Indonesia memiliki sumber daya pertanian yang besar namun belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tata kelola sumber daya pertanian yang kurang memadai, trauma pertanian pada generasi muda, dan fragmentasi lahan pertanian. Untuk mencapai pertanian yang optimal, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, petani, dan akademisi melalui pengelolaan sumber daya, dukungan terhadap petani, serta
8. peranan sektor pertanian terhadap perekonomian indonesia
Artikel laporan utama
1. CEKAMAN UNDER OPTIMAL PERTANIAN INDONESIA
Optimalisasi pertanian. Suatu pertanian dikatakan dalam keadaan sedemikian,
secara umum jika mampu memanfaatkan sumber daya yang ada dalam lingkup pertanian
dengan optimal. Indonesia merupakan negara yang sektor pertaniannya masih digadanggadang berkontribusi besar pada perekonomian bangsa. Sumber daya alam dan sumber
daya manusia untuk sektor ini mempunyai kapasitas yang cukup tinggi untuk
dimanfaatkan lebih lanjut. Indonesia yang secara langsung sebagai penganut pola
ekonomi pertanian secara nyata justru hanya mampu menghasilkan produk-produk
primer tanpa upaya pengolahan yang amat jauh dari realisasi perekonomian berbasis
ilmu pengetahuan.
Namun dengan kelimpahan sumber daya pertanian yang potensinya begitu besar
tidak otomatis membuat pertanian di negara ini optimal. Keadaan under optimal di sektor
pertanian Indonesia dipicu oleh banyak hal. Menurut Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si,
pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia masih di bawah ambang optimum. Padahal
sumber daya pertanian yang dimiliki Indonesia sangat potensial jika dikelola dengan baik.
Sayangnya, sampai saat ini tata kelola pemanfaatan sumber daya pertanian belum
sepenuhnya menjadi perhatian pemangku kebijakan negeri. Tingkat pengelolaan sumber
daya yang minimum ini membuat pelaku pertanian yang disandang oleh petani di desa
terus menerus terkungkung dalam kemiskinan. Dampak lanjutnya dengan kuantitas
komunitas petani yang banyak dengan tingkat kemiskinan tinggi akan membebani
perekonomian Negara.
Keadaan ini diperparah dengan kondisi di era 90-an yang mana pada periode itu
pertanian diabaikan. Tidak terdapatnya anggaran, program dan prinsip pengembangan
pertanian membuat sektor penyumbang terbesar perekonomian Indonesia ini semakin
tersudut keberadaannya. Belum lagi banyak pihak yang memiliki mindset bahwa
pertanian adalah kuno dan petani tampak bodoh, membuat generasi muda meskipun
berasal dari keluarga petani turut teracuni dengan pemahaman serupa. “Trauma
pertanian tengah menjalari generasi muda Indonesia saat ini. Ia lebih memilih merantau
ke kota besar daripada meneruskan usata tani orang tuanya di desa, padahal ia tidak
memiliki pandangan dan keterampilan apapun tentang pekerjaannya kelak di kota.
Berawal dari sini beban perekonomian bertambah lagi, disebabkan banyaknya tingkat
pengangguran,” ungkap ketua LPPM UNS ini.
Kontinyuitas fragmentasi lahan turut pula menyumbang pada ketidakoptimalan
pertanian. Budaya mewariskan lahan pada keturunan dengan cara dibagi untuk masingmasing anak berdampak pada merebaknya usahatani skala kecil yang tentunya tidak
efisien. Belum lagi dampak alih fungsi lahan pertanian bagi pemenuhan kebutuhan papan
sumber daya manusia yang kini kian marak. Dari segi teknologi yang mengalami
2. stagnanansi inovasi menyebabkan pertanian tidak berkembang. Minimnya inovasi
selanjutnya
berdampak pada
melekatnya
budidaya
ala
revolusi hijau
dengan
penggunaan unsur anorganik hingga saat ini. Subjek pertanian sudah terlanjur berada
dalam cekaman anorganik yang sulit untuk kembali ke budidaya berbasis organik.
Untuk terbebas dari pertanian yang under optimal ini Indonesia harus melakukan
langkah penanganan yang mencakup seluruh komponen pertanian, karena pada
dasarnya upaya menuju optimalisasi pertanian merupakan upaya yang holistik. Usaha
bersama dari pemerintah, petani juga praktisi akademik. Pemerintah mengupayakan tata
kelola, dukungan, dorongan dan ruang gerak yang lebih baik bagi pertanian melalui
regulasinya. Petani melakukan langkah untuk degradasi trauma pertanian bagi generasi
mudanya, generasi yang notabene mempunyai kecakapan dan pengetahuan yang lebih
memadai. Praktisi akademik dapat mendukung terciptanya pertanian yang optimal
dengan adanya pelatihan kewirausahaan di bidang pertanian.
[Arlina Intan Kusumaningrum, Astira Patriyani, Aziz Ihfaningrum]