Dokumen tersebut membahas tentang inflasi di Indonesia periode 1998-2009, termasuk penyebab-penyebab inflasi, dampaknya terhadap perekonomian, serta tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor seperti harga BBM, suku bunga investasi, dan jumlah uang beredar terhadap inflasi dan dampak inflasi terhadap PDB Indonesia.
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
proposal moneter
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis moneter yang melanda negara-negara anggota ASEAN telah
memporakporandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut.
Bahkan bagi Indonesia, akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian
berlanjut pada krisis ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan
yang cukup signifikan terhadap sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis
moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara
tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika),
akibat adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath),
salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang
yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor
ini, menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri
meningkat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama
pada barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi. Karena
gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang pendek bahkan
cenderung berlarut-larut, menyebabkan kenaikan tingkat harga terjadi secara
umum dan semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka inflasi nasional melonjak
cukup tajam. Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi nasional
yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal
1
2. masyarakat telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot.
Begitupun pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat
yang mengakibatkan Indonesia kembali masuk dalam golongan negara
miskin. Hal ini telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup
masyarakat, khususnya pada masyarakat strata ekonomi bawah. Jika
melihat begitu dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi di Indonesia
(akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional, maka
dirasa perlu untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi
ini dengan cara mencermati kembali teori-teori yang membahas tentang
inflasi; faktor-faktor yang menjadi sumber penyebab timbulnya inflasi di
Indonesia; serta langkah-langkah apakah yang sebaiknya diambil untuk
dapat keluar dari perangkap inflasi ini.
Tingkat inflasi selama tahun 1998/1999 mencapai 77,63%.
Meningkatnya tekanan harga terutama berasal dari sisi penawaran
sebagai akibat depresiasi rupiah yang sangat tajam pada tahun
1997/1998. Tiga tahun terakhir laju inflasi : 6,60% (2006), 6,59% (2007)
dan naik 5,01% menjadi 11,6% pada tahun 2008. (Laporan Tahunan BI,
1996 – 2007 dan BI 2008).
2
3. TABEL 1.1
Laju inflasi selama periode 1998– 2008
Secara umum penyebab inflasi di Indonesia terjadi karena adanya
tekanan dari sisi permintaan (Demand Pull Inflation) maupun dari sisi
4. penawaran (Cost Push Inflation). Dari sisi permintaan Menurut teori
moneter, ekses permintaan ini disebabkan terlalu banyaknya uang beredar
(M1) di masyarakat, sedangkan jumlah barang di pasar sedikit.
Peningkatan permintaan agregat domestik bisa disebabkan oleh berbagai
faktor, misalnya oleh moneter perbankan dalam bentuk ekspansi kredit
atau penurunan suku bunga pinjaman dan deposito. Sedangkan dari sisi
penawaran yaitu biaya produksi selain itu ongkos tenaga kerja juga sering
menjadi salah satu penyebab utama CPI, misalnya kenaikan UMR di
3
5. semua propinsi.
Selain itu inflasi juga terjadi karena tekanan dari luar yaitu
depresiasi nilai rupiah dan juga karena harga barang luar negeri (Imported
Inflation). Perilaku harga cenderung mudah meningkat karena pengaruh
melemahnya nilai tukar rupiah dimana harga cenderung sulit untuk turun
apabila nilai tukar rupiah menguat. Dari sisi lain, inflasi juga terjadi karena
adanya output gap berupa perbedaan output potensial dengan output
aktualnya. Selain itu laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya
seperti meningkatnya kegiatan ekonomi yang mendorong peningkatan
permintaan agregat yang tidak diimbangi dengan meningkatnya
penawaran agregat karena adanya kendala struktural perekonomian.
Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan juga ikut
mempengaruhi kenaikan harga barang dan jasa seperti BBM, listrik, air
minum dan rokok serta menaikkan upah minimum tenaga kerja swasta
dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK.
Sementara itu laju inflasi juga tidak lepas dari pengaruh ekspektasi
inflasi oleh produsen dan pedagang serta konsumen. Tingginya ekspektasi
inflasi pada produsen dan pedagang dipengaruhi oleh tingginya inflasi
tahun sebelumnya sedangkan ekspektasi para konsumen terutama
dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan harga barang-barang yang
dikendalikan oleh pemerintah dan ekspektasi nilai tukar rupiah.
Dampak inflasi terhadap perekonomian dapat berupa dampak yang
positif dan negatif. Pertama, Inflasi akan menyebabkan turunnya
4
6. pendapatan riil masyarakat yang memiliki pendapatan tetap. Karena
dengan penghasilan yang relatif tetap, mereka tidak dapat menyesuaikan
pendapatannya dengan kenaikan harga yang disebabkan karena inflasi.
Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki penghasilan yang dinamis
(pedagang dan pengusaha misalnya), seringkali mendapat manfaat dari
adanya kenaikan harga tersebut, dengan cara menyesuaikan harga jual
produknya. Dengan demikian pendapatan yang mereka peroleh secara
otomatis akan tersesuaikan, dan tidak jarang dengan persentase yang
lebih besar. Didalam penjelasannya, Nopirin (2000), menyebut dampak
pertama ini dengan sebutan efek terhadap pendapatan (Equity Effect).
Kedua, inflasi dapat menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan
masyarakat yang berbentuk kas, dengan kata lain nilai tukar kas tersebut
menjadi lebih kecil, karena secara nominal harus menghadapi harga
komoditi per satuan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Sebaliknya,
mereka yang banyak memiliki kekayaan dalam bentuk aktiva tetap/aset
non-likuid (golongan menengah ke atas), justru diuntungkan dengan
kenaikan harga tersebut (Kesumajaya, 1993). Dengan demikian inflasi
akan membuat jurang kesenjangan yang semakin lebar.
Ketiga, Inflasi dapat menurunkan nilai tabungan masyarakat,
sehingga masyarakat akan cenderung memilih menginvestasikan dananya
dalam aktiva yang lebih baik. Dengan kecenderungan ini, dunia perbankan
akan mengalami kesulitan likuiditas, dan sebagai salah satu sumber
perolehan dana bagi sektor riil, hal ini tentu tidak menguntungkan.
5
7. Keempat, Inflasi akan menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi terhambat. Sebagai contoh, di sektor pedagangan luar
negeri komoditi ekspor Indonesia menjadi kurang dapat bersaing dengan
komoditi sejenis di pasar dunia. Dengan kata lain, kemerosotan produksi
akan terjadi, baik untuk produk yang berorientasi ekspor maupun produk
untuk pasar domestik. Bahan Kuliah Ekonomi Moneter – Aris B. Setyawan
67. Hal ini sangat berbahaya karena dapat memicu meningkatnya
pengangguran di suatu negara (Khalwaty, 2000), dan juga (Korteweg,
1973).
Di sisi kurs valuta asing, Rupiah akan semakin terdepresiasi
terhadap mata uang asing, yang pada gilirannya akan menimbulkan
masalah lain yang tidak kalah seriusnya, seperti membengkaknya
kewajiban Pemerintah terhadap kreditur luar negeri. Menurut Harvey
(1988) inflasi akan mempengaruhi kinerja perdagangan suatu negara yang
tercermin dalam neraca perdagangannya. Terakhir, inflasi yang tidak
terkendali dapat mendorong terjadinya capital outflow ke luar negeri.
Pemilik modal akan lebih memilih menginvestasikan dananya di negara
yang lebih menguntungkan. Begitu pula akan terjadi relokasi sektor
manufaktur / riil ke negara yang memiliki cost production yang lebih
rendah.
Dari pembahasan diatas kita dapat mengetahui bahwa ternyata
inflasi sangat berdampak pada perekonomian khususnya terhadap PDB
suatu negara sehingga menjadi penting untuk diangkat oleh penulis
6
35. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini pada intinya menyajikan tinjauan ulang literatur terkait dengan
beberapa kajian/landasan teoritis, studi empiris terkait sebelumnya atau yang
relevan dengan masalah pokok dan metode analisis penelitian, kerangka
konseptual penelitian, dan hipotesis penelitian
2.1 Beberapa kajian/landasan teoritis
2.1.1 Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat
secara umum dan terus menerus. Inflasi juga diartikan sebagai
kecenderungan naiknya harga secara umum dan terus menerus, dalam
waktu dan tempat tertentu (Korteweg, 1973; Ackley, 1978; Nopirin, 1997;
serta Boediono, 2001 dalam Setiawan,2005.). Keberadaannya sering
diartikan sebagai salah satu masalah utama dalam perekonomian negara,
selain pengangguran dan ketidakseimbangan neraca pembayaran.
Namun demikian, meskipun menjadi salah satu masalah besar
dalam perekonomian, sebagian ahli sepakat bahwa dampak positif inflasi
akan maksimal dengan tingkat inflasi yang agak rendah, berkisar antara
5% - 6% per tahun (Glassburner, Chandra, 1981). Dengan kata lain,
tingkat inflasi yang kurang atau lebih dari angka tersebut, akan memiliki
kecenderungan memberi dampak negatif bagi perekonomian.
8
36. Timbulnya inflasi dapat dikarenakan oleh beberapa hal. Menurut
Soediyono (2000), dari sebab-musababnya inlflasi dapat timbul karena
adanya peningkatan permintaan masyarakat (demand pull inflation),
karena desakan naiknya biaya produksi (cost push inflation), serta karena
keduanya (mixed inflation).
