SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 3
PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI


Nomor 21 Tahun 2007. Seminar itu menghadirkan pengacara senior OC Kaligis dan pakar
hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda. Pesertanya seratusan
anggota DPRD kota dan kabupaten se-Indonesia.
Baik OC Kaligis maupun Chairul Huda sama-sama berpendapat, anggota DPRD tak perlu
mengembalikan rapelan dana tunjangan komunikasi dan operasional pimpinan itu. Alasannya,
asas hukum menganut asas retroaktif yang menyatakan suatu peraturan perundang-undangan tak
berlaku surut.
OC Kaligis juga berpendapat pejabat publik seharusnya dilindungi dari gugatan baik perdata
maupun pidana saat melaksanakan kebijakan publik. Dalam kasus anggota DPRD menerima
dana tunjangan komunikasi yang diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2006, itu juga dalam rangka
melaksanakan kebijakan publik. “Jangan dikembalikan, Pak,” kata OC Kaligis.
Komentar saya: Pertanyaan untuk OC Kaligis, kebijakan publik yang mana yang dilakukan
anggota DPRD dalam konteks PP Nomor 37 Tahun 2006 dan/atau PP Nomor 21 Tahun 2007?
Yang ada adalah kebijakan kantong sendiri. Mengantongi rapel tunjangan komunikasi bukan
kebijakan publik, melainkan kebijakan rekening bank sendiri.Senada dengan Kaligis, Chairul
Huda juga mengatakan anggota DPRD tak perlu mengembalikan dana itu. Perintah
pengembalian dana tunjangan komunikasi, lanjutnya, merupakan tindakan kesewenang-
wenangan pemerintah pusat yang harus dilawan. “Bahkan, jika ada yang belum menerima harus
ditagih,” katanya.
Seperti mendapatkan dukungan dari pakar hukum dan pengacara, banyak anggota DPRD yang
menceritakan bagaimana aparat hukum menyikapi kasus tunjangan komunikasi di daerahnya
masing-masing.
Komentar saya: Kalau mau dapat uang lebih banyak, anda harus berbaikan dengan pemerintah,
bekerja sama. Atau, anda usahakan agar kekuasaan pemerintah dikurangi sehingga DPR(D) bisa
membuat peraturan penggajian diri sendiri yang lebih bebas.
Ada yang khawatir, ada juga yang tak mau mengembalikan dana tunjangan komunikasi itu.
waktu itu, juga muncul aksi anggota DPRD memberikan kuasa kepada kantor pengacara OC
Kaligis & Associates untuk melakukan uji materi atas PP tersebut. Bahkan, anggota DPRD
Batam Kholik Widiarto mengaku tak akan mengembalikan tunjangan itu, karena merasa
kewajiban itu merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah pusat yang sebelumnya mengesahkan
pemberian tunjangan komunikasi tersebut. “Sampai kiamatpun, saya tak akan mengembalikan,”
katanya sengit.Komentar saya: Goblog kalau mau main keras. Tipu-menipu lebih baik hasilnya.
Bukankah demokrasi itu bagus. Bagus karena memberi jalan untuk secara legal memperkaya diri
sendiri dan teman-teman dari uang pembayar pajak. Antara politikus (penipu) jangan saling
mendahului.Ketua Adeksi Soerya Respationo mengatakan, seminar tersebut merupakan upaya
dari Adeksi menyikapi persoalan PP 37 Tahun 2006 juncto PP 21 Tahun 2007 agar anggota
DPRD tak terjerat hukum seperti saat sejumlah anggota DPRD di sejumlah daerah ditahan
karena dianggap melanggar PP Nomor 110 Tahun 2000.
Bagaimana dengan suara-suara dari anggota Adeksi yang tak ingin mengembalikan tunjangan
komunikasi? “Kita kan tak berpatokan pada keinginan tapi pada aspek hukumnya. Makanya,
kami undang pengacara senior, pakar hukum dan lainnya sebagai masukan ke Adeksi,” kata
Ketua DPRD Batam, itu.
Komentar saya: Politikus hanya berbicara mengenai aspek legal. Sedangkan aspek kewarasan
dikubur saja.
Adeksi, kata Soerya, akan membahas masalah pengembalian tunjangan komunikasi itu dalam
rapat pengurus Adeksi, mendatang. “Setelah semua masukan kami kumpulkan, kami rapat dan
menyikapi ini. Sikap resmi Adeksi akan kami tentukan nanti,” tukasnya.
Berdasarkan PP Nomor 37 tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
DPRD, anggota DPRD Batam menerima rapelan tunjangan komunikasi sebesar Rp 64,26 juta
per orang. Kemudian, selain itu Ketua DPRD Batam mendapatkan rapelan dana operasional
Rp128,52 juta dan Wakil Ketua DPRD Rp 68,544 juta.
Kemudian, karena banyak dikecam dan didemo, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 21 Tahun
2007 yang salah satu pasalnya mewajibkan anggota DPRD yang sudah menerima rapelan dana
