Dokumen tersebut membahas pentingnya undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia. Ia menjelaskan situasi kerja pekerja rumah tangga yang tidak layak dan pelanggaran hak-hak mereka, serta usaha yang dilakukan selama bertahun-tahun untuk merumuskan rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga.
2. PRT …
situasi umum dunia
situasi di Indonesia
PRT …
Salah satu pekerjaan tertua dan terbesar
jumlahnya
Asal mulanya …
Hirarki: kelas, kesempatan dan sumber daya,
ketenagakerjaan, dan jenis kelamin
Hirarki kelas, kerja dan jenis kelamin,
diskriminasi & stigmatisasi pekerjaan jenis
kelamin, domestik vs publik, profit dan tidak
profit Tidak ada pengakuan terhadap
pekerjaan dan PRT = pekerja
2
3. PRT Perempuan …
Hirarki dalam jenis kelamin struktur
patriarki hirarki jenis kelamin dalam
kerja
Pembagian kerja secara seksual
perempuan diasosiasikan (kodrat) sektor
domestik
Penghilangan nilai atas pekerjaan yang
dilakukan oleh perempuan tidak
membutuhkan pengetahuan, keahlian,
tidak bernilai ekonomi, tidak berbayar
Perempuan dari kelas miskin
3
4. Kebutuhan & Meningkatnya PRT …
Perkembangan demografi
Kebijakan pembangunan industrialisasi
Pergeseran tenaga kerja di wilayah rural:
pertanian, perkebunan, kelautan mengikuti
industrialisasi
Polarisasi yang diuntungkan dan yang
dimarginalkan
4
5. Industrialisasi perubahan dalam pola
kerja dan pendapatan revolusi hijau
pergeseran kerja dan perubahan dalam
sistem pertanian – kelautan kemiskinan
Perkembangan dari masa ke masa
berkembangnya akses yang lebih besar dari
kelompok yang diuntungkan
membutuhkan tenaga kerja pengganti sektor
domestik Indonesia dan berbagai
belahan dunia khususnya Asia
5
6. Kebutuhan akan tenaga kerja domestik
pergeseran ke tenaga pengganti
pekerjaan PRT mulai berbayar, namun
rendah
Pasar tenaga kerja pasar tenaga kerja
domestik
Rural ke urban dalam satu wilayah negara
dan lintas batas (PRT Migran) Mayoritas
perempuan
7. STATISTIK
Karena secara umum dikecualikan sebagai pekerja,
hingga sekarang belum ada data statistik resmi jumlah
PRT dari Pemerintah di mayoritas negara
Namun karena pembagian kerja seksual PRT =
pekerjaan perempuan, maka mayoritass dari PRT adalah
perempuan dan 30% -nya adalah anak perempuan.
Jumlah tersebut juga tercermin dari berbagai data riset
yang diinisiasi oleh berbagai lsm, akademisi di berbagai
negara
Jumlah terbesar diperkirakan 60% dari PRT Dunia adalah
di Asia baik PRT lokal ataupun PRT Migran. Spt India,
Indonesia, Philipina, Srilanka, Bangladesh, Pakistan,
Nepal, Vietnam, sebagai wilayah asal dan wilayah kerja
PRT. Dan di Malaysia, Singapura, negara Timur Tengah,
Hong Kong, Taiwan sebagai negara tujuan PRT Migran.
7
8. ● Berbagai informasi yang didapat dari survai,
sensus penduduk, sensus ekonomi, estimasi,
menggambarkan jumlah PRT yang bekerja di
Indonesia cukup besar meskipun juga
bervariasi.
● Estimasi ILO Tahun 2009 dari berbagai sumber
data, PRT merupakan kelompok pekerja
perempuan terbesar secara global: lebih dari 50
juta PRT di dunia, kurang lebih juta 3-4 PRT
domestik di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT
migran dari Indonesia
8
9. Data yang didapat tersebut menyebut variasi jumlah sbb:
• Sensus Penduduk 1993: 861.337 PRT
• Survai Tenaga Kerja 1999: 1.341.712 PRT
• Penghitungan cepat Universitas Atma Jaya 1995: lebih dari
1,4 juta PRT di Jakarta saja
• Studi ILO–IPEC 2002: diperkirakan 2.593.399 PRT untuk
seluruh Indonesia.
• Data yang kurang lebih sama dengan Studi ILO IPEC 2002
adalah Susenas 2002 yang menunjukkan jumlah PRT yang
bekerja di Provinsi DIY keseluruhan ada 36.961 tidak jauh
berbeda dengan Studi ILO IPEC 2002 mengenai jumlah
PRT di DIY 39.914
• Survai Tenaga Kerja 2008: 1, 714.437 juta PRT
• Rapid Assesment JALA PRT: Jumlah PRT 2009: 10 juta
lebih PRT dalam negeri – 67% dari 16 Juta Rumah Tangga
Kelas Menengah dan Menengah Atas Memperkerjakan
PRT
9
10. Jumlah ini menunjukan bahwasanya menjadi PRT
adalah pilihan pekerjaan yang bisa memberi
kehidupan.