Dengan pendapat yang sedikit berbeda, Nopirin (1997)
berpendapat bahwa karena inflasi merupakan proses kenaikan harga-
harga umum, dimana harga umum ditentukan oleh permintaan dan
penawaran agregat, maka inflasi dapat disebabkan oleh perubahan
permintaan dan atau penawaran agregat. Oleh karena itu, pengendalian
inflasi dapat dilakukan melalui dua variabel tersebut. Sementara itu,
menurut Boediono
(2001) inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada
atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.
dilihat dari asalnya, inflasi dapat timbul dari aktivitas ekonomi dalam
negeri (domestic inflation) dan dapat pula karena pengaruh komoditi impor
(Imported Inflation).
2.1.2. Teori Inflasi Klasik
Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh
jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai
9
37. uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang
bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang akan
merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut Klasik, inflasi
berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit
dibandingkan dengan volume transaksi maka obatnya adalah membatasi
jumlah uang beredar dan kredit. Pendapat Klasik tersebut lebih jauh dapat
dirumuskan sebagai berikut :
inflasi = f(jumlah uang beredar, kredit)
Model Inflasi Statis Klasik
Misalkan dalam model klasik pertumbuhan penduduk dan kemajuan
teknologi tidak ada sehingga pertumbuhan stok uang naik secara konstan
sebesar θ pada periode [t], yaitu :
Δln(Mt) = θ
Netralitas uang dalam model klasik menyatakan bahwa tingkat harga [Pt]
juga naik sebesar pertumbuhan stok uang [θ]. Penyelesaian model klasik
akan menghasilkan tingkat bunga nominal [R], di mana tingkat bunga
nominal merupakan fungsi dari output agregat ditambah tingkat inflasi,
yaitu :
Rt = Ω(yt) + πt
Substitusi ke model LM untuk mendapatkan solusi Rt dan Pt.Mt ditentukan
oleh otoritas moneter dan yt konstan pada y* karena skedul inelastic
sempurna atau vertical. Keseimbangan pada kondisi steady-state
10
38. dapat dijelaskan dengan tiga cara seperti pada gambar. Pertama, output
agregat pada steady-state adalah sebesar y*. Kedua, nilai y, R, , dan
M/P juga konstan pada waktu tak terhingga karena tingkat harga umum
atau inflasi naik secara konstan. Ketiga, nilai π harus sama
dengan nilai dan untuk M/P juga konstan
sebesar θ.
R
M/P
R
r IS :
y* y
Konsekuensinya, keseimbangan pada kondisi steady-state adalah
atau pertumbuhan output
agregat tidak ada. Nilai Rt ditentukan oleh perpotongan skedul
IS, yaitu dan y = y*, sehingga peranan dari skedul LM hanya menentukan
saldo kas riil [M/P] pada tingkat y dan R tertentu. Oleh sebab itu, tingkat
pertumbuhan P adalah konstan sebesar θ pada keseimbangan steady-
state. Dengan kata lain, inflasi steady-state menjelaskan pertumbuhan
harga – harga atau inflasi sama dengan pertumbuhan stok uang nominal
sehingga variable ekonomi riil tidak berubah.
11
39. 2. 1.3 Teori Inflasi Keynes
Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada
tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak
berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu
perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang
tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik.
Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang
untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini
akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan akan
melunakkan tekanan inflasi.
Analisa Keynes mengenai inflasi permintaan dirumuskan
berdasarkan konsep inflationary gap. Menurut Keynes, inflasi permintaan
yang benar-benar penting adalah yang ditimbulkan oleh pengeluran
pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peperangan, program
investasi yang besar-besaran dalam kapital sosial. Dengan demikian
pemikiran Keynes tentang inflasi dapat dirumuskan menjadi :
Inflasi = f(jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, suku bunga,
investasi)
2.1.4. Teori Inflasi Moneterisme
12
40. Teori ini berpendapat bahwa, inflasi disebabkan oleh kebijaksanaan
moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di
masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat
akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di
sektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan
cara menahan dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui
kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol
terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai
tukar valuta asing. Sehingga teori inflasi menurut Moneterisme dapat
dinotasikan sebagai berikut :
Inflasi = f(kebijakan moneter ekspansif, kebijakan fiskal ekspansif)
2 .1.5 Teori Ekspektasi
Menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi
laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional.
Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan
dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional
adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan
informasi yang ada. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat
dinotasikan menjadi :
Inflasi = f(ekspektasi adaftif,ekspektasi rasional)
13
41. 2.1.6 Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang
Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang,
menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena
moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push
inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara
berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga,
goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal
panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat,
bencana alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan
hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade, utang luar
negeri, dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar
domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau
kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering
disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama
terjadi dalam tiga hal, yaitu (1). Supply dari sektor pertanian (pangan)
tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor
pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang
sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor pertanian
domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya. (2).
Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan
14
42. ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan
cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor
barang-barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang
sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas
pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang
dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari
lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju
pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan
permintaan.(3). Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan
oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk
membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja,
sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar
negeri ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan
uang (printing of money). Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat
memperparah inflasi di negara berkembang dalam jangka panjang, oleh
karenanya fenomena inflasi di negara - negara yang sedang berkembang
kadangkala menjadi suatu fenomena jangka panjang yang tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum
monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari
ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada
struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini
adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan
15
43. dari supply side atau produksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist,
uang merupakan salah satu faktor penentu investasi dan produksi. Bila
jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga
uang (suku bunga) akan murah, maka volume investasi akan meningkat.
Dengan meningkatnya volume investasi, volume produksi juga akan
meningkat. Sehingga penawaran barang meningkat, yang pada gilirannya
akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini,
timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan
jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya
menekan inflasi. Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga
komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara
berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal
ini disebabkan antara lain oleh harga barang - barang impor yang
meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi
mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari penelitian M.N.
Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap
pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang
impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir,
maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di
dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat
kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk
dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang
impor tersebut terhadap inflasi domestik.
16
44. 2.2 Jenis Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis dalam pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan
dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai.
Jenis inflasi :
Menurut Derajatnya
Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)
Inflasi sedang 10% - 30%.
Inflasi tinggi 30% - 100%.
Hyperinflasion di atas 100%.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak
dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian
di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa
bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang
menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.
Menurut Penyebabnya
Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu
kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-
komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull)
kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess
demand , yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis
ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan
peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih
17
45. belum mencapai kondisi full-employment. Pengertian kenaikkan
aggregate demand seringkali ditafsirkan berbeda oleh para ahli ekonomi.
Golongan moneterist menganggap aggregate demand mengalami
kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Sedangkan, menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand
dapat disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi; investasi;
government expenditures; atau net export, walaupun tidak terjadi ekspansi
jumlah uang beredar.
Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya
aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan
aggregate supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga
faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri) di pasar faktor produksi,sehingga menyebabkan kenaikkan
harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation
kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.
Menurut Asalnya
Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh
kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor
moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.
Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya
kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang
memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).
Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem
18
46. perekonomian terbuka (open economy system). Inflasi ini dapat ‘menular’
baik melalui harga barang - barang impor maupun harga barang - barang
ekspor. Terlepas dari pengelompokan - pengelompokan tersebut, pada
kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak
boleh dikatakan tidak ada) yang disebabkan oleh satu macam / jenis
inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini
dikarenakan tidak ada faktor - faktor ekonomi maupun pelaku-pelaku
ekonomi yang benar - benar memiliki hubungan yang independen dalam
suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation seringkali
diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demand
pull inflation, dsb.
2.3 Sumber-sumber Inflasi di Indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi
penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu :
2.3.1 Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar
adalah faktor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di
setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang
beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money
( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan, bahwa uang kuasi
hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan. Sejak tahun 1976
presentase uang kartal yang beredar (48,7%) lebih kecil dari pada
19
47. presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%). Sehingga,
mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter
Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses
pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya
monetisasi dalam kegiatan perekonomian subsistence, akibatnya
memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang
dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan laju pertumbuhan rata-
rata jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980- 1992
relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina). Kenaikkan jumlah uang beredar
di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih
disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran
belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari
kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sektor keuangan (terutama dalam
hal penurunan reserve requirement).
Pengukuran Uang dan Pasar Uang
Definisi dari uang yang diterima sebagai alat pembayaran barang dan jasa
menjelaskan bahwa uang didefinisikan oleh perilaku individu masyarakat
dalam memegang uang. Bank sentral sebagai otoritas yang bertanggung
jawab untuk mengukur penawaran uang dalam bentuk agregasi moneter
(monetary aggregate). Ukuran uang dalam arti sempit adalah :
M1 = M0 + TC + DD + CD
20
48. Di mana :
M0 = mata uang kertas dan logam
TC = traveler check
DD = demand deposit
CD = checkable deposit
Asset ini merupakan uang karena dapat digunakan sebagai alat tukar
secara langsung. Ukuran uang dalam arti lebih luas (broad money) adalah
:
M2 = M1 + TDSD + SD + MMD +
MMMFNI
Di
mana :
TDSD = deposit berjangka denominasi kecil
SD = tabungan deposit
MMD = deposit pasar uang
MMMFNI
= reksa dana pasar uang
nonkelembagaan
Asset ini secara ekstrim sangat likuid karena dapat ditukarkan dalam
bentuk tunai dengan cepat dan biaya yang kecil. Ukuran uang dalam arti
paling luas (high-powered money) adalah :
M3 = M2 + TDBD + MMMFI + REPOS + ED
Di mana :
TDBD = deposito berjangka dalam denominasi besar
MMMFI = reksa dana pasar uang kelembagaan
REPOS = pembelian kembali
ED = eurodollar
21
49. 2.3.2 Administrated Goods
Kedua, administrated goods adalah barang-barang yang harganya
diatur dan ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun pengaruhnya secara
langsung sangat kecil dalam mempengaruhi tingkat inflasi, tetapi secara
situasional dan tidak langsung pengaruhnya dapat menjadi signifikan. Dan
yang paling bepegaruh tehadap inflasi adalah penetapan harga BBM
apabila terjadi kenaikan BBM, maka bukan saja harga BBM yang naik,
harga barang atau tarif jasa yang terkait dengan BBM juga akan ikut
dinaikan oleh masyarakat. Akibatnya, dapat memperberat tekanan inflasi.
