1.
FILOSOFI ILMU PENGETAHUAN DALAM 3 KAJIAN :
1. ALIENASI MANUSIA ATAS ILMU
2. URGENSI & IMPLEMENTASINYA PADA ARAS ONTOLOGI,
EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI
MATERI UJIAN SEMESTER DARI
MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
PROGRAM PASCASARJANA UNY
JURUSAN PIPS
Disusun oleh :
SIGIT KINDARTO
NIM. 12705259010
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA PIPS
KERJASAMA P2TK DENGAN UNY
TAHUN 2012
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 1
2.
1. Ilmu Pengetahuan adalah hasil respon manusia terhadap realitas. Berikanlah analisis
saudara terhadap beragam cara manusia dalam merespon realitas tersebut sehingga
melahirkan perkembangan ilmu pengetahuan.
Jawaban
Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna lagi paripurna,
kesempurnaannya tampak pada kecakapan dalam menghadapi pelbagai bentuk
permasalahan hidup yang merupakan manifestasi dari kesucian fitrah insaniyah yang
dianugrahkan oleh Allah kepadanya, dan keparipurnaannya tampak pada kemampuannya
menganalisa setiap permasalahan guna mendapatkan jalan keluar yang akurat tanpa
menimbulkan problematika yang lebih parah dari sebelumnya, keparipurnaan ini
merupakan bentuk manifestasi hikmah ‘aqliyyah yang menjadi bagian utama
terbentuknya makhluk Tuhan yang teristimewa diantara seluruh makhluk yang tercipta di
bumi.
Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu
mengembangkan pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus
manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang
pada pengetahuan. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal
utama, yaitu: pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua,
kemampuan berfikir menurut suatu kerangka berfikir tertentu.
Kedua faktor diatas sangat berkaitan erat. Terkadang sebagian manusia begitu sulit untuk
mengkomunikasikan informasi, pengetahuan dan segala yang ingin dikomunikasikannya.
Hal ini salah satunya dikarenakan tidak terstrukturnya kerangka fikir. Kerangka fikir
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 2
3.
akan terstruktur ketika obyek dari apa yang ingin dikomunikasikan jelas. Begitupun ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio).
Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme (Mikhael
Dua : 2011). Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada
empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776),
John Locke (1632-1704), Berkley.
Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini
misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah
induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah
tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
Ilmu pengetahuan, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan atau
kehidupan / kebutuhan manusia. Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada
solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada
metode berarti ada sistematika ilmiah. Permasalahan merupakan obyek dari ilmu
pengetahuan. Permasalahan apa yang coba dipecahkan atau yang menjadi pokok
bahasan, itulah yang disebut obyek. Dalam arti lain, obyek dimaknai sebagai sesuatu
yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan lahir sebagai jawaban atas
berbagai problema yang dihadapi oleh manusia untuk dicarikan solusi sebagai hakikat
dari lahirnya ilmu pengetahuan.
Seseorang yang ingin menemukan pengetahuan, maka sebagai langka awal dia
terlebih dahulu harus mempelajari teori-teori pengetahuan dalam perkembangan
pengetahuan. Karena itu, usaha yang harus dia lakukan pertama kali adalah menegaskan
tujuan pengetahuan, sebab pengetahauan tidak akan mengalami perkembangan dan
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 3
4.
perubahan apabila tujuan dari pengetahuan tersebut tidak diketahui dan dipahami.
Karena pada prinsipnya ilmu adalah usaha untuk menginterpretasikan gejala-gejala atau
fenomena – fenomena alami dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai
kejadian, artinya fenomena ini baik berupa pengamatan empiric maupun penalaran rasio
memerlukan teori sebagai landasan keterpahaman sesuatu yang disebut sebagai ilmu
pengetahuan.
Manusia dalam Menemukan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini melahirkan berbagai hasil
diantaranya dibidang teknologi yang bisa membantu manusia dalam menjalankan
kehidupannya. Pengetahuan dapat diperoleh kebenarannya dari dua pendekatan, yaitu
pendekatan ilmiah dan non-ilmiah.
1) Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf
keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa
ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari
penjelasannya secara ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum,
yaitu pelaksanaannya yang metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang logis dan
koheren. Artinya dituntut adanya sistem dalam metode maupun hasilnya. Jadi
susunannya logis. Ciri lainnya adalah universalitas. Setiap penelitian ilmiah harus
objektif, artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya
pelbagai prasangka subjektif. Agar penelitian ilmiah dapat dapat dijamin
objektivitasnya, tuntutan intersubjektivitas perlu dipenuhi. Penelitian ilmiah juga
harus diverifikasi oleh semua peneliti yang relevan. Prosedur penelitian harus terbuka
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 4
5.
untuk diperiksa oleh ilmuwan yang lain. Oleh karena itu, penelitian ilmiah harus dapat
dikomunikasikan.
2). Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni intuisi, akal sehat,
prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
a) Intuisi
Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan
berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses
yang panjang tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang
sistemik
b) Penemuan Secara Spekulatif
Cara ini mirip dengan cara coba dan ralat. Akan tetapi, perbedaannya
dengan coba dan ralat memang ada. Seseorang yang menghadapi suatu masalah
yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif, mungkin sejumlah
alternatif pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih satu alternatif pemecahan,
sekalipun ia tidak yakin benar mengenai keberhasilannya.
c) Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang
yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran
meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. Pendapat itu
tidak berarti tidak ada gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama dalam
merangsang usaha penemuan baru bagi orang-orang yang menyangsikannya.
Namun demikian ada kalanya pendapat itu ternyata tidak dapat dibuktikan
kebenarannya. Dengan demikian pendapat pemegang otoritas itu bukanlah
pendapat yang berasal dari penelitian, melainkan hanya berdasarkan pemikiran
yang diwarnai oleh subjektivitas.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 5
6.
d) Akal sehat
adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang memuaskan untuk
penggunaan praktis bagi kemanusiaan(Conant dalam Kerlinger (1973, h. 3).
Konsep merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan
kepada hal-hal yang khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar,
walaupun disisi lainnya dapat pula menyesatkan. Manusia diberikan kelebihan
dari makhluk lainnya berupa akal yang bisa digunakan salah satunya untuk
memecahkan persoalan-persoalan kehidupan.
Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud (Jalaluddin Rakhmat,
1985) menyebut sebagai “id”, “ego”, dan “super-ego”. “Id” adalah bagian
kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam
agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instik: libido (konstruktif) dan
thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas
dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati
nurani, Adib (2009:244). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi
angkara murka (hawa nafsu).
Jika kita mampu mengendalikan ketiga unsur yang ada dalam diri kita
diatas dengan menggunakan akal sehat yang dalam artian yaitu akal yang
dibarengi dengan melibatkan hati nurani. Kita bisa mengambil contoh penemuan
berbagai alat-alat rumah tangga elektronik yang dapat memudahkan para Ibu-ibu
dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Penemuan ini tidak saja berdampak
pada perubahan dalam pola kerja yang dilakukan oleh ibu rumah tangga, namun
juga berdampak pada berubahnya pola perilaku dalam masyarakat yang cendrung
suka yang praktis dan lebih bersifat materialistik. Segi hubungan masyarakat
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 6
7.
dalam interaksi sehari-hari juga menjadi berubah diantaranya lebih individualistik
dan kurang bersosialisasi dengan masyarkat sekitarnya.
e) Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti dengan
kepentingan orang yang melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan
hal yang khusus menjadi terlalu luas. Dan menyebabkan akal sehat ini berubah
menjadi sebuah prasangka.
f) Penemuan Coba- Coba (Trial and Error)
Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak terkontrol dan
tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat dikatakan trial and error.
Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang menghasilkan sebuah pengetahuan dan
setiap cara pemecahan masalahnya tidak selalu sama. Sebagai contoh seorang
anak yang mencoba meraba-raba dinding kemudian tidak sengaja menekan saklar
lampu dan lampu itu menyala kemudian anak tersebut terperangah akan hal yang
ditemukannya. Dan anak tersebut pun mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga
ia mendapatkan jawaban yang pasti akan hal tersebut.
g) Berpikir Kritis dan Rasional
Telah banyak kebenaran yang dicapai oleh manusia sebagai hasil
upayanya menggunakan kemampuan berpikirnya. Dalam menghadapi masalah,
manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan
yang dimiliki sampai pada pemecahan yang tepat. Cara berpikir yang ditempuh
pada tingkat permulaan dalam memecahkan adalah dengan cara berpikir analitis
dan cara berpikir sintesis.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 7
8.
Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya menurut Koento Wibisono (1999),
filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan
bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekarbercabang secara subur.
Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan
masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju
dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van
Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-
menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya
dapat ditentukan. Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam
ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya
“Knowledge is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan
terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan.
Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu
yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin
kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau
praktis.
Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu
merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan
objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan
pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu:
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 8
9.
Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum
tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Respon manusia terhadap Problema Kehidupan
Interaksi antara ilmu pengetahuan denganproses kehidupan manusia maupun
makhluk lainnya telah melahirkan pemikiran dan penemuan - penemuan baru sebagai
respon atas berbagai problema yang menghinggapi kehidupan manusia. Kemampuan
berpikir manusia yang dibarengi dengan kecerdikan menemukan solusi atas berbagai
persoalan hidup dan kehidupan memicu kreativitas yang melahirkan ilmu / penemuan
pengetahuan baru, sehingga ilmu pengetahuan semakin berkembang.
Pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomen-fenomen itu nyata (real) dan
memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik. Kenyataan sosial adalah hasil
(eksternalisasi) dari internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap pengetahuan –dalam
kehidupan sehari-sehari. Atau, secara sederhana, eksternalisasi dipengaruhi oleh stock of
knowledge (cadangan pengetahuan) yang dimilikinya. Cadangan sosial pengetahuan
adalah akumulasi dari common sense knowledge (pengetahuan akal-sehat). Common
sense adalah pengetahuan yang dimiliki individu bersama individu-individu lainnya
dalam kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas dengan sendirinya, dalam kehidupan
sehari-hari (Berger dan Luckmann, 1990: 34).
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya
merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berfikir, dengan berfikir manusia
menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar
perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas Berfikir, oleh karena itu
sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai
kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan
manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.Berfikir juga
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 9
10.
memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh pengetahuan, dalam tahapan
selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi fondasi penting bagi kegiatan berfikir yang
lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan dan kemudian ALLAH mengajarkan nama-
nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam (Manusia) merupakan Makhluk
yang bisa Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat
melanjutkan kehidupannya di Dunia. Dalam konteks yang lebih luas, perintah Iqra
(bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan dengan dorongan
Tuhan pada Manusia untuk berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun
(berfikirlah/gunakan akal) yang banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini
dimaksudkan agar manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia
berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. semua ini pendasarannya adalah
penggunaan akal melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu mengolah
pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin mendalam
dan makin bermakna, dengan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir
manusia mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia
mampu melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik,
semua itu telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan
manusia (sudut pandang positif/normatif).
Kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan
makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan berpengetahuan. Disebabkan
kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dibanding makhluk
lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan fungsi kekhalifahan di muka bumi,
bahkan dengan Berfikir manusia mampu mengeksplorasi, memilih dan menetapkan
keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Semua itu, pada dasarnya
menggambarkan keagungan manusia berkaitan dengan karakteristik eksistensial manusia
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 10
11.
sebagai upaya memaknai kehidupannya dan sebagai bagian dari Alam ini.Berfikir dan
pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa
pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak
mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai
hubungan yang sifatnya siklikal.Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan
terus membesar mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatif, semakin
banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian
juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin
akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk
melihat pola umum serta mensistematisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga
lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu pengetahuan) baru, disamping itu terdapat pula orang-
orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan
hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam.
Berger dalam pendekatan terhadap pemahaman realitas ini memiliki dimensi –
dimensi subyektif dan obyektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan
realitas sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia
mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang mencerminkan realitas subyektif).
Proses ini berjalan dalam kerangka dialektika Hegel, yaitu adanya tesa, antitesa, dan
sintesa antara diri (the self) dengan dunia sosio-cultural, Frans Parera menjelaskan
bahwa tugas pokok pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri (self) dengan
dunia sosiokultural melalui tahapan-tahapan tersendiri
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 11
12.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, dalam pendangan beberapa filosof, telah
menyebabkan manusia terjebak dalam “Perangkap” yang dibuatnya sendiri, atau berada
dalam “Keterasingan" atau yang disebut Sayyed Husein Nasr dengan “Nestapa Manusia
Modern”. Berikanlah uraian saudara terhadap pandangan tersebut.
Jawaban
Paradoksal Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya ternyata menimbulkan situasi
yangparadoksal. Di satu sisi Ilmu Pengetahuan menjadi simbol keunggulan dan
kecerdasan manusia, tetapi di sisi lain ilmu dapat menjadi sumber masalah yang yang
dapat mengguncangkan pandangan – pandangan tradisional tentang kodrat kita sebagai
manusia. Sebab – sebab terdalam dari kenyataan tersebut tidak dapat dipisahkan dari
motif - motif perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi
hanya menjadi simbol pergumulan manusia mencari kebenaran, tetapi juga menjadi
sebuah tugas untuk menyejahterakan manusia, disamping dalam kacamata modern ilmu
pengetahuan menempatkan manusia sebagai tuan dan pemilik atas alam.
Rene Descrates menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan adalah sebagai faktor
subyek penyebab utama yang menumbuhkan kesadaran baru pada manusia tentang
gagasan baru / inovasi mengenai alam. Meski tidak dijelaskan secara eksplisit motif –
motif ekonomi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Descrates merintis jalan bahwa
ilmu pengetahuan dapat menjadi “proyek teknologi” bagi kepentingan bisnis. Ini berarti
ilmu pengetahuan menyandang motif ekonomi untuk mempercepat proses produksi,
konsumsi dan distribusi. Dengan kata lain ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti pada
usaha untuk mengungkapkan kebenaran mengenai dunia, tetapi mengembangkan dirinya
untuk mengubah alam sehingga alam memiliki manfaat yang lebih besar bagi
kepentingan manusia.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 12
13.
Kejahatan Intelektual
Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut ternyata tidak
serta merta membawa dampak positif dalam perkembangan moral yang religius dari
manusianya. Terbukti dengan semakin menurunnya nilai-nilai moral yang dianut oleh
setiap orang, bahkan membawa manusia ke jurang kenistaan diri yaitu maraknya sikap
hedonisme, materialistik maupun individualistik. Seperti yang diungkapkan secara garis
besar oleh Sayyed Hossein Nasr, yang mengambil contoh di dunia Barat, bahwa
kemajuan ilmu pengetahuan malah menyebabkan manusia semakin jauh dari nilai-nilai
religius yang mengakui keberadaan Tuhan yang menciptakan kehidupan. Bahkan dengan
penemuan – penemuan baru ilmu pengetahuan manusia menampilkan wajah
destruktifnya, hasrat untuk menerapkan perkembangan ilmu pengetahuan pada setiap
kesempatan, sehingga terjadilah pemaksaan yang merajalela dan membabibuta.
Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya menjadi tidak manusiawi lagi, bahkan justru
memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasilkannya.Bertrand
Russell mencontohkan banyaknya ilmuwan yang terlibat dalam “kejahatanintelektual”
mendukung kekuasaan politik, seperti Archimedes yang membantu saudara sepupunya
menjadi seorang tirani di Sirakusa melawan Romawi, kemudian Albert Einstein yang
menyarankan pembuatan bom atom yang digunakan dalam Perang Dunia ke 2 untuk
menghancurkan Nagasaki dan Hiroshima (Mikhael Dua, 2011: 17).
Ilmu pengetahuan dipakai juga sebagai alat rekayasa sosial untuk tujuan –
tujuan tertentu sehingga menjadi salah satu faktor tersembunyi berbagai bentuk
ketidakadilan yang mengakibatkan kemiskinan dan penderitaan masyarakat. Dalam
fungsinya sebagai alat rekayasa sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor
utama bagi penghisapan terbuka maupun terselubung atas nama kemanusiaan. Sifat
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 13
14.
destruktif ini menimbulkan ketakutan bukan karena terjadinya peperangan yang masih
ada harapan untuk jalan perdamaian melalui perundingan, tetapi penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi faktor paling menentukan dalam perusakan
lingkungan hidup dan karena itu hubungan kita dengan alam dan generasi penerus (yang
akan datang) menjadi taruhan yang sulit diatasi.Kondisi ini membuat manusia sebagai
pemikir dan penemu ilmu pengetahuan terperangkap dalam jaring – jaring semestinya
tidak diarahkan untuk penebarnya sendiri, yang hancur akibat penemuan dan penelitian-
penelitian yang telah dilakukannya. Inilah paradoksal ilmu pengetahuan.
Kebesaran peradaban Barat yang sampai saat ini menghegemoni dunia Timur
ternyata didirikan berlandaskan fondasi yang keropos.Secara kuantitatif pengetahuan
akan dunia yang dimiliki Barat memang mengagumkan dengan perkembangan yang
terus menerus berjalan, namun secara kualitatif pengetahuan tersebut sangatlah
dangkal.Secara kuantitatif manusia telah menciptakan keajaiban-keajaiban yang luar
biasa dengan nalar pikir dan pengetahuan yang mereka miliki dengan memunculkan
penemuan-penemuan dalam dan melalui ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan bagi
mereka dan umat manusia.
Sayyed Hossein Nasr menerangkan bahwa Dunia menurut pandangan orang-
orang modern (Barat) adalah dunia yang tidak memiliki dimensi transendental. Bahkan
di dalam dunia yang nyata ini segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap di dalam jaring
sains modern secara kolektif diabaikan, dan secara ‘objektif’ dinyatakan tidak ada.”
Manusia Barat dengan segala atribut pengetahuan yang telah mereka capai,
mempersempit ruang gerak pikir dan kemanusiaan mereka dengan hanya menyisakan
dimensi duniawi dalam diri mereka sebagai pengetahuan yang mereka anut dan terapkan,
di sinilah letak kedangkalan kualitas pengetahuan yang telah mereka anggap melampaui
segalanya itu.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 14
15.
Kedangkalan kualitas pemikiran Barat ini yang hanya bersifat keduniawian
menganggap bahwa apa yang tidak bisa di jelaskan secara ilmiah melalui penelitian
adalah hal yang tidak penting dan hanya perlu dikesampingkan. Anggapan dunia Barat
tentang apa yang telah mereka capai dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang
pesat,semata-mata merupakan hasil kerja keras mereka, tanpa adanya campur tangan
Tuhan yang menciptakan kehidupan ini. Sehingga kepintaran yang mereka miliki tidak di
imbangi dengan adanya keyakinan bahwa ada Zat yang lebih tinggi yang mengatur
kehidupan ini. Maka yang terjadi adalah cerdas dari segi intelegensinya namun tidak
cerdas spiritual dan emosionalnya.
Akhirnya eksplorasi dan eksperimentasi yang dilakukan manusia harus
memakan korban. Korban pertamanya tentu adalah bumi yang dengan kekayaan alam
yang dikandungnya dikeruk sedemikian rupa tanpa belas kasih, hampir di manapun
orang-orang Barat, terutama yang berperan dalam perang dunia baik I maupun II,
menjejakkan kaki. Dengan semangat Gold, Glory, Gospel, mereka merambah hampir
seluruh permukaan bumi. Sisa-sisa semangat ini sampai kini masih berakar kuat dalam
diri manusia-manusia modern. Terlihat dengan aktivitas negara-negara maju yang saling
berebut peran dalam kancah drama dunia dengan tujuan mendapatkan segala kekayaan
alam yang tersedia di muka bumi. Dan yang terparah dari apa yang mereka hasilkan
dengan industrialisasi yang dimulai sejak revolusi Industri adalah kerusakan dan
pencemaran alam yang tidak bertanggung jawab sebagai ekses negatif dari apa
anthroposentrisme yang telah mendarah daging dalam diri orang-orang Barat. Tidak ada
lagi kembalinya tanggung jawab yang diemban, karena Tuhan telah ditiadakan,
menjadikan manusia-manusia modern bertindak sesuka hati memperlakukan alam ini.
Dan kini sepertinya ada semacam kesadaran semu, bahwa alamlah tempat kembali
tanggung jawab itu ada. Katakutan pada bencana alam membuat manusia mengalami
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 15
16.
krisis spiritualitas lupa pada siapa mereka bergantung. Ketakutan yang mereka ciptakan
sendiri akhirnya sedikit menyadarkan mereka.
Perilaku yang diadopsi dari Barat akibat faktor kapitalisme tanpa menyadari
dampak yang bisa ditimbulkan dari pemikiran tersebut. Eksploitasi terhadap alam yang
dilakukan oleh manusia modern sekarang ini,kita bisa mengambil contoh di negara kita
sendiri, sekarang banyak sekali terjadi bencana-bencana alam yang tak lain terjadi karena
ulah manusia. Penebangan illegal logging (hutan secara liar, untuk membuka
perkebunan-perkebunan baru, atau mengambil kayunya), pertambangan hasil-hasil bumi
yang tidak lagi memperhatikan keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. Kasus
pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, lumpur Lapindo, tambang timah di
Bangka Belitung, pertambangan di PT. Freeport, dan masih banyak kasus kerusakan
alam yang disebabkan ulah manusia yang hanya memandang segala sesuatunya dari segi
ekonomisnya.
Jika kita mampu mengendalikan diri dalam mengolah hasil-hasil alam,
kerusakan-kerusakan ekosistem bisa diminimalisir sehingga alam akan lebih bersahabat
dengan kita. Namun yang sekarang terjadi manusia modern lebih memandang segala
sesuatunya itu dari segi ekonomis yang menguntungkan tanpa menggunakan nilai-nilai
religius yang ada dalam keyakinannya masing-masing. Tanpa menghadirkan Tuhan
dalam kehidupannya seolah-olah manusia modern terjebak dalam perangkap yang
mereka buat sendiri. Jika kita memandang masalah ini dalam kacamata Islam sebagai
agama mayoritas yang kita anut, maka sudah saatnya kita merenungkan setiap kesalahan-
kesalahan yang terjadi dewasa ini.
Ketika Barat telah berhasil menciptakan sebuah peradaban fisik yang luar
biasa kemajuannya, dunia Islam mengalami titik balik kemajuan dengan segala bentuk
keterbelakangan yang dideritanya. Dan lebih khususnya lagi seorang dengan identitas
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 16
17.
Islam akan benar-benar dihadapkan dengan berbagai permasalahan terkait dengan
modernisme yang kiat menggerus identitas keislamannya. Saat ini perubahan destruktif
telah melanda dunia Timur termasuk Islam yang ada di dalamnya. Modernisme bergerak
terus dan semakin menipiskan hal-hal yang bersifat spiritual di dunia Timur, sedangkan
Barat tidaklah begitu menerima dampak buruk modernisme kecuali krisis identitas dan
ancaman bencana alam, dan untuk yang kedua ini tentu di manapun manusia berada tentu
juga terancam dengan keberadaan ancaman amukan alam yang mulai memanas.
