1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Situasi sosial politik di suatu negara baik yang positif maupun negatif,
tidaklah bisa dilepaskan dari pengaruh berbagai gejolak yang terjadi di tingkat
global ditentukan oleh citra diri dan identitas bangsa itu sendiri yang mana
masing-masing bangsa di dunia sudah pasti memiliki citra diri dan identitas
masing-masing sehingga setiap pengaruh global yang diterima setiap bangsa dan
negarapun akan berbeda.
Era globalisasi yang diboncengi neolibralisme dan modernisasi menuju
diiringi revolusi IPTEK. Dimana manusia akan terus akan mengalami revolusi tour
ti (technologi,telekomunication,transportation,tourism)yang memiliki globalizing
force yang dominan sehingga batas antar daerah dan antar negara semakin kabul,
yang mengakibatkan dunia tanpa batas yang menganut aliran kebebasan,
kebebasan nerkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
berkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekpresi. Seperti
contoh bila kita duduk di satu kursi dan berkomunikasi dengan orang di tempat
yang paling jauh ditempat diluar sana, maka kemajuan tehnologi informasi dan
telekomonikasi mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak
langsung dapat mempengaruhi tantangan budaya masyarakat khususnya
Indonesia.
Hal ini sangatlah berbahaya bila kita tidak memfilter serta membedakan
mana budaya asing yang dapat diserap dan mana yang tidak. Jika kita melihat
kondisi riil masyaratIndonesia sekarang ini, ternyata daya serap masyarakat
terhadap budaya global lebih cepat dibanding daya serapnya terhadap budaya
lokal. Bukti nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain dapat disaksikan dari
gaya berpakaian, dan gaya berbahasa masyarakat Indonesia, khususnya generasi
muda yang sudah berubah yang kesemuanya itu diperoleh karena kemajuan
tehnologi iformatika dan komunikasi khususnya pada media masa. Globalisasi
media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah,
koran, buku, film, VCD, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan
berdampak pada budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia.
2. B. Identifikasi Masalah
Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam
bidang kebudayaan., misalnya hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu
negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunya rasa nasionalisme dan
patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong-royong, kehilangan
kepercayaan diri, gaya hidup kebarat-baratan. Dan masalah terhadap eksistensi
terhadap kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa
cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa, maka kita sebagai
generasi muda patut untuk menyeleksi mana yang baik dan benar guna untuk masa
depan.
C. Rumusan Masalah
1. apa pengaruh globalisasi media terhadap kebudayaan dan perilaku masyarakat ?
2. tindakan apa yang dapat mempengaruhi eksistensi kebudayaan di era globalisasi
ini ?
3. bagaimana cara mengatasi dampak negatif globalisasi tersebut ?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah
2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjujung tinggi kebudayaan
bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa.
3. Mengembangkan potensi afektif bangsa Indonesia sebagai warga negara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan bangsa Indonesia agar selektif untuk memilah
budaya yang masuk serta membedakan mana yang baik dan benar.
5. Para generasi muda agar tidak menganggap remeh dan tidak bersikap negatif
terhadap kebudayaan yang masuk.
6. Untuk meningkatkan kedisiplinan dalam mengembangkan budaya sendiri.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagaimana globalisasi berpengaruh pada eksistensi
budaya deareh
2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses globalisasi pada
aspek kebudayaan
3. Memberikan informasi penjelasan tentang dampak globalisasi
4. Menjelaskan kepada masyarakat tentang definisi serta pengertian globalisasi
3. BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Globalisasi
Menurut asala katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang
maknanyauniversal. Achmad Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu
proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap
individulisasi di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki
definisi yang mapan, kecuali defini kerja, sehingga bergantung dari sisi mana
orang melihatnya. Ada yang memandang sebagai suatu proses sosial, atau proses
sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di
dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru
atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,
ekonomi, dan budaya masyarakat.