2.3.3 Interest Rate
Keempat, interest rate juga merupakan faktor penting yang
menyumbang angka inflasi di Indonesia. Memang pada awalnya
merupakan hal yang cukup membingungkan dalam menentukan manakah
yang menjadi independent variable atau dependent, antara inflasi dan
suku bunga. Tetapi, bila ditilik dari sisi biaya produksi dan investasi (sisi
penawaran), maka jelaslah bahwa suku bunga dapat dikatagorikan dalam
komponen biaya-biaya tersebut. Dengan relatif tingginya tingkat suku
bunga perbankan di Indonesia, menyebabkan biaya produksi dan
investasi di Indonesia, yang dibiayai melalui kredit perbankan, akan tinggi
juga. Jadi, apabila tingkat suku bunga meningkat, maka biaya produksi
akan meningkat, selanjutnya akan meningkatkan pula harga output di
22
50. pasar, akibatnya terjadi tekanan inflasi. Akhirnya, relasi antara tingkat suku
bunga dan inflasi ini bisa menjadi interest rate-price spiral.
Tingkat Bunga Nominal dan Riil
Persamaan Fisher menjelaskan bahwa tingkat bunga nominal adalah
tingkat bunga riil ditambah ekspektasi inflasi, yaitu :
Di mana :
r = tingkat bunga riil
R = tingkat bunga nominal
= tingkat ekspektasi inflasi
misalkan tingkat bunga nominal 8 persen dan ekspektasi inflasi 10
persen maka tingkat bunga riil adalah negative 2 persen. Artinya tingkat
bunga yang diterima dalam bentuk barang dan jasa riil adalah negative 2
persen. Dari contoh ini dapat dinyatakan bahwa ketika tingkat bunga riil
rendah, maka insentif untuk meminjam tinggi dan insentif untuk member
pinjaman rendah. Perbedaan tingkat bunga riil dan tingkat bunga nominal
penting karena tingkat bunga riil menjelaskan biaya riil dari pinjaman dan
merupakan indicator penting untuk insentif meminjam dan member
pinjaman. Sejalan dengan pengertian tingkat bunga riil maka tingkat
bunga nominal merupakan ukuran dari pertumbuhan uang. Obligasi di
mana pembayaran tingkat kupon dan pokok utang disesuaikan dengan
23
51. perubahan tingkat inflasi disebut obligasi berindeks (indexed bonds).
2.4 Produk Domestik Bruto
Salah satu cara untuk melihat kemajuan ekonomi adalah dengan
mencermati nilai pertumbuhan PDB. Dalam kamus Ekonomi Collins (1994)
PDB adalah merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi
dalam waktu satu tahun di suatu negara tertentu tanpa membedakan
kepemilikan faktor produksi, tapi lebih memerlukan keberadaan faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi itu .
Nilai Produk Domestikl Bruto (PDB) ini dapat dihitung melalui tiga
pendekatan, yaitu: (1) Segi produksi, PDB merupakan jumlah netto atas
suatu barang dan jasa yang dihasilkan untuk unit-unit produksi dalam
suatu wilayah dan lainnya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun) , (2)
Segi Pendapatan, PDB merupakan jumlah balas jasa (pendapatan) yang
diterima oleh faktor-faktor produksi karena ikut serta dalam proses
produksi suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). (3)
Segi pengeluaran, PDB merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan
oleh rumah tangga, pemerintah dan lembaga swasta non profi, investasi
serta ekspor neto (ekspor dikurangi impor) biasanya dalam jangka waktu
tertentu (satu tahun).
Dalam penyajiannya, PDB selalu dibedakan atas dasar harga
konstan dan atas dasar harga berlaku. Adapun devenisi dari pembagian
PDB ini adalah sebagai berikut: (a) PDB atas dasar harga konstan adalah
24
52. nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan atau pengeluaran yang
dinilai atas dasar harga tetap. (b) PDB atas dasar harga berlaku adalah
nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan atau pengeluaran yang
dinilai atas harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.