komunikasi tersebut mengembalikannya paling lama sebulan sebelum masa jabatan mereka
berakhir.
Di DPRD Batam sendiri, baru anggota DPRD dari PKS yang mengembalikan dan mencicilnya.
Yang lain, belum mengembalikan karena ada yang menolak ada juga yang menunggu hingga
akhir masa jabatan. (med)
Yang menarik ialah untuk menunjang PP 21 Tahun 2007 tentang pengembalian rapel Tunjangan
Komunikasi itu dikeluarkan Surat Edaran (SE) No 700/08/SJ yang isinya „mengancam‟ anggota
DPRD yang tidak mengembalikan dana tunjangan akan dibawa ke jalur hukum. Namun,
sebaliknya, akan diberikan reward bagi yang mengembalikannya. Bagus juga untuk pembayar
pajak. Tetapi sayangnya di lapangan keputusan Mendagri ini tumpul. Sesama politikus jangan
saling mendahului. Akhirnya Mendagri mengeluarkan SE No 555/3032/SJ, yang isinya
membatalkan SE No 700/08/SJ, artinya….. kalau ada wakil rakyat, yang masih mau
mengantongi uang rapel Tunjangan Komunikasi sudah dibuat legal. Sebentar lagi harus dibuat
PP yang membatalkan PP 21 Tahun 2007 supaya lengkap legalitas memperkaya konco-konco
dengan uang dari pembayar pajak.
Asyik bukan?
Sebagai bahan Perenungan:
Pelantikan anggota DPR tahun 2009 ini akan memakan biaya Rp 46 milyar atau setara dengan
144 kg emas. Atau kira-kira 4.5 kali jumlah emas yang ada di atas tugu Monas. Dalam emas,
memang masih kalah dibandingkan tujangan rumah purna bakti Megawati yang kerja sebagai
presiden hanya 3 tahun lebih.Tetapi jumlah itu tetap banyak, 144 kg emas!! Apalagi jumlah
anggota DPR itu hanya 560 orang. Jadi seorang menelan biaya 260 gram emas. Atau kalau
diukur dengan kambing, maka biaya per orangnya setara dengan 80 ekor kambing. Banyak juga.
Ini baru biaya pelantikan. Nanti ada lagi tunjangan, gaji, uang saku kalau pergi study banding
keluar negri.
Saya membaca di koran nada yang sumbang mengenai DPR yang mengawali tugasnya dengan
pengeluaran 144 kg emas atau 80 ekor kambing per orang. Berita di TV menunjukkan adanya
protes mahasiswa. Entah apa yang diprotes. Yang pasti ditujukan kepada anggota DPR.
Mahasiswa ini goblog. Untuk apa demonstrasi.Lebih baik mereka berkampanye untuk
memboikot pemilu. Tunjukkan apa itu sistem yang bernama demokrasi. Hitler, Mussolini,
Truman, L.B Johnson, Abraham Lincoln adalah produk demokrasi modern. Hitler
menghantarkan 7 juta (9%) etnis Jerman ke alam baka. Yang hidup menjadi sengsara.
Mussolini 400 ribu (1%), Truman 400 ribu. Johnson dengan perang Vietnamnya mengirim 58
ribu ke alam baka dan 153 ribu luka-luka pemilihnya. Dan untuk pahlawan US yang paling
disanjung, Abraham Lincoln mengirim 620 ribu (2% dari penduduk US) ke alam baka. Tragis.
Mereka ini dipilih untuk dijadikan „pemimpin‟ bersama „wakil rakyat‟ .
Kemudian sang „pemimpin‟ ini mengirim mereka ke alam baka, dan untuk pengiriman ini para
„pemimpin‟ dan „wakil rakyat‟ ini menodong pembiayaannya kepada yang tinggal.
Demikian banyak penderitaan untuk yang namanya demokrasi. Yang mati, yang sengsara dan
yang diperas.Pemimpin Indonesia lebih baik, karena mereka tidak mengirimkan rakyatnya ke
alam baka, kecuali untuk kasus Aceh, Timor-Timur, Dwikora, Trikora, dan perang kemerdekaan.
Kenapa perang kemerdekaan dimasukkan? Mmmmm, Malaysia, Singapore, Brunei dan
Suriname tidak perlu perang kemerdekaan untuk merdeka.Untuk apa menempuh jalan yang perlu
pengorbanan? Banyak yang mati dan cacat untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu ada
pengorbanan. Tetapi karena keahlian politikus memberi semangat, menggiring sapi-sapi yang
mau disembelih dan diperas, mereka (sapi-sapi ini) bisa dijadikan tumbal dan diperas.Manusia
tidak bisa belajar dari sejarah. Sejarah dan ilmu politik sudah ada di peradaban manusia lebih
lama dari pada hukum thermodinamika, siklus Carnot atau siklus Diesel. Tetapi ilmu politik
tidak bisa membawa manusia kepada kemakmuran. Thermodinamika siklus Carnot, membuat
anda bisa naik mobil dan melakukan perjalanan jauh dengan mudah.Bagaimana dengan ilmu
politik? Demokrasi tetap saja sebagai produk yang gagal dan berguna bagi politikus saja,
selebihnya hanya sapi yang layak disembelih dan diperas.
Apakah manusia ini sudah gila (insane)? Atau hanyalah hubungan eksploitasi antara politikus
dengan sapi-sapinya. Sapi-sapi yang terlalu bebal untuk belajar dari pengalaman (sejarah)
walaupun ratusan tahun lamanya.