Selain itu dunia Timur tidak pernah belajar dari kesalahan yang telah ada di
Barat, atau memang tidak mampu melihat itu sebagai kesalahan, karena sudah menjadi
ciri modernisme yang begitu menjanjikan keindahan. “Seharusnya Timur menjadikan
Barat sebagai sebuah studi kasus, tetapi tidak sebagai teladan yang harus ditiru secara
mentah-mentah.”. Saya setuju dengan pendapat dari Hossein Nasr, kita tidak seharusnya
menerima secara langsung saja, apa yang ditemukan di dunia Barat, karena jelas sangat
berbeda dengan kita dunia Timur yang memiliki banyak sekali nilai-nilai yang harus di
junjung, baik itu agama, adat istiadat, kesopanan dan lainnya. Berbagai penemuan di
dunia Barat selayaknya kita pilah mana yang bisa diterapkan dan mana yang tidak,
sehingga tidak terjadi yang seperti sekarang ini. Kebanyakan kita hanya menjadi
pemulung teori-teori Barat tanpa bisa menemukan teori-teori baru yang tentunya lebih
relevan dengan budaya Timur kita.
Suatu gambaran yang menunjukkan realitas kehidupan modern dimana
menghadapi dunia yang mengecewakan, karena sulit untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan hidup sehari-hari. Manusia modern hidup dalam sebuah dunia sosial yang terdiri
dari nilai-nilai yang berat sebelah dan bertentangan yang tidak dapat memberikan suatu
kepastian akhir kehidupan. Manusia modern dihadapkan pada tanggung jawab dan
pilihan di antara nilai-nilai lama dan nilai-nilai baru.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 17
18.
DehumanisasiIlmu Pengetahuan
Keberadaan teknologi sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan
yang diciptakan manusia, menurut Heidegger bahwa manusia berada dalam kungkungan
sistem teknologi yang telah diciptakannya, tanpa disadarinya. Teknologi modern
mengembangkan diri dan memiliki kecederungan untuk menempatkan dirinya sebagai
pusat kegiatan. Manusiapun tidak dapat melepaskan diri dari kondisi seperti itu dalam
pengertian bahwa manusia seakan – akan terlempar atau terjebak dalam sebuah cara
pandang instrumental teknologi (produk ilmu pengetahuan). Manusia tidak lagi menjadi
manusia yang bebas sesuai dengan predikatnya sebagai manusia rasional. Dalam
perspektif seperti ini dunia tidak pernah menjadi sesuatu yang dapat menjadi dirinya
sendiri dan dapat didekati dengan cara reciprocal care.
Heidegger merumuskan bahwa semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi
maka manusia akan semakin menguasai alam dan manusia tidak lagi akan mampu
menguasai akibat – akibat yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
(Mikhael Dua, 2011: 63). Manusia semestinya merupakan subyek moral yang seharusnya
bertanggungjawab terhadap seluruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
namun manusia tidak mampu mengontrol proses revealing teknologi, dimana realitas
teknologi dapat menampakkan dirinya. Produk ilmu pengetahuan menyebabkan kita
terjebak dalam jejaring teknologis yang mengontrol tingkah laku dan tindakan –
tindakan manusia, yang oleh Herbert Marcuse dalam bukunya One Dimensional Man
disebut sebagai produk pengetahuan menjadi sebuah miliu yang menentukan bagaimana
peradaban sebuah masyarakat akan dibangun.
Manusia memang diberi pengetahuan oleh Tuhan, yang mengejawantah
kemudian dalam bentuk ilmu pengetahuan. Kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan
setiap orang tidaklah sama. Alasan ini dapat diterima karena manusia memiliki latar
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 18
19.
belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda-beda. Dengan latar belakang inilah
maka manusia berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dalam proses yang
sangat sederhana yang dapat dilihat dalam perkembangan sejarah manusia secara alami,
maupun pada orang-orang yang lebih disebut dengan kaum intelek yang sengaja
membawa misi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. (T. Jacob, 1996: 5)
memaparkan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu institusi kebudayaan, suatu kegiatan
manusia untuk mengetahui tentang diri sendiri dan alam sekitarnya dengan tujuan untuk
mengenal manusia sendiri, perubahan-perubahan yang dialami dan cara mencegahnya,
mendorong atau mengarahkannya, serta mengenal lingkungan yang dekat dan jauh
darinya, perubahan-perubahan lingkungan dan variasinya, untuk memanfaatkan,
menghindari dan mengendalikannya.
Bagian pengenalan merupakan dasar yang diperlukan oleh bagian tindakan,
sehingga terdiferensiasilah ilmu dasar dan ilmuterapan. Ilmu terapan lebih dapat dilihat
hasilnya dan dapat dirasakan oleh siapapun juga, entah itu bermanfaat atau tidak,
menguntungkan atau justru merugikan (berdampak negatif). Maka dalam permasalahan
ini muncul perbedaan pendapat mengenai kenetralan dan keobjektifan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Untuk itu diperlukan adanya hukum, adat, agama, dan etika untuk
mengendalikanilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan berkembang seiring
dengan usia manusia, artinya ilmu pengetahuan baru akan berhenti tatkala manusia sudah
tidak ada, karena hanya manusia yang diberi ilmu. Dalam perkembangannya, ilmu
pengetahuan berkembang mengikuti misi si pengembang, atau lebih dikenal kemudian
dengan sebutan para ilmuwan. Sebenarnya setiap manusia mampu menciptakan ilmu,
tetapi kenyataan praktis secara implisit manusia hanya mengakui hasil pengetahuan yang
diciptakan oleh para ilmuwan. Artinya, yang mendapat pengakuan adalah pengetahuan
ilmiah dan pengetahuan non ilmiah yang sudah dinobatkan sebagai ilmu pengetahuan
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 19
20.
yang sah. Maka ilmu pengetahuan kemudian dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
kelompok ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial.
Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia yang mengkaji berbagai hal, baik diri
manusia itu sendiri maupun realitas di luar dirinya, sepanjang sejarah perkembangannya
sampai saat ini senantiasa mengalami ketegangan dengan berbagai aspek lain dalam
kehidupan manusia (Tjahyadi S., 1996: 125). Dalam prakteknya orang senantiasa
memperbincangkan hubungan timbal-balik antara ilmu dan teknologi. Dalam dataran
nilai, polemik yang muncul justru lebih kompleks, karena hal itu berhubungan erat
dengan kedudukan dan peran ilmu dan teknologi dalam perubahan peradaban manusia,
baik yang berhubungan dengan pergeseran nilai maupun dampak dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap komponen-komponen pengetahuan manusia
yang lain. Kerapkali munculnya polemik antara terjadinya gejala marginalisasi
(penggeseran) nilai maupun aspek pengetahuan menjadi lain apabila dihadapkan dengan
kebenaran ilmiah. Bukan itu saja, ternyata bila diadakan pengujian terhadap kebenaran
ilmiah dengan parameter teknologi mutakhir, maka hasil yang dicapai dengan yang
diharapkan akan berbeda. Meluas dan meningkatnya peran “ilmu” dan “teknologi” tidak
dipungkiri telah membawa keterasingan (alienasi) manusia dari dirinya sendiri dan
masyarakat, atau yang oleh Herbert Marcuse dalam Sudarminta, (1983: 121-139) hal ini
mengantar manusia pada suatu kondisi yang berdimensi satu. Dimensi satu itu
dimaksudkan adalah dimensi teknologis, yang dapat dilihat dalam kehidupan sosio-
budayanya. Manusia dan kebudayaannya telah “dikuasai” oleh ilmu dan teknologi.