Jumlah PRT mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Dari stratifikasi sosial majikan, kalau
pada awalnya, majikan PRT adalah kalangan
kelas atas saja, maka
Sejak industrialisasi, dari dekade 80an, angkatan
kerja perempuan perempuan semakin meningkat
dan orang yang mempekerjakan PRT tidak
hanya dari kalangan kelas atas, tapi meluas juga
dari kelas menengah dan juga kelas bawah. Mulai
dari pegawai negeri sipil golongan 1 dan 2, buruh-
buruh pabrik juga mempekerjakan PRT. Situasi
ini menambah kompleksitas persoalan PRT.
10
11. ISU UTAMA – SITUASI KERJA TIDAK LAYAK
Ketidakadilan terhadap perempuan – beririsan dengan
feodalisme, bias kelas, bias ras melahirkan
marginalisasi – diskriminasi terhadap PRT
Diskriminasi karena wilayah dan jenis kerja yang
dilakukan perempuan: domestik - publik, reproduktif –
produktif, non profit – profit. Selama ini kerja di wilayah
domestik atau rumah tangga tidak dihargai, sementara
tidak akan ada kerja di publik kalau kerja domestik tidak
berjalan
Diskriminasi karena status sosial ekonomi - kemiskinan
dan bahkan diskriminasi karena geografis asalnya dari
desa
Kemiskinan: mengakibatkan miskin akses: pendidikan,
informasi, ekonomi
Tidak ada pengakuan dan perlindungan hukum terhadap
PRT secara khusus dalam konteks PRT sebagai pekerja
11
12. Situasi – Problem PRT:
• Gambaran Problem PRT
Berdasarkan data yang dihimpun baik melalui
temuan lapangan dan hasil Riset Advokasi PRT
– JALA PRT Tahun 2004-2007 di 10 kota
dengan 300 responden (Palembang, Lampung,
Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, DIY,
Surabaya, Mataram, Pontianak) serta literature
dapat dilihat gambaran kondisi latar belakang
dan besaran problem PRT adalah berikut:
12
13. • Situasi Kerja dan Pelanggaran – Kekerasan
terhadap PRT
PRT berada dalam situasi kerja tidak layak
dengapelanggaran hak-haknya sebagai pekerja
dan juga berbagai bentuk kekerasan lainnya.
Persoalan upah: mulai dari yang sangat rendah
(< rata-rata upah minimum) ataupun tidak dibayar;
ditunda pembayarannya; pemotongan semena-
mena; tidak ada kepastian dalam kenaikan -
pelanggaran daalam hak upah.
13
14. Tidak ada libur mingguan - pelanggaran dalam
hak libur mingguan;
Pemberlakuan jam kerja yang panjang –
mayoritas lebih dari 16 jam perhari dari pukul
05.00 – 21.00 dengan posisi harus siap stand by;
Tidak ada istirahat yang jelas, harus siap stand
by, diperintah sewaktu-waktu dalam kurun waktu
24 jam – pelanggaran atas hak istirahat;
Tidak ada cuti haid, cuti tahunan bagi yang
bekerja dalam kurun waktu setahun dan
selebihnya pada pemberi kerja yang sama –
pelanggaran hak cuti;
Tidak ada jaminan sosial: jaminan kesehatan,
keselamatan kerja, kematian, hari tua dan
melahirkan – pelanggaran atas hak jaminan
sosial;
14
15. Tidak ada perlindungan K3: kesehatan dan
keselamatan kerja – seperti penggunaan bahan
kimia pembersih rumah ataupun petunjuk tata
cara kerja yang aman, contoh PRT yang terjatuh
dari atap, tersetrum listrik ketika membersihkan
kulkas, kompor listrik, kulit tangan mengelupas
karena pemakaian pembersih porselen, terkena
minyak panas, terkena ledakan kompor gas;
Perlakuan pelecehan kekerasan verbal psikis
dan fisik terhadap PRT;
15
16. Pelarangan dalam berbagai bentuk secara
terselubung ataupun terbuka atas penggunaan
kesempatan untuk pengembangan pribadi
termasuk pendidikan, pelatihan termasuk
khususnya terhadap PRTA;
Situasi psikososial merasa cemas, takut – takut
membuat kesalahan, takut menyatakan
pendapat, berekspresi, underestimated;
Eksploitasi oleh penyalur PRT
16
17. Permasalahan besar dalam akses pendidikan –
informasi untuk PRT:
Ketiadaan kesempatan karena larangan
Pemberi Kerja dan jam serta beban kerja yang
tidak terbatas;
Kurangnya jenis pendidikan yang merupakan
perpaduan antara pendidikan kritis yang
berangkat dari persoalan PRT;
Keterbatasan PRT dalam menjangkau layanan
pendidikan kritis dan skill yang ada
17
18. Pemberlakuan jam kerja yang panjang – mayoritas lebih
dari 14 jam perhari dengan posisi harus siap stand by;
