Perwujudan Masyarakat Bermoral dan Taat Hukum
Makalah ini membahas tentang pentingnya masyarakat bermoral dan taat hukum serta problematika nilai, moral, dan hukum. Ciri masyarakat bermoral adalah melakukan tindakan sesuai nilai dan budaya masyarakat serta aturan yang berlaku. Sedangkan taat hukum diperlukan untuk terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Di sisi lain, masih ter
1. PERWUJUDAN MASYARAKAT BERMORAL DAN
TAAT HUKUM
Disusun Oleh:
1. Reza Armando Prasetya (12101124)
2. Rafsanjani (12101111)
3. I Wayan Suryawan (12101456)
STMIK STIKOM INDONESIA ( STIKI )
DENPASAR
2013
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Tuhan, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Ilmu
Sosial Budaya Dasar yang membahas tentang Perwujudan Masyarakat Bermoral
dan Taat Hukum serta Problematika Nilai, Moral, dan Hukum.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan masalah ini.
Semoga Tuhan melimpahkan taufik, hidayah dan inayah-Nya kepada kita
semua dan semoga makalah ini dapat memberian manfaat bagi pembaca dan
penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan
untuk lebih sempurnanya penulisan makalah yang lain di masa mendatang.
Denpasar,3 JUNI 2013
Penulis
3. PEMBAHASAN
A. Perwujudan Masyarakat Bermoral dan Taat Hukum
1. Masyarakat Bermoral
Seringkali kita mendengar kata „moral‟ diucapkan banyak orang
seperti ungkapan, amoral, moralitas bangsa, dasar tidak bermoral, anak
tidak bermoral, moral bejat, tidak punya moral, dasar tidak punya moral
dan lain sebagainya.Kata moral seringkali diucapkan orang dan biasanya
kata-kata seperti itu akan sering muntah begitu saja jika dalam kondisi
marah dalam bentuk umpatan atau juga sering diucapkan dalam memberi
suatu nasehat atau dakwah, seperti seringkali di katakan oleh para ustad,
para kyai maupun para pemimpin.
Pengertian Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai
nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya
dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia.
Ciri manusia bermoral atau manusia tidak bermoral dapat dilihat
dari pengertian dan beberapa istilah terkait pengertian moral. Ciri orang
bermoral dan tidak bermoral adalah jika seseorang melakukan tindakan
sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat
tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan
yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral.
Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan pada
suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan
nilai-nilai kehidupan pada seseorang. Terlepas dari perbedaan kata yang
digunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan
yang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi
4. dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat
yang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupan
bermasyarakat.
Nilai baik sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk
individu dapat dilihat dengan adanya perilaku seperti jujur, dapat
dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk
sosial dalam hubungannya dengan masyarakat, seperti kejujuran,
penghormatan sesama manusia, tanggung jawab, kerukunan,
kesetiakawanan, solidaritas sosial dan sebagainya.
2. Kesadaran Hukum
Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk
yang selalu berinteraksidan membutuhkan bantuan dengan sesamanya.
Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturan
sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan
individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut
diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang
menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang
menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan
tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat
direduksi untuk ketertiban (order). Mochtar Kusumaatmaja (2002,hlm.3)
mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum,kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok
(fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban
sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku
bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk
5. mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian
dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti
kaidah agama,kaidah susila,kesopanan,adat kebiasaan dan kaidah moral.
Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan
kaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah
lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun
ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-
kaidah tersebut. Dahlan Thaib (2001,hlm.3) mengatakan bahwa hukum itu
merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota
masyarakat ; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang
dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi
realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang
brlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu
merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Kesadaran hukum pada hakikatnya berpangkal pada adanya suatu
pengetahuan tentang ketentuan hukum yang mengatur hidup dalam hidup
bersama. Dari pengakuan mengenai ketentuan hukum ini akan lahir suatu
pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang
dimaksud, sehingga timbul penghayatan terhadap ketentuan hukum
tersebut.
Kalau kondisi seperti ini telah terdapat pada suatu negara selaku
pelaku pendukung negara, maka terbinalah kesadaran hukum, yang berarti
pula ketertiban dan kepastian hukum dalam kehidupan bersama tercipta.
B. Problematika Nilai, Moral, dan Hukum
6. Hukum sebagai norma harus didasarkan pada nilai moral.Apa artinya
Undang-Undang jika tidak disertai moralitas.Norma moral adalah norma yang
paling dasar.Norma moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang.
Suatu hukum yang bertentangan dengan norma moral kehilangan kekuatannya,
demikian kata Thomas Aquinas.
