Usulan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) pertama kali diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 2 Februari 2015 melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Pada perjalanannya dalam kurang lebih 5 (lima) tahun, proses penyusunan RUU Minerba sangat dinamis. Perdebatan RUU ini mengalami fase maju mundur dan tarik ulur, baik antar fraksi-fraksi di DPR dan Pemerintah, maupun lahirnya berbagai pandangan dari pengamat, akademisi, organisasi masyarakat sipil dan publik secara umum. Sampai akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019, revisi UU Minerba merupakan salah satu RUU yang ditunda penyelesaiannya di tengah polemik dan penolakan atas Revisi UU KPK melalui gerakan publik dengan tagar #ReformasiDikorupsi.
Transparansi dan partisipasi publik dalam revisi undang undang pertambangan mineral dan batubara
1. 1 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Policy Brief
Transparansi dan Partisipasi Publik
dalam Revisi Undang-Undang Pertambangan
Mineral dan Batubara
1) Program Manager PWYP Indonesia
2) Program Manager PWYP Indonesia, Wakil CSO dalam MSG EITI Indonesia
3) Program Officer Indonesian Parliamentary Center (IPC)
4) Koordinator Nasional/Direktur PWYP Indonesia
5) https://news.detik.com/berita/d-4718715/kontroversi-di-balik-4-ruu-yang-pengesahannya-diminta-ditunda?single=1
6) Status carry over diartikan bahwa RUU tersebut dapat dilanjutkan pembahasannya tanpa memulai lagi dari awal. https://mediaindonesia.com/
read/detail/283988-prolegnas-prioritas-2020-alami-perubahan
7) Berdasarkan Jadwal Acara Rapat DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2019-2020 yang telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi Peng-
ganti Rapat Badan Musyawarah DPR RI antara Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Fraksi tanggal 16 Desember 2019 dan Keputusan Rapat Intern
Komisi VII DPR RI tanggal 13 Januari 2020.
8) https://www.cnbcindonesia.com/news/20191211185848-4-122342/ketua-komisi-vii-dpr-targetkan-ruu-minerba-kelar-agustus-2020
Penulis: Meliana Lumbantoruan1
, Aryanto Nugroho 2
, Arif Adiputro 3
Penyunting dan Pereview: Maryati Abdullah4
Usulan Rancangan Undang-Undang tentang Per-
ubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu-
bara (RUU Minerba) pertama kali diusulkan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 2 Febru-
ari 2015 melalui Program Legislasi Nasional (Pro-
legnas) 2015-2019. Pada perjalanannya dalam
kurang lebih 5 (lima) tahun, proses penyusunan
RUU Minerba sangat dinamis. Perdebatan RUU
ini mengalami fase maju mundur dan tarik ulur,
baik antar fraksi-fraksi di DPR dan Pemerintah,
maupun lahirnya berbagai pandangan dari peng-
amat, akademisi, organisasi masyarakat sipil dan
publik secara umum. Sampai akhir masa jabatan
DPR periode 2014-2019, revisi UU Minerba me-
rupakan salah satu RUU yang ditunda penyele-
saiannya di tengah polemik dan penolakan atas
Revisi UU KPK melalui gerakan publik dengan ta-
gar #ReformasiDikorupsi.5
Revisi UU Minerba ini kemudian tetap dilanjut-
kan oleh DPR RI Periode 2019-2024. Sidang pari-
purna ke-5 DPR RI pada pertengahan Desember
2019 lalu menyepakati masuknya RUU tersebut
dalam Prolegnas 2020-2024, satu di antara 248
UU lainnya, yang kemudian menjadi Prolegnas
prioritas Tahun 2020. RUU Minerba tersebut ke-
mudian diputuskan berstatus carry over, meski-
pun ada anggota DPR yang menginginkan agar
RUU Minerba dibahas dari awal dan tidak bersta-
tus carry over.6
Bulan Februari ini, RUU Minerba
mulai aktif kembali dibahas secara intens dalam
agenda rapat di DPR.7
Ketua Komisi-7 DPR me-
nargetkan penyelesaian RUU ini paling lambat
pada Agustus 2020.8
Secara objektif terdapat beberapa argumen
yang melatarbelakangi revisi UU Minerba, di an-
taranya: (1) Adanya kebutuhan untuk melakukan
penyesuaian pembagian kewenangan antara
Pusat dan Daerah sebagai konsekuensi lahirnya
UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah
Daerah (UU Pemda), khususnya terkait kewe-
nangan penerbitan izin usaha pertambangan;
www.pwypindonesia.org
Februari 2020
2. 2 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
(2) Sebagai tindak lanjut atas adanya perubahan
dan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK);
(3) Terdapat beberapa kendala dalam praktik/
pelaksanaan UU Minerba yang terjadi saat ini; (4)
Adanya evaluasi dan rekomendasi atas perbaik-
an tata kelola sektor Minerba; serta (5) Adanya
kebutuhan objektif untuk menjawab persoalan
dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan
pertambangan di masa mendatang.9
Secara spesifik, sebagaimana disampaikan oleh
Pemerintah dalam rapat kerja Komisi-7 pada 18
Juli 2019 lalu, setidaknya terdapat 12 (dua belas)
substansi besar yang berubah, yakni: (1) Penye-
lesaian permasalahan antar sektor; (2) Penguat-
an konsep wilayah pertambangan; (3) Mening-
katkan pemanfaatan batu bara sebagai sumber
energi nasional; (4) Memperkuat kebijakan pe-
ningkatan nilai tambah mineral; (5) Mendorong
kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan pene-
muan deposit minerba; (6) Pengaturan khusus
tentang izin pengusahaan batuan; (7) Mengako-
modasi putusan MK dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemda; (8) Tersedianya
rencana pertambangan minerba; (9) Penguatan
peran Pemerintah Pusat dalam pembinaan dan
pengawasan kepada Pemda; (10) Pemberian in-
sentif kepada pihak yang membangun smelter
dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut
tambang; (11) Penguatan peran Badan Usaha Mi-
lik Negara (BUMN): dan (12) Perubahan Kontrak
9) http://www.dpr.go.id/prolegnas/deskripsi-konsepsi2/id/25
Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan
Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertam-
bangan Khusus (IUPK) dalam rangka kelanjutan
operasi.
