Dokumen tersebut membahas tentang ketimpangan penguasaan sumber daya alam di Indonesia akibat ketidakserasian kebijakan sektoral dan disinkronisasinya undang-undang. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai konflik agraria di Sumatra Selatan akibat akuisisi lahan besar-besaran untuk perkebunan, hutan, tambang, dan industri. Dokumen juga membahas rencana Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang diang
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...
Jalan Panjang Perwujudan Ketahanan Nasional dalam Persfektif Penguasaan Ruang
1. Jalan Panjang Perwujudan
Ketahanan Nasional dalam Persfektif
Penguasaan Ruang
Oleh Rustandi Adriansyah, disampaikan pada Seminar “Ketahanan
Nasional Dalam Perspektif Pertanahan”, Lembar 2012
2. Situasi Politik Ruang di Indonesia
Kekuasaan Corporasi atas Negara;
• Era Globalisasi dan Industrialisasi di Indonesia dalam sedikitnya 3 dekade menjadi hal yang
patut untuk kita telaah sebagai bagian dari unsur penentu dan mempengaruhi kebijakan
hukum nasional juga di daerah-daerah sebagai implikasi keputusan pemerintahan Indonesia
sejak era Orde Baru dibawah Presiden Soeharto hingga sekarang. Industrialisasi ditempatkan
sebagai prioritas pembangunan nasional, sebagaimana dalam GBHN, TAP MPR No.
II/MPR/1998, angka IV. A. 4.a merumuskan : “kondisi pembangunan industry dianggap telah
dapat memperkukuh struktur perekonomian nasional dengan berkembangnya keterkaitan
antar sector, meningkatnya daya tahan perekonomian nasional, serta mendorong kegiatan
berbagai sector industry nasional lainnya….”
• Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025 menyebutkan:
“Sebagai negara yang berada di tengah-tengah persaingan global yang semakin ketat,
kedudukan Indonesia yang semakin diperhitungkan belum mendudukkan Indonesia
sebagaimana seharusnya. Di sisi lain, tantangan kita ke depan juga semakin berat.
Keberadaan Indonesia di pusat baru gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia Timur dan
Asia Tenggara, mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk
mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan hasil pembangunan dan
kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat… Indonesia
mampu mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan yang ada, terutama
dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan
infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Percepatan pembangunan ini
diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya”.
3. Chalid Muhammad mengungkapkan;
• 40 Orang Indonesia terkaya menurut versi majalah Forbes memiliki asset sebesar 71 miliyar US$
atau setara dengan Rp. 639.000.000.000.000. Sebagian besar dari merea adalah pengusaha yang
berhubungan dengan sumber daya alam seperti pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit,
Pertambangan, HPH dan HTI serta pelaku Industri yang berhubungan dengan pengelolaan sumber
daya alam
• Joyo Winoto (Kepala Badan Pertanahan Nasional) menyatakan, 56% asset yang ada di tanah air
baik berupa properti, tanah, dan perkebunan dikuasai hanya oleh 0,2 % penduduk Indonesia.
• Pengusaan segelintir orang atas sumber-sumber agraria makin nyata jika dilihat berdasarkan sektor
pembangunan. Pemerintah telah memberikan 42 juta hektar hutan pada 301 perusahaan Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan 262 unit perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) (Kemnhut
06/09)
• Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan 35% daratan Indonesia diizinkan untuk
dibongkar oleh industri pertambangan.