Di sisi lain ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang
diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi
tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutkhir. Negara-negara
yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara
kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi
cenderung berpengerah besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore
Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada
tahun 1985.
1. Ciri-Ciri Globalisasi
a. Perubahan dalam konstatin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang dan
telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukan bahwa komunikasi
global terjadi demikian cepatnya. Sementara melalui pergerakan massa semacam
turrisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi
semacam World Trade Organization (WTO)
c. Peningkatan interaksi kultura melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini,
kita dapat mengkonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai
4. hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion,
litteratur, dan makanan.
d. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
2. Dampak Globalisasi
1. Dampak positif
a. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
b. Mudah melakukan komunikasi
c. Cepat dalam berpergian (mobilitas tinggi)
d. Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
e. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
f. Mudah memenuhi kebutuhan
2. Dampak negatif
a. Informasi yang tidak tersaring
b. Perilaku konsumtif
c. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
B. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata budh – budhi – budhaya yang dalam bahasa
sansekerta yang berarti akal, sehingga kebudayaan diarikan sebagai hasil
pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan
berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupkan unsur rohani
dalam kebudayaan, sedangkan daya berati perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur
jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar
manusia (supartono, 2001; prasetya, 1998)
1. Definisi kebudayaan menurut sarjana-sarjana ilmu sosial :
a. E. B Tylor menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks
yang didalamnya meliputi pengetahuan, kepercyaan, seni, kesusilaan, adat istiadat
, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang mempelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
b. R. Linton menyatakan bahwa kebudayaan adalah merupakan konfigurasi dari
tingkah laku yang dipelajari dan hasil dari tingkah laku itu yang unsur-unsur
pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu.
5. c. Herkovits menyatakan bahwa kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup
yang diciptakan oleh manusia.
d. Krober dan Kluckhon, menyatakan bahwa kebudayaan adalah pola, eksplisit dan
implict, tentang untuk perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui simbol -
simbol, yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk perwujudannya dalam
benda-benda budaya.
e. Ki Hajar Dewantara, menyatakan bahwa kebudayaan adalah buah dari manusia,
yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, alam dan
jaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di alam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.
f. Soedjatmoko, mengemukakan kebudayaan adalah penjelmaan manusia dalam
penghadapannya dengan waktu, peluang dan pilihan, kesinambungan dan
perubahan, serta sejarah (Soedjatmoko 1985)
g. Koentjaraningrat, menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan
dari hasil budi pekertinya (Supartono,2001;Keesing, 1992)
6. BAB III
PEMBAHASAN
A. Dampak Globalisasi Media Terhadap Budaya dan Perilaku Masyarakat
Bertolak dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran
khayalaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada masa yang
akan datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa
yang tak terelakan lagi.
Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature terjadi,
sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor.
Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah
diterka. Pada titik - titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar
negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kehawatiran besar terasakan
benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai – nilai luhur
dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adlah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi
Indonesia seperti : Bazaar ,Cosmopolitan ,Spice,FHM, (for Him Magazine) ,Good
Housekeeping ,Trax, dan sebagainya. Begitu juga membanjirnya program
tayangan dan produk tanpa dapat dibendung.Sehingga bagaimana bagi negara
berkembang seperti Indonesia menyikapi penomena traspormasi media terhadap
prilaku masyarakat dan budaya lokal,karena globalisasi media dengan segala yang
dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku film, vcd, HP, dan
kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Saat ini masyarakat sedang mengalami serbuan yang hebat dari berbagai
produk poernografi berupa tabloitd, majalah, buku bacaan di media cetak,
televisi, rasio, dan terutama adalah peredaran bebas VCD.Baik yang datang dari
uar negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pernografi bukan
barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang.
Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai ”surga pornografi”
karena sangat mudahnya mendapat produk-produk pornografi dan harganya pun
murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan
oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab, untuk menerbitkan
produk-produk pornografi. Mereka menganggap pers mempunyai
kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga Negara dan tidak dikenakan
penyensoran dan pembredelan. Padahal dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang pers
7. No 40 tahun 1999itu sendiri, mencantumkan bahwa: ”pers berkewajiban
memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan
rasa kesusilaan masyarakat”.