Apakah dengan ini maka ilmu telah menghilangkan kemanusiaan dan otonomi manusia?
Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, para ilmuwan mengambil objek
material sesuai dengan kebutuhan. Hasil terapan pengembangan ilmu pengetahuan lalu
disebut dengan teknologi. Bahkan dalam kesejarahan, abad modern ini dikatakan sarat
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 20
21.
dengan teknologi, karena para ilmuwan berlomba-lomba mengembangkan ilmu
pengetahuannya. Pengembangan ini dilakukan semata-mata memecahkan masalah
kehidupan dan memenuhi kebutuhan manusia. Dahulu manusia dengan kepercayaan
bahwa Tuhan telah menguasai dan mengatasi alam semesta. Manusia bisa menciptakan
apa saja dari objek alam. Manusia bisa sampai ke bulan dengan teknologi. Sekarang
dengan adanya teknologi, manusia yang dulunya menjadi subjek (pelaku) pengembangan
ilmu pengetahuan, dirinya telah menjadi objek bagi kegiatannya itu. Kebudayaan ini
menandakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai dalam hidup manusia. Manusia telah
menjadi korban teknologi. Kebanyakan manusia telah terjerumus ke dalam lubang yang
telah dibuatnya sendiri. Apakah memang tuntutan jaman manusia harus mengalami
demikian, atau ini merupakan isyarat bahwa mulai nampak keserakahan manusia? .
Bukan berarti menakut-nakuti para awam, bahwa manusia merupakan korban
teknologi. Teknologi diciptakan dengan tendensi memenuhi kebutuhan manusia, tetapi
ketika para ilmuwan berusaha mewujudkannya, teknologi justru membawa dampak
keresahan dan bayangan kehancuran hidup manusia, bahkan teknologi tidak jarang mulai
menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan murni. Maka benar bila dikatakan bahwa
teknologi menciptakan dehumanisasi. Kalau demikian maka betapa kejamnya yang
dinamakan teknologi tersebut. Kalau terjadi sesuatu terhadap alam sebagai akibat yang
ditimbulkan teknologi, manusia masih bisa tenang. Namun ketika nilai-nilai vital dalam
hidupnya mulai terusik, maka manusia respek terhadap gejala tersebut. Manusia tidak
mau kehilangan kemanusiaannya. Tapi yang menciptakan teknologi tidak lain adalah
manusia sendiri, maka mana yang harus dituding sebagai biang penyimpangan ini.
3. Jelaskan urgensi dan implementasi pribumisasi (indigenousasi) Ilmu Sosial pada aras
Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi.
Jawaban
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 21
22.
a. Landasan Ontologi Pribumisasi Ilmu Sosial
Kajian pribumisasi ilmu sosial beraras ontologis maksudnya adalah kajian
mengenai sifat dasar dari kenyataan ilmu – ilmu sosial Indonesia, hal ini
dikarenakan bahwa dominasi pengaruh Ilmu – Ilmu Sosial Eropa atau Amerika
terhadap perkembangan Ilmu – Ilmu Sosial di Asia termasuk Indonesia dirasakan
dalam kurun waktu yang telah lama, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Kondisi
ini mengkaibatkan perkembangan ilmu – ilmu sosial di Indonesia khususnya dan
Asia pada umumnya berada pada keadaan yang tergantung pada dinamika Barat
(captive mind), hal ini tentu menimbulkan keprihatinan yang mendalam pada
praktisi ilmu bidang ilmu – ilmu sosial (Nasiwan, 2012).
Stagnasi ilmu – ilmu sosial ini menjadi pemicu bagi intelektual Asia –
Indonesia untuk mengembangkan kajiannya. Untuk Merealisasikan keinginan
tersebut pada tahun 1970-an Ismail Raji Al-Faruqi menyampaikan ide – ide tentang
Islamisasi Ilmu – Ilmu Sosial Kontemporer. Langkah ini mendapat dukungan dari
Naquib Al-Attas yang juga mendorong dilakukannya Islamisasi ilmu – ilmu secara
luas dengan memasukkan unsur-unsur Islam dalam ilmu – ilmu komtemporer.
Hal penting yang menjadi pandangan dua intelektual ini, Ismail Raji Al-
Faruqi dan Naquib Al-Attas adalah :
1) Pengamatannya mengenai fenomena kebiasaan ilmuwan Asia yang
menggunakan kaidah – kaidah Barat seperti metode, analisis, deskripsi,
eksplanasi, generalisasi, konseptuaslisasi dan intepretasi.
2) Ilmuwan Asia – Indonesia telah berusaha untuk keluar dari kungkungan
kebergantuan intelektual Barat, tetapi usaha yang dilakukannya belum
terstruktur, melembaga dan sistematis.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 22
23.
3) Membangun suatu diskursus alternatif ilmu – ilmu sosial di luar arus besar
diskursus Ilmu – Ilmu Sosial Barat.
Menurut Syed Farid Alatas tingkat ketergantungan akademis di Asia
dipandang pararel dengan tingkat ketergantungan ekonomi. Tingkat ketergantungan
akademis itu diantaranya kebergantungan pada :
1) gagasan 4) bantuan riset dan pengajaran
2) media gagasan 5) investasi pendidikan
3) teknologi pendidikan 6) ketrampilan
Prof. Kuntojoyo menjadi pionir bagi intelektual Indonesia yang berani
melakukan gugatan akademis Barat. Hal yang telah dilakukannya adalah dengan
membuka pemikiran pentingnya Ilmu Sosial Profetik. Kemudian ditindaklanjuti
dengan hal yang bersifta praksis. Melalui prophetic education ini diyakini mampu
melahirkan perspektif teoritis yang sesuai dengan konteks keindonesiaan / ketimuran
sehingga dominasi intektual barat terhadap ilmu – ilmu sosial dapat dikurangi
bahkan sampai taraf zero influence.
Kemunculan pemikiran indigenousasi ilmu sosial mestinya menjadi inspirasi
bagi akademisi / ilmuwan ilmu sosial untuk dapat mewujudkan terjadinya
transformasi yang tak terbatas tidak hanya pada tataran pemikiran khususnya bagi
pada pendidik – guru, untuk dapat merealisasikan terjadinya transformasi
masyarakat Indonesia. Aktivitas sosial yang memiliki kesadaran bahwa ilmu adalah
merupakan instrumen sangat dahsyat bagi transformasi bukan revolusi sosial. Semua
Perubahan berawal dari ide – ide gemilang, kata – kata, diskusi – diskusi, forum –
forum ilmiah. Dari kondisi inilah keinginan yang memisahkan diri dari
ketergantungan dominasi Barat dalam ilmu – ilmu sosial dapat segera direalisasikan.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 23
24.
1) Urgensi Pribumisasi Ilmu Sosial
Pribumisasi ilmu di Indonesia merupakan hal yang sangat penting
dilakukan karena berbagai alasan yang mendasarinya.Pertama,selama ini ilmu-
ilmu yang berkembang dan diterapkan di Indonesia merupakan hasil contekan
atau tiruan dari teori-teori Barat dan daerah luar Indonesia yang secara nyata
bisa saja teori tersebut tidak sesuai dengan realitas dan problematika yang
terjadi di Indonesia yang terkenal plural dan senantiasa memegang tradisi
sebelumnya.Ketidaksesuaian tersebut bila terpaksa diterapkan malah akan
menimbulkan suatu masalah baru yang kompleks dan sulit
dikendalikan.Sehingga peminjaman teori dari luar tidak memecahkan masalah
yang terjadi malah semakin menambah beban masalah yang harus
diselesaikan.Kedua,adanya penyalahgunaan fungsi utama teori-teori yang
berkembang dalam masyarakat sebagai upaya untuk hegemoni kekuasaan dan
upaya politis penguasa dalam hal pembangunan nasional bangsa, sedangkan
pembangunan nasional yang dijalankan pada hakikatnya sebagai upaya
kesejahteraan rakyat yang merupakan hak setiap warga negara. Maka
penyalahgunaan makna ilmu sebagai upaya hegemoni tersebut diterapkan akan
berakibat fatal bagi perjalanan eksistensi suatu bangsa dalam hal kesuksesan
pencapaian pembangunan nasional.