Tidak ada istirahat yang jelas, harus siap stand by,
diperintah sewaktu-waktu dalam kurun waktu 24 jam –
pelanggaran atas hak istirahat;
Tidak ada cuti haid, cuti tahunan bagi yang bekerja dalam
kurun waktu setahun dan selebihnya pada pemberi kerja
yang sama – pelanggaran hak cuti;
Tidak ada atau minim akses komunikasi-sosial yang
membuat PRT terkekang/jauh dari dari kontak sosial baik
dengan keluarga, kelompok sosial – pelanggaran dalam
hak berkomunikasi, bersosialisasi;
Tidak diperbolehkan berorganisasi – pelanggaran atas
hak berorganisasi, berasosiasi dan berserikat;
Tidak ada jaminan sosial: jaminan kesehatan,
keselamatan kerja, kematian, hari tua dan melahirkan –
pelanggaran atas hak jaminan sosial;
18
21. RUU PPRT: dari Tahun ke Tahun
2004 … 2009
JALA PRT mengajukan Draft RUU PPRT sejak 2004 ke
DPR Periode 2004-2009 untuk menjadi Hak Inisiatif DPR
Masuk dalam Prolegnas 2004-2009, namun tidak terjadi
pembahasan sekalipun
Diajukan kembali ke DPR Periode 2009-2014, baru
kemudian tahun 2009 mendapat respon positif DPR. Melalui
usulan KOMISI IX, Sidang paripurna DPR RI pada 30
November 2009 telah memutuskan RUU Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai salah 1 RUU
Prioritas Prolegnas DPR 2010.
21
22. Namun demikian Perjalanan RUU P PRT dalam legislasi di
DPR terus menerus dihadang oleh para anggota DPR yang
lebih berwajah majikan yang pro perbudakan. Pada
semester awal 2010, Komisi IX menghentikan pembahasan
RUU P PRT ini. Namun kemudian karena desakan dari
masyarakat sipil melalui beberapa kali aksi, RUU P PRT
diagendakan dibahas kembali. Namun sepanjang tahun
2010 tidak juga dibahas
22
24. 2011 ….
Atas advokasi terus menerus, RUU P PRT kemudian masuk
menjadi Prioritas Prolegnas 2011, namun hingga bulan Mei 2011
belum ada pembahasan. Hingga kemudian pada Rapat Komisi IX
tanggal 12 Mei 2011, Komisi IX menetapkan akan membahas
RUU P PRT dan memutuskan dan meminta kepada Sekretariat
Jenderal (Setjen) DPR melalui Bagian PUU untuk menyusun
Naskah Akademis dan RUU P PRT. Demikian pula Komisi IX
sudah membentuk Panja RUU P PRT pada bulan Mei 2011.
Selanjutnya Setjen DPR RI sudah menyusun dan
mempresentasikan Naskah Akademis dan RUU P PRT kepada
Komisi IX DPR pada tanggal 6 Oktober 2011.
25. 2011 ….
Meskipun sudah ada Draft dari Setjen DPR, RUU PPRT
dihilangkan kembali dari Prioritas Prolegnas 2012. Kembali JALA
PRT – KAPPRTBM mengadakan aksi dengan Rantai Diri dan
Okupasi DPR – Baleg selama 3 hari dari tanggal 10-14
Desember 2012, akhirnya RUU PPRT masuk dalam Prioritas
Prolegnas 2012
25
26. 2012 …
Awal 2012 DPR melalui Komisi IX sudah
menunjukkan langkah positif dengan mulai
membahas RUU P PRT. Awal 2012 DPR melalui
Komisi IX sudah menunjukkan langkah positif
dengan mulai membahas RUU P PRT. Tahun
2012, Panja RUU PPRT Komisi IX DPR RI 3 kali
membahas RUU P PRT pada 2-3 Februari, 22
Juni, 2-4 Desember 2012 dan Tim Panja
melakukan Kunjungan Kerja untuk Studi Banding
RUU PPRT ke Afrika Selatan dan Argentina pada
tanggal 27-31 Agustus. 2012
26
27. 2013-2015 …
Tahun 2013, Panja RUU PPRT Komisi IX DPR RI 3 kali
membahas RUU P PRT pada 17-18 Januari 2013, 20
Februari 2013 dan Tim Panja melakukan Kunjungan Kerja
untuk Uji Publik di Makasar dan Malang pada tanggal 27
Februari 2013
Komisi IX DPR pada tanggal 25 Maret 2013 melakukan
pembahasan RUU PPRT atas Hasil Uji Publik RUU PPRT
di Makasar dan Malang pada tanggal 27 Februari 2013 dan
memfinalisasi RUU PPRT untuk diserahkan ke Baleg DPR
untuk diharmonisasi
Pada tanggal 2 April 2013 Komisi IX DPR melalui Surat
Resmi No. 87/Kom IX/DPR RI/IV/2013 tertanggal 2 April
2013 menyerahkan RUU PPRT ke Baleg untuk
diharmonisasi
27
28. Selanjutnya kita harus mendesak Baleg untuk segera
melakukan pembahasan harmonisasi RUU PPRT
sehingga pada masa Sidang ke - 4 (s.d. Agustus 2013)
sudah selesai harmonisasi dan masuk ke Paripurna DPR
untuk menjadi RUU inisiatif dan disampaikan ke
Pemerintah untuk dimintakan AmPres dan pembahasan
bersama.
