menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normal
PJB Deteksi Dini
1. Penyakit Jantung Bawaan atau PJB adalah kelainan jantung yang terjadi pada bayi sejak dalam
kandungan. Janin dalam kandungan memiliki kompensasi yang baik terhadap kelainan ini,
sehingga tanpa kontrol kehamilan yang baik seringkali PJB tidak terdiagnosa sebelum bayi
dilahirkan.
Setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda satu sama lain, bergantung pada klasifikasi
(sianotik atau non sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek jantung. Dampak kematian
dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami lebih jauh mengenai tanda-tanda
penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini terhadap penyakit jantung bawaan pada
anak-anak.
PJB adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi dilahirkan. Kelainan
ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan. PJB yang paling banyak ditemukan
adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan sebutan ventricular septal defect
(VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi jantung atau lebih dikenal dengan nama
Atrial Septal Defect (ASD).
Masyarakat awam sering melihat kedua kelainan jantung ini dikenal dengan sebutan jantung
bocor. Jenis kelainan struktur lainnya dapat berupa patent ductus arteriosus, transposition of
great arteries, dan kelaianan katup jantung. Seringkali PJB juga timbul dalam bentuk gabungan
beberapa kelainan, seperti yang terjadi pada tetralogi fallot, yang mencakup 4 kelainan pada
jantung. Di antara berbagai kelainan bawaan yang ada, PJB merupakan kelainan yang paling
sering ditemukan.
Prevalensi PJB di Indonesia sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di
antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari
kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian. Di Indonesia, dengan
populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000
penderita PJB.
Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa setiap tahun sedikitnya 35.000 bayi menderita
kelainan ini dan 90% di antaranya dapat meninggal bila di tahun pertama kehidupan bayi tidak
dilakukan perawatan yang adekuat. Menurut Children Heart Foundation, pada setiap tahun
sebanyak 1.000.000 bayi di seluruh dunia lahir dengan penyakit jantung bawaan. Sekitar 100.000
diantaranya tidak akan dapat melewati tahun pertama kehidupannya, dan ribuan bayi lainnya
akan meninggal sebelum mencapai usia dewasa. Keadaan ini seringkali tidak disadari oleh
masyarakat awam, sehingga angka kematian anak-anak yang disebabkan oleh penyakit jantung
ini terus meningkat.
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, di mana kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyebab PJB sendiri
sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan
infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan ibu berhubungan dengan
kejadian PJB tertentu.
2. Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik. PJB sianotik
biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani
dengan tindakan bedah. Sementara PJB asianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang
sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan
bedah jantung terbuka untuk pengobatannya. Pada PJB sianotik, bayi baru lahir terlihat biru oleh
karena terjadi percampuran darah bersih dan darah kotor melalui kelainan pada struktur jantung.
Pada kondisi ini jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya,
sehingga harus ditangani secara cepat. Sebaliknya pada PJB non sianotik tidak ada gejala yang
nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh dokter maupun oleh
orang tua. Gejala yang timbul awalnya berupa lelah menyusui atau menyusui sebentar-sebentar
dan gejala selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Inilah 5 penyakit jantung bawaan pada anak
1. VSD (Ventracular Septal Defect)/ Sekat Bilik Jantung Berlubang
VSD adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat antarbilik jantung yang menyebabkan
kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung. Kebocoran ini membuat sebagian darah
kaya oksigen kembali ke paru-paru sehingga menghalangi darah rendah oksigen memasuki paru-
paru. Bila lubangnya kecil, VSD tidak memberikan masalah berarti. Bila besar, bayi dapat
mengalami gagal jantung. VSD adalah kelainan jantung bawaan yang paling sering terjadi (30%
kasus). Gejala utama dari kelainan ini adalah kesulitan menyusui dan gangguan pertumbuhan,
nafas pendek dan mudah lelah. Bayi dengan VSD besar cepat tidur setelah kurang menyusui,
bangun sebentar karena lapar, mencoba menyusu lagi tetapi cepat kelelahan, tertidur lagi, dan
seterusnya.