Ketiga,pribumisasi diperlukan sebagai langkah emansipasi dan
nasionalisasi ilmu pengetahuan yang bersifat keindonesiaan yang sesuai dengan
pribadi masyarakat Indonesia pada umumnya.Keempat,pribumisasi ilmu
diperlukan sebagai cerminan pemikiran posisi Indonesia sebagai Negara
Ketiga yang mampu mandiri dalam bidang akademis untuk menjawab tantangan
globalisasi yang berkembang di berbagai belahan dunia tanpa dibayang-bayangi
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 24
25.
pengaruh kolonialisasi bangsa lain yang diharapkan bisa membentuk ilmu
sosialnya sendiri berdasarkan temuan lokal,diorganisasikan menurut cara
penjelasan setempat atau interpretasi berdasarkan pemikiran pemikiran pribumi.
2) Implementasinya Pribumisasi Ilmu Sosial
Implementasi pribumisasi ilmu sosial dalam kasanah Indonesia mestinya
diformulasikan kepada Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
indikator realitas keindonesiaan. Inti dari Bhinneka Tunggal Ika itu adalah
pengakuan terhadap keanekaragaman dan adanya kesatuan di antara keanekaan
tersebut. Keanekaan dan kesatuan tidak dapat dipisahkan, tidak ubahnya dengan
sekeping mata uang pada kedua belah sisinya. Keanekaragaman merupakan
kenyataan obyektif, sedangkan kesatuan merupakan formulasi subyektif yang
bertitik tolak dari keanekaragaman. Bhinneka Tunggal Ika merupakan yang
tidak terbantahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Bhinneka Tunggal Ika dapat dijadikan ciri fundamental landasan implemantasi
bagi pribumisasi ilmu – ilmu sosial di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara dalam ajarannya : ing ngarso sung tuladha (di depan
memberi teladan), ing madya mangun karso (ditengah memberi semangat), dan
tut wuri handayani (dibelakang memberi dorongan) adalah bentuk nyata
pribumisasi dalam bidang pendidikan. Implementasi lain dari pribumisasi ilmu
sosial bahwa penelitian, pengembangan dan penemuan – penemuan teoma baru
haruslah didasarkan pada : Pertama, asas dan sumber ada (eksistensi)
kesemestaan adalah Tuhan Yang Maha Esa, artinya ontologi ketuhanan religius
yang bersifat supranatural dan transendental, yang dihayati subyek budi nurani
(keyakinan iman) yang suprarasional. Kedua, alam semesta (Makrokosmos
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 25
26.
sebagai ada tidak terbatas. Ketiga, adanya subyek pribadi manusia, individu,
nasional dan umat manusia. Keempat, eksistensi tata budaya sebagai
perwujudan unggul. Kelima, subyek manusia Indonesia sendiri.
Oleh karena itu, pemribumian ilmu sosial di Indonesia menempatkan
realitas manusia dan masyarakat dipahami sebagai kenyataan yang plural,
namun sekaligus ada kerinduan untuk memahaminya sebagai suatu kesatuan
yang organis. Manusia Indonesia dalam kajian keilmuan sebagai usaha
pengembangan teoma ilmu pengetahuan dipandang sebagai manusia
monopluralis yang terdiri dari kodrat, sifat kodrat, dan kedudukan kodrat.
Susunan sifat kodrat manusia terdiri atas unsur jiwa dan raga. Sifat kodrat
manusia terdiri atas unsur manusia, baik sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial, manusia sebagai pribadi sekaligus sebagai makhluk Tuhan.
Itulah sebabnya implementasi pribumisasi ilmu – ilmu sosial harus
bersumberkan pada martabat dan potensi manusia Indonesia sendiri dengan
mengedepankan pandangan, filosofi dan kultur budaya serta setting ketimuran
yakni Pancasila sebagai landasan idiilnya. Meski sayangnya belum banyak
konsep dan teori seperti ini yang khas dengan realitas pribumi. Untuk ilmuwan -
ilmuwan sosial perlu terus di dorong untuk aktif dan konsisten dalam upaya
pribumisasi ilmu-ilmu sosial, sehingga akan lahir konsep dan teori yang
bersumber dari realitas sosial masyarakat.
b. Landasan Epistemologi Pribumisasi Ilmu Sosial
Maksud dari landasan Epistemologi dalam kajian pribumisasi ilmu sosial di
Indonesia adalah pembahasan mengenai hakikat ilmu pengetahuan khususnya
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 26
27.
hakekat ilmu sosial. Hal ini bermakna bahwa dasar – dasar pemikiran filosofis
mengenai hakikat pengetahuan yang menjadi landasan pemikiran pribumisasi ilmu
sosial.
Problematik fundamental epistemologi, menurut Harold H. Titus dalam
Heri Santoso (2003 : 74) ada 3 (tiga) yaitu 1). Apakah sumber – sumber
pengetahuan itu ?, dari manakah pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana
mengetahuinya ? 2). Apakah sifat dasar pengetahuan itu ? Ini merupakan persoalan
tentang apa yang kelihatan (phenomena), dan 3). Apakah pengetahuan yang benar
itu (valid) ? Bagaimana cara membedakan yang benar dan salah ? Ini merupakan
persoalan pengujian kebenaran atau verifikasi.
The Liang Gie (Heri Santoso, 2003 : 74) berpendapat bahwa epistemologi
merupakan penyelidikan filsafati terhadap pengetahuan, khususnya tentang
kemungkinan, asal mula, validitas, batas, sifat dasar, dan aspek pengetahuan lain
yang berkaitan. Sumber kajian ilmu terdiri atas 4 (empat) hal yaitu otoritas, empiris
(pengalaman) rasio, intuisi dan wahyu.
Problematika mendasar dalam metode epistemologi pribumisasi ini adalah
metode apa yang yang digunakan oleh para pemikir ilmu sosial untuk mewujudkan
hakikat ilmu sosial dengan sifat pribumi yang memiliki validitas kebenaran. Secara
umum ada 2 (dua) metode ilmiah yaitu metode analitik sintesa dan metode
nondeduksi. Metode analitik sintesa merupakan gabungan metode analisis dan
sintesa. Metode nondeduksi merupakan penerapan secara bergantian antara metode
induksi dan deduksi. Perkembangan ilmu dalam pandangan epistemologi bahwa
ilmu itu lahir, tumbuh dan berkembang dalam sosio-historis, kultural dan geografis
tertentu dengan memperhatikan metode yang digunakannya. Oleh karena itu,
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 27
28.
pemikir indigenousasi ilmu sosial Indonesia harus bercirikan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika.
1) Urgensi Pribumisasi Ilmu Sosial
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa landasan epistemologi adalah
keinginan untuk mengetahui hakikat kebenaran suatu ilmu pengetahuan, maka
dalam bahasan ini akan dikupas urgensinya dari pribumisasi ilmu – ilmu sosial.
Sumber pengetahuan pribumisasi ilmu sosial di Indonesia adalah
Pancasila dengan prinsip – prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yaitu pertama,
keyakinan tentang keberadaan Tuhan. Tuhan dianggap sebagai Mahasumber
pengetahuan, sementara manusia sebagai subyek tahu diberkati dengan
martabat luhur yang tinggi seperti panca indra, akal, rasa, karsa, cipta dan budi
nurani. Kedua, secara teoritis teknis sumber pengetahuan dibedakan secara
kualitatif bertingkat antara lain : (1) Sumber Primer, yang tertinggi dan terluas,
orisinal, lingkungan alamiah, semesta, sosio – budaya, sistem kenegaraan dan
dinamikanya. (2). Sumber Sekunder, bidang ilmu yang sudah ada / berkembang,
kepustakaan, dokumentasi dan (3) Sumber Tersier, cendekiawan, ilmuwan, ahli,
nara sumber dan guru. Namun yang paling esensial adalah penerimaan wahyu
sebagai sumber kebenaran.