Mengenai isi RUU PPRT yang diserahkan ke Baleg, harus
terus menerus dan makin intensif dikawal dan diadvokasi:
sisi isi, dari aspek perspektif – substansi, secara garis
besar isi RUU P PRT baru memuat 60% dari Usulan JALA
PRT KAPPRTBM mengenai standard setting seperti
adanya: libur mingguan, cuti, istirahat, jaminan kesehatan
dan keselamatan kerja, berorganisasi berserikat, batasan
usia minimum 18 tahun dan penhapusan PRTA,
pendidikan dan pelatihan dari kurikulum, penyediaan
sarana dan anggaran menjadi tanggungjawab Pemerintah
melalui APBN, APBD.
29. Masih terdapat isu krusial yang belum sesuai dengan
tuntutan kita seperti:
Budaya dan lingkup yang dimaksud dengan PRT
Batasan Usia Minimum Bekerja 18 Tahun
Upah dan mekanisme pengupahan
Perjanjian Kerja tertulis
Batasan jam kerja
Penyelesaian Perselisihan
Penghapusan Penyedia jasa
Beberapa isu krusial juga menjadi perdebatan dalam
penyusunan, seperti upah dan pengupahan, batasan usia
minimum, jam kerja.
30. HAL – HAL
YANG
HARUS DIATUR
DALAM
UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN
PEKERJA
RUMAH TANGGA
30
31. Pokok-Pokok Pikiran KAPPRT BM
(JALA PRT, KSBSI, KSPI, KSPSI, JBM):
Hal Yang
Harus Diatur
Pokok-Pokok Pikiran KAPPRTBM
Pengakuan
PRT sebagai
Pekerja
Bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan sesuai
dengan harkat, martabat, dan asasinya sebagai manusia
sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa PRT selama ini melakukan pekerjaan dengan
memenuhi unsur upah, perintah dan pekerjaan, dengan
demikian PRT adalah pekerja yang berhak atas hak-hak
normatif dan perlindungan sebagaimana yang diterima
pekerja pada umumnya.
Bahwa diskiriminasi dan stigmatisasi terhadap PRT dan
pekerjaannya karena bias jenis kelamin, kelas, ras sebagai
pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, tidak
bernilai ekonomis dan rendah harus dihentikan.
31
32. Kategori
Kerja
Mengingat luasnya lingkup pekerjaan PRT
perlu adanya pembatasan waktu kerja dan
beban kerja dan kategorisasi pekerjaan
PRT.
Cakupan
PRT Pekerja Rumah Tangga yang selanjutnya
disebut PRT adalah orang yang bekerja pada
pemberi kerja untuk melakukan pekerjaan
kerumahtanggaan dengan memperoleh upah.
Artinya hanya mengatur orang yang bekerja
untuk mendapatkan upah.
Tidak mengatur pihak-pihak di luar hubungan
kerja, seperti: orang yang di Pesantren,
Keraton karena berbeda latar belakang
tujuannya.
32
33. Usia Kerja Batas usia minimum PRT adalah 18
(delapan belas) tahun.
Untuk memberlakukan batas usia minimum
PRT memerlukan masa transisi.
Pemberlakuan masa transisi untuk
penghapusan bertahap PRTA bisa
dilakukan dengan diiringi dengan
perbaikan Program Pendidikan untuk anak-
anak seperti Program Wajib Belajar yang
sekarang 9 tahun hanya mencapai usia
SLTP/SMP atau 15 tahun, dalam waktu
kurun 1-5 tahun mendatang, Pemerintah
harus meningkatkan Program Wajib Belajar
menjadi 12 tahun hingga usia tamat
SLTA/SMU atau 18 tahun.
33
34. Kategori
Kerja
Mengingat luasnya lingkup pekerjaan PRT
perlu adanya pembatasan waktu kerja dan
beban kerja dan kategorisasi pekerjaan
PRT.
Syarat-syarat dan kondisi kerja
Perjanjian
Kerja
• Hubungan kerja antara PRT dan majikan dibuat
dalam perjanjian kerja tertulis.
• Perjanjian kerja tertulis untuk mencegah
pelanggaran hak-hak yang faktanya selama ini
terjadi pada PRT yang bekerja di wilayah privat.
