5. BAB I
PENDAHULUAN
Komitmen para Kepala Negara dan Perwakilannya yang berasal dari 189 pada Sidang Umum Persatuan
Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September 2000 menghasilkan sebuah Deklarasi yang dikenal
hingga kini dengan nama Deklarasi Millenium (Millenium Declaration). Kesepakatan tersebut dengan
nyata mencerminkan suatu kepedulian dunia internasional terhadap Kehidupan manusia dimuka bumi
ini, dimana semua Negara menyatukan visi dan misi untuk saling bersinergi untuk mencapai satu tujuan,
yakni Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals).
Bangsa Indonesia sesuai dengan landasan konstitusional harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia dan turut andil dalam pembangunan secara global. Atas dasar hal tersebut
maka Indonesia bertekad mencapai Tujuan Pembangunan Millenium dengan mengarahkan strategi dan
kebijakan pembangunan pada kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup rakyat, seperti yang telah
dijabarkan dalam rumusan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025,
dan perencanaan pembangunan yang berkesinambungan dalam dua dokumen perencanaan yaitu
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2005-2009 dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) Tahun 2010-2014.
Saat ini upaya percepatan pencapaian target Tujuan Pembangunan Milenium semakin dipacu oleh
Pemerintah, terbukti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 Tentang
Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, dan Inpres Nomor 3 Tentang
Program Pembangunan Yang Berkeadilan, dimana salah satu penekanannya adalah Percepatan
Pencapaian Target MDGs. Pada tingkat Nasional Percepatan Target MDGs secara implisit tertuang
kedalam Peta Jalan Percepatan Tujuan Pembangunan Millenium, sedangkan untuk skala Provinsi
dijabarkan dalam dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD). Tujuan Penyusunan Pencapaian MDGs adalah
agar Pemerintah Daerah memiliki acuan posisi pencapaian MDGs sampai dimana dan menjadi dokumen
evaluasi dalam mencapai target MDGs yang lebih baik. Terutama target bidang pembangunan yang masih
tertinggal dan mempertahankan capaian di atas rata-rata target MDGs Nasional.
6. Penyusunan pencapaian MDGs berkaitan erat dengan Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan
Millenium atau RAD MDGs merupakan tahapan penyusunan dokumen perencanaan yang saling terkait
dengan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selanjutnya Rencana
Aksi Daerah MDGs akan menjadi pedoman dan acuan bagi SKPD di Provinsi Sulawesi Barat dalam
rangka pembangunan manusia sebagai fokus.
Penyusunan Evaluasi MDGs Bidang kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dan disinkronkan dengan
pencapaian target yang disusun ini akan diintegrasikan kedalam RPJMD Provinsi Sulawesi Barat Tahun
2012 – 2017.
Langkah-langkah percepatan target MDGs menjadi prioritas pembangunan daerah Provinsi Sulawesi
Barat, yang sangat membutuhkan sinergi kebijakan perencanaan di tingkat Provinsi dan Kabupaten
yang diimplementasikan dalam program-program kerja setiap SKPD dengan indikator maupun target
yang telah terukur serta indikasi dukungan pembiayaannya.
Dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Pembangunan Millenium Provinsi
Sulawesi Barat ini tidak seluruh tujuan (8 tujuan) MDGs dibahas, namun hanya tujuan yang
berhubungan dengan kesehatan.
7. MDG 1 : Menanggulangi Kemiskinan dan kelaparan
Sulawesi Barat telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dari 20,74 pada
tahun 2006 menjadi 13,24 pada tahun 2012.
Prevalensi kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 25,4 persen pada
tahun 2007 menjadi 20,54 persen pada tahun 2010, sehingga Sulawesi Barat
diperkirakan dapat mencapai target MDG sebesar 15,5 persen pada tahun 2015.
Prioritas kedepan untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan adalah dengan
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan infrastruktur pendukung, dan
memperkuat sektor pertanian. Perhatianan khusus melaui pemberdayaan
masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya
untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui intervensi desa Bangun Mandar;
peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan sosial.
Gambar 1 : Angka Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2006 - 2012
8.
9. MDG 4 : Menurunkan Angka Kematian Anak
Angka kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup
signifi kan dari 68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007, sehingga target sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Demikian pula dengan target
kematian anak diperkirakan akan dapat tercapai. Namun demikian, masih
terjadi disparitas regional pencapaian target, yang mencerminkan adanya
perbedaan akses atas pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah
miskin dan terpencil. Prioritas kedepan adalah memperkuat sistem
kesehatan dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama
bagi masyarakat miskin dan daerah terpencil.
