Dokumen tersebut membahas tentang teori desentralisasi dan otonomi daerah, termasuk pengertian, asas, jenis, dan implementasi desentralisasi di Indonesia serta prospek otonomi daerah di masa depan."
2. • Pokok-pokok Bahasan :
1) Pengertian Desentralisasi
2) Asas-asas dalam desentralisasi
3) Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi
4) Jenis-jenis desentralisasi
5) Desentralisasi dan otonomi
6) Implementasi desentralisasi di Indonesia
7) Prospek desentralisasi dan otonomi daerah di
Indonesia.
3. • Pemahaman tentang desentralisasi dapat ditarik dari tiga sumber grand
theory yakni :
- teori pendelegasian kewenangan dilihat dari ilmu administrasi publik;
- teori pembagian kekuasaan atau pemisahan kekuasaan dilihat dari ilmu
negara/ilmu pemerintahan
- berdasarkan teori pembagian kekuasaan/pemisahan kekuasaan
menurut pandangan Montesqieu dengan trias politicanya maupuna
catur prajanya Van Vollen Hoven , kemudian dilakukan pembagian
kekuasaan secara internal di dalam tubuh negara, dengan dua model
yakni di negara unitaris dan di negara federalis.
- teori eklektik yang menggabungkan antara teori pembagian kekuasaan
dan teori pendelegasian kewenangan.
4. POLA PENYERAHAN KEWENANGAN PEMERINTAHAN DI
NEGARA FEDERALIS DAN UNITARIS
NEGARA FEDERAL
NEGARA UNITARIS
PEM
FEDERAL
PEM PUSAT
NEGARA
BAGIAN
NEGARA
BAGIAN
/PROV
/PROV
DAERAH
OTONOM
DAERAH
OTONOM
5. • Di negara federalis, kekuasaan pemerintahan NEGARA
BAGIAN/PROVINSI sangat luas mencakup kekuasaan eksekutif, legislatif
dan yudikatif.
• Di bawah pemerintah nasional terdapat entitas yang lebih kecil
berbentuk negara bagian (spt USA) atau provinsi (spt Canada).
• Di negara unitaris, kekuasaan pemerintahan yang ditransfer ke
daerah/local government hanyalah kekuasaan eksekutif.
• Dilihat dari isi transfer kewenangan pemerintahannya, negara unitaris
dapat dikelompokkan menjadi tiga klaster yakni:
a) negara unitaris yang sentralistik (spt China);
b) negara unitaris yang terdesentralisasi (spt Peranis, Jepang);
c) negara unitaris yang ultra-desentralistik (spt Indonesia, Philipina,
Pakistan, Eithopia).
6. A.
Pengertian Desentralisasi
1. Menurut Rondinelli & Cheema (1983 : 18):
dari sudut pandang kebijakan dan administrasi :
“Desentralisasi adalah transfer perencanaan, pengambilan keputusan, atau otoritas
administrative dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit -unit
administrative lokal, organisasi semi otonom dan organisasi parastatal,
pemerintahan lokal, atau organisasi nonpemerintah”.
2. Litvack & Seddon (1999 :2) mengemukakan bahwa desentralisasi adalah : “
transfer of authority and responsibility for public function from central to
sub-ordinate or quasi-independent government organization or the
private sector “.
3.
UU Nomor 22 Tahun 1999, pasal 1 huruf (e) menyebutkan bahwa desentralisasi
adalah : “ penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah
Otonom dalam kerangka NKRI”. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah
adalah kesatuan masyarakat hukum yg mempunyai batas daerah tertentu yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI
(pasal 1 huruf I UU 22/1999).
7. INTISARI DESENTRALISASI :
1) Adanya transfer kewenangan dan tanggung jawab;
2) Mengenai fungsi-fungsi publik;
3) Dari Pemerintah Pusat;
4) Kepada suatu entitas, yang dapat berbentuk :
- Organisasi pemerintah subnasional;
- Badan pemerintah semi-otonom;
- Organisasi dan atau Pejabat pemerintah pusat di luar
ibukota Negara;
- Organisasi nonpemerintah.
8. Dalam konteks UU Nomor 22 Tahun 1999, desentralisasi diberikan kepada
DAERAH OTONOM, bukan hanya kepada PEMERINTAH DAERAH saja.
Diperlukan desentralisasi internal dari Pemerintah Daerah kepada unitunit yang ada di dalam tubuh pemerintah daerah itu sendiri dan atau
kepada badan-badan semi otonom spt BUMD, Badan otorita serta kepada
Organisasi nonpemerintah seperti sekolah, LSM, lembaga kesenian dlsb
menghadirkan otonomi.
