SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 89
Baixar para ler offline
HUKUM
PEMERINTAHAN DAERAH
HUKUM
PEMERINTAHAN DAERAH
Bahan Kuliah untuk Mahasiswa
Program Extension S1 Fakultas Hukum, Universitas
Widyagama Mahakam, Samarinda
Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
OVERVIEW
 Desentralisasi dengan Dekonsentrasi?
 Daerah Otonom dengan Wilayah Administratif?
 Otonomi Daerah dengan Daerah Otonom?
 Pemerintah Daerah dengan Pemerintahan Daerah?
 Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan di
Daerah?
Apa Bedanya:
Desentralisasi vs Dekonsentrasi
 Desentralisasi: penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI.
 Dekonsentrasi: pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu.
Otonomi Daerah vs Daerah Otonom
 Otonomi Daerah: hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
 Daerah Otonom: kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem NKRI.
Daerah Otonom vs Wil. Administratif
 Daerah Otonom: implikasi asas Desentralisasi
 hak / wewenang mengatur dan mengurus
sendiri urusan RT-nya.
 Wilayah Administratif: implikasi asas
Dekonsentrasi  hak / wewenang mengatur dan
mengurus urusan Pemerintah Pusat di daerah;
oleh aparat Pusat di daerah; dengan sumber
daya Pusat di daerah.
Pemerintah Daerah vs
Pemerintahan Daerah
 Pemerintah Daerah: unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang terdiri dari Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.
 Pemerintahan Daerah: penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip NKRI.
Pemerintahan Daerah vs
Pemerintahan di Daerah
 Pemerintahan Daerah: UU No. 22 / 1999 dan UU
No. 32 / 2004
 Propinsi  Daerah Otonom dan “Wakil Pemerintah”
 Kab/Kota  Daerah Otonom saja.
 Kecamatan & Kelurahan adalah perangkat Daerah.
 Pemerintahan di Daerah: UU No. 5 / 1974
 Propinsi dan Kab/Kodya memiliki 2 (dua) kedudukan
sebagai Daerah Otonom sekaligus Wilayah Administratif.
 Kecamatan & Kelurahan adalah instansi vertikal /
perangkat Pusat di daerah.
Isu-isu Aktual Desentralisasi dan Otonomi Daerah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1
Jumlah
Pilkada
Pemekaran Wilayah
Pendidikan
Kesehatan
Pelayanan Publik
Terorisme
Good Governance
Kerjasama Antar Daerah
Sumber: Data diolah dari berbagai media massa (2005 – 2007)
MASALAH2 OTDA
 Pemekaran Wilayah
 Kelembagaan Perangkat Daerah
 SDM (pegawai)
 Keuangan (kapasitas fiskal)
 Akselerasi Pembangunan Daerah
(pendidikan, kesehatan, pengentasan
kemiskinan, pelayanan publik, dll)
(Sumber : Karhi Nisjar, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis XIX
Universitas Dr. Soetomo, Surabaya)
UNDP … (2000: 60-61)
Decentralized governance, when carefully planned, effectively
implemented, and appropriately managed, can lead to significant
improvement in the welfare of people at the local level, the
cumulative effect of which can lead to enhanced human
development. In addition, if decentralization involves real
devolution of power to local levels, the enabling environment for
poverty reduction is likely to be stronger. On the contrary,
badly planned decentralization can worsen regional
inequalities. Left to their own devices, richer regions are likely
to develop faster than poor ones. And a system of matching
grants, intended by central government to motivate local
government to raise funds, typically exacerbates regional
disparities.
Postulat:
 Otonomi Daerah memiliki korelasi POSITIF terhadap
peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat.
 Jika pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat
tidak semakin baik, berarti ada kesalahan dalam
menafsirkan dan menjalankan Otonomi Daerah.
 Otonomi Daerah perlu dikawal oleh seluruh pihak untuk
menjamin tercapainya pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
1. Decentralization can be a means of overcoming the severe limitations of
centrally controlled national planning.
2. Decentralization can cut through the enormous amounts of red tape and the
highly structured procedures.
3. Officials’ knowledge of and sensitivity to local problems and needs can be
increased.
4. Decentralization can allow better political and administrative “penetration” of
national government policies into areas remote from the national capital.
5. Decentralization might allow greater representation for various political,
religious, ethnic, and tribal groups in development decision making that lead
to greater equity in the allocation of resources.
6. Decentralization could expand local governments’ and private institutions’
capacity to take over functions that are not usually performed well by central
ministries.
7. The efficiency of the central government could be increased.
Manfaat Desentralisasi (1)
Manfaat Desentralisasi (2)
8. Decentralization can provide a structure through which activities of various
central government ministries and agencies could be coordinated more
effectively.
9. Decentralization is needed to institutionalize participation of citizens in
development planning and management.
10. Decentralization might offset the influence or control over development
activities by entrenched local elites.
11. Decentralization can lead to more flexible, innovative, and creative
administration.
12. Decentralization allows local leaders to locate services and facilities more
effectively within communities.
13. Decentralization can increase political stability and national unity by giving
groups the ability to participate more directly in development decision-
making.
14. Decentralization can increase the number of public goods and services and
the efficiency with which they are delivered at lower cost.
Manfaat Desentralisasi (3)
 Desentralisasi meningkatkan level transparansi dan
akuntabilitas serta berkembangnya praktek good
governance.
 Kebutuhan daerah akan terpenuhi secara lebih baik
sebagai akibat diberikannya otonomi.
 Para penguasa akan dapat diawasi secara langsung oleh
masyarakat setempat.
 Inisiatif penduduk lokal dan kreativitas publik akan
berkembang bebas karena mengendornya pengawasan
Pusat yang terlalu kuat pada berbagai aspek kehidupan
masyarakat
Hadiz (2003: 16)
1. Makin tingginya disparitas antar daerah
Bahaya Desentralisasi
(Prud’Homme, 1985)
Potensi dan kemampuan setiap daerah berbeda-beda, terutama
dalam pemilikan sumber daya, sementara desentralisasi berarti
memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam
mengurusi aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Daerah bebas
dalam mengolah sumber daya, menerapkan kebijakan fiskal.
Karena potensi dan kemampuan daerah berbeda-beda, maka
disparitas antar daerah akan semakin tinggi. Daerah yang kaya dan
memiliki struktur ekonomi yang lebih seimbang akan melaju cepat,
sementara itu Daerah yang miskin akan ketinggalan.
2. Inefisiensi produksi dan alokasi.
Bahaya Desentralisasi .. cont.
Daerah akan memaksakan diri dalam melakukan produksi
suatu komoditas tertentu meskipun secara ekonomis tidak
terlalu menguntungkan, sehingga secara nasional dapat
dinilai sebagai inefisiensi dalam alokasi sumber daya.
Sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk
komoditas lain, karena motivasi kemandirian, akhirnya
dialokasikan kepada komoditas tertentu yang kurang
efisien.
3. Instabilitas yg berpangkal dari luasnya
kewenangan daerah dalam kebijakan fiskal.
Bahaya Desentralisasi .. cont.
“Meskipun desentralisasi fiskal memberikan manfaat di
beberapa negara seperti China, India, negara-negara
Amerika Latin, serta negara-negara lain di belahan di dunia
ini, namun di sisi lain memunculkan 3 masalah utama, yaitu:
meningkatnya ketidakadilan (kesenjangan), instabilitas
makroekonomi, dan adanya resiko kewenangan lokal yang
dapat menyebabkan kesalahan dalam alokasi sumber daya”
(World Development Report: The State in a Changing World, 1997).
Cross-country experiences
 El Salvador: meningkatnya kemandirian masyarakat /
aktor sekolah dan kualitas pembelajaran. Dengan
meningkatnya partisipasi orang tua, setiap sekolah yang
dikelola masyarakat (community-managed school)
menunjukkan tingkat absensi (meninggalkan kewajiban)
yang semakin rendah.
 Nikaragua: dengan melakukan pengawasan terhadap
latar belakang keluarga, murid-murid sekolah diberi hak
membuat sendiri keputusan yang berhubungan dengan
sekolah mereka. Hal ini ternyata berdampak pada raihan
nilai yang lebih baik dalam setiap tes atau ujian.
McLean dan King (1999: 55)
Cross-country experiences
 Manfaat di bidang kesehatan:
 More rational and unified health service that caters to local preferences.
 Improvement of health programs implementation.
 Lessened duplication of services as the target of populations is defined
more specifically.
 Reduction of inequalities between rural and urban areas.
 Cost containment from moving to streamlined, targeted programs.
 Greater community financing and involvement of local communities.
 Greater integration of activities of different public and private agencies.
 Improvement of inter-sectoral coordination, particularly in local
government and rural development activities.
 Dampak negatif terjadi di Pilipina, Zambia, dan Papua Nugini.
Anne Mills (dalam Kolehmainen-Aitken, 1999: 57)
Cross-country experiences
 Peningkatan layanan kesehatan di Belo Horizonte, Brazil;
 Peningkatan layanan perkotaan di Sinuapa, Honduras;
 Keberhasilan pelaksanaan berbagai proyek di Jamunia Tank
Gram Panchayat, India;
 Peningkatan layanan pendidikan di Ma’n dan Irbid, Jordan;
 Perbaikan kualitas pemukiman di Pakistan;
 Peningkatan layanan kesehatan dii 3 kota di Philipina;
 Menggerakkan pembangunan ekonomi lokal di 3 kota Polish;
 Peningkatan pendapatan rumah tangga di Ivory Park, South
Africa;
 Peningkatan jasa-jasa pasar melalui kemitraan dengan sektor
swasta di Jinja, Uganda.
Work (2002)
Cross-country experiences
 Meningkatnya kepedulian dan penghargaan terhadap
partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat
lokal.
 Perangkat Pemda memiliki komitmen yang makin kuat
dalam pemberian layanan serta merasakan adanya
tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
 Pemerintah Kab/Kota dan antara Kab/Kota dengan
Propinsi saling bekerjasama dan berbagi informasi
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Indonesia (IRDA, 2002: 10)
Cross-country experiences
 Korupsi yang terdesentralisasi dan tersebar,
 Aturan yang dijalankan oleh pejabat yang berjiwa
“maling” (predatory local officials),
 Merebaknya money politics dan konsolidasi politik
gangster.
Indonesia (Hadiz, 2003: 16)
 Uni Soviet
 Philipina
Para predator itu …
 Thailand
 Indonesia
Indikator Keberhasilan OTDA
 EKONOMI
 pendapatan nasional perkapita.
 pengurangan jumlah penduduk miskin.
 tingkat pengangguran.
 gini ratio, luas daerah di bawah kurva lorenz, dll.
 SOSIAL
 rasio guru terhadap murid.
 rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk, dll.
 PRASARANA DASAR
 prasarana perhubungan.
 prasarana penerangan, dll.
PEMEKARAN
WILAYAH
PEMEKARAN
WILAYAH
ISSU KRUSIAL PEMEKARAN
ISSU KRUSIAL PEMEKARAN
 Alasan pemekaran: meningkatkan pelayanan
publik dan mendekatkan Pemda.
 Implikasi Pemekaran:
 Sumber daya keuangan makin terbatas.
 Meningkatkan overhead-cost.
 Memperbanyak aktor (institusi) Pemda.
 Mendorong pembentukan lembaga vertikal:
polisi, militer, kejaksaan, PN, dll.
APA YANG TERJADI ???
APA YANG TERJADI ???
 Pemekaran tanpa analisis komprehensif terhadap
kelayakan teknis, administratif, politik dan potensi
daerah.
 Fakta kesenjangan pembangunan dijawab dengan
pemekaran tanpa menyelesaikan masalah
pokoknya.
 Pemekaran justru melemahkan kemampuan fiskal
daerah karena adanya pembagian sumber daya.
 Ilustrasi pemekaran: sakit kepala diobati dengan
obat sakit perut.
Siapa KALAH Siapa MENANG ?
Siapa KALAH Siapa MENANG ?
 Penduduk setempat, karena pembangunan di
sekelilingnya: jalan, gedung-gedung baru, dll.
Daerah yg sepi menjadi lebih ramai.
 PNS, karena mendapat promosi di daerah yang
baru.
 Parpol, karena kadernya memiliki peluang untuk
menjadi anggota DPRD atau Kepala Daerah.
Yang Menang & Senang :
Siapa KALAH Siapa MENANG ?
Siapa KALAH Siapa MENANG ?
 Sumber penerimaan tergantung pada Pusat (94%), dan harus dibagi
menjadi dua. Akibatnya, kapasitas fiskal semakin melemah.
 Menurunnya kapasitas fiskal akan berdampak menurunnya
kemampuan pembiayaan pelayanan publik secara keseluruhan
(secara parsial mungkin menguntungkan daerah baru).
 Daerah yg lemah secara ekonomi akan sulit membangun daerahnya
pada jangka panjang.
 Menciptakan kendala baru berupa kebutuhan pembiayaan birokrasi
(overhead-cost).
 Masyarakat secara umum yg mendapat dampaknya. Kasus: Kaltim
sbg Provinsi terbesar APBD-nya, namun jumlah penduduk miskinnya
terbanyak se Kalimantan (2007).
Yang Kalah :
Jumlah Daerah Otonom
Jumlah Daerah Otonom
Sebelum 1999 27 Prov; 292 Kab/Kota
1999 – 2007 7 Prov; 173 Kab/Kota
TOTAL 33 Prov; 465 Kab/Kota
Sumber : Mendagri (Suara Pembaruan, 23 Okt 2007)
PEMBENTUKAN DAERAH
PEMBENTUKAN DAERAH
MASING-MASING
MEMPUNYAI
PEMERINTAHAN
DAERAH.
PASAL 2 AYAT (1)
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
DIBAGI ATAS DAERAH-DAERAH:
PROVINSI
KABUPATEN DAN
KOTA
DAERAH PROVINSI DIBAGI ATAS:
PEMEKARAN SETELAH
MENCAPAI BATAS MINIMAL
USIA PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN {Psl 4 (4)}
SUBSTANSI UNDANG-
UNDANG DIMAKSUD
MENCAKUP Psl {4 (2)} :
 NAMA
 CAKUPAN WILAYAH
 BATAS
 IBUKOTA
 KEWENANGAN
 PENJABAT KEPALA DAERAH
 PENGISIAN DPRD
 PENGALIHAN KEPEGAWAIAN
 PENDANAAN
 PERALATAN DAN DOKUMEN
 PERANGKAT DAERAH
PEMBENTUKAN
DAERAH DAPAT
BERUPA {Psl 4 (3)}:
 PENGGABUNGAN BEBERAPA
DAERAH
 PENGGABUNGAN SEBAGIAN
DAERAH YANG
BERSANDINGAN
 PEMEKARAN DARI SATU DAERAH
MENJADI DUA DAERAH ATAU
LEBIH
PEMBENTUKAN DAERAH:
DITETAPKAN DGN UU
{Pasal 4 (1)}
 PROVINSI: 10 TAHUN
 KABUPATEN/KOTA: 7 THN
 KECAMATAN: 5 TAHUN
.
ADMINISTRATIF
TEKNIS
FISIK
KEWILAYAHAN
SYARAT-SYARAT
PEMBENTUKAN
DAERAH
Pasal 5 Ayat (1)
SYARAT ADMINISTRATIF
A. PEMBENTUKAN PROVINSI
Pasal 5 Ayat (2)
1. Aspirasi masyarakat.
2. Kep. DPRD Kab / Kota & persetujuan Bupati /
Walikota masing2 yg akan menjadi cakupan Prov.
3. Kep. DPRD Prov. induk.
4. Rekomendasi Gubernur.
5. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri
1. ASPIRASI MASYARAKAT.
2. KEPUTUSAN DPRD KABUPATEN/KOTA.
3. PERSETUJUAN BUPATI/WALIKOTA.
4. KEPUTUSAN DPRD PROVINSI/INDUK.
5. REKOMENDASI GUBERNUR/INDUK.
6. REKOMENDASI MENTERI DALAM NEGERI
B. PEMBENTUKAN KABUPATEN/KOTA
Pasal 5 Ayat (3)
1. KEMAMPUAN EKONOMI
2. POTENSI DAERAH
3. SOSIAL BUDAYA
4. SOSIAL POLITIK
5. KEPENDUDUKAN
6. LUAS DAERAH
7. PERTAHANAN
8. KEAMANAN dan
9. FAKTOR LAIN YANG MEMUNGKINKAN
TERSELENGGARANYA OTDA (KEMAMPUAN KEUANGAN,
TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, RENTANG KENDALI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH)
SYARAT TEKNIS
Pasal 5 Ayat (4)
FAKTOR DASAR
PEMBENTUKAN DAERAH
SYARAT FISIK
Pasal 5 Ayat (5)
KOTA
PROVINSI
KABUPATEN
PALING SEDIKIT 4 KECAMATAN
SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN
PALING SEDIKIT 5 KECAMATAN
LOKASI CALON IBUKOTA
SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN
PALING SEDIKIT 5 KABUPATEN/KOTA
LOKASI CALON IBUKOTA
SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN
Tentang JUMLAH PENDUDUK
 Raymond G. Gettel:
No definite limit can be fixed for the number of persons
necessary to form a state.
 Gilchrist:
It is impossible to fix a definite number of men for a state.
“semua orang yang pada suatu waktu bertempat tinggal mendiami
(menetap) di wilayah daerah atau negara tertentu”
RRC : 1,1 milyar
India : 800 juta
Tuvalu dan Nauru : 10 ribu.
Tentang LUAS WILAYAH
“daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan
suatu daerah atau negara, dalam mana kekuasaan
daerah atau negara berlaku atas seluruh penduduk
yang bertempat tinggal menetap didalam daerah
teritorial tersebut”
RRC : 9.561.000 km2
India : 3.275.198 km2