Terdapat beberapa pandangan dan polemik dari
berbagai kalangan yang mengkritisi substansi
revisi UU Minerba tersebut, diantaranya adanya
anggapan bahwa revisi tersebut masih belum
mencerminkan kedaulatan ekonomi SDA seba-
gaimana dimandatkan oleh Konstitusi, berten-
tangan dengan semangat pembangunan rendah
karbon dan berkelanjutan, kurang mengakomo-
dasi kepentingan daerah dan masyarakat sekitar
tambang, serta proses pembahasan yang masih
minim partisipasi dan cenderung tertutup. Tidak
heran, banyak kalangan yang meminta pemba-
hasan RUU Minerba tidak dilakukan secara ter-
gesa-gesa.
Catatan kebijakan ini disusun oleh Publish What
You Pay (PWYP) Indonesia sebagai pandangan
dan analisa atas proses pembahasan revisi UU
Minerba, khususnya pada aspek transparansi
dan partisipasi publik dalam proses penyusunan
dan pembahasan RUU tersebut, baik oleh Le-
gislatif (DPR RI) maupun oleh Eksekutif (Peme-
rintah). Catatan kebijakan ini juga menyoroti me-
ngenai singkronisasi pembahasan RUU Minerba
dengan RUU Cipta Kerja yang keduanya memiliki
keterkaitan erat dan sama sama menjadi Proleg-
nas prioritas tahun 2020 di DPR RI.
Tahapan dan Proses Penyusunan Undang-Undang
Panduan proses penyusunan Undang-Undang
telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undang-
an; UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3); dan Tata
Tertib DPR mengenai Tata Cara Pembentukan
Undang-undang. Berdasarkan ketentuan-keten-
tuan tersebut. Secara ringkas proses pemben-
3. 3 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
tukan undang-undang dijabarkan dalam point-
-point berikut:
1. RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden.
RUU yang berasal dari DPR dapat diajukan
oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau
alat kelengkapan DPR yang khusus mena-
ngani bidang legislasi atau Dewan Perwa-
kilan Daerah (DPD). Sedangkan RUU yang
diajukan oleh Presiden disiapkan oleh Men-
teri atau pimpinan lembaga pemerintah non-
-kementerian sesuai dengan lingkup tugas
dan tanggung jawabnya.
2. RUU tersebut kemudian disusun dalam Pro-
gram Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh Ba-
dan Legislasi (Baleg) DPR untuk jangka wak-
tu 5 tahun serta dibuat pula dalam jangka
waktu tahunan yang berisi RUU yang telah
diurutkan prioritas pembahasannya.
3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi
dengan Naskah Akademik (NA), kecuali un-
tuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), RUU penetapan Peratur-
an Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan
UU atau pencabutan Perpu.
4. Pimpinan DPR memberitahukan adanya RUU
dan membagikan RUU kepada seluruh ang-
gota DPR dalam Rapat Paripurna. Kemudian
DPR dalam rapat paripurna berikutnya me-
mutuskan RUU tersebut berupa persetujuan,
persetujuan dengan perubahan, atau peno-
lakan.
5. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua
tingkat pembicaraan: Pembicaraan tingkat
I dilakukan dalam rapat komisi, rapat ga-
bungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat
Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus
(Pansus). Kegiatan dalam pembicaraan ting-
kat I dilakukan dengan pengantar musyawa-
rah, pembahasan daftar inventarisasi masa-
lah, dan penyampaian pendapat mini fraksi;
6. Sedangkan Pembicaraan tingkat II dilakukan
dalam rapat paripurna, yang berisi:
a. Penyampaian laporan yang berisi proses,
pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD,
dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
b. Pernyataan persetujuan atau penolakan
dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara
lisan yang diminta oleh pimpinan rapat
paripurna; dan
c. Pendapat akhir Presiden yang disampai-
kan oleh menteri yang mewakilinya.
7. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui mu-
syawarah mufakat, keputusan diambil de-
ngan suara terbanyak
8. RUU yang membahas tentang otonomi dae-
rah; hubungan pusat dan daerah; pemben-
tukan, pemekaran, dan penggabungan wi-
layah; pengelolaan sumber daya alam atau
sumber daya lainnya; dan perimbangan ke-
uangan pusat dan daerah, dilakukan dengan
melibatkan DPD, tetapi hanya pada pembi-
caraan tingkat I saja.
9. Dalam penyiapan dan pembahasan RUU,
termasuk pembahasan RUU tentang APBN,
masyarakat berhak memberikan masukan
secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR
melalui pimpinan DPR dan/atau alat keleng-
kapan DPR lainnya.
10. RUU yang telah mendapat persetujuan ber-
sama DPR dengan Presiden diserahkan ke-
pada Presiden untuk dibubuhkan tanda ta-
ngan, ditambahkan kalimat pengesahan,
serta diundangkan dalam lembaran Negara
Republik Indonesia.
