Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
Angkot Jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
Mufid Rahmadi (201110340311148)
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Jurusan Teknik Sipil FT UMM Semester Gasal 2012/2013
PENDAHULUAN
Angkutan umum merupakan salah satu upaya pemerintah menyediakan
sarana transportasi bagi masyarakat. Salah satu angkutan umun pedesaan yang ada
di Kabupaten Malang yang menghubungkan antara Batu, Torongrejo, dan
Landungsari adalah angkot dengan kode BTL.
Angkot yang berwarna ungu tua ini melayani rute Batu-Torongrejo-
Landungsari sejak tahun 1992, lalu bagaimana keadaan angkot ini hingga
sekarang? Lalu bagaimana perkembangan yang terjadi sejak tahun 1992 hingga
saat ini? Kendala apa saja yang menjadikan angkot semakin sulit merebut hati
pengguna jasanya sehingga semakin kurang diminati oleh masyarakat? Serta
bagaimana kehidupan para sopir-sopir angkot ini dalam menjalankan tugasnya?
Sedikit akan kita bahas problem-problem diatas dari hasil pengamatan yang telah
kami lakukan beberapa saat lalu.
Semoga pengamatan kami kali ini bermanfaat bagi kita semua dalam
rangka mempelajari sistem transportasi umum yang ada di Indonesia khususnya
daerah Malang raya.
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
KONDISI EKSISTING
Data Hasil Survei Angkot Jalur BTL,
Jalur operasi : Batu – Torongrejo – Landungsari
Jumlah armada : 20 angkot (yang terdaftar di DISHUB)
Jarak tempuh : ± 17 km
Waktu tempuh : ± 1 jam
Kebutuhan bensin : 3,5 liter sd. 4 liter (tergantung muatan)
Kecepatan tempuh : 35 km/jam sd. 50 km/jam
Jumlah putaran : 3-5 putaran/hari/angkot
Penghasilan rata-rata : Rp20.000,- sd. Rp30.000,- /sopir
Kapasitas penumpang : 12 sd.15 penumpang
Tarif
o Pelajar : Rp1.500,- sd. Rp2.000,- (tergantung jarak)
o Umum : Rp2.500,- sd. Rp4.000,- (tergantung jarak)
Waktu ramai penumpang : Hari besar, liburan, jam berangkat kerja,
jam pulang kerja, jam berangkat sekolah,
dan jam pulang sekolah.
Kendala : Mogok
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
PEMBAHASAN
Sejarah dan Keberadaan Angkot BTL
Angkot jalur BTL, angkot dengan jurusan Batu – Torongrejo –
Landungsari pertama kali mendapat ijin trayek dari DISHUB Malang pada tahun
1992 dengan jumlah armada pada saat itu ada 11 angkot. Setelah itu, pada tahun
1997 ditambah 9 armada lagi sehingga jumlahnya ada 20 armada. Namun akhir-
akhir ini yang masih aktif tinggal 18 angkot dikarenanakan 2 angkot lainnya
digunakan oleh pemiliknya sebagai agkutan persawahan, meski begitu ijin trayek
2 angkot tersebut masih ada dan terdaftar di DISHUB Malang. “Ya sekarang
jumlahnya ada 20 angkot buat trayek BTL ini, tapi yang aktif sehari-hari tinggal
16 sampai 18 angkot saja, yang 2 digunakan sama pemiliknya buat angkutan
persawahan, buat angkut pupuk, bahan-bahan pertanian, ya semacam itu. Tapi ijin
trayek 2 angkot itu masih, di paguyuban BTL juga masih terdaftar, jadi kalo ada
apa-apa masih bisa digunakan, gitu,” kata bapak Suyadi, salah seorang sopir
angkot BTL.