Nilai PDB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi karena nilai PDB atas dasar harga konstan ini tidak
dipengaruhi oleh perubahan harga, sedangkan PDB atas dasar harga
berlaku digunakan untuk melihat besarnya perekonomian suatu daerah.
Dalam perhitungan PDB, seluruh lapangan usaha dibagi menjadi
sembilan sektor, yaitu:, Pertanian ,Pertambangan dan penggalian, Industri
pengolahan ,Listrik, gas dan air minum ,Bangunan ,Perdagangan, hotel
dan restoran ,Angkutan dan komunikasi ,Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, serta Jasa-jasa
Disamping itu, untuk mengetahui tingkat kesejahteraan atau
kemajuan suatu negara terlebih dahulu harus mengetahui sejauh mana
peningkatan pertumbuhan ekonominya dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun).
Menurut Suparmoko (1990) pertumbuhan ekonomi adalah
terjadinya peningkatan seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
suatu perekonomian dalam kurun waktu satu tahun. Pertumbuhan
ekonomi yang diukur dengan berkembangnya produksi barang dan jasa
atau pendapatan nasional sangat diperlukan karena ada dua faktor yang
25
53. sangat menentukan yaitu bertambahnya jumlah penduduk dari tahun
ketahun dan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai
hasil dari pembangunan itu sendiri, sehingga masyarakat membutuhkan
semakin banyak barang dan jasa,baik itu privat maupun barang publik.
Dalam definisi lain Simon Kuznets menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi adalah suatu kenaikan secara terus menerus pada
produk perkapita atau perpekerja yang seringkali dibarengi dengan
kenaikan jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural.
Disisi lain dia juga menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan berbagai jenis barang ekonomi kepada penduduknya.
Kemampuan ini tumbuh dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukan (Jhingan, 1994). Definisi ini
memiliki tiga komponen : pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat meningkat dan meningkatnya secara terus menerus persediaan
barang.; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan
ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam
penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan
teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian
dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh
ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
2.5 Pengaruh Inflasi Terhadap PDB.
Dalam Noprin (1993) dijelaskan ada beberapa dampak buruk yang
26
54. ditimbulkan oleh efek kenaikan inflasi diantaranya :
Memburuknya distribusi pendapatan
Dengan terjadinya inflasi, pendapatan juga naik. Namun bagi produsen
yang naiknya biaya produksi akan dibebankan kepada konsumen,
sehingga pendapatannya meningkat.bagi pekerja, walaupun pendapatan
yang diterimanya naik, kenaikan harga-harga barang konsumsi
menyebabkan daya beli semakin menurun.
Bunga yang semakin tinggi.
Inflasi akan cenderung menyebabkan suku bunga semakin
meningkat.Ada perbedaan pandangan antara Keynes dan moneteris
mengenai fenomena ini. Keynesian : naiknya tingkat harga menyebabkan
semakin tingginya pengeluaran nominal.meningkatnya pengeluaran
nominal tersebut, menyebabkan permintaan akan uang untuk bertransaksi
juga meningkat. Bila jumlah uang beredar tetap, maka akan
mengakibatkan tingkat suku bunga menjadi meningkat.Sedangkan
Moneteris : ekspektasi terhadap inflasi menyebabkan tingkat suku bunga
nominal meningkat. Irving Fisher mengatakan ada hubungan antara inflasi
denga tingkat suku bunga. Menurut Fisher, seseorang akan memperoleh
keuntungan secara riil jika tingkat suku bunga nominal lebih tinggi dari
tingkat inflasi. Akan tetapi jika tingkat bunga nominal berada dibawah
tingkat inflasi maka secara riil orang yang menabungkan uangnya akan
mengalami kerugian.
27
55. Ketidak pastian dan spekulasi
Inflasi akan menciptakan ketidakpastian menjadi semakin besar,
mengingat profitability dari investasi menjadi semakin tidak jelas.
Ekspektasi dari keuntungan investasi menjadi lebih sulit, dan inflasi dapat
meningkatkan ketidakpastian untuk pembiayaan investasi. Pengusaha
akan memilih investasi dengan nilai penegmbalian yang tinggi, yang cepat
(quick pay-off) dan tidak akan melakukan investasi yang dibiayai pinjaman
jangka pendek ( karena tingkat suku bunga nominal sangat tinggi ).
Problem pada balance of payment
Bila inflasi dalam negeri lebih tinggi disbanding inflasi Negara lain
( partner berdagang ) maka barang kita akan kalah bersaing, ekspor
menurun, dan Negara partner menjadi diuntungkan. Dengan kata lain,
inflasi menyebabkan ekspor menjadi lesu, dan impor menjadi lebih
diminati. Akibatnya neraca transaksi berjalan akan semakin memburuk.
