso.
Gambar 3.2
Kondisi Kerentanan Pangan Beberapa Kabupaten di
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003 - 2004
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa Tahun 2004 daerah dengan kategori
Cukup Rawan yaitu Kabupaten Pasir dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), daerah
dengan kategori Cukup Aman yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Berau,