Cacat perencanaan yang berdampak pada mutu konstruksi lapangan dapat muncul dari kesalahan pemodelan struktur seperti mengabaikan elemen dinding pengisih, mengabaikan pengaruh bukaan jendela, dan mengabaikan pengaruh tangga; ketidaksesuaian antara model analisis dengan gambar rencana juga dapat menyebabkan cacat perencanaan. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat mengakibatkan perilaku struktural yang berbeda dari
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
ย
Cacat perencanaan yang berdampak pada mutu konstruksi lapangan
1. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 1
Cacat Perencanaan Yang Berdampak Pada Mutu Konstruksi Lapangan,
Studi Kasus Pada Bangunan Gedung*
Oleh: Rani Hendrikus**
1. Pendahuluan
Cacat perencanaan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah cacat atau tidak terpenuhinya
proses perencanaan menurut kaidah teknik yang berlaku, atau menurut ketentuan minimal yang diatur
standar atau code. Sedangkan perencanaan hanya dibatasi pada perencanaan teknis (DED) dan lebih
khusus lagi pada DED bangunan gedung dari beton bertulang. Karena itu rujukannya adalah pada SNI
2487-2013 atau RSNI 2847-2019 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung serta SNI
1726-2012 atau RSNI 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung dan Non-Gedung dan SNI 1727-2013 tentang Beban Minimum Untuk Perencanaan Bangunan
Gedung dan Struktur Lainnya. Inilah standar bangunan terkini yang dimiliki untuk memandu perencanaan
teknis bangunan gedung beton bertulang.
Gbr. 01.(a). Alur perencanaan struktur bangunan
berbasis kinerja (FEMA-445)
Gbr. 01.(b). Alur perencanaan bangunan berbasis
kinerja secara makro (Steven Mahin)
Selected
Performance
Objective
Develope
Preliminary
Building Design
Assess
Performance
Does
Performance
Meet
Objective
Revise
Design
DONEN Y
FUNGTIONAL
REQUIREMENTS
SITE
EVALUATION
STRUCTURLAL
SYSTEM
ENGINEERING
QUALITY
CONTROL /
ASSURANCE
2. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 2
Rangkaian perencanaan (DED) pada dasarnya sangat panjang dan kompleks. Sejauh menyangkut
perencanaan struktur bangunan berbasis kinerja, Fema-445(3)
dan professor Steven Mahin(12)
merekomendasi procedure perencanaan sederhana seperi yang ditunjukan dalam gambar 01 (a) dan (b).
Secara umum proses perencanaan dalam gamba-01 bukan hal baru. Namun fase selected performance
objective dalam gambar 01.(a) dan functional requirements dalam gambar 01.(b), yakni yang berkaitan
dengan seleksi kinerja bangunan, merupakan langkah yang sering diabaikan. Akibatnya fase assess
performance (evaluasi kinerja) tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Sehubungan dengan proses seleksi kinerja bangunan, ada dua pertanyaan penting. Pertama, siapa
yang yang harus menentukan kinerja bangunan dan kedua apa isi kinerja bangunan. Secara umum semua
stakeholder (sekurang-kurangnya melibatkan: pemilik proyek, otoritas setempat /staf teknis dari dinas
pekerjaan umum, dan ahli bangunan/konsultan) harus terlibat dalam menentukan kinerja bangunan yang
akan dibangun. Dan isinya bisa mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari aspek estetika, ekonomi,
lingkungan, sampai masalah-masalah yang sangat teknis seperti : umur bangunan rencana, resiko
kerusakan atau kegagalan bangunan yang dapat diterima, syarat getaran, lendutan yang bekaitan dengan
peralatan yang akan dioperasikan atau syarat kenyamanan lainya. Pada tahab ini ahli bangunan akan
menerjemahkan harapan atau kinerja bangunan tersebut kedalam skala yang terukur, agar dapat
digunakan sebagai alat ukur dalam fase evaluasi. Proses selanjutnya meliputi proses engineering (menurut
professor Steven Mahin) atau proses : preliminary design โ evaluasi kinerja โ revisi desain (menurut Fema-
445) merupakan proses yang bersifat looping dan interaktif, yang dilakukan secara berulang sampai
menemukan hasil/kinerja bangunan yang dikehendaki.