4. 4 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Gambar 1. Bagan Tahapan Penyusunan Undang Undang
Sumber: Diolah dari berbagai sumber regulasi.
Transparansi dan Partisipasi
dalam Penyusunan Undang-Undang
Transparansi dalam penyusunan kebijakan pub-
lik, termasuk di dalamnya penyusunan peratur-
an perundang-undangan, sangat penting dan
diperlukan karna berkaitan dengan hak warga
negara untuk tahu (rights to know) dan hak un-
tuk mendapatkan informasi (right to information).
Hak untuk tahu dan mendapatkan informasi ada-
lah hak asasi setiap warga negara yang dijamin
oleh Konstitusi yakni pasal 28 F UUD 1945 yang
dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial-
nya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyam-
paikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.”
Pasal 14 ayat (1) dan (2) dalam UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mene-
gaskan bahwa “setiap orang berhak untuk ber-
komunikasi dan memperoleh informasi yang di-
perlukan untuk mengembangkan pribadinya dan
lingkungan sosialnya” dan; “setiap orang berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyim-
pan, mengolah, dan menyampaikan informasi de-
ngan menggunakan segala jenis sarana yang ter-
sedia.” Jaminan terhadap pemenuhan Hak Warga
Negara untuk Tahu juga dijamin melalui UU No-
mor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
5. 5 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Sedangkan partisipasi dalam pembuatan ke-
bijakan merupakan proses yang terbuka dan
akuntabel melalui individu dan kelompok dalam
masyarakat/komunitas tertentu, untuk dapat
bertukar pandangan dan mempengaruhi pembu-
atan kebijakan (Overstrand, 2016)
Transparansi dan partisipasi dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan telah banyak di-
atur dalam berbagai kebijakan. Misalnya:
1. PembentukanPeraturanPerundang-undang-
an mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Pasal 5 huruf g UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyusunan
Peraturan Perundangan-Undangan beserta
Penjelasan) .
2. Masyarakat (perseorangan atau kelom-
pok orang yang mempunyai kepentingan
atas substansi Rancangan Regulasi) berhak
memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis dalam Pembentukan Peraturan Per-
undang-undangan sejak tahap perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, hingga tahap pengundangan.
3. Masukan dilakukan melalui: rapat dengar
pendapat umum; kunjungan kerja; sosiali-
sasi; dan/atau seminar, lokakarya, dan/atau
diskusi (Bab XI Partisipasi Masyarakat Pa-
sal 96 ayat (1), (2) & (3) UU Nomor 12 Tahun
2011).
Selain itu, terdapat sejumlah pasal dalam Peratur-
an DPR Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan
atas Peraturan DPR tentang Tata Tertib yang me-
nyebutkan tentang partisipasi masyarakat dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan:
4. Pasal 117: “Dalam penyusunan rancangan
undang-undang, Anggota, Komisi, gabungan
Komisi atau Badan Legislasi dapat memin-
ta masukan dari masyarakat sebagai bahan
bagi panitia kerja untuk menyempurnakan
konsepsi rancangan undang-undang”.
5. Pasal 145:
a. Komisi, gabungan Komisi, Badan Legisla-
si, Panitia Khusus, atau Badan Anggaran
dapat meminta Menteri yang mewakili
Presiden membahas rancangan undang-
-undang untuk menghadirkan Menteri la-
innya atau pimpinan lembaga pemerintah
non kementerian dalam rapat kerja atau
mengundang masyarakat dalam rapat
dengar pendapat umum untuk menda-
patkan masukan terhadap rancangan
undang-undang yang sedang dibahas
b. Komisi, gabungan komisi, Badan Legisla-
si, Badan Anggaran, atau panitia khusus
dapat mengadakan kunjungan kerja ke
daerah dalam rangka mendapatkan ma-
sukan dari pemerintah daerah dan/atau
masyarakat di daerah.
6. Pasal 215: Masyarakat dapat memberikan
masukan secara lisan dan/atau tertulis kepa-
da DPR dalam proses:
a. Penyusunan dan penetapan Prolegnas;
b. Penyiapan dan pembahasan rancangan
undang-undang;
7. 4. Pasal 218: “Pimpinan alat kelengkapan
yang menerima masukan dari masyarakat,
menyampaikan informasi mengenai tindak
lanjut atas masukan kepada masyarakat me-
lalui surat atau media elektronik.
6. 6 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Box 1
Open Parliament Indonesia
Parlemen Indonesia (DPR RI) mendeklarasikan inisiatif Keterbukaan Parlemen (Open Parliament)
bertepatan dengan HUT ke-73 DPR RI, pada Rabu (29/8/2018). Deklarasi in diharapkan dapat
mendorong komitmen dan praktik Keterbukaan Parlemen di DPR RI, agar semakin dekat dengan
masyarakat. Serta, semakin memperkuat peran DPR RI dalam membangun demokrasi Indonesia
yang lebih baik.
Inisiatif Open Parliament, merupakan inisiatif global yang dideklarasikan pada 15 Desember
2012, dalam International Parliamentary Union (IPU) – World e-Parliament di Roma, Italia. Inisi-
atif ini didukung oleh 180 organisasi dan 82 negara. Open Parliament adalah kesinambungan
dan bagian dari program Open Government Partnership (OGP), dimana Indonesia memegang
andil penting sebagai salah satu pendiri OGP sejak tahun 2011. Sedikitnya sembilan parlemen
lain yang telah mendeklarasikan keterbukaan parlemen, yakni Chile, Perancis, Georgia, Ukraina,
Kostarika, Kolombia, Guatemala, Paraguay, dan Kosovo.