2. PDA (Persisten Duktus Arteriosus Persisten)
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan arteria pulmonalis dengan
bagian aorta distal dari arteria subklavia, yang akan mengalami perubahan setelah bayi lahir,
yaitu : "Normal postnatal patency" : Secara fungsional, duktus arteriosus masih terbuka karena
hipoksia atau pada bayi kurang bulan, dan akan menutup sendiri bila keadaan yang mendasari
telah membaik. "Delayed, non surgical closure" : Duktus arteriosus akan menutup baik
fungsional maupun anatomis, tetapi hal ini terjadi lebih lambat walaupun keadaan-keadaan yang
mendasari telah membaik. Penutupan ini terjadi karena secara normal menutup sendiri, atau
secara abnormal yaitu karena infeksi atau trombosis pada duktus arteriosus tersebut. "Persistent
patency of the ductus" (PDA) : Duktus arteriosus tetap terbuka secara anatomis sampai dewasa.
Tindakan pembedahan dilakukan secara elektif (sebelum masuk sekolah). Tindakan pembedahan
dilakukan lebih dini bila terjadi : Gangguan pertumbuhan, Infeksi saluran pernafasan bagian
bawah berulang, Pembesaran jantung/payah jantung dan Endokarditis bakterial 6 bulan setelah
sembuh
3. PS (Pulmonary Stenosis)/ Penyempitan Katup Paru
PS adalah penyempitan katup paru yang berfungsi mengatur aliran darah rendah oksigen dari
bilik kanan jantung ke paru-paru. Dengan penyempitan ini, bilik kanan harus bekerja keras
3. memompa darah sehingga makin lama makin membesar (hipertrofi). PS terjadi pada 10% kasus.
Banyak penderita yang baru terdiagnosis setelah dewasa. Bila demikian, dampaknya mungkin
sudah sangat merusak berupa penyakit paru, risiko stroke tinggi dan usia harapan hidup yang
rendah.
4. ASD (Atrial Septal Defect) / Sekat Serambi Jantung Berlubang
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya lubang di antara dua serambi jantung atau
terdapat hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. ASD
adalah adanya lubang atau defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Lubang ini
menimbulkan masalah yang sama dengan VSD, yaitu mengalirkan darah kaya oksigen kembali
ke paru-paru. ASD terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak terjadi pada bayi perempuan
dibandingkan bayi laki-laki.
5. TF (Tetralogi Fallot)
TOF adalah komplikasi kelainan jantung bawaan yang khas, dan melibatkan empat kondisi:
Sekat bilik jantung berlubang (VSD), penyempitan katup paru (PS), bilik kanan jantung
membesar (hipertrofi) dan akar aorta tepat berada di atas lubang VSD. Pada penyakit ini yang
memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan
syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Lubang VSD
biasanya besar dan darah mengalir dari bilik kanan melalui lubang ini menuju bilik kiri. Hal ini
terjadi karena adanya hambatan pada katup paru. Setelah masuk ke bilik kiri, darah yang rendah
oksigen itu dipompa ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh. Itulah sebabnya bayi penderita TOF
memiliki kulit yang membiru karena kekurangan oksigen.
Gejala
PJB seringkali ditemukan pada masa kanak-kanak. Akan tetapi, tidak semua kelainan jantung
bawaan langsung menimbulkan gejala saat lahir. Beberapa kelainan jantung bawaan sulit untuk
dideteksi pada masa kanak-kanak, sehingga kelainan tersebut baru dapat ditemukan saat remaja
dan dewasa. Pada umumnya kelainan jantung bawaan yang berat dapat menimbulkan gejala
dalam bererapa bulan pertama setelah lahir, sehingga seringkali dapat terdeteksi pada masa
kanak-kanak. Akan tetapi kelainan jantung bawaan yang ringan seringkali tidak menimbulkan
keluhan, sehingga seringkali pula tidak terdeteksi. Umumnya kelainan jantung bawaan ringan
akan terdeteksi saat anak tersebut datang berobat ke dokter.
Penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi dua. Penyakit jantung bawaan biru dan penyakit
jantung bawaan tanpa biru. Penyakit jantung bawaan biru lebih cepat menimbulkan gejala dan
paling mudah dikenali. Gejala yang paling sering ditemukan adalah bayi menjadi biru saat
menangis (bibir, kuku, dan lidah menjadi biru). Wajah bayi tampak pucat dan biru, ujung kaki
dan tangan juga kuku terlihat kebiruan akibat kurangnya aliran darah.
Biru dan sesak ini akan tampak lebih jelas bila bayi menangis atau mengedan saat buang air
besar, secara umum fisik tampak lemas, lelah dan malas menyusu,bayi sering demam batuk
pilek. Pada saat menghisap ASI, bayi sering berhenti dan nafas tersengal-sengal wajah kebiruan.