Harus diakui bahwa masih banyak engineer kita (Indonesia) yang belum cukup terbiasa dengan
proses kerja demikian. Dalam praktek, interaksi antara para ahli belum cukup produktip untuk mencapai
kinerja bangunan yang diharapkan. Sehingga tidak jarang, karena kurang masukan dari ahli struktur
misalnya, produk rancang bangun yang dihasilkan pada dirinya dari awal sudah melekat kinerja yang
kurang baik. Khusus untuk ahli struktu, selain permasalahan yang bersifat dialektika anatara kelompok
keahlian tersebut, masih ada masalah lain yang jauh lebih penting yakni masalah missing link informasi
dari state of the art rekayasa banguan gedung.
Sehubungan gambaran yang disampikan di atas dan topik yang ditawarkan, penulis coba
mengangkat beberapa masalah laten di dalam proses rekayasa bangunan gedung, yang dianggap penting
3. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 3
dan mempengaruhi kinerja bangunan yang dihasilkan . Masalah-masalah tersebut antara lain: masalah
pemodelan, masalah metode analisis, masalah spesifikasi dan gambar rencana.
2. Masalah pemodelan
Kelemahan model yang disajikan dalam tulisan ini adalah kelemahan-kelemahan yang ditemukan
selama praktek desain bangunan gedung selama kurang lebih 30 tahun terakhir, baik yang bersumber dari
kesalahan pihak lain maupun yang bersumber dari kesalahan kami pribadi. Kelemahan pemodelan ini
tidak jarang melahirkan perilaku struktur lapangan yang tidak sejalan dengan apa yang diperkiraan pada
saat desain. Berikut ini beberaka kesalahan pemodelan yang sering ditemui:
2.1. Infilled Frame Versus Open Frame
Infilled frame atau Rangka dengan dinding pengisih merupakan system struktur yang sangat
populer digunakan di Indonesia baik untuk bangunan rendah maupun untuk bangunan sedang.
Pada system ini, dinding setengah atau satu batu di pasang setelah rangkan beton atau baja
didirikan. Dalam kasus tertentu hubungan antara dinding dengan elemen kolom diikat dengan
angkur sehingga kedua elemen struktur tersebut menyatu secara baik, di kasus yang lain tidak,
sehingga hubungan antara diding dengan elemen kolom tidak menyatu.
Dalam praktek desain (yang umum dilakukan), elemen dinding dianggap elemen nonstruktur yang
diabaikan keberadaannya sehingga tidak diperhitungkan atau dimasukan sebagai bagian dari
model struktur. Dengan demikian struktur bangunan tersebut dimodelkan sebagai rangka terbuka
(open frame).
Kesalahan pemodelan ini menimbulkan implikasi serius pada bangunan khsusnya ketika bangunan
menerima beban lateral atau gempa. Karena system struktur bangunan riil bukan lagi rangka
terbuka tetapi menjadi rangka dengan dinding pengisih yang berperilaku sebagai dinding geser.
Pada sistem open frame gaya gempa diserap struktur bangunan dalam bentuk momen, gaya
normal dan gaya geser secara berimbang. Join-join kolom balok menjadi titik distribusi gaya-gaya
dalam tersebut. Sedangka pada sistem dinding geser, gaya geser dan momen mengecil namun
gaya aksial akan berubah secara drastic, khusunnya pada kolom-kolom tepi. Simulasi komputer
yang diperlihatkan dalam gambar 02 berikut ini menunjukan perbuhan gaya aksial pada elemen
kolom dari kedua model. Perubahan ini dalam skala tertentu dapat membahayakan keselamatan
bangunan.
4. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 4
Gbr.02.(a) Open Frame, Semua kolom menerima gaya aksial
tekan
Gbr.02.(b) Shear Wall, Semua kolom menerima gaya aksial
tekan, sebagian tarik
Salah satu contoh kegagalan bangunan bangunan dengan dinding pengisih adalah pada bangunan
apartement 6 lantai di Golcuk Turki akibat gempa Kocaeli โ Turki tahun 1999 (11)
gambar-03. Dua
lantai pertama bangunan runtuh total sebagai akibat akibat over-stress khusunya pada kolom
lantai dasar. Over stress ini biasa diakibtakan gaya aksial yang berubah atau bertambah secara
signifikan seperti yang diperlihatkan pada gambar 01
Gbr.03. Kegaglan bangunan akibat elemen dinding yang diabaikan dalam tahap desain
2.2. Bukaan Jendela/Boven dan Sort Column Effect
Dinding pengisis dengan bukaan jendela atau bukaan boven sering kita temu pada bangunan
gedung. Dalam banyak hal masalah ini tidak dapat dihindari namun jika direncanakan sejak awal,
gaya aksial pada
kolom lantai dasar
paling luar masing2:
66 TON & 23 TON
gaya aksial pada
kolom lantai dasar
paling luar masing2
191 TON & -114 TON
5. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 5
masalah ini dapat diatasi, misalnya membuat dinding-dinding tersebut terpisah dari kolom dan
balok struktur.
Sudah disadari sejak lama bahwa kehadiran bukaan tersebut dapat merubah perilaku struktur
pada saat menerima beban lateral, investigasi lapangan dan riset laboratorium menunjukan
secara jelas bahwa elemen bukaan jendela ataupun boven dapat menimbulkan kerusakan fatal
pada bangunan(13), (14), (15)
.
Pada saat gempa (kuat), gaya geser pada kolom yang mengapit bukaan jendela atau boven akan
mengalami atau menerima gaya geser yang sangat besar. Simulasi yang kami lakukan menunjukan
bahwa peningkatan gaya geser pada elemen kolom mencapai 1.67 kali dari gaya geser kolom
rangka terbuka, lihat gambar 04.(a). Peningkatan gaya geser yang relatip besar inilah yang
menyebabkan kerusakan elemen kolom seperti yang ditunjukan pada 04.(b). Faktor penyebab
yang sama juga menjadi salah satu alasan mengapak perpustakaan Seminari Tinggi Ledalero
mengalami kerusakn yang sangat para pada peristwa gempa Flores 1992, gambar 04
Gbr-04.(a) Gaya geser hasil simulasi komputer Gbr-03.(b) Pola kerusakan bangunan dengan bukaan
6. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 6
Gbr.- 04. Gagal geser pada ujung kolmo atas akibat kehadiran boven
2.3. Soft Story
Soft story (tingkat lunak) merupakan kondisi bangunan dimana salah satu tingkat memiliki
kekakuan yang relati kecil dibandingkan dengan tingkat yang di atasnya. Kondisi ini umumnya
ditemui pada bangunan hotel/apartemet/perkantoran yang basementnya difungsikan sebagai
tempat parkir. Fenomena kegagalan bangunan akibat tingkat lunak sudah dierekam sejak lama,
namun fenomena tersebut terus terjadi sampai dengan peristiwa-peristiwa gempa terakhir,
seperti yang diperlihatkan pada gambar 05 dan 06
Gbr. 05 Runtuhnya RUKO di kota Maumere akibat gempa Flores 12 Desember 1992
7. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 7
Gbr. 06 Runtuhnya Apartement The Yun Men Tsui Ti akibat gempa Hualian-Taiwan 2018
Gbr. 07 Deformasi dan sebaran gaya pafa model bangunan dengan tingkat lunak
a) Deformasi Lateral (dominanLantai Dasar) b) Momen (Dominan Lantai Dasar)
c) Gaya Geser (dominanLantai Dasar) c) Gaya Aksial (Tersebar)
92 TON
151 T-M
191 TON
P-D effect
8. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 8
Kegagalan bangunan akibat tingkat lunak umumnya terjadi karena elemen dinding tidak
disertakan dalam model analisis, sehingga bagian lantai atas bangunan tetap dimodelkan
sebagai rangka terbuka walaupun di sana terdapat pasangan dinding.
