Pengembangan Model Best Practices Penyelenggaraan Manajemen Pemerintah dan Pembangunan di Kalimantan
2. PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICE PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI
KALIMANTAN
112 halaman + xii halaman, 2005
Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 979-99635-6-7
1. Best Practice Penyelenggaraan Pemda 2. Manajemen Pemerintah Daerah
Tim Peneliti :
Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA (Peneliti Utama)
Gugum Gumelar, SH (Peneliti)
Drs. Heryono Susilo, M.Si (Peneliti)
Aryono Mulyono, BBA (Pembantu Peneliti)
Siti Zakiyah, S.Si (Pembantu Peneliti)
Sekretariat :
Ma'mun, SE.,M.Si
Baharudin, S.Sos.,M.Pd
Said Fadhil, S.IP
Editor :
Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA, Said Fadhil, SIP,
Siti Zakiyah, S.Si., Windra Mariani, SH
Diterbitkan Oleh :
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
LAN Samarinda
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-
(limamiliarrupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.500.000.000,- (limaratusjutarupiah).
3. KATA PENGANTAR
Di era otonomi luas dewasa ini, inovasi kebijakan dan daya
kreasi aparatur pemerintah merupakan kata kunci untuk berhasilnya
pembangunan di daerah. Untuk itu, inovasi dan daya kreasi ini perlu
terus diasah dan dikembangkan agar menjadi tools yang manjur untuk
membangun figur kepemerintahan lokal yang efektif, efisien,
professional,bersih,committed,akuntabel, sertaberkinerja tinggi.
Fenomena dewasa ini mengilustrasikan bahwa meskipun telah
terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap terobosan-
terobosan kebijakan di banyak daerah, namun semangat untuk
menggali hal-hal baru (invention) dan menemukan metode-metode
baru (innovation) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah masih
dirasakan pelu diperkuat lagi. Indikasi belum mengakarnya kebiasaan
dan penerapan inovasi ini terlihat misalnya dalam hal masih
banyaknya berbagai pungutan (retribusi) daerah yang memberatkan
pelaku usaha, sehingga justru berdampak kontraproduktif bagi
perekonomiandaerahdankesejahteraan masyarakat.
Mempertimbangkan perlunya inovasi dalam proses formulasi
dan implementasi kebijakan publik itulah, maka kajian ini dilakukan.
Tim peneliti memandang issu ini sangat penting, terutama jika
dikaitkan dengan trend global administrasi publik kontemporer seperti
accountable governance, learning organization, dan sebagainya. Artinya,
organisasi pembelajar dan pemerintahan yang akuntabel dapat dicapai
secara lebih baik jika ditunjang oleh adanya inovasi dan daya kreasi
yang optimaldariseluruhjajaranaparatur.
Dengan dilakukannya kajian tentang ini, diharapkan tersedia
gambaran umum tentang tingkat inovasi yang telah dicapai oleh
daerah beserta kasus-kasus kebijakan di sektor tertentu. Dari sini
Ii
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
4. diharapkan muncul hallo effect bagi daerah/instansi lain untuk dapat
mengembangkan inovasi pada lingkup daerah/instansi masing-
masing.
Dengan selesainya kajian ini, Tim peneliti ingin menyampaikan
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu terlaksananya program kajian ini, khususnya kepada
para pejabat di daerah sample, yakni di Kota Palangkaraya, Kota
Pontianak, Kota Banjarmasin, serta Kota Balikpapan. Pada saat
bersamaan, Tim juga menyadari bahwa kajian ini masih mengandung
banyak kelemahan dan kekurangan, baik secara metodologis maupun
substantif. Untuk itu, Tim sangat mengharapkan adanya kritik, saran,
sertakomentar cerdasdankonstruktif dariberbagai pihak.
Akhir kata, tim peneliti berharap hasil kajian ini dapat
membawa manfaat dan menjadi salah satu rujukan dalam pembenahan
manajemen pemerintahan daerah, khususnya dalam upaya
penyempurnaan kualitas kebijakan publik dilevel daerah.
Samarinda, Desember 2005
Tim Peneliti
Iii
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
5. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………… i
Daftar Isi ……………………………………………………………....... iii
Daftar Tabel …………………………………………………………...... vi
Daftar Gambar ………………………………………………………..... vii
Ringkasan Eksekutif /
Executive Summary …………………………………............................... viii
Bab I Pendahuluan ………………………………………………… 1
A. LatarBelakang ……………………………………….......... 1
B. Perumusan Masalah ...…………………………………… 3
C. Kerangka Pikir: Otonomi Daerah dan Tuntutan
Pemerintahan Wirausaha Yang Inovatif ......................... 4
D. Ruang Lingkup ................................................................... 9
E. Tujuan dan Kegunaan .......………………………………. 10
F. Target/Hasil yang Diharapkan ………………………… 11
G. Status dan Jangka Waktu ………………………………...11
Bab II Kerangka Teori dan Praktek Pengembangan Difusi
Inovasi Pemerintah Daerah di Era Otonomi ……………. 12
A. Konsep dan Perspektif Difusi Inovasi …………………. 12
1. Pengertian dan Elemen Difusi Inovasi ……………... 12
2. Teori-Teori Difusi Inovasi …………………………... 14
3. Proses Pengembangan Difusi Inovasi …………….... 18
4. Karakteristik Adopter dan Hubungannya dengan
Tingkat Adopsi Inovasi …………………………….... 19
B. Praktek-Praktek Inovasi dan Terobosan Manajemen
Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah .....……… 23
1. Propinsi Kaltim: Pengisian Formasi Jabatan
Eselon II Secara Terbuka dan Kompetitif
(Competitive Leadership Inventory) ................................ 25
Iiii
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
6. 2. Kota Bontang: Menggenjot PAD
Dengan Pelepah Pisang ................................................ 29
3. Kabupaten Pasir: Reklamasi Eks Tambang
Menjadi Obyek
4. Kabupaten Jembrana: Pendidikan
Gratis 12 Tahun ............................................................. 35
5. Kota Tarakan: Merangsang Pertumbuhan Ekonomi
dan PAD Tanpa Membebani Masyarakat ………......36
6. Kabupaten Madiun: Silaturahmi dan Bakti Sosial
Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat ......... 40
7. Kabupaten Tanah Datar: Terobosan
Manajemen Pendidikan ………………………............ 41
8. Kabupaten Sidoarjo: Reformasi Birokrasi
Pelayanan Investasi …………………………………... 43
9. Kabupaten Kutai Timur: Pelayanan Terpadu
Berbasis E-Government ……………………………… 46
10.Kabupaten Ngawi: Pemberdayaan
Ekonomi Lokal ............................................................... 47
Bab III Praktek Terbaik (Best Practices) Manajemen Pemerintahan
dan Pembangunan di Kota Palangkaraya,
Kalimantan Tengah ………………………………………… 51
A. Gambaran Umum Daerah ………………………………. 51
B. Best Practice Bidang Pelayanan Kesehatan …………… 53
C. Best Practice Bidang Pertanian …………………………. 65
Bab IV Praktek Terbaik (Best Practices) Manajemen
Pemerintahan dan Pembangunan di Kota Pontianak,
Kalimantan Barat ................................….............…............71
A. Kondisi Umum Daerah ………………………………….. 71
B. Best Practice Pemanfaatan Produk Lokal Unggulan
(Aloe Vera) ………………………………………………… 75
Wisata ……………………..................32
Iiv
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
7. C. Kendala dan Rekomendasi Pengembangan Produk
Unggulan Aloe Vera ……………………............................ 84
Bab V Praktek Terbaik (Best Practices) Manajemen Pemerintahan
dan Pembangunan di Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan .………………………………….......... 88
A. Kondisi Umum Daerah ………………………………...... 89
B. PDAM Bandarmasih: Dari Kondisi Terpuruk Menuju
PDAM yang Sehat, Mandiri dan Prima
dalam Pelayanan ....…......................................................... 91
Bab VI Praktek Terbaik (Best Practices) Manajemen Pemerintahan
dan Pembangunan di Kota Balikpapan,
Kalimantan Timur .......................................................…....... 100
A. Kondisi Umum Wilayah ……………………………….... 100
B. Best Practice Bidang Manajemen Kependudukan …….. 102
C. Best Practice Bidang Penataan Perkotaan …………........ 106
Bab VII Penutup …………………………………………………... 108
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...... 111
LAMPIRAN
Lampiran 1 SK Tim Pengelola Kajian
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Iv
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
8. DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Daerah Sampel/Tujuan Kajian ………………………… 10
Tabel 3.1. Kunjungan / Studi Banding Pengelolaan Puskesmas
Swadana di Kota Palangkaraya ……………………....... 64
Tabel 4.1. Data Indikator Kependudukan Kota Pontianak
Tahun 2004 ……………………………………………….. 72
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Kota Pontianak Berdasar
Lapangan Pekerjaan …………………………………….. 73
Tabel 5.1. Sumber Pendanaan PDAM Bandarmasih ……………. 101
Ivi
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
9. DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kurva Kategori Adopter Mulai dari
Inovator - Laggards ...................................................... 16
Gambar 2.2. Kurva S yang Menggambarkan Kumulatif Jumlah
Adopter yang Mengadopsi Inovasi ............................. 17
Gambar 2.3. Proses Pengembangan Inovasi
(Sumber: Purwanto, 2000) ........................................... 18
Gambar 5.1. Perkembangan Jumlah Pelanggan PDAM
Bandarmasih 2000-2004 ............................................. 95
Ivii
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
10. RINGKASAN EKSEKUTIF
Ditengah euphoria otonomi yang sangat tinggi dewasa ini, opsi
pemerintahan daerah yang cekatan dan responsif, efektif dan efisien,
serta kreatif dan inovatif, tidak terelakkan lagi. Sebab, semangat dan
esensi kebijakan otonomi daerah adalah untuk memberikan kebebasan
yang lebih luas kepada daearh untuk mengatur urusan rumah
tangganya sendiri. Dengan kata lain, otonomi diharapkan melahirkan
pemerintahan daerah yang mandiri / independen, kompeten/kapabel,
serta akuntabel dan berkinerja tinggi. Harapan seperti ini nampaknya
tidak akan tercapai secara memuaskan jika tidak disertai dengan
semangat membangun inovasi di kalangan aparatur pemerintahan
daerah.
Untungnya, dewasa ini telah berkembang kecenderungan
untuk membudayakan praktek-praktek terbaik dalam proses
pembangunan kemasyarakatan ataupun kegiatan pemerintahan di
daerah. Sekecil apapun lingkup dan volume kegiatan, namun jika
dapat menjadi contoh yang baik bagi reformasi kelembagaan atau
ketatalaksanaan, maka hal itu dapat diklasifikasikan sebagai best
practices yang perlu terus diperkuat. Dan ditengah berbagai kritik
tentang lemahnya manajemen dan kinerja pemerintahan daerah,
adanya inovasi dan terobosan dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan, terasa sekali memberikan harapan yang segar terhadap
prospekpenerapan kebijakan desentralisasidiIndonesia.
Berbagai praktek terbaik dari manajemen pembangunan
daerah diatas, tentunya perlu diungkap secara luas agar dapat menjadi
efek pembelajaran (learning effect) yang menyebar dan dapat diadopsi
olehdaerah/instansilainnya.
Atas dasar pertimbangan dan kebutuhan untuk menyebarkan
semangat inovasi manajemen tadi, maka kajian ini mencoba
Iviii
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
11. merumuskan tujuan yang ingin dicapai, yakni teridentifikasikannya
praktek-praktek terbaik manajemen pemerintahan daerah (best
practices) di wilayah Kalimantan, serta terdiseminasikannya hal
tersebut kepada daerah lain sebagai upaya benchmarking dalam rangka
revitalisasi pelayanan publik. Dengan adanya identifikasi dan
diseminasi best practices tadi, diharapkan akan tercapai peningkatan
inovasi dan kreativitas diantara para penyelenggara pemerintahan
daerah, sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah-daerah di
wilayah Kalimantan telah cukup kreatif dan inovatif dalam
menemukan terobosan kebijakan di bidang/sektor tertentu. Di Kota
Palangkaraya, misalnya, terdapat terobosan dalam bidang kesehatan
danbidang pertanian.
Di bidang kesehatan, Pemkot Palangkaraya menerapkan pola
swadana untuk pengelolaan 4 puskesmas. Dengan diterapkannya pola
swadana bagi puskesmas ini, maka stigma pelayanan puskesmas
dahulu yang kumuh, seadanya, tanpa pemeriksaan dokter, kurang
obat, dan sebagainya, sekarang ini sudah sangat berkurang. Bahkan
saat ini Puskesmas Pahandut mempunyai daya saing yang cukup
kompetitiif dibanding jasa pelayanan kesehatan lain seperti dokter
praktik, klinik, bahkan RSUD maupun RS Swasta. Selain itu, penerapan
pola swadana tadi dapat menciptakan manfaat-manfaat yang sangat
positif, diantaranya: 1) mengurangi ketergantungan Puskesmas
terhadap APBD atau APBN, malah dapat menjadi sumber pendapatan
baru (income accumulation); 2) Mampu mewujudkan prinsip value for
money serta mencapai customer satisfaction secara optimal;
3) meningkatnya akuntabilitas dan transparansi anggaran; serta
4) meningkatnya kesejahteraan pengelola puskesmas, sekaligus
memperbesarpeluang pengembangan kompetensiSDM.
