Pembahasan makalah agama islam tentang kedudukan akal dan wahyu
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat,
melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk
manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan
kepada Sang Kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi
pekerti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari
Baginda Rasulullah SAW. Tidak hanaya itu dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaan
pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan
wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian Allah yang sangat luar biasa untuk
membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena
ketauhitan Sang pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik akhir, begitu pula dengan
wahyu sang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk
menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani antara wahyu dan akal harus selalu
mengingat bahwa semua itu karna Allah semata. Dan tidak akan terjadi jika Allah tak
mengizinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap Allah karena
kesombongannya.
Akal mengandung arti daya untuk memperoleh pengetahuan, membuat seseorang dapat
membedakan antara dirinya dengan benda lain dan antara benda yang satu dengan benda
yang lainnya.disamping memiliki kemampuan yang konkrit, akal dapat mengabstralkan
benda-benda yang ditangkap panca indra atau benda-benda konkrit bahkan membedakan
antara kebaikan dan keburukan atau mempunyai fungsi moral.
Akal dalam pengertian Islam adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia:
daya, yang memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Pengertian
inilah yang dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia.
Wahyu berasal dari bahas Arab al-wahy, artinya suara, api dan
kecepatan,bisikan,isyarat,dan tulisan. Juga berati pemberitahuan secara tersembunyi dan
cepat. Pemberitahuan yang dimaksud datang dari luar diri manusia. Yaitu Tuhan. Dengan
demikian wahyu diartikan penyampaian sabda Tuhan kepada pilihannya agar diteruskan
kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup. Berbeda dengan akal yang memberi
2. pengetahuan dari luar diri, yaitu dari Tuhan. Maka dari itu kita bedakan akal dan wahyu serta
hubungannya dengan ilmu dalam pembahasan ini.
2
B. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini karena :
1. Ingin mengetahui apa yang dimaksud Islam dan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan pengetahuan mengenai pendidikan agama Islam.
3. Sebagai suatu media untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
4. Menambah kepustakaan.
C. Rumusan Masalah
1. Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam.
2. Klasifikasi ilmu dalam Islam.
3. Kewajiban menuntut ilmu.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat kami petik dalam pembuatan makalah ini :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan khususnya di bidang Agama Islam.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran masalah Islam dan ilmu
pengetahuan khususnya untuk mahasiswa dan mahasiswi.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Akal dan Wahyu
a. Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql ( ,(العـقـل
yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya
‘aqaluuh ( عـقـلوه ) dalam 1 ayat, ta’qiluun ( 24 (تعـقـلون ayat, na’qil ( 1 (نعـقـل ayat,
ya’qiluha ( 1 (يعـقـلها ayat dan ya’qiluun ( 22 (يعـقـلون ayat, kata-kata itu datang dalam arti
faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia
yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta
menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
b. Fungsi Akal
Akal mempunyai banyak fungsi antara lain :
1. Sebagai tolak ukur antara kebaikan dan keburukan.
2. Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
c. Kekuatan Akal
Kekuatan akal antara lain :
1. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifatnya.
2. Mengetahui adanya hidup dan akhirat.
3. Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akherat bergantung pada mengenal
Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraan di akherat adalah bergantung
pada tidak mengenal Tuhan dan berbuat jahat.
4. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjahui
perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akherat.
5. Membuat hukum-hukum tentang kewajiban-kewajiban itu.
d. Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي , dan al-wahy adalah kata asli Arab dan
bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.[1] Dan
ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan
cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan
cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya.
Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-NabiNYA ini
4. sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi. Menurut Muhammad
Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan
yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa
semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara.
Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
4
e. Fungsi Wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi
informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima
kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang
buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima
manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah
kepada nabi-nabiNya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang
yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah
utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
f. Kekuatan Wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita
tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini
memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1) Wahyu ada karena izin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2) Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3) Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4) Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5) Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
B. Klasifikasi Ilmu dalam Islam
Akal menjadi faktor utama yang melahirkan pengetahuan, baik yang dilahirkan
dalam diri manusia sendiri, maupun pengetahuan yang datang dari Tuhan.