Berbeda dengan system rangka terbuka yang gaya-gaya dalamnya tersebar sera merata
keseluruh elemen struktur, pada bangunan dengan kasus soft story, gaya gaya dalam tersebut
(khususnya momen lentur dan geser) terkosentrasi pada elemen kolom dari tingkat lunak.
Akibatnya kolom-kolom yang berada pada tingkat lunak akan mengalami over stress.
Fenomena ini dibuktikan dengan hasil simulasi compute yang ditunjukan pada gambar 07
2.4. Pengaruh Tangga
Dalam desain bangunan bertingkat, jarang ahli struktur memasukan elemen tangga menjadi satu
kesatuan dalam model analisis. Prakteknya rangka bangunan dan struktur tangga dianalisis
terpisah. Sayangnya kebijakan desain ini tidak konsisten diterapkan dalam detail gambar rencana
dan pelasanaan lapangan. Banyak bangunan Gedung yang gagal karena kelalaian ini. Salah satu
contoh adalah runtuhnya bangunan kamar mandi/WC di seminari tinggi Ledalera dan rusaknya
salah satu bangunan bertingkat di asrama Seminari Tinggi Ritapiret Maumere Sikka akibat gempa
Flore 1992, lihat gamba 08
Gbr. 08 Kerusakan tangga pada Seminati Tinggi Ritapiret
9. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 9
Fenomena kegagalan ini dapat dijelaskan melalui hasil simulasi yang ditunjukan pada gambar 09.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kehadiran elemen tangga mengganggu distribusi gaya
normal, geser dan momen pada elemen struktur, khususnya pada frame yang berhubungan
dengan elemen tangga tersebut. Pada model dengan tangga gaya geser dan gaya norma
meningkat secara signifikan, sedangkan momen cenderung mengecil
Gbr. 09 Kerusakan tangga pada Seminati Tinggi Ritapiret
3. Kelemahan Metode Analisis
Metode analisis struktur yang dikenal luas saat ini adalah: Metode Statis Ekivale, Metode Dinamis
Spektrum Respon, Metode Respon Riwayat Waktu Elastis, Metode Statik Non-Linear, dan Metode Dinamis
Non-Linear. Dari beragam metode tersebut, metode Statik Ekivalen dan Metode Dinami Respon Spektrum
merupakan metode yang sangat populer digunakan. Dengan bantuan program komputer yang tersedia di
pasaran, analisis gaya dalam dengan menggunakan metode-metode yang disebutkan di atas dapat
dilakukan dengan muda, walaupun untuk metode tertentu membutkan waktu analisis yang relatip sangat
panjang.
15 TON
17 TON
15 TON
12 TON
7 TON
b) Gaya Geser Fame As-2
Model Dengan Tangga
12TON
11TON
8 TON
5 TON
c) Gaya Geser Fame As-2
Model Tanpa Tangga
36 TON
30 TON
20 TON
10 TON
4 TON
3 TON
1.6 TON
0.7 TON
0.2TON
0.1 TON
d) Gaya Normal Fame As-2
Model Dengan Tangga
e) Gaya Normal Fame As-2
Model Tanpa Tangga
a) Denah Bangunan
AS-2
g) Mome Fame As-2 Model
Tanpa Tangga
f) Mome Fame As-2 Model
Dengan Tangga
10. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 10
Masalah utama dalam memilih metode analisis, umumnya terletak pada keterbatasan
pemahaman mengenai karakteristik (teori) dari metode-metode tersebut, dan juga keterbatasan
pemahaman terhadap regulasi/code yang terus berkembang. Keterbatasan pemahaman tersebu dapat
menyebabkan salah atau tidak tepat dalam memilih metode yang sesuai dengan karakteristik bangunan
yang akan dianalisis.