Tuvalu dan Nauru : 26 km2 dan 21 km2
Size and Democracy: Case for Decentralization
(Larry Diamond & Svetlana Tsalik, 1999):
 1998  hampir 75% negara berpenduduk dibawah 1 juta jiwa
merupakan negara demokratis; kurang dari 60% negara dengan
populasi > 1 juta jiwa diikategorikan demokratis.
 5 dari 6 negara berpenduduk < setengah juta (microstate)
adalah demokratis, dan lebih dari tiga perempatnya menerapkan
demokrasi liberal.
 Kesimpulan: jika menginginkan suatu negara / daerah
demokratis, maka harus diupayakan agar jumlah penduduk
tidak berkembang secara dramatis.
Pemekaran
Wilayah
“Microstate”
Pemerintahan
Demokratis
Benarkah LOGIKA Diatas?
 Jepang memiliki 47 propinsi (prefecture) dan 3.232
daerah otonom setingkat kabupaten / kota (Shi Cho
Son).
 Di Thailand terdapat 75 propinsi dengan 1.130
daerah otonom setingkat kabupaten / kota.
 INDONESIA ??
BENAR, dengan argumen:
Benarkah LOGIKA Diatas? … (2)
 Demokrasi tidak hanya dilakukan dengan pemekaran, tapi bisa juga
dengan devolusi kekuasaan (baik dengan sistem federalisme
maupun otonomi luas).
 Kasus Indonesia  kesenjangan antar wilayah: Jawa saja yg “layak”
dimekarkan dan menjadi demokratis, sedang luar Jawa sulit
dimekarkan karena sedikitnya jumlah penduduk.
 Pemekaran membuat rentang kendali semakin panjang, shg
mempersulit mekanisme koordinasi, pengawasan & pembinaan oleh
Pusat terhadap Daerah.
 Pemekaran berimplikasi terhadap berkurangnya jumlah dan
kemampuan anggaran (fiscal capacity) baik bagi daerah baru hasil
pemekaran maupun daerah induknya.
 Pemekaran memicu orientasi menggali PAD melalui penetapan
Perda retribusi yang menjadikan iklim usaha kurang kondusif.
SALAH, dengan argumen:
Itulah Sebabnya …
 Di Jepang, 47 propinsi yang ada saat ini secara administratif
dikelompokkan menjadi 12 wilayah saja. Sedang pada level
kedua, amalgamasi dilakukan dengan target pengurangan
municipalities dari 3.232 menjadi hanya 257 (Masahisa Hayashi,
2002).
 Thailand menciutkan jumlah daerah otonom tingkat III yg disebut
TAO (Tambol Administrative Organization, di Indonesia setingkat
Kecamatan) dari 7.498 menjadi hanya 5.000 (Bangkok Post,
3/11/02).
 Di Swedia, unit pemda berkurang dari 1.006 pada 1960-an
menjadi 284 pada 1980-an. Pada periode yang sama, Belgia
berkurang dari 2.663 menjadi 589; Denmark dari 1.387 menjadi
275; Jerman dari 24.282 menjadi 8.426; & Inggris dari 1.288
menjadi 457 (Hubert Allen, 1990).
Pemekaran tidak lagi menjadi opsi yg disukai:
Presiden ttg Pemekaran
(Pidato di depan DPD-RI tg 23 Agustus 2007)
 Jika pemekaran daerah tidak berangkat dari tujuan yang benar,
serta tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan
beban kepada keuangan negara, serta memberikan dampak
penurunan anggaran terhadap seluruh pemerintah daerah
lain, karena akan menurunkan alokasi DAU secara proporsional
bagi daerah lain di seluruh tanah air.
 Pemekaran juga mempengaruhi penyediaan DAK Bidang
Prasarana Pemerintahan (sarana dan prasarana gedung
kantor instansi vertikal, belanja pegawai, dan belanja
operasional lainnya), serta untuk mendanai urusan-urusan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
 “Kita harus tegas dan berani menolak tuntutan pemekaran,
yang sama sekali tidak memiliki urgensi dan tidak memberikan
manfaat nyata bagi rakyat di daerah itu”.
Ironisnya …
Ada sebuah dagelan politik tingkat tinggi,
dimana imbauan Presiden pada sidang
paripurna DPD RI 23 Agustus 2007 untuk
moratorium pemekaran justru dibalas politisi
DPR dengan menetapkan 8 UU pemekaran
yang baru.
Ada apa dengan hubungan Eksekutif – Legislatif
di Indonesia?
MASALAH2 PEMEKARAN WIL.
MASALAH2 PEMEKARAN WIL.
 76 % daerah hasil pemekaran mengalami kemunduran dari
sebelumnya, dengan indikator jumlah masyarakat miskin
meningkat (Priyo Budi Santoso, Suara Pembaruan: 10-4-2007).
 Laporan Depdagri 2006: dari 148 daerah otonom baru yang
dievaluasi, sekitar 80 % masuk kategori bermasalah dan gagal.
Data Dep. Keuangan 2007: mayoritas daerah pemekaran
tergolong berkemampuan keuangan rendah. BPK juga
menyebutkan, pemekaran berdampak negatif pada perekonomian,
sebab membebani keuangan negara (Kompas, 31-5-2007 ).
 Pemekaran yang tidak terencana menyulitkan penentuan daerah
pemilihan untuk Pemilu 2009 (Mendagri, Kompas, 9-3-2007).
 Daerah otonom baru belum mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara signifikan (Mendagri, Kompas, 23-10-2007).
 "Bukan rahasia lagi, lebih dari 90 % APBD daerah otonom baru
disubsidi dari APBN” (Ryaas Rasyid, Kompas, 23-10-2007).
MASALAH2 PEMEKARAN WIL.
MASALAH2 PEMEKARAN WIL.
 Letak daerah yang jauh dari pusat pemerintah bukanlah
masalah yang harus diatasi dengan pemekaran. Akibatnya,
banyak daerah baru hasil pemekaran justru menjadi beban
pemerintah (Taliziduhu Ndraha, Kompas, 13-3-2007).
 Pemekaran belum menyentuh kesejahteraan publik terutama
dalam bidang pendidikan, kesehatan dan layanan umum.
Pemekaran lebih banyak memberikan keuntungan bagi
segelintir elite dan kelompok birokrasi maupun pengusaha saja
(Suara Karya, 21-5-2007).
 Pemekaran menimbulkan ketidakefisienan secara ekonomi. Ini
terlihat dari munculnya banyak perda yang berbeda di tiap
daerah (Kompas, 24-4-2007).
 Syarat kewilayahan yang diatur PP No. 129/2000 berbeda
dengan yang diatur UU No. 32/2004. Bagaimana dengan
daerah yang terlanjur terbentuk? Digabung lagi?
Pilihan Solusi
Pilihan Solusi
 Moratorium, sambil lakukan evaluasi.
 Percepat PP pengganti PP No. 129/2000, dengan memperketat
usulan-usulan pemekaran daerah, yang benar-benar sesuai
kebutuhan (bukan karena desakan / motif politik).
 Insentif bagi daerah yg mau menggabungkan diri.
 Pengetatan pembentukan Perda yg tidak ramah pasar (pro-
investment).
 Pembentukan daerah baru harus seiring dengan kebijakan di
bidang lain, misalnya tentang Pemilu (misal: pembentukan
KPUD).
 Treatment khusus bagi daerah yang sudah terlanjur
dimekarkan, misalnya dengan mengembangkan kecamatan
(bagi kab/kota), atau kab/kota (bagi provinsi).
 Susun Grand Design (RIP) Pemekaran Wilayah.
 Pemberdayaan Kec & Kelurahan (Desentralisasi Tahap II).
Pengetatan Persyaratan
Pengetatan Persyaratan
 Syarat wilayah bagi provinsi sedikitnya terdiri atas 5
kabupaten/kota. Syarat wilayah kabupaten minimal
terdiri atas 5 kecamatan dan kota minimal terdiri atas 4
kecamatan.
 Soal batas usia, daerah otonom baru bisa dimekarkan
kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi dan
7 tahun untuk kabupaten/kota.
 Penambahan kriteria pengukuran kelayakan
pemekaran wilayah dari 7 kriteria (PP 129/2000)
menjadi 11 kriteria pada RPP terbaru.
KERJASAMA
ANTAR DAERAH
KERJASAMA
ANTAR DAERAH
Landasan Hukum
Kerjasama Antar Daerah
Policy Level Operational Level
 UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN).
 UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
 UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Daerah.
 UU No. 17 tahun 2007 tentang
RPJP Nasional 2005 – 2025.
 PP No. 38/2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan.
 PP No. 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom.
 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Tahun 2004-2009.
 SE Menteri Dalam Negeri No.
120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005.
Pasal I s i
Pasal 195 (1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan
kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan
efektivitas pelayanan publik, sinergi, dan saling menguntungkan.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk
badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.
(3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerjasama dengan pihak
ketiga.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani
masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.
Pasal 196 (1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah
dikelola bersama oleh daerah terkait.
(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara
bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.
(3) Untuk pengelolaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
daerah membentuk adan kerjasama.
(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh
Pemerintah.
Pasal-pasal Kerjasama Antar Daerah
dalam UU No. 32 /2004
Urgensi Kerjasama
Antara Daerah
 Keterkaitan Antar Daerah (Inter-regional-linkages): ekonomi,
geografis, pemerintahan, sosial
 Meningkatkan Efisiensi Dalam Skala Ekonomi (economies
of Scale), Berpotensi Menekan Cost & Optimalisasi Sumber
Daya: pengelolaan air bersih, pemadam kebakaran,
persampahan.
 Meningkatkan Efektifitas & Kualitas Pelayanan Publik:
Pendidikan dan Kesehatan.
 Ketersediaan Sumber Daya di Masing-Masing Daerah
Bervariasi (plus vs minus).
 Menghindarkan Duplikasi Pelayanan Publik di
Kabupaten/Kota Berdekatan.
Prinsip-Prinsip KAD
 Spesifik: isu yang dibahas atau dikerjasamakan lebih baik
spesifik, agar kerjasama yang dilakukan bisa fokus dan
kelembagaan yang dibentuk bisa efisien.
 Penting bagi daerah lokal: isu yang dikerjasamakan memang
penting bagi daerah-daerah yang terkait, atau bisa membawa
keuntungan bagi daerah.
 Saling menguntungkan bagi semua pihak.
 Skema harus partisipatif: mengingat kerjasama adalah untuk
kepentingan umum, skema harus partisipatif.
 Ada kepastian hukum.
 Mengikuti kaidah good governance: transparansi &
akuntabilitas terjaga.
Prinsip-Prinsip KAD
 Politically feasible: kerjasama itu harus menarik secara
politis. Pada akhirnya keputusan & komitmen untuk
melakukan kerjasama itu ada di level pimpinan (leadership),
yang merupakan dunia politis.
 Economically feasible: kerjasama itu secara ekonomi atau
keuangan daerah mampu dilakukan, dan membawa
keuntungan secara ekonomi juga.
 Geographically feasible: secara geografis memungkinkan,
termasuk apabila diputuskan akan dibentuk semacam
sekretariat bersama yang mudah diakses oleh pihak-pihak
terkait
 Linkage antar aktor: adanya jaringan komunikasi yang
cukup kuat di semua stakeholders yang terlibat.
Model Penjelasan
Harvey, 2003
Intergovernmental
Service Contact,
suatu daerah membayar daerah yang lain untuk rnelaksanakan
jenis pelayanan tertentu Layanan penjara, pembuangan sampah,
kontrol hewan atau ternak, penaksiran pajak
Joint Service
Agreement
dimana suatu daerah menjalankan fungsi perencanaan, anggaran,
dan pemberian pelayanan tertentu kepada masyarakat daerah
yang terlibat pengaturan perpustakaan wilayah, komunikasi antar
polisi dan pemadam kebakaran, kontrol kebakaran, pembuangan
sampah.
Intergovernmental
Service Transfer
berupa transfer permanen suatu tanggung jawab dari satu daerah
ke daerah lain bidang pekerjaan umum, prasarana dan sarana,
kesehatan dan kesejahteraan, serta pemerintahan dan keuangan
publik.
Model-Model KAD
Taylor, 2003
Handshake
Agreement,.
tidak adanya dokumen perjanjian kerjasama yang formal. Kerjasama didasarkan
pada komitmen dan kepercayaan secara politis antar daerah yang terkait.
Biasanya, bentuk kerjasama seperti ini dapat berjalan pada daerah-daerah yang
secara historis memang sudah sering bekerja sama dalam berbagai bidang.
Bentuk kerjasama ini cukup efisien dan lebih fleksibel dalam pelaksanaannya
karena tidak ada kewajiban yang mengikat bagi masing-masing pemerintah
daerah.
Fee for service
contracts
(service agreements).
satu daerah “menjual” satu bentuk pelayanan publik pada daerah lain. Misalnya
air bersih, listrik, dan sebagainya, dengan sistem kompensasi (harga) dan jangka
waktu yang disepakati bersama. Keunggulan sistem ini adalah bisa diwujudkan
dalam waktu yang relatif cepat. Selain itu, daerah yang menjadi “pembeli” tidak
perlu mengeluarkan biaya awal (start-up cost) dalam penyediaan pelayanan.
Akan tetapi, biasanya cukup sulit untuk menentukan harga yang disepakati
kedua daerah.
Joint Agreements
(pengusahaan
bersama).
mensyaratkan adanya partisipasi atau keterlibatan dari daerah-daerah yang
terlibat dalam penyediaan atau pengelolaan pelayanan publik. Pemerintah-
pemerintah daerah berbagi kepemilikan kontrol, dan tanggung jawab terhadap
program. Sistem ini biasanya tidak memerlukan perubahan struktur
kepemerintahan daerah (menggunakan struktur yang sudah ada).
Kelemahannya, dokumen perjanjian (agreement) yang dihasilkan biasanya
sangat rumit dan kompleks karena harus mengakomodasi sistem birokrasi dari
pemda-pemda yang bersangkutan.
James A. Coon
Service Agreement : Suatu kerjasama tertulis dalam kontrak antara suatu pemerintah
daerah dengan pemerintah daerah lain untuk penyediaan suatu
layanan dengan harga tertentu yang dinyatakan. Biasanya
berlangsung dimana ada suatu pemerintah daerah yang lebih
berdaya dibandingkan yang lain sehingga bisa memberikan
pelayanan dengan ganti pembayaran kepada pihak yang
membutuhkan
Joint Agreement : Suatu kerjasama tertulis dalam kontrak antar-pemerintah daerah
untuk setuju dalam pengadaan layanan melalui pembangunan dan
operasi suatu fasilitas. Biasanya melibatkan dua atau lebih
pemerintah daerah yang seimbang dalam hal kemampuan
partisipasinya dalam mewujudkan kerjasama tersebut, misal
dalam hal sumberdaya, fasilitas dan target layanan
KETERBATASAN
DAERAH
KOMITMEN
NASIONAL
GLOBAL
PELAKSANAAN
KERJASAMA
DAERAH
PERMASALAHAN
KERJASAMA
DAERAH
BANYAKNYA
DUK MISKIN
KESEJANGAN
ANTAR DAERAH
KESEMPATAN KERJA
TDK SEBANDING
PENGANGGUR
KURANGNYA
YAN DASAR
LEMAHNYA STRUKTUR
PEREKON DAERAH
RENDAHNYA YAN BLIK
SUPREMASI HUKUM
BLM OPTIMALNYA
LAKS OTDA
BLM OPTIMALNYA
PENGELOLAAN SDA
MASALAH
POKOK
Penyelesaian Perselisihan KAD
Penyelesaian Perselisihan KAD
Penyelesaian Perselisihan KAD
Penyelesaian Perselisihan KAD
1. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kerja sama akan
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila dengan musyawarah untuk mencapai mufakat tidak
terselesaikan, maka penyelesaian perselisihan difasilitasi oleh
Mendagri sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Keputusan Mendagri dalam upaya penyelesaian perselisihan
bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang bekerja sama.
4. Apabila penyelesaian perselisihan melalui Mendagri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) salah satu pihak tidak
dapat menerima, maka dapat mengajukan penyelesaian melalui
MA.
Penyelesaian Perselisihan
Apabila terjadi perselisihan dlm
penyeleng fung pemerintahan
antar Kab/Kota dlm satu Prov,
Gub menyelesaikan
perselisihan dimaksud
{Ps. 198(1)}
Apabila terjadi perselisihan
antar Prov, antara Prov dan
Kab/Kota diwilayahnya serta
antara Prov dan Kab/Kota diluar
wilayahnya, Mendagri
menyelesaikan perselisihan
{Ps. 198(2)}
Kept Gub dan
Mendagri bersifat
Final. {Ps. 198(3)}
KASUS KAD
 Pemprov DKI membangun tanggul di Kali
Mokervart.
 Belum ada komunikasi dengan wilayah penyangga
(Bodetabekjur).
 Pemkot Tangerang menganggap tanggul tsb berada
di wilayahnya, kemudian membatalkan proyek tsb.
 Pokok masalah: lemahnya koordinasi, tidak
jelasnya batas kewenangan, ketiadaan visi yg
sama, lembaga pengelola kerjasama tidak optimal,
dll.
SUMBER DAYA
APARATUR
SUMBER DAYA
APARATUR
 KELEMBAGAAN
 Sumber Daya Manusia
 KEUANGAN
KONDISI LEMBAGA PEMERINTAH
SEBELUM OTONOMI
PUSAT :
 800 jabatan eselon
I
 2.392 eselon II
 11.245 eselon III
 70.787 eselon IV
 208.850 es. V
DAERAH :
 27 jabatan eselon
I
 788 eselon II
 7.964 eselon III
 44.372 eselon IV
 79.791 eselon V
(Mustopadidjaja, 1999)
SETELAH OTONOMI
SETELAH OTONOMI
 Komisi Yudisial  UU No. 22/2004
 Komisi Pemilihan Umum  UU No. 12/2003
 Komnas HAM  UU No. 39/1999
 Komisi Pengawas Persaingan Usaha  UU No. 5/1999
 Komisi Penyiaran Indonesia  UU No. 32/2002
 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi / KPK  UU No 30/2002
 Komisi Perlindungan Anak  UU No. 23/2002
 Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi  UU No. 27/2004
 Komnas Anti Kekerasan Thd Perempuan  Keppres No. 181/1998
 Komisi Ombudsman Nasional  Keppres No. 44/2000
 Komisi Kepolisian  UU No. 2/2002
 Komisi Kejaksaan  UU No. 16/2004
 Komisi Hukum Nasional  Keppres No. 15/2000
Pusat 