• Perjanjian kerja tertulis bisa disediakan
templatenya secara online atau mengambil di
SKPD atau Kelurahan
• Perjanjian Kerja wajib didaftarkan ke SKPD
• Salinan Perjanjian Kerja wajib diberikan ke RT
dan Kelurahan 34
35. Perjanjian
Kerja
Perjanjian kerja antara PRT dengan
Pemberi Kerja yang dibuat sekurang-
kurangnya memuat:
o identitas para pihak;
o alamat tempat bekerja;
o mulai dan jangka waktu berlakunya
perjanjian;
o hak dan kewajiban kedua belah
pihak;
35
36. Perjanjian Kerja o syarat-syarat dan kondisi kerja yang meliputi (sesuai
dengan standar normative):
a. lama jam kerja dalam sehari;
b.lama hari kerja dalam seminggu;
c. waktu istirahat harian selama jam kerja;
d.libur mingguan sekurang-kurangnya 24 jam per
minggu;
e. cuti tahunan berbayar;
f. Tunjangan Hari Raya PRT;
g.jaminan sosial;
h.fasilitas kerja termasuk kesehatan dan keselamatan
kerja3;
i. penyediaan makanan yang sehat, layak dan tepat
waktu;
j. penyediaan akomodasi yang layak bagi kesehatan,
aksesible dalam watsan, komunikasi, sosialisasi dan
keselamatan, keamanan
36
37. Perjanjian
Kerja
o upah, besaran upah, metode
penghitungan dan tata cara
pembayarannya; kenaikan upah dan upah
lembur;
o hak untuk berorganisasi, berserikat;
o jenis dan uraian pekerjaan
kerumahtanggaan yang dilaksanakan;
o penyelesaian perselisihan;
o bantuan hukum;
o tempat dan tanggal perjanjian kerja
dibuat;
o periode masa percobaan atau uji coba,
jika ada;
o tanda tangan para pihak dalam perjanjian
kerja termasuk saksi-saksi dari pihak-
pihak
37
38. Upah • Upah yang diterima oleh PRT adalah upah
minimum PRT sesuai wilayah yang berlaku di
tempat PRT bekerja.
• Untuk mencapai upah minimum PRT
membutuhkan masa transisi.
• Dalam masa transisi pemberlakuan upah minimum
pemerintah harus menyiapkan Tempat Penitipan
Anak atau Day Care yang berkualitas dan dapat
dijangkau oleh pekerja. Komponen upah yang
ditanggung majikan diperhitungkan sebagai
bagian PRT dengan batasan maksimal 25%.
• Besaran upah ditetapkan oleh Pemerintah atas
Usulan Dewan Pengupahan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku
• Penghitungan upah juga didasarkan dengan
kategori PRT penuh waktu atau paruh waktu
• Praktek terbaik yang sudah berlaku antara PRT
dan Pemberi Kerja tetap dipertahankan.
38
39. THR Bahwa PRT berhak atas Tunjangan Hari Raya sesuai
dengan agama dan kepercayaannya seperti pekerja lain
pada umumnya yang paling lambat diberikan 14 (empat
belas) hari sebelum Hari Raya sesuai yang ditetapkan
dalam kalender nasional.
THR diberikan dengan besarannya sebesar sekurang-
kurangnya 1x upah/bulan.
Waktu kerja • PRT berhak mendapatkan perlindungan batasan jam
kerja.
o 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
o 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
Waktu kerja dilakukan secara akumulatif sesuai dengan
kesepakatan antara PRT dan Pemberi Kerja.
39
40. Istirahat
harian, Libur
Mingguan
• PRT berhak mendapatkan istirahat
antara jam kerja, paling sedikit 1 (satu)
jam setelah bekerja selama 4 (empat)
jam terus menerus
• PRT berhak atas libur mingguan 1
(satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
• Waktu melaksanakan ibadah tidak
termasuk jam istirahat
Cuti Bahwa PRT berhak atas cuti:
o Cuti Tahunan 12 hari
o Cuti Haid
o Cuti Hamil dan Melahirkan
40
41. Jaminan
Sosial
Bahwa PRT harus mendapatkan jaminan sosial
tanpa batas dan diskriminasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jaminan Sosial:
Jaminan Kesehatan
Jaminan Ketenagakerjaan:
o Jaminan Keselamatan dan Kecelakaan
Kerja
o Jaminan Kematian
o Jaminan Hari Tua
o Jaminan Pensiun
42. Kewajiban
PRT
a. menaati dan melaksanakan seluruh
ketentuan dalam Perjanjian Kerja;
b. meminta ijin kepada Pemberi Kerja
apabila berhalangan melakukan kerja
disertai dengan alasannya;
c. melakukan pekerjaan berdasar tata
cara kerja yang benar dan aman.
Hak Pemberi
Kerja
a. Memperoleh informasi yang jelas dan
benar mengenai identitas dan keahlian
kerja PRT;
b. mendapatkan hasil kerja PRT sesuai
dengan yang disepakati.
