1. Oleh :
ANTON BUDIARTO, S.H., M.H.
UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA
PURWOKERTO
2. SUBYEK HUKUM
adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut
hukum Indonesia subyek hukum adalah
persoon (manusia) dan recht persoon (badan
hukum). Pada prinsipnya manusia lahir hidup ia
berposisi sebagai subyek hukum, kecuali
apabila ada kepentingan bagi bayi dalam
kandungan sudah berposisi sebagai subyek
hukum (dalam hal pewarisan).
3. HAK DAN KEWAJIBAN MANUSIA
1. Hubungan antara subyek hukum dengan subyek
hukum lain,
secara horizontal ada 2 kategori hubungan hukum :
a. Hubungan perjanjian dilapangan harta kekayaan
akan menimbulkan hak dan kewajiban.
b. Hubungan perjanjian atau perikatan dilapangan
hukum keluarga akan menimbulkan status, dan
ada hak dan kewajiban dilingkungan hukum
keluarga.
2. Hubungan antara subyek hukum dengan
masyarakat/negara merupakan hubungan hukum
vertikal, menimbulkan hak dan kewajiban dalam
lingkungan hukum publik, antara lain : Pajak, Pidana,
kewarganegaraan dan sebagainya.
4. HUKUM WARISAN YANG BERLAKU DI
INDONESIA
• bagi orang-orang Indonesia asli pada pokoknya
berlakulah Hukum Adat, sesuai dengan sifat
kekeluargaannya
• bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama
Islam di pelbagai daerah ada pengaruh yang nyata
dari peraturan warisan dari Hukum Agama Islam.
• bagi orang-orang Arab pada umumnya berlaku
Hukum Warisan dari Hukum Agama Islam.
• bagi orang-orang Tionghoa dan Eropa berlaku Hukum
Warisan dari Burgerlijk Wetboek (Buku II Titel 12
s/d 18, pasal 830 s/d 1130).
5. POSISI KEDEPAN KE 3 SISTEM HUKUM WARIS
• Berlakunya hanya bersifat sementara atas dasar Pasal
I Aturan Peralihan UUD 1945, artinya sampai
dibentuknya peraturan yang baru yang bersumber dan
berdasar atas Pancasila dan UUD 1945.
• Sebagai suatu sistem, hukum waris memiliki hubungan
yang bersifat sistematik dan sebagai akibat dari
Sistem Hukum Keluarga dan Hukum Perkawinan.
• Dengan telah diberlakukannya UU. No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yang mengatur antara lain
tentang: Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan,
Kedudukan Suami Isteri di dalam perkawinan dan
Harta Benda Perkawinan, yang berbeda dengan
prinsip dalam KUHPerdata (BW)
6. • Menurut hukum kewarisan islam (hukum faraidh),
pengertian hukum waris menurut istilah bahasa ialah
takdir (qadar/ketentuan, dan pada sya’ra adalah
bagian-bagian yang diqadarkan/ditentukan bagi waris.
• Menurut Pasal 830 BW : “Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian“.
• Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang
mengatur proses meneruskan serta mengoperkan
barang-barang harta benda dan barang-barang yang
tidak berwujud benda dari suatu angkatan manusia
kepada turunannya”.
7. HUKUM WARIS ADAT
• Hukum waris adat berawal dari kata hukum, berarti
menunjukkan pada seperangkat kaedah tidak tertulis
(sebagai suatu sistem) yang mengatur proses pewarisan.
Sedangkan pewarisan itu sendiri merupakan suatu proses
penerusan, pengoperan, peralihan harta kekayaan materiil
dan immateriil dari suatu generasi kepada generasi
berikutnya. Jadi antara keduanya merupakan dua konsep
yang saling berhubungan.
• Tujuan hukum waris adat pada dasarnya sama dengan
tujuan hukum pada umumnya, yaitu tertib masyarakat.
Oleh karena itu tujuan hukum waris adatpun juga
memelihara tertib masyarakat dan mempertahankan
eksistensi masyarakat genealogis.
• Secara yuridis yang dimaksud dengan tertib masyarakat
adalah adanya proses yang teratur dan lancar dalam
pelaksanaan hak dan kewajiban para subyek hukum dalam
pergaulan hidup masyarakat. Apabila ada seorang yang
melanggar tertib masyarakat akan dikenai sanksi hukum
sebagai sarana kontrol sosial, sehingga pulih kembali
tertib masyarakat.