Sebagai salah satu pelopor, DPR RI menjadi parlemen pertama yang menyusun rencana aksi
keterbukaan parlemen yang terpisah dari rencana aksi pemerintah. Ini juga merupakan satu
langkah maju bagi peran serta parlemen Indonesia di tingkat global.
Setidaknya terdapat 5 (lima) agenda yang akan didorong dalam dokumen Rencana Aksi Nasi-
onal atau National Action Plan (NAP) Open Parliament, antara lain: keterbukaan proses legis-
lasi, penguatan keterbukaan informasi publik, peningkatan penggunaan IT untuk menjangkau
konstituen, pelembagaan Open Parliament Indonesia serta penyusunan peta jalan keterbukaan
parlemen.
7. 7 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Dinamika Proses Pembahasan Revisi UU Minerba
Dalam kurun waktu Tahun 2015 hingga 2019, tahapan penyusunan dan pembahasan RUU Minerba telah
melewati berbagai tahapan dan proses yang cukup dinamis, dari pengamatan PWYP Indonesia ber-
sama koalisi kawal RUU Minerba, perkembangan dan dinamika pembahasan revisi UU Minerba dapat
dirangkum dalam tabel-1 di bawah ini.
Tabel 1. Dinamika Proses Penyusunan dan Pembahasan RUU Minerba Periode Tahun 2015-2020
Waktu Agenda
9 Februari 2015
RUU Minerba masuk ke dalam Prolegnas 2015-2019 pada Rapat Paripurna
ke-18 Masa Persidangan 2014-2015.
27 September 2017
Dimulainya Pembahasan Draft RUU Minerba melalui Rapat Intern Komisi 7
DPR RI.
25 Januari 2018
Pengesahan Draft RUU Minerba oleh Komisi 7 DPR RI untuk diserahkan
kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI
8 Maret 2018 Harmonisasi RUU Minerba oleh Baleg DPR RI
29 Maret 2018
Pengambilan Keputusan atas Hasil Harmonisasi RUU Minerba oleh Baleg
DPR RI.
10 April 2018
Pengambilan Keputusan RUU Minerba sebagai RUU inisiatif DPR dalam
Rapat Paripurna ke-22 Masa Persidangan 2017-2018.
11 April 2018. Penyampaian Draft RUU Minerba kepada Presiden RI.
5 Juni 2018,
Presiden mengirimkan surat ke DPR dan menunjuk 5 (lima) Kementerian
untuk mewakili pemerintah membahas Draft RUU Minerba-belum disertai
DIM (Daftar Inventaris Masalah).
2 Juli 2018
Pembicaraan Tingkat I: Rapat kerja / Pengantar Musyawarah / Pandangan
Pemerintah dengan agenda Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus me-
nugaskan Komisi VII melakukan pembahasan dengan Pemerintah.
18 Juli 2019
Rapat Kerja Komisi 7 DPR RI dengan Pemerintah membahas DIM Peme-
rintah. DPR mengembalikan DIM Pemerintah karena baru ditandatangani
oleh Kementerian ESDM.
Juli-September 2019
Terdapat banyak tuntutan masyarakat melalui sejumlah demonstrasi un-
tuk menunda pembahasan dan pengesahan RUU Minerba.
8. 8 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
24 September 2019
Presiden dan Ketua DPR menyampaikan pernyataan untuk menunda pem-
bahasan dan pengesahan sejumlah RUU, termasuk RUU Minerba dengan
dalih agar RUU tersebut mendapatkan masukan dan substansi yang sesu-
ai dengan keinginan masyarakat.
27 September 2019
Sekjen Kementerian ESDM menyerahkan DIM RUU Minerba untuk Dibahas
Komisi-7 DPR RI.
29 September 2019
Menteri ESDM atas perintah Presiden Jokowi berkirim surat ke DPR untuk
menunda Pembahasan RUU Minerba
17 Desember 2019
RUU Minerba masuk ke dalam Prolegnas 2020-2024 pada Rapat Paripur-
na ke-5 Masa Persidangan 2019-2024 dengan status Carry Over.
22 Januari 2019
RUU Minerba masuk ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020 pada Rapat
Paripurna ke-8 Masa Persidangan 2019-202.
13 Februari 2020
Pengesahan Panja RUU Minerba dan Dimulainya Pembahasan DIM RUU
Minerba dalam Rapat Kerja Komisi-7 DPR RI dengan Menteri ESDM, Men-
dagri, Menkumham, Menperin dan Menkeu. Sehari sebelumnya, pada 12
Februari 2020, Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja-yang diantaranya
menghapus dan menambahkan pasal dari UU Minerba, disampaikan oleh
Pemerintah kepada DPR RI.
Sumber: PWYP Indonesia, diolah dari berbagai sumber.
Catatan Proses Penyusunan dan Pembahasan
RUU Minerba
Berikut catatan PWYP Indonesia dan koalisi
masyarakat sipil atas proses penyusunan RUU
Minerba dalam kurun waktu 5 (lima) tahun tera-
khir sejak 2015-2020.