Berdasarkan dua macam sumber tersebut, para ahli membuat klasifikasi ilmu yang
sesuai dengan kehendak ajaran Islam. Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu dalam
empat sistem sebagai berikut :
1. Pembagian ilmu atas dasar teoritis dan praktis
Ilmu teoritis adalah ilmu yang diketahui sebagaimana adanya. Sedangkan ilmu
praktis adalah tindakan-tindakan manusia yang bertujuan untuk mencari aktifitas
kodusif manusia untuk kesejahteraannya di dunia dan akherat.
5. 5
2. Pembagian atas dasar yang dihadirkan dan dicapai
Pembagian ini didasarkan atas perbedaan paling mendasar berkenaan dengan
cara-cara mengetahui. Pengetahuan yang dihadirkan bersifat langsung,serta
merta,supra rasional,intuitif, dan kontemplatif. Ilmu semacam ini disebut ilmu
laduuni (pengetahuan dari yang tinggi) dan ilmu mukasyafah (pengetahuan
menangkap misteri Illahi). Pengetahuan yang dicapai atau pengetahuan perolehan
bersifat tidak langsung, rasional, logis dan diskursif.
Pengetahuan yang dihadirkan lebih unggul daripada pengetahuan yang dicapai
karena terbebas dari kesalahan dan keraguan. Pengetahuan kategori ini jugfa
memberikan kepastian tertinggi mengenai kebenaran-kebenaran spiritual.
3. Pembagian atas dasar religius dan intelektual
Ilmu religius adalah ilmu yang diperoleh nabi-nabi dan tidak hadir pada
mereka melalui akal. Sedangkan ilmu-ilmu intelektual adalah ilmu yang diperoleh
melalui itelek manusia.
4. Pembagian atas dasar kewajiban individu (fardu ain), dan kewajiban umat (fardhu
kiffayah).
Topik ini mula diberi perhatian oleh Imam al-Ghazali setelah beliau mendapati
sebagian daripada ilmuan Islam dari berbagai bidang disiplin ilmu seperti ilmu kalam
[tawhid], fiqh, tasawuf, tafsir dan hadist bercanggah pendapat tentang bidang-bidang ilmu
yang wajib dikuasai oleh setiap individu Islam.
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad (s.a.w) yang bermaksud “Menuntut ilmu adalah
fardhu yang diwajibkan ke atas setiap individu Islam”. Imam al-Ghazali menimbulkan
persoalan tentang ilmu; adakah menuntut ilmu itu fardhu ‘ain ataupun fardhu kifayah atas
individu Islam ?
Berpandukan persoalan tersebut Imam al-Ghazali telah mengkalsifikasikan ilmu kepada
dua bagian utama yaitu :
a) Ilmu Mu‘amalah.
Ilmu mu‘amalah dimaksudkan sebagai suatu ilmu yang diperolehi manusia melalui utusan
Allah, akal [pembelajaran], pengalaman dan pendengaran. Pada asasnya ilmu tersebut
[mu‘amalah] tiada sebarang perbedaan melainkan menerusi nama-nama khas yang dberikan
kepadanya seperti ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah oleh para ilmuan Islam.
Ilmu mu‘amalah menurut beliau terbagi kepada dua bagian yaitu :
1- Ilmu fardhu ‘ain.
6. Ilmu fardhu ‘ain secara ringkas dimaksudkan sebagai ilmu tentang asas-asas
agama Islam seperti mengucap syahadah, menunaikan sembahyang, mengeluarkan
zakat, berpuasa dan menunaikan fardhu haji bagi yang berkemampuan. Ia merupakan
suatu ilmu yang wajib dituntut oleh setiap individu Islam kerana menerusi ilmu
pengetahuan tersebut individu Islam dapat melaksanakan segala tuntutan yang
ditaklifkan samada berbentuk iktikad [kepercayaan], melaksanakan perintah dan
menjauhi laranganNya. Ilmu fardhu ‘ain hanya diperolehi menerusi utusan Allah iaitu
para rasulNya.
6
2- Ilmu fardhu kifayah.
Ilmu fardhu kifayah menurut ajaran Islam merupakan suatu ilmu yang perlu
dikuasai oleh sebahagian manusia yang mendiami sesebuah kawasan, daerah atau
negeri. Hukum mempelajari ilmu fardhu kifayah berubah menjadi fardhu ‘ain apabila
tiada seseorang pun di sesebuah kawasan, daerah atau negeri mengetahui tentang
sesuatu ilmu seperti ilmu perubatan, pertanian, pembinaan, pengiraan dan sebagainya.