8. Hukum waris adat adalah hukum adat
yang memuat garis-garis ketentuan
tentang
-sistem dan azas-azas hukum waris;
- harta warisan;
- pewaris dan ahli waris;
-cara bagaimana harta warisan itu
dialihkan penguasaan dan pemilikannya
dari pewaris kepada ahli waris.
9. Prinsip Pewarisan Menurut Hukum Adat
• Menurut hukum adat pewarisan adalah beralihnya
harta benda suatu generasi kepada generasi lain yang
menyusunnya. Dalam hal ini ada kalanya ahli waris
bukanlah anak kandung dari pewaris.
• Jika pewarisan tidak dapat dilakukan secara
menurun, maka dapat dilakukan keatas atau
kesamping dalam hal ini ada 2 hal :
1. Keturunan dapat mengendalikan keluarga sedarah
lainnya.
2. Hak pewaris dari keturunan tidak dapat dicabut
tetapi hak mewaris menurut garis
keatas/menyamping dapat dicabut pewaris melalui
wasiat.
10. TER HAAR menyatakan :
“… hukum waris adat adalah aturan-aturan
hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad
ke abad penerusan dan peralihan dari harta
kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud
dari generasi pada generasi”.
SOEPOMO menyatakan :
“Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan
yang mengatur proses meneruskan
serta mengoperkan barang-barang harta benda
dan barang-barang yang tidak berwujud benda
dari suatu angkatan manusia kepada
turunannya”.
11. Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum
penerusan harta kekayaan dari suatu generasi
kepada keturunannya.
Hukum waris memuat ketentuan-ketentuan yang
mengatur cara penerusan dan peralihan harta
kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari
pewaris kepada para ahli warisnya.
Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan
dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau
setelah pewaris meninggal dunia.
12. • Perbuatan penerusan atau pengalihan harta dari
pewaris kepada ahli waris sebelum pewaris wafat
(Jawa : lintiran) dapat terjadi dengan cara
penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan
pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada ahli
waris.
• Hukum waris adat mempunyai corak dan sifat
tersendiri yang khas Indonesia, yang berbeda dari
hukum Islam maupun hukum barat (BW). Sebab
perbedaannya terletak dari latar belakang alam
fikiran bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila
dengan masyarakat yang bhineka tunggal ika. Latar
belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan
bersama yang bersifat tolong menolong guna
mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian
di dalam hidup.
13. Sifat Hukum Waris Adat
Harta warisan menurut hukum waris adat
tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai
harganya, tetapi merupakan kesatuan yang
tidak terbagi atau dapat terbagi menurut
jenis macamnya dan kepentingan para ahli
warisnya.
Hukum waris adat tidak mengenal azas
“legitieme portie” atau bagian mutlak
sebagaimana hukum waris barat dimana
untuk para ahli waris telah ditentukan hak-hak
waris atas bagian tertentu dari harta
warisan sebagaimana diatur dalam pasal 913
KUHPerdata atau di dalam Al-Qur’an Surat
An-Nisa.
14. HUKUM WARIS ADAT HUKUM WARIS
BARAT
(BW/KUHPerdata)
• Tidak mengenal “legitieme
portie”, akan tetapi Hukum
Waris Adat menetapkan
dasar persamaan hak, hak
sama ini mengandung hak
untuk diperlakukan sama oleh
orang tuanya di dalam proses
meneruskan dan mengoperkan
harta benda keluarga.
• Di samping dasar persamaan
hak Hukum Waris Adat juga
meletakkan dasar kerukunan
pada proses pelaksanaan
pembagian berjalan secara
rukun dengan memperhatikan
keadaan istimewa dari tiap
waris.
• Mengenai hak tiap-tiap ahli
waris atas bagian yang
tertentu dari harta
peninggalan, bagian warisan
menurut ketentuan undang-undang
(“wttelijk erfdeel”
atau ““legitieme portie” pasal
913 sampai dengan 929
KUHPerdata/BW).