Secara ideal,seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma
hukum yang tumbuh dan tercipta dalam hidup sebagi upaya mewujudkan
kehidupan yang damai,aman,dan sejahtera.Namun dalam kenyataannya terjadi
berbagai pelanggaran,baik terhadap norma moral maupun norma
hukum.Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik,sedangkan
pelanggaran terhadap norma hukum merupakan suatu pelanggaran hukum.
1. Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik di oleh manusia diwujudkan dengan
membuat serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi.Kode
etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya
dilakukan oleh anggota profesi.Kode etik profesi dibutuhkan untuk
menjaga martabat serta kehormatan profesi,dan disisi lain melindungi
,masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan
keahlian.Meskipun telah memiliki kode etik,masih terjadi pelanggaran
terhadap profesi.Contohnya: Dokter melanggar kode etik kedokteran.
Pelanggaran terhadap kode etik tidak diberikan sanksi lahiriah
ataupun yang bersifat memaksa..Pelanggaran etik biasanya mendapat
sanksi etik berupa rasa menyesal,bersalah,dan malu.Bila seorang profesi
melanggar kode etik profesinya ia akan mendapatkan sanksi etik dari
lembaga profesi,seperti teguran,dicabut keanggotaannya,atau tidak
diperbolehkan lgi menjalani profesi tersebut.
2. Pelanggaran Hukum
Problema hukum yang yang berlaku dewasa ini adalah masih
rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibatnya banyak terjadi
pelanggaran hukum.Bahkan,pada hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak
7. perlu terjadi.Misalnya,secara sengaja tidak membawa SIM dengan sengaja
dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap
perundang-undangan negara.Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi
pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa masyarakat secara
resmi (negara) berhak memberi sanksi bagi warga negara yang melanggar
hukum.
Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya
penegakan hukum pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah.
Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah, dapat berefek pada
pengambilan jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan masing-masing.
masyarakat yang tidak mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam
melakukan pelanggaran terhadap hukum. dalam hukum, dikenal dengan
adanya fiksi hukum artinya semua dianggap mengerti akan hukum.
Seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kesalahan akan perbuatannya
dengan alasan bahwa ia tidak mengerti hukum atau suatu peraturan
perundang-undangan. Jadi dalam hal ini sudah sewajarnya bagi setiap
individu untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur hukum atau
elemen lain yang concern pada supremasi hukum sudah seharusnya
memberikan kesadaran hukum bagi tiap individu.
Kedua adalah ketaatan terhadap hukun. Dalam kehidupan sehari-
hari tidak jarang budaya egoisme dari individu muncul. Ada saja orang
yang melanggar hukum dengan bangga malah menceritakan perbuatannya
kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas. Oleh
pelakunya menganggap itu hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan
bersikap bangga diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan
yang telah dilakukannya. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai
kebenaran,sehingga menjadi suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.
Ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hukum
baik dengan sengaja ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam
penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian yang dalam menangani
8. suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya juga
langsung memvonis seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat denga
perilaku aparat yang dengan “ringan tangan” terhadap tersangka yang
melakukan tindak pidana. Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan
mendidik seseorang untuk menghormati akan hukum Ia menghormati
hukum hanya karena takut pada polisi.
Keempat adalah faktor penegak hukum. Seseorang yang melakukan
tindak pidana namun ia selalu bisa lolos dari jeratan pemidanaan, akan
berpotensi bagi orang yang lain untuk melakukan hal yang sama. Korupsi
yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas dari jeratan
hukum berpotensi mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Adanya mafia peradilan telah mempengaruhi semakin bobroknya
penegakan hukum di negeri kita. Aparatur hukum yang sedianya
diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi hukun justru melakukan
pelanggaran hukun. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis terhadap
penegakan hukum.
Seharusnya penegak hukum mampu menegakkan hukum seadil-
adilnya. Tidak ada lagi diskriminasi terhadap si miskin sehingga
terciptalah keadilan.
Permasalahan hukum di Indonesia dapat di minimalisasi melalui
proses pendidikan yang diberikan kepada masyarakat, diharapkan
wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat sehingga mempunyai
kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha
memecahkan masalah hukum dan tidak melakukan pelanggaran hukum.
9. DAFTAR PUSTAKA
Hartomo dan Arnicun Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Herimanto dan Winarno. 2010. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
www.glatica.com/pengertian-manusia-bermoral-dan-tidak-bermoral.html
hanstoe.wordpress.com/2009/02/21/keadilanketertiban-dan-kesejahteraan-
sebagai-wujud-masyarakat-yang-bermoral-dan-mentaati-hukum/