Ilmu fardhu kifayah juga dimaksudkan sebagai ilmu yang berhubung kait dengan
kehidupan sosial. Ilmu tersebut terbahagi kepada tiga bahagian iaitu :
i) Terpuji
Ilmu terpuji adalah ilmu yang bermanfaat kepada kehidupan manusia di dunia
dan di akhirat. Menurut Imam al-Ghazali ilmu terpuji merangkumi dua
kategori iaitu :
a) Ilmu syariah.
Ilmu syariah hanya dapat diperolehi menerusi utusan Allah atau dalam
kata lain ilmu yang tak tercapai oleh akal, pengalaman dan pendengaran
untuk mengetahuinya seperti ilmu tentang hari kiamat.
b) Ilmu umum.
Ilmu umum pula mampu diperolehi manusia menerusi akal
(pembelajaran), pengalaman dan pendengaran seperti ilmu bahasa dan
ilmu perubatan.
ii) Harus.
Ilmu yang harus dipelajari oleh manusia adalah seperti ilmu- ilmu
kesusasteraan, sejarah dan sebagainya.
iii) Tercela.
Ilmu tercela merupakan ilmu yang dilarang kepada manusia untuk
mempelajarinya seperti ilmu sihir dan sebagainya.
b) Ilmu Mukasyafah.
Ilmu mukasyafah merupakan suatu ilmu yang hanya diperolehi oleh manusia menerusi
ilham yang diberikan oleh Allah kepadanya setelah melalui peringkat-peringkat tertentu
dalam amalannya. Ilmu ini lebih dikenali di kalangan ahli-ahli tasawuf sebagai ilmu ladunni.
Pembagian ilmu-ilmu tersebut adalah berdasarkan kepada pemerhatian Imam al-Ghazali
tentang :
a) Sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada manusia dari segi
penggunaanya seperti ilmu bahasa.
7. b) Sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada kehidupan beragama
7
manusia.
c) Sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada kehidupan manusia
di dunia seperti ilmu perobatan dan pengiraan.
d) Sejauh manakah kesan ilmu-ilmu tersebut dalam memberi ilmu pengetahuan
dan keseronokan kepada manusia seperti ilmu kesusasteraan dan ilmu sejarah.
Menurut Imam al-Ghazali dasarnya sesuatu ilmu tidak tercela sehingga ilmu tersebut :
1- Mendatangkan kemudaratan ke atas diri orang yang mempelajarinya serta orang
lain.
2- Mendatangkan lebih banyak kemudaratan kepada penuntutnya.
3- Tidak memberikan sebarang faedah kepada penuntutnya maupun orang lain.
Berdasarkan kepada klasifikasi ilmu yang diberikan oleh Imam al-Ghazali ilmu fardhu
‘ain merupakan ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu Islam. Manakala lain-lain
ilmu adalah berdasarkan kepada sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada
kehidupan individu ataupun masyarakat di dunia dan di akhirat.
C. Kewajiban Menuntut Ilmu
Di dalam Islam, menuntut ilmu itu wajib hukumnya, sebagaimana Nabi bersabda.
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari).
Ditambah lagi dalam firman Allah “Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan
manusia juga di hadapan-Nya”.Selain itu Allah juga menegaskan bahwa akan mengangkat
derajat orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Seperti di bawah ini ” ….Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS
Al Mujaadilah [58] : 11). Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim dan di bawah ini ada beberapa
hadits yang berhubungan dengan menuntut ilmu.
Hadits riwayat Ibnu Abdil Bar
لَ لتلرَلَلِ ملل الالفْر لا لاَلَ: بُُْاُ لُْْ رماْلَ لا للْ طرل رفَِْل اللرلَ بلالل رماْرَ الرْلُْطُ الالق لُرسَ اُِْْرعَ رُ ىلللو ل لْوُ ر لاََق
لُبْلرلطيللال رحلل رر رماْرَ رِطلَطرلتل لحُْاُ Artinya: “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka
kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (H.R. Ibnu Abdil Bar).
Penjelasan Hadits:
8. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar di atas menunjukkan bahwa menuntut ilmu itu
wajib dan para malaikat turut bergembira.
Agama Islam sangat memperhatikan pendidikan untuk mencari ilmu pengetahuan
karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu,
ibadah seseorang menjadi sempurna. Begitu pentingnya ilmu, Rasulullah saw. mewajibkan
umatnya agar menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan.
Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui? (Az-Zumar:9). “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11).
8
Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:
“Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan
menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu
tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)
“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam
sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
“Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR.Muslim)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam
(masalah) dan (agama).” (HR.Bukhari)
Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang
bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah
SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau
pun di akhirat.
Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah
amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang
mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra)
Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah
Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)
Bagaimana dengan orang yang selalu mengamalkan ilmunya?
“Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta penghuni langit dan bumi,
hingga semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan akan membacakan
shalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (Merupakan bagian dari
hadits Abu Umamah di atas.).
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengajar orang lain kepada suatu petunjuk,
maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan petunjuk itu,
tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali.”Nabi bersabda, ”Barangsiapa mengamalkan
apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum
diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan
surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu.
Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka“.
9. Banyak to keutamaan mencari ilmu dengan manfaat mengamalkan ilmu. Terus bagaimana
selengekan pada awal notes ini? Bagaimana seharusnya niat yang ada didalam hati dalam
mencari ilmu?
Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai,
hamba Allah yang rajin menuntut ilmu.Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat
yang ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena
melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah
SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun
perempuan” [HR Ibnu Abdul barr]. Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan
maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan
mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula
engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi.
Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri.
Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu
yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya,
kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh
bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]. Rasulullah SAW bersabda,
“Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk
diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut
ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian
orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR
Tirmidzi & Ibnu Majah].
Terkait dengan harta :
Jawaban-jawaban dari Imam Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang mana yang lebih
utama antara Ilmu dengan harta :
” Ilmu lebih utama daripada harta, Ilmu adalah pusaka para Nabi, sedang harta adalah pusaka
Karun, Sadad, Fir’aun, dan lain-lain.”
” Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah engkau
yang harus menjaganya.”
” Harta itu bila engkau tasarrufkan (berikan) menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika engkau
tasarrufkan malahan bertambah.”
” Pemilik harta disebut dengan nama bakhil (kikir) dan buruk, tetapi pemilik ilmu disebut
dengan nama keagungan dan kemuliaan.
” Pemilik harta itu musuhnya banyak, sedangkan pemilik ilmu temannya banyak.”
” Ilmu lebih utama daripada harta, karena diakhirat nanti pemilik harta akan dihisab,
sedangkan orang berilmu akan memperoleh safa’at.”
” Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun zaman, tetapi ilmu tidak akan rusak
dan musnah walau ditimbun zaman.”
” Harta membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi
bercahaya.”
” Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan akibat
harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba karena
ilmunya.”
Lalu, apakah semua ilmu akan mendapatkan balasan luar biasa seperti diatas? Tidak.
Hanyalah ilmu yang bermanfaatlah yang mendapatkan ini semua. Apa sih ilmu yang
bermanfaat?
“Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud.
9
10. “Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan
kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan engkau kepada-
Ku.”
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda,
“Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza
wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah
shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan
akhirat.”Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma
inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”.‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu
yang tidak bermanfaat.’
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi
Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.”
Itulah sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam menjadi pencari ilmu. Baik sebagai
penyemangat dan menjadi ilmu buat kedepan.
10
11. 11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Itulah sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam menjadi pencari ilmu. Baik sebagai
penyemangat dan menjadi ilmu buat kedepan. Ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang
menyebabkan kita semakin dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat
kita rendah hati serta terhindar dari sifat takabur. Semoga kita dapat menjadi pribadi yang
haus akan ilmu yang bermanfaat yang akan berguna bagi kita di dunia dan di akhirat. Amin.
B. Saran
Sebagai mahasiswa dan mahasiswi yang baik dan berbudi luhur, maka kita sebagai para
pencari ilmu hendaknya mencari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk di dunia maupun di
akhirat. Dimanapun kita berada, apapun yang kita kerjakan hendaknya disertai dengan niat
yang baik semata-mata hanya untuk mencari ridho Allah SWT.
12. 12
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud, Prof, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 1997
Suryana, Toto, Drs, M.Pd., Pendidikan Agama Islam, Bandung, Tiga Mutiara, 1997
Asa-2009.blogspot.com
Galuhe.wordpress.com
Pendiislami.tripod.com
Hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/hadist-tentang- ilmu-pengetahuan.html