Puisi "Tangis" menceritakan tentang seorang pembunuh yang melarikan diri dari desanya setelah membunuh seseorang. Ibunya yang sudah tua menunggu kepulangannya dengan cemas meski ia adalah seorang pembunuh. Puisi ini menggambarkan kasih sayang seorang ibu yang tak peduli dengan kesalahan anaknya.
1. Tugas Kajian Puisi Indonesia
Nama : Desi Sri Cahyani
NIM : 1203068
Bahasa dan Sastra Indonesia 2012
Selasa, 10 Desember 2013
2. ANALISIS PUISI “TANGIS” DALAM KUMPULAN PUISI “BALADA
ORANG-ORANG TERCINTA” KARYA W.S RENDRA : SEBUAH
KAJIAN FENOMENOLOGIS
OLEH
DESI SRI CAHYANI
Pradopo menjelaskan bahwa “karya sastra itu tak hanya merupakan satu
sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing
norma menimbulkan lapis norma di bawahnya” (Pradopo, 2010:14).
Kajian fenomenologis berusaha membedah puisi berdasarkan lapisan atau norma
yang ada dalam puisi tersebut.
BIOGRAFI W.S RENDRA
W.S Rendra bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra. Beliau
lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat,
6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun. Rendra menempuh pendidikan SMA St.
Josef, Solo. Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1967).
Kumpulan puisinya antara lain Ballada Orang-Orang Tercinta, Blues
untuk Bonnie, Empat Kumpulan Sajak, Sajak-sajak Sepatu Tua, Mencari Bapak,
Perjalanan Bu Aminah, Nyanyian Orang Urakan, Pamphleten van een Dichter,
Potret Pembangunan Dalam Puisi, Disebabkan Oleh Angin, Orang Orang
Rangkasbitung, Rendra: Ballads and Blues Poem, State of Emergency.
Penghargaan yang pernah diterima : Hadiah Pertama Sayembara Penulisan
Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,
Yogyakarta (1954), Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956), Anugerah Seni dari
Pemerintah Republik Indonesia (1970), Hadiah Akademi Jakarta (1975), Hadiah
Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976),
Penghargaan Adam Malik (1989), The S.E.A. Write Award (1996), Penghargaan
Achmad Bakri (2006).
IDENTIFIKASI KUMPULAN PUISI “BALADA ORANG-ORANG
TERCINTA”
Judul : Ballada Orang-orang Tercinta
Penulis : Rendra
Cetakan : VII, 1993 (Cet. I, 1957)
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta (mulai cet. II, 1971)
Tebal : 52 halaman (19 judul puisi)
ISBN : 979-419-004-7
Gambar jilid : Jean Kharis
3. ANALISIS FENOMENOLOGIS
Analisis fenomenologis adalah sebuah pisau analisis karya sastra yang
mula-mula diperkenalkan oleh Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia. Analisis
ini berusaha membedah karya sastra berdasarkan norma-norma yang dimiliki
karya sastra tersebut. Norma-norma itu sebagai berikut.
1) Lapis bunyi (sound stratum);
2) Lapis arti (units of meaning);
3) Lapis dunia imaji pengarang;
4) Lapis dunia yang dilihat dari sudut pandang tertentu yang implisit;
5) Lapis metafisika.
DESKRIPSI DATA
Data yang digunakan adalah puisi berjudul “Tangis” dalam kumpulan
puisi “Balada Orang-Orang Tercinta” karya W.S Rendra. Analisis yang digunakan
dalam puisi ini adalah analisis fenomenologis yang berusaha mengungkap
fenomena atau lapis-lapis dalam karya sastra yang ada dalam puisi ini.
Tangis
Kalau lebar nganga lukanya
mulut bunda 'kan mengucupnya.
Ke mana larinya anak tercinta
yang diburu segenap penduduk kota?
Kalau kotor warna jiwanya
Paman Doblang! Paman Doblang!
ibu cuci di lubuk hati.
la lari membawa dosa
Cuma ibu yang bisa mengerti
tangannya dilumuri cemar noda
ia membunuh tak dengan hati.
tangisnya menyusupi belukar di rimba.
Kalau memang hauskan darah manusia
Sejak semalam orang kota menembaki
suruhlah minum darah ibunya.
dengan dendam tuntutan mati
dan ia lari membawa diri.
Paman Doblang! Paman Doblang!
Seluruh subuh, seluruh pagi.
Katakan, ibunya selalu berdoa.
Kalau ia 'kan mati jauh di rimba
Paman Doblang! Paman Doblang!
suruh ingat marhum bapanya
Ke mana larinya anak tercinta
yang di sorga, di imannya.
di padang lalang mana
di bukit kapur mana
Dan di dangau ini ibunya menanti
mengapa tak lari di riba bunda?
dengan rambut putih dan debar hati.
Paman Doblang! Paman Doblang!