1. Proses pembahasan yang
sempat terhenti dan memakan
waktu lama
Pembahasan RUU Minerba ditetapkan sebagai
prolegnas sudah sejak tahun 2015, namun dalam
proses penyusunan maupun pembahasan RUU
Minerba mengalami stagnasi. Kendati telah ma-
suk sebagai prolegnas 2015, namun pembahas-
an RUU Minerba untuk pertama kalinya diadakan
pada tahun 2017, ada jeda kurang lebih dua ta-
hun dalam pembahasan RUU tersebut. Pemba-
hasan RUU Minerba sempat diputuskan sebagai
RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna ke-22
Masa Persidangan 2017-2018 pada 10 April
2018, namun kemudian pembahasannya kembali
mengalami stagnasi. Hal ini menunjukkan bahwa
jadwal pembahasan di DPR RI atas RUU Minerba
juga minim. Jadwal pembahasan RUU Minerba
berdasarkan jawal yang tercatata di Komisi VII
tergambar pada Tabel 2 berikut ini.
9. 9 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Tabel 2. Jadwal Pembahasan RUU Minerba Berdasarkan Jadwal di Kegiatan Komisi VII
Waktu Jenis Rapat Agenda
27/9/2017 Rapat Intern
Melanjutkan Pembahasan RUU Minerba (Dengan Badan Keah-
lian Dewan)
28/9/2017 Rapat Intern Pembahasan RUU Minerba
4/10/2017 Rapat Intern Pembahasan RUU Minerba dengan Badan Keahlian Dewan
25/10/2017 Rapat Intern Pembahasan RUU Minerba
22/1/2018 Rapat Intern Finalisasi Draft RUU Minerba dengan Kepala Badan Keahlian
25/1/2018 Rapat Intern Pengesahan RUU Minerba untuk diserahkan ke Badan Legislasi
18/7/2018 Rapat Kerja
Pembicaraan Tingkat 1 RUU Minerba; Pembahasan DIM RUU
Minerba
30/8/2018
Pembicaraan
Tingkat 1
Pengantar Musyawarah; Pengesahan Jadwal RUU Minerba; Pe-
ngesahan Mekanisme Kerja
27/11/2019 Rapat Kerja Menteri ESDM; Tindak laju pembahasan RUU Minerba
4/12/2019 Rapat Kerja
Menteri ESDM, Mendagri, Menkeu, Menperindag & Menkum-
ham; Pembicaraan Tingkat 1 RUU Minerba
Sumber: Jadwal Pembahasan RUU Minerba Komisi VII DPR-RI 2014-2019
diambil dari website www.dpr.go.id, diolah oleh IPC.
10) http://dpr.go.id/berita/detail/id/26039/t/Komisi+VII+Terima+938+DIM+RUU+Minerba+dari+Pemerintah
11) https://www.cnbcindonesia.com/news/20180606161744-4-18136/ada-590-daftar-masalah-revisi-uu-minerba-dibahas-6-menteri
Komisi 7 DPR RI menyatakan bahwa belum di-
bahasnya RUU Minerba dikarenakan Pemerintah
dalam hal ini atas nama Presiden, belum me-
nyerahkan DIM.10
Padahal DIM serta pandangan
dan pendapat Presiden atas RUU Minerba harus
disampaikan kepada DPR paling lambat 60 hari
sejak tanggal RUU diterima.11
Disamping itu, ti-
dak dipungkiri bahwa pembahasan RUU Minerba
juga tidak terlepas dari tarik menarik kepenting-
an banyak pihak, mengingat betapa strategisnya
sektor pertambangan minerba bagi perekonomia
Indonesia.
Konsekuensi dari terhentinya pembahasan
mengakibatkan hampir semua RUU yang ma-
suk dalam Prolegnas 2015-2019 akhirnya akan
mengalami “kejar tayang” yang berakibat pada
percepatan pembahasan sebuah RUU untuk da-
pat segera disahkan. Hal yang sama terjadi pula
dengan RUU Minerba, setelah pada awal-awal-
nya mengalami stagnasi yang kemudian diperce-
pat pada pembahasan tahun 2019. Pemerintah
akhirnya menyerahkan DIM kepada Komisi 7 DPR
RI pada Juli 2019 dan melakukan pembahasan
DIM Pemerintah saat Rapat Kerja Komisi 7 DPR RI
dengan Pemerintah membahas DIM Pemerintah.
Saat itu, DPR RI mengembalikan DIM Pemerintah
karena baru ditandatangani oleh Kementerian
ESDM.
Sempat terhentinya pembahasan RUU Ini tentu
akan mengurangi proses dan kualitas pembahas-
10. 10 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
an, baik dari sisi durasi waktu, kedalaman analisa
dan cakupan pertimbangan. Termasuk dalam hal
ini adalah secara prosedur yang menurun kua-
litas dan intensitasnya, misalnya terkait tingkat
partisipasi publik, serta kurangnya waktu untuk
melakukan sosialisasi dan pembahasan dengan
stakeholder dan masyarakat secara luas. Aki-
batnya, hasil draft UU yang diharapkan memiliki
kualitas yang baik justru bisa jadi tidak menyele-
saikan persoalan sektor Minerba secara utuh dan
menyeluruh.
