UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK PROSA
Unsur Intrinsik Prosa
Sebuah karya sastra mengandung unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Keterikatan yang erat
antarunsur tersebut dinamakan struktur pembangun karya sastra. Unsur intrinsik ialah unsur yang
secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik ialah
unsur yang turut membangun cerita dari luar karya sastra. Unsur intrinsik yang terdapat dalam
puisi, prosa, dan drama memiliki perbedaan, sesuai dengan ciri dan hakikat dari ketiga genre
tersebut. Namun unsur ekstrinsik pada semua jenis karya sastra memiliki kesamaan. Unsur
intrinsik sebuah puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, perasaan, tipografi,
enjambemen, akulirik, rima, citraan, dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik yang banyak
mempengaruhi puisi antara lain: unsur biografi, unsur kesejarahan, serta unsur kemasyarakatan.
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun
karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra
dalam bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1)
tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau
gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau
sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian
cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal
bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu,
termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit
(disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).
Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi,
selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping
ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi
pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain
yang mengiringi tema sentral.
2. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui
karyanya, yang akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita.
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui
karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara
memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh
menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan
penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan
dengan gagasan utama cerita.
3. Tokoh
Penokohan adalah: Pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra.
Tokoh Cerita terdiri atas: Tokoh Protagonis: tokoh dalam karya sastra yang memegang peranan
baik. Tokoh Antagonis: tokoh dalam karya sastra yang merupakan penantang dari tokoh
utama,biasanya memegang peranan jahat. Tokoh Tambahan: tokoh yang tidak memegang
peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan dianggap tidak penting sebagai
individu. Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa
atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun
dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua
yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami
peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau
menyampaikan nilai-nilai positif.
2. Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan
dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.
Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh
sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
2. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran
dalam peristiwa cerita.
3. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai
latar cerita saja.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian
watak tokoh, yaitu:
1. Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara
memaparkan watak tokoh secara langsung.
2. Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran,
percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari
penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
1. Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap
dalam situasi kritis.
2. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut
orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3. Melalui penggambaran fisik tokoh.
4. Melalui pikiran-pikirannya
5. Melalui penerangan langsung
4. Alur (plot)
Alur: rangkaian peristiwa / jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta penyelesaian. Macam-
macam Alur: – Alur mundur: jalinan peristiwa dari masa kini ke masa lalu. – Alur maju: jalinan
peristiwa dari masa lalu ke masa kini – Alur gabungan: gabungan dari alur maju dan alur mundur
secara bersama-sama. Dan secara umum Alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut;
Pengenalan situasi: memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.
Pengungkapan peristiwa: mengungkap peristiwa yang menimbulakan berbagai masalah. Menuju
adanya konflik: terjadi peningkatan perhatian ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan
bertambahnya kesukaran tokoh.
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga
hal, yaitu:
1. Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
2. Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
3. Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang
beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode
dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan
3) gawatan (rising action).
2. Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6)
klimaks.
3. Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi
dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
1. Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu
realistik tetapi masuk akal.
2. Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung
ditebak / dikenali oleh pembaca.
3. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis.
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa
atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan
yang sedang dihadapi dalam cerita.
5. Latar (setting)
Latar/setting: bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan
menjeaskan kapan cerita itu berlaku. Macam-macam Setting: – Tempat : di rumah, di sekolah, di
jalan. – Waktu : pagi hari, siang hari, sore hari. – Suasana : sedih, senang, tegang. Latar adalah
segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan
situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a. Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi.
b. Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di
suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang : pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Macam-macam sudut
pandang: – Orang pertama: pengarang menjadi pelaku utama dan memakai istilah “Aku” dan
“Saya”. – Orang ketiga: pengarang yang menceritakan ceritanya atau berperan sebagai pengamat
dan menggunakan itilah “Dia”,”Ia”,atau nama orang. Sudut pandang adalah cara memandang
dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam
hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
a. Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator
adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,
dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada
pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat
dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
1. ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai
peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri
sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’
menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’,
peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di
samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan.
Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2. ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai
tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’
hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang
dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai
pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian
menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai
peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh
utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan
demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita
yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan
penutup cerita.
b. Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang
yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau
kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus
menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat
dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang
terhadap bahan ceritanya:
1. ‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal
yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat
mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan
tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan
menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari
tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya
”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran,
perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan
nyata.
2. ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang
mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas
pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja).
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerita yang berfungsi untuk
menciptakan hubungan antara sesama tokoh dan dapat menimbulkan suasana yang tepat guna,
adegan seram, cinta ataupun peperangan maupun harapan. Gaya bahasa adalah teknik
pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan
indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi
bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara
pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama
apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu
menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap
segala sesuatu yang ada di sekitamya. Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-
beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat
menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-
lain.