• Sawit Wacth menyatakan hingga Juni 2010 pemerintah telah memberikan 9,4 juta hektar tanah
dan akan mencapai 26,7 juta hektar tahun 2020 kepada 30 group yang mengontrol 600
perusahaan. Luasan itu setara dengan tanah yang dikuasai oleh 26,7 Juta petani miskin, jika setiap
petani memiliki tanah seluas 1 hektar. Padahal masih banyak petani kita yang tidak memiliki tanah
atau menguasai tanah dibawah 0,5 hektar
(Chalid Muhammad “Korporasi dan Penguasaan Ruang di Indonesia”, 2011)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mencatat baru separuh atau sekitar 4302 kasus agrarian
yang diselesaikan dari total 8307 kasus konflik agrarian terjadi sepanjang tahun 2011. (Walhi Public
Hearing “Memperkuat Aspirasi Masyarakat Melalui Dengar Pendapat dengan DPR (22/06/2012)”,
http://news.detik.com/read/2012/06/22/140345/1948256/10/,
4. Tabel 1. Negara Tujuan Investasi Teratas, Investor dan Nilai Investasi (Kajian Bank Dunia tahun 2010)[
[1]
Dikutip dari artikel makalah “Gelombang Akuisisi Tanah Untuk Pangan: Wajah Imperialisme Baru“ Laksmi Andriani Savitri, Sayogyo Institute, 2011
5. Institusi UU/PP
Kepentingan
Objektif/Umum Subjektif
K Kehu-
Tanan
UU 41/1999
PP 10/2010
Pelestarian Hutan Kewenangan eksklusif pengelolaan Kaw Hutan
Kemen PU UU 26/2007
PP 26/2008
PP 15/2010
Koordinasi Penataan Ruang Kemudahan pengembangan infrastrukutur jalan
(tol)
BPN UU 5/1960
PP 11/2010
Reforma Agraria Mempertahankan Kewenangan terpusat hak guna
tanah
Bappenas UU 25/2004 Koordinasi Sist Perenc Nasional Superioritas kebijakan sistem perencanaan
nasional, termasuk yg berdimensi spasial
PEMDA UU 32/2004 Pembangunan Daerah - Otonomi lebih luas tata kelola SDA daerah
–
- Meningkatkan PAD
KLH UU 32/2009 Pembangunan Berwawasan Lingkungan Kewenangan perencanaan & pengendalian yang
lebih luas dalam pengel SDA, Lingkungan &
wilayah
K Perta-
Nian
UU 41/2009 Ketahanan Pangan - Mencegah alih fungsi lahan sawah
- perlindungan usaha agribisnis
(perkebunan)
K ESDM UU 22/2001
UU 4/2009
Pembangunan Energi & SD devisa Nasional - Akses penambangan di kaw lindung
- Hak eksklusif kaw tambang
Tabel 2. Lansekap Politik Institusi Pemerintah dalam Penataan Ruang di Indonesia[1]
[1]
Lansekap Politik Ruang di Indonesia, Center for regional Systems Analysis, Planning and Development (CRESTPENT), Bogor Agricultural University (IPB), 2011
6. Disinkronisasi Kebijakan Sektoral SDA
(1)
• Ketidak sesuaian antara landasan hukum dan konsideran; yaitu
landasan yang menjadi pokok pikiran ditetapkannya sebuah produk
kebijakan/peraturan perundang – undangan yang memuat unsur
filosofis, yuridis dan sosiologis dengan isi pasal – pasal dalam
produk kebijakan tersebut.
• dapat ditemukan misalnya pada UU No 22 Tahun 2011 tentang
Minyak dan Gas Bumi, UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, UU No 18 Tahun
2004 tentang Perkebunan, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.
7. • ”Hampir semua UU mengacu pada Pasal 33 UUD, tetapi
orientasinya saling berbeda. Kesimpulan di atas diambil
setelah dilakukan kajian dengan melihat tujuh aspek tolok
ukur (indikator) yang digunakan tim pengkaji, yakni
orientasi, akses memanfaatkan, hubungan negara dengan
obyek, pelaksana kewenangan negara, hubungan orang
dengan obyek, hak asasi manusia, dan tata pemerintahan
yang baik (good governance).
(Kompas, 24 Maret 2009, di kutip dari laman
http://rencanatataruangriau.blogspot.com/2009/03/pengelolaan-
sumber-daya-alam.html, pada tanggal 12 November jam 03.00 WIB)
8. Tumpang tindih antar Undang Undang. Ketidak sinkronan antar undang – undang
disebabkan antara lain oleh :
• egoisme sektoral. Masing masing sector (di lembaga pemerintahan -- pen) merasa
paling yang berkompeten mengatur tentang sumber daya alam. Akibat lebih jauh
dari egoism sektoral tersebut maka terjadilah tumpang tindih antara penguasaan
dan pemanfaatan sumber daya alam dan koordinasi yang timpang antar pusat dan
daerah serta antar sektor
(Prof. Dr. Maria SW Sumardjono, SH.MCL.MPA “Tanah dalam Persfektif Ekonomi Sosial dan Budaya”,
Kompas Media Nusantara, 2009, hal. 90)
• Kontradiksi undang undang sektoral akibat tidak diakuinya dan diselewengkannya
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) sebagai payung
atau dasar bagi hukum yang mengatur tentang penguasaan, pengelolaan dan
pemanfaatan sumber sumber agrarian atau sumber daya alam.