4. Gejala-gejala lainnya antara lain, sulit bernapas, nafsu makan rendah, bayi sering tersedak atau
terbatuk saat menyusu, berkeringat berlebih saat makan atau minum susu, pertumbuhan dan
perkembangan terhambat, berat badan sulit meningkat atau cenderung menurun, terlambat
berjalan, aktivitas anak berkurang, anak terlihat lemah, dan anak sering mengalami demam yang
tidak diketahui penyebabnya.
Diagnosis
Penyakit jantung pada janin di dalam kandungan kebanyakan tidak menimbulkan gejala yang
signifikan. Oleh karena itu PJB seringkali tidak terdiagnosa sampai bayi dilahirkan.
Penyakit kelainan jantung bawaan bisa di diagnosis sejak masa kehamilan yakni memasuki usia
kehamilan 16 hingga 20 minggu dengan pemeriksaan USG kandungan. Semakin dini diagnose
dapat di ketahui maka harapan untuk proses penyembuhan akan semakin besar.
Pada PJB sianotik, diagnosa dapat langsung dilakukan (bayi terlihat biru dan sesak) dan
membutuhkan penanganan yang cepat.
Pada PJB non sianotik, pemeriksaan fisik pada bayi barus lahir memegang peranan yang
terpenting. Apabila pada pemeriksaan fisik oleh dokter terdapat kecurigaan kelainan jantung,
maka beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan, antara lain ekokardiografi,
elektrokardiografi (EKG), roentgen (X-Ray) dada, oksimetri, sampai kateterisasi atau angiografi.
Namun dengan kemajuan teknik ekokardiografi, prosedur angiografi yang invasif cenderung
berkurang.
Penyebab
Penyebab kelainan jantung bawaan sebagian besar (90%) tidak diketahui. Faktor lingkungan
seperti: ibu merokok, minum obat di luar resep dokter, infeksi waktu hamil dikatakan memegang
peranan 3%. Sisanya 7% karena turunan. Karena penyebabnya sebagian besar belum diketahui
dan faktor turunan hanya 7%, kemungkinan untuk melahirkan anak dengan kelainan jantung
bawaan relatif kecil.
Kebanyakan ahli menduga timbulnya PJB pada bayi-bayi baru lahir disebabkan oleh gabungan
beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi virus TORCH pada saat kehamilan, penyakit gula
pada saat kehamilan, kebiasaan merokok, konsumsi obat tertentu seperti asam retinoat untuk
pengobatan jerawat, alkohol, dan faktor genetik atau keturunan.
Infeksi TORCH (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex) adalah
sekelompok infeksi yang dapat ditularkan dari wanita hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang
terinfeksi TORCH berisiko tinggi menularkan kepada janinnya yang bisa menyebabkan cacat
bawaan atau PJB. Dugaan terhadap infeksi TORCH baru bisa dibuktikan dengan melakukan
pemeriksaan darah atau skrining. Jika hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif, selanjutjnya
disarankan pemeriksaan diagnostik berupa pengambilan sedikit cairan ketuban untuk diperiksa di
laboratorium
Faktor keturunan dapat dilihat apabila saudara kandung atau orang tua dari bayi yang menderita
5. PJB juga memiliki kelainan yang sama. Riset menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki
kelainan jantung lebih berisiko memiliki anak yang berkelainan jantung pula. Kelainan juga
dapat disebabkan gangguan perkembangan jantung pada janin karena infeksi seperti rubella dan
toksoplasma, obat-obatan, alkohol dan zat-zat beracun yang dikonsumsi ibunya. Kelainan gen
seperti sindrom Down dan Turner juga berkorelasi dengan kelainan jantung bawaan.
Pencegahan
- Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan. Dengan
kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara dini.
- Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah harus dikontrol
dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit
dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom , penyakit jantung dalam
keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
- Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan ultrasonografi
(USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan saat dilakukannya USG, beratnya kelainan
jantung dan juga kemampuan dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat
terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih dari
20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka penting untuk
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran
jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.
- Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi virus
TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum merencanakan
kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH adalah hal yang rutin
dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan
oleh karena pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili
(campak) dan rubella selama hamil.
- Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa obat
diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan obat dan antibiotika bisa
mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya. Penggunaan obat dan
antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama
pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang
tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan,
dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan
janinnya
- Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan
- Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di
sekitarnya.
6. - Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat -
zat racun dari karbon dioksida.