Angka kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat juga cenderung mengalami
penurunan selama beberapa tahun terakhir.
Gambar 2 : Angka Kematian Bayi
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011
Gambar 3 : Angka kematian Balita
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011
10. MDG 4 : Menurunkan Angka Kematian Anak
Angka kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup
signifi kan dari 68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007, sehingga target sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Demikian pula dengan target
kematian anak diperkirakan akan dapat tercapai. Namun demikian, masih
terjadi disparitas regional pencapaian target, yang mencerminkan adanya
perbedaan akses atas pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah
miskin dan terpencil. Prioritas kedepan adalah memperkuat sistem
kesehatan dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama
bagi masyarakat miskin dan daerah terpencil.
Angka kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat juga cenderung mengalami
penurunan selama beberapa tahun terakhir.
Gambar 2 : Angka Kematian Bayi
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011
Gambar 2 : Angka kematian Balita
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011
13. TINJAUAN STATUS PENCAPAIAN MDGs KESEHATAN DI SULAWESI BARAT
Indikator
Acuan Dasar
Saat Ini
Target MDGs
Status
2015
Sumber
Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015
Prevalensi balita dengan berat badan
25,4 %(Riskesdas 2007) 20,5% (Riskesdas 2010) 15,50%
rendah / kekurangan gizi
1.8a Prevalensi balita gizi buruk
10,0 %(Riskesdas 2007) 7,6% (Riskesdas 2010) 3,60%
1.8b Prevalensi balita gizi kurang
15,4 %(Riskesdas 2007) 13,6% (Riskesdas 2010) 11,90%
Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak
Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015
Angka Kematian Bayi (AKB)per 1000
15,2 (Profil Kesehatan
4,2
74 (SDKI 2007)
23
kelahiran hidup
Sulbar 2010)
Persentase anak usia 1 tahun yang
4,3
58 (SDKI 2007)
57,7 (Riskesdas 2010) Meningkat
diimunisasi campak
1,8
Status: ● Sudah tercapai ►Akan tercapai ▼Perlu perhatian khusus
►
Riskesdas
►
►
Riskesdas
Riskesdas
●
SDKI, Profil
▼
SDKI,
Riskesdas
14. Indikator
Acuan Dasar
Saat Ini
Target MDGs
Status
2015
Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015
Proporsi kelahiran yang ditolong
5,2
47,45 (Susenas 2009) 57,8 (Riskesdas 2010) Meningkat
tenaga kesehatan terlatih
Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015
- 1 kunjungan:
86,6 (SDKI 2007)
►
►
88,3 (Riskesdas 2010)
Meningkat
- 4 kunjungan:
61,3 (SDKI 2007)
24, 6 ( Riskesdas 2010)
▼
Sumber
Susenas,
Riskesdas
SDKI,
Riskesdas
SDKI,
Riskesdas
SDKI,
Riskesdas
Unmet Need (kebutuhan keluarga
17,4 (SDKI 2007) 25,8 (Riskesdas 2010) Menurun ►
berencana/KB yang tidak terpenuhi)
Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya
Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun
Angka kejadian, prevalensi dan
6,8
0,23 (Riskesdas 2007) 0,7 (Riskesdas 2010)
▼ Riskesdas
tingkat kematian akibat Tuberkulosis
5,6
Status: ● Sudah tercapai ►Akan tercapai ▼Perlu perhatian khusus
15. Tujuan 1 : Menangulangi Kemiskinan dan
Kelaparan
Rumah Suku Bunggu Mamuju Utara
17. Keadaan Saat Ini
Keadaan gizi masyarakat telah menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik, hal ini
ditunjukkan dengan menurunnya prevalensi kekurangan gizi pada anak balita atau balita dengan berat
badan rendah.
Sampai saat ini, Sulawesi Barat telah membuat kemajuan yang bermakna dalam upaya perbaikan gizi
selama tiga terakhir ini yang ditunjukkan dengan menurunnya prevalensi kekurangan gizi pada anak
balita dari 25,4 persen pada tahun 2007 menjadi 20,54 persen pada tahun 2010. (Riskesdas 2010)
Perkembangan keadaan gizi masyarakat yang
dapat dipantau berdasarkan hasil pencatatan
dan pelaporan (RR) program perbaikan gizi
masyarakat yang tercermin dalam hasil
penimbangan balita setiap bulan di posyandu.