• Menentukan adanya hak
mutlak dari ahli waris masing-masing
untuk sewaktu-waktu
menuntut pembagian dari
harta warisan (pasal 1066
KUHPerdata).
15. Hukum Waris Adat Hukum Waris
Islam
• Harta peninggalan dapat
bersifat tidak dapat dibagi-bagi
atau pelaksanaan
pembagiannya ditunda untuk
waktu yang cukup lama
ataupun hanya sebagian yang
dibagi-bagi.
• Memberi kepada anak
angkat , hak nafkah dari
harta peninggalan orang tua
angkatnya.
• Dikenal sistem “penggantian
waris”
• Pembagiannya merupakan
tindakan bersama, berjalan
secara rukun dalam suasana
ramah tamah dengan
memperhatikan keadaan
khusus tiap ahli waris
• Tiap ahli waris dapat
menuntut pembagian harta
peninggalan tersebut
sewaktu-waktu.
• Tidak dikenal ketentuan ini.
• Tidak dikenal
• Bagian-bagian para ahli waris
telah ditentukan; pembagian
harta peninggalan menurut
ketentuan tersebut
16. Hukum Waris Adat Hukum Waris Islam
• Anak perempuan, khususnya
di Jawa, apabila tidak ada
anak laki-laki, dapat menutup
hak mendapat bagian harta
peninggalan kakek neneknya
dan saudara-saudara orang
tuanya.
• Harta peninggalan tidak
merupakan satu kesatuan
harta warisan, melainkan
wajib diperhatikan
sifat/macam, asal dan
kedudukan hukum dari pada
barang-barang masing-masing
yang terdapat dalam harta
peninggalan itu.
• Hanya menjamin kepada anak
perempuan mendapat bagian
yang pasti dari harta
peninggalan orang tuanya.
• Merupakan satu kesatuan harta
warisan.
17. Beberapa Pengertian Istilah
- Warisan
harta kekayaan dari pewaris yang telah meninggal, baik harta
itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi.
- Peninggalan
harta warisan yang belum terbagi atau tidak terbagi-bagi
dikarenakan salah seorang pewaris masih hidup.
- Harta Pusaka
Harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah.
- Harta Perkawinan
harta kekayaan yang dikuasai atau dimiliki oleh suami siteri
disebabkan adanya ikatan perkawinan. Harta perkawinan ini
dapat terdiri dari harta penantian, harta bawaan, harta
pencaharian, harta pemberian (hadiah, hibah/wasiat).
- Harta Penantian
harta yang dikuasai dan dimiliki oleh suami atau isteri ketika
perkawinan itu terjadi.
harta penantian suami, atau harta pembujangan, dan harta
pembekalan, atau harta penantian isteri.
18. - Harta Bawaan
harta yang datang, dibawa oleh suami atau oleh isteri ketika
perkawinan itu terjadi, jadi sebagai kebalikan dari harta penantian.
Jika suami mengikuti pihak isteri maka harta bawaannya kita sebut
harta bawaan suami dan jika sebaliknya isteri yang ikut ke pihak
suami maka harta bawaannya kita sebut harta bawaan isteri.
- Harta Pencaharian
harta kekayaan yang didapat dari hasil usaha perseorangan atau
usaha bersama suami isteri yang terikat di dalam ikatan perkawinan.
- Harta Pemberian
harta asal pemberian, dipakai untuk menunjukkan harta kekayaan
yang di dapat suami isteri secara bersama atau secara perseorangan
yang berasal dari pemberian orang lain. Pemberian itu dapat berupa
pemberian hadiah atau pemberian hibah atau hibah wasiat.
- Pewaris
empunya harta peninggalan, atau empunya harta warisan.
- Pewarisan
ketika pewaris masih hidup pewarisan berarti penerusan atau
penunjukkan, setelah pewaris meninggal pewarisan berarti
pembagian harta warisan.
19. - Ahli Waris
orang yang berhak mewarisi, sedangkan yang bukan ahli waris
adalah orang yang kewarisan.
- Hibah
perbuatan hukum sepihak secara cuma-cuma, artinya ada prestasi
tetapi tidak ada contra prestasi yang berupa pemberian atas
sesuatu barang atau uang kepada orang lain, logikanya dilandasi
dengan itikad baik.