Dengan neraca transaksi berjalan yang semakin memburuk, muncul
spekulasi akan terjadinya devaluasi mata uang.
Sehingga Dampak negatif inflasi dapat mempengaruhi investasi baik
penurunan investasi akibat pengaruh kenaikan cost produksi serta biaya
investasi maupun penurunan di sisi konsumsi akibat penurunan daya beli
masyarakat sehingga akan menurunkan PDB.
28
56. 2.6. Beberapa Hasil Penelitian dan Studi Empiris Sebelumnya
Beberapa hasil penelitian dan studi empiris sebelumnya mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi antara lain:
Adwin S. Atmadja (1999) dalam penelitianya “Inflasi Di
Indonesia:Sumber-Sumber Penyebab Dan Pengendaliannya” yang
dilakukan di Indonesia mencoba menganalisis sumber –sumber yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia dan memnemukan bahwa faktor –
faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia adalah: Jumlah uang
beredar, Defisit Anggaran Belanja Pemerintah, Faktor-faktor dalam
Penawaran Agregat dan Luar Negeri dan berpengaruh positif serta
signfikandan hal tersebut sejalan dengan study empiris yang pernah
dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996) di Indonesia , selain harga
bahan pangan, kontributor inflasi di Indonesia lainnya dari sisi penawaran
agregat adalah imported inflation, administrated goods, output gap, dan
interest rate.
Jatno Sunarjo .MSi dan Isnina Wahyuning . (2002) di Indonesia
dalam penelitianya berjudul “”Pengaruh Faktor Moneter Terhadap Laju
Inflasi di Indonesia “”mencoba melihat pengaruh variabel kurs, tingkat
bunga serta posisi jumlah kredit di bank terhadap inflasi dengan metode
regresi sedehana dengan hasil ketiga variabel tersebut memiliki hubungan
positif dan signifikan terhadap inflasi
29
57. Nurbaety Setram (2005) meneliti perkembanan laju Inflasi dari
tahun 1995-2005 dimana laju inflasi pada lima tahun tersebut banyak
didorong oleh melehmanya nilai tukar Rp terhadap dollar dan bahan
makanan serta berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi
A.Muh Ichwan (2009) di Indonesia dalam penelitianya bejudul “
Analisis Pengaruh pengeluaran Pemerintah ,Jumlah Uang Beredar,dan
Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Menggunakan perangkat análisis
regresi sederhana dimana pengeluaran pemerintah dan jumlah uang
beredar berpengaruh posistf dan signifikan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi namun Inflasi berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dimana Inflasi yang dimaksud yaitu Inflasi yang
diakibatkan oleh Cost push inflation
2.7 Kerangka Pikir
Dengan memperhatikan uraian yang telah dipaparkan terdahulu,
maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis
sebagai landasan berpikir untuk kedepannya. Landasan yang dimaksud
akan lebih mengarahkan penulis untuk menemukan data dan informasi
dalam penelitian ini guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya.Penulis mengambil beberapa variabel yang dianggap
berpengaruh dalam mempengaruhi Inflasi di Indonesia menurut Sri
Mulyani(1996) serta Adwin S. Atmadja (1999) mengambil beberapa
variabel yang paling mempengaruhi Inflasi di Indonesia diantaranya :
Jumlah uang beredar yang dimana penambahan jumlah uang
30
58. beredar akan mendorong kenaikan inflasi dari sisi Demand pull inflation
. keadaan inflasi ini.
Harga BBM yang ditetapkan oleh pemerintah turut mempengaruhi
,dimana keneikan harga BBM akan mendorong kenaikan kenaiakn biaya
produksi baik yang berhubungan langsung maupun berhubungan secara
tidak langsung seperti kenaiakan biaya distribusi barang
(transportasi),barang input produksi lain maupun mendorong kenaikan
upah sehinnga hal tersebut akan mendorong kenaikan harga barang
output (kenaikan inflasi pada sisi Cost push inflation).
Suku bunga kredit berpengaruh pada inflasi pada sisi Cost push
inflation dimana kecendrungan kenaikan suku bunga kredit akan
mendorong kenaikan kenaikan biaya modal (kredit) dan investasi akan
meningkat sehinnga akan mendorong kenaikan harga output.
Serta Inflasi yang mempengaruhi perkembangan PDB di Indonesia
dimana inflasi akan mempengaruhi Investasi baik pada sisi Cost push
inflation maupun pada sisi Demand pull inflation
Sehingga dari uraian diatas maka penulis menjabarkan ladasan berpikir
dalam gambar 2.8 yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini.