Keadaan status gizi masyarakat di Propinsi
Sulawesi Barat pada tahun 2011 menunjukkan
jumlah balita yang ada sebanyak 119.374
balita dari jumlah tersebut jumlah balita yang
datang dan ditimbang di posyandu sebanyak
81.800
balita
dengan
rincian
jumlah
balita
yang
naik
berat
badannya
sebanyak54.328 balita dan balita yang berada
di bawah garis merah (BGM) sebanyak 3.215
balita.
Gambar 4
Prevalensi Kekurangan Gizi Pada Balita
Tahun 2007 dan 2010
Sumber : riskesdas tahun 2007 dan 2010
18. Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di posyandu maupun diluar posyandu secara teratur
setiap bulan untuk mmngetahui adanya gangguan pertumbuhan. Perubahan berat badan anak dari
waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi anak
Gambar 5
Penimbangan Balita Sulawesi Barat
Tahun 2007 - 2012
Berdasarkan hasil pencatatan pelaporan hasil penimbangan balita di Provinsi Sulawesi Barat dalam
kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai tahun 2012 sudah mengalami peningkatan
walaupun belum signifikan . Hal ini dapat dilihat dari cakupan D/S provinsi Sulawesi barat tahun
2007 hanya 49,20 % dan meningkat menjadi70,07 % pada tahun 2012. Peningkatan ini belum bisa
mencapai target nasional yaitu 75% . Usaha peningkatan cakupan D/S saat ini dilakukan melaui
beberapa program pengembangan. Salah satu program yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan RI adalah Penanggulangan Daerah bermasalah Kesehatan yang melakukan intervensi
utama terhadap indikator IPKM. Penimbangan balita dalam IPKM menjadi prioritas utama yang
dilaksanakan oleh daerah. 4 Kabupaten bermasalah kesehatan di Sulawesi Barat (Polewali Mandar,
Mamasa, Mamuju dan Mamuju Utara) telah melaksanakan sweeping atau kejar timbang bagi balita
yang tidak tertimbang di sarana pelayanan kesehatan.
19. Kotak 1-1.
Pencapaian Target MDG 1C di Kabupaten Majene
Kabupaten Majene adalah salah satu dari 5 (lima) kabupaten yang ada dalam wilayah Propinsi
Sulawesi Barat, yang terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Barat dan memanjang dari selatan ke
utara kurang lebih 146 Km dari Kabupaten Mamuju (Ibukota Propinsi Sulawesi Barat). Kabupaten
Majene yang beribukota di Kecamatan Banggae mempunyai luas wilayah 947,84 Km2.
Secara administrasi wilayah Kabupaten Majene pada tahun 2011 terbagi atas 8 kecamatan, 40
desa/kelurahan (26 desa dan 14 kelurahan) dan 238 dusun/ lingkungan (125 dusun dan 113
lingkungan)
Kabupaten Majene merupakan satu-satunya kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang memiliki
prevalensi kekurangan gizi paling rendah pada balita. Berdasarkan hasil riskesdas 2007 prevalensi
balita gizi kurang (BB/U) sebesar 19,6 persen masih diatas rata-rata nasional 18,4 persen.
Selanjutnya anak balita ditimbang selama 6 bulan terakhir di kabupaten Majene mencapai 62,84
persen (Laporan PWS gizi per Juni 2012). Pelaksanaan penimbangan oleh Posyandui digiatkan oleh
Puskesmas.
Selain itu di beberapa wilayah terbentuk desa siaga yang mendorong masyarakatnya untuk aktif
berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan di wilayah masing – masing.
20. Tantangan
1.
Masih rendahnya pemahaman dan kesadaran tentang pola gizi seimbang dalam masyarakat, yang
disebabkan masih rendahnya pengetahuan, belum optimalnya pemanfaatan potensi pangan lokal,
belum mantapnya sosialisasi kepada masyarakat.
2. Belum sinkronnya upaya penanganan masalah gizi dari aspek produksi, distribusi, ketahanan
pangan keluarga dan pola konsumsi seimbang dalam keluarga.
3. Belum optimal pola diversifikasi pangan dan pemanfaatan serta pengolahan pangan lokal.
4. Belum tepatnya sasaran penerima bantuan bahan makanan untuk pemulihan gizi buruk dan gizi
kurang pada
5. Terbatasnya akses anggota keluarga terhadap informasi tentang pentingnya gizi bagi
pembentukan otak dan pertumbuhan anak.
6. Rendahnya tingkat ketahanan pangan keluarga.
7. Rendahnya akses keluarga terhadap informasi harga kebutuhan pokok di pasar.
8. Rendahnya akses masyarakat terhadap pangan.
9. Masih terdapat kesenjangan status gizi balita antar Kabupaten menjadi tantangan yang harus
dihadapi Sulbar.