Iix
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
12. Selanjutnya di bidang pertanian, Pemkot Palangkaraya berhasil
merubah asset yang tidak termanfaatkan (idle capacity) menjadi potensi
yang amat menjanjikan. Kasusnya adalah transformasi lahan
lebak/rawa menjadi lahan pertanian yang sangat produktif.
Pembukaan lahan rawa menjadi areal pertanian ini merupakan sumber
baru produksi beras, sumber baru mata pencaharian bagi penduduk
miskin dan pengangguran, serta sumber penghasilan baru bagi para
petani penggarap. Bahkan banyak pihak berharap bahwa tanaman
padi ini akan menjadi primadona baru bagi Kota Palangkaraya, paling
tidak mengurangi ketergantungan terhadap supply beras dari daerah
lain. Program ini juga menjadi strategi pengentasan kemiskinan yang
jitu. Sebagaimana diketahui, para petani penggarap lahan rawa ini
adalah bekas perambah hutan dan nelayan. Namun kehidupan sebagai
perambah hutan dan nelayan dirasakan tidak pernah mengalami
peningkatan. Sebaliknya, baru setahun bercocok tanam ternyata sudah
memperoleh hasil yang nyata. Dan akhirnya, program ini tidak saja
berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani penggarap, namun
juga akan memperkokoh indikator ekonomi makro di daerah seperti
perdapatan per kapita, PDRB, angka pengangguran, dan sebagainya,
bahkan juga akan berkontribusi pada peluang untuk memperkuat basis
pendapatan aslidaerah(PAD).
Sementara itu di Kota Pontianak, potensi lidah buaya (aloe vera)
dapat dioptimalkan menjadi berbagai produk komoditas unggulan,
sekaligus memberikan dampak ikutan (spreading effects) yang positif
secara sosial ekonomi. Pengembangan tanaman lidah buaya dilahan
gambut merupakan suatu upaya terobosan untuk memanfaatkan
potensi lahan tidur menjadi lahan produktif yang diharapkan dapat
membantu meningkatkan pemberyadaan ekonomi di daerah. Melihat
lahan gambut merupakan lahan kering yang kurang subur, bersifat
asam dan miskin hara, tidak semua jenis tanaman bisa tumbuh dan
beradaptasi. Dilain pihak potensi lahan gambut yang dapat
dikembangkan cukup besar, sehingga diperlukan suatu pengelolalaan
Ix
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
13. yang baik agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
kepada masyarakat. Dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa
kebijakan pengembangan aloe vera ini bersifat mutualis. Disatu sisi,
lahan gambut yang selama ini menjadi asset kurang bernilai, dapat
dioptimalkan; dan disisi lain, penanaman aloe vera sendiri
menghasilkan keuntungan ekonomisdansosial.
Di Kota Banjarmasin, reformasi birokrasi pelayanan terjadi di
PDAM Bandarmasih. Reformasi dilaksanakan mulai awal 2001
ditandai dengan pergantian jajaran Direksi. Pada saat itu disusun
Business Plan secara demokratis, transparan dan akuntabel berisi visi
dan misi PDAM Bandarmasih; dengan visi menjadikan PDAM yang
Sehat, Mandiri dan Prima dalam Pelayanan. Dalam implementasi visi
misi tersebut, direksi PDAM Bandarmasih menerapkan strategi
learning organization (organisasi pembelajar). Langkah awal yang
ditempuh adalah dengan menyamakan persepsi antara direksi dengan
jajaran karyawan (shared vision), dan kemudian membangun komitmen
bersama (building commitment) antara PDAM dengan stakeholders,
sehingga langkah-langkah yang diambil oleh PDAM dalam
pengembangan usahanya akan mendapat dukungan dari mereka.
PDAM Bandarmasih juga membangun personal mastery karyawannya
dengan menyediakan berbagai jenis pelatihan yang diajukan sendiri
oleh karyawan berdasarkan tuntutan kebutuhan. Dengan menerapkan
prinsip learning organization ini, PDAM Bandarmasih mampu
menghasilkan laba sebesar Rp 3,25 milyar dalam kurun waktu 4 tahun
dari sebelumnya minus Rp 15 milyar pada tahun 2001. Selain itu,
peningkatan tariff setiap 6 bulan (semester) tidak pernah menimbulkan
gejolak di tengah masyarakat karena diimbangi oleh jaminan kualitas
pelayanan (qualityassurance ofpublicservices).
Akhirnya, di Kota Balikpapan, beberapa praktek terbaik
manajemen pemerintahan juga telah terimplementasikan, baik pada
bidang pelayanan kependudukan maupun penataan perkotaan. Di
Ixi
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
14. bidang kependudukan, Pemkot Balikpapan menerapkan sistem KTP
Sementara dan KTP bagi orang miskin. Dalam sistem KTP sementara,
seorang pendatang akan diberikan KTP Sementara dengan membayar
sejumlah uang jaminan. Setelah mendapat pekerjaan (dalam kurun 6
bulan tadi), mereka dapat mengajukan KTP Tetap. Namun jika setelah
enam bulan tetap tidak mendapat pekerjaan, maka mereka diminta
pulang atau dipulangkan secara paksa dengan biaya dari uang yang
mereka depositkan kepada Pemkot. Sementara bagi warga miskin,
pelayanan KTP diberikan secara gratis. Dengan cara ini, maka jumlah
penduduk miskin dapat diketahui, sehingga program bantuan bagi
penduduk miskin benar-benar dapat mengena sasaran yang benar-
benar berhak. Selain itu, seluruh pemegang KTP WNI tetap (termasuk
KTP Pra Sejahtera dan KS-1) diikutsertakan dalam program asuransi
jiwa. Dengan menerapkan manajemen kependudukan yang modern
ini, beberapa manfaat dapat diraih sekaligus, yaitu: 1) tersedianya data
kependudukan yang akurat dan up to date; 2) tidak adanya KTP ganda
dan hilangnya percaloan dalam pengurusan KTP; 3) termonitornya
arus migrasi (masuk dan keluar) penduduk; 4) berkurangnya keluhan
masyarakat terhadap kinerja pelayanan kependudukan; 5)
terseleksinya penduduk yang masuk ke Kota Balikpapan secara ketat;
serta 6) meningkatnya efektivitas dan efisiensi pencapaian program /
kebijakan pada bidang tertentu, misalnya program pengentasan
kemiskinan.
Sementara itu dalam bidang penataan perkotaan, Pemkot
Balikpapan berhasil mensiasati kondisi geografis daerahnya yang
banyak terdiri dari wilayah sungai dan perairan, menjadi konsep
hunian yang cukup matang, dengan cara mengembangkan konsep
permukiman atas air. Selama ini, permukiman diatas wilayah perairan
sangat dihindarkan karena berpotensi menimbulkan kawasan kumuh.
Namun di Balikpapan justru menjadi alternatif baru terhadap upaya
penataan kota. Beberapa keuntungan dari program ini adalah bahwa
perumahan kampung air ini pada jangka pendek bisa menjadi
Ixii
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
15. alternatif penanggulangan kawasan kumuh di perkotaan, serta
menciptakan lingkungan yang rapi dan sehat. Selain itu, adalah fakta
bahwa harga perumahan di perkotaan saat ini sangat tinggi dan kurang
terjangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Itulah
sebabnya, perumahan kampung air ini juga dapat menjadi alternatif
solusi pengadaan rumah murah karena keterbatasan lahan di
perkotaan. Dan akhirnya, konsep pembangunan perumahan atas air ini
juga berbasis pada pemanfaatan potensi lokal, dalam hal ini adalah
kayu ulin yang banyak didapatkan di Kalimantan. Dengan kata lain,
tidak dibutuhkan adanya bahan-bahan modern seperti besi beton,
keramik, atau semen. Dengan demikian, selain lebih murah,
pembangunan perumahan seperti ini juga bernuansa alami, sehingga
dapat dikembangkan sebagai obyek wisata baru.
Ixi
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
17. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, ada kecenderungan untuk membudayakan
praktek-praktek terbaik dalam proses pembangunan kemasyarakatan
ataupun kegiatan pemerintahan. Sekecil apapun lingkup dan volume
kegiatan, namun jika dapat menjadi contoh yang baik bagi reformasi
kelembagaan atau ketatalaksanaan, maka hal itu dapat diklasifikasikan
sebagai best practices yang perlu terus dikembangkan. Di tengah
berbagai kritik tentang lemahnya manajemen dan kinerja
pemerintahan daerah, adanya inovasi dan terobosan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan, terasa sekali memberikan harapan
yang segar terhadap prospek penerapan kebijakan desentralisasi di
Indonesia.
Beberapa praktek terbaik yang dapat dikemukakan disini
antara lain adalah hasil penelitian IRDA (2002) di beberapa daerah. Di
Kabupaten Bandung, misalnya, Bupati dan jajarannya selalu
mengadakan diskusi terbuka mingguan untuk seluruh masyarakat
yang diselenggarakan pada tingkat kecamatan. Dialog semacam ini
memberi kesempatan kepada publik untuk menyampaikan usulan
ataupun umpan balik terhadap kinerja pemerintah di bidang
pelayanan sosial, serta permasalahan diberbagai bidang baik politik,
ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Forum-forum semacam ini
secara langsung akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap
kinerja pemerintah daerahsecarakeseluruhan.
Selain itu, di era otonomi luas saat ini juga terdapat fenomena
positif berupa hasrat di antara pemerintah Kabupaten/Kota dan antara
Kabupaten/Kota dengan pemerintah Propinsi untuk saling
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
1
18. bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan
yang sama-sama mereka hadapi. Bupati Indramayu, misalnya, telah
mendirikan sebuah asosiasi yang terdiri dari para pejabat berbagai
daerah yang kaya dengan sumber daya alam, khususnya minyak dan
gas bumi. Asosiasi ini membentuk sebuah forum bagi daerah
anggotanya untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Pusat
tentang proporsi bagi hasil minyak dan gas bumi yang semestinya
dikembalikan kepada daerah. Asosiasi ini juga telah melobi
pemerintah Pusat agar lebih terbuka dalam perhitungan DAU (dana
alokasiumum)kepada pemerintah Kabupaten/Kota.
Di wilayah Kalimantan, praktek best practices terefleksikan
dalam bentuk komitmen pemerintah daerah yang makin kuat dalam
pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari
masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Di
Pontianak, misalnya, pada bulan April 2001 telah diundangkan Perda
yang secara khusus dirancang untuk meningkatkan kualitas pelayanan
umum. Dengan memperhatikan potensi lokal, kebutuhan masyarakat,
dan efisiensi kerja, Pemerintah Kota Pontianak menetapkan bahwa
minimal 5,6 jam kerja sehari (dari total 8 jam kerja) harus dialokasikan
untuk pemberian layanan kepada masyarakat. Waktu yang lain (2,4
jam sehari) digunakan untuk urusan teknis administratif. Dinas dan
lembaga daerah lain yang tidak mentaati standar waktu pelayanan ini
akan dievaluasi kembali dan dipertimbangkan untuk digabung
dengan unit/lembaga lainnya (IRDA,2002).
Disamping ketiga bentuk praktek terbaik diatas, IRDA (2002)
juga menemukan banyak praktek-praktek baik (good practices) dari
manajemen pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan,
pertanian, lingkungan, serta investasi. Seiring dengan hasil temuan
tadi, dalam laporan ketiganya IRDA (2003) menyajikan pencapaian
utama dari desentralisasi dalam tiga aspek, yakni proses pengambilan
keputusan pada level daerah, pembangunan sumber daya manusia dan
keuangan, sertapeningkatan sistemakuntabilitas.
2
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
19. Berbagai praktek terbaik dari manajemen pembangunan
daerah diatas perlu diungkap secara luas agar dapat menjadi efek
pembelajaran (learning effect) yang menyebar dan dapat diadopsi oleh
daerah lainnya. Dalam hal ini, penemuan, ekspose dan pengakuan
secara luas atas praktek-praktek utama dalam manajemen
pembangunan dan pelayanan ini diharapkan dapat memberikan
beberapa manfaat secara sekaligus. Dan mengingat pentingnya inovasi
dan terobosan manajemen untuk mencapai kinerja pemerintahan yang
optimal, maka dipandang perlu untuk diadakan kajian tentang
praktek-praktek best practices dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerahdiwilayah Kalimantan.
B. PerumusanMasalah
Walaupun secara umum telah terjadi perkembangan yang
cukup signifikan berupa berubahnya rezim yang di dominasi oleh
birokrasi professional menjadi rezim yang lebih berbasis pada
keunggulan manajemen (a shift of regime dominated by bureau-
professionalism to one dominated by managerialism), namun harus diakui
bahwa berbagai inovasi dan terobosan manajemen tadi belum mampu
mendongkrak kinerja pemerintahan daerah di bidang pelayanan dan
pembangunan secara optimal. Ini berarti bahwa best practices dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah masih perlu terus digali dan
dikembangkan.