HAKIKAT OTONOMI DAERAH ADALAH :
“MENYELESAIKAN MASALAH SETEMPAT DENGAN CARA
SETEMPAT OLEH ORANG SETEMPAT”.
9. B. Pertimbangan Perlunya Kebijakan Desentralisasi
Rondinelli & Cheema (1983 : 14-16) mengemukakan berbagai variasi
argumentasi perlunya pendesentralisasian perencanaan pembangunan
dan administrasi di negara berkembang yaitu :
1) Menjadi sarana utk mengatasi berbagai keterbatasan
pengendalian terpusat perencanaan nasional dengan cara delegasikan
kewenangan yg lbh besar utk perencanaan pembangunan dan
manajemen kepada pejabat-pejabat yang bekerja di lapangan, dekat
dengan masalah.
2) Memotong berbagai prosedur yang menghambat, ciri dari perencanaan
dan manajemen terpusat.
3) Dengan mendesentralisasikan fungsi-fungsi dan tugas pejabat
pemerintah pada aras lokal, pemahaman dan kepekaan kpd masalah
dan kebutuhan lokal akan dapat ditingkatkan.
10. 4. Memungkinkan penetrasi politik dan administrasi dengan lebih baik
mengenai kebijakan pemerintah pusat pada wilayah yang dapat
dikendalikan dari pusat.
5. Memungkinkan perwakilan yang lebih besar dari berbagai variasi
politik, agama, etnik, dan kelompok suku di dalam pembuatan
kebijakan pembangunan, sehingga memungkinkan keadilan yg lebih
besar di dalam alokasi sumberdaya dan investasi pemerintah.
6) Membuka kesempatan pengembangan kapabilitas administrasi yang
lebih besar bagi institusi pemerintahan lokal dan swasta di propinsi
dan kabupaten/kota.
7) Efisiensi pemerintah pusat dapat ditingkatkan karena pekerjaanpekerjaan rutin dpt ditangani secara efektif oleh staf lapangan atau
pejabat lokal.
11. 8) Memberikan sebuah struktur bagi berbagai kementerian dan lembaga
pemerintah pusat utk melakukan aktivitas pembangunan serta
koordinasi dengan pemimpin lokal dan organisasi nonpemerintah di
berbagai daerah.
9) Sebuah struktur pemerintahan yg terdesentralisasi diperlukan utk
melembagakan partisipasi warganegara dalam perencanaan
pembangunan dan manajemen.
10) Dengan menciptakan berbagai alat-alat alternative pengambilan
keputusan, desentralisasi barangkali dapat mempengaruhi atau
mengendalikan kegiatan pembangunan yg dilakukan oleh elit local, yg
biasanya tidak simpatik pada kebijakan pembangunan secara
terpusat.
12. 11) Desentralisasi dapat membuat administrasi menjadi lebih luwes,
innovative dan kreatif.
12) Desentralisasi perencanaan pembangunan & fungsi manajemen
memungkinkan pemimpin lokal untuk menentukan pelayanan dan
fasilitas secara lebih efektif dg komunitas.
13) Desentralisasi dapat meningkatkan stabilitas politik dan persatuan
nasional dengan memberi kesempatan kepada kelompok-kelompok yang
berbeda untuk mengambil keputusan pembangunan.
14) Desentralisasi dapat meningkatkan jumlah pemberian pelayanan barang
dan jasa publik, dan dengan biaya yang lebih rendah.
14. Derajat desentralisasi :
- Dekosentrasi;
- Delegasi;
- Devolusi. (Vista-Baylon dlm Campo & Sundaram, 2001 : 155).
Desentralisasi geografis :
Membagi wilayah negara kedalam wilayah yg lebih kecil dan
menjadikannya menjadi batas yurisdiksi kewenangannya.
Kriteria yg digunakan dpt berupa jumlah penduduk, bahasa dan tradisi,
skala ekonomi.
Desentralisasi fungsional :
Distribusi kewenangan dan tanggung jawab negara ke dalam entitas
pemerintahan yang berbeda fungsinya, misalnya distrik pelayanan,
daerah otonom dlsb. Dlm praktek, desentralisasi geografis dan
desentralisasi fungsional dipadukan jadi satu.
15. Desentralisasi politik dan administratif :
Derajat desentralisasi administratif mempunyai kaitan erat dgn
struktur politik negara. Desentralisasi politik memindahkan kekuasaan
pengambilan keputusan pada pemerintahan yg lebih rendah,
mendorong warganegara dan perwakilan yg dipilih utk berpartisipasi
dlm proses pembuatan keputusan. Di dlm struktur desentralisasi yg
penuh, pemerintah tingkat bawah menyusun dan menjalankan
kebijakan secara bebas tanpa campur tangan dari pemerintah yang
lebih tinggi.