42
43. Kewajiban
Pemberi
Kerja
Pemberi kerja wajib memberikan:
a. hak-hak PRT sesuai dengan peraturan
perundangan dan perjanjian kerja;
b. informasi uraian, jenis dan tata cara
melakukan pekerjaan yang aman dan
c. bimbingan dan hak kesempatan PRT
untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan secara berkelanjutan
Pemberi kerja wajib:
a. membuat Perjanjian Kerja Tertulis
dengan PRT;
b. menaati dan melaksanakan seluruh
ketentuan dalam Perjanjian Kerja;
c. melaporkan hubungan kerja dengan
PRT kepada Ketua RT, Ketua RW dan
Kelurahan setempat. 43
44. Pendidikan
dan Pelatihan
Untuk meningkatkan kemampuan dan
keahlian PRT maka pemerintah wajib
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
secara gratis dan berkualitas melalui Balai
Latihan Kerja yang bisa diakses oleh PRT.
Pendidikan dan Pelatihan harus mencakup
sebagai berikut:
o pendidikan untuk meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan yang berbasiskan
perlindungan ham, hak sebagai pekerja,
perempuan dan warga negara;
o pendidikan untuk membangun dan
meningkatkan keahlian kerja
44
45. Penyelesaian
Perselisihan
Penyelesaian perselisihan PRT dengan
Pemberi Kerja mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku dengan Revisi UU
PHI atau dilakukan melalui:
1. Musyawarah
2. Mediasi
3. Pengadilan hubungan kerja sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku yang
mewadahi hubungan kerja PRT dengan
Pemberi Kerja
(Catatan: Perlu Revisi UU PHI)
45
46. Serikat Pekerja/
Serikat Buruh
PRT berhak bergabung dalam serikat
pekerja/serikat buruh baik menjadi anggota
maupun pengurus.
Pengawasan Untuk menjamin perlindungan terhadap PRT
dilakukan pengawasan oleh Dinas atau
Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang
Ketenagakerjaan dan pelibatan masyarakat
melalui RT RW Kelurahan
46
47. Informasi
Kerja
Balai Latihan Kerja bisa memfasilitasi
informasi kerja dengan informasi bursa
kerja secara berkala
Penyedia
Jasa
Informasi
Tuntutan ke-1:
Penyedian Jasa/Agen dihapus
Alternatif:
Penyedia jasa informasi hanya
mengelola informasi mengenai
permintaan PRT dan tidak boleh
melakukan perekrutan, penddidikan
pelatihan dan penempatan.
47
48. Masa Transisi Masa Transisi untuk beberapa klausul:
Penghapusan PRTA secara bertahap
Penerapan upah
Perlunya Rancangan Aksi Nasional
48
50. Paralel dengan proses pengajuan RUU P PRT di tingkat
nasional, di tingkat internasional juga terjadi proses
advokasi instrumen internasional – Konvensi ILO PRT
yang memuat standar ketenagakerjaan bagi PRT, dan
Sesi ke-100 Sidang Perburuhan Internasional
memutuskan mengadopsi Konvensi ILO No. 189 tentang
Kerja Layak PRT
Presiden SBY menyampaikan pidato politiknya pada
Sesi ke-100 Sidang Perburuhan Internasional bahwa
Indonesia mendukung lahirnya Konvensi Kerja Layak
PRT dan menjadikannya sebagai acuan dalam
penyusunan peraturan perundangan di tingkat nasional
baik untuk PRT domestik ataupun untuk PRT Migran
50
51. Hingga Januari 2015:
18 negara yang meratifikasi: Uruguay,
Mauritius, Nicaragua, Bolivia, Paraguay,
Italy, Philipina, Finlandia, Argentina,
Swiss, Costa Rica, Equador, Irlandia,
Jerman, Italia, Kolumbia, Guyana,
Irlandia.
Philipina sebagai negara Asia yang
pertama kali meratifikasi pada 6 Agustus
2012 dan disusul dengan pengesahan UU
PPRT 18 Januari 2013
51
52. Hingga 2015, belum terjadi langkah apapun dari
Pemerintah Indonesia untuk Ratifikasi KILO 189
KL PRT. Baru sebatas inisiatif Kemenlu untuk
menyusun NA RUU Ratifikasi KILO 189 KL.
Paralel dengan advokasi Ratifikasi KILO 189 KL
PRT dan RUU PPRT, perlu mensinergikan
antara standar ketenagakerjaan untuk PRT
dalam regulasi nasional – RUU P PRT dengan
instrumen internasional – Konvensi ILO No. 189
ttg Kerja Layak PRT
Perkembangan RUU PPRT di DPR Januari 2015
diusulkan oleh Komisi IX dan Baleg untuk
masuk dalam Prioritas Prolegnas 2015 52
53. HAL YANG SAMA
RUU PPRT versi Komisi IX
DPR per25 Maret 2013
RUU PPRT versi JALAPRT –
KAPPRT BM
KILO 189 KL PRT
Mengenai isi RUU PPRT yang diserahkan ke Baleg, harus terus menerus
dan makin intensif dikawal dan diadvokasi: sisi isi, dari aspek perspektif –
substansi, secara garis besar isi RUU P PRT baru memuat 60% dari
Usulan JALA PRT KAPPRTBM mengenai standard setting sbb:
libur mingguan,
cuti,
istirahat,
jaminan kesehatan dan keselamatan kerja,
berorganisasi berserikat,
batasan usia minimum 18 tahun dan penhapusan PRTA,
pendidikan dan pelatihan dari kurikulum, penyediaan sarana dan
anggaran menjadi tanggungjawab Pemerintah melalui APBN, APBD.