Disamping itu, terdapat indikasi bahwa budaya menggali dan
menemukan terhadap pola baru manajemen pemerintahan daerah ini
nampaknya belum menjadi kebiasaan dan kebutuhan bagi komponen
pemerintah dan masyarakat di daerah. Dengan kata lain, daya inovasi
dan kreativitas pemerintah dan para stakeholders di daerah masih
perlu dipacu, antara lain dengan memperkenalkan praktek-praktek
best practices yang berkembang di daerah lainnya. Secara tidak
langsung, hal ini menggambarkan terjadinya proses benchmarking
suatu daerah terhadap daerah lainnya dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
3
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
20. C. Kerangka Pikir: Otonomi Daerah dan Tuntutan Pemerintahan
Birokrasi, selama ini dikenal sebagai suatu konsep yang sangat
rasional, efektif dan efisien, serta tidak mungkin mengalami
kebangkrutan. Sebab, birokrasi didukung oleh berbagai sumber daya
manajemen (7M IS) yang sangat kokoh dan besar. Namun
kenyataannya, dewasa ini banyak tuntutan masyarakat luas maupun
kalangan akademik yang menghendaki dilakukannya "reformasi,
revitalisasi atau restrukturisasi" sektor publik. Tuntutan ini bukan
suatu kelatahan semata dari adanya program serupa di luar negeri,
tetapi memang merupakan kebutuhan yang mutlak dalam rangka
menghadapipersaingan global padaabad ke-21 nanti.
Gagasan akan perlunya efisiensi sektor publik dan
profesionalisme aparatur ini, jelas didasari oleh pemikiran bahwa pada
pada masa yang akan datang, aparatur negara akan dihadapkan pada
suatu kondisi obyektif yang menuntut daya saing (competitiveness) serta
kecepatan, ketepatan dan keakuratan (effectiveness) penyelenggaraan
tugas-tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan. Terlebih
lagi jika diingat bahwa sumber daya yang dimiliki oleh birokrasi tetap
terbatas, sementara tuntutan masyarakat terhadap jasa pelayanan
umum (public service) semakin meningkat, maka adanya kondisi
semacam ini apabila terus berlanjut tidak menutup kemungkinan akan
membengkak menjadi gap atau kesenjangan, dan pada gilirannya akan
menjauhkanbirokrasi darimasyarakat yang harusdilayaninya.
Berdasarkan kondisi empiris tersebut, sudah saatnya bagi
birokrasi - baik di negara maju maupun berkembang - untuk
melakukan reorientasi, revitalisasi maupun reformasi dari fungsi-
fungsi kepemerintahan dan pelayanannya. Beberapa negara yang telah
mencoba melancarkan program reformasi ini antara lain Kanada
dengan Public Service Reform 2000 (PS 2000), Malaysia dengan Visi 2020,
atau juga negara kita yang sedangmenyusunkonsepNusantara 21.
Wirausahayang Inovatif
4
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
Wirausaha yang Inovatif
21. Keseluruhan program reformasi sektor publik tersebut diatas,
menjadi lebih fenomenal dengan lahirnya buku Reinventing Government
(1992) karya Osborne dan Gaebler. Melalui tulisannya tersebut,
Osborne dan Gaebler mencoba menawarkan sepuluh prinsip yang
diyakini mampu membangkit-kan kembali semangat dan energi baru
bagi birokrasi. Secara singkat, inti ajaran yang dikemukakan adalah
bagaimana menginjeksikan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) ke
tubuh birokrasi.
Meskipun secara konsepsional kedua pakar diatas telah
memberikan garis-garis besar mengenai program reformasi sektor
publik, namun perlu dipahami juga bahwa aparatur pemerintah
dimasing-masing negara memiliki nuansa-nuansa yang secara
kontekstual berbeda. Oleh karena itu, implementasi prinsip-prinsip
kewirausahaan birokrasi perlu kita sikapi secara bijaksana, dalam
pengertian bahwa tujuan hakiki program reformasi sesungguhnya
adalah meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, bukan
untuk mewirausahakanbirokrasi semata-mata.
Hal ini sesuai pula dengan kekhawatiran Osborne dan Plastrik
dalam bukunya Banishing Bureaucracy (1996) yang mengemukakan
adanya mitos dalam program reformasi sektor publik. Maksudnya,
jangan sampai terjadi bahwa program reformasi yang sedang
diselenggarakan ternyata tidak atau kurang membawa hasil
sebagaimana yang diinginkan.
Untuk itu, maka improvisasi sumber daya manusia sektor
publik perlu diupayakan secara terus menerus dan sistematis, sehingga
akan mampu melaksanakan program reformasi secara tepat guna dan
berhasil guna. Terlebih lagi jika diingat bahwa kondisi lingkungan
strategis organisasi pemerintah telah demikian berkembang, maka
eksistensi dari aparatur yang bersih dan berwibawa, handal, bermental
baik, serta efektif dan efisien, jelas merupakan keniscayaan. Ini berarti
5
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
22. pula bahwa adanya pemerintahan yang berjiwa entrepreneurial akan
sangat menentukan sejauhmana inovasi, daya kreasi, dan terobosan
kebijakan di daerah dapat dipromosikan. Terlebih lagi ditengah
euphoria otonomi yang sangat tinggi dewasa ini, opsi pemerintahan
daerahyang cekatan, tidak terelakkan lagi.
Inti gagasan pemerintahan wirausaha sendiri sesungguhnya
telah muncul jauh sebelum lahirnya Reinventing Government. Dalam hal
ini, Gagasan Osborne dan Gaebler untuk menyuntikkan semangat
kewirausahaan ke sektor publik mengambil dasar konsepsional J.B. Say
(1800), yang mengatakan bahwa kewirausahaan (entrepreneur) adalah
pemindahan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah dengan
produktivitas rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dan
hasil yang lebih besar. Dengan kata lain, seorang wirausahawan
menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk memaksikmalkan
produktivitas dan efektivitas. Disamping itu, perlu digarisbawahi
bahwa wirausaha selalu identik dengan risk taker (pengambil resiko).
Seorang wirausahawan sesungguhnya bukan penanggung resiko,
melainkan akan mencoba mendefinisikan resiko yang harus dihadapi
sertamenimimalkansebanyak mungkin resikotersebut.
Istilah entrepreneur pertama kali diperkenalkan oleh Richard
Cantillon dalam bukunya yang berjudul Essai sur la Nature du Commerce
e n G e n e r a l ( 1 7 5 5 ) , y a n g m e n y a t a k a n b a h w a
entrepreneur/kewirausahaan adalah orang yang mengambil resiko
dengan jalan membeli barang dengan harga tertentu dan menjualnya
dengan harga yang belum pasti. Dalam pengertian Cantillon ini,
karakteristik utama wirausaha adalah keberaniannya mengambil
resiko, perannya mengambil keputusan untuk mendapatkan dan
menggunakan sumber daya, kegiatannya mencari peluang yang
terbaik untuk menggunakan sumber daya agar memperoleh hasil yang
terbesar.
6
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
23. Dalam bahasa Jerman, kata entrepreneur adalah unternehmer dan
kata bahasa Inggris yang paling mendekati maknanya dipandang dari
sudut sejarah berasal dari kata "projector" yang diartikan sebagai "yang
membuat proyek dimasa mendatang yang menanggung resiko dalam
pernyataannya". Dengan demikian para pembuat teori ekonomi dan
para penulis pada masa ini sepakat bahwa entrepreneur ialah mereka
yang memulai sebuah usaha baru dan yang berani menanggung segala
macam resiko, serta mereka yang mendapatkan keuntungannya.
Adapun karakteristik utama entrepreneur seperti dikemukakan oleh
Burch(1986:28-29) sebagai berikut:
1. Dorongan berprestasi, dalam arti bahwa semua entrepreneur yang
berhasil, memilikikeinginan besaruntuk mencapaisuatu prestasi.
2. Bekerja keras, dalam arti bahwa sebagian besar entrepreneur mabuk
kerjademimencapaisasaranyang ingin dicapai.
3. Memperhatikan kualitas, dalam arti bahwa entrepreneur menangani
dan mengawasi sendiri bisnisnya sampai mandiri, sebelum ia mulai
dengan usahayang baru.
4. Sangat bertanggungjawab, dalam arti bahwa entrepreneur secara
legal,
5. Berorientasi pada imbalan, dalam arti bahwa entrepreneur mau
menunjukkan prestasi, kera keras dan bertanggungjawab, dan
mereka mengharapkan imbalan yang sepadan dengan usahanya.
Imbalan ini tidak hanya berupa uang, tetapi juga pengakuan dan
penghormatan.
6. Optimis, dalam arti bahwa entrepreneur hidup dengan doktrin
semua waktu baik untuk berbisnis, dan segala sesuatu adalah
mungkin.
7. Berorientasi pada pada hasil karya yang baik (excellent oriented),
dalam arti bahwa entrepreneur seringkali ingin mencapai sukses
yang menonjoldanmenuntut segala yang first class.
8. Mampu mengorganisasikan, dalam arti bahwa entrepreneur
moral maupun mental sangat bertanggungjawab atas usaha
mereka.
7
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
24. mampu memadukan bagian-bagian dari usahanya dalam rangka
sebagai "komandan" yang berhasil.
9. Berorientasi pada uang, dalam arti bahwa entrepreneur mengejar
uang tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan
pengembangan usahanya saja, tetapi juga dilihat sebagai ukuran
prestasikerja dankeberhasilan.
Tuntutan adanya peran baru pemerintah diatas sesungguhnya
merupakan gejala yang wajar, mengingat bahwa sarana dan
prasarana (sumber daya) yang dimiliki oleh pemerintah sangat
terbatas. Sementara itu, keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana
tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar tentang rendahnya kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Dalam konteks seperti inilah, maka setiap
jajaran aparatur perlu berpikir dan mencari alternatif terbaik
bagaimana mengatasi kendala yang ada tanpa mengurangi makna dan
hakikat pelayanannya. Ini berarti juga bahwa pemerintah harus
mampu menciptakan nilai-nilai baru (value creating) dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat, atau memberikan nilai tambah (added
value) terhadap jasa pelayanan yang telah ada sebelumnya. Strategi
seperti inilah yang antara lain disarankan oleh Ikujiro Nonaka dan
Takeuchi(1996),yang disebut dengan ValueCreation Management.
Disamping perkembangan dinamika kemasyarakatan,
pemerintah juga dihadapkan kepada tantangan pertumbuhan sektor
swasta yang makin memiliki daya saing unggul. Konsekuensinya,
pemerintah perlu meningkatkan daya siangnya agar masyarakat tidak
berpaling kepada swasta dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan umumnya. Atau, kemandirian dan kemampuan yang
handal dari pemerintah merupakan syarat tetap terpeliharanya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah untuk memenuhi segala
kebutuhan pelayanan umumnya. Jika hal ini terjadi, maka terbuktilah
kekhawatiran kita tentang "kebangkrutan birokrasi".
mencapai hasil maksimal bagi usahanya, mereka umumnya diakui
8
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
mencapai hasil maksimal bagi usahanya, mereka umumnya diakui
25. Dalam rangka membentuk kemandirian pemerintah pada
seluruh aspeknya, sekaligus meningkatkan kualitas pelayanannya
kepada masyarakat inilah, maka pemerintah perlu memiliki semangat
kewirausahaan (entrepreneurship). Jadi, jiwa wirausaha semula hanya
dimiliki oleh sekelompok pengusaha yang tidak memiliki fasilitas-
fasilitas tertentu, tetapi ingin memperoleh hasil maksimal dari
usahanya. Oleh karenanya, logis jika aparatur kurang memiliki
semangat ini karena dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya telah
tersedia berbagai fasilitas pendukung terutama dari segi anggaran atau
budget. Mengingat perbedaan yang cukup mendasar antara organisasi
publik yang bersifat nirlaba dengan organisasi privat yang mencari
laba inilah, maka organisasi pemerintah perlu pula menerapkan cara
kerja atau manajemen seperti yang dianut oleh organisasi sektor privat.
Dengan kata lain, jiwa wirausaha ini sesungguhnya lebih banyak
dipunyai oleh swasta dari pada kalangan pemerintahan, sehingga
transformasi semangat kewirausahaan dapat dikatakan pula sebagai
mengelola sektor publik sebagaimana halnya mengelola suatu usaha
swastaatau perusahaan.
D. Ruang Lingkup
Kajian ini akan mencoba menggali sedalam dan selengkap
mungkin berbagai inovasi dan terobosan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah di berbagai
sektor dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sedangkan dari jangkauan wilayah, kajian ini akan mengkaji 4 (empat)
Kota Otonom, dimana setiap kota mewakili 1 Propinsi di Kalimantan.
Adapun penentuan sampelnya dilakukan secara random bertujuan
(purposive random sampling), dengan daerah-daerah yang akan diteliti
adalahsebagai berikut:
9
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
26. 10
Tabel 1.1
Daerah Sampel/Tujuan Kajian
No. Wilayah Daerah Sampel
1 Kalimantan Timur ÿ Kota Balikpapan
2 Kalimantan Barat ÿ Kota Pontianak
3 Kalimantan Selatan ÿ Kota Banjarmasin
4 Kaliman tan Tengah ÿ Kota Palangkaraya
E. TujuandanKegunaan
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan kajian ini
adalah teridentifikasikannya praktek-praktek terbaik manajemen
pemerintahan daerah (best practices) di wilayah Kalimantan, serta
terdiseminasikannya hal tersebut kepada daerah lain sebagai upaya
benchmarking dalam rangka revitalisasi pelayanan publik. Dengan
adanya identifikasi dan diseminasi best practices tadi, diharapkan akan
tercapai peningkatan inovasi dan kreativitas diantara para
penyelenggara pemerintahan daerah, sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegunaan hasil kajian ini
paling tidak mencakup tiga dimensi. Kegunaan pertama adalah untuk
memotivasi dan mengapresiasi para pejabat dan anggota masyarakat di
daerah yang bersangkutan untuk mengimplementasikan best practice
yang telah dihasilkan serta untuk menggali dan mengembangkan best
practices lainnya. Kegunaan kedua adalah untuk membangkitkan
semangat berkompetisi dari daerah atau instansi lainnya untuk
melakukan hal yang sama. Sedangkan kegunaan ketiga adalah untuk
mengakselerasi kinerja pemerintah daerah dalam bidang
pembangunan danpelayanan.