Mais conteúdo relacionado

Destaque (8)

Atmosfera 1ª Parte
Atmosfera 1ª ParteAtmosfera 1ª Parte
Atmosfera 1ª Parte
 
Xmas decor
Xmas decorXmas decor
Xmas decor
 
Images of India
Images of IndiaImages of India
Images of India
 
Tabela do Pernambumbucano 2012
Tabela do Pernambumbucano 2012Tabela do Pernambumbucano 2012
Tabela do Pernambumbucano 2012
 
10 Piores Alimentos
10 Piores Alimentos10 Piores Alimentos
10 Piores Alimentos
 
Salmo 36:5
Salmo 36:5Salmo 36:5
Salmo 36:5
 
Pakaian[1]
Pakaian[1]Pakaian[1]
Pakaian[1]
 
Presentation VMRO - Lom
Presentation VMRO - LomPresentation VMRO - Lom
Presentation VMRO - Lom
 

Semelhante a PEMERINTAH

PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI
PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRIPEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI
PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRIronaldonatus
 
PRO KONTRA UU PILKADA
PRO KONTRA UU PILKADAPRO KONTRA UU PILKADA
PRO KONTRA UU PILKADAHISHNUL180695
 
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...Tri Widodo W. UTOMO
 
Media Indonesia 21 Februari 2014
Media Indonesia 21 Februari 2014Media Indonesia 21 Februari 2014
Media Indonesia 21 Februari 2014hastapurnama
 
Uu melayani pemilik modal, bukan rakyat
Uu   melayani pemilik modal, bukan rakyatUu   melayani pemilik modal, bukan rakyat
Uu melayani pemilik modal, bukan rakyatRizky Faisal
 
E magz september Kemenkop 2019
E magz september Kemenkop 2019 E magz september Kemenkop 2019
E magz september Kemenkop 2019 kemenkop
 
Media Indonesia 27 Februari 2014
Media Indonesia 27 Februari 2014Media Indonesia 27 Februari 2014
Media Indonesia 27 Februari 2014hastapurnama
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...Dadang Solihin
 
Tugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD Malang
Tugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD MalangTugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD Malang
Tugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD Malangdilla1515
 
Warta Satu Tabloid
Warta Satu TabloidWarta Satu Tabloid
Warta Satu TabloidWartaSatu
 
Mahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capresMahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capresRizky Faisal
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDPeningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDDadang Solihin
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDPeningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDDadang Solihin
 
Makalah Pembentukan PERDA
Makalah Pembentukan PERDA Makalah Pembentukan PERDA
Makalah Pembentukan PERDA Fenti Anita Sari
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDPeningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDDadang Solihin
 

Semelhante a PEMERINTAH (20)

Ulina
UlinaUlina
Ulina
 
PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI
PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRIPEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI
PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI
 