Paman Doblang! Paman Doblang!
Pesankan padanya dengan angin
Kalau di rimba rembulan pudar duka
kemarau
katakan, itulah wajah ibunya.
ibunya yang tua menunggu di dangau.
4. puisi Rendra dalam Ballada Orang-orang
Tercinta
ANALISIS FENOMENOLOGIS PUISI “TANGIS”
1) Lapis bunyi (sound stratum);
Dalam sajak “Tangis” lapis bunyinya berupa deretan bunyi-bunyi fonem
yang disusun sesuai dengan konvensi bahasa Indonesia. Kakofoni adalah bunyi
mendominasi puisi ini dan efek dari bunyi kakofoni memperkuat suasana yang
tidak menyenangkan. Dapat dibayangkan betapa tidak menyenangkan dan
perasaan kacau balau bila kita sedang berdekatan dengan seorang pembunuh.
Berikut ini analisis mengenai lapis bunyi yang terdapat dalam puisi “Tangis”.
TEKS PUISI BUNYI YANG
DIHASILKAN ORKESTRASI
Ke mana larinya anak tercinta
yang diburu segenap penduduk
kota?
Asonansi : /a/ dan /u/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /n/, /m/
dan /ny/
Aliterasi : /t/
kakofoni
Paman Doblang! Paman Doblang!
Asonansi : /a/ dan /o/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
la lari membawa dosa
tangannya dilumuri cemar noda
tangisnya menyusupi belukar di
rimba.
Asonansi : /a/, /o/
dan /u/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /n/, /m/
dan /ny/
kakofoni
Sejak semalam orang kota
menembaki
dengan dendam tuntutan mati
dan ia lari membawa diri.
Asonansi : /a/dan /i/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /n/, /m/
dan /ng/
kakofoni
Seluruh subuh, seluruh pagi. Asonansi : /u/
Likuida : /l/ dan /r/
eufoni
Paman Doblang! Paman Doblang!
Asonansi : /a/ dan /o/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
Ke mana larinya anak tercinta
di padang lalang mana
di bukit kapur mana
mengapa tak lari di riba bunda?
Asonansi : /a/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /m/, /n/
dan /ng/
kakofoni
5. Paman Doblang! Paman Doblang!
Asonansi : /a/ dan /o/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
Pesankan padanya dengan angin
kemarau
ibunya yang tua menunggu di
dangau.
Asonansi : /a/ dan /u/
Likuida : /r/
Bunyi sengau : /m/, /ny/
dan /ng/
kakofoni
Kalau lebar nganga lukanya
mulut bunda 'kan mengucupnya.
Asonansi : /a/ dan /u/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /m/, /ny/
dan /ng/
kakofoni
Kalau kotor warna jiwanya
ibu cuci di lubuk hati.
Asonansi : /a/ dan /o/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
Cuma ibu yang bisa mengerti
ia membunuh tak dengan hati.
Asonansi : /i/
Likuida : /r/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
Kalau memang hauskan darah
manusia
suruhlah minum darah ibunya.
Asonansi : /a/ dan /u/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ny/
kakofoni
Paman Doblang! Paman Doblang!
Asonansi : /a/ dan /o/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
Katakan, ibunya selalu berdoa.
Asonansi : /a/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /ny/
eufoni
Kalau ia 'kan mati jauh di rimba
suruh ingat marhum bapanya
yang di sorga, di imannya.
Asonansi : /a/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /m/,
/n/, /ny/ dan /ng/
kakofoni
Dan di dangau ini ibunya menanti
dengan rambut putih dan debar
hati.
Asonansi : /a/, /u/
dan /i/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /m/,
/n/, /ny/ dan /ng/
kakofoni
Paman Doblang! Paman Doblang!
Asonansi : /a/ dan /o/
Likuida : /l/
Bunyi sengau : /m/ dan
/ng/
kakofoni
Kalau di rimba rembulan pudar
duka
katakan, itulah wajah ibunya.
Asonansi : /a/ dan /u/
Likuida : /l/ dan /r/
Bunyi sengau : /m/, dan
/ny/
kakofoni
6. Dari hasil analisis, bunyi asonansi sangat mendominasi puisi ini. Bunyi
asonansi /a/ hampir terdapat di tiap larik puisi ini. Bunyi aliterasi dirasa kurang
menonjol dalam puisi ini. Bunyi sengau /ny/, /ng/ dan /m/ cukup banyak terdapat
dalam puisi ini sehingga menimbulkan efek yang cukup merdu bila
dikombinasikan dengan bunyi asonansi namun tidak menghasilkan efek efoni.
Bunyi-bunyi sengau tersebut lebih memberikan efek kakofoni.
2) Lapis arti (units of meaning);
Dalam sajak “Tangis” terdapat satuan-satuan arti yang berupa kata,
kelompok kata, dan kalimat.