10. Rendahnya pemahaman penduduk, terutama di perdesaan tentang pentingnya gizi bagi anak.
11. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita yang tinggi di wilayah perdesaan terkait erat dengan
kemiskinan, pendidikan yang rendah .
21. Tujuan 4 : Menurunkan Angka Kematian Anak
Posyandu di Kecamatan Bonehau Mamuju
22.
23. Keadaan Saat Ini
Target yang akan dicapai pada tujuan ini
adalah: menurunkan Angka Kematian
Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam
kurun waktu 1990 – 2010 dengan
indikator (1) Angka Kematian Bayi (AKB)
per 1.000 kelahiran hidup; (2) Angka
Kematian Balita per 1.000 kelahiran
hidup; dan (3) Persentase anak usia 1
tahun yang diimunisasi campak.
Angka Kematian Bayi atau AKB di
Provinsi Sulawesi Barat
adalah
banyaknya bayi yang meninggal sebelum
Gambar 4
mencapai usia 1 tahun per 1000
Angka Kematian Bayi Provinsi Sulawesi Barat
kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Tahun 2007 - 2011
Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 sebesar 15,2/1000
kelahiran hidup meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 15,1/1000
kelahiran hidup. AKB tahun 2010 dan tahun 2011 merupakan kejadian kematian bayi
disarana kesehatan atau kejadian yang dilaporkan, sehingga angka tersebut tidak
mencerminkan keseluruhan kematian bayi yang terjadi dalam kurun waktu 2010 dan 2011 di
Provinsi Sulawesi Barat.
24. Angka
kematian
balita
atau
AKABA
menggambarkan peluang untuk meninggal pada
fase antara kelahiran dan sebelum umur 5
tahun. Berdasarkan laporan Dinas kesehatan 5
Kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat, Angka
kematian balita tahun 2007 sebesar 17,2 per
1.000 kelahiran hidup, tahun 2008 mengalami
penurunan menjadi 11,4 per 1000 kelahiran
hidup dan pada tahun 2009 meningkat lagi
menjadi 14,02 per 1000 kelahiran hidup, tahun
2010 menurun menjadi 16,42 per 1000
kelahiran hidup dan pada tahun 2011 menjadi
12,1/1000 Kelahiran hidup . Hal ini menandakan
Angka Kematian Balita 3 tahun terakhir sifatnya
fluktuatif
Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan
kondisi lingkungan, perilaku, infeksi penyakit,
status gizi dan imunitas serta mutu dari
pelayanan
kesehatan.
Format
pelaporan
program KIA yang selama ini digunakan tidak
bisa mengakomodasi jumlah kematian balita
yang ada di wilayah kerja Puskesmas sehingga
data kematian balita (1 – 4 th) tidak bisa
diketahui.
Angka Kematian Balita
25. Persentase Imunisasi Campak di Provinsi Sulawesi Barat adalah perbandingan antara
banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima minimal satu kali imunisasi
campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam persentase.
Indikator ini merupakan ukuran pemantauan untuk cakupan imunisasi dasar. Karena
imunisasi campak diberikan pada usia 9-11 bulan, sehingga dapat menunjukkan
kelengkapan imunisasi anak. Disamping itu imunisasi campak yang diberikan kepada
anak, dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit campak, yang dapat
memberikan dampak terhadap penurunan angka kematian balita. Cakupan imunisasi
campak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan tenaga kesehatan
berkompeten, kualitas sistem pelayanan kesehatan anak, partisipasi masyarakat di suatu
wilayah. Total jumlah bayi di provinsi Sulawesi barat adalah 24,999 jiwa, sementara yang
di telah dimunisasi campak 23,031 jiwa atau sebesar 92,1 % dari total populasi
26. Tantangan
1. Kurangnya pemahaman dan kesadaran orang tua tentang pola gizi berimbang dan
pola asuh anak yang benar.
2. Masih rendahnya peran orang tua, termasuk kaum bapak dalam mendukung program
posyandu dan desa Siaga.
3. Masih kurangnya peran kader posyandu dan jejaring Siaga.
4. Peran anggota keluarga yang masih kurang terhadap upaya pemeriksaan kehamilan
dan pemeriksaan kesehatan bayi dan balita.
5. Kurangnya kuantitas dan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
6. Belum semua bidan mengikuti pelatihan penanganan bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), asfiksia, Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK),
Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBM/MTBS).
7. Masih kurangnya akses pelayanan kesehatan anak berkualitas di unit pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan Desa /
Poskesdes).