SNI 2847-2013 dan SNI 1726-2012 misalnya, sangat jelas dalam mengarahkan pengguna code
untuk memilih metode analisis yang tepat, namun karena masalah yang telah disebutkan di atas masih
banyak ditemukan pemilihan metode analisis yang tidak sesuai dengan karakteristik obyek yang akan
dianalisis serta tujuan sasaran akhir yang ingin dicapai.
Sejauh pengelaman berinteraksi dengan para ahli bangunan dalam diskusi kelompok ataupun
perorangan, ditemukan beberapa masalah dalam memilih metode analisis:
1. Masalah non-teknis, kurang ada reward dan punishment terhadap karya desain. Desain
serius/baik sama harganya dengan desain ala-kadarnya. Dengan kata lain laporan desain
struktur lebih merupakan pemenuhan syarat formal dari pada kebutuhan untuk
mendapatkan produk desain yang optimal.
2. Penguasaan SNI yang berkaitan dengan tata cara desain bangunan gedung kurang
memadahi. Harus diakui bahwa SNI yang ada saat ini hanya dapat dipahami jika pembaca
memiliki pengatahunan teknis dan teoritis pada bidangnya. Karena itu sosialisasi SNI dan
pelatihan/work-shop sangat perlu dilakukan.
3. Kelemahan pengetahuan teknis dan teoritis menyebabkan masih sering ditemui hasil
desain yang tidak memadahi, seperti:
a. Tidak dilakukan cross check antara hasil desain statik dan dinamis
b. Dalam desain dinamis tidak dilakukan evalusi jumlah ragam yang digunakan
dikaitan dengan faktor partisipasi massa bangunan.
c. Tidak dilakukan evaluasi kinerja bangunan pada keadaan layan, dengan kata lain
langsung menyajikan hasil desain tulangannya saja.
d. Tidak dilanjutkan dengan desain kapasitas padahal pada penentuan level beban
gempa sudah menggunakan factor R = 8 untuk system rangka pemikul momen
khusus.
11. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 11
e. Desain pondasi yang langsung menggunakan hasil analisis gaya akibat kombinasi
beban ultimit, tanpa memperhatikan gaya yang terjadi pada saat pangkal kolom
mencapai kondisi plastis atau dibandingkan dengan analisis ultimit dengan
memasukan factor over strength.
4. Kelemahan Spesifikasi & Gambar Rencana
Spesifikasi dan gambar rencana merupakan wujud atau aktualisasi dari seluruh harapan kinerja
bangunan yang ditetapkan pada tahab perencanaan. Jika salah satu atau kedua-duanya lemah, kinerja
bangunan yang diharakan tidak akan terwujud. Khusus untuk pekerjaan beton, masalah spesifikasi beton
diatur dalam SNI 2847-2019 pasal 26, sedangkan masalah pendetailan beton bertulang diatur dalam pasal
25. Ada banyak masalah lapangan yang berkaitan dengan kedua aspek di atas, namun dalam tulisan ini
hanya tiga hal penting yang diangkat yakni: pemilihan mutu beton, pengendalian mutu beton, serta detail
gambar rencana.
Gbr.10 Faktor penentu mutu beton rencana
4.1. Mutu Beton Rencana
Dalam praktek, mutu beton ditentukan hanya berdasarkan pertimbangan parsial dan cenderung
sangat pragmatis, yakni hanya memperhitungkan kemampuan kontraktor (local) dalam
MUTU
BETON
RENCANA
DURABILITAS
SISTEM STRUKTUR
SRPMB : fc'-17 MPa
SRPMK: fc'-28 MPa
SYARAT
STRUKTURAL
TERTENTU
POTENSI SERANGAN
SULFAT
S0 : fc' = 17 MPA, W/C =TA
S1 : fc' = 28 MPA, W/C =0.5
S2 : fc' = 32 MPA, W/C =0.45
S3 : fc' = 31 MPA, W/C =0.45
KONTAK LANGSUNG
DENGAN AIR
W0 : fc' =17 MPA, W/C =T/A
W1 : fc' = 28, W/C = 0.5
POTENSI KOROSI
C0 : fc' = 17 MPA, W/C =TA
C1 : fc' = 17 MPA, W/C =T/A
C2 : fc' = 35 MPA, W/C =0.4
12. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 12
meproduksi mutu beton tertentu. Pertimbangan menyeluruh sebagaimana yang diatur dalam SNI
2847-2019 pasal 19 cenderung terbaikan. Dampak dari kebiasaan ini adalah tidak pastinya
durabilitas beton yang dihasilkan.