HARIAN WARTA NASIONAL
HARIAN WARTA NASIONALHARIAN WARTA NASIONAL
HARIAN WARTA NASIONAL
 
Makalah Polemik RUU Pilkada
Makalah Polemik RUU PilkadaMakalah Polemik RUU Pilkada
Makalah Polemik RUU Pilkada
 
Lanjutan spi
Lanjutan spiLanjutan spi
Lanjutan spi
 
PRO KONTRA UU PILKADA
PRO KONTRA UU PILKADAPRO KONTRA UU PILKADA
PRO KONTRA UU PILKADA
 
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
 
Media Indonesia 21 Februari 2014
Media Indonesia 21 Februari 2014Media Indonesia 21 Februari 2014
Media Indonesia 21 Februari 2014
 
Uu melayani pemilik modal, bukan rakyat
Uu   melayani pemilik modal, bukan rakyatUu   melayani pemilik modal, bukan rakyat
Uu melayani pemilik modal, bukan rakyat
 
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
 
E magz september Kemenkop 2019
E magz september Kemenkop 2019 E magz september Kemenkop 2019
E magz september Kemenkop 2019
 
Media Indonesia 27 Februari 2014
Media Indonesia 27 Februari 2014Media Indonesia 27 Februari 2014
Media Indonesia 27 Februari 2014
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD Overview atas Fungsi di ...
 
Tugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD Malang
Tugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD MalangTugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD Malang
Tugas paper studi kasus penyimpangan keuangan daerah pada DPRD Malang
 
Warta Satu Tabloid
Warta Satu TabloidWarta Satu Tabloid
Warta Satu Tabloid
 
Mahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capresMahalnya biaya capres
Mahalnya biaya capres
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDPeningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDPeningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
 
Makalah Pembentukan PERDA
Makalah Pembentukan PERDA Makalah Pembentukan PERDA
Makalah Pembentukan PERDA
 
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRDPeningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
Peningkatan Kapasitas, Peran dan Fungsi Anggota DPRD
 

Mais de ronaldonatus (13)

Gorontalo
GorontaloGorontalo
Gorontalo
 
Kemacetan
KemacetanKemacetan
Kemacetan
 
Ozon menipis
Ozon menipisOzon menipis
Ozon menipis
 
Pintu
PintuPintu
Pintu
 
Polusi
PolusiPolusi
Polusi
 
Polusi
PolusiPolusi
Polusi
 
Cuaca buruk
Cuaca burukCuaca buruk
Cuaca buruk
 
Jamila
JamilaJamila
Jamila
 
Contoh lamaran kerja
Contoh lamaran kerjaContoh lamaran kerja
Contoh lamaran kerja
 
Hotman
HotmanHotman
Hotman
 
1
11
1
 
Draft vol 1_no_1
Draft vol 1_no_1Draft vol 1_no_1
Draft vol 1_no_1
 
Pengumuman pra beasiswa ppa dan bbm 2011
Pengumuman pra beasiswa ppa dan bbm 2011Pengumuman pra beasiswa ppa dan bbm 2011
Pengumuman pra beasiswa ppa dan bbm 2011
 