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
27. F. Target /Hasilyang Diharapkan
Hasil akhir yang ingin dicapai dari kajian ini adalah
tersusunnya sebuah laporan tentang praktek-praktek pemerintahan
daerah yang kreatif dan inovatif di wilayah Kalimantan, hasil-hasil
(outputs dan outcomes) yang diperoleh, serta prospek
pengembangannya diwaktu yang akan datang.
G. StatusdanJangka Waktu
Kajian ini merupakan program baru yang dilaksanakan untuk
wilayah Kalimantan. Adapun jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kajian ini adalah 9 bulan, yakni periode April - Desember
2005.
11
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
28. BAB II
KERANGKA TEORI DAN PRAKTEK
PENGEMBANGAN DIFUSI INOVASI PEMERINTAHAN
DAERAH DI ERA OTONOMI
A. KonsepdanPerspektifDifusiInovasi
1. PengertiandanElemenDifusiInovasi
Pemahaman makna difusi inovasi bisa ditelusuri dari kata
'difusi' dan 'inovasi'. Dalam bahasa sehari-hari, inovasi berkaitan
dengan segala sesuatu yang baru yang dibutuhkan dan diinginkan
manusia. Secara harfiah, kata inovasi memiliki dua pengertian, yaitu
pertama, inovasi sebagai kata sifat diartikan sebagai pengenalan
sesuatu yang baru, dan kedua inovasi sebagai kata benda mengacu
pada pengertian suatu ide baru, cara baru, atau penemuan
(Purwanto,2000:4).
Wilson & Wilson (1971: 4) mendefinisikan inovasi sebagai
“ability to make wanted new combinations", atau kemampuan untuk
membuat kombinasi baru yang diinginkan. Kombinasi tersebut
terdiri dari (1) ide; (2) energi; (3) informasi; (4) objek; atau (5)
gabungan dari dua atau tiga hal tersebut. Dalam hal ini, tidak
dibedakan apa saja yang membentuk kombinasi tersebut selama
inovasitersebut baru dandiinginkan.
Lebih lanjut Purwanto (2000: 4) menyatakan bahwa pengertian
inovasi sering disederhanakan sebagai teknologi baru. Pengertian
ini didasarkan pada berbagai kajian yang menyatakan bahwa
sebagian besar inovasi memang lahir di bidang teknologi. Pada
dasarnya suatu inovasi sulit dipisahkan dari adanya unsur-
unsur pengetahuan baru (new knowledge), cara-cara baru (new
practices), barang/objek baru (new product), dan teknologi baru (new
technology),sertapenemuanbaru (new invention).
12
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
29. Adapun pengertian difusi menjadi melekat dengan pengertian
"difusi inovasi" itu sendiri. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
difusi adalah "proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan,
diadopsi, dan dimanfaatkan oleh warga masyarakat" (Purwanto,
2000: 6). Melalui proses difusi tersebut, suatu inovasi dimungkinkan
untuk diketahui banyak orang, dikomunikasikan sehingga tersebar
luas dan pada gilirannya digunakan oleh masyarakat. Pada
dasarnya, teori difusi inovasi yang dinyatakan Rogers (1995) itu
"offers a conceptual framework for analyzing adoption of an innovation,
related to socialand psychologicalaspects ofuser in an organization".
Difusi inovasi akan berjalan jika ada sejumlah elemen dasar
yang mendukung terjadinya proses tersebut. Menurut Rogers (1995)
ada empat elemen yang harus ada dalam proses difusi inovasi,
keempat elemendasartersebut adalah:
* Time:Periodedimanasuatuinovasidiadaptasiolehadopter.
* Innovation:ide-idebaru yang akan diadopsiolehadopter.
* Communication Channels: Media masa dan saluran media lainnya
yang akan menjadi media dalam penyampaian inovasi dari
inovatorkepada adopter.
* Social System: sistem sosial, norma dan agen perubahan yang
merupakan unsur pendukung bagi terjadinya proses difusi
inovasi.
Mengulang pendapat Rogers (1995), lebih lanjut Purwanto
(2004: 7)menyebutkan empat unsurutama dalamdifusiinovasi:
1. Ide baru atau Inovasi. Proses difusi bisa terjadi bila ada inovasi. Ide,
cara, atau objek baru tersebut bisa benar-benar baru hasil suatu
penemuan (invention) dan hasil rekayasa (engineering), bisa pula
sebagai yang diperbaharui (renewal), atau berupa ide, cara, dan
objek yang dianggap baru olehindividuatau sistemsosial.
2. Saluran Komunikasi. Difusi diartikan sebagai bentuk komunikasi
yang berisi pesan tentang ide baru. Disini terjadi penyampaian
13
"difusi inovasi" itu sendiri. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
30. informasi tentang ide baru kepada satu orang atau beberapa
orang. Proses komunikasi tersebut dapat terjadi apabila: ada ide
baru, ada pihak yang memiliki pengetahuan tentang ide baru,
ada pihak yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman
tentang ide baru, serta ada saluran komunikasi yang dapat
menghubungkan kedua pihak.
3. Dimensi Waktu dalam Difusi. Difusi merupakan kegiatan yang
memerlukan waktu dalam prosesnya. Satuan waktu yang
diperlukan dalam proses difusi bisa dalam harian, bulan, tahun,
bahkan puluhan tahun, bergantung pada jenis inovasinya.
Dimensi waktu dalam proses difusi melibatkan tiga hal, yaitu
a) Proses keputusan oleh individu mulai dari tahap pengetahuan
sampai tahap menerima atau menolak inovasi; b) Keinovatifan
individu atau unit pengadopsi dilihat dari cepat atau lambatnya,
serta c) Kecepatan adopsi dalam sistem sosial dalam arti jumlah
anggota yang mengadopsi dalam periode waktu
tertentu.
4. Suatu Sistem Sosial. Seperangkat jaringan yang terbentuk atas
dasar kebersamaan untuk pemecahan masalah atau mencapai
suatu tujuan. Sistem sosial tersebut anggotanya bisa individu,
kelompokinformal,organisasi,danatau sub-sistem.
2. Teori-Teori DifusiInovasi.
Walaupun diidentifikasikan sampai dengan saat ini menurut
Purwanto (2000:11) belum dapat didefinisikan secara sempurna
teori dari difusi inovasi, namun sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh banyak ahli sosiologi, khususnya sosiologi pedesaan
serta beberapa bidang lainnya seperti pendidikan luar sekolah, ilmu
administrasi maka Rogers (1995) telah menyusun sejumlah teori
yang berkaitan dengan difusi inovasi ini. Ada empat teori besar
yang diajukan Rogers mengenai difusi inovasi ini, yaitu: 1) teori
proseskeputusan inovasi;2)teori keinovatifan individu;
3) kecepatan adopsi; serta 4) persepsi tentang atribut inovasi
(Purwanto, 2000: 11).
14
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
31. a. Teori ProsesKeputusan Inovasi.
Menurut teori ini, difusi inovasi berkaitan dengan proses yang
terjadi dalam suatu waktu dan dapat dilihat dalam lima tahapan.
Tahapan tersebut adalah pengetahuan, persuasi, keputusan,
implementasi dan konfirmasi. Selanjutnya konsekuensi dari teori
ini, maka difusi inovasi dipandang sebagai proses. Artinya
sampai dengan suatu inovasi tersebut diputuskan untuk diterima
dan dilakukan oleh adopter (pihak yang mengadopsi inovasi
tersebut) dibutuhkan periode waktu. Sementara lamanya waktu
untuk memutuskanmengikuti inovasi tersebut akan sangat
tergantung kepada sejumlah faktor, baik itu faktor yang ada di
pihak inovator itu sendiri maupun dari fihak
adopternya. Sehingga dalam prakteknya proses difusi inovasi
tidak akan selalu berjalan linier dan bersifat garis lurus, bahkan
sangat dimungkinkan terjadisecaratimbal balik.
b. Teori Keinovatifan Individu.
Dalam pandangan teori ini difusi inovasi terjadi akibat ada
orang yang secara individu memiliki tingkat inovatif lebih
dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga mereka yang
memiliki tingkat keinovatifan ini akan lebih dulu melakukan
inovasi. Dan dalam pandangan ini maka individu akan
diklasifikan dalam bentuk garis kontinum mulai dari kelompok
yang sangat inovatif sampai dengan yang sangat tidak inovatif.
dengan "pendahulu" atau pioneer atau disebut juga dengan
"innovators", mereka suka mengadopsi suatu inovasi pada tahap
paling awal serta siap mengambil risiko, akibat ditolak atau tidak
diterima oleh kelompoknya. Sementara untuk kelompok yang
menolak atau paling akhir mengikuti difusi inovasi disebut
dengan "Laggards". Dalam kaitannya dengan teori ini, Rogers
(1995) menyatakan " ...the individuals in a social system do not adopt
an innovation at the same time. Rather, they adopt in an over-time
sequence, so that individuals can be classified into adopter categories
Individu yang tergolong sangat inovatif ini dikenal
15
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
32. on the basis of when the first begin using a new idea". Berikut ini
inovasi.
adalah gambar yang menjelaskan kategori adopter suatu difusi
www.valuebasedmanagement.net
Roger Adoption / Innovation Curve
Early
Majority
Early
Adopters
2,5% 13,5% 34%
Late
Majority
34% 16%
Laggards
Gambar 2.1
Kurva Kategori Adopter Mulai dari Inovator - Laggards
c. Teori Kecepatan Inovasi.
Teori kecepatan inovasi ini menyatakan bahwa inovasi
didifusikan dalam satu pola tertentu. Pola ini disebut dengan
kurva ketajaman "S". Kecepatan adopsi suatu inovasi pada tahan
awal akan berjalan secara lambat, tumbuh secara gradual,
kemudian bertambah secara dramatis cepat, setelah itu diikuti
kembali dengan masa stabil dan akhirnya terjadi
penurunan. Dengan kurva ini maka akan terlihat pola difusi
suatu inovasi. Jika kurva S yang terjadi bentuknya tajam, maka
dapat menggambarkan kecepatan terjadinya proses difusi
tersebut. Namun sebaliknya jika kurva S tersebut lebih landai,
maka menunjukkan ada keterlambatan dalam difusi inovasi
tersebut.
16
adalah gambar yang menjelaskan kategori adopter suatu difusi
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
33. d. Teori PersepsiTentang Atribut Inovasi.
Teori persepsi tentang atribut (perceived attributes)
menyatakan bahwa orang yang berpotensi menjadi adopter
menilai suatu inovasi atas dasar persepsinya tentang
karakteristik inovasi tersebut. Ada lima karakteristik atau atribut
yang akan dipersepsikanolehcalonadoptertersebut adalah:
* Trialability, degree to which an innovation may be experimented with
* Observability, degree to which the results of an innovation are visible
toothers;
* Relative advantage, degree to which an innovation is perceived as
better than idea.
* Complexity, degree to which an innovation is perceived as relatively
* Compatibility, degree to which an innovation is perceived as
consistent withthe existing values, pastexperiences and needs.
on alimitedbasis;
difficulttounderstand andtouse.
Adopsi mengalami penurunan
Adopsi kembali mengalami penurunan
Adopsi terjadi dengan cepat
Adopsi terjadi dengan lambat
Waktu
Jumlah
Adopter
Gambar 2.2.
Kurva S yang Menggambarkan Kumulatif
Jumlah Adopter yang Mengadopsi Inovasi
17
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
34. Maka menurut teori ini suatu inovasi akan diadopsi jika
keuntungan relatif dibandingkan dengan inovasi yang lain; tidak
terlalu rumit atau kompleks; sesuai atau cocok dengan cara - cara
atau nilai-nilai yang telah ada.
3. ProsesPengembanganDifusiInovasi.
Proses pengembangan inovasi biasanya dimulai dari tahap
pengenalan masalah atau kebutuhan, diteruskan dengan penelitian
dan pengembangan, kemudian setelah itu diikuti dengan
komersialisasi, difusi dan adopsi, dan diakhiri dengan
konsekuensi. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut (Rogers,1995; Purwanto, 2004: 18)
dipersepsikan oleh adopter memiliki kemudahan untuk di coba,
menjanjikan suatu hasil yang mudah diamati; memiliki
Purwanto dengan mengutip Rogers (1995) mengatakan bahwa
sedikit sekali proses inovasi yang tidak mengikuti pola di atas, ada
sejumlah inovasi yang tidak diperoleh melalui penelitian dan
pengembangan, misalnya melalui hasil praktek orang, proses
kebetulan dantidak sengaja, namun pada sebagian besar proses
pengembangan inovasiakan sejalan dengan tahapan tersebut.