Kata atau kumpulan kata dalam
puisi “Tangis” Arti
anak tercinta anak terkasih
Paman Doblang sebutan untuk seseorang atau Tuhan
la lari membawa dosa ia berlari membawa kejahatannya
mengapa tak lari di riba bunda? mengapa tidak lari di tempat atau
daerah tempat tinggal ibunya
dangau gubuk atau rumah kecil di sawah atau
di ladang tempat orang berteduh untuk
menjaga tanaman
angin kemarau angin berhembus lebih cepat
Kalau lebar nganga lukanya
mulut bunda 'kan mengucupnya.
bila lukanya lebar menganga mulut ibu
akan mengatupkannya
Kalau kotor warna jiwanya
ibu cuci di lubuk hati
bila jiwanya kotor ibu akan
membersihkannya
ia membunuh tak dengan hati.
ia melakukan pembunuhan tanpa
sekehendaknya atau tak sesuai dengan
hatinya
Kalau memang hauskan darah
manusia
suruhlah minum darah ibunya.
Bila ia menginginkan kematian
manusia, bunuhlah ibuny
marhum = almarhum (sebutan kepada orang
Islam yang telah meninggal)
rembulan pudar duka. katakan, itulah wajah yang suram tak berseri-seri
7. wajah ibunya. disebabkan oleh kedukaan
3) Lapis dunia imaji pengarang;
Puisi ini menceritakan tentang seseorang yang dekat dengan sang
pembunuh. Dia berdialog sendiri dan memohon kepada Tuhan (paman doblang).
Seseorang itu berharap agar pembunuh itu kembali ke desanya kembali. Karena
ibunya sakit-sakitan dan mencari dia kemana-mana. Ibunya cemas dan
memikirkan bagaimana keadaan anaknya yang menghilang dari desa itu.
Seseorang tadi berdialog sendiri. Bahwa sang pembunuh tadi menghilang
dengan tangan yang baru saja membunuh seseorang. Dan saat itu pembunuh itu
digrebeg dan dikroyok oleh penduduk desa. Sehingga pembunuh itu berusaha
melarikan diri dari desanya. Meskipun ibunya tahu, anaknya seorang pembunuh
tetapi dia tetap mengkhawatirkan keadaan sang anak. Dia berharap anaknya dapat
kembali pulang ke rumahnya.
4) Lapis dunia yang dilihat dari sudut pandang tertentu yang implisit;
Pada lapis ini digambarkan bagaimana keadaan seorang pembunuh yang
dikejar oleh masyarakat sehingga ia pergi meninggalkan desanya untuk melarikan
diri. Tetapi dibalik pelariannya, ibunya selalu menantinya untuk kembali ke
rumah. Sang ibu selalu menunggu meskipun usianya sudah renta. Dia tak peduli
anaknya seorang pembunuh, yang dia harapkan kepulangan anaknya. Maka jelas
puisi ini menggambarkan betapa hebat kasih sayang seorang ibu. Bahkan seorang
pembunuh pun masih disayangi oleh ibunya. Lautan maaf dan doa selalu ibu
limpahkan untuk anak-anaknya.
5) Lapis metafisika.
Dalam sajak “Tangis”, terlihat makna filosofis ketragisan hidup manusia
pembunuh dan seorang ibu yang selalu menanti kepulangan anaknya meski ia
tahu anaknya seorang pembunuh. Itulah cerminan dari kasih sayang seorang ibu.
KESIMPULAN
Setelah puisi “Tangis” ini dikaji dengan analisis fenomenologis,
didapatkan kesimpulan bahwa analisis ini mempermudah kita untuk menganalisis
puisi dari norma atau lapis yang ada dalam puisi itu sendiri. Lewat analisis
fenomenologis pada puisi “Tangis” ditemukan pelbagai hasil analisis, antara lain:
1) Puisi ini didominasi oleh asonansi /a/ yang berkombinasi dengan bunyi-bunyi
sengau dan liquid yang menghasilan orkestrasi kakofoni; 2) Puisi ini membuat
8. efek parau dikarenakan perpaduan orkestrasi kakofoni; 3) Puisi ini menceritakan
tentang seseorang yang dekat dengan seorang pembunuh yang melarikan diri dari
desanya dan kehawatiran seorang ibu karena kepergian anaknya; 4) Puisi ini
menceritakan ketragisan hidup manusia dan filosofi kasih sayang seorang ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Rendra,W.S. 1993. Balada Orang-Orang Tercinta. Jakarta: PT. Dunia Pustaka
Jaya
Suhendi, Indrawan Dwisetya. 2013. ANALISIS PUISI “MEMBAKAR” DALAM
KUMPULAN PUISI “PATAH” KARYA RAHMAT JABARIL: SEBUAH
KAJIAN FENOMENOLOGI. Makalah Kajian Puisi Indonesia. Bandung
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian puisi. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press