PEMERINTAH

  • 1. PEMERINTAH MEMPERKAYA DIRI Nomor 21 Tahun 2007. Seminar itu menghadirkan pengacara senior OC Kaligis dan pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda. Pesertanya seratusan anggota DPRD kota dan kabupaten se-Indonesia. Baik OC Kaligis maupun Chairul Huda sama-sama berpendapat, anggota DPRD tak perlu mengembalikan rapelan dana tunjangan komunikasi dan operasional pimpinan itu. Alasannya, asas hukum menganut asas retroaktif yang menyatakan suatu peraturan perundang-undangan tak berlaku surut. OC Kaligis juga berpendapat pejabat publik seharusnya dilindungi dari gugatan baik perdata maupun pidana saat melaksanakan kebijakan publik. Dalam kasus anggota DPRD menerima dana tunjangan komunikasi yang diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2006, itu juga dalam rangka melaksanakan kebijakan publik. “Jangan dikembalikan, Pak,” kata OC Kaligis. Komentar saya: Pertanyaan untuk OC Kaligis, kebijakan publik yang mana yang dilakukan anggota DPRD dalam konteks PP Nomor 37 Tahun 2006 dan/atau PP Nomor 21 Tahun 2007? Yang ada adalah kebijakan kantong sendiri. Mengantongi rapel tunjangan komunikasi bukan kebijakan publik, melainkan kebijakan rekening bank sendiri.Senada dengan Kaligis, Chairul Huda juga mengatakan anggota DPRD tak perlu mengembalikan dana itu. Perintah pengembalian dana tunjangan komunikasi, lanjutnya, merupakan tindakan kesewenang- wenangan pemerintah pusat yang harus dilawan. “Bahkan, jika ada yang belum menerima harus ditagih,” katanya. Seperti mendapatkan dukungan dari pakar hukum dan pengacara, banyak anggota DPRD yang menceritakan bagaimana aparat hukum menyikapi kasus tunjangan komunikasi di daerahnya masing-masing. Komentar saya: Kalau mau dapat uang lebih banyak, anda harus berbaikan dengan pemerintah, bekerja sama. Atau, anda usahakan agar kekuasaan pemerintah dikurangi sehingga DPR(D) bisa membuat peraturan penggajian diri sendiri yang lebih bebas. Ada yang khawatir, ada juga yang tak mau mengembalikan dana tunjangan komunikasi itu. waktu itu, juga muncul aksi anggota DPRD memberikan kuasa kepada kantor pengacara OC Kaligis & Associates untuk melakukan uji materi atas PP tersebut. Bahkan, anggota DPRD Batam Kholik Widiarto mengaku tak akan mengembalikan tunjangan itu, karena merasa kewajiban itu merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah pusat yang sebelumnya mengesahkan pemberian tunjangan komunikasi tersebut. “Sampai kiamatpun, saya tak akan mengembalikan,” katanya sengit.Komentar saya: Goblog kalau mau main keras. Tipu-menipu lebih baik hasilnya. Bukankah demokrasi itu bagus. Bagus karena memberi jalan untuk secara legal memperkaya diri sendiri dan teman-teman dari uang pembayar pajak. Antara politikus (penipu) jangan saling mendahului.Ketua Adeksi Soerya Respationo mengatakan, seminar tersebut merupakan upaya dari Adeksi menyikapi persoalan PP 37 Tahun 2006 juncto PP 21 Tahun 2007 agar anggota DPRD tak terjerat hukum seperti saat sejumlah anggota DPRD di sejumlah daerah ditahan karena dianggap melanggar PP Nomor 110 Tahun 2000. Bagaimana dengan suara-suara dari anggota Adeksi yang tak ingin mengembalikan tunjangan komunikasi? “Kita kan tak berpatokan pada keinginan tapi pada aspek hukumnya. Makanya, kami undang pengacara senior, pakar hukum dan lainnya sebagai masukan ke Adeksi,” kata Ketua DPRD Batam, itu.
  • 2. Komentar saya: Politikus hanya berbicara mengenai aspek legal. Sedangkan aspek kewarasan dikubur saja. Adeksi, kata Soerya, akan membahas masalah pengembalian tunjangan komunikasi itu dalam rapat pengurus Adeksi, mendatang. “Setelah semua masukan kami kumpulkan, kami rapat dan menyikapi ini. Sikap resmi Adeksi akan kami tentukan nanti,” tukasnya. Berdasarkan PP Nomor 37 tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, anggota DPRD Batam menerima rapelan tunjangan komunikasi sebesar Rp 64,26 juta per orang. Kemudian, selain itu Ketua DPRD Batam mendapatkan rapelan dana operasional Rp128,52 juta dan Wakil Ketua DPRD Rp 68,544 juta. Kemudian, karena banyak dikecam dan didemo, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 21 Tahun 2007 yang salah satu pasalnya mewajibkan anggota DPRD yang sudah menerima rapelan dana komunikasi tersebut mengembalikannya paling lama sebulan