Kebutuhan mendorong manusia berusaha memunculkan ide-ide,
, baik
penelitian dasar maupun penelitian terapan. Pengembangan
inovasi berupa teknologi canggih yang baru biasanya melewati
empat tahapan, yaitu mulai dari (1) inovasi, (2) inovasi, (3) kompetisi
cara dan objek baru. Hampir semua penemuan dan inovasi di
bidang teknologi merupakan hasil penelitian para ilmuwan
teknologi, dan (4) standarisasi. Adapun yang dimaksud
18
1
Kebutuhan/
Masalah
2
Penelitian
3
Pengembangan
4
Komersialisasi
5
Difusi &
Inovasi
6
Konsekuensi
Gambar 2.3
Proses Pengembangan
(Sumber: Purwanto, 2000)
dipersepsikan oleh adopter memiliki kemudahan untuk di coba,
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
35. komersialisasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan produksi,
Difusi dalam hal ini adalah suatu inovasi yang
dikomunikasikan melalui suatu saluran pada suatu waktu dan
ditujukan kepada anggota suatu sistem sosial, dan hasil difusi
biasanya dihadapkan terjadi adopsi, yaitu keputusan menerima
inovasi. Di sini inovasi dapat memecahkan masalah atau memenuhi
kebutuhan, namun seringkali malah menimbulkan permasalahan
dan kebutuhan baru sehingga menimbulkan proses pengembangan
inovasiberikutnya.
4. Karakteristik Adopter dan Hubungannya dengan Tingkat Adopsi
Inovasi.
Dalam proses difusi inovasi, yang diyakini oleh Rogers sebagai
cikal bakal perubahan sosial, terdapat hasil empirik adanya
kelompok yang disebut dengan adopter (orang atau kelompok yang
menjadi pengikut atau penyerap ide-ide baru tersebut). Yang
menjadi permasalahan para peneliti bidang ini, ternyata mereka
membutuhkan kajian yang cukup mendalam tentang hubungan
antara tingkat keberhasilan inovasi serta hubungannya dengan para
pengikut ini. Artinya adakah konsep-konsep atau bahkan
generalisasi yang dapat menjelaskan secara umum bahwa
karakteristik kelompok pengikut ini memiliki hubungan dengan
proses difusi inovasi. Dan dari hasil kajian itu pada akhirnya
Rogers sendiri mampu memetakan hal ini dengan sangat baik. Dan
tentu saja konsep ini (atau mungkin) generalisasi ini bukan untuk
diperdebatkan sah atau tidaknya. Sebab dalam tataran empirik
kajian yang telah dilakukannya dan kesimpulan ini tidak dapat
dibantah. Namun apakah kesimpulan itu dalam konteks saat ini
atau dalam konteks yang lain, dimungkinkan dapat berlaku juga
atau tidak, atau justru barangkali konsep ini saat dianalisis di dalam
konteks kekinian kita, seharusnyamengalamipenyempurnaan.
pabrikasi, pengemasan, pemasaran, dan distribusi produk inovasi.
19
pabrikasi, pengemasan, pemasaran, dan distribusi produk inovasi.
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
36. Pemetaan para adopter ini dilakukan dengan memakai
dasarnya adalah kurva adopsi itu sendiri. Dimana secara empirik
hasilkajian membuktikan bahwa para pengikut atau adopter
tersebut jika dipetakan dalam kurva sebaranya mengikuti distribusi
normal, artinya pada bagian awal ada sedikit orang yang menjadi
pengikut tersebut. Dan padaperiode berikutnya kelompok ini
semakin bertambah, dan kalau sudah mencapai setengah lebih maka
jumlah kelompok ini akan semakin sedikit lagi. Sehingga kalau
digambarkan kurva kelompok pengikut ini akan berbentuk seperti
kurva distribusi normal. Dari kurva normal (atau disebut juga
dengan bentuk lonceng) maka kelompok adopter dapat dibuat.
Dimana pengelompokkan ini dibuat degan menggunakan asumsi
atau pendekatan distribusi normal pada statistik, dengan mem-
proxi rata-rata (Mean) dan simpangan baku (SD). Yang hasilnya
diperkirakan bahwa:
* Kelompok yang mengisi area sebelum sampai dengan rata-rata
(Mean) dikurangi 2 SD dikatagorikan sebagai kelompok
Inovator.
* Kelompok yang mengisi area antara rata-rata (Mean) dikurangi
2 SD sampai dengan rata-rata dikurangi SD dikatagorikan
sebagai kelompok Pelopor.
* Kelompok yang mengisi area antara rata-rata dikurangi SD
Pengikut Awal.
* Kelompok yang mengisi area antara rata-rata sampai dengan
rata-rata ditambah SD dikatagorikan sebagai kelompok Pengikut
Akhir/Lanjutan.
* Kelompok yang mengisi area mulai rata-rata ditambah SD
Pengelompokan di atas adalah dilihat dalam cara pandang
yang sangat ideal, yang barang tentu dalam realitasnya tidak
seakurat yang tergambar dalam dua gambar di atas. Banyak variansi
sampai dengan rata-rata dikatagorikan sebagai kelompok
dikategorikan sebagai kelompokLaggard/Konservatif.
20
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
37. lain yang dipicu oleh berbagai faktor yang akan mempengaruhi para
adopter dalam mengadopsi sebuah gagasan baru tersebut. Namun
terlepas dari itu, sebagai satu analisis, perspektif ideal sangat
dibutuhkan, terutama dalam hubungannya dengan pemetaan dasar
dalam memotret satu problematika. Untuk itu maka tidak ada
salahnya memahami ciri atau karakteristik dasar dari masing-
masing kelompok tersebut. Adapun ciri-ciri itu adalah sebagai
berikut:
* Inovator: petualang; kelompok ini memang memiliki minat yang
bisa disebut luar biasa terhadap sesuatu yang baru. Pikirannya
selalu merasa gelisah jika melihat suatu ketidak harmonisan.
Mereka akan berupaya mencari gagasan yang dianggap terbaik
untuk mengungkap dan menyelesaikan sebuah persoalan yang
dihadapi diri atau kelompoknya. Dan biasanya orientasinya lebih
banyak keluar sistem. Artinya seringkali cara berfikirnya jauh
melebihi kelompoknya dan bahkan keluar sama sekali dari cara
berfikir sistem kelompoknya. Walaupun menurut Rogers,
seorang inovator harus juga memiliki sumber keuangan yang
kuat serta memadai agar dimana suatu saat jika inovasi yang
dihasilkannya tidak menguntungkan atau mengalami kerugian
sebenarnya cukup mengganggu sebab walaupun faktor
keuangan itu penting padahal kriteria yang utama dari inovator
adalah rasa keingintahuannya dan rasa petualangannya yang
tergolong tinggi dan itu seringkali tidak sejalan dengan faktor
kepemilikan uang/dana.
* Pelopor; si tauladan; kelompok ini adalah kelompok yang relatif
mengimplementasikan suatu gagasan baru, yang
bersangkutan memikirkan betul apakah hal ini termasuk baik
atau justru kurang baik bagi kepentingan sistem kelompoknya.
Jadi pada kelompok proses adopsi yang dilakukannya relatif
yang bersangkutan menjadi siap. Kriteria tambahan tersebut
lebih arif dibandingkan dengan kelompok inovator, sebab
s e r i n g k a l i p a d a s a a t i n g i n m e n g a d o p s i a t a u
21
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
38. terlambat dari kelompok pertama, namun biasanya justru
di sistemnya. Artinya kelompok pengikut lanjutan dari inovasi
akan sangat ditentukan oleh kelompok pelopor ini. Karena
mereka akan menjaditauladan darianggota kelompoklainnya.
* Pengikut awal; kelompok ini memiliki karakteristik yang dimana
dari sisi imitasinya yang cukup tinggi terhadap kelompok
pelopor dan biasanya didasari oleh pertimbangan yang cukup
realistis pada saat adopsi itu inovasi akan dilakukannya.
Kelompok ini biasanya akan menjadi pengimitasi yang baik dari
kelompoksebelumnya.
* Pengikut akhir; kelompok ini memiliki karakteristik yang dimana
dari sisi imitasinya yang kurang dan biasanya didasari oleh
pertimbangan yang kurang baik (skeptis) terhadap sebuah
inovasi. Sehingga biasanya mereka melakukan adopsi setelah
mengalami berbagai tekanan baru yang bersagkutan melakukan
adopsi.
* Konservatif; adalah kelompok yang dianggap sebagai kelompok
paling akhir mengadopsi sebah inovasi. Mereka dinilai sebagai
kelompok kolot yang memiliki kesempitan berfikir. Sehingga
proses inovasi bagi kelompok ini adalah hal yang tidak perlu
diterima atau bahkan kalau bisa di tolaknya. Kalaupun pada
akhirnya yang bersangkutan mengadopsinya adalah
sebagai satu proses yang tidak mudah, dengan mengalami
berbagai tekanan yang sangat berat, baru yang
bersangkutan akan mengadopsi itupun biasanya dengan
penuh syarat dan keterpaksaan.
Selain itu ada Rogers mengajukan kesimpulan lain tentang
hubungan antara karakteristik adopter dengan tingkat keinovasian
dalamberbagai setting sosialekonomilain diantaranya:
* Dimensi Sosial Ekonomi: Kelompok yang memiliki tingkat inovasi
yang lebih tinggi cenderung memiliki kelebihan dalam tingkat
kelompok pelopor inilah yang nantinya menjadi figur (pelopor)
22
kelompok pelopor inilah yang nantinya menjadi figur (pelopor)
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
39. pendidikan, kemampuan baca tulis, status sosial, tingkat
mobilitas, ladang yang lebih luas (atau tingkat kekayaan),
orientasi pada ekonomi komersial, lebih berkenan pada kredit,
sertamemilikipekerjaan yang lebih spesifik.
* Dimensi Kepribadian: kelompok yang memiliki tingkat inovasi
yang lebih
besar, kurang dogmatis, kemampuan
abstraksi yang lebih besar, rasionalitas yang kuat,
intelegensianya lebih tinggi, lebih berkenan terhadap
perubahan, lebih berkenan terhadap pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, lebih siap menghadapi resiko,
kurang
yang cukup tinggi, serta aspirasi terhadap
pendidikandanlain-lain cukup tinggi.
* Dimensi Komunikasi: kelompok yang memiliki tingkat inovasi
yang lebih tinggi cenderung memiliki kelebihan dalam
interpersonal dengan anggota sistem yang lain, lebih terbuka,
baik dengan pihak luar maupun internal, lebih terbuka terhadap
komunikasi dari luar, lebih tinggi tingkat kepemimpinannya,
serta menjadi anggota sistem yang bernorma lebih modern dan
mampuberkomunikasi secaralebih terpadu.
B. Praktek-Praktek Inovasi dan Terobosan Manajemen
Otonomi daerah adalah salah satu agenda reformasi yang
sekarang sudah direalisasikan. Dalam hal ini, otonomi daerah harus
dilihat sebagai peluang bagi daerah untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat secara otonom melalui pemberdayaan
dan peran serta masyarakat guna meningkatkan mutu pelayanan.
Disamping itu juga, daerah perlu secara terus menerus
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
tinggi cenderung memiliki kelebihan dalam tingkat
empathi yang lebih
percaya pada nasib (lebih meyakini usaha dan proses),
motivasinya
partisipasi sosialnya tinggi, lebih sering melakukan komunikasi
Pemerintahandan PembangunandiDaerah
23
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
40. serta potensi dan keanekaragaman daerah. Untuk mewujudkan hal
tersebut dibutuhkan pemerintah daerah (pemda) yang capable
sekaligus innovative dalam melahirkan kebijakan serta mengelola
semua potensi di daerah, baik sumber daya manusia maupun sumber
daya alam. Disamping itu juga, pemerintah daerah harus mampu
menjadikan semua potensi, kekuatan ekonomi daerah, letak geografis
dan budaya masyarakat sebagai modal bagi daerah dalam membangun
kekuatan daerahyang mandiri.
Memang harus diakui bahwa perubahan sistem pemerintahan
sentralistis ke desentralistis menyebabkan tidak semua daerah siap.
Ketidaksiapan ini, terwujud dengan praktek kebijakan pemerintah
daerah yang latah dan tidak kreatif bahkan menyimpang dalam
melahirkan kebijakan. Salah satunya, banyak pemda yang menetapkan
pungutan-pungutan baru yang justru menyebabkan terjadinya
ekonomi biaya tinggi (high cost economy), yang pada gilirannya telah
menyebabkan sulitnya usaha-usaha kecil berkembang. Hal ini
tentunya secara jangka panjang juga akan menurunkan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dan akhirnya akan menurunkan
potensipenerimaanpajak danpungutan retribusi itu sendiri.
Dorongan menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD)
semaksimal mungkin, menjadi pemicu Pemda yang tidak kreatif untuk
mengenakan pungutan-pungutan yang akan menghambat mobilitas
sumberdaya. Hal ini merupakan implikasi terhadap orientasi daerah
kepada pemasukan kas (cash inflow) bukan kepada pendapatan rill,
akhirnya terjadilah praktek-praktek financial anarchism tersebut. Disisi
lain, daerah juga tidak luput dijangkiti oleh virus KKN yang telah
sekian lama menggerogoti negeri ini. Kalau dulu praktek tersebut
tumbuh berkembang di tingkat pusat, maka seiring dengan otonomi
daerah maka dengan sendirinya praktek KKN juga ikut
terdesentralisasi ke daerah. Bahkan sebuah pandangan sinis memaknai
otonomi sebagai "bagi-bagi kesempatan" dari pusat ke daerah untuk
mencicipinikmatnya kue KKN.