 Inflasi Komisi / Dewan Negara:
 Dewan Pers  UU No. 40/1999
 Dewan Pendidikan  UU No. 20/2003
 Dewan Pembina Industri Strategis  Keppres No. 40/1999
 Dewan Riset Nasional  Keppres No. 94/1999
 Dewan Buku Nasional  Keppres No. 110/1999
 Dewan Maritim Indonesia  Keppres No. 161/1999
 Dewan Ekonomi Nasional  Keppres No. 144/1999
 Dewan Pengembangan Usaha Nasional  Keppres No. 165/1999
 Dewan Gula Nasional Keppres No. 23/2003
 Dewan Ketahanan Pangan  Keppres No. 132/2001
 Dewan Pengembangan Kws Tmr Indonesia  Keppres No. 44/2002
 Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah  Keppres No. 151/2000
 Dewan Pertahanan Nasional  Keppres No. 3/2003
 Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional  Keppres No. 132/1998
 Komite Nasional Keselamatan Transportasi  UU No. 41/1999
 Komite Antar Dept. Bidang Kehutanan  Keppres No. 80/2000
 Komite Akreditasi Nasional  Keppres No. 78/2001
 Komite Penilaian Independen  Keppres No. 99/1999
 Komite Olahraga Nasional Indonesia  Keppres No. 72/2001
 Komite Kebijakan Sektor Keuangan  Keppres No. 89/1999
 Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran  PP No. 102/2000
Inflasi Komisi / Dewan Negara (lanjutan):
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
(Dari UU 22/1999 ke UU 32/2004)
UU 22/1999
Psl. 60 s.d Psl. 68, Psl. 66 serta
Psl 120:
• Sekretariat Daerah;
• Dinas Daerah;
• Lembaga Teknis Daerah;
• Camat;
• Satuan Polisi Pamong Praja
PP NO. 8/2003
PP 41/2007
UU 32/2004
Psl. 120 s.d Psl. 128:
PERANGKAT DAERAH PROV:
• Sekretariat Daerah;
• Sekretariat DPRD;
• Dinas Daerah;
• Lembaga Teknis Daerah;
PERANGKAT DAERAH KAB/KOTA:
• Sekretariat Daerah;
• Sekretariat DPRD;
• Dinas Daerah;
• Lembaga Teknis Daerah;
• Kecamatan;
• Kelurahan.
UU Keolahragaan
UU KPI
UU Penyuluhan
UU Kepegawaian
UU Keuangan
UU BNN
UU Ketahanan
Pangan
PP Pengawasan
PP Satpol PP PP 38 dan 41 Tahun
2007
Penataan
Organisa
si Pemda
PENATAAN KELEMBAGAAN ORGANISASI
PEMERINTAH DAERAH
PENATAAN KELEMBAGAAN ORGANISASI
PEMERINTAH DAERAH
KRITERIA PENATAAN ORGANISASI
 Semakin tinggi tingkat pembagian kerja, semakin besar ukuran organisasi.
 Semakin tinggi tingkat kompleksitas urusan, maka makin besar organisasi diperlukan.
 Semakin tinggi tinggi tingkat rutinitas pekerjaan, maka makin tinggi tingkat sentralistis
sebuah organisasi.
 Semakin tinggi tingkat pekerjaan non rutinitas, maka makin tinggi tingkat
desentralisasinya.
 Semakin besar suatu organisasi maka makin besar jumlah personilnya.
 Semakin besar suatu organisasi maka makin diperlukan banyak sumber daya yang
diperlukan.
 Semakin luas wilayah kerja, makin besar ukuran organisasinya.
 Semakin tinggi tingkatan teknologi, semakin kecil ukuran organisasinya.
 Semakin tinggi variasi budaya, makin besar variasi sebuah organisasi.
 Semakin tinggi tingkat kemitraan, makin tinggi tingkat efisiensi kerja.
 Semakin banyak hubungan kerja, semakin besar ukuran sebuah organisasi.
 Semakin rendah tingkat disiplin pegawai, semakin besar ukuran organisasi
pengawasan / pembinaan.
 Makin rendah tingkat stabilitas / keamanan, makin besar ukuran organisasi.
 Makin tinggi kompleksitas, makin tinggi tuntutan akan kualitas kepemimpinan.
SDM APARATUR
 Birokrasi Parkinsonian (Parkinson’s Law) 
proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran
struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali.
Pemekaran terjadi bukan karena tuntutan fungsi,
tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan
struktur.
 Birokrasi Orwellian  proses pertumbuhan
kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga
kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh
birokrasi.
Big bureaucracy
Jumlah PNS & Rasio Penduduk
 Jumlah PNS: 4,4 juta (2 % dari total
penduduk)
 Komparasi  AS : 2,7 % (1991)
 Jerman Barat : 7,1 % (1980)
 Malaysia : 4 % (1980)
 Philipina : 2,6 (1990)
 Singapura : 2,5 (1990)
√ Problem kualitas,
√ Problem ketimpangan distribusi tugas
√ + Problem mutasi, promosi, penempatan
√ + Problem tour of area (vertical), dll
Profil Kualitas SDM (1991)
 Sarjana (S1 keatas) : 7 %
 Sarjana Muda : 9,8 %
 SLTA : 58,6 %
 Sisanya berpendidikan SLTP & SD
: 24,6 %.
√ Downsizing,
√ Cross-posting,
√ Contracting-out,
√ Continuous improvement.
MANAJEMEN PNSD
MANAJEMEN PNSD
Pemerintah laks Pembinaan Manaj
PNSD satu kesatuan penyeleng
Manaj PNS scr Nas. {Ps.129(1)}
Manaj PNSD meliputi penetapan formasi,
pengadaan, pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, hak & kewajiban
kedudukan hkm, pengemb kapasitas &
pengendalian jml. {Ps.129(2)}
Manaj PNSD meliputi penetapan formasi,
pengadaan, pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, hak & kewajiban
kedudukan hkm, pengemb kapasitas &
pengendalian jml. {Ps.129(2)}
PENGANGKATAN, PEMINDAHAN &
PEMBERHENTIAN DLM JABATAN ES. II
Pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Es. II Prov
ditetapkan Gub.{Ps.130(1)}
Pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Es. II Kab/Kota
ditetapkan Bup/Walikota setelah
konsultasi kpd Gub. {Ps.130(2)}
Pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Es. II Kab/Kota
ditetapkan Bup/Walikota setelah
konsultasi kpd Gub. {Ps.130(2)}
Konsultasi
Pem
Prov
Pem
Kab/Kota
PERPINDAHAN PNSD
antar Kab/Kota dlm satu Prov ditetapkan Gub
setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN
{Ps.131(1)}
antar Kab/Kota antar Prov, dan antar Prov
ditetapkan Mendagri setelah peroleh
pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(2)}
Prov, Kab/Kota ke Dep/LPND dan sebaliknya
ditetapkan Mendagri setelah peroleh
pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(3)}
KEUANGAN DAERAH
KEUANGAN DAERAH
Dari 229 Kab / Kota:
 71,23 % memiliki PAD kurang dari 20%;
 22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %;
 5,83 % memiliki PAD lebih dari 40 % (Sulistyo,
1995).
Kajian serupa oleh Kano (1995):
 Penerimaan kotor seluruh Kab / Kota di Indonesia,
sebesar 70 % merupakan grant dan subsidi Pusat dan
Propinsi.
 40 % dari pengeluaran tahunannya diperuntukkan
sebagai belanja pegawai.
PILKADA dan
DEMOKRASI
LOKAL
PILKADA dan
DEMOKRASI
LOKAL
 Dapatkan Otda mendorong Demokrasi?
 Benarkah keduanya memiliki hubungan konvergen,
atau justru divergen?
 Mampukah Pilkada Langsung menjadi instrumen
demokratisasi di tingkat terbawah?
 Mengapa banyak konflik terjadi di era demokrasi,
keterbukaan, reformasi, dan otda?
OTONOMI DAERAH &
DEMOKRASI
“OTDA mendorong tumbuhnya demokrasi lokal
(grassroots democracy)”
Demokrasi baru dapat
berjalan jika beberapa
kondisi terpenuhi (tingkat
pendidikan & melek huruf,
kelas menengah yg mapan,
masyarakat sipil yg dinamis,
rendahnya kesenjangan
sosial, serta adanya ideologi
sekuler).
Jika ada trade-off berupa
sedikit penurunan laju
pertumbuhan, hal itu dapat
terima (acceptable) sebagai
harga yang harus dibayar
untuk membangun tatanan
politik yang demokratis,
kebebasan warga, dan
perlindungan thd HAM.
2 mainstreams ttg kaitan
DEMOKRASI & PEMBANGUNAN
democracy as outcome of
development
democracy as prerequisite
for development
PEMBANGUNAN:
 LPE > 4% (1966-1990an)
 Kemiskinan menurun menjadi 12%
(1996)
 Swasembada beras (1984)
 Bank Dunia: Indonesia sbg “miracle”
(1993)
DEMOKRASI:
 Pengekangan kebebasan Pers,
 Tekanan thd serikat buruh,
 Pembatasan jumlah Parpol, dll.
Demokrasi & Pembangunan,
Bisakah berjalan seiring?
“Demokrasi sebagai
HASIL PEMBANGUNAN”
PEMBANGUNAN:
 LPE –13,7%, 0,31%, 4,8%, dan 3%
(1998-2001)
 Kemiskinan melonjak menjadi >20%
 HDI / IPM merosot terus
DEMOKRASI:
 Konstitusi di Amandemen
 Sistem Multi Partai diperkenalkan
 Kebebasan Pers dan Mimbar
 Pembentukan Komnas HAM
 Otonomi luas, Pilkada Langsung, dll.
“Demokrasi sebagai
PRASYARAT PEMBANGUNAN”
Masa PRA Demokratisasi Masa PASCA Demokratisasi
 Demokratisasi sbg
penyebab utama
terjadinya konflik
• Terbukanya ruang
demokrasi melahirkan
banyak kelompok dengan
berbagai aliran dan
tuntutan yang berbeda 
banyaknya politik aliran ini
berimplikasi pada sulitnya
mengorganisasikan
berbagai kepentingan
secara negotiable.
 Demokrasi adalah peredam konflik secara
damai
• Demokrasi memang bukan jaminan tidak
adanya konflik, namun bangsa yang
demokratis akan mampu mambangun
pranata sosial, sumber daya & fleksibilitas
sistem yang lebih baik, sehingga akan lebih
mampu mengelola setiap perbedaan &
sengketa.
• Demokrasi menyediakan metode
pengambilan keputusan yang anti kekerasan,
forum perwakilan untuk mempertemukan
berbagai perbedaan, serta kesempatan
berpartisipasi secara inklusif.
 Demokratisasi sbg penyebab
utama terjadinya konflik
• Rejim Nyerere (Tanzania), Soekarno,
dan Boigny (Ivory Coast) di masa
lampau; serta Mahathir (Malaysia) &
Museveni (Uganda) pada masa
sekarang.
• Hanya sistem 1 partai / demokrasi
terpimpin yg dibutuhkan untuk
meredam ketegangan & konflik
sosial. Kompetisi multi-partai yg
berlebihan hanya akan menjadikan
demokrasi menjadi tidak stabil.
 Demokrasi adalah peredam konflik
secara damai
• International Institute for Democracy
and Electoral Assistance.
• Demokrasi dapat difungsikan sebagai
alat untuk mengelola konflik melalui
tiga teknik analisa konflik yaitu
adversarial (melihat konflik sebagai
“kita melawan mereka”), reflektif
(introspeksi & mempertimbangkan
jalan keluar terbaik), serta integratif
(memahami pandangan &
kepentingan kedua pihak).
Demokrasi & Konflik di
Indonesia
 Konflik “klasik” seperti
GAM, GPK, RMS.
 Konflik “klasik” lain:
PILKADES.
 Konflik “klasik” menjadi
internationalized.
 Muncul konflik horizontal baru: Poso,
Ambon, Sampit, Sambas, dll.
 Konflik kewenangan Eksekutif –
Legislatif.
 Konflik antar lembaga publik / antar
daerah.
 Konflik vertikal antara kelompok
masyarakat dengan aparat.
PRA Demokratisasi
Masa PASCA Demokratisasi
“Sedikit demokrasi
sedikit Konflik”
“Demokrasi memicu Konflik”
Apakah Pilkadasung hanya mrpk hasil dari
proses pembangunan selama ini.
Pilkadasung sbg instrumen
Demokrasi: Sebuah Tantangan
Apakah Pilkadasung mrpk titik awal untuk
menjalankan pembangunan.
Apakah Pilkadasung hanya menghasilkan
konflik yang sebelumnya tidak terjadi.
Apakah Pilkadasung dapat menjadi menjadi
media rekonsiliasi antar elit lokal.
Indikasi Awal Pilkadasung
Indikasi Awal Pilkadasung
 76 daerah dari 226 daerah yang akan menyelenggarakan
Pilkada sangat berpotensi terjadi konflik karena berbagai
sebab (Depdagri).
 Gejala munculnya polarisasi dan fragmentasi di tingkat
grassroot akibat dari adanya kecenderungan preferensi
emosional dan primordial.
 Kondisi tadi dapat mempengaruhi stabilitas di daerah dan
pada gilirannya dapat pula mengancam keberlangsungan
pembangunan sosial ekonomi daerah.
Gagal memperkuat demokrasi lokal?
Gagal mengakselerasi pembangunan daerah?
Ada yang salah dengan Pilkadasung?
PILKADA & KORUPSI
 Unanswered question: Dapatkan Pilkada menekan money
politics?
 Calon Independen baru sebatas putusan judicial review MK, shg
rakyat hanya memiliki “hak pilih” dari calon-calon yg telah
ditentukan oleh partai politik.
 Parpol masih tetap menjadi “mesin politik” utama menuju
kekuasaan. Peran inilah yang akan menjadi medan magnet
terjadinya money politics.
 Pusaran korupsi diperkirakan tidak sekuat 5 tahun y.l. Ada
kecenderungan money politics ini lebih menyebar dan
menjangkau langsung kepada masyarakat.
 Logikanya, money politics akan mengikuti dimana “suara”
berada.
 Jadi, Pilkada dan Korupsi sementara masih akan tetap menjadi 2
sisi dari 1 mata uang yang sama.
Implikasi Lintas Dimensi
 Sistem Politik secara makro. Artinya, desain Pilkada sangat
tergantung dengan Paket UU Politik (UU Pemilu, UU Parpol, UU
Susduk) yg biasanya selalu diperbaharui setiap 5 tahun. Artinya, untuk
menghasilkan Pilkada yg benar-benar berbobot, maka sistem politik
makronya juga harus disesuaikan. Tidak mungkin hanya Pilkada-nya
yg dioprek-oprek sementara supra struktur politiknya tidak berubah.
 Pengembangan karis PNS di Daerah. Pilkada memberi legitimasi
yang besar sekali kepada KDH terpilih untuk merombak birokrasi karir
sesuai "keinginannya". Sayangnya, seringkali KDH terpilih kurang
menguasai ilmu kepemerintahan, sehingga cenderung berlaku
subyektif. Kondisi ini diperparah dengan "keterjeratan" atau
terperangkapnya KDH kedalam jaring-jaring kroni (cronyism trap)
sehingga banyak pertimbangan politis dalam setiap kebijakan
administratif yg menjadi kewenangannya. Bukti-bukti awal sudah
cukup banyak, misalnya melonjaknya calon peserta Diklatpim II pasca
Pilkada.
Implikasi Lintas Dimensi
 Netralitas Birokrasi baik pada kadar netralitasnya, maupun
definisi dan kriterianya. Selama ini tidak jelas, apakah mengikuti
(baca: mendengarkan) kampanye seseorang termasuk kampanye.
Atau, jika seorang ajudan masih melaksanakan tugas-tugas rutin
KDH yg kebetulan adalah Calon KDH pada Pilkada, apakah juga
bisa dikategorikan tidak netral. Selama ini tafsir netralitas lebih
banyak melekat pada KDH terpilih, sehingga banyak PNS jadi
korban karena dianggap "tiarap". Kasus di Kutai Kartanegara
sangat unique mengenai hal satu ini.
 Pilkada yg tidak dibatasi oleh nilai-nilai yg tegas juga dapat
berdampak pada rendahnya mutu kebijakan publik di daerah. Dan
jika hal ini berlangsung terus, maka masyarakatlah yang menjadi
korban dari sebuah sistem demokrasi bernama Pilkada.
PRASYARAT
PILKADA YANG DEMOKRATIS &
BERCIRIKAN GOOD GOVERNANCE
 RULE OF LAW & ENFORCEMENT
(KEJELASAN & KETEGASAN ATURAN HUKUM)
 VOTERS & CIVIC EDUCATION
(SOSIALISASI ATURAN PILKADA)
 STATESMANSHIP
(KENEGARAWANAN KANDIDAT)
Kesimpulan & Rekomendasi
Kesimpulan & Rekomendasi
 Hubungan antara demokrasi dan pembangunan, serta antara demokrasi
dan resolusi konflik tidak perlu dipahami secara hitam putih.
 Divergensi atau konvergensi antar kedua variabel diatas sangat tergantung
pada para pelaku politik dan mapannya sistem yang digunakan.
 Desentralisasi harus diperkuat untuk membangun good local governance
 kinerja pembangunan akan meningkat dengan sendirinya sementara
rezim demokratis juga dapat ikut terbangun.
 Perlu pengembangan kapasitas birokrasi untuk menjalankan program
pembangunan secara efektif tanpa intervensi politis secara berlebihan;
sekaligus meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pemerintahan daerah.
 Perlu dibangun proses dan kelembagaan politik yang hati-hati (prudent
politics), serta menyiapkan infrastruktur ekonomi, sosial dan politik untuk
berjalannya demokrasi secara wajar.
 Perlu diberi peran kepada otoritas lokal untuk membangun kerangka
penyaluran aspirasi dan kepentingan rakyat.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraNina Ruspina
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahDadang Solihin
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruanggege52
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPuspa Bunga
 
Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi NegaraMuslimin B. Putra
 
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRISistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRITri Widodo W. UTOMO
 
Sistem pemerintahan desa revisi
Sistem pemerintahan desa revisiSistem pemerintahan desa revisi
Sistem pemerintahan desa revisiari saridjo
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negaraaishkhuw fillah
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxNaomiPoppyMoore
 

Mais procurados (20)

Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negara
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan Daerah
 
Patologi birokrasi
Patologi birokrasiPatologi birokrasi
Patologi birokrasi
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruang
 
Ajaran otonomi daerah
Ajaran otonomi daerahAjaran otonomi daerah
Ajaran otonomi daerah
 
SANKSI dalam HAN
SANKSI dalam HANSANKSI dalam HAN
SANKSI dalam HAN
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
 
Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi Negara
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRISistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
 
Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraHukum administrasi negara
Hukum administrasi negara
 
Sistem pemerintahan desa revisi
Sistem pemerintahan desa revisiSistem pemerintahan desa revisi
Sistem pemerintahan desa revisi
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt
 
Hukum Konstitusi
Hukum KonstitusiHukum Konstitusi
Hukum Konstitusi
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 

Semelhante a Hukum Pemerintah Daerah

Masalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerahMasalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerahIhrom Lestari
 
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Iqbal Lfc
 
PEMDA OTDA 2.pptx
PEMDA OTDA 2.pptxPEMDA OTDA 2.pptx
PEMDA OTDA 2.pptxReisdro
 
Ika prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemdaIka prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemdaIka Prawita
 
Diskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docxDiskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docxayiknina
 
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerahKel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerahIndriati Dewi
 
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerahHarmonisasi pemerintah pusat dan daerah
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerahAmalia Tania
 
desentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerahdesentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerahEnchink Qw
 
Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah
Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi DaerahDesentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah
Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi DaerahEnchink Qw
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
 
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan Praktek
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan PraktekOtonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan Praktek
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan PraktekDadang Solihin
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaHIA Class.
 
Desentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomiDesentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomijenis6575
 

Semelhante a Hukum Pemerintah Daerah (20)

Masalah Otonomi Daerah
Masalah Otonomi DaerahMasalah Otonomi Daerah
Masalah Otonomi Daerah
 
Masalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerahMasalah otonomi daerah
Masalah otonomi daerah
 
Expose Pemekaran Wilayah
Expose Pemekaran WilayahExpose Pemekaran Wilayah
Expose Pemekaran Wilayah
 
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
 
PEMDA OTDA 2.pptx
PEMDA OTDA 2.pptxPEMDA OTDA 2.pptx
PEMDA OTDA 2.pptx
 
Presentasi pkn
Presentasi pknPresentasi pkn
Presentasi pkn
 
3764 9717-1-sm
3764 9717-1-sm3764 9717-1-sm
3764 9717-1-sm
 
Ika prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemdaIka prawita tugas 1 pemda
Ika prawita tugas 1 pemda
 
Diskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docxDiskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docx
 
Nama kelompok 4
Nama kelompok 4Nama kelompok 4
Nama kelompok 4
 
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
Otonomi Daerah (Perekonomian Indonesia BAB 7)
 
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerahKel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
 
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerahHarmonisasi pemerintah pusat dan daerah
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah
 
desentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerahdesentralisasi public service dalam era otonomi daerah
desentralisasi public service dalam era otonomi daerah
 
Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah
Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi DaerahDesentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah
Desentralisasi Public Service dalam Era Otonomi Daerah
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
 
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan Praktek
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan PraktekOtonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan Praktek
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan Praktek
 
Bank english
Bank englishBank english
Bank english
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia
 
Desentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomiDesentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomi
 

Mais de Tri Widodo W. UTOMO

Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluTri Widodo W. UTOMO
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNTri Widodo W. UTOMO
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarTri Widodo W. UTOMO
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightTri Widodo W. UTOMO
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTri Widodo W. UTOMO
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakTri Widodo W. UTOMO
 
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiMenjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 

Mais de Tri Widodo W. UTOMO (20)

Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang Panjang
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
 
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiMenjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
 

Último

Product Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptx
Product Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptxProduct Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptx
Product Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptxKaista Glow
 
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024MALISAAININOORBINTIA
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docNurulAiniFirdasari1
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptTaufikFadhilah
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxFranxisca Kurniawati
 
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxElemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxGyaCahyaPratiwi
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlineMMario4
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaruSilvanaAyu
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...NiswatuzZahroh
 
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin LimAsi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin LimNodd Nittong
 
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docxRPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docxSyifaDzikron
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
ppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptx
ppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptxppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptx
ppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptxUlyaSaadah
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptxAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptxHeriyantoHeriyanto44
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 

Último (20)

Product Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptx
Product Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptxProduct Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptx
Product Knowledge Rapor Pendidikan - Satuan Pendidikan Dasmen&Vokasi.pptx
 
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
PAMPHLET PENGAKAP aktiviti pengakap 2024
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
 
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxElemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
 
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin LimAsi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
 
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docxRPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
ppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptx
ppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptxppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptx
ppt MTeaching Pertidaksamaan Linier.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptxAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 