2. Prosedur dan mekanisme
pembahasan yang sering dilang-
gar
Di penghujung tahun 2019, ditengah gelombang
demonstrasi penolakan terhadap disahkannya
sejumlah RUU, termasuk RUU Minerba di dalam-
nya, pada September 2019, publik dikagetkan
dengan adanya penyerahan DIM RUU Miner-
ba oleh pemerintah kepada DPR yang dilaku-
kan pada malam hari.12
Penyerahan 938 DIM ini
menjadi kontroversial, karena disertai dengan
sejumlah pernyataan dari anggota Komisi 7 DPR
RI yang menyatakan bahwa RUU ini ditargetkan
akan diputuskan dalam waktu 2 (dua) hari saja,
yang kemudian ditindaklanjuti dengan muncul-
nya agenda Pembahasan Panja RUU Minerba
dan Pembahasan di Tingkat 2.13
Bukan hanya
publik yang terkaget-kaget, bahkan diantara
anggota Komisi 7 pun, saling berbeda penda-
pat terhadap keabsahan prosedur, dan anggota
DPR yang tidak terinformasikan dengan jadwal
cepatnya pembahasan dan rencana pengesahan
RUU Minerba.14
Sampai akhirnya, Presiden Joko-
wi melalui Menteri ESDM menyampaikan usulan
penundaan pembahasan dan pengesahan RUU
Minerba.
12) https://finance.detik.com/energi/d-4722198/malam-malam-esdm-serahkan-938-daftar-masalah-revisi-uu-minerba
13) https://katadata.co.id/berita/2019/09/26/percepatan-pembahasan-ruu-minerba-dituding-terkait-hasil-pilpres
14) https://www.cnbcindonesia.com/news/20190927170757-4-102774/ada-upaya-pemaksaan-pengesahan-ruu-minerba
Hal ini menunjukkan, bahwa dalam proses pem-
bahasan dan penyusunan RUU Minerba ini te-
lah menerobos prosedur penyusunan undang-
-undang dan abai terhadap kualitas RUU yang
akan disahkan dengan mempercepat penyele-
saian RUU MInerba dalam jangka waktu hitungan
hari. Diabaikannya mekanisme dan prosedur ini
merupakan titik rawan dalam proses pembahas-
an, karena publik akan sulit memantau sejauh
mana partisipasi anggota DPR dalam pemba-
hasan, kualitas dan perkembangan pembahasan,
hingga aspek integritas dan akuntabilitas dari
proses pembahasan. Pembahasan di ruang ter-
tutup dan dilakukan pada malam hari tentunya
menimbulkan pertanyaan publik akan transpa-
ransi dan integritas para pembahasnya. Tidak
menutup kemungkinan, dugaan terdapat ‘deal-
-deal’ bisa saja menjadi sorotan masyarakat dan
publik secara umum.
3. Pembahasan yang minim par-
tisipasi publik
Dalam proses penyusunan RUU Minerba ruang
pasrtisipasi publik dirasakan masih sangat mi-
nim, khususnya masyarakat di lingkar tambang,
masyarakat adat maupun masyarakat terdampak
atas aktivitas pertambangan lainnya. Termasuk
dalam hal ini adalah partisipasi pemerintah da-
erah, yang notabene juga memiliki peran dalam
penatakelolaan sektor pertambangan ini, juga
partisipasi pelaku usaha dan lembaga masyara-
kat, universitas serta masyarakat.
Hasil monitoring IPC atas kinerja legislasi pada
Masa Sidang V Tahun 2016 terutama dalam pem-
bahasan 4 RUU: RUU Migas, RUU Minerba, RUU
Pilkada dan RUU Tax Amnetsy, menunjukkan
bahwa rapat pembahasan RUU ini lebih banyak
11. 11 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
bersifat tertutup dan jauh dari jangkauan publik.
Lebih lanjut catatan IPC mengemukakan bahwa
terdapat 48 sidang diselenggarakan untuk mem-
bahas 4 RUU tersebut, 31 diantaranya dilaksana-
kan secara tertutup, dan 27 diantaranya dilaksa-
nakan di luar gedung DPR.
Minimnya ruang partisipasi masyarakat dalam
pembahasan RUU, yang diindikasikan dari pe-
laksanaan beberapa rapat yang tertutup, forum
konsultasi publik yang tidak massif yang hanya
mengandalkan RDPU semata atau cenderung
masih melibatkan pihak secara terbatas. Seha-
rusnya, pada masa perumusan dan pembahasan
RUU ini dapat dibuka ruang seluas-luasnya untuk
menjaring aspirasi masyarakat secara luas, kare-
na dampak dari kegiatan pertambangan ini bu-
kan hanya kepada pelaku usaha melainkan juga
berdampak pada masyarakat sekitar, termasuk
berdampak pada stakeholder di sektor mene-
ngah dan hilir, serta masyarakat secara umum
baik langsung maupun tidak langsung. Selain itu,
partisipasi publik merupakan salah satu prasya-
rat dalam proses legislasi, yang secara peratur-
an perundangan menjadi kewajiban dari DPR dan
Pemerintah untuk melaksanakannya.
4. Pembahasan yang minim
transparansi dan akses informa-
si publik
Selain partisipasi publik, ketersediaan dokumen
pembahasan RUU Minerba yang dapat diakses
publik juga merupakan hal penting dalam era ke-
terbukaan informasi publik. Hasil monitoring IPC
atas ketersediaan dokumen terkait RUU Miner-
ba di masa DPR RI periode 2014-2019 juga me-
nunjukkan bahwa akses informasi dokumen RUU
secara publik masih minim. Dokumen yang diup-
load dalam website DPR-RI hanya bersifat intern
antara Pemerintah dan DPR. IPC mencatat ada 11
dokumen terkait ketersedian dokumen di DPR RI
dan isinya hanya sebatas hasil rapat pembahas-
an intern yang tersedia dari tahun 2012 sampai
2019.
Selain itu, dokumen NA, DIM, draft RUU Miner-
ba dan Surat Perintah Presiden (Surpres) tidak
dipublikasi ke publik oleh Sekretariat Jenderal
DPR RI. Minimnya transparansi dokumen terkait
RUU Minerba ini juga menyebabkan terhambat-
nya partisipasi publik dalam memberikan masuk-
an dan mengawasi proses legislasi RUU Minerba.