Unsur Extrinsik Prosa
Unsur Ekstrinsik : Unsur yang terdapat di luar karya sastra. Unsur Ekstrinsik Prosa meliputi : –
Norma : aturan yang digunakan si pengarang dalam menulis Prosa. – Biografi Pengarang : daftar
riwayat hidup si pengarang.
Contoh Novel:
Judul : Goosebumps-SELAMAT DATANG DI RUMAH MATI-
Tema : Horor
Amanat : Hati-hati pada surat yang tidak diketahu pengirimnya
Tokoh : Amanda Benson, Josh Benson, Mr. and Mrs. Benson, Compton Dawes,
Ray Thurston, George Carpenter, Jerry Franklin, Karen Somerset, Bill Gregory
Alur : Alur gabungan
Sudut pandang : Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Gaya bahasa : Normal
Ringkasan cerita
Bermula dari datangnya surat yang menyatakan mereka mendapat warisan dari Paman Charlie
(yang bahkan tak seorangpun ingat tentang dia), sebuah rumah besar di Dark Falls. Amanda, 12
tahun dan adiknya Josh 11 tahun tidak begitu suka akan kepindahan itu, tapi apalah daya.
disinilah mereka sekarang, di Dark Falls. Mereka bertemu dengan Opsir Compton Dawes, polisi
setempat yang menunjukkan mereka ke rumah yang mereka tuju. Sejak awal Petey-anjing
peliharaan mereka- merasakan hal yang ganjil, ia terus menggonggong bahkan kepada Opsir
Dawes, padahal biasanya ia tak pernah begitu. Sampailah mereka pada rumah itu, rumah yang
besar dengan 2 jendela di kanan dan di kiri bagaikan sepasang mata yang memandang lekat pada
Amanda dan Josh yang juga merasakan adanya hal ganjil. Halamannya dipenuhi dedaunan yang
gugur, agak aneh rasanya padahal sekarang baru pertengahan Juli. Dan susasananya terasa begitu
suram dengan ranting pohon menggatung seakan menutupi jalannya cahaya matahari masuk.
Setelah mereka sadari ternyata tidak hanya rumah yang akan mereka tinggali yang suram, tapi
seluruh kota Dark Falls. Setelah selesai melihat-lihat keadaan dalam rumah, ayah dan ibu mereka
menyarankan untuk berkeliling Dark Falls dan menyapa tetangga. Tapi yang mereka temui
hanya suasana kota mati yang begitu sunyi dan bahkan tak satupun lampu hidup dari rumah –
rumah besar itu. Hingga di suatu pertigaan mereka menemui seorang anak seumuran mereka
namanya Ray Thurston, Petey menggonggong ke arahnya hingga Ray agak sedikit mundur.
Mereka bercakap – cakap tentang Dark Falls dan anak – anak sekitar sini, Ray bergabung dengan
Amanda dan Josh berkeliling dan menemui sekelompok anak – anak seumuran mereka, memang
anak -anak itu rasanya agak berbeda dengan anak – anak biasanya tapi perasaan itu cepat – cepat
Amanda dan Josh hilangkan, mereka hanya ingin berteman, itu saja. Kembali Petey
menggonggong tanpa sebab kepada anak – anak itu, Josh agak kesulitan untuk menenangkannya
kali ini hingga akhirnya dia memutuskan untuk memasangkan rantai pada leher Petey. Ada 4
anak, George Carpenter, Jerry Franklin, Karen Somerset dan Bill Gregory. Begitulah awal
perkenalan mereka, semakin hari mereka semakin akrab dan sering bermain bersama namun
anehnya mereka takut akan cahaya matahari, Amanda dan Josh agak merasa aneh juga tentang
hal itu tapi seketika perassan itu langsung hilang. Semenjak di Dark Falls, Amanda merasakan
hal hal aneh, mulai dari gorden yang bergerak – gerak padahal jendela tertutup rapat hingga dia
melihat sesosok wanita sedang memandanginya dari jendela kamarnya, berulang kali dia
mencoba menjelaskan hal itu pada orang tuanya tapi mereka tak pernah serius menanggapi. Di
sisi lain sebenarnya Josh merasakan sebuah mimpi buruk yang terus terulang dalam tidurnya tapi
dia enggan menceritakannya. Suatu malam Petey hilang, kebetulan orang tua mereka sedang
pergi ke suatu acara, jadi Josh dan Amanda memutuskan untuk mencarinya. Di tangah jalan
mereka bertemu dengan Ray, Josh mengatakan bahwa mereka akan mencari Petey di kuburan-
tempat pertama Petey hilang setelah sampai di Dark Falls-. Ray melarang mereka dengan alasan
sudah terlalu larut, namun Josh tetap bersikeras Ray pun tidak tinggal diam dia mengejar Josh.