- Lembaga Hidup Waris dan Lembaga Penggantian Tempat Ahli
Waris
Lembaga Hidup Waris memiliki pengertian sebagai ahli waris yang
berhak adalah ahli waris yang hidup pada saat terbukanya
warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal. Sedangkan Lembaga
Penggantian Tempat Ahli Waris adalah keturunan dari ahli waris
yang sudah meninggal pada saat terbukanya warisan
menggantikan tempat orang tuanya sebagai ahli waris pancang
demi pancang (sebesar bagian orang tuanya).
20. UNSUR-UNSUR PEWARISAN
-Pewaris, adalah seorang yang meninggal dan ia
meninggalkan harta warisan yang menjadi hak para ahli
warisnya.
-Harta Warisan, harta yang ditinggalkan oleh pewaris
yang menjadi hak para ahli warisnya.
-Ahli Waris, adalah keturunan atau orang-orang yang
berhak atas harta warisan peninggalan pewaris.
unsur-unsur tersebut bersifat kumulatif, artinya ke tiga
unsur tersebut harus ada untuk menimbulkan akibat
pewarisan. Salah satu saja unsur pewarisan tersebut tidak
ada maka tidak akan ada pewarisan.
Unsur-unsur pewarisan tersebut merupakan suatu
sistematika, artinya urutan dari unsur-unsur tersebut
menggambarkan logika sistem dalam pembagian
warisannya.
21. KUALIFIKASI
HARTA
WARISAN
KUALIFIKASI
AHLI WARIS
Harta Asal Suami
Ahli Waris
Genealogis
Harta Asal Istri
Ahli Waris Karena
Perbuatan Hukum :
Perkawinan dan
Pengangkatan
Anak
Harta Bersama
22. SISTEM KETURUNAN
- Sistem Patrilinial
Yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol
pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan
(Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa
Tenggara, Irian).
- Sistem Matrilinial
Yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu,
dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya
dari kedudukan pria di dalam pewarisan (Minangkabau)
- Sistem Parental atau Bilateral
Yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang
tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana
kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam
pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi).
23. 3 (TIGA) MACAM SISTEM PEWARISAN
1. Sistem Pewarisan Individual :
Adalah sistem pewarisan dimana setiap ahli waris
mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau
memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.
2. Sistem Pewarisan Kolektip
Pewarisan dengan sistem kolektip ialah dimana harta
peninggalan diteruskan dan dialihkan pemiliknya dari pewaris
kepada ahli waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi
penguasaan dan kepemilikannya, melainkan setiap ahli waris
berhak untuk mengusahakan, menggunakan atau mendapat
hasil dari harta peninggalan tersebut.
3. Sistem Pewarisan Mayorat
Sistem pewarisan mayorat sesungguhnya adalah juga
merupakan sistem pewarisan kolektip, hanya penerusan dan
pengalihannya hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi
itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas
sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga
menggantikan kedudukannya ayah atau ibu sebagai kepala
keluarga.
24. SISTEM PEMBAGIAN WARISAN
Belum peralihan secara
Yuridis
Pemberian kepada
anak yang kawin
Sudah secara
Yuridis
Sebagian
Sebelum ditunjukkan
pewaris
meninggal sudah digarap
Pewarisan Seluruhnya pembagian warisan secara
hibah
wasiat
pembagian warisan dan
sudah ada
peralihan secara yuridis
setelah pewaris meninggal dengan sengketa mengikuti
ketentuan
hak
dan bagian
warisan
25. • Tidak selalu harta peninggalan dapat dibagi-bagi oleh
para ahli waris karena ada yang harus di tangguhkan
dan ada peninggalan yang memang tidak dapat dibagi-bagi.
• Harta peninggalan menurut hukum adat adalah semua
harta benda yang pernah dimiliki pewaris termasuk
harta benda yang telah diberikannya kepada anak-anaknya
semasa dia hidup yang mana harus
diperhitungkan dalam pembagian warisan.
• Hukum adat mengenal pengganti tempat (plats
vervulling).
• Lembaga anak angkat dalam hukum adat dapat
menjadi pewaris bagi orang tua kandungnya dan di
beberapa daerah hukum adat, anak angkat dapat juga
sebagai waris bagi orang tua angkatnya.