24
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
41. Ditengah berbagai kondisi yang kurang menguntungkan tadi,
adalah hal yang patut disyukuri bahwa beberapa pemerintah daerah
telah mulai berpikir kreatif dan inovatif, dengan mengembangkan
alternatif-alternatif dan terobosan baru dalam manajemen
pemerintahan di daerahnya masing-masing. Propinsi Kalimantan
Timur, Kota Bontang, Kota Balikpapan, Kota Tarakan, Kabupaten
Pasir, dan Kota Palangkaraya adalah beberapa contoh daerah otonom
yang telah mulai berpikir untuk mengurangi ketergantungan
daerahnya kepada pemerintah pusat, sekaligus mampu menunjukkan
kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam mengelola potensi
wilayahnya. Berikut adalah beberapa contoh best practices di beberapa
daerah yang berhasil diimplementasikan pada program / kebijakan
bidang tertentu.
1. Propinsi Kaltim: Pengisian Formasi Jabatan Eselon II Secara
TerbukadanKompetitif (Competitive Leadership Inventory).
Dalam kebijakan pengangkatan, penempatan dan promosi
kepegawaian selama ini, Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan
dan Kepangkatan) lazimnya memiliki peran yang cukup sentral dan
dominan. Disamping memiliki beberapa sisi positif, sistem ini juga
memiliki banyak kekurangan atau sisi negatif, misalnya
transparansi yang rendah karena pola kerja yang cenderung
tertutup, akuntabilitas yang rendah karena unsur subyektifitas yang
tinggi dan membuka peluang terjadinya KKN, serta nilai
profesionalisme yang rendah karena kurang didasarkan pada
prosesseleksiyang ketat, terukur dankompetitif.
Pola ini juga memiliki kelemahan berupa keterikatan emosional
antara pejabat yang diangkat / dipromosikan dengan jabatan yang
didudukinya. Seorang pejabat sering mengatakan bahwa "Sebagai
abdi negara, saya siap untuk ditugaskan dimanapun dan pada posisi
apapun". Selintas, pernyataan ini mengandung sifat loyalitas dan
tanggung jawab terhadap statusnya sebagai PNS dan terhadap
25
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
42. tupoksi jabatan yang disandangnya. Namun, sesungguhnya hal itu
justru menggambarkan ketidakprofesionalan pejabat yang
bersangkutan. Sebab, tidak mungkin seseorang dapat menjalankan
tugas dengan baik jika tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan keahlian, minat dan pilihan, serta visi dan
harapannya. Dengan kata lain, penempatan seorang PNS pada
suatu jabatan idealnya harus benar-benar cocok dengan latar
belakang pendidikan dan keahlian, minat dan pilihan, serta visi dan
harapannya tadi.
Mengingat banyaknya kelemahan yang melekat pada pola
rekrutmen yang lama, adalah hal yang sangat menggembirakan saat
Pemprop Kalimantan Timur mengumumkan kebijakan untuk
mengisi jabatan struktural Eselon II yang kosong secara terbuka dan
kompetitif. Pengisian jabatan struktural (competitive leadership
inventory) ini sendiri dapat dikatakan menggunakan Pola Kompetisi
Terbatas, yang dicirikanoleh3 (tiga) hal, yaitu:
* Hanya terbuka untuk PNSdilingkungan PempropKaltim;
* Dibatasi oleh persyaratan administratif tertentu (lama kerja,
pangkat, pendidikan, dll), mengingat aturan-aturan
kepegawaian masihmemilikikekuatan hukum mengikat;
* Mempertimbangkan kinerja individu pada posisi sebelumnya
(track record), baik menyangkut kemampuan manajerial, teknis,
maupunsikap danmoralitas.
Untuk efektifnya pola baru dalam pemilihan dan penempatan
pejabat ini, maka harus ditunjang dengan pedoman yang jelas dan
instrumen yang matang agar dapat dijamin output (yakni terpilihnya
seseorang untuk menduduki jabatan tertentu) secara obyektif,
terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa adanya
pedoman dan instrumen yang valid dan reliable, kebijakan yang
sangat bagus ini dikhawatirkan dapat menjadi blunder bagi
pemerintah daerah setempat. Atas dasar seperti itulah, maka perlu
26
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
43. ditetapkan kriteria pengisian formasi jabatan struktural (catatan:
dalamjangka panjang juga untuk jabatan fungsional).
Dalam hal ini, kriteria dasar yang disarankan meliputi
karakteristik (tipe dan sifat) serta kompetensi calon pejabat. Kedua
kriteria ini dipandang sebagai faktor kunci yang paling menentukan
keberhasilan seseorang untuk menjalankan tugas-tugas yang
melekat pada suatu jabatan tertentu. Dalam proses penentuan
seseorang untuk duduk pada jabatan tertentu, kriteria atau
pertimbangan kompetensi diberi bobot yang lebih besar dibanding
kriteria karakter. Sebab, pendekatan teoretis maupun kerangka
kebijakan yang ada saat inipun masih menempatkan kompetensi
sebagai kunci pengungkit utama (key leverage) membangun kinerja
organisasi.
Penilaian terhadap aspek kompetensi akan menghasilkan
kandidat dengan bobot tinggi, sedang, dan rendah (atau baik,
sedang, dan buruk). Dengan kata lain, terhadap aspek kompetensi
ini bisa dilakukan penilaian secara bertingkat. Sedangkan penilaian
terhadap aspek karakteristik akan menghasilkan kandidat dengan
sifat/karakter/tipe yang beragam, seperti pemikir (konseptor),
penengah (mediator), pengarah (manajer), pelaksana layanan
administratif,pengelola kegiatan teknis, dansebagainya.
Selain itu, dapat pula dihasilkan tipe manusia pendiam
(introvert), senang bergaul (extrovert), dan sebagainya. Dengan kata
lain, terhadap aspek karakteristik ini tidak bisa dilakukan penilaian
secara bertingkat. Artinya, seorang yang cenderung menyukai
pekerjaan teknis atau pelayanan administratif tidak dapat dikatakan
lebih rendahdaripadatipe manusiapemikir, dansebaliknya.
Secara umum, tahapan dalam pola rekrutmen baru ini
didahului dengan menetapkan karakteristik dari suatu jabatan
27
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
44. tertentu. Dalam hal ini, untuk mendapatkan sifat-sifat spesifik pada
suatu jabatan tertentu, dapat dilakukan wawancara dengan
incumbent (pejabat yang sedang menduduki), user (atasan), dan
subordinate-nya (bawahan). Selanjutnya, dilakukan penetapan
standar kompetensi umum yang melekat pada jabatan tertentu. Hal
ini penting, sebab kompetensi umum suatu jabatan mestinya
concurrent dengan kompetensi individual calon pejabat yang akan
menduduki jabatan tersebut, sehingga akan terbangun sinergi.
Tahap berikutnya adalah penilaian dan pengelompokan
karakteristik individual dan kompetensi individual seorang calon
yang akan didudukkan pada jabatan tersebut, apakah sesuai dengan
karakteristik jabatan yang dipersyaratkan atau tidak. Hal ini penting
agar orang tersebut dapat menjalankan tugas dan kewajibannya
dengan baik padasaatmendudukijabatannya.
Dalam menjalankan seluruh rangkaian proses diatas, peran
Tim Independen sangat penting, khususnya untuk menetapkan
kandidat terbaik secara obyektif, rasional, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Meskipun demikian, penetapan
seseorang pada jabatan tertentu tetap menjadi kewenangan
pimpinan daerah (Gubernur, Wakil Gubernur dan Sekretaris
Daerah), dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh
rekomendasi serta hasil uji karaktar dan uji kompetensi yang
dilakukan oleh Tim Independen. Tim Independen sendiri dalam
menyusun
karaktar dan uji kompetensi dengan menggunakan
instrumen dan alat ukur yang obyektif, valid (dapat dipercaya dan
benar secara akademik) dan reliable (dapat digunakan untuk waktu
dantempat berbeda).
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
Pemprop Kalimantan Timur tentang pengisian jabatan struktural
secara terbuka dan kompetitif (competitive leadership inventory) ini
rekomendasi kepada pimpinan daerah harus didasarkan
pada hasil uji
28
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
45. merupakan terobosan manajemen pemerintahan (bidang
* Meningkatkan transparansi kebijakan dalam pengembangan
SDMaparatur;
* Meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah melalui kontrol
rekrutmen yang selama ini
berjalan;
* Lebih menjamin adanya proses yang fair dan kompetitif sehingga
dapat lebih meningkatkan kinerja individual maupun
kelembagaan;
* Teridentifikasikannya karakteristik setiap jabatan dan
tersedianya standar kompetensi umum yang dibutuhkan dan
2. Bontang: Menggenjot PADDenganPelepahPisang
Menurunnya proporsi dana perimbangan dalam struktur
pendapatan daerah, semakin menyadarkan jajaran aparat Kota
Bontang untuk menggali sumber-sumber pendapatan baru tanpa
harus membebani aktivitas ekonomi masyarakat. Salah satu
terobosan yang tengah digalakkan adalah dengan mengolah
pelepah pisang menjadi produk baru yang bernilai ekonomis tinggi
dan dengan sentuhan artistik yang menawan. Boleh jadi, terobosan
seperti ini menjadisatu-satunya danyang pertama di Indonesia,
dan oleh karenanya layak untuk dijadikan sebagai contoh
berskala nasionalbagi daerahlainnya.
Di Bontang saat ini telah beroperasi sebuah perusahaan di
bidang industri mebel yang terbuat dari kayu dengan kombinasi
rotan dan pelepah pisang. Setiap bulannya dapat diekspor ke
Amerika dan Eropa sampai 200 kontainer; dan menjelang Natal
bahkan meningkat hingga 400 kontainer. Permintaan pasar
kepegawaian), dan oleh karenanya dapat diklasifikasikan sebagai
best practice.Beberapa keunggulan kebijakan ini antara lain adalah:
langsung olehmasyarakat;
* Mengurangi ekses negatif dalam pola
melekat padajabatan tertentu.
29
kepegawaian), dan oleh karenanya dapat diklasifikasikan sebagai
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
46. internasional terhadap mebel yang bernuansa etnik memang
sedangboomingdanlebih disukaidibanding yang modern.
Langkah kreatif dan progresif pemerintah Kota Bontang ini
memiliki banyak keunggulan, diantaranya adalah:
* Pelepah pisang yang selama ini lebih banyak diperlakukan
sebagai sampah yang tidak berharga, harus dibuang dan
bahkan menimbulkan gangguan bagi kebersihan dan
keindahan kota, justru diolah dan diubah menjadi komoditas
yang tidak saja bernilai ekonomis tinggi, namun juga dapat
menjadi salah satu sumber pendapatan baru bagi daerah. Dengan
teknologi yang relatif sederhana, ternyata dapat dihasilkan
produk yang
produk ini jauh lebih murah dibanding produk
yang disukai masyarakat dalam negeri kebanyakan. Sebagai
contoh, harga sebuah kursi panjang dari bahan baku limbah
sekitar Rp500ribu per
* Dilihat dari bahan baku yang digunakan, perajin mebel tidak
perlu mengeluarkan dana besar untuk pengadaan bahan baku,
karena pelepah pisang dapat didapatkan dengan mudah dan
murah. Apalagi Kota Bontang termasuk daerah penghasil pisang
yang cukup potensial untuk pasar Kalimantan Timur. Dengan
demikian, terjadi proses symbiosis mutualism antara penanaman
bibit-bibit baru pisang, pemenuhan pasar terhadap kebutuhan
pisang, serta pemanfaatan pelepahnya. Disini, bukan hanya
petani pisang yang diuntungkan, sekaligus juga pedagang
pisang sertaperajinpelepah pisang.
* Secara ekologis, pengolahan pelepah pisang menjadi barang
ekonomis juga dapat mengurangi volume sampah. Dengan kata
lain, usaha pembuatan mebel dari pelepah pisang ini merupakan
ramahlingkungan.
bermutu dengan standar internasional. Selain itu,
dari segi harga,
unit, sedangkan buatan Italia minimal
Rp1,5 juta perunit.
sebuah usaha ekonomi yang bersifat environmental friendly atau
30
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
47. * Pada bulan Juli yang akan datang, Bontang akan ditetapkan oleh
Kebijakan ini tentu akan lebih berdampak positif
Terhadap pembinaan usaha kecil dan menengah (UKM),
termasuk para perajin mebel dari pelepah pisang. Bahkan
diyakini bahwa Kalimantan Timur (khususnya Bontang) dapat
menjadisentra industrimebel nasional.
* Pengembangan usaha mebel dari pelepah pisang berpotensi
menjadi penyerap tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi
tingkat pengangguran didaerah.
* Pengembangan usaha mebel dari pelepah pisang juga
di Bontang pada tahun-tahun mendatang. Selama ini, sektor
minyak bumi dan gas merupakan andalan Kota Bontang baik
dalam penciptaan lapangan kerja, pemasukan income daerah,
serta dampak positifnya terhadap aktivitas ekonomi secara
makro. Namun seiring dengan menurunnya deposit atau
cadangan migas, maka Pemkot Bontang perlu segera mendorong
sektor-sektor andalanbaru yang non-migas.