Sesampainya di kuburan, benar saja Petey ada disana namun keadaannya tidak seperti biasanya,
ia lebih mirip bangkai bahkan baunya pun sangat mirip. Josh segera memeluknya tapi
dilepaskannya lagi karena tak tahan baunya. Amanda yang terburu – buru mengejar Josh tanpa
sengaja kakinya membentur sebuah batu nisan, matanya terbelalak membaca tulisan di batu
nisan yang tepat didepan matanya “KAREN SOMERSET 1960-1972” jantungnya berdegup
begitu kencang, ia menarik Josh, reaksinya pun sama. Amanda mengarahkan senter ke batu nisan
satunya, nama yang juga dia kenal “GEORGE CARPENTER 1975-1988” dia tetap tak dapat
percaya apa yang baru saja dilihatnya, batu nisan satunya “JERRY FRANKLIN” lalu satunya
lagi “BILL GREGORY”. Anak – anak yang biasa bermain bersama, pikirnya. Hingga ia terpaku
pada satu batu nisan terakhir “RAY THURSTON 1977-1988”. Badannya seketikan lemas, Ray
yang biasa bermain dengannya dan kini ada disebelahnya, namanya telah tertulis di batu nisan
tepat didepannya. Pandangan Ray seketika berubah, ia menjelaskan semuanya, ia minta maaf
bahwa tidak seharusnya Amanda melihat ini sekarang, ya, semua yang ada disini telah mati
termasuk Petey, dialah yang dibunuh pertama saat datang ke Dark Falls karena semua tau bahwa
anjing adalah makhluk pertama yang mengetahui adanya hal ganjil ini dan Ray adalah penjaga
yang seharusnya melarang hal ini terungkap sebelum waktunya. Namun terlambat, kini mereka
akan menjadi bagian dari zombie – zombie itu. Terdengar bunyi mesin dari belakang mereka, itu
Opsir Dawes! Itu mobil Opsir Dawes! Mereka segera naik, namun di tengah perjalanan Josh
mengingatkan Amanda bahwa tadi ia melihat batu nisan bertuliskan “COMPTON DAWES R.I.P
1950-1980” segera mereka melompat turun, Amanda berlari dengan pikiran yang berkecambuk,
ia bahkan tak percaya bahwa Opsir Dawes juga salah satu dari mereka. Berlari, terus berlari
tanpa tujuan. Berharap, tapi tak ada yang bisa diharapkan. Saat hampir putus asa mereka ingat
orang tua mereka. Josh dan Amanda saling bertatapan sejenak, nampaknya mereka memikirkan
hal yang sama. Mereka berbalik dan Opsir Dawes sudah berada didepan mereka, dengan
gemetaran Amanda bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Terdiam sejenak, kemudian Opsir
Dawes menjelaskan. Bertahun – tahun yang lalu seluruh kota keracunan gas kuning dari sebuah
pabrik kimia dan semua orang mati kemudian Dark Falls jadi kota zombie. Setiap tahun mereka
selalu membutuhkan 1 darah segar untuk tetap menjaga mereka adalam bentuk zombie, dan surat
wasiat itu, hanyalah akal – akalan anak – anak unutuk memanggil Amanda dan keluarganya
untuk menjadi korban berikutnya. Cukup mengerti akan penjelasan Opsir Dawes, Amanda
menarik Josh dan lari kearah kuburan. Disana mereka menemukan orang tua mereka terbaring
lemas dibawah pohon besar yang daun dan rantingnya begitu lebat sehingga tak satupun cahaya
matahari masuk. Mulai bermunculan tangan – tangan dari dalam tanah menggapai – gapai.
Amanda dan Josh tak dapat pergi tanpa menyelamatkan orang tua mereka, dalam pikiran yang
tertutup kabut, akhirnya mereka ingat zombie – zombie itu tak tahan cahaya matahari. Satu –
satunya cara hanya menyingkap daun dan ranting yang menggantung itu agar cahaya dapat
masuk. Mereka mencoba, mendorong, menahan, namun gagal. Mendorong lagi, semakin kuat..
akhirnya masuk seberkas cahaya. Mereka terus mendorong dan mendorong, akhrinya cahaya
matahari masuk sepenuhnya. Tangan – tangan itu telah menghilang dari permukaan tanah dan
ayah dan ibu mereka sudah mulai sadar. Amanda dan Josh tak dapat menjelaskan apa yang
terjadi, mereka hanya bisa menyuruh untuk pergi dari tempat ini secepatnya. Tak lama kemudian
mereka sudah berkendara meninggalkan Rumah Mati itu. Pada perjalanan pulang, ada 1 keluarga
baru yang datang unutuk pindah ke rumah itu, dan yang mengejutkan adalah Opsir Dawes ada
disana, di tempat pertama mereka menanyakan rumah itu padanya.