53
54. Perbandingan Isu-Isu Krusial
Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR per25
Maret 2013
UU Perlindungan &
Kesejahteraan PRT
Philippina 18
Januari 2013
RUU PPRT versi
JALAPRT –
KAPPRT BM
KILO 189 KL PRT
Perjanjian Kerja bisa
tertulis dan lisan.
Apabilan lisan maka
Majikan Membuat
Surat Keterangan
Kerja
Namun dalam pasal
lain, disebutkan
bahwa majikan wajib
membuat perjanjian
kerja tertulis
Perjanjian Kerja
Tertulis
Perjanjian
Kerja Tertulis
Perjanjian Kerja
tertulis secara tegas
untuk PRT Migran
54
55. Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR
per25 Maret
2013
UU Perlindungan &
Kesejahteraan PRT
Philippina 18 Januari
2013
RUU PPRT versi
JALAPRT – KAPPRT
BM
KILO 189 KL PRT
Syarat-syarat dan Kondisi Kerja:
Tidak diatur
mengenai
standar upah
minimum.
Upah sesuai
dengan
perjanjian kerja
Upah Minimum
berdasar level Ibukota
Negara, Ibukota
Propinsi dan Kota
Upah minimum
ditentukan berdasar
upah rata-rata tiap
level kota
Upah Minimum
sesuai tingkatan
wilayah kota
dengan masa
transisi
Upah minimum
ditetapkan tiap
tahun dan disusun
oleh Dewan
Pengupahan
Upah Minimum
mengacu pada
peraturan
perundangan yang
berlaku
55
56. Perbandingan
RUU PPRT
versi Komisi
IX DPR per25
Maret 2013
UU Perlindungan &
Kesejahteraan PRT
Philippina 18
Januari 2013
RUU PPRT versi
JALAPRT – KAPPRT BM
KILO 189 KL
PRT
Jam kerja
per hari:
Penuh
waktu:
akumulasi 8
s.d. 12 jam
Paruh waktu:
akumulasi
s.d. 6 jam
Jam Kerja per hari
8 (delapan) dengan
istirahat mingguan
24 jam perminggu
Jam Kerja per hari:
7 (tujuh) jam 1 (satu)
hari dan 40 (empat
puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6
(enam) hari kerja
dalam 1 (satu)
minggu; atau
8 (delapan) jam 1
(satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk
5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu)
minggu.
40 jam
perminggu
57. Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR
per25 Maret
2013
UU Perlindungan &
Kesejahteraan PRT
Philippina 18 Januari
2013
RUU PPRT versi
JALAPRT – KAPPRT
BM
KILO 189 KL PRT
Batas usia
minimum PRT
adalah 18
(delapan
belas) tahun.
Untuk
memberlakuka
n batas usia
minimum PRT
memerlukan
masa transisi.
Pemberlakuan
masa transisi
10 tahun
Batas usia minimum
PRT adalah 15 tahun
Batas usia
minimum PRT
adalah 18 (delapan
belas) tahun.
Untuk
memberlakukan
batas usia
minimum PRT
memerlukan masa
transisi.
58. Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR
per25 Maret
2013
UU Perlindungan
& Kesejahteraan
PRT
Philippina 18
Januari 2013
RUU PPRT versi JALAPRT –
KAPPRT BM
KILO 189 KL PRT
Pemberlakuan masa
transisi untuk penghapusan
bertahap PRTA bisa
dilakukan dengan diiringi
dengan perbaikan Program
Pendidikan untuk anak-
anak seperti Program
Wajib Belajar yang
sekarang 9 tahun hanya
mencapai usia SLTP/SMP
atau 15 tahun, dalam waktu
kurun tahun mendatang,
Pemerintah harus
menjalankan Program Wajib
Belajar menjadi 12 tahun
hingga usia tamat
58
59. Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR
per25 Maret
2013
UU Perlindungan &
Kesejahteraan PRT
Philippina 18 Januari
2013
RUU PPRT versi
JALAPRT – KAPPRT
BM
KILO 189 KL PRT
Penyelesaian perselisihan
PRT dengan majikan
dilakukan melalui:
1. Musyawarah untuk
mufakat
2. Mediasi oleh SKPD
yang berkaitan dan
hasil mediasi bersifat
final
Mekanisme
Penyelesaian
Sengketa yang
berhubungan dengan
ketenagakerjaan
merujuk pada
Departemen
Perburuhan sesuai
yurisdiksi atas tempat
kerja
Proses pengambilan
keputusan melalui
proses konsiliasi dan
mediasi sebelum
keputusan harus
diberikan.