31
59. GAMBAR 2.8
JUB
PDB
HARGA BBM
INFLASI
SUKU BUNGA
KREDIT
2.8 HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang ada diarahkan
untuk merujuk pada dugaan sementara yaitu:
· Diduga Jumlah Uang Beredar, Harga BBM ,Suku Bunga
Kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia pada periode 1998-2008”
· Diduga Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
PDB di Indonesia pada periode 1998-2008
61. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Seiring dengan karakteristik obyek penelitian ini, maka metode
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Pemilihan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa metode ini
sesuai atau relevan dengan sifat dan tujuan penelitian dan wujud data
yang akan dikumpulkan. Dengan pemilihan dan penggunaan metode ini,
maka diharapkan penelitian mengenai dapat memeberikan transparasnsi
dan informasi yang riil sebagaimana adanya secara obyektif.
3.1 Teknik Pengumpulan Data : Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang bersifat kuantitatif yang meliputi data time series dari tahun 1997-
2008 tentang PDB , Inflasi, jumlah uang beredar ,suku bunga kredit, harga
BBM dari Bank Indonesia dan BPS .
Sedangkan data kualitatif meliputi beberapa hasil studi
kepustakaan dan artikel yang berguna bagi penelitian ini yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS), laporan Bank Indonesia, artikel-artikel
dan tulisan-tulisan yang diperoleh dengan fasilitas internet yang berguna
33
62. bagi penelitian ini.
3.2 Metode Analisis
Berdasarkan uraian yang ada sebelumnya, maka model yang
digunakan adalah model regresi linier sederhana 2SLS atau metode two
stage least square.
Untuk melihat pengaruh Jumlah Uang Beredar, , Harga BBM ,Suku Bunga
Kredit tehadap Inflasi maka di dapat fungsi sebagai berikut ;
Secara singkat dapat dilihat model fungsi berikut:
Z = f (X1,X2,X3) ..........................………………………….
(3.
1a)
Secara explisit dapat dinyatakan sebagai berikut:
Z = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ ........................… (3.2a)
Untuk melihat pengaruh Inflasi terhadap PDB , maka di dapat fungsi
sebagai berikut ;Secara singkat dapat dilihat model fungsi
berikut:
Y = f (Z) ….....................……………………….
(3.
1b)
Secara explisit dapat dinyatakan sebagai berikut
Y =
α0.µβ1Z
......………………………………………... (3.2b)
Ln Y = α0 + α1Z1 + µ …………………………………….. (3.3b)
Keterangan
:
Y = PDB
Z = Inflasi
X
1 = Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar
34
63. X2
X3
β0
β1, β2, β3 = Koefisien Regresi
µ = Error term
Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi atau keeratan
hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan
berbagai uji statistik diantaranya :
1. Uji Statistik t
Untuk menguji tingkat signifikan antara variabel bebas dengan
variabel terikat, maka digunakan tingkat signifikansi tertentu.
Dikatakan signifikansi jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel.
2. Uji Statistik F
Untuk mengetahui signifikansi hubungan variabel bebas secara
menyeluruh terhadap variabel terikat pada tingkat signifikansi
tertentu. Dikatakan signifikansi jika nilai F hitung sama atau lebih
besar dari nilai F tabel.
3. Uji statistik R (koefisien korelasi)
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel
bebas terhadap variabel terikat secara parsial (r) maupun secara
total (R)
4. Uji statistik R2
(koefisien determinasi)
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variasi variabel bebas yang
35
= Pertumbuhan Harga BBM
= Suku Bunga Investasi
= intersep
64. ditentukan oleh variabel terikat baik secara parsial (r2
) maupun
secara total (R2
).
3.2Batasan Varibel
Y
yaitu
PDB atau merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa
yang diproduksi dalam waktu satu tahun di Indonesia pada
periode t dalam Rupiah bersumber "Laporan Bank Indonesia
dari tahun 1998 -2008", BI
I
n
f yaitu inflasi yang terjadi di Indonesia pada periode t dalam persen
bersumb
er
"Laporan Bank Indonesia dari tahun 1998 -2008",
BI
X
1 yaitu Pertumbuhan jumlah uang beredar yang dan dalam hal ini
yang dimaksud adalah M1 (kartal + demmand deposit) di
Indonesia pada periode t dalam persen
bersumbe
r
"Lapor
an
Bank Indonesia dari tahun 1998 -2008",
BI
X
2
yaitu Pertumbuhan harga BBM yang ditetapkan oleh
Pemerintah
di Indonesia pada periode t dalam persen (%) bersumber
"Laporan Bank Indonesia dari tahun 1998 -2008", BI dan BPS
X
3
yaitu yaitu suku bunga kredit yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia
di Indonesia pada periode t dalam
persen
bersumb
er
"Lapor
an
Bank Indonesia dari tahun 1998 -2008",
BI