Meski mendapat trayek penuh Batu – Torongrejo – Landungsari, pada
awal-awal pembukaan trayek, tidak semua angkot BTL selalu penuh mengikuti
trayek yang ada, hal ini dikarenakan sepinya penumpang yang ada. Angkot BTL
yang start dari Landungsari biasanya hanya sampai daerah Tutup saja, tergantung
penumpangnya. Kabiasaan ini berlanjut sampai tahun 2000-an. “Dulu awalnya
gak semua angkot BTL yang dari Landungsari sampai Batu dan sebaliknya,
biasaya cuma sampe Tutup situ aja, soalnya masih sepi penumpang. Tapi mulai
tahun 2000-an sudah harus sampe terminal, dari terminal Landungsari ke terminal
Batu dan sebaliknya,”jelas bapak Suyadi.
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
Setiap kendaraan pasti butuh perawatan, untuk kendaraan umum yang satu
ini (angkot BTL) juga demikian. Rata-rata angkot BTL yang sekarang ada, sudah
pernah turun mesin pada sekitar tahun 2007-an, hal ini bertujuan untuk menjaga
kesehatan mesin angkot. “Yo kalau turun mesin itu sekitar 5 tahun-an kemarin,
kalo untuk bodi ya kita tambal-sulam gitu saja,” jelas Bapak Suyadi. Jadi hampir
semua armada angkot BTL sedikit banyak pernah diperbaiki meski hanya sekedar
bodinya dengan cara tambal-sulam atau dengan di dempul dan di cat ulang. Untuk
kemungkinan kerusakan kecil-kecil sendiri ada 2 hal yang mungkin dapat
dilakukan oleh para sopir, jika perbaikan kerusakan tidak lebih dari Rp10.000,-
maka kerusakan tersebut masih ditangggung oleh sopir, namun jika sudah lebih
dari itu maka sopir diperkenankan untuk meminta uang perbaikan kepada juragan
atau pemilik angkot. “Kalo perbaikannya gak lebih dari Rp10.000,- ya masih sopir
yang nanggung, tapi kalo udah lebih dari itu boleh-boleh saja lapor sama juragan,”
jelas bapak Iswadi atau yang lebih akrab dipanggil bapak Bagong.
Untuk fasilitas yang ada di dalam angkot teryata cukup menarik, sebagian
angkot memiliki tape dipanel depan dan sound yang biasanya berada di bagian
belakang tubuh angkot. Hal ini mungkin ditujukan untuk penumpang agar meraka
tidak terlalu jenuh saat berdesal-desalan di dalam angkot. Selain sound yang
berada dibagian belakang badan angkot, ada pula tambahan kursi penumpang
yang cukup digunakan oleh 2 penumpang. Hampir semua angkot memilikinya,
kursi ini ditujukan agar angkot bisa mengangkut jumlah penumpang lebih besar
dari jatah kursi penumpang yang ada. Selain itu demi kenyamanan bersama, para
sopir angkot tidak lupa membawa ember yang berisi alat-alat seperti obeng, kunci,
tang, dan lainnya untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
dengan kondisi angkot yang sudah tua itu seperti mogok dan sebagainya.
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
Tarip, dan Biaya Operasional
Tidak bisa dipungkiri biaya opersional transportasi baik trasnportasi
pribadi dan fokusnya transportasi umum perlu biaya besar dalam operasionalnya,
namun bagi para penumpang angkutan umum mereka hanya melihat bagaimana
murahnya sebuah alat transportasi, dan kurang mempedulikan bagaimana
keamanan serta kenyamanan yang diberikan. Bagi bapak Suyadi dan bapak Iswadi
selaku sopir angkot, merupakan hal yang sangat sulit untuk memberikan
pelayanan maksimal untuk para penumpangnya. Terlebih angkot yang mereka
sopir adalah milik orang lain sehingga mereka masih harus memberi setoran
kepada juragan dan masih lagi ongkos bensin yang harus ditanggung sopir. Hal itu
juga yang memengaruhi pendapatan bersih mereka. “Kalo sehari dapat
Rp110.000,- ya kita hitung saja, buat bensin sekitar Rp40.000,- terus setoran
perhari Rp50.000,- yaa berarti cuma dapet Rp20.000,- bersih,” jelas bapak Suyadi.
Untuk tarip angkot sendiri relatif murah, bagi para pelajar khususnya anak
sekolah dikenakan biaya Rp1.500,- untuk jarak pendek dan Rp2.000,- untuk jarak
menengah dan jauh, sedangkan untuk umum dikenakan tarip Rp2.500,- untuk
jarak pendek dan Rp3.000,- untuk jarak menengah serta Rp4.000,- untuk jarak
jauh. “Untuk tarip itu normal, untuk pelajar Rp1.500,- untuk jarak dekat dan
Rp2.000,- untuk jaraknya lumayan jauh, kalo umum selisih sedikit kok kalo jarak
dekat Rp2.500,- kalo lumayan jauh ya bedanya Rp500,- jauh lagi ya tambah segitu
lagi,” jelas bapak Iswadi.
Selain sebagai angkutan umum, angkot BTL juga terkadang sebagai
carteran jika ada seseorang yang menginginkan. Para sopir angkot mengaku lebih
diuntungkan jika mereka mendapat carteran dibanding mereka meng-angkot biasa.
“Lebih untung carteran, bensin lebih irit karna gak banyak berhenti juga kan
dapetnya pasti,” ujar bapak Iswadi.
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
Trayek dan Ruas-ruas Jalan BTL
Angkot memiliki jalur trayek resmi meliputi jalur berikut, Terminal Batu -
Jl.Dewi Sartika atas - Jl. Ters. Agum Salim - Jl. Imam Bonjol - Jl. Wukir - Temas
- Torongrejo (Klerek) - Jl. Wukir Ratawu - Torongrejo (Tutup) - Jl. Sawahan
bawah - Jl. Raya Beji - Jl. Raya Mojorejo - Jl. Patimura Ngandat - Proliman -
Dadaprejo tengah - Areng areng - Karang Mloko - Semanding - Dermo -
Klandungan - Terminal Landungsari, PP. Untuk jalur ini sendiri para sopir
menganggap macet sangat jarang terjadi, sehingga macet bukan merupakan
kendala yang sangat serius bagi angkot jurusan BTL. “Kalo macet itu jarang
sekali terjadi, kalopun terjadi itu sekitar Beji, sama di pertigaan Landungsari aja
khususnya waktu wisuda-an UNMUH,” ujar bapak Suyadi.
Dari trayek angkot BTL tersebut hampir semua ruas-ruas jalannya dalam
keadaan baik, meski terkadang kita temukan beberapa ruas jalan yang sedikit
berlubang. “Kalo ada angkot masuk, jalurnya itu pasti bagus kok,” ujar bapak
Suyadi. Jika ada ruas jalan yang rusak, maka akan segera diperbaiki seperti
beberapa saat yang lalu yang terjadi di jalan Dermo – Landungsari.
Waktu yang biasanya diperlukan angkot BTL untuk melintasi trayek
secara penuh dari Terminal Batu sampai Terminal Landungsari berkisar kurang
lebih 1 jam. “1 jam, kalo lebih dari itu gak boleh, tapi kalo lebih cepat gak apa-
apa, kecuali kalo mogok”, tutur bapak Iswadi.
Setiap angkot sudah diatur jalurnya masing-masing, termasuk dalam
menaikkan penumpang, mereka para sopir angkot tidak diperbolehkan
sembarangan menaikkan penumpang, harus sesuai dengan jalur yang telah
disepakati oleh DISHUB. Ketika ada pengaliahan jalur, angkot boleh mengikuti
jalur alternatif namun dengan syarat mereka tetap tidak boleh menaikkan
penumpang dijalur alternatif yang bukan merupakan trayek mereka. “Kalo lagi
ada perbaikan jalan ya kita harus muter pake jalur yang ada, tapi gak boleh
sembarangan ambil penumpang, emm jadi hanya sekedar lewat saja,” terang
bapak Suyadi.
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
Para sopir yang tetap mulia dengan pendapatan ala kadarnya
Kita tahu, bagaimana anggapan orang-orang bahwa agkutan umum
khususnya