Hukum Pemerintah Daerah

  • 1. HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH Bahan Kuliah untuk Mahasiswa Program Extension S1 Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Mahakam, Samarinda Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
  • 2. OVERVIEW  Desentralisasi dengan Dekonsentrasi?  Daerah Otonom dengan Wilayah Administratif?  Otonomi Daerah dengan Daerah Otonom?  Pemerintah Daerah dengan Pemerintahan Daerah?  Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan di Daerah? Apa Bedanya:
  • 3. Desentralisasi vs Dekonsentrasi  Desentralisasi: penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.  Dekonsentrasi: pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
  • 4. Otonomi Daerah vs Daerah Otonom  Otonomi Daerah: hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.  Daerah Otonom: kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.
  • 5. Daerah Otonom vs Wil. Administratif  Daerah Otonom: implikasi asas Desentralisasi  hak / wewenang mengatur dan mengurus sendiri urusan RT-nya.  Wilayah Administratif: implikasi asas Dekonsentrasi  hak / wewenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintah Pusat di daerah; oleh aparat Pusat di daerah; dengan sumber daya Pusat di daerah.
  • 6. Pemerintah Daerah vs Pemerintahan Daerah  Pemerintah Daerah: unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.  Pemerintahan Daerah: penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI.
  • 7. Pemerintahan Daerah vs Pemerintahan di Daerah  Pemerintahan Daerah: UU No. 22 / 1999 dan UU No. 32 / 2004  Propinsi  Daerah Otonom dan “Wakil Pemerintah”  Kab/Kota  Daerah Otonom saja.  Kecamatan & Kelurahan adalah perangkat Daerah.  Pemerintahan di Daerah: UU No. 5 / 1974  Propinsi dan Kab/Kodya memiliki 2 (dua) kedudukan sebagai Daerah Otonom sekaligus Wilayah Administratif.  Kecamatan & Kelurahan adalah instansi vertikal / perangkat Pusat di daerah.
  • 8. Isu-isu Aktual Desentralisasi dan Otonomi Daerah 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1 Jumlah Pilkada Pemekaran Wilayah Pendidikan Kesehatan Pelayanan Publik Terorisme Good Governance Kerjasama Antar Daerah Sumber: Data diolah dari berbagai media massa (2005 – 2007)
  • 9. MASALAH2 OTDA  Pemekaran Wilayah  Kelembagaan Perangkat Daerah  SDM (pegawai)  Keuangan (kapasitas fiskal)  Akselerasi Pembangunan Daerah (pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, pelayanan publik, dll) (Sumber : Karhi Nisjar, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis XIX Universitas Dr. Soetomo, Surabaya)
  • 10. UNDP … (2000: 60-61) Decentralized governance, when carefully planned, effectively implemented, and appropriately managed, can lead to significant improvement in the welfare of people at the local level, the cumulative effect of which can lead to enhanced human development. In addition, if decentralization involves real devolution of power to local levels, the enabling environment for poverty reduction is likely to be stronger. On the contrary, badly planned decentralization can worsen regional inequalities. Left to their own devices, richer regions are likely to develop faster than poor ones. And a system of matching grants, intended by central government to motivate local government to raise funds, typically exacerbates regional disparities.
  • 11. Postulat:  Otonomi Daerah memiliki korelasi POSITIF terhadap peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.  Jika pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat tidak semakin baik, berarti ada kesalahan dalam menafsirkan dan menjalankan Otonomi Daerah.  Otonomi Daerah perlu dikawal oleh seluruh pihak untuk menjamin tercapainya pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
  • 12. 1. Decentralization can be a means of overcoming the severe limitations of centrally controlled national planning. 2. Decentralization can cut through the enormous amounts of red tape and the highly structured procedures. 3. Officials’ knowledge of and sensitivity to local problems and needs can be increased. 4. Decentralization can allow better political and administrative “penetration” of national government policies into areas remote from the national capital. 5. Decentralization might allow greater representation for various political, religious, ethnic, and tribal groups in development decision making that lead to greater equity in the allocation of resources. 6. Decentralization could expand local governments’ and private institutions’ capacity to take over functions that are not usually performed well by central ministries. 7. The efficiency of the central government could be increased. Manfaat Desentralisasi (1)
  • 13. Manfaat Desentralisasi (2) 8. Decentralization can provide a structure through which activities of various central government ministries and agencies could be coordinated more effectively. 9. Decentralization is needed to institutionalize participation of citizens in development planning and management. 10. Decentralization might offset the influence or control over development activities by entrenched local elites. 11. Decentralization can lead to more flexible, innovative, and creative administration. 12. Decentralization allows local leaders to locate services and facilities more effectively within communities. 13. Decentralization can increase political stability and national unity by giving groups the ability to participate more directly in development decision- making. 14. Decentralization can increase the number of public goods and services and the efficiency with which they are delivered at lower cost.
  • 14. Manfaat Desentralisasi (3)  Desentralisasi meningkatkan level transparansi dan akuntabilitas serta berkembangnya praktek good governance.  Kebutuhan daerah akan terpenuhi secara lebih baik sebagai akibat diberikannya otonomi.  Para penguasa akan dapat diawasi secara langsung oleh masyarakat setempat.  Inisiatif penduduk lokal dan kreativitas publik akan berkembang bebas karena mengendornya pengawasan Pusat yang terlalu kuat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Hadiz (2003: 16)
  • 15. 1. Makin tingginya disparitas antar daerah Bahaya Desentralisasi (Prud’Homme, 1985) Potensi dan kemampuan setiap daerah berbeda-beda, terutama dalam pemilikan sumber daya, sementara desentralisasi berarti memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam mengurusi aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Daerah bebas dalam mengolah sumber daya, menerapkan kebijakan fiskal. Karena potensi dan kemampuan daerah berbeda-beda, maka disparitas antar daerah akan semakin tinggi. Daerah yang kaya dan memiliki struktur ekonomi yang lebih seimbang akan melaju cepat, sementara itu Daerah yang miskin akan ketinggalan.
  • 16. 2. Inefisiensi produksi dan alokasi. Bahaya Desentralisasi .. cont. Daerah akan memaksakan diri dalam melakukan produksi suatu komoditas tertentu meskipun secara ekonomis tidak terlalu menguntungkan, sehingga secara nasional dapat dinilai sebagai inefisiensi dalam alokasi sumber daya. Sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk komoditas lain, karena motivasi kemandirian, akhirnya dialokasikan kepada komoditas tertentu yang kurang efisien.
  • 17. 3. Instabilitas yg berpangkal dari luasnya kewenangan daerah dalam kebijakan fiskal. Bahaya Desentralisasi .. cont. “Meskipun desentralisasi fiskal memberikan manfaat di beberapa negara seperti China, India, negara-negara Amerika Latin, serta negara-negara lain di belahan di dunia ini, namun di sisi lain memunculkan 3 masalah utama, yaitu: meningkatnya ketidakadilan (kesenjangan), instabilitas makroekonomi, dan adanya resiko kewenangan lokal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam alokasi sumber daya” (World Development Report: The State in a Changing World, 1997).
  • 18. Cross-country experiences  El Salvador: meningkatnya kemandirian masyarakat / aktor sekolah dan kualitas pembelajaran. Dengan meningkatnya partisipasi orang tua, setiap sekolah yang dikelola masyarakat (community-managed school) menunjukkan tingkat absensi (meninggalkan kewajiban) yang semakin rendah.  Nikaragua: dengan melakukan pengawasan terhadap latar belakang keluarga, murid-murid sekolah diberi hak membuat sendiri keputusan yang berhubungan dengan sekolah mereka. Hal ini ternyata berdampak pada raihan nilai yang lebih baik dalam setiap tes atau ujian. McLean dan King (1999: 55)
  • 19. Cross-country experiences  Manfaat di bidang kesehatan:  More rational and unified health service that caters to local preferences.  Improvement of health programs implementation.  Lessened duplication of services as the target of populations is defined more specifically.  Reduction of inequalities between rural and urban areas.  Cost containment from moving to streamlined, targeted programs.  Greater community financing and involvement of local communities.  Greater integration of activities of different public and private agencies.  Improvement of inter-sectoral coordination, particularly in local government and rural development activities.  Dampak negatif terjadi di Pilipina, Zambia, dan Papua Nugini. Anne Mills (dalam Kolehmainen-Aitken, 1999: 57)
  • 20. Cross-country experiences  Peningkatan layanan kesehatan di Belo Horizonte, Brazil;  Peningkatan layanan perkotaan di Sinuapa, Honduras;  Keberhasilan pelaksanaan berbagai proyek di Jamunia Tank Gram Panchayat, India;  Peningkatan layanan pendidikan di Ma’n dan Irbid, Jordan;  Perbaikan kualitas pemukiman di Pakistan;  Peningkatan layanan kesehatan dii 3 kota di Philipina;  Menggerakkan pembangunan ekonomi lokal di 3 kota Polish;  Peningkatan pendapatan rumah tangga di Ivory Park, South Africa;  Peningkatan jasa-jasa pasar melalui kemitraan dengan sektor swasta di Jinja, Uganda. Work (2002)
  • 21. Cross-country experiences  Meningkatnya kepedulian dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat lokal.  Perangkat Pemda memiliki komitmen yang makin kuat dalam pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik.  Pemerintah Kab/Kota dan antara Kab/Kota dengan Propinsi saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Indonesia (IRDA, 2002: 10)
  • 22. Cross-country experiences  Korupsi yang terdesentralisasi dan tersebar,  Aturan yang dijalankan oleh pejabat yang berjiwa “maling” (predatory local officials),  Merebaknya money politics dan konsolidasi politik gangster. Indonesia (Hadiz, 2003: 16)  Uni Soviet  Philipina Para predator itu …  Thailand  Indonesia
  • 23. Indikator Keberhasilan OTDA  EKONOMI  pendapatan nasional perkapita.  pengurangan jumlah penduduk miskin.  tingkat pengangguran.  gini ratio, luas daerah di bawah kurva lorenz, dll.  SOSIAL  rasio guru terhadap murid.  rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk, dll.  PRASARANA DASAR  prasarana perhubungan.  prasarana penerangan, dll.
  • 25. ISSU KRUSIAL PEMEKARAN ISSU KRUSIAL PEMEKARAN  Alasan pemekaran: meningkatkan pelayanan publik dan mendekatkan Pemda.  Implikasi Pemekaran:  Sumber daya keuangan makin terbatas.  Meningkatkan overhead-cost.  Memperbanyak aktor (institusi) Pemda.  Mendorong pembentukan lembaga vertikal: polisi, militer, kejaksaan, PN, dll.
  • 26. APA YANG TERJADI ??? APA YANG TERJADI ???  Pemekaran tanpa analisis komprehensif terhadap kelayakan teknis, administratif, politik dan potensi daerah.  Fakta kesenjangan pembangunan dijawab dengan pemekaran tanpa menyelesaikan masalah pokoknya.  Pemekaran justru melemahkan kemampuan fiskal daerah karena adanya pembagian sumber daya.  Ilustrasi pemekaran: sakit kepala diobati dengan obat sakit perut.
  • 27. Siapa KALAH Siapa MENANG ? Siapa KALAH Siapa MENANG ?  Penduduk setempat, karena pembangunan di sekelilingnya: jalan, gedung-gedung baru, dll. Daerah yg sepi menjadi lebih ramai.  PNS, karena mendapat promosi di daerah yang baru.  Parpol, karena kadernya memiliki peluang untuk menjadi anggota DPRD atau Kepala Daerah. Yang Menang & Senang :
  • 28. Siapa KALAH Siapa MENANG ? Siapa KALAH Siapa MENANG ?  Sumber penerimaan tergantung pada Pusat (94%), dan harus dibagi menjadi dua. Akibatnya, kapasitas fiskal semakin melemah.  Menurunnya kapasitas fiskal akan berdampak menurunnya kemampuan pembiayaan pelayanan publik secara keseluruhan (secara parsial mungkin menguntungkan daerah baru).  Daerah yg lemah secara ekonomi akan sulit membangun daerahnya pada jangka panjang.  Menciptakan kendala baru berupa kebutuhan pembiayaan birokrasi (overhead-cost).  Masyarakat secara umum yg mendapat dampaknya. Kasus: Kaltim sbg Provinsi terbesar APBD-nya, namun jumlah penduduk miskinnya terbanyak se Kalimantan (2007). Yang Kalah :
  • 29. Jumlah Daerah Otonom Jumlah Daerah Otonom Sebelum 1999 27 Prov; 292 Kab/Kota 1999 – 2007 7 Prov; 173 Kab/Kota TOTAL 33 Prov; 465 Kab/Kota Sumber : Mendagri (Suara Pembaruan, 23 Okt 2007)
  • 30. PEMBENTUKAN DAERAH PEMBENTUKAN DAERAH MASING-MASING MEMPUNYAI PEMERINTAHAN DAERAH. PASAL 2 AYAT (1) NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DIBAGI ATAS DAERAH-DAERAH: PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA DAERAH PROVINSI DIBAGI ATAS:
  • 31. PEMEKARAN SETELAH MENCAPAI BATAS MINIMAL USIA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN {Psl 4 (4)} SUBSTANSI UNDANG- UNDANG DIMAKSUD MENCAKUP Psl {4 (2)} :  NAMA  CAKUPAN WILAYAH  BATAS  IBUKOTA  KEWENANGAN  PENJABAT KEPALA DAERAH  PENGISIAN DPRD  PENGALIHAN KEPEGAWAIAN  PENDANAAN  PERALATAN DAN DOKUMEN  PERANGKAT DAERAH PEMBENTUKAN DAERAH DAPAT BERUPA {Psl 4 (3)}:  PENGGABUNGAN BEBERAPA DAERAH  PENGGABUNGAN SEBAGIAN DAERAH YANG BERSANDINGAN  PEMEKARAN DARI SATU DAERAH MENJADI DUA DAERAH ATAU LEBIH PEMBENTUKAN DAERAH: DITETAPKAN DGN UU {Pasal 4 (1)}  PROVINSI: 10 TAHUN  KABUPATEN/KOTA: 7 THN  KECAMATAN: 5 TAHUN
  • 33. SYARAT ADMINISTRATIF A. PEMBENTUKAN PROVINSI Pasal 5 Ayat (2) 1. Aspirasi masyarakat. 2. Kep. DPRD Kab / Kota & persetujuan Bupati / Walikota masing2 yg akan menjadi cakupan Prov. 3. Kep. DPRD Prov. induk. 4. Rekomendasi Gubernur. 5. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri 1. ASPIRASI MASYARAKAT. 2. KEPUTUSAN DPRD KABUPATEN/KOTA. 3. PERSETUJUAN BUPATI/WALIKOTA. 4. KEPUTUSAN DPRD PROVINSI/INDUK. 5. REKOMENDASI GUBERNUR/INDUK. 6. REKOMENDASI MENTERI DALAM NEGERI B. PEMBENTUKAN KABUPATEN/KOTA Pasal 5 Ayat (3)
  • 34. 1. KEMAMPUAN EKONOMI 2. POTENSI DAERAH 3. SOSIAL BUDAYA 4. SOSIAL POLITIK 5. KEPENDUDUKAN 6. LUAS DAERAH 7. PERTAHANAN 8. KEAMANAN dan 9. FAKTOR LAIN YANG MEMUNGKINKAN TERSELENGGARANYA OTDA (KEMAMPUAN KEUANGAN, TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, RENTANG KENDALI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH) SYARAT TEKNIS Pasal 5 Ayat (4) FAKTOR DASAR PEMBENTUKAN DAERAH
  • 35. SYARAT FISIK Pasal 5 Ayat (5) KOTA PROVINSI KABUPATEN PALING SEDIKIT 4 KECAMATAN SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN PALING SEDIKIT 5 KECAMATAN LOKASI CALON IBUKOTA SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN PALING SEDIKIT 5 KABUPATEN/KOTA LOKASI CALON IBUKOTA SARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN
  • 36. Tentang JUMLAH PENDUDUK  Raymond G. Gettel: No definite limit can be fixed for the number of persons necessary to form a state.  Gilchrist: It is impossible to fix a definite number of men for a state. “semua orang yang pada suatu waktu bertempat tinggal mendiami (menetap) di wilayah daerah atau negara tertentu” RRC : 1,1 milyar India : 800 juta Tuvalu dan Nauru : 10 ribu.
  • 37. Tentang LUAS WILAYAH “daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan suatu daerah atau negara, dalam mana kekuasaan daerah atau negara berlaku atas seluruh penduduk yang bertempat tinggal menetap didalam daerah teritorial tersebut” RRC : 9.561.000 km2 India : 3.275.198 km2 Tuvalu dan Nauru : 26 km2 dan 21 km2
  • 38. Size and Democracy: Case for Decentralization (Larry Diamond & Svetlana Tsalik, 1999):  1998  hampir 75% negara berpenduduk dibawah 1 juta jiwa merupakan negara demokratis; kurang dari 60% negara dengan populasi > 1 juta jiwa diikategorikan demokratis.  5 dari 6 negara berpenduduk < setengah juta (microstate) adalah demokratis, dan lebih dari tiga perempatnya menerapkan demokrasi liberal.  Kesimpulan: jika menginginkan suatu negara / daerah demokratis, maka harus diupayakan agar jumlah penduduk tidak berkembang secara dramatis. Pemekaran Wilayah “Microstate” Pemerintahan Demokratis
  • 39. Benarkah LOGIKA Diatas?  Jepang memiliki 47 propinsi (prefecture) dan 3.232 daerah otonom setingkat kabupaten / kota (Shi Cho Son).  Di Thailand terdapat 75 propinsi dengan 1.130 daerah otonom setingkat kabupaten / kota.  INDONESIA ?? BENAR, dengan argumen:
  • 40. Benarkah LOGIKA Diatas? … (2)  Demokrasi tidak hanya dilakukan dengan pemekaran, tapi bisa juga dengan devolusi kekuasaan (baik dengan sistem federalisme maupun otonomi luas).  Kasus Indonesia  kesenjangan antar wilayah: Jawa saja yg “layak” dimekarkan dan menjadi demokratis, sedang luar Jawa sulit dimekarkan karena sedikitnya jumlah penduduk.  Pemekaran membuat rentang kendali semakin panjang, shg mempersulit mekanisme koordinasi, pengawasan & pembinaan oleh Pusat terhadap Daerah.  Pemekaran berimplikasi terhadap berkurangnya jumlah dan kemampuan anggaran (fiscal capacity) baik bagi daerah baru hasil pemekaran maupun daerah induknya.  Pemekaran memicu orientasi menggali PAD melalui penetapan Perda retribusi yang menjadikan iklim usaha kurang kondusif. SALAH, dengan argumen:
  • 41. Itulah Sebabnya …  Di Jepang, 47 propinsi yang ada saat ini secara administratif dikelompokkan menjadi 12 wilayah saja. Sedang pada level kedua, amalgamasi dilakukan dengan target pengurangan municipalities dari 3.232 menjadi hanya 257 (Masahisa Hayashi, 2002).  Thailand menciutkan jumlah daerah otonom tingkat III yg disebut TAO (Tambol Administrative Organization, di Indonesia setingkat Kecamatan) dari 7.498 menjadi hanya 5.000 (Bangkok Post, 3/11/02).  Di Swedia, unit pemda berkurang dari 1.006 pada 1960-an menjadi 284 pada 1980-an. Pada periode yang sama, Belgia berkurang dari 2.663 menjadi 589; Denmark dari 1.387 menjadi 275; Jerman dari 24.282 menjadi 8.426; & Inggris dari 1.288 menjadi 457 (Hubert Allen, 1990). Pemekaran tidak lagi menjadi opsi yg disukai:
  • 42. Presiden ttg Pemekaran (Pidato di depan DPD-RI tg 23 Agustus 2007)  Jika pemekaran daerah tidak berangkat dari tujuan yang benar, serta tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan beban kepada keuangan negara, serta memberikan dampak penurunan anggaran terhadap seluruh pemerintah daerah lain, karena akan menurunkan alokasi DAU secara proporsional bagi daerah lain di seluruh tanah air.  Pemekaran juga mempengaruhi penyediaan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan (sarana dan prasarana gedung kantor instansi vertikal, belanja pegawai, dan belanja operasional lainnya), serta untuk mendanai urusan-urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.  “Kita harus tegas dan berani menolak tuntutan pemekaran, yang sama sekali tidak memiliki urgensi dan tidak memberikan manfaat nyata bagi rakyat di daerah itu”.
  • 43. Ironisnya … Ada sebuah dagelan politik tingkat tinggi, dimana imbauan Presiden pada sidang paripurna DPD RI 23 Agustus 2007 untuk moratorium pemekaran justru dibalas politisi DPR dengan menetapkan 8 UU pemekaran yang baru. Ada apa dengan hubungan Eksekutif – Legislatif di Indonesia?
  • 44. MASALAH2 PEMEKARAN WIL. MASALAH2 PEMEKARAN WIL.  76 % daerah hasil pemekaran mengalami kemunduran dari sebelumnya, dengan indikator jumlah masyarakat miskin meningkat (Priyo Budi Santoso, Suara Pembaruan: 10-4-2007).  Laporan Depdagri 2006: dari 148 daerah otonom baru yang dievaluasi, sekitar 80 % masuk kategori bermasalah dan gagal. Data Dep. Keuangan 2007: mayoritas daerah pemekaran tergolong berkemampuan keuangan rendah. BPK juga menyebutkan, pemekaran berdampak negatif pada perekonomian, sebab membebani keuangan negara (Kompas, 31-5-2007 ).  Pemekaran yang tidak terencana menyulitkan penentuan daerah pemilihan untuk Pemilu 2009 (Mendagri, Kompas, 9-3-2007).  Daerah otonom baru belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan (Mendagri, Kompas, 23-10-2007).  "Bukan rahasia lagi, lebih dari 90 % APBD daerah otonom baru disubsidi dari APBN” (Ryaas Rasyid, Kompas, 23-10-2007).
  • 45. MASALAH2 PEMEKARAN WIL. MASALAH2 PEMEKARAN WIL.  Letak daerah yang jauh dari pusat pemerintah bukanlah masalah yang harus diatasi dengan pemekaran. Akibatnya, banyak daerah baru hasil pemekaran justru menjadi beban pemerintah (Taliziduhu Ndraha, Kompas, 13-3-2007).  Pemekaran belum menyentuh kesejahteraan publik terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan layanan umum. Pemekaran lebih banyak memberikan keuntungan bagi segelintir elite dan kelompok birokrasi maupun pengusaha saja (Suara Karya, 21-5-2007).  Pemekaran menimbulkan ketidakefisienan secara ekonomi. Ini terlihat dari munculnya banyak perda yang berbeda di tiap daerah (Kompas, 24-4-2007).  Syarat kewilayahan yang diatur PP No. 129/2000 berbeda dengan yang diatur UU No. 32/2004. Bagaimana dengan daerah yang terlanjur terbentuk? Digabung lagi?
  • 46. Pilihan Solusi Pilihan Solusi  Moratorium, sambil lakukan evaluasi.  Percepat PP pengganti PP No. 129/2000, dengan memperketat usulan-usulan pemekaran daerah, yang benar-benar sesuai kebutuhan (bukan karena desakan / motif politik).  Insentif bagi daerah yg mau menggabungkan diri.  Pengetatan pembentukan Perda yg tidak ramah pasar (pro- investment).  Pembentukan daerah baru harus seiring dengan kebijakan di bidang lain, misalnya tentang Pemilu (misal: pembentukan KPUD).  Treatment khusus bagi daerah yang sudah terlanjur dimekarkan, misalnya dengan mengembangkan kecamatan (bagi kab/kota), atau kab/kota (bagi provinsi).  Susun Grand Design (RIP) Pemekaran Wilayah.  Pemberdayaan Kec & Kelurahan (Desentralisasi Tahap II).
  • 47. Pengetatan Persyaratan Pengetatan Persyaratan  Syarat wilayah bagi provinsi sedikitnya terdiri atas 5 kabupaten/kota. Syarat wilayah kabupaten minimal terdiri atas 5 kecamatan dan kota minimal terdiri atas 4 kecamatan.  Soal batas usia, daerah otonom baru bisa dimekarkan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi dan 7 tahun untuk kabupaten/kota.  Penambahan kriteria pengukuran kelayakan pemekaran wilayah dari 7 kriteria (PP 129/2000) menjadi 11 kriteria pada RPP terbaru.
  • 49. Landasan Hukum Kerjasama Antar Daerah Policy Level Operational Level  UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).  UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.  UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah.  UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005 – 2025.  PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan.  PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.  Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009.  SE Menteri Dalam Negeri No. 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005.
  • 50. Pasal I s i Pasal 195 (1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi, dan saling menguntungkan. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. (3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerjasama dengan pihak ketiga. (4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD. Pasal 196 (1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait. (2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat. (3) Untuk pengelolaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk adan kerjasama. (4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah. Pasal-pasal Kerjasama Antar Daerah dalam UU No. 32 /2004
  • 51. Urgensi Kerjasama Antara Daerah  Keterkaitan Antar Daerah (Inter-regional-linkages): ekonomi, geografis, pemerintahan, sosial  Meningkatkan Efisiensi Dalam Skala Ekonomi (economies of Scale), Berpotensi Menekan Cost & Optimalisasi Sumber Daya: pengelolaan air bersih, pemadam kebakaran, persampahan.  Meningkatkan Efektifitas & Kualitas Pelayanan Publik: Pendidikan dan Kesehatan.  Ketersediaan Sumber Daya di Masing-Masing Daerah Bervariasi (plus vs minus).  Menghindarkan Duplikasi Pelayanan Publik di Kabupaten/Kota Berdekatan.
  • 52. Prinsip-Prinsip KAD  Spesifik: isu yang dibahas atau dikerjasamakan lebih baik spesifik, agar kerjasama yang dilakukan bisa fokus dan kelembagaan yang dibentuk bisa efisien.  Penting bagi daerah lokal: isu yang dikerjasamakan memang penting bagi daerah-daerah yang terkait, atau bisa membawa keuntungan bagi daerah.  Saling menguntungkan bagi semua pihak.  Skema harus partisipatif: mengingat kerjasama adalah untuk kepentingan umum, skema harus partisipatif.  Ada kepastian hukum.  Mengikuti kaidah good governance: transparansi & akuntabilitas terjaga.
  • 53. Prinsip-Prinsip KAD  Politically feasible: kerjasama itu harus menarik secara politis. Pada akhirnya keputusan & komitmen untuk melakukan kerjasama itu ada di level pimpinan (leadership), yang merupakan dunia politis.  Economically feasible: kerjasama itu secara ekonomi atau keuangan daerah mampu dilakukan, dan membawa keuntungan secara ekonomi juga.  Geographically feasible: secara geografis memungkinkan, termasuk apabila diputuskan akan dibentuk semacam sekretariat bersama yang mudah diakses oleh pihak-pihak terkait  Linkage antar aktor: adanya jaringan komunikasi yang cukup kuat di semua stakeholders yang terlibat.
  • 54. Model Penjelasan Harvey, 2003 Intergovernmental Service Contact, suatu daerah membayar daerah yang lain untuk rnelaksanakan jenis pelayanan tertentu Layanan penjara, pembuangan sampah, kontrol hewan atau ternak, penaksiran pajak Joint Service Agreement dimana suatu daerah menjalankan fungsi perencanaan, anggaran, dan pemberian pelayanan tertentu kepada masyarakat daerah yang terlibat pengaturan perpustakaan wilayah, komunikasi antar polisi dan pemadam kebakaran, kontrol kebakaran, pembuangan sampah. Intergovernmental Service Transfer berupa transfer permanen suatu tanggung jawab dari satu daerah ke daerah lain bidang pekerjaan umum, prasarana dan sarana, kesehatan dan kesejahteraan, serta pemerintahan dan keuangan publik. Model-Model KAD
  • 55. Taylor, 2003 Handshake Agreement,. tidak adanya dokumen perjanjian kerjasama yang formal. Kerjasama didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antar daerah yang terkait. Biasanya, bentuk kerjasama seperti ini dapat berjalan pada daerah-daerah yang secara historis memang sudah sering bekerja sama dalam berbagai bidang. Bentuk kerjasama ini cukup efisien dan lebih fleksibel dalam pelaksanaannya karena tidak ada kewajiban yang mengikat bagi masing-masing pemerintah daerah. Fee for service contracts (service agreements). satu daerah “menjual” satu bentuk pelayanan publik pada daerah lain. Misalnya air bersih, listrik, dan sebagainya, dengan sistem kompensasi (harga) dan jangka waktu yang disepakati bersama. Keunggulan sistem ini adalah bisa diwujudkan dalam waktu yang relatif cepat. Selain itu, daerah yang menjadi “pembeli” tidak perlu mengeluarkan biaya awal (start-up cost) dalam penyediaan pelayanan. Akan tetapi, biasanya cukup sulit untuk menentukan harga yang disepakati kedua daerah. Joint Agreements (pengusahaan bersama). mensyaratkan adanya partisipasi atau keterlibatan dari daerah-daerah yang terlibat dalam penyediaan atau pengelolaan pelayanan publik. Pemerintah- pemerintah daerah berbagi kepemilikan kontrol, dan tanggung jawab terhadap program. Sistem ini biasanya tidak memerlukan perubahan struktur kepemerintahan daerah (menggunakan struktur yang sudah ada). Kelemahannya, dokumen perjanjian (agreement) yang dihasilkan biasanya sangat rumit dan kompleks karena harus mengakomodasi sistem birokrasi dari pemda-pemda yang bersangkutan.
  • 56. James A. Coon Service Agreement : Suatu kerjasama tertulis dalam kontrak antara suatu pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lain untuk penyediaan suatu layanan dengan harga tertentu yang dinyatakan. Biasanya berlangsung dimana ada suatu pemerintah daerah yang lebih berdaya dibandingkan yang lain sehingga bisa memberikan pelayanan dengan ganti pembayaran kepada pihak yang membutuhkan Joint Agreement : Suatu kerjasama tertulis dalam kontrak antar-pemerintah daerah untuk setuju dalam pengadaan layanan melalui pembangunan dan operasi suatu fasilitas. Biasanya melibatkan dua atau lebih pemerintah daerah yang seimbang dalam hal kemampuan partisipasinya dalam mewujudkan kerjasama tersebut, misal dalam hal sumberdaya, fasilitas dan target layanan
  • 58. BANYAKNYA DUK MISKIN KESEJANGAN ANTAR DAERAH KESEMPATAN KERJA TDK SEBANDING PENGANGGUR KURANGNYA YAN DASAR LEMAHNYA STRUKTUR PEREKON DAERAH RENDAHNYA YAN BLIK SUPREMASI HUKUM BLM OPTIMALNYA LAKS OTDA BLM OPTIMALNYA PENGELOLAAN SDA MASALAH POKOK
  • 59. Penyelesaian Perselisihan KAD Penyelesaian Perselisihan KAD Penyelesaian Perselisihan KAD Penyelesaian Perselisihan KAD 1. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kerja sama akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. 2. Apabila dengan musyawarah untuk mencapai mufakat tidak terselesaikan, maka penyelesaian perselisihan difasilitasi oleh Mendagri sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Keputusan Mendagri dalam upaya penyelesaian perselisihan bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang bekerja sama. 4. Apabila penyelesaian perselisihan melalui Mendagri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) salah satu pihak tidak dapat menerima, maka dapat mengajukan penyelesaian melalui MA.
  • 60. Penyelesaian Perselisihan Apabila terjadi perselisihan dlm penyeleng fung pemerintahan antar Kab/Kota dlm satu Prov, Gub menyelesaikan perselisihan dimaksud {Ps. 198(1)} Apabila terjadi perselisihan antar Prov, antara Prov dan Kab/Kota diwilayahnya serta antara Prov dan Kab/Kota diluar wilayahnya, Mendagri menyelesaikan perselisihan {Ps. 198(2)} Kept Gub dan Mendagri bersifat Final. {Ps. 198(3)}
  • 61. KASUS KAD  Pemprov DKI membangun tanggul di Kali Mokervart.  Belum ada komunikasi dengan wilayah penyangga (Bodetabekjur).  Pemkot Tangerang menganggap tanggul tsb berada di wilayahnya, kemudian membatalkan proyek tsb.  Pokok masalah: lemahnya koordinasi, tidak jelasnya batas kewenangan, ketiadaan visi yg sama, lembaga pengelola kerjasama tidak optimal, dll.
  • 62. SUMBER DAYA APARATUR SUMBER DAYA APARATUR  KELEMBAGAAN  Sumber Daya Manusia  KEUANGAN