Karena pentingnya masalah ini, peraturan beton Indonesia sudah mengaturnya sejak PBI-1971,
walapun pertimbangannya masih/hanya mencakup aspek structural saja (PBI-71 pasal 4.3),
sedangkan aspek agresiftas lingkungan tidak secara langsung diatur pada penetapan mutu beton
tetapi pada pengaturan jumlah semen minimal dan factor air semen (PBI-71 tbel 4.3.4).
Sedangkan SNI 2847-2002, SNI 2847-2013 dan RSNI 2847-2019 sudah mengatur aspek mutu
beton secara komprehensip seperti yang ditunjukan dalam gambar-10
4.2. Pengendalian mutu beton
Praktek pengendalian mutu beton saat ini masih sangat dipengaruhi tata cara pengendalian mutu
beton yang diatur dalam PBB-71. Bahkan dalam proyek-proyek tertentu praktek pengendalian
mutu beton hanya sebatas syarat formal.
SNI 2847 โ 2019 pasal 26.12 mengatur tata cara evaluasi kelayakan beton. Mulai dari pengambila
sample, perawatan, pengujian, evaluasi penerimaan dan sampai dengan pengujian lanjutan
terhadap mutu beton yang tidak memenuhisyarat. Ketentuan tersebut dapat digunakan secara
langsung (disalin) menjadi bagian dari RKS.
Masalah pengendalian mutu beton yang sering muncul pada dokumen RKS adalah kurang
jelasnya arahan, khususnya tentang:
1. Tata cara pengambila sampel, pengujian dan prosedur evaluasi
2. Belum diwajibkannya penggunaan mold selinder, sementara itu SNI tidak memberikan
cara konversi dari kubus ke selinder
3. Tidak diatur tentang sample beton yang dirawat dilapangan, sehingga banyak proyek yang
tidak melakukan cek mutu beton dengan kondisi rawat lapangan.
4. Tidak diberi arahan yang tegas mengenai Batasan penggunaan metode test non-
destruktip seperti hamer-test dan UPV-test
13. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 13
4.3. Gambar detail
Tidak jarang kontraktor dan juga konsultan pengawas mengelu tentang tidak lengkapnya gambar
rencana atau informasi visual yang diperlukan untuk dijadikan panduan di dalam penyiapan shop-
drawing. Beberapa keluhan yang sring didengar :
1. Konsultan perencana hanya menyajikan gambar pada potongan-potongan yang mudah,
sedangkan pada daerah-daerah yang rumit seperti daerah jurai dalam dan luar tidak
disajikan.
2. Panduan pendetailan pembesian tidak disediakan. Kalaupun ada hanya berupa hasil copy-
paste dari gambar gambar lama berdasarkan peraturan beton bertulang yang sudah
ketinggal (PBI-71).
5. Penutup
Walaupun tidak secara mendalam namun tulisan ini telah mengkaji aspek perencanan pekerjaan beton
bertulang khususnya kelemahan-kelemahan umum yang sering dihadapi atau ditemukan di lapangan,
mulai proses desain sampai dengan isi dokumen perencanaan (gambar dan RKS).
Kesalahan model dapat berimpikasi serius khususnya pada kasus infilled frame, soft story, sort-column
effect dan penyatuan tangga dengan bangunan induk, karena riwayat kerusakan bangunan akibat gempa
sudah menunjukan hal ini secara jelas. Kesalahan atau kelemahan ini hanya dapat diatsi melalui
peningkatan kemampunan ahli bangunan dan juga system desain yang mengaplikasi pendekatan desain
bangunan berbasis kinerja.
Pemahaman ahli bangunan tentang teori dasar analisis struktur maupun perilaku material serta
perkembangan terkini peraturan bangunan (SNI) dapat membantu ahli bangunan tersebut untuk
menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam code, termasuk dalam hal pemilihan metode
analisis.
Kelemahan dalam RKS, khususnya pada pekerjaan beton umumnya karena ahli bangunan hanya
menggunakan begitu saja RKS lama tanpa melakukan review sesuai dengan perkembangan
regulasi/standar terkini. Masalah ini harus mendapat perhatian serius karena dokumen ini merupakan
satu-satunya dokumen yang diikat dengang kontrak. Sehingga bila terjadi kegagalan mutu beton,
14. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 14
dokumen ini menjadi rujukan utama. Sedangkan kelemahan gambar rencana umumnya berkaitan dengan
gambar panduan yang diperlukan kontraktor dalam menyiapkan shop-drawing.
Referansi
1. ACI 318 โ 2014, Building code requirements for structural concrete (ACI 318M-14) and Commentary
(ACI 318RM-14), American Concrete Institute, March 2015.
2. C.V.R. Murty and Sudhir K Jain, Beneficial Influence of Masonry Infill Walls On Seismic Performance
of RC Frame Building, 12 IWCEE, 2000
3. Fema-445, Nex โ Generation Performance Based Seismic Design Guidelines, Federal Emergency
Management Agency, Department of Homeland Security (DHS), Michael Mahoney, Project Officer
Washinton, D.C.
4. PBI-1971, Peraturan Peton Bertulang Indonesia 1971, Depertemen Pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung 1971
5. SNI 2847 โ 2002, Tata cara perhitungan struktur untuk bangunan gedung , Bandan standar Nasional,
Bandung Desember 2002
6. SNI 2847 โ 2013, Persyaratan beton strukturla untuk bangunan gedung, Badan standar Nasional
Indonesia, Jakarta 2013
7. RSNI 2847 โ 2019, Persyaratan beton strukturla untuk bangunan gedung, Badan standar Nasional
Indonesia, Jakarta 2019
8. SNI 1726-2012, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan Gedung, Badan Standar
Nasional Indonesia, Jakarta 2012
9. Rani Hendrikus, Aspek kebencanaan, Dampak dan Antisipasinya pada Bangunan Gedung, Seminar
Sehari Penyebarluasan Informasi Penataan Bangunan dan Lingkungan Dina PU โ NTT, Desember
2013
10. Rani Hendrikus, Pengurangan resiko bencana gempa bumi berbasis komunitas di wilayah Propinsi
NTT, antara harapan dan kenyataan, Konferensi Nasional Pengelolaan Bencana Berbasis Komunitas,
Kupang 5-8 September 2012
15. *) Disampaikan dalam Seminar Regional INTAKINDO NTT,Kupang 3 Agustus 2019
**) Staf Dosen Program Studi Teknik sipil UNWIRA 15
11. Serkan Yatagan, Damage and failures observed in infill wall of reinforced concrete frame after 199
Kocaeli earthquake, ITU AJZ Vol:8 No:1, 2019-228, 2011-1, Istanbul Technical University, Faculty of
Architecture, Istanbul, Turkey
12. Steven Mahin, Lecture note: Overview of the basic seismic design, U.C Berkeley, 2003
13. Ismail H. Cagatay , Caner Beklen and Khalid M. Mosalam, Investigation of short column effect of RC
buildings: failure and prevention, Computers and Concrete, Vol. 7, No. 6 (2010) 523-532
14. Daniel Zeped and Garrett Hagen, Lesson and Leaned from the Taiwan Mei-Nong Earthquake, 216
SEAOC Convention Proceeding.
15. Zah-Chie Moh and Richard N. Wang, 1999 Chi Chi Earthquake of Taiwan, Civil Engineering
Department, National Taiwan University, Taipei, Taiwan