* Ada itikad baik dan political will dari Pemkot dan instansi terkait
menyangkut produk yang dihasilkan, yakni dengan membeli
produk lokal tadi untuk dipergunakan sebagai barang inventaris
kantor.
Potensi sudah terkuak, sementara langkah awal pun telah
dimulai.
melanjutkan dan mengembangkan potensi tersebut?
Tentu market mechanism perlu dipertahankan. Namun state
mechanism pun perlu dilakukan. Dalam hal ini, pemerintah daerah
dengan memberi pelatihan, menyediakan dana atau kredit
pendamping, melakukan evaluasi dan monitoring, serta merintis
pembukaan pasar domestik yang lebih luas. Tanpa usaha
Menteri Koperasisebagai satu-satunya KawasanKoperasidi
Indonesia.
merupakan langkah strategis dalam menghadapi era pasca migas
Tinggal masalahnya sekarang, mampukah jajaran aparat
Kota Bontang
perlu terus-menerus melakukan pembinaan, yang dapat dilakukan
.
31
Menteri Koperasi sebagai satu-satunya Kawasan Koperasi di
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
48. pembinaan yang sistematis dan berkesinambungan, maka tidak
tertutup kemungkinan bahwa potensi yang besar tadi lambat laun
ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat dalam hal
pembiayaan pembangunan, akan muncul kembali, yang berarti
pula otonomidaerahgagal mencapaitujuan dansasarannya.
3. KabupatenPasir:ReklamasiEksTambang MenjadiObyekWisata
Areal penambangan yang telah ditinggalkan karena habisnya
deposit bahan tambang, biasanya berubah menjadi kawasan kering
dan tandus, tercemar, serta tidak produktif dan kehilangan nilai
ekonomisnya. Namun kasus reklamasi eks tambang batu bara di
Kabupaten Pasir membuktikan bahwa kondisi tersebut dapat
0
dibalik 180 kalau memang ada komitmen dan usaha yang sungguh-
sungguh darijajaranpemerintah daerah.
Di Desa Petangis, Kecamatan Batu Engau (32 km dari kota
Tanah Grogot), pernah terdapat areal penambangan batu bara milik
PT BHP Kendilo Coal Indonesia seluas 3.500 hektare. PT BHP KCI
adalah perusahaan modal asing yang 80 persen sahamnya dimiliki
oleh PT. BHP Biliton Australia-Inggris, dan 20 persen sisanya
dimiliki Mitsui Mining Corporation (MMC) Jepang. Eks tambang ini
beroperasi sejak tahun 1993 dan berakhir pada tanggal 17 September
2002. Areal ini memiliki luas wilayah eksploitasi tambang 2.692.370
hektare, yang dibagi menjadi 7 (tujuh) lokasi pertambangan, atau
lebih dikenal dengan Pit I hingga Pit VII, yang terbentang dari utara
hingga selatan.
Kawasan yang telah dibuka untuk umum sejak
6 Nopember 2005 ini sekarang menjadi Taman Hutan Raya (Tahura)
Lati Petangis, yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemkab
Pasir. Upaya mereklamasi sendiri mulai dikerjakan sejak bulan
Oktober 2004 dengan cara menanami tanaman cepat tumbuh seperti
akan menjadi hilang, atau bahkan mati. Dan bila hal ini terjadi, maka
32
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
49. Akasia, Sengon, Kedawung, Sungkai, Puspa, Laban, Keruing, dan
Penaga. Selanjutnya, sumber mata air yang asalnya hanya seluas 20
meter persegi, diperluas menjadi danau buatan sepanjang 100
meter, sementara di sekeliling danau diletakkan batu kuring yang
berfungsi untuk menahanerositanah.
Saat ini, wajah eks tambang tadi sudah berubah total. Di lokasi
Pit I, misalnya, terdapat taman bermain untuk anak-anak yang
dilengkap fasilitas sepeda air. Koleksi tanaman langka juga dapat
ditemukan di sekitar kawasan ini, seperti Resak dan Rupai.
Disampingitu, kawasan ini juga dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih serta kegiatan hiburan / olahraga perahu
dayung. Lebih atraktif lagi, di Tahura Lati Petangis ini juga
dilengkapi dengan jembatan ulin sepanjang 75 meter yang melintas
di tengah-tengah danau dengan ketinggian mencapai 17 meter. Di
wilayah ini juga dapat disaksikan sekumpulan angsa liar berenang
di sekitar danau air tawar itu, serta hewan liar lain seperti babi
hutan, rusa, macan tutul, beruang, dan ular. Dan bagi masyarakat
yang gemar melakukan kegiatan outbond, berkemah, atau
berpetualang, maka dapat membuat tenda di salah satu areal
kawasan ini, yakni dicampingground.
Sementara itu, di lokasi Pit II yang berjarak 500 meter dari Pit I,
saat ini telah disulap menjadi tempat pemancingan umum dengan
Sedangkan di lokasi Pit III terdapat penangkaran dan peternakan
RusajenisSambar,seluassatuhektare. Jumlahrusayang adasaat ini
baru sebanyak delapan ekor, terdiri empat pejantan, dua betina, dan
dua anakan. Dalam waktu dekat, salah satu betina akan melahirkan,
yang membuktikan bahwa lingkungan Tahura lati Petangis ini
cocokmenjadihabitat perkembangbiakan rusa.
berbagai jenis ikan air tawar seperti mas, nila, gurami, dan gabus
(haruan). Jika memancing di Pit II ini harus memiliki ijin, maka di Pit
VII dapat memancing dengan bebas tanpa memerlukan ijin khusus.
33
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
50. Melihat proses transformasi fungsi lahan dilakukan oleh
Pemkab Pasir diatas, maka tidak berlebihan jika hal itu dapat
diklasifikasikan sebagai model inovatif manajemen pemerintahan
(Best Practices). Hal ini
* Reklamasi eks tambang menjadi Tahura dapat mengembalikan
kesuburan dan produktivitas tanah, sekaligus menjaga dan
melestarikan mutu lingkungan, antara lain melalui konservasi
floradan fauna dilindungi.
* Kebijakan reklamasi tadi juga melahirkan sektor andalan baru
yakni pariwisata, yang membawa dampak ikutan seperti
terbukanya lapangan kerja, usaha kecil dan menengah
(penjualan makanan ringan, souvenir),dansebagainya.
* Secara langsung, upaya tersebut juga menghidupkan ekonomi
daerah, serta menjadi salah satu sumber alternatif bagi
peningkatan PAD.
pariwisata, namun
melihat potensi alam yang cukup indah, jelas akan
menjadikontributor yang signifikan bagi Kabupaten Pasir.
Dari pengalaman Kabupaten Pasir diatas nampak dengan
jelas bahwa upaya reklamasi terhadap areal-areal pertambangan
yang sudah ditinggalkan, harus dilakukan dengan benar dan
berkelanjutan. Upaya ini tentu dapat berhasil jika dijalankan secara
sinergis oleh Pemerintah Daerah dengan dibantu oleh perusahaan
pertambangan serta masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan eks
tambang tersebut. Dan melihat hasil yang sangat menjanjikan dari
proses reklamasi dan transformasi itu, sudah waktunya bagi daerah-
daerah yang memiliki areal tambang untuk berpikir dan
mencontoh apa yang telah dilakukan dengan sangat gemilang di
Kabupaten Pasir,Kalimantan Timur.
didasarkan pada beberapa pertimbangan
atau alasansebagai berikut:
Meskipun hingga saat ini belum dapat
diprediksikan besarnya retribusi
34
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
51. 4. KabupatenJembrana: PendidikanGratis12Tahun
Meski pendapatan asli daerah (PAD) rendah, Kabupaten
Jembrana, Provinsi Bali mampu membuktikan sukses program
tidak selalu ditentukan jumlah dana. Sejak 2001, Kabupaten
Jembrana mampu memberikan pendidikan gratis 12 tahun bagi
warga asli daerah tersebut. Kuncinya, efektivitas dan efisiensi dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dipegang teguh oleh aparat
Pemerintah Kabupaten (pemkab) Jembrana. Kebijakan utama yang
ditempuh Pemkab Jembrana untuk memajukan pendidikan
masyarakatnya saat ini bertumpu pada tiga program, antara lain
pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan yang efektif, dan
peningkatan partisipasimasyarakat.
Secara ekonomi, masyarakat Jembrana masih tergolong lemah.
Hal itu menyebabkan sulitnya masyarakat kelas bawah mengakses
pendidikan jika harus membayar dengan biaya mahal. Bergulirnya
otonomisasi pemerintahan memberikan peluang kepada Pemkab
Jembrana untuk mengambil langkah berani tersebut. Pembebasan
tersebut berlaku bagi semua siswa asli warga Jembrana yang
bersekolah di sekolah negeri, sedangkan siswa yang bersekolah di
sekolahswastamendapatkan bantuan biaya berupa beasiswa.
Efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan program kerja
menjadi kunci mereka hingga mampu menggratiskan biaya
pendidikan di sana. Pemkab melakukan penggabungan sekolah
untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan
dan operasional banyak sekolah. Dengan cara itu, biaya pendidikan
pertahunnya bisadihemathingga Rp3,3miliar.
Sebelumnya, satu sekolah di wilayah Jembrana memakan biaya
per tahun hingga Rp 150 juta. Biaya yang didapatkan dengan
penggabungan sekolah tersebut kemudian dialokasikan guna
menanggung operasional sekolah serta sumbangan pendidikan
35
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
52. wajib yang dulunya ditanggung orang tua siswa. Efisiensi tersebut
juga mampu untuk memberikan insentif tambahan mengajar bagi
para guru sebesar Rp 5.000 per jam mengajar. Selain itu, guru juga
mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp 250 ribu bagi
mereka yang mengajar dalam program kajian, semacam tambahan
jam belajar. Setiap tahunnya pemerintah Jembrana juga
memberikan semacam bonus tahunan kepada guru sebagai pegawai
negeri sipil (PNS) yang besarnya mencapai Rp 1 juta. Penghasilan
tersebut jelas sangat membantu meringankan beban biaya hidup
yang harusditanggung guru diJembrana.
Jembrana ternyata tidak hanya istimewa karena pendidikan
gratis tersebut. Sekolah-sekolah di sana juga unik karena
memberlakukan jam belajar hingga pukul 16.00 Wita, yang mana
pendidikan normal dimulai pukul 7.30 hingga 14.00 Wita,
sedangkan pukul 14.00 hingga 16.00 Wita diberlakukan kajian atau
semacam les pengayaan bagi siswa terhadap pelajaran yang
diberikan sebelumnya.
Sumber pendanaan yang dipakai untuk penyelenggaraan
pendidikan gratis tidak hanya dari penggabungan sekolah. Secara
umum, pemerintah melakukan efektivitas dan efisiensi dalam
banyak bidang. Disini, suksesnya Pemerintah Kabupaten Jembrana
membangun dunia
menjalankan program-program kerja tidak
sebatas slogan semata, namun dengan kerja keras, penuh dedikasi
dankejujuran.
5. Kota Tarakan: Merangsang Pertumbuhan Ekonomi dan PAD
TanpaMembebaniMasyarakat
Kota Tarakan yang terbentuk berdasarkan UU Nomor 29
Tahun 1997 adalah profil daerah otonom yang berkembang cukup
pesat. Ekonomi daerah terus menggeliat, dan wajah kota berubah
pendidikan di sana diakui oleh banyak pihak.
Kuncinya, dalam
36
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
53. total dibanding pada saat pembentukannya. Hebatnya,
pertumbuhan ekonomi kota Tarakan tidak mendasarkan
pada APBD yang sangat terbatas atau menggenjot retribusi baru
yang memberatkan, namun justru lebih mengandalkan peran
investasi swasta. Walikota dr. Jusuf SK sendiri bahkan pernah
menyatakan bahwa wajah Kota Tarakan dalam 7 tahun terakhir
berubah menjadi jauh lebih baik bukan karena program Pemkot,
tetapi karena adanya para investor.
Gencarnya investasi di Tarakan ini tidak terlepas dari kebijakan
Pemkot setempat yang memberikan berbagai kemudahan dan
insentif. Beberapa kemudahan yang diberikan kepada investor
antara lain berupa Tax Holiday, percepatan pengurusan perijinan
dengan cara memperpendek birokrasi, serta fasilitasi masalah
sosial yang timbul akibat adanya kegiatan investasi tertentu.
Kemudahan proses perijinan telah menarik investor
Singapura untuk memindahkan pabrik kayu terpadu dari Sabah ke
Tarakan. Sedangkan kebijakan pemberian insentif fiskal (bebas
pajak) selama 3 tahun, pada bulan Mei 2003 membuahkan
kesepakatan investasi yang nilainya sekitar Rp 200 milyar untuk
membangun kawasan pergudangan, dockyard dan perumahan.
Dalam konteks ini, Pemkot hanya menyiapkan infrastruktur jalan
yang panjangnya sekitar 300 mdengan lebar 15 m.