Paradigma epistomologi dalam pribumisasi ilmu sosial adalah
rasionalisme yang berpijak pada landasan institusi spiritual, empirisme yang
berpijak metaempirisme atau dunia ghoib, berpegang pada etika agamawi yang
dapat dijabarkan dalambentuk ideologi dalam batas – batas konsensus sosial,
sikap obyektif partisipatif, berpindah dari aspek holistik menuju aspek parsial
disipliner, agama menjadi satu dengan sains, sains mulai dengan keyakinan
agamawi, sains menegakkan verifikasi kebenaran agamawi, asas konsistensi
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 28
29.
logika berpijak pada asas kemutlakan dan kemampuan sains terbatas karena
pengenalan diri dalam arti spiritual tidak dapat dijangkau melalui metodologi
sain tetapi dengan ritus agamawi (Heri Santoso, 2003 : 78)
Pandangan KH Said Agil Siraj, mengatakan bahwa pribumisasi ilmu
pengetahuan di Indonesia sudah saatnya dilakukan. Ilmu pengetahua yang
diperoleh dari dari luar digali secara epistemologi, kemudian dilakukan
pembaharuan bahkan penemuan baru. Langkah pribumisasi ilmu pengetahuan
ini mesti dilanjutkan untuk menemukan teori – teori baru baik di bidang sosial,
humaniora maupun eksak.Ini menunjukkan bahwa manusia dan bangsa
Indonesia belum memiliki komitmen dan intensitas yang kuat untuk menjadikan
Pancasila dan kebudayaan luhur Indonesia untuk dikembangkan dalam tataran
pendidikan di semua jenjangnya.
Komitmen ini penting sebagai salah satu usaha pribumisasi ilmu
pengetahuan. Salah satu penyebab komitmen ini belum tampak adalah adanya
ketidakpercayaan diri atau penyakit suka kalau segala sesuatunya dihubungkan
dengan yang bersifat asing (xenofilia). Kita patut tergerak / tergelitik dengan
ungkapan intelektual Korea, Koh Young Hun, yang mengatakan Korea saja
bisa, Apalagi Indonesia. Ini mestinya mendorong semua komponen bangsa
untuk berpartisipasi diri mewujudkan tegaknya ilmu pengetahuan yang berpijak
pada unsur dan kearifan lokal yang multikultur ini menjadi tuan di negerinya
sendiri.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 29
30.
2) Implementasinya Pribumisasi Ilmu Sosial
Implementasinyabahwa hakikat pribumisasi ilmu sosial dalam kasanah
Indonesia menempatkan Pancasila danBinneka Tunggal Ika sebagai inti sumber
hakikat kebenarannya. Pengetahuan memiliki tingkatan – tingkatan yaitu
pertama pengetahuan sehari – hari, kedua pengetahuan yang lebih tinggi yang
disebut ras sejati, waskita, sumurup, pangesti, ngelmu, wiweka dan waspada,
dan ketiga pengetahua mistis seperti sunyata, prajna, lerem, makrifat, sirno,
llang. Ketiga pengetahuan tersebut saling berhubungan timbal balik.
Pengetahuan sehari – hari cenderung bersifat klasifikasi dan totalisasi
sehingga batas obyek yang diketahui diperluas. Pengetahuan yang mengatasi
pertemuan antara subyek dan obyek lebih merupakan pengalaman hakikat,
disertai makna dan partisipasi dalam nilai hakikat itu. Unsur kognitif tidak
ditolak tetapi dibatasi oleh isyarat yang merupakan batu loncatan dalam
pemahaman arti alam bagi jalan hidup. Pemahaman ini menghanguskan
kegelapan jiwa dan mnyatukan manusia dengan alam raya. Tujuan pengetahuan
bukan teoritis melainkan peningkatan keinsyafan kedudukan manusia dalam tata
alam. Tata alam itu berdimensi luas dan berarah. Dimensi arah dari tata alam
yang dihayati manusia memberi petunjuk untuk mengambil sikap dan karya
sendiri sesuai dengan hakikat. Pengetahuan itu bersifat per definitionem
inkomunikabel dan kesadaran diri tanpa obyek yang bila diungkapkan justru
tampak paradoks, seperti “tapaking kuntul nglayang, kodok ngemuli elenge,
gumeder swaraning sepi”.
Cara menghadapi kenyataan tanpa dualitas subyek dan obyek ini
merupakan aliran khusus dalam alam pikiran Indonesia. Oleh karenanya
paradigma ilmu sosial pribumi menempatkan ilmu sosial – yang merupakan
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 30
31.
bagian dari pengetahuan ilmiah – dalam jenjang tertentu yaitu di atas
pengetahuan sehari – hari, namun di bawah filsafat, mistik dan pengetahuan
religius. Ilmu sosial hanyalah salah satu diantara banyak jenis pengetahuan dan
pengetahuan dalam wacana pemikiran pribumi hanyalah salah satu unsur
kebudayaan. Dengan demikian ilmu sosial hendaknya dipahami dalam konteks
kebudyaan secara utuh.
Persoalan pribumisasi ini apakah tidak menyebabkan ilmu sosial menjadi
partikulatif naif, karena sebenarnya sifat dasar ilmu adalah bersifat universal.
Upaya pribumisasi akan menemukan keunikan dan kekhasan yang digarap oleh
ilmu sosial. Jawaban atas pertanyaan ini adalah (1)) Metode ilmu sosial itu
bersifat universal artinya ilmu sosial tidak tergantung pada apa, siapa, kapan,
dan dimana dikembangkan. (2) klaim universalisme ilmu sosial itu bersifat naif,
karena ilmu sosial tumbuh dan berkembang untuk menjawab problematika yang
sedang dihadapi masyarakat. Universalitas tidak harus mengorbankan unsur
keunikan suatu budaya. Ini berarti bahwa universalitas dan partikulatif bukanlah
suatu yang harus dipsiahkan. Partikularitas ada dalam kenyataan, sementara
universalitas ada dalam gagasan dan cita – cita. Kelahiran pemikiran
pribumisasi atau ilmu sosial pribumi tidak akan mengurangi universalitas ilmu,
tetapi justru universalitas itu ada karena ada partikularitas atau keunikan
tersendiri. Ilmu sosial pribumi merupakan aktualitas dari aspek – aspek
universalitas ilmu tanpa harus mengabaikan aspek – aspek keunikan suatu
masyarakat dengan kekhasan budayanya.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 31
32.
c. Landasan Aksiologi Pribumisasi Ilmu Sosial
Aksiologis secara etimologis berasal dari kata axios yang berarti nilai, dan
logos yang berarti ilmu. Jadi aksiologis dapat diartikan sebagai ilmu atau teori yang
mempelajari hakikat nilai. Landasan aksiologis yang dimaksud adalah pandangan
tentang nilai yang mendasari asumsi – asumsi ilmu sosial yaitu nilai obyektif dan
subyektif, metode untuk memperoleh nilai dan wujud dari nilai itu sendiri.
1) Urgensinya
Nilai yang ingin dibangun dalam pribumisasi ilmu sosial di Indonesia
mesti diarahkan nilai yang merupakan hasil interaksi antara subyek dengan
obyek yang keduanya tidak dipisahkan. Meskipun kita harus menyadari bahwa
diluar terdapat dua arus besar metode dalam memperoleh nilai yaitu
subyektivitas yakni subyeklah yang menentukan kulaitas nilai dan obyektivitas
maksudnya nilai tergantung pada fakta yang obyektif dan tidak boleh
dimanipulasi oleh subyek (Heri Santoso, 2003 : 85).