  • 63. KONDISI LEMBAGA PEMERINTAH SEBELUM OTONOMI PUSAT :  800 jabatan eselon I  2.392 eselon II  11.245 eselon III  70.787 eselon IV  208.850 es. V DAERAH :  27 jabatan eselon I  788 eselon II  7.964 eselon III  44.372 eselon IV  79.791 eselon V (Mustopadidjaja, 1999)
  • 64. SETELAH OTONOMI SETELAH OTONOMI  Komisi Yudisial  UU No. 22/2004  Komisi Pemilihan Umum  UU No. 12/2003  Komnas HAM  UU No. 39/1999  Komisi Pengawas Persaingan Usaha  UU No. 5/1999  Komisi Penyiaran Indonesia  UU No. 32/2002  Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi / KPK  UU No 30/2002  Komisi Perlindungan Anak  UU No. 23/2002  Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi  UU No. 27/2004  Komnas Anti Kekerasan Thd Perempuan  Keppres No. 181/1998  Komisi Ombudsman Nasional  Keppres No. 44/2000  Komisi Kepolisian  UU No. 2/2002  Komisi Kejaksaan  UU No. 16/2004  Komisi Hukum Nasional  Keppres No. 15/2000 Pusat     Inflasi Komisi / Dewan Negara:
  • 65.  Dewan Pers  UU No. 40/1999  Dewan Pendidikan  UU No. 20/2003  Dewan Pembina Industri Strategis  Keppres No. 40/1999  Dewan Riset Nasional  Keppres No. 94/1999  Dewan Buku Nasional  Keppres No. 110/1999  Dewan Maritim Indonesia  Keppres No. 161/1999  Dewan Ekonomi Nasional  Keppres No. 144/1999  Dewan Pengembangan Usaha Nasional  Keppres No. 165/1999  Dewan Gula Nasional Keppres No. 23/2003  Dewan Ketahanan Pangan  Keppres No. 132/2001  Dewan Pengembangan Kws Tmr Indonesia  Keppres No. 44/2002  Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah  Keppres No. 151/2000  Dewan Pertahanan Nasional  Keppres No. 3/2003  Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional  Keppres No. 132/1998  Komite Nasional Keselamatan Transportasi  UU No. 41/1999  Komite Antar Dept. Bidang Kehutanan  Keppres No. 80/2000  Komite Akreditasi Nasional  Keppres No. 78/2001  Komite Penilaian Independen  Keppres No. 99/1999  Komite Olahraga Nasional Indonesia  Keppres No. 72/2001  Komite Kebijakan Sektor Keuangan  Keppres No. 89/1999  Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran  PP No. 102/2000 Inflasi Komisi / Dewan Negara (lanjutan):
  • 66. ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (Dari UU 22/1999 ke UU 32/2004) UU 22/1999 Psl. 60 s.d Psl. 68, Psl. 66 serta Psl 120: • Sekretariat Daerah; • Dinas Daerah; • Lembaga Teknis Daerah; • Camat; • Satuan Polisi Pamong Praja PP NO. 8/2003 PP 41/2007 UU 32/2004 Psl. 120 s.d Psl. 128: PERANGKAT DAERAH PROV: • Sekretariat Daerah; • Sekretariat DPRD; • Dinas Daerah; • Lembaga Teknis Daerah; PERANGKAT DAERAH KAB/KOTA: • Sekretariat Daerah; • Sekretariat DPRD; • Dinas Daerah; • Lembaga Teknis Daerah; • Kecamatan; • Kelurahan.
  • 67. UU Keolahragaan UU KPI UU Penyuluhan UU Kepegawaian UU Keuangan UU BNN UU Ketahanan Pangan PP Pengawasan PP Satpol PP PP 38 dan 41 Tahun 2007 Penataan Organisa si Pemda PENATAAN KELEMBAGAAN ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH PENATAAN KELEMBAGAAN ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH
  • 68. KRITERIA PENATAAN ORGANISASI  Semakin tinggi tingkat pembagian kerja, semakin besar ukuran organisasi.  Semakin tinggi tingkat kompleksitas urusan, maka makin besar organisasi diperlukan.  Semakin tinggi tinggi tingkat rutinitas pekerjaan, maka makin tinggi tingkat sentralistis sebuah organisasi.  Semakin tinggi tingkat pekerjaan non rutinitas, maka makin tinggi tingkat desentralisasinya.  Semakin besar suatu organisasi maka makin besar jumlah personilnya.  Semakin besar suatu organisasi maka makin diperlukan banyak sumber daya yang diperlukan.  Semakin luas wilayah kerja, makin besar ukuran organisasinya.  Semakin tinggi tingkatan teknologi, semakin kecil ukuran organisasinya.  Semakin tinggi variasi budaya, makin besar variasi sebuah organisasi.  Semakin tinggi tingkat kemitraan, makin tinggi tingkat efisiensi kerja.  Semakin banyak hubungan kerja, semakin besar ukuran sebuah organisasi.  Semakin rendah tingkat disiplin pegawai, semakin besar ukuran organisasi pengawasan / pembinaan.  Makin rendah tingkat stabilitas / keamanan, makin besar ukuran organisasi.  Makin tinggi kompleksitas, makin tinggi tuntutan akan kualitas kepemimpinan.
  • 69. SDM APARATUR  Birokrasi Parkinsonian (Parkinson’s Law)  proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. Pemekaran terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur.  Birokrasi Orwellian  proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Big bureaucracy
  • 70. Jumlah PNS & Rasio Penduduk  Jumlah PNS: 4,4 juta (2 % dari total penduduk)  Komparasi  AS : 2,7 % (1991)  Jerman Barat : 7,1 % (1980)  Malaysia : 4 % (1980)  Philipina : 2,6 (1990)  Singapura : 2,5 (1990) √ Problem kualitas, √ Problem ketimpangan distribusi tugas √ + Problem mutasi, promosi, penempatan √ + Problem tour of area (vertical), dll
  • 71. Profil Kualitas SDM (1991)  Sarjana (S1 keatas) : 7 %  Sarjana Muda : 9,8 %  SLTA : 58,6 %  Sisanya berpendidikan SLTP & SD : 24,6 %. √ Downsizing, √ Cross-posting, √ Contracting-out, √ Continuous improvement.
  • 72. MANAJEMEN PNSD MANAJEMEN PNSD Pemerintah laks Pembinaan Manaj PNSD satu kesatuan penyeleng Manaj PNS scr Nas. {Ps.129(1)} Manaj PNSD meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak & kewajiban kedudukan hkm, pengemb kapasitas & pengendalian jml. {Ps.129(2)} Manaj PNSD meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak & kewajiban kedudukan hkm, pengemb kapasitas & pengendalian jml. {Ps.129(2)}
  • 73. PENGANGKATAN, PEMINDAHAN & PEMBERHENTIAN DLM JABATAN ES. II Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Prov ditetapkan Gub.{Ps.130(1)} Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Kab/Kota ditetapkan Bup/Walikota setelah konsultasi kpd Gub. {Ps.130(2)} Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Kab/Kota ditetapkan Bup/Walikota setelah konsultasi kpd Gub. {Ps.130(2)} Konsultasi Pem Prov Pem Kab/Kota
  • 74. PERPINDAHAN PNSD antar Kab/Kota dlm satu Prov ditetapkan Gub setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(1)} antar Kab/Kota antar Prov, dan antar Prov ditetapkan Mendagri setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(2)} Prov, Kab/Kota ke Dep/LPND dan sebaliknya ditetapkan Mendagri setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(3)}
  • 75. KEUANGAN DAERAH KEUANGAN DAERAH Dari 229 Kab / Kota:  71,23 % memiliki PAD kurang dari 20%;  22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %;  5,83 % memiliki PAD lebih dari 40 % (Sulistyo, 1995). Kajian serupa oleh Kano (1995):  Penerimaan kotor seluruh Kab / Kota di Indonesia, sebesar 70 % merupakan grant dan subsidi Pusat dan Propinsi.  40 % dari pengeluaran tahunannya diperuntukkan sebagai belanja pegawai.
  • 77.  Dapatkan Otda mendorong Demokrasi?  Benarkah keduanya memiliki hubungan konvergen, atau justru divergen?  Mampukah Pilkada Langsung menjadi instrumen demokratisasi di tingkat terbawah?  Mengapa banyak konflik terjadi di era demokrasi, keterbukaan, reformasi, dan otda? OTONOMI DAERAH & DEMOKRASI “OTDA mendorong tumbuhnya demokrasi lokal (grassroots democracy)”
  • 78. Demokrasi baru dapat berjalan jika beberapa kondisi terpenuhi (tingkat pendidikan & melek huruf, kelas menengah yg mapan, masyarakat sipil yg dinamis, rendahnya kesenjangan sosial, serta adanya ideologi sekuler). Jika ada trade-off berupa sedikit penurunan laju pertumbuhan, hal itu dapat terima (acceptable) sebagai harga yang harus dibayar untuk membangun tatanan politik yang demokratis, kebebasan warga, dan perlindungan thd HAM. 2 mainstreams ttg kaitan DEMOKRASI & PEMBANGUNAN democracy as outcome of development democracy as prerequisite for development
  • 79. PEMBANGUNAN:  LPE > 4% (1966-1990an)  Kemiskinan menurun menjadi 12% (1996)  Swasembada beras (1984)  Bank Dunia: Indonesia sbg “miracle” (1993) DEMOKRASI:  Pengekangan kebebasan Pers,  Tekanan thd serikat buruh,  Pembatasan jumlah Parpol, dll. Demokrasi & Pembangunan, Bisakah berjalan seiring? “Demokrasi sebagai HASIL PEMBANGUNAN” PEMBANGUNAN:  LPE –13,7%, 0,31%, 4,8%, dan 3% (1998-2001)  Kemiskinan melonjak menjadi >20%  HDI / IPM merosot terus DEMOKRASI:  Konstitusi di Amandemen  Sistem Multi Partai diperkenalkan  Kebebasan Pers dan Mimbar  Pembentukan Komnas HAM  Otonomi luas, Pilkada Langsung, dll. “Demokrasi sebagai PRASYARAT PEMBANGUNAN” Masa PRA Demokratisasi Masa PASCA Demokratisasi
  • 80.  Demokratisasi sbg penyebab utama terjadinya konflik • Terbukanya ruang demokrasi melahirkan banyak kelompok dengan berbagai aliran dan tuntutan yang berbeda  banyaknya politik aliran ini berimplikasi pada sulitnya mengorganisasikan berbagai kepentingan secara negotiable.  Demokrasi adalah peredam konflik secara damai • Demokrasi memang bukan jaminan tidak adanya konflik, namun bangsa yang demokratis akan mampu mambangun pranata sosial, sumber daya & fleksibilitas sistem yang lebih baik, sehingga akan lebih mampu mengelola setiap perbedaan & sengketa. • Demokrasi menyediakan metode pengambilan keputusan yang anti kekerasan, forum perwakilan untuk mempertemukan berbagai perbedaan, serta kesempatan berpartisipasi secara inklusif.
  • 81.  Demokratisasi sbg penyebab utama terjadinya konflik • Rejim Nyerere (Tanzania), Soekarno, dan Boigny (Ivory Coast) di masa lampau; serta Mahathir (Malaysia) & Museveni (Uganda) pada masa sekarang. • Hanya sistem 1 partai / demokrasi terpimpin yg dibutuhkan untuk meredam ketegangan & konflik sosial. Kompetisi multi-partai yg berlebihan hanya akan menjadikan demokrasi menjadi tidak stabil.  Demokrasi adalah peredam konflik secara damai • International Institute for Democracy and Electoral Assistance. • Demokrasi dapat difungsikan sebagai alat untuk mengelola konflik melalui tiga teknik analisa konflik yaitu adversarial (melihat konflik sebagai “kita melawan mereka”), reflektif (introspeksi & mempertimbangkan jalan keluar terbaik), serta integratif (memahami pandangan & kepentingan kedua pihak).
  • 82. Demokrasi & Konflik di Indonesia  Konflik “klasik” seperti GAM, GPK, RMS.  Konflik “klasik” lain: PILKADES.  Konflik “klasik” menjadi internationalized.  Muncul konflik horizontal baru: Poso, Ambon, Sampit, Sambas, dll.  Konflik kewenangan Eksekutif – Legislatif.  Konflik antar lembaga publik / antar daerah.  Konflik vertikal antara kelompok masyarakat dengan aparat. PRA Demokratisasi Masa PASCA Demokratisasi “Sedikit demokrasi sedikit Konflik” “Demokrasi memicu Konflik”
  • 83. Apakah Pilkadasung hanya mrpk hasil dari proses pembangunan selama ini. Pilkadasung sbg instrumen Demokrasi: Sebuah Tantangan Apakah Pilkadasung mrpk titik awal untuk menjalankan pembangunan. Apakah Pilkadasung hanya menghasilkan konflik yang sebelumnya tidak terjadi. Apakah Pilkadasung dapat menjadi menjadi media rekonsiliasi antar elit lokal.
  • 84. Indikasi Awal Pilkadasung Indikasi Awal Pilkadasung  76 daerah dari 226 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada sangat berpotensi terjadi konflik karena berbagai sebab (Depdagri).  Gejala munculnya polarisasi dan fragmentasi di tingkat grassroot akibat dari adanya kecenderungan preferensi emosional dan primordial.  Kondisi tadi dapat mempengaruhi stabilitas di daerah dan pada gilirannya dapat pula mengancam keberlangsungan pembangunan sosial ekonomi daerah. Gagal memperkuat demokrasi lokal? Gagal mengakselerasi pembangunan daerah? Ada yang salah dengan Pilkadasung?
  • 85. PILKADA & KORUPSI  Unanswered question: Dapatkan Pilkada menekan money politics?  Calon Independen baru sebatas putusan judicial review MK, shg rakyat hanya memiliki “hak pilih” dari calon-calon yg telah ditentukan oleh partai politik.  Parpol masih tetap menjadi “mesin politik” utama menuju kekuasaan. Peran inilah yang akan menjadi medan magnet terjadinya money politics.  Pusaran korupsi diperkirakan tidak sekuat 5 tahun y.l. Ada kecenderungan money politics ini lebih menyebar dan menjangkau langsung kepada masyarakat.  Logikanya, money politics akan mengikuti dimana “suara” berada.  Jadi, Pilkada dan Korupsi sementara masih akan tetap menjadi 2 sisi dari 1 mata uang yang sama.
  • 86. Implikasi Lintas Dimensi  Sistem Politik secara makro. Artinya, desain Pilkada sangat tergantung dengan Paket UU Politik (UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk) yg biasanya selalu diperbaharui setiap 5 tahun. Artinya, untuk menghasilkan Pilkada yg benar-benar berbobot, maka sistem politik makronya juga harus disesuaikan. Tidak mungkin hanya Pilkada-nya yg dioprek-oprek sementara supra struktur politiknya tidak berubah.  Pengembangan karis PNS di Daerah. Pilkada memberi legitimasi yang besar sekali kepada KDH terpilih untuk merombak birokrasi karir sesuai "keinginannya". Sayangnya, seringkali KDH terpilih kurang menguasai ilmu kepemerintahan, sehingga cenderung berlaku subyektif. Kondisi ini diperparah dengan "keterjeratan" atau terperangkapnya KDH kedalam jaring-jaring kroni (cronyism trap) sehingga banyak pertimbangan politis dalam setiap kebijakan administratif yg menjadi kewenangannya. Bukti-bukti awal sudah cukup banyak, misalnya melonjaknya calon peserta Diklatpim II pasca Pilkada.
  • 87. Implikasi Lintas Dimensi  Netralitas Birokrasi baik pada kadar netralitasnya, maupun definisi dan kriterianya. Selama ini tidak jelas, apakah mengikuti (baca: mendengarkan) kampanye seseorang termasuk kampanye. Atau, jika seorang ajudan masih melaksanakan tugas-tugas rutin KDH yg kebetulan adalah Calon KDH pada Pilkada, apakah juga bisa dikategorikan tidak netral. Selama ini tafsir netralitas lebih banyak melekat pada KDH terpilih, sehingga banyak PNS jadi korban karena dianggap "tiarap". Kasus di Kutai Kartanegara sangat unique mengenai hal satu ini.  Pilkada yg tidak dibatasi oleh nilai-nilai yg tegas juga dapat berdampak pada rendahnya mutu kebijakan publik di daerah. Dan jika hal ini berlangsung terus, maka masyarakatlah yang menjadi korban dari sebuah sistem demokrasi bernama Pilkada.
  • 88. PRASYARAT PILKADA YANG DEMOKRATIS & BERCIRIKAN GOOD GOVERNANCE  RULE OF LAW & ENFORCEMENT (KEJELASAN & KETEGASAN ATURAN HUKUM)  VOTERS & CIVIC EDUCATION (SOSIALISASI ATURAN PILKADA)  STATESMANSHIP (KENEGARAWANAN KANDIDAT)
  • 89. Kesimpulan & Rekomendasi Kesimpulan & Rekomendasi  Hubungan antara demokrasi dan pembangunan, serta antara demokrasi dan resolusi konflik tidak perlu dipahami secara hitam putih.  Divergensi atau konvergensi antar kedua variabel diatas sangat tergantung pada para pelaku politik dan mapannya sistem yang digunakan.  Desentralisasi harus diperkuat untuk membangun good local governance  kinerja pembangunan akan meningkat dengan sendirinya sementara rezim demokratis juga dapat ikut terbangun.  Perlu pengembangan kapasitas birokrasi untuk menjalankan program pembangunan secara efektif tanpa intervensi politis secara berlebihan; sekaligus meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pemerintahan daerah.  Perlu dibangun proses dan kelembagaan politik yang hati-hati (prudent politics), serta menyiapkan infrastruktur ekonomi, sosial dan politik untuk berjalannya demokrasi secara wajar.  Perlu diberi peran kepada otoritas lokal untuk membangun kerangka penyaluran aspirasi dan kepentingan rakyat.