“Tergesernya status UU PA yang bukan lagi sebagai peraturan dasar juga berpengaruh positif terhadap
melemahnya fungsi UU PA. Sebab, sejak kelahirannya, UU PA merupakan an umbrella act, bertugas
mengoordinasikan UU sektoral lainnya. Tergusurnya MHA dan hak-hak ulayat petani yang semestinya
memperoleh perlindungan, justru telah terabaikan. Melemahnya fungsi UU PA juga berkaitan dengan
reformasi hukum di bidang legislasi. UU Nomor 12 Tahun 2011 (perubahan dari UU No 10 Tahun 2004)
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak lagi mengakui status UU PA sebagai
peraturan dasar. Semua peraturan perundang-undangan pada hakikatnya sama.”
(Prof. Jawahir Thontowi “Urgensi Perubahan UU Pokok Pokok Agraria”, Koran Tempo, 12 Februari 2012)
9. Disinkronisasi dari ketiga hal pokok diatas telah menyebabkan
munculnya rangkaian problem dalam pengelolaan sumber
sumber agrarian atau sumber daya alam di Indonesia.
Gunawan Wiradi mengidentifikasi fakta empat bentuk
ketidakserasian atau ketimpangan agrarian , yaitu :
– Ketimpangan dalam hal penguasaan sumber – sumber agraria.
– Ketidakserasian dalam hal “peruntukan” sumber-sumber
agraria, khususnya tanah
– Ketidakserasian antara persepsi dan konsepsi mengenai agraria;
– Ketidakserasian antara berbagai produk hukum, sebagai akibat
dari pragmatism dan kebijakan sektoral.
Gunawan Wiradi, “Seluk Beluk Masalah Agraria – Reforma Agraria
& Penelitian Agraria”, STPN Press&Sains, 2009, hal. 89
10. Tabel 3 : Kilas Fakta Konflik SDA Sumsel
Data Lembar 2011, diolah dari berbagai sumber
No Bentuk Kelola (Investasi) Konflik
geofisik Social politik
(T) (PK) (TK) (KH) (Kr)
tambang emas PT. Barisan Tropikal Mining 1997 – 2002 Kec. Muara
Rupit, Kab. Musi Rawas
pulp & paper PT. Tanjung Enim Lestari di Kec. Muara Niru, Kab. Muara
Enim, 1997 – sekarang.
HTI (Hutan Tanaman Industri) PT. Musi Hutan Persada dengan hak
konsesi + 264.000 Ha yang dimiliki menyebar di 5 kabupaten di Sumatera
Selatan, yaitu : MUBA, MURA, OKU, Lahat, Muara Enim
perkebunan kelapa sawit di seluruh kabupaten dalam wilayah Provinsi
Sumatera Selatan, dengan luas konsesi total sedikitnya 800.000 Ha, 1997
– sekarang
Pengelolaan industry Pupuk oleh BUMN
PT. PUSRI (Pupuk Sriwijaya) sejak tahun 1980-an
Minyak Bumi dan Gas oleh Negara (Pertamina) sector privat (a.l ; Expan
Oil, Conoco Philips) hampir di sebagian besar kabupaten di Sumatera
Selatan. Khususnya di Kab. MUBA, Muara Enim, Kota Administratif
Prabumulih, sejak tahun 1980-an hingga sekarang
tambang batubara yang menghampar di Kabupaten Muara Enim, Lahat
sejak tahun 1970-an hingga sekarang dengan areal yang mencapai ratusan
ribu Hektar
tambak udang di semenanjung pantai timur Kab. OKI berbatasan dengan
provinsi Lampung, a.l : oleh PT. Wahyuni Madira, PT. Dipasena
11. MP3EI -- Perpres 32 Tahun 2011
tentang Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI)
21. MP3EI -- Perpres 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI)
• Kerja bareng, mengundang investasi
seluasnya, mempersembahkan wajah/potret
resource alam dan geospasial Indonesia
sebagai arus utama model pembangunan
• Zonasi produksi dan distribusi
• Menyediakan Indonesia sebagai
“komparador” globalisasi
• Memerlukan regulasi kebijakan “penyokong”