Desentralisasi administratif melibatkan disain peran organisasional,
identifikasi tugas-tugas administratif khusus yg diperlukan utk
menjalankan peran tsb. Peran administratif misalnya inovasi
kebijakan, perencanaan, manajemen keuangan, manajemen
operasional dlsb.
Secara alamiah, perbedaan antara desentralisasi politik dan
administratif menjadi kabur di dalam praktek.
16. Desentralisasi Fiskal :
Mencakup transfer tanggungjawab pengeluaran dan pendapatan dari
pemerintah pusat kpd pem. Sub nasional.
Bentuk desentralisasi fiskal a.l :
a. pembiayaan sendiri atau menutupi biaya melalui
pengenaan retribusi (user charges);
b. Pembiayaan bersama atau produksi bersama dgn sektor
swasta;
c. Perluasan pajak lokal dan pendapatan bukan pajak;
d. Transfer antarpemerintah;
e. Pinjaman lokal. (Vista-Baylon dlm Campo & Sundaram, 2001 : 157).
17. DERAJAT DESENTRALISASI
dpt diukur melalui perluasan otonomi dari entitas
subnasional dari pemerintah pusat.
* Dekonsentrasi
Adalah pengalihan beban administratif dari kantor-kantor
pemerintah pusat yang berlokasi di ibukota negara kpd staf
lapangan bawahan yg berada di propinsi atau distrik. tidak
mencakup transfer kewenangan membuat keputus an dan
otonomi dr pemerintah pusat.
Dekonsentrasi dpt mrpkn langkah awal utk desentralisasi.
18. * Delegasi :
Derajat yg lebih intensif dari dekonsentrasi adalah delegasi.
Organisasi yg dpt menerima delegasi adalah :
a. secara teknis dan administratif mampu utk menjalankan
fungsi-fungsi spesifik;
b. mungkin dibebaskan dari aturan pemerintah pusat
mengenai pengaturan personilnya;
c. dimungkinkan utk mengenakan pungutan secara
langsung terhadap pelayanan yg diberikan;
d. memiliki kewenangan yg luas utk merencanakan dan
melaksanakan keputusan tanpa supervisi langsung dr
departemen di tingkat pusat; (Vista-Baylon dlm Campo & Sundaram, 2001
: 158).
-
Contoh : KAPET (Kawasan Pembangunan Terpadu), Otorita
Batam dlsb.
19. • Devolusi :
Menggambarkan adanya tingkatan tertinggi kebebasan di
dalam mengambil keputusan dan melibatkan pelepasan
berbagai fungsi kpd pemerintah subnasional.
Utk kepentingan devolusi perlu dibentuk pemerintahan
subnasional yg otonom dg ciri-ciri :
a. memiliki status korporasi;
b. merekrut sendiri stafnya;
c. memiliki batas-batas geografis yang secara
jelas dan legal diakui;
d. mengembangkan pendapatan utk membiayai fungsifungsi yg dijalankannya;
e. dapat melakukan hubungan timbal balik dengan unit lain
di dalam sistem pemerintahan, dimana unit itu mrpkn
bagian didalamnya. (Vista-Baylon dlm Campo & Sundaram, 2001 : 158 - 159).
20. PENDEKATAN DI DALAM MEMBAGI TERITORIAL SUBNASIONAL
Approaches to Dividing Geographic Territory
Approach
Functional
Community
Efficiency
Managerial
Technical
Social
Key Feature
Matches area to function
Gives primary consideration to social geography
Consider performance
Consider management capacity of government
organization
Consider the landscape or economy of the
country- climate, topography, soil conditions,
etc.
Considers the natural formation of inhabitants in
geographic areas.
---------------Source : B.C. Smith, Decentralization : The Territorial Dimensions of the State, 1985.
citation from Vista-Baylon dlm Campo & Sundaram, 2001 : 164; Table 5.1).
21. Di Indonesia, pembagian teritorial pemerintahan
subnasional pada umumnya menggunakan pendekatan :
1) sejarah (bekas kerajaan besar dan kecil);
2) fungsional (daerah kota dan kabupaten);
3) ekonomis (terutama utk daerah otonom baru);
4) administratif ( utk daerah otonom baru terutama utk mempersempit
rentang kendali pemerintahan);
5) etnis;
6) politis;
7) gabungan.
22. DILEMA YANG DIHADAPI
•
•
Desentralisasi di Indonesia menimbulkan otonomi bagi kesatuan masyarakat hukum
subnasional di tingkat Propinsi, Kabupaten maupun Kota.
Otonomi daerah berisi 4 (empat) hak dasar yakni :
a. hak untuk memilih pemimpinnya sendiri secara bebas;
b. hak untuk memiliki dan mengelola sumber keuangan dan kekayaannya sendiri
secara bebas;
c. hak untuk membuat aturan hukumnya sendiri secarabebas;
d. hak untuk mempunyai pegawainya sendiri secara bebas.