Penyelesaian
perselisihan PRT
dengan majikan
dilakukan melalui :
1. Musyawarah
2. Mediasi
3. Pengadilan
hubungan kerja
sampai tingkat
pertama
Catatan:
Perlu advokasi
untuk revisi UU PHI
Mengacu pada
peraturan
perundangan
nasional
59
60. Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR
per25 Maret 2013
UU Perlindungan
& Kesejahteraan
PRT
Philippina 18
Januari 2013
RUU PPRT versi
JALAPRT – KAPPRT
BM
KILO 189 KL PRT
Penyedia jasa
melakukan
perekrutan dan
penempatan
(tidak
menyelenggarak
an pendidikan
dan pelatihan)
RUU P PRT versi
Komisi IX DPR
mengatur
penyedia jasa
dalam BAB
tersendiri dan
dalam beberapa
Agen
diperbolehkan
dengan berbagai
aturan
Pilihan pertama:
Penyedia jasa
ditiadakan
Pilihan kedua:
Penyedia jasa
informasi hanya
mengelola
informasi
mengenai
permintaan PRT
dan tidak boleh
melakukan
perekrutan,
pendidikan
pelatihan dan
Agen
diperbolehkan
dengan berbagai
persyaratan
60
61. Perbandingan
RUU PPRT versi
Komisi IX DPR
per25 Maret
2013
UU Perlindungan &
Kesejahteraan PRT
Philippina 18 Januari
2013
RUU PPRT versi
JALAPRT – KAPPRT
BM
KILO 189 KL PRT
Jaminal
Sosial tidak
dimuat
secara
khusus
dengan
alasan sudah
ada
peraturan
perundangan
yang
mengatur
Jaminan Sosial
sesuai dengan
peraturan
perundangan yang
berlaku
Jaminan Sosial
dimuat dalam
Perjanjian Kerja
dan Pasal lain
sesuai dengan
peraturan
perundangan
yang berlaku
Mengacu pada
peraturan
perundangan
nasional yang
berlaku
61
62. Berkaitan dengan strategi advokasi tersebut, JALA PRT
bersama 3 konfederasi serikat buruh/pekerja
membentuk Komite Aksi Pekerja Rumah Tangga dengan
5 program kerja aksi utama.
Pertama, memproduksi dan mengkampanyekan Konsep
Kebijakan Bersama dengan mematangkan Konsep
Kebijakan yang disusun oleh JALA PRT sebelumnya
melalui berbagai diskusi, workshop, konsinyering dan
seminar dan
Kedua, membangun kerja jaringan dengan
mengkonsolidasi kerja-kerja Komite dan kerja bersama
dengan jaringan lainnya dengan saling mensinergikan
isu, antara lain: upah, pendidikan, pekerja anak, jaminan
soial, perempuan, ham, buruh migran.
62
63. Ketiga, membangun dan mengembangkan pengaruh dan
desakan kepada DPR dan Pemerintah untuk mewujudkan
konsep perlindungan dan pemenuhan hak-hak PRT
dengan lobby, sms, pertemuan, penyusunan paket
informasi dan aksi.
Keempat, penguatan basis gerakan PRT dengan
membangun dan mengembangkan organisasi dan peran
PRT di berbagai wilayah.
Kelima, membangun dan mengembangkan opini dan
dukungan public untuk pengakuan dan perlindungan hak-
hak PRT: media massa , berbagai kelompok/elemen
masyarakat.
Ke-5 Program Kerja Aksi tersebut akan dilakukan
merupakan pengembangan dari kerja-kerja advokasi
sebelumnya yang dilakukan oleh KAPPRTBM bersama
elemennya:, KSPI, KSBSI, KSPSI, JALA PRT, JARI
PPTKILN
63
64. Pengajuan dan desakan pembahasan harmonisasi di Baleg
DPR melalui:
Audiensi ke Baleg dan Fraksi-Fraksi DPR untuk
menyampaikan Pokok Pikiran KAPPRTBM
Sms serentak ke Anggota Baleg dan Komisi IX
Meningkatkan lobby ke anggota DPR: Baleg, Komisi IX,
Fraksi-Fraksi dan Pimpinan DPR dan Pemerintah –
Kementerian terkait
Langkah-langkah advokasi lain terus dijalankan:
Roadshow ke Media, Pembentukan Kaukus Jurnalis Peduli
PRT dan Buruh Migran, Dialog Publik dsb.
Masih ada 6 Tahap Krusial: Baleg Komisi IX -
Paripurna DPR sbg RUU Inisiatif & Meminta Ampres
Respon Pemerintah Draft versi Pemerintah
Pembahasan bersama Pengesahan
64