Dalam media audio visualpun ada Undang-Undang yang secara spesifik
mengatur pornografi yaitu Undang-undang perfilman dan Undang-undang
Penyiaran. Dalam Undang-undang perflman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa :
”setiap film dan reklame film yang akan diedarkan atau dipertujuklkan di
Indonesia, wajib sensor terlebih dahulu”. Pasal 19 dari UU ini menyatakan bahwa
: ”LSF (Lembaga Sensor Film)harus menolak sebuah film yang menonjolkan
adegan seks lebih dari 50 % jam tayang”. Dalam UU Penyiaran pasal 36 ayat
6 dinyatakan bahwa: ” isi siaran televisi dan radio dilarang menonjolkan unsur
cabul (ayat 5) dan dilarang merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan
nilai-nilai agama dan martabat manusia Indonesia ”.
Menurut Afdjani (2007 bahwa: Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah
membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup
masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan kian terjangkau, masyarakat
menerima berbagai informasi tenteng peradaban baru yang datang dari seluruh
penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga degara mampu menilai
sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya banjir
informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari
sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi dimana
sekarang wanita–wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari
Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim,yang kemudian ditiru
habis-habisan.
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau di tempat publik sangat
mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim dan mengumbar
aurat.Dimana budaya itu sangat bertentangan dengan dengan norma yang ada di
Indonesia.Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini.
Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang
Indonesia.
Di sini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat
perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu
melarang berbagai sepak terjang masyarakat yabg berperilaku yang tidak
semestinya. Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyarankan
agar televisi tidak merayakan goyang erotis denga puser atau perut kelihatan.
Ternyata dampaknya cukup terasa, banyak televisi yang tidak menayangkan artis
yang berpakaian minim
8. B. Tindakan yang Mendorong Timbulnya Globalisasi Kebudayaan
Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada
pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat
dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995)
dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural Policy And The Permorming Arts in South-
East Asia’, mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara
efektif mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisiona, baik melalui
campur tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan
tidak ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakn kultural atau
konteks kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah
laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, dimana
banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar
sesuai dengan tuntutan pembangunan.
Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat sendiri menjadi hambar
dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat
pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek
pembangunan dan diminta ntuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol -simbol
pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan
pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai
seni yang mendalam dan bukan hanya sekedar dijadikan model saja dalam
pembangunan.
Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai
ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena
itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung
oleh model-model pembangunan yang cnderung lebih modern dan rasional.
Sebagai contoh dari permasalah ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli
daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan
disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan
kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut
mengatur secara normatif, sehingga kesenian betawi tersebut tidak lagi terlihat
keasliannya dan cenderung membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang
tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian
rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah
sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut
campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini
membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari
keterlibatan pemerintah dan bag para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yan
sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas)
yang -diinginkan para seniman rakyat terebut. Oleh karena itupemerintah harus
menjalankan dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi
9. keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus
merubah dan menyesuaikan dengan kebijakanik-kebijakan politik. Globalisasi
informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium beru seperti saat ini
adalah sesuatu yang tak dapat diletakkan. Kita harus beradaptasi dengannya
karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi
komunikasi sebagai salah satu produk dari modernisasi bermanfaat besar
bagiteriptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata.
C. Antisipasi Strategis Menanggulangi Dampak Negatif Globalisasi
Budaya
Ketidakpastian tradisi dalam menghadapi kekuatan-kekuatan di luar
dirinya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Upaya-upaya pembakuan dan
modernisasi yang mengarah pada proses pembunuhan tradisi harus dilawan,
karena itu berarti pelenyapan atas sumber lokal yang diawali dengan krisis
identitas lokal.
Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk didalamnya
penghargaan nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan
dan cinta tanah air yang dirasakan semakin memudar dapat disebabkan oleh
beberapa faktor.Dalam kenyataannya didalam struktur masyarakat terjadi
ketimpangan sosial, baik dilihat dari status maupun tingkat pendapatan.
Kesenjangan sosial yang semakin melebar itu menyebabkan orang kehilangan
harga diri. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit
dicernakan sementara itu budaya global lebih mudah merasuk.
Dalam kasus Globalisasi Media, sekarang di Indonesia bermunculan
lembaga-lembaga media watch yang keras sebai pers sebagai jawaban terhadap
kian maraknya terhadap penerbitan yang tidak memperhitungkan masalah etika
dan kode etik. Dimana melalui media massapun, kita dapat membangun media
publik, karena media mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat. Misalnya
melalui pemberitaan tentang dampak negatif pornografi. Komentar para ahli dan
tokoh-tokoh masyarakat yang anti pornogrfi dan anti media pornografi serta
tulisan-tulisan, gambar dan surat pembaca yang berisikan realitas yang
dihadapi masyarakat dengan maraknya pornografi, maka media dapat dengan
cepat mengkontruksikan masyarakat secara luas karena jangkauannya jauh.
Dalam masyarakat terutama di daerah pedesaan , dikenal adanya opinion
leader atau pembuka pendapat atau tokoh masyarakat. Mereka mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak laku dalam cita-cita
tertentu. Menurut Rogers (1983): ”pemuka pendapat memainkan peranan penting
dalam penyebaran informasi. Melalui hubungan sosial yang intim, para pemuka
pendapat berperan menyampaikan pesan-pesan, ide-ide dan informasi-informasi
baru kepada masyarakat”. Melalui pemuka pendapat seperti tokoh agama,
10. sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan tentang bahaya media pornografi dapat
disampaikan.
Tapi yang lebih penting lagi adalah ketegasan Pemerintah dalam
menerapkan hukum baik Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perfilman dan
Undang-Undang Penyiaran secara tegas dan konsisten disamping tentu saja
partisipasi dari masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari
globalisasi media yang kalau dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini.
Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya dalam menghadapi globalisasi
budaya adalah nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus dimatikan,
tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang
dibawa globalisasi. Dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi
manusia, lingkungan hidup menjadi agenda pembangunan di setiap negara. Isu-isu
tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi dari filosofi lokal yang dimiliki
Indonesia, misalnya di Bali yang dikenal dengan ”Tri Hita Karana”, yang
mengajarkan pada masyarakat Bali, bagaimana harus bersikap dan berperilaku
yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan
hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan hidup.
Oleh karena itu globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi
dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan
lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam
pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat
dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib dan
sepenanggungan diantara warga sehingga perlu dilakukan revitalisasi budaya
daerah dan perkuatan budaya daerah.
11. BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang
negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia. Norma-norma yang terkandung dalam
kebudayaan bengsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan
teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah
menimbulkan isu mengenai globalisasi dari pada akhrnya menimbulkan nilai baru
tentang kesatuan dunia. Radha Krishnan dalam bukunya Eastern Religion and
Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat
manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka
atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak ada lagi peradaban. Atau
dengan kata lain kebudayaan asing. Apabila timur dan barat bersatu, masihkah
ada ciri khas kebudayaan kita? Oleh karen itu perlu dipertahankan aspek sosial
budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan
budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa.
B. Saran-Saran
Dari hasil pembahasan di atas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk
mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu :
1. Pemerintah perlu mengkaji ulang peraturan-peraturan yang dapat menyebabkan
pergeseran budaya bangsa
2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing
khususnya dan budaya bangsa pada umumnya
3. Para pelaku media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita,
hiburan dan informasi yang diberikn agar tidak menimbulkan pergeseran budaya
4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga
budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negatif
5. Masyarakat harus berhati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru,
sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada
kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita