1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak
kemasa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Para
ahli merumuskan bahwa istilah pubertas digunakan untuk menyatakan
perubahan biologis baik bentuk fisiologis yang terjadi dengan cepat
dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat
reproduksi ( Tarwoto, 2010 ).
Remaja adalah anak usia 10-19 tahun (WHO). Masa remaja terbagi
atas:
1. Masa remaja awal : 10 – 13 tahun
2. Masa remaja tengah :14 – 16 tahun
3. Masa remaja akhir :17 – 19 tahun
2.1.2 Tahap Perkembangan Remaja
1. Remaja Awal
Pada tahapan ini, remaja mulai berfokus pada
pengambilan keputusan, baik di dalam rumah ataupun di sekolah.
Masa yang ditandai dengan berbagai perubahan tubuh yang
cepat, sering mengakibatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri,
dan pada saat ini remaja mulai mencari identitas diri.
2. Remaja Menengah
Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan
kelompok, sehingga selalu tergantung pada keluarga dan terjadi
eksplorasi seksual. Ditandai dengan bentuk tubuh yang sudah
7
2. 8
menyerupai orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali
diharapkan dapat berperilaku sepertiorang dewasa, meskipun
belum siap secara psikolog. Pada masa ini sering terjadi konflik,
karena remaja sudah mulai ingin bebas mengikuti teman sebaya
yang erat kaitannya dengan pencarian identitas, sedangkan dilain
pihak mereka masih tergantung dengan orang tua
3. Remaja Akhir
Pada tahapan ini remaja lebih berkonsentrasi pada
rencana yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Ditandai
dengan pertumbuhan biologis yang sudah melambat, tetapi masih
berlangsung ditempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi, dan
cara berpikir remaja akhir milai stabil. Kemampuan untuk
menyelesaikan masalah sudah mulai meningkat (Tarwoto, 2010 )
2.1.3 Karakteristik Remaja
Perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara
biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks primer dan
sekunder, diman kondisi tersebut dipengaruhi oleh kematangan
hormon seksual.
Tabel 1.1 Karakteristik perubahan fisik remaja wanita
Karakteristrik Remaja Putri Usia
Pertumbuhan payudara 3 – 7 tahun
Pertumbuhan rambut kemaluan 7 – 14 tahun
Pertumbuhan badan/ tubuh 9,5 – 14,5 tahun
Menarche 10 – 16,5 tahun
Pertumbuhan bulu ketiak 1 -2 tahun setelah tumbuhnya rambut pubis
3. 9
Tabel 1.2 Karakteristik perubahan fisik remaja laki-laki
Karakteristik Remaja Laki-laki Usia
Pertumbuhan testis, kantong skrotum 10 – 13,5 tahun
Pertumbuhan rambut kemaluan 10 – 15 tahun
Pertumbuhan badan atau tubuh 10,5 – 15 tahun
Pertumbuhan penis, kelenjar prostat, vesika 11 – 14,5 tahun
seminalis Kira-kira 1 tahun setelah pertumbuhan
Ejakulasi pertama dengan dengan mengeluarkan penis
semen Kira-kira 2 tahun setelah setelah tampak
Pertumbuhan rambut wajah dan bulu ketiak rambut kemaluan
2.1.4 Ciri-ciri Perubahan Fisik Remaja
a) Ciri-ciri seks primer
Pada remaja laki-laki, pertumbuhan ciri-ciri seks primer
ditandai dengan sangat cepatnya pertumbuhan testis, yaitu pada
tahun pertama dan tahun kedua. Kemudian tumbuh secara lebat,
dan mencapai ukuran matangnya pada usia 20 – 21 tahun. Setelah
testis mulai tumbuh, penis mulai panjang, pembuluh mani dan
kelenjar prostat semakin membesar. Matangnya organ-organ seks
tersebut menyebabkan terjadinya mimpi basah pada remaja laki-
laki.
Pada remaja wanita, kematangan organ-organ seksnya
ditandai dengan berkembangannya rahim, vagina dan ovarium
(indung telur secara cepat). Ovarium menghasilkan ovum (telur)
dan mengeluarkan hormon-hormon yang dibutuhkan untuk
4. 10
kehamilan, menstruasi, dan perkembangan seks sekunder pada
masa ini terjadi menarche.
b) Ciri-ciri seks sekunder
Tabel 1.3 Ciri-ciri seks sekunder wanita dan pria
Wanita Pria
Tumbuh rambut pubis disekitar kemaluan dan Tumbuh rambut pubis disekitar kemaluan dan
ketiak ketiak
Bertambah besarnya buah dada Tumbuhnya jakun
Bertambah besarnya panggul Terjadinya perubahan suara yang menjadi lebih
erat
Kulit halus Tumbuh kumis, jenggot, jambang, dan bulu
Suara melengking tinggi dada
Bentuk tubuh segitiga bidang (atletis)
(Nirwana, 2011)
2.1.5 Tahap-tahap perkembangan psikososial
Menurut Erikson (1956) perkembangan psikososial terdiri atas
delapan tahap. Dari tahapan-tahapan tersebut, remaja melalui lima
diantaranya. Lima tahapan yang dilalui remaja tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Kepercayaan (trust) versus ketidak percayaan (mistrust)
Tahapan ini terjadi dalam 1 – 2 tahun awal kehidupan.
Anak belajar untuk belajar percaya pada dirinya sendiri ataupun
lingkungannya. Anak merasa binggung dan tidak percaya,
sehingga dibutuhkan kualitas interaksi antara orangtua dan
anaknya.
5. 11
2. Otonomi (autonomy) versus rasa malu dan ragu (shame and
doubt)
Bagi kebanyakan remaja, membangunrasa otonomi atau
kemerdekaan merupakan bagian dari transisi emosional. Selama
masa remaja terjadi perubahan ketergantungan khas anak-anak
kearah otonomi khas dewasa, misalnya : remaja umumnya tidak
terburu-buru bercerita kepada orang tua ketika merasa kecewa,
khawatir atau memerlukan bantuan.
3. Inisiatif (initiative) versus rasa bersalah (guilt)
Tahapan perkembangan psikososial ini terjadi pada usia
pra sekolah dan awal usia sekolah. Anak cenderung aktif bertanya
untuk memperluas kemempuannya melalui aktif bertanya,
bekerjasama dengan orang lain, dan belajar bertanggung jawab
terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Rajin (industry) versus rendah diri (inferiority)
Pada tahapan perkembangan ini terjadi persaingan
dikelompoknya. Anak menggunakan pengalaman kognitif menjadi
produktif dalam kelompoknya. Disini anak belajar untuk
menguasai keterampilan yang lebih formal. Anak mulai bertambah
rasa percaya dirinya, mandiri dan penuh inisiatif, serta termotivasi
untuk belajar lebih tekun.
5. Identitas (identity) versus kebinggungan identitas (identity
confusion)
Remaja belajar mengungkapkan aktualisasinya untuk
menjawab pertanyaan “siapa saya?”. Mereka melakukan tindakan
yang baik sesuai dengan sistem nilai yang ada. Namun demikian,
sering juga terjadi penyimpangan identitas, misalnya : melakukan
6. 12
percobaan tindakan kejahatan, melakukan pemberontakan, dan
tindakan tercelah lainnya. Pada waktu remaja, identitas seksual
baik laki-laki maupun wanita dibangun, dan secara bertahap
mengembangangkan cita-cita yang diinginkan (Tarwoto, 2010).
2.1.6 Psikologis remaja tentang minat dan perilaku seks
Meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha
mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja
yang berharap bahwa seluk-beluk tentang seks dapat dipelajari
darimorang tuanya. Oleh karena itu, remaja mencari berbagai sumber
informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya membahas dengan
teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mengadakan pecobaan
dengan jalan masturbasi, bercumbu atau bersenggama. Pada akhir
masa remaja sebagian besar remaja laki-laki dan perempuan sudah
mempunyai cukup informasi tentang seks guna memuaskan
keingintahuan mereka. Terutama yang ingin diketahui tentang seks
menunjukan bahwa perempuan sangat ingin tahu tentang KB, “pil anti
hamil”, pengguguran, dan kehamilan. Di lain pihak, laki-laki ingin
mengetahui tentang penyakit kelamin, kenikmatan seks, hubungan
seks, konteksnya dan akibatnya (Hurlock, 2011).
2.2 Konsep seks pranikah
2.2.1 Pengertian seks pranikah
Menurut Sarwono (2003) seks pranikah adalah hubungan
seksual yang dilakukan remaja tanpa adanya ikatan pernikahan.
Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual
yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut
hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin,
2002).
7. 13
Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada
remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan
dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal ini
merupakan sesuatu yang wajar, karena secara alamiah dorongan
seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang
antara dua insan, sebagai fungsi perkembangbiakan dan
mempertahankan keturunan (Tarwoto, 2010).
Tidak ada satu agama pun yang mengijinkan hubungan seks
di luar ikatan pernikahan. Hubungan seks pranikah sangat merugikan
remaja (Tarwoto, 2010).
2.2.2 Kerugian remaja bila melakukan hubungan seks pranikah adalah
sebagai berikut :
a) Resiko menderita penyakit menular seksual, misalnya gonore,
sifilis, HIV/AIDS, herpes simplek, herpes genetalis, dan lain
sebagainya.
b) Remaja putri berisiko mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan. Bila ini terjadi, maka berisiko terhadap tindakan aborsi
yang tidak aman dan resiko infeksi atau kematian karena
perdarahan. Bila kehamilan diteruskan, maka berisiko melahirkan
bayi tidak sehat.
c) Trauma kejiwaan (depresi, rasa rendah diri, dan rasa berdosa
karena berzina)
d) Remaja putri yang hamil berisiko kehilangan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ( Tarwoto, 2010 )
8. 14
2.2.3 Bahaya kehamiln pada remaja
1) Hancurnya masa depan remaja tersebut
2) Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan
selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
3) Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh
perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan
karena cinta).
4) Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan
sekitarnya.
5) Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada
tenaga non medis (dukun/ tenga tradisional) sering mengalami
kematian tragis. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis
dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si
ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan
dapat menimbulkan kematian). Baik yang meminta pelakunya
maupun yang mengantar dapat dihukum.
6) Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami
gangguan kejiwaan saat ia dewasa (PIKKRR, 2010).
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan seksual remaja
1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat
seksual remaja
2) Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan, adanya undang-undang tentang
perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama
semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk
perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan,mental, dan lain-
lain).
9. 15
3) Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Remaja yang
tidak bisa menahan diri memiliki kecenderungan untuk melakukan
hal tersebut.
4) Kecenderungan pelanggaran semakin meningkat karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa
dengan teknologi canggih (VCD, buku pornografi, foto, majalah,
internet) menjadi tak berbendung lagi.
5) Orang tua, baik karena ketidaktahuan maupun karena sikapnya
yang masih mentabuhkan pembicaraan mengenai seks dengan
anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan
cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
6) Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita
dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangan peran dan
pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar
dengan pria (Tarwoto, 2010).
2.2.5 Dampak seks pranikah
Menurut Sarwono (2003) perilaku seksual pranikah dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya
sebagai berikut :
a) Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah
diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri,
bersalah dan berdosa.
b) Dampak fisilogis
10. 16
Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut
diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan
aborsi.
c) Dampak social
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang
dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah,
pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran
menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencelah
dan menolak keadaan tersebut.
d) Dampak fisik
Dampak fisik lainnyan sendiri menurut Sarwono (2003)
adalah berkembangnya penyakit menular seksual dikalangan
remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual
yang teritnggi antara usia 15- 24 tahun. Infeksi penyakit menular
seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis
serta meningkatkan resiko terkena PMS dan HIV/AIDS (Satria,
2008).
2.2.6 Upaya pencegahan seks pranikah
a) Pelihara pertumbuhan psikososial yang normal sejak kecil.
Tumbuhkan identitas sendiri yang benar untuk masing-masing
jenis kelaminnya.
b) Tanamkan nilai-nilai luhur, norma-norma susila, moral dan ajaran
agama, agar kelak tumbuh kemampuan mengendalikan diri
dalam menghadapi rangsangan seksual.
c) Hindari kontak dengan benda pornografi
d) Bila berpacaran jangan biarkan tenggelam dalam rangsangan
seks yang menggoda, kenikmatan yang timbul akibat rangsangan
11. 17
seka akan membuat mereka mengejar kenikmatan yang lebih
dalam yang dijanjikan oleh senggama.
e) Bila berpacaran jangan biarkan erotik zone dirangsang.
f) Ingatkan bahayanya, bila ada teman berada dalam situasi yang
menjurus kehubungan seks pranikah.
g) Ciptakan kelompok yang mampu saling menahan dorongan seks.
h) Peran serta masyarakat untuk saling mengawasi adanya peluang
terjadinya hubungan seks pranikah.
i) Wanita yang tidak igin melakukan hubungan seks pranikah,
sekalipun dengan pacar atau tunangan, harus berani
mengatakan” tidak “ apabila menjurus ketindakan hubungan seks
pranikah.
j) Mendekatkan diri kepada Tuhan dan berdo’a.
k) Orang tua berupaya memberikan perhatian dan kasih sayang
yang tercurah melalui komunikasi dua arah dengan cara persuasif
dan memperlakukan anak sebagai sahabat dirumah (PIKKRR,
2010).
2.3 Konsep Perilaku
2.3.1 Batasan Perilaku
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo,2003).
12. 18
Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu
kegiatan atau aktivitas individu yang bersangkutan. Menurut
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, seperti yang dikutip oleh
Notoaatmodjo (2003) bahwa perilaku merupakan respon tau
reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespon, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus-Organisme-Respon.
Menurut Notoatmodjo (2003) dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulusini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua
1) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka (overt). Respon terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang
dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Hersey & Blanchard mengemukakan semua perilaku merupakan
suatu rangkaian aktivitas. Dalam banyak hal kita melakukan lebih
dari satu aktivitas pada saat yang sama. Pada saat tertentu kita
mungkin memutuskan untuk beralih dari suatu aktivitas atau
13. 19
kombinasi aktivitas dan mulai melakukan sesuatu yang lain.
Untuk memperkirakan perilaku, kita harus mengetahui motif atau
kebutuhan seseorang yang menimbulkan sesuatu aktivitas pada
saat tertentu (Dharma, A. 1995).
Menurut Heri Purwanto (1999) karakteristik perilaku ada yang
terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang
dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu.
Perilaku tertutup adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti
dengan menggunakan alat atau metode tertentu mislnya berfikir,
sedih, berkhayal, bermimpi dan takut.
2.3.2 Domain Perilaku
Terbentuknya pola perilaku dan berkembangnya kemampuan
seseorang terjadi melalui tahapan tertentu. Menurut Bloom, yang
dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mengemukakan aspek perilaku
meliputi 3 domain / ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor. Komponen kognitif (pengetahuan) mengandung
pemikiran atau kepercayaan tentang seseorang atau suatu obyek.
Komponen efektif berhubungan dengan sikap terhadap materi
yang diberikan. Komponen psikomotor berhubungan dengan praktek
atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang sehubungan dengan
materi yang diberikan.
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam perkembangan
selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan
pengukuran hasil, ketiga domain / ranah itu diukur dari :
1) Pengetahuan (Knowlegde)
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
14. 20
obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior). Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai
dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan
terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
adalah:
1) Faktor internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minta dan kondisi Fisik.
2) Faktor eksternal : faktordari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat dan sarana serta faktor
pendekatan belajar seperti upaya belajar,
misalnya strategi dan metode dalam
pembelajaran.
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yakni :
1) Tahu (know)
Yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya, kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dsb.
2) Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (aplication)
15. 21
Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.
4) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat
bagan), memisahkan, mengelompokkan, dsb.
5) Sintesis (synthesis)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dsb terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi terhadap suatu materi atau obyek
(Notoatmodjo,2003).
2) Sikap (Attitude)
Merupakan relasi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap
itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
16. 22
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap obyek. Allport menjelaskan bahwa sikap mempunyai
tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide,konsep terhadap suatu
objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yakni:
1) Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
mempeerhatikan stimlus yang diberikan (obyek)
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab ( responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko.
Secara umum orang tidak akan memperlihatkan sikap asli
mereka dihadapan orang lain untuk beberapa hal . Satu cara
untuk mengukur atau menilai sikap seseorang dapat
menggunakan skala atau kuesioner. Skala penilaian sikap
17. 23
mengandung serangkaian pernyataan tentang permasalahan
tertentu. Responden yang akan mengisi diharapkan
menentukan sikap setuju atau tidak setuju terhadap
pernyataan tertentu (Niven, 2002).
3) Praktek atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan
(overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Seperti halnya
pengetahuan dan sikap, praktek atau tindakan terdiri dari
berbagai tingkatan, yakni :
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil.
2) Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai dengan contoh.
3) Mekanisme (mecanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah
merupakan kebiasaan.
4) Adaptasi (adaption)
Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia
secara operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
18. 24
yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan
bentuk tindakan nyata atau perbuatan. Ketiga bentuk perilaku itu
dikembangkan berdasarkan tahapan tertentu yang dimulai dari
pembentukan pengetahuan (ranah kognitif), sikap (ranah afektif),
dan keterampilan (ranah psikomotorik) sehingga menjadi pola
perilaku baru (Notoatmodjo, 2003).
2.3.3 Proses Adopsi Perilaku
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo
(2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1) Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3) Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4) Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Menerima (adoption)
Dimana subjek telah berperilaku sesuai dengan
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
19. 25
2.3.4 Beberapa Teori Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku
Selain itu ada beberapa teori lain yang telah dicoba untuk
mengungkap faktor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku,
antara lain:
1. Teori Lawrence Green
Menurut Lawrence Green, yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2003) perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,
yakni :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor) terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya
2) Faktor pendukung (enabling factor) terwujud dalam
lingkungan fisik, keterampilan, pendidikan, ketersediaan
sumber daya, tersedia atau tidak tersedianya sarana /
fasilitas.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) terwujud dalam waktu,
kesempatan,.motivasi dan dukungan dari tim kesehatan lain.
2. Teori Snehandu B. Kar
Menurut Snehandu Kar yang dikutip oleh Notoatmojo
(2003) menganalisa perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa
perilaku itu merupakaan fungsi dari :
1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).
2. Dukungan sosial dari masyarakat di sekitarnya (social support)
3. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau
fasilitas kesehatan (accenebility of information).
20. 26
4. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal
mengambil keputusan (personal autonomy).
5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak
bertindak (action situation)
3. Teori Word Health Organization (WHO)
Tim kerja dari WHO yang dikutip dari Notoatmodjo (2003)
menganalisa bahwa yang menyababkan seseorang berperilaku
tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok yakni :
1) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam
bentuk pengetahuan, presepsi, sikap, kepercayaan dan
penilaian terhadap obyek.
a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri ataupun
pengalaman orang lain.
b) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek
atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan
berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
c) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang
terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman
sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang mendekati atau menjauhi orang lain Sikap
positif terhadap suatu tindakan tidak selalu terwujud
didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu,
sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan mengacu
kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak
diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
21. 27
2) Orang penting sebagai referensi, apabila seseorang itu
penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau berbuat
cenderung untuk dicontoh.
3) Sumber-sumber daya, mencakup fasilitas, uang, waktu,
tenaga dan sebagainya semua itu berpengaruh terhadap
perilaku seseorang.
4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan
sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan
menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk
dalam waktu yang lama dan selalu berubah,baik lambat
ataupun cepat sesuai dengan peradaban umat manusia.
4. Teori lain, menurut Sunaryo (2004)
1) Faktor genetik atau faktor endogen
Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan
konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan
perilaku makhluk hidup, dalam hal ini antara lain :
a) Jenis ras, setiap ras didunia memiliki perilaku yang
spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya.
b) Jenis kelamin, pria berperilaku atas dasar pertimbangan
rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar
pertimbangan emosional atau perasaan.
c) Sifat fisik, kalau kita amati perilaku individu akan berbeda-
beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang
pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang
memiliki fisik tinggi kurus.
22. 28
d) Sifat kepribadian, perilaku individu tidak ada yang sama
karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki
individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan, seperti
pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai dan
kepercayaan yang dianutnya.
e) Intelegensi, individu dengan intelegensi tinggi dalam
mengambil keputusan dapat bertindak cepat, tepat dan
mudah, sebaiknya individu yang intelegensinya rendah
akan bertindak lambat.
2) Faktor eksogen atau faktor dari luar individu
a) Faktor lingkungan, karena lingkungan merupakan lahan
untuk perkembangan perilaku
b) Pendidikan, karena pendidikan pada dasarnya melibatkan
masalah perilaku individu maupun kelompok.
c) Agama, merupakan keyakinan hidup yang masuk
kedalam konstruksi kepribadian seseorang sangat
berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap,
mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.
d) Sosial ekonomi, sebagai contoh keluarga yang status
ekonominya berkecukupan akan mampu menyediakan
fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
e) Kebudayaan, ternyata mempengaruhi perilaku manusia itu
sendiri.
f) Faktor-faktor lain, diantaranya susunan syaraf pusat,
persepsi dan emosi.
23. 29
2.3.5 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku
Menurut WHO, seperti yang dikutip Notoatmodjo (2003)
perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1) Perubahan alamiah (natural change), bahwa perilaku manusia
selalu berubah dimana sebagian perubahan itu disebabkan
karena kejadian alamiah.
2) Perubahan terencana (planned change), bahwa perubahan ini
terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
3) Kesediaan untuk berubah (readdines to change) yang berbeda-
beda, meskipun kondisinya sama.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
2.3.6 Strategi Perubahan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) strategi yang digunakan untuk
merubah perilaku tersebut juga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1) Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan. Dalam hal
ini perubahan dipaksakan kepada seseorang / masyarakat
sehingga mau melakukan / berperilaku seperti yang diharapkan.
Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-
peraturan yang harus dipatuhi oleh seseorang atau masyarakat.
Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi
perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena
perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh
kesadaran sendiri.
2) Memberikan informasi-informasi sehingga akan meningkatkan
pengetahuan seseorang / masyarakat. Selanjutnya dengan
pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran, dan akhirnya
24. 30
akan merubah orang / masyarakat untuk berperilaku sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil dari perubahan
perilaku dengan cara ini memakan waktu yang cukup lama tetapi
perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari
pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaaan).
3) Diskusi dan partisipasi. Cara ini sebagai peningkatan cara kedua
diatas dimana didalam memberikan informasi-informasi tentang
kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini
berarti seseorang / masyarakat tidak hanya pasif menerima
informasi yang diterimanya.
2.3.7 Perilaku Seksual Remaja
Menurut Sarlito (2003), perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis. Perilaku seksual pada remaja timbul karena
dipengaruhi faktor-faktor berikut yaitu perubahan hormonal,
penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media
massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan
yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual
yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut
hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing
(Mu’tadin, 2002).
Bentuk perilaku seksual yang paling awal adalah eksplorasi.
Rasa ingin tahu mengakibatkan adanya eksplorasi. Eksplorasi
memiliki dua bentuk, yaitu secara intelektual dan teknik manipulasi.
Secara intelektual akan menuntun remaja untuk menanyakan hal-hal
tertentu atau membaca buku-buku untuk mendapatkan jawaban dari
25. 31
pertanyaan-pertanyaan (ketika remaja takut untuk bertanya). Ketika
remaja tidak dapat memenuhi rasa ingin tahunya secara tidak
langsung melalui pendekatan intelektual, mereka melakukan
pendekatan secara langsung yang melibatkan teknik manipulasi yaitu
dengan cara mengeksplorasi organ seksnya sendiri juga organ seks
orang lain.
2.4 Konsep Kehamilan Tidak diinginkan
2.4.1 Pengertian Kehamilan Tidak Diinginkan
Kehamilan tidak diinginkan adalah seorang wanita yang
mengalami kehamilan pada usia remaja akibat seks pra nikah
(Manuaba, 2002).
Kehamilan tidak diinginkan adalah suatu kehamilan yang
terjadi di luar perencanaan, karena secara fisik atau psikologis
pasangan tidak siap dan menolak kejadian kehamilannya. Keadaan
ini juga sering terjadi pada remaja putri usia sekolah, karena
ketidaktahuannya dalam masalah seksual, akibat pergaulan bebas
(Dinkes, Jatim, Seksi Kesehatan Anak Remaja, Usila, Tahun 2006)
Kehamilan adalah perubahan kondisi seorang wanita menjadi
ibu. Bagi wanita dewasa yang telah menikah perubahan ini
cenderung membahagiakan, namun kehamilan ini bisa menjadi
masalah besar jika terjadi pada remaja (Manuaba, 2002).
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat.
Pasalnya, emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang.
Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat
dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika si
ibu mengandung bayinya (Ubaydillah, 2005).
26. 32
Kehamilan remaja sering dilatarbelakangi oleh kurangnya
pengetahuan tentang seks, kesehatan reproduksi dan kehamilan.
Dalam berbagai kejadian hamil pada usia remaja, umum remaja putri
mengaku baru melakukan hubungan seks satu kali atau hanya coba-
coba melakukan hubungan seksual dan hamil (Manuaba, 2002).
Pada masa puber terjadi peningkatan hormon estrogen yang
menyebabkan remaja mudah terangsang secara seksual. Selain itu
pada usia remaja seseorang sangat terpengaruh oleh teman atau
kelompoknya. Misalnya remaja pria dikatakan kurang jantan bila tidak
berani mencium pacarnya, akibatnya resiko yang semula hanya ingin
tahu, terdorong melakukan hubungan seks (Manuaba, 2002).
Usia remaja merupakan usia dimana alat reproduksi untuk
hamil belum matang sehingga kehamilan diusia remaja sangat
berbahaya bagi ibu dan janin yang dikandungnya, Bahaya kehamilan
diusia remaja adalah kehamilan yang dapat mengakibatkan resiko
baik pada ibu maupun pada bayi yang dikandungnya, dan pengertian
kehamilan remaja itu sendiri adalah seorang wanita yang mengalami
kehamilan pada usia remaja.
2.4.2 Penyebab Kehamilan Tidak Diinginkan
Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kehamilan
tidak diinginkan adalah faktor globalisasi atau berbagai media yang
mengakses situs situs porno kemudian ditambah dengan kurang
pengetahuan tentang seks kesehatan reproduksi dan bahaya
kehamilan (BKKBN, 2005).
2.4.3 Dampak Kehamilan Tidak Diinginkan
Dua dampak yang perlu diperhitungkan dalam menghadapi
persoalan kehamilan remaja, diantaranya :
27. 33
a) Faktor psikologis yang belum matang
1. Remaja berusia muda dan sedang menuntut ilmu akan
mengalami putus sekolah sementara atau seterusnya, dan
dapat putus pekerjaan yang baru dirintis.
2. Perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari keluarga,
teman atau lingkungan masyarakat.
3. Tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu
membawa diri.
b) Dari sudut fisik
1. Alat reproduksinya masih belum siap untuk menerima
kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai bentuk
komplikasi.
2. Mungkin kehamilan ini tidak jelas siapa ayah sebenarnya.
3. Kehamilannya dapat disertai penyakit hubungan seksual
sehingga memerlukan pemeriksaan ekstra yang lebih
lengkap.
4. Tumbuh kembang janin dalam rahim yang belum matang
dapat menimbulkan abortus, persalinan premature atau
gestosis.
5. Dapat terjadi komplikasi penyakit yang telah lama dideritanya.
6. Saat persalinan sering terjadi memerlukan tindakan medis
operatif.
7. Pada janinnya dapat terjadi kelainan konginetal, berat badan
lahir rendah.
8. Kematian maternal dan perinatal pada kehamilan remaja
relatif tinggi dibanding masa reproduksi sehat usia antara 20
sampai 35 tahun
28. 34
9. Mungkin kehamilannya disertai kecanduan obat-obatan,
merokok atau minuman keras (Manuaba, 2002).
2.4.4 Upaya pencegahan masalah kehamilan Tidak Diinginkan
a) Meningkatkan aktivitas yang bermanfaat.
b) Mencari kelompok yang kreatif.
c) Mengikuti pendidikan seks sejak dini.
d) Meningkatkan iman dan taqwa ke hadapan Tuhan Yang Maha
Esa melalui ajaran agama masing-masing (Manuaba, 2002).