Hal ini juga menyulitkan media untuk memberi-
takan perkembangan pembahasan RUU, serta
membuat adanya potensi deal-deal di ruang-
-ruang gelap yang ke depannya dapat berdam-
pak negatif pada tata kelola sektor pertambang-
an di Indonesia.
Di sisi lain, terkait transparansi, ketepatan dan
kecepatan dalam mengupload dokumen Laporan
Singkat oleh Komisi VII Periode 2019-2024 saat
ini, patut diapresiasi di saat komisi lainnya ter-
kesan lambat dalam melakukan hal yang sama.
Komisi VII pada Masa Persidangan II setidaknya
telah mengagendakan 18 kegiatan hingga 13 Feb-
ruari 2020, 14 Agenda Rapat (diluar Rapat Awal)
dan telah memiliki Laporan Singkat. Namun, Ke-
tepatan dan Kecepatan pada Laporan Singkat
ini tidak sepenuhnya diterapkan pada RUU yang
menjadi pembahasan oleh Komisi VII, khususnya
terkait RUU Minerba.
Dokumen wajib yang disyaratkan dalam pemba-
hasan RUU Minerba masih belum tersedia. Bah-
kan setelah melalui permintaan data melalui PPID
dengan nomor register 1473/KIP/XI/2019 dengan
tujuan meminta Draft RUU, hanya diberikan Draft
RUU Minerba pada 2009. Menjadi pertanya-
an bagi publik, transparansi seperti apa yang
diinginkan oleh DPR. Apabila DPR hanya aktif
12. 12 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
mensosialisasikan setelah RUU selesai dibahas
dan meminta masyarakat yang keberatan untuk
menempuh Judicial Review di Mahkamah Konsti-
tusi. Maka tindakan ini telah menggerus partisi-
pasi publik dan menggeser demokrasi kita dari
demokrasi partisipatoris menjadi demokrasi elite
yang hanya dinikmati sebagian elit.
5. Proses ‘carry over’ yang di-
khawatirkan kedalaman kon-
teksnya
Ditangguhkannya pembahasan RUU Minerba dari
periode 2015-2019 dan akan di carry-over ke pe-
riode berikutnya dari masa jabatan DPR RI 2019-
2024 di satu sisi dapat mempercepat proses
pembahasan dan tidak mengulang-ulang, namun
di sisi lain juga dikhawatirkan tingkat kedalaman
dan konteks pembahasannya dalam menyelesai-
kan persoalan sektoral problem tata kelola sektor
pertambangan Minerba.
Maka yang penting untuk diperhatikan adalah ba-
gaimana proses pembahasannya sesuai dengan
aturan legislasi nasional, memastikan terbukanya
ruang-ruang partisipasi publik dan adanya peran
proaktif dari DPR RI dalam mentransparansikan
dokumen-dokuemn pembahasan RUU tersebut
kepada publik, serta DPR lebih proaktif dan res-
ponsif dalam melakukan sosialisasi dan menja-
ring aspirasi publik. Disisi lain, yang juga penting
untuk dikawal dan dipastikan adalah terkait ke-
dalaman konteks dan substansi dari RUU Miner-
ba tersebut.
Secara substansi dan konteks dari RUU Miner-
ba ini antara lain berkaitan dengan penyesuaian
dengan UU Pemda, pembahasan mendalam me-
ngenai prosedur dan aspek keadilan dalam pro-
ses perpanangan PKP2B, tata kelola perizinan,
aspek penerimaan negara dan perpajakan, serta
aspek standar sosial-lingkungan dan tata lahan
yang memerlukan pertimbangan lebih matang
dari multi-sektor. Termasuk dalam hal ini bagai-
mana kontribusi sektor pertambangan bagi stra-
tegi ekonomi nasional, pengembangan ekonomi
daerah, dan mendukung agenda transformasi
ekonomi sebagaimana ditekankan oleh Presiden.
Dimana sektor Minerba diharapkan mendukung
arah pengembangan ekonomi dan industri di
dalam negeri yang harus mulai melepaskan dari
tumpuan komoditas SDA sebagai sumber devisa,
dan menjadikannya sebagai penggerak industri
dan perekonomian di dalam negeri.
6. Revisi UU Minerba VS Omni-
bus Law RUU Cipta Kerja, mana
yang prioritas?
Dalam Prolegnas prioritas tahun 2020, RUU
Minerba dan RUU Cipta Kerja telah disahkan
menjadi RUU Prioritas di antara 50 RUU lainnya.
Untuk RUU Minerba sudah dibentuk Panitia Kerja
(Panja) dan telah ditunjuk siapa saja yang menja-
di anggota Panja RUU Minerba pada 13 Februari
2020 dalam Rapat Kerja Komisi 7 dengan Kemen-
terian ESDM. Namun, pada waktu yang berde-
katan Pemerintah juga tengah menyusun RUU
Cipta Kerja, yang mana draft RUU Cipta kerja ini
telah diserahkan oleh pemerintah ke DPR RI pada
tanggal 12 Februari 2020, atau satu hari sebelum
diumumkannya Panja RUU Minerba.
Pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja, ditenga-
rai terdapat beberapa pasal yang membatal-
kan/mengubah/menambahkan pasal dalam UU
Minerba No.4 Tahun 2009. Yang menjadi perha-
tian publik adalah mana dari kedua RUU ini yang
akan didahulukan, pasal pasal mana yang akan
diselesaikan oleh Revisi UU Minerba dan pasal
pasal mana oleh RUU Omnibus Law. Mengingat
13. 13 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
keduanya masuk sebagai prolegnas 2020, maka
RUU yang mana yang akan didahulukan pemba-
hasannya, dan bagaimana jika ada pasal-pasal
dari masing-masing RUU yang saling berten-
tangan satu dengan yang lainnya.
Selain itu, penting juga untuk melihat bagaima-
na jika RUU Minerba berkaitan dengan sektor
lain yang ada dalam RUU Omnibus Law, maupun
yang tidak ada di dalam RUU Omnibus Law Cip-
ta Kerja. Misalnya beberapa UU yang terdapat
dalam Omnibus Law berkaitan dengan sektor ke-
lautan, lingkungan hidup, energi kelistrikan dan
lain sebagainya. Demikian sebaliknya yang tidak
terdapat dalam Omnibus Law seperti UU di bi-
dang energi. Proses yang berulang (redundant)
dan dikhawatirkan tumpang tindih (overlapping)
ini tentu akan berpengaruh pada kualitas RUU
yang dihasilkan nantinya.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan temuan fakta, data dan analisa dalam kajian ini, PWYP Indonesia merekomendasi aspek-
-aspek perbaikan kebijakan yang berkaitan dengan proses perumusan dan pembahasan RUU Minerba
sebagai berikut:
Proses penyusunan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan, baik yang menjadi ini-
siatif eksekutif (pemerintah) maupun legislatif (DPR), sebaiknya lebih melibatkan partisipasi
masyarakat dari berbagai pemangku kepentingan sejak awal. Dalam konteks RUU Minerba,
pelibatan dan partisipasi masyarakat tersebut bukan hanya dari kalangan pelaku ekonomi/in-
dustri dan komponen instansi/badan di Pemerintahan yang berkaitan dengan sektor minerba,
melainkan juga masyarakat yang akan terdampak dari perubahan regulasi tersebut, baik yang
berdampak secara langsung (masyakat sekitar tambang, masyarakat adat dan masyarakat
lokal lainnya), maupun pemangku kepentingan yang tidak secara langsung berkaitan seperti
ahlin, akademisi, organisasi masyarakat, organisasi profesi dan publik secara umum.
Keterbukaan dan akses publik terhadap dokumen Naskah Akademis dan Draft RUU agar di-
laksanakan dan ditingkatkan. Termasuk membangun mekanisme yang terintegrasi dengan
baik dalam sistem informasi legislasi, dan harus dilakukan sebelum fase pembahasan di DPR.
Dengan adanya sistem informasi legislasi mengenai pembahasan rancangan undang-undang
yang terintegrasi dengan website DPR-RI agar adanya efisiensi dan memudahkan masyara-
kat dalam mengakses informasi pembahasan RUU Minerba.
Kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di DPR RI khususnya Komisi VII, penting untuk di-
monitoring, dan evaluasi oleh Sekretariat Jenderal DPR-RI dan Inspektorat. Salah satunya
dengan membangun mekanisme reward and punishment melalui pemberian penghargaan
bagi alat kelengkapan dewan yang mempunyai sistem keterbukaan informasi yang baik dan
mengumumkan alat kelengkapan dewan yang skornya buruk.
1
2
3
14. 14 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Daftar Referensi
_______. 2020. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo dalam Pelantikan Periode 2019-2024. https://jeo.
kompas.com/naskah-lengkap-pidato-presiden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024 07
Februari 2020, 12.30 WIB
______. 2020. Keputusan Rapat Intern Komisi VII DPR RI tanggal 13 Januari 2020
______. 2020. Prolegnas Prioritas 2020: RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Diakses melalui http://www.dpr.go.id/uu/detail/
id/294
______. 2019. Jadwal Acara Rapat DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2019-2020 yang telah di-
putuskan dalam Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR RI antara Pimpinan DPR RI
dan Pimpinan Fraksi tanggal 16 Desember 2019
______. 2019. Jadwal Pembahasan RUU Minerba Komisi VII DPR-RI 2014-2019 diambil dari website www.
dpr.go.id
______. 2015. Deskripsi Konsepsi Pemerintah atas Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 02 Februari 2015. Diakses melalui http://www.dpr.
go.id/prolegnas/deskripsi-konsepsi2/id/25
15. 15 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Jakarta, Policy Brief, Edisi Februari, 2020
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang.
Alamat
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No. 12, RT 001/009,
Tebet Timur, Tebet, Kota Jakarta Selatan, DKI
Jakarta 12820
Social Media
pwypindonesia — Instagram
pwyp_indonesia — Twitter
Publish What You Pay Indonesia — Facebook
Kontak
sekretariat@pwypindonesia.org — Email
www.pwypindonesia.org — Website
Alamat
Jl. Tebet Utara III D No.12 A, RT.7/RW.2, Tebet
Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 12820
Kontak
admin@ipc.or.id — Email
www.ipc.or.id/ — Website
Publish What You Pay Indonesia
[Yayasan Transparasi Sumberdaya Ekstraktif]
Indonesian Parliamentary Center (IPC)
Social Media
ipc_pusatparlemen — Instagram
pusatparlemen — Twitter
Indonesian Parliamentary Center — Facebook
16. 16 Catatan Kebijakan Revisi UU Minerba | 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern
pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan, dan sumber
daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun
2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampa-
nye Publish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akun-
tabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan ope-
rasi pertambangan (publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan
dari industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and how you spent).