Netralitas ilmu dalam kajian aksiologis menjadi persolan tersendiri
dalam upaya mewujudkan pribumisasi. Anggapan bahwa ilmu sosial itu bebas
nilai mengacu pada gejala yang ditunjukkan oleh ilmu alam dengan
mengedepankan hukum – hukum alam yang obyektif terhindar dari campur
tangan kepentingan manusia. Ilmu sosial hendaknya juga seperti itu, postulat –
postulanya mesti dapat diterapkan oleh siapa saja, di mana saja dan kapan saja
secara obyekif. Tetapi pandangan lain menegaskan bahwa ilmu pada dasarnya
khususnya ilmu sosial, tidak mungkin dilepaskan dari nilai. Ilmu tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, yang mau tidak mau tentu terkait dengan nilai.
Ilmu dengan demikian tidak bebas nilai. Bahkan pandangan ini lebih tegas
menyatakan bahwa ilmu pada dasarnya dikembangkan atas kepentingan, ilmu
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 32
33.
sosial dimaksudkan dibangun demi kepentingan kritis antisipatoris bukan demi
kepentingan teknis.
Terkait dengan urgensi pribumisasi ilmu sosial pada landasan aksiologis
bahwa wujud nilai yang mesti menjadi acuan bagi pengembangan ilmu – ilmu
sosial adalah berdasarkan pada unsur – unsur nilai budaya luhur Indonesia
sendiri. Akan sangat naif apabila postulat yang dijadikan pegangan ilmiah
diambilkan dari wujud nilai asing yang tidak selaras dengan kondisi riil di
Indonesia.
2) Implementasinya
Prinsip Bhinneka Tunggal Ika mengajarkan pengakuan terhadap
pluralitas, namun ada kerinduan menyatukan dalam pandangan komprehensif
dan proporsional. Kerangka berfikir Bhinneka Tunggal Ika inilah yang
dijadikan cara pandang untuk memecahkan berbagai problema aksioma yang
ada dalam kehidupan dan pengembangan ilmu sosial di Indonesia.
Contoh adalah pandangan paradigma ilmu sosial pribumi dalam
menjawab problema nilai obyektif dan subyektif. Paradigma ilmu sosial
pribumi memandang nilai obyektif dan subyektif diakui keberadaan dan
kebenarannya, namun secara hakiki keduanya merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan, merupakan pasangan bukan lawan atau berlaku hukum paritas
antar keduanya.
Nilai obyektif lebih tepat untuk memaknai fenomana faktual dan
empirik, sementara nilai subyektif lebih tepat untuk memaknai pengalaman
batin dan metaempirik. Kebhinnekaan terletak pada pengakuan andanya nilai
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 33
34.
obyektif dan subyektif. Keekaan terletak pada pemahaman bahwa keduanya
merupakan pasangan yang tidak terpisahkan, keduanya saling menegasikan.
Problema netralitas nilai dalam perspektif paradigma ilmu sosial pribumi
bahwa ilmu sosial tidak mungkin dilepaskan dari nilai. Argumentasinya adalah
ilmu sosial pertama tumbuh dan berkembang dalam satu kerangka budaya yang
lekat dengan pertimbangan nilai. Fenomena kemasyarakatan dalam kajian ilmu
sosial berbeda dengan fenomena fisik yang bersifat mekanik. Ilmuwan sosial
tidak dapat steril dari nilai dalam melakukan aktivitas ilmiahnya. Oleh
karenanya ilmu sosial harus membatasi muatan emosional dengan menekankan
muatan rasional dalam memutuskan suatu masalah. Tujuan ilmu sosial adalah
menjelaskan, meramalkan dan mengontrol fenomena sosial untuk tujuan
kemaslahatan umat manusia. Ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk
diamalkan dan demi kesejahteraan manusia.
Saatnya kini ilmuwan Indonesia untuk menghilangkan rasa tidak percaya
diri dan xenofilia untuk menuju Indonesia Emas. Indonesia yang dalam teori
pembangunannya menuju pada pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak
ahistori, penyebabnya adalah mengembangkan pengetahuan yang berbasis sudut
pandang masyarakat sendiri akan dapat mengembangkan teori – teori
pembangunan yang mempunyai akar sejarah kuat dalam masyarakat. Selain itu
proses indigenousasi juga akan membebaskan masyarakat dari penunggalan
kebenaran, karena akan menjadikan proses pembangunan menjadi tidak
seragam dan akan sesuai dengan kondisi lingkungan, politik, ekonomi dan
masyarakat setempat.
Pengembangan perspektif masyarakat asli dalam pembangunan juga
akan membawa pembangunan yang dijalankan adalah pembangunan yang bebas
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 34
35.
kontrol dan kendali kepentingan masyarakat Barat, karena pembangunan
berbasis pada kepentingan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan
pemikiran – pemikiran dari intelektual organik yang mau dan berkomitmen
untuk hidup dan mengembangkan pengetahuan yang ada dalam masyarakat
berbasis kearifan lokal yang multikultural.
Dalam hal ini kemudian penulis (Heri Santoso dan Listiyono Santoso)
mengartikan pribumisasi dalam 3 makna Implisit gerakan
priibumisasi,yaitu:Pertama,Pribumisasi merupakan sikap ketidakpuasan
terhadap ilmu sosial Barat yang dikembangkan di suatu kawasan,karena
dianggap tidak mampu menjelaskan dan memecahkan problem masyarakat yang
timbul.Kedua,Pribumisasi merupakan metode alternatif terhadap ketidakpuasan
ilmuwan atas dominasi ilmu sosial barat kepada ilmu sosial pribumi.Ketiga,Dari
kedua uraian diatas dapat dipahami bahwa makna terdalam pribumisasi adalah
pencarian identitas ilmu-ilmu sosial Indonesia di tengah-tengah komunitas ilmu
sosial lain.
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 35
36.
DAFTAR PUSTAKA
Mikhael Dua. (2011). Kebebasan Ilmu Pengetahua dan Teknologi. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius
Muhammad Adib. (2011). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Heri Santoso & Listyono Santoso (2003). Filsafat Ilmu Sosial. Yogyakarta : Gama Media
H.M. Rasjidi. (1984). Persoalan – Persoalan Filsafat. Jakarta : Bulan Bintang.
http://paparisa.unpatti.ac.iddiakses pada 20 Agustus 2012
Jujun Sumantri. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Nasiwan. (2012). Menuju Indigenousasi Ilmu Sosial Indonesia. Yogyakarta : Fistrans
Institute.
Purwadi. (2007). Filsafat Jawa dan kearifan lokal. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Win Usuluddin Bernadien. (2011). Membuka Gerbang Filsafat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Titus, H.Harold., Smith S.M., & Nolan, T.R. (1984). Living issues in philosophy .
(Terjemahan H.M Rasjidi). Jakarta: Bulan Bintang (Buku asli diterbitkan tahun 1979).
Ujian Semester – Filsafat Ilmu PPs UNY – PIPS 2012 Page 36
Parece que tem um bloqueador de anúncios ativo. Ao listar o SlideShare no seu bloqueador de anúncios, está a apoiar a nossa comunidade de criadores de conteúdo.
Odeia anúncios?
Atualizámos a nossa política de privacidade.
Atualizámos a nossa política de privacidade de modo a estarmos em conformidade com os regulamentos de privacidade em constante mutação a nível mundial e para lhe fornecer uma visão sobre as formas limitadas de utilização dos seus dados.
Pode ler os detalhes abaixo. Ao aceitar, está a concordar com a política de privacidade atualizada.