sebelum masa jabatan mereka berakhir. Di DPRD Batam sendiri, baru anggota DPRD dari PKS yang mengembalikan dan mencicilnya. Yang lain, belum mengembalikan karena ada yang menolak ada juga yang menunggu hingga akhir masa jabatan. (med) Yang menarik ialah untuk menunjang PP 21 Tahun 2007 tentang pengembalian rapel Tunjangan Komunikasi itu dikeluarkan Surat Edaran (SE) No 700/08/SJ yang isinya „mengancam‟ anggota DPRD yang tidak mengembalikan dana tunjangan akan dibawa ke jalur hukum. Namun, sebaliknya, akan diberikan reward bagi yang mengembalikannya. Bagus juga untuk pembayar pajak. Tetapi sayangnya di lapangan keputusan Mendagri ini tumpul. Sesama politikus jangan saling mendahului. Akhirnya Mendagri mengeluarkan SE No 555/3032/SJ, yang isinya membatalkan SE No 700/08/SJ, artinya….. kalau ada wakil rakyat, yang masih mau mengantongi uang rapel Tunjangan Komunikasi sudah dibuat legal. Sebentar lagi harus dibuat PP yang membatalkan PP 21 Tahun 2007 supaya lengkap legalitas memperkaya konco-konco dengan uang dari pembayar pajak. Asyik bukan? Sebagai bahan Perenungan: Pelantikan anggota DPR tahun 2009 ini akan memakan biaya Rp 46 milyar atau setara dengan 144 kg emas. Atau kira-kira 4.5 kali jumlah emas yang ada di atas tugu Monas. Dalam emas, memang masih kalah dibandingkan tujangan rumah purna bakti Megawati yang kerja sebagai presiden hanya 3 tahun lebih.Tetapi jumlah itu tetap banyak, 144 kg emas!! Apalagi jumlah anggota DPR itu hanya 560 orang. Jadi seorang menelan biaya 260 gram emas. Atau kalau diukur dengan kambing, maka biaya per orangnya setara dengan 80 ekor kambing. Banyak juga. Ini baru biaya pelantikan. Nanti ada lagi tunjangan, gaji, uang saku kalau pergi study banding keluar negri. Saya membaca di koran nada yang sumbang mengenai DPR yang mengawali tugasnya dengan pengeluaran 144 kg emas atau 80 ekor kambing per orang. Berita di TV menunjukkan adanya protes mahasiswa. Entah apa yang diprotes. Yang pasti ditujukan kepada anggota DPR. Mahasiswa ini goblog. Untuk apa demonstrasi.Lebih baik mereka berkampanye untuk memboikot pemilu. Tunjukkan apa itu sistem yang bernama demokrasi. Hitler, Mussolini, Truman, L.B Johnson, Abraham Lincoln adalah produk demokrasi modern. Hitler menghantarkan 7 juta (9%) etnis Jerman ke alam baka. Yang hidup menjadi sengsara. Mussolini 400 ribu (1%), Truman 400 ribu. Johnson dengan perang Vietnamnya mengirim 58 ribu ke alam baka dan 153 ribu luka-luka pemilihnya. Dan untuk pahlawan US yang paling
  • 3. disanjung, Abraham Lincoln mengirim 620 ribu (2% dari penduduk US) ke alam baka. Tragis. Mereka ini dipilih untuk dijadikan „pemimpin‟ bersama „wakil rakyat‟ . Kemudian sang „pemimpin‟ ini mengirim mereka ke alam baka, dan untuk pengiriman ini para „pemimpin‟ dan „wakil rakyat‟ ini menodong pembiayaannya kepada yang tinggal. Demikian banyak penderitaan untuk yang namanya demokrasi. Yang mati, yang sengsara dan yang diperas.Pemimpin Indonesia lebih baik, karena mereka tidak mengirimkan rakyatnya ke alam baka, kecuali untuk kasus Aceh, Timor-Timur, Dwikora, Trikora, dan perang kemerdekaan. Kenapa perang kemerdekaan dimasukkan? Mmmmm, Malaysia, Singapore, Brunei dan Suriname tidak perlu perang kemerdekaan untuk merdeka.Untuk apa menempuh jalan yang perlu pengorbanan? Banyak yang mati dan cacat untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu ada pengorbanan. Tetapi karena keahlian politikus memberi semangat, menggiring sapi-sapi yang mau disembelih dan diperas, mereka (sapi-sapi ini) bisa dijadikan tumbal dan diperas.Manusia tidak bisa belajar dari sejarah. Sejarah dan ilmu politik sudah ada di peradaban manusia lebih lama dari pada hukum thermodinamika, siklus Carnot atau siklus Diesel. Tetapi ilmu politik tidak bisa membawa manusia kepada kemakmuran. Thermodinamika siklus Carnot, membuat anda bisa naik mobil dan melakukan perjalanan jauh dengan mudah.Bagaimana dengan ilmu politik? Demokrasi tetap saja sebagai produk yang gagal dan berguna bagi politikus saja, selebihnya hanya sapi yang layak disembelih dan diperas. Apakah manusia ini sudah gila (insane)? Atau hanyalah hubungan eksploitasi antara politikus dengan sapi-sapinya. Sapi-sapi yang terlalu bebal untuk belajar dari pengalaman (sejarah) walaupun ratusan tahun lamanya.