Selain itu, Pemkot Tarakan juga telah berpikiran sangat maju
dalam aspek pengelolaan anggaran. Artinya, Pemkot selalu
berusaha untuk melakukan efisiensi dan penghematan APBD yang
tersedia, sehingga dapat terakumulasi menjadi tabungan
(government saving) yang disebut dengan dana Cadangan Anggaran
Pembangunan (CAP). Pengelolaan dana ini dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum yang tertuang dalam Perda, sehingga tidak dapat
dikelola secara sepihak oleh eksekutif dan dapat menghindarkan
dari perbuatan yang melanggar aturan (abuse of power). Menurut
37
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
54. Perda yang berlaku, dana pokok dari "dana abadi" ini tidak boleh
diganggu gugat, dan hanya bunganya saja yang dapat
dimanfaatkan. Dengan kata lain, dana CAP hanya dapat dicairkan
untuk hal-hal yang sifatnya mendesak (force majeur). Dana ini juga
bisa digunakan oleh pemerintah Pusat jika benar-benar dalam
kondisikritis.
Kebijakan ini dilakukan secara konsisten sejak tahun 2001
dengan realisasi CAP sebesar Rp 23,5 milyar, Rp 25 miliar pada
tahun 2002, Rp 20 miliar pada tahun 2003, serta Rp 25 miliar pada
tahun 2004. Dengan demikian, total akumulasi CAP hingga saat ini
adalah Rp 93,5 milyar, dan akan terus bertambah pada tahun-tahun
mendatang. Orientasi Pemkot untuk melakukan efisiensi dan
menekan penggunaan anggaran yang tidak diperlukan ini jelas
merupakan paradigma baru yang layak ditiru dan dikembangkan
dalam praktek manajemen pemerintahan daerah. Dalam hal ini,
kinerja pembangunan tidak diukur dari besarnnya tingkat
penyerapan anggaran, melainkan tingkat realisasi program
pembangunan yang berkualitas prima dengan tetap
mengedepankan upaya efisiensi dan akumulasi tabungan
pemerintah.
Terobosan lain yang sangat inovatif dan telah diterapkan di
Tarakan untuk meningkatkan nilai investasi adalah pemberlakuan
Tarif Dasar Listrik (TDL) Lokal. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh
fakta terjadinya krisis energi yang mengancam kebangkrutan PT.
PLN. Saat ini bukan hanya pelayanan PLN yang merosot, namun
juga penurunan kapasitas PLNuntuk membangun power plantbaru.
Menyikapi krisis energi tersebut, maka setelah melalui proses
sosialisasi dan didukung oleh berbagai elemen masyarakat,
disepakati untuk memberlakukan TDL Lokal pada tahun 2001, yaitu
dengan menaikkan tarif sebesar 38,5% dari TDL Nasional, sehingga
38
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
55. harga jual per KWH dari 2 sen dolar menjadi 4 sen dolar. Selanjutnya
pada tahun 2003 harga jual listrik menjadi Rp 750 per KWH.
Peningkatan tarif ini dapat berhasil dengan baik setelah dilakukan
kampanye bahwa untuk setiap1 batang rokok yang dihisap adalah
setara dengan 10 KWH listrik per 10 jam. Dengan adanya kesadaran
masyarakat, maka kenaikan TDLLokaltidak menimbulkan gejolak.
Kebijakan penerapan TDL Lokal ini memungkinkan PT. PLN
mengoperasikan pembangkit listrik tambahan bertenaga gas
dengan kapasitas 2x6 MegaWatt. Bahkan saat ini sebuah investor
swasta juga sedang membangun Power Plant dengan sistem Gas
Turbine berkapasitas 2x14 MW. Dan dengan terobosan semacam
ini, Tarakan merupakan daerah yang tidak pernah mengalami
pemadaman listrik, sehingga meningkatkan jaminan pelayanan
bagi investordanmasyarakat padaumumnya.
Disamping hal-hal diatas, secara riil wajah Tarakan juga makin
sedap dipandang dengan lahirnya simbol-simbol perkotaan seperti
pembangunan Gusher Plaza danHotel Novotel. Berbagai h a l
inilah yang menjadikan PAD Kota Tarakan selalu meningkat,
meskipun tidak ditopang dengan Perda Retribusi dan pungutan-
pungutan baru yang membebani masyarakat. Ditengah kondisi
menurunya kemampuan APBD di berbagai daerah, Tarakan boleh
berbangga hati karena selalu berhasil menaikkan PAD-nya. Pada
tahun 2003, misalnya,PADTarakan meningkat sebesarRp.8 milyar.
Belajar dari kasus Tarakan ini, nyatalah bahwa
masyarakat. Dengan kebijakan yang regulatif dan
stimulatif ini justru akan dapat dicapai peningkatan kesejahteraan
rakyat secaralebih cepatdanlebih signifikan.
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan memacu
PAD/APBDdapat dicapai dengan kebijakan yang bersifat
regulatif dan stimulatif, bukan dengan kebijakan yang
memberatkan
39
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
56. 6. Kabupaten Madiun: Silaturahmi dan Bakti Sosial Untuk
Walaupun berstatus sebagai daerah tertinggal menurut versi
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, jajaran pemerintah
daerah dan warga Kabupaten Madiun tidak patah semangat.
Buktinya, dalam pemberian Otonomi Award 2005, Kabupaten
Madiun meraih dua penghargaan sekaligus. Salah satu bidang yang
mendapatkan apresiasi adalah upaya menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Upaya ini sudah
dilakukan sejak empat tahun lalu melalui program Bakti Sosial
Terpadu (BST) yang sebelumnya lebih dikenal dengan BTD (Bupati
Tilik Desa).
Meski kelihatannya sepele, namun hasil yang diraih dari BST ini
cukup besar dalam meningkatkan peran masyarakat dalam
membiayai pembangunan. Sebagai ilustrasi, pada 2004 nilai
swadaya masyarakat Kabupaten Madiun naik menjadi Rp 40 miliar,
padahal pada awal dilaksanakan BST, swadaya masyarakat hanya
berkisar Rp 7 miliar. Nilai swadaya sebesar itu kebanyakan untuk
pembangunan jalan desa yang semula jalan tanah menjadi jalan
beraspal. Oleh karena itu, untuk memancing swadaya pengaspalan
jalan, pemkab hanya menyediakan aspal, sedangkan material
lainnya dantenaga darimasyarakat desasetempat.
Kesadaran masyarakat itu timbul setelah bupati dan para
itu tidak hanya sekadar melihat suasana desa, tapi dimanfaatkan
oleh bupati untuk berdialog dengan masyarakat secara langsung.
Cara itu dilakukan, agar masyarakat di pedesaan berani
menyampaikan uneg-unegnya kepada pejabat. Oleh karena itu,
persoalan-persoalan yang sebelumnya tidak terakomodasi oleh
dinas terkait dapat langsung didengarkan dan diketahui oleh
Meningkatkan PartisipasiMasyarakat
pejabat daerah melakukan BST dan menginap di desa-desa secara
bergiliran sebulan sekali. Kesempatan tidur di desa sebulan sekali
40
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
57. bupati, sehingga dengan cepat dapat dicarikan solusinya.
pembangunan jalan,sertifikat danlain sebagainya.
Hasilnya, KTP yang dulu untuk mengurusnya butuh waktu
lama karena harus ke kabupaten, kini lebih cepat karena dapat
ditangani di kecamatan. Begitu juga soal sertifikat tanah, yang dulu
masyarakat desa tidak mengenal, kini sudah mulai tahu perlunya
sertifikat tanah. Buktinya, kalau dulu satu tahun BPN Kabupaten
Madiun hanya melayani 2500 pemohon sertifikat, tahun ini
mengeluarkan sertifikat untuk 12.500 bidang tanah. Selama empat
tahun dilaksanakan BST, ada sekitar 50 ribu bidang tanah
yang dimintakan sertifikat.
Meskipun demikian, tanah yang belum disertifikatkan di
Kabupaten Madiun juga masih cukup tinggi, yakni sekitar 450 ribu
bidang tanah. Karena dinilai efektif untuk menggerakan
pembangunan, dan meningkatkan partisipasi masyarakat, program
BST tersebut akan terus dilaksanakan. Bahkan, bupati berniat
program BST tersebut nantinya memiliki kekuatan, sehingga dapat
diupayakan dengan bentuk perda (peraturan daerah) dan lain-lain,
sehingga siapa pun nantinya yang menjabat Bupati Madiun,
program tersebut tetap dilaksanakan, sekaligus keluhan masyarakat
dipedesaanbisa didengardandiatasilangsung olehBupati.
7. KabupatenTanahDatar: Terobosan ManajemenPendidikan
Bank Dunia mengakui keberhasilan pendidikan di Kabupaten
Tanah Datar, Sumatera Barat, karena banyak terobosan yang
dilakukan jajaran pemerintah kabupaten setempat. Dari penelitian
yang dilakukan lembaga dunia itu, berbagai inovasi dan terobosan
tersebut pantas dipresentasikan di ajang konferensi internasional di
Harvard University. Fokus konferensi itu sendiri adalah reformasi
pelayanan publik yang berpihak pada rakyat miskin (pro-poor).
Permasalahan yang muncul bervariasi mulai dari persoalan KTP,
41
permasalahan yang muncul bervariasi mulai dari persoalan KTP,
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
58. Reformasi dan inovasi dalam sektor pendidikan di Kabupaten
pendidikan. Dalam hal ini, inovasi pendidikan telah dilaksannakan
sejak tahun 2000 secara terintegrasi dengan inovasi otonomi daerah.
Di Sumbar, hanya Tanahdatar yang sudah menerapkan rasio satu
guru dengan 30 orang murid. Padahal rata-rata sekolah di
provinsi itu satu lokal dengan 45 murid. Malah di sekolah unggulan,
satu lokal hanya diisi 25 orang murid. Selain itu, anggaran
pendidikan pun porsinya sejak lima tahun terakhir 40-50 persen dari
APBD. Jadi, kebijakan- kebijakan inovasi untuk menuju kualitas
yang diambil adalah dalam rangka meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia.
Dengan alokasi anggaran sebesar itu, maka setiap tahun selalu
ada SD yang direhab dan digabung. Saat ini terdapat 305 SD di
Tanahdatar dengan rasio satu guru dengan 30 orang murid. Di
samping penetapan rasio guru dan subyek didik dan regrouping
sekolah dasar, terobosan lainnya adalah partisipasi dana
pendidikan, sekolah di bulan puasa, paradigma baru kenaikan
pangkat guru, aktivitas komite sekolah, dan program komputer
sekolah.
Pelaksanaan pendidikan selama ini cenderung hanya
kemudian dipindahkan ke kepala anak didik, dengan alat ukur
hafalan. Akibatnya, metode pedagogik tidak berjalan dalam dunia
pendidikan sehingga tidak terjalin ikatan yang manusiawi antara
peserta didik dan guru. Padahal, dalam dunia pendidikan aspek
pedagogik sangat berperan besar.
Selain berbagai terobosan tadi, Pemkab Tanahdatar juga
menyediakan dana untuk tugas belajar para guru. Semua sekolah
diperbaiki, sementara bangunan sekolah harus lebih baik dari
Tanahdatar sudah terbukti sangat efektif untuk meningkatkan mutu
berbentuk transfer ilmu pengetahuan dari buku ke kepala guru
42
Tanahdatar sudah terbukti sangat efektif untuk meningkatkan mutu
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN
59. rumah peserta didik. Ini dimaksudkan agar peserta didik betah
berlama-lama di sekolah. Uniknya, Pemkab Tanahdatar tidak
sependapat dengan sistem sekolah gratis. Anak didik tetap
membayar, namun yang miskin disubsidi oleh yang kaya. Untuk
meningkatkan kualitas para guru, kata Masriadi, Pemkab Tanah
sana beberapa bulan belajar bahasa Inggris. Lantas tahun 2003 juga
dikirim 26 kepala sekolah ke Malaysia dan Singapura, diikuti
kemudian 22 orang guru, camat serta pejabat pendidikan lainnya
untuk studi banding ke Malaysia. Tahun 2004 dikirim lagi 30
kepala sekolah SMP dan SMA ke negeri jiran. Pengiriman guru ke
luar negeri itu untuk pencerahan kepada guru sehingga bisa
diterapkannya dilingkungan sendiri.
8. KabupatenSidoarjo: Reformasi Birokrasi PelayananInvestasi
Kabupaten Sidoarjo terus melakukan inovasi. Salah satu
yang menonjol adalah dalam pelayanan publik. Kerja keras ini
membuahkan hasil dengan diraihnya Grand Category Region in a
Leading Breakthrough on Public Service dari Jawa Pos Institute of
Prootonomi (JPIP). Bagi Kabupaten Sidoarjo, penghargaan itu
merupakan buah kerja keras tiga dinas, yaitu Dinas Perizinan dan
Penanaman Modal (DPPM), Dinas Informasi dan
Komunikasi (Dinfokom), dan Dinas Kesehatan. Ketiga dinas
tersebut berlomba memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat.
Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM), misalnya,
tak pernah berhenti berbenah memberikan pelayanan dalam
perizinan. Tercatat, pada tahun 2004 jumlah izin yang dikeluarkan
mencapai 5.555. DPPM melayani 14 jenis item perizinan. Terjadi
peningkatan sampai 6 ribu izin dalam setahun sejak 2003.
Dinas ini memiliki 10 tim peninjau lapangan bidang perizinan.
Setiap tim selalu turun ke lapangan untuk mengejar target
Datar sejak 2002, mengirim sejumlah guru ke Australia. Mereka di
43
PENGEMBANGAN MODEL BEST PRACTICES PENYELENGGARAAN
MANAJEMEN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN DI KALIMANTAN