Kebebasan tsb tidak bersifat mutlak melainkan dibatasi
oleh:
* peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya,
* kepentingan nasional;
* kepentingan umum.
* kepatutan.
23. •
Dalam pemilihan kepala daerah tidak pernah dimasukkan syarat pro
lingkungan, pro pembangunan berkelanjutan bagi bakal calon KDH/Wakil
KDH, melainkan lebih dituntut kemampuannya untuk menaikkan
pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Padahal Kepala
Daerah memegang peranan kunci di dalam pembangunan berkelanjutan.
•
Di dalam membuat aturan, Daerah Otonom seringkali lebih bersifat egokedaerahan, mengabaikan kepentingan daerah lain maupun kepentingan
nasional. Wawasan kebangsaan sebagian para penyelenggara
negara/daerah menunjukkan gejala penurunan.
•
Di dalam mengelola sumber keuangan dan kekayaan daerah, yang nampak
dalam pikiran pembuat kebijakan, legislator maupun para perencana
adalah angka-angka yang terus meningkat, tanpa mempertimbangkan
daya dukung masyarakat dan daya dukung alam. Alam yang lebih banyak
diam kemudian paling mudah dieksploitasi untuk memenuhi keinginan
manusia yang tidak ada batasnya. Manusia sudah melupakan fungsi,
karena lebih mengejar gengsi. ( Bandingkan dengan kearifan lokal Suku
Baduy).
24. •
Pada sisi lain, sumber daya alam yang dijadikan sumber keuangan jumlah dan
jenisnya sangat terbatas, dan tidak bertambah banyak. Sumber daya alam tsb ada
yang dapat diperbaharui, ada yang tidak.
•
Dilema yang muncul adalah :
* pertumbuhan ekonomi vs pelestarian lingkungan;
* kepentingan daerah vs kepentingan daerah lain maupun
kepentingan nasional;
* pemenuhan fungsi vs pemenuhan gengsi;
* pemenuhan kebutuhan vs pemenuhan keinginan;
* kepentingan individu vs kepentingan umum;
* pandangan pragmatis vs pandangan idealis;
* kepentingan sesaat vs kepentingan jangka panjang;
* pertimbangan politis vs pertimbangan lingkungan.
25. •
Keberhasilan pembangunan daerah yang berkelanjutan dalam rangka
desentralisasi, ditentukan oleh :
a. pembuat kebijakan;
b. legislator;
c. perencana;
d. pelaksana teknis;
e. pemerhati lingkungan;
f. pengawas lingkungan;
g. pelaku ekonomi.
26. Dampak Desentralisasi
1.
Dampak Positif
a. Dengan luasnya kewenangan bagi Daerah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, Daerah dapat lebih leluasa untuk meraih
kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan.
b. Dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang relatif lebih
maju dibandingkan masa lalu, Daerah memiliki sumber dana yang relatif
memadai untuk membuat masyarakat sejahtera.
Masalahnya lebih terletak pada cara untuk mengalokasikan dana yang ada
(manajemen pengeluaran). Selama ini Pemerintah Daerah lebih banyak
menaruh perhatian pada manajemen penerimaan.
27. c. Muncul pusat-pusat pertumbuhan baru;
d. Muncul kebanggaan kedaerahan;
e. Terpenuhinya sebagian kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan,
kesehatan, penciptaan lapangan pekerjaan, fasilitas umum dlsb.
f. Terbangunnya secara bertahap sumberdaya manusia Daerah yang berkualitas.
28. 2. Dampak Negatif
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Pengurasan sumber daya alam dan sumber potensi masyarakat untuk
mengejar pertumbuhan dan kemajuan;
Konflik kepentingan antar daerah;
Pembangunan berorientasi kepentingan jangka pendek dan berskala
lokal;
Dominasi pertimbangan politik;
Kesenjangan antardaerah dan antarmasyarakat;
Kerusakan lingkungan yang berdampak pada timbulnya bencana alam
dan munculnya varian penyakit baru.
Hilangnya flora dan fauna khas, yang dapat menjadi sumberdaya alam
terbarukan.
Erosi wawasan kebangsaaan.
Muncul penyakit moral yang baru yakni PEMBOROSAN.
29. Jalan keluarnya :
a.
b.
c.
d.
Membangun tanpa merusak;
Membangun berbasis pada sumberdaya alam yang dimiliki;
Membangun dengan bersahabat dengan alam, serta berupaya sedikit
mungkin memanipulasi alam;
Membangun dengan menggunakan tiga modal (intelektual, sosial,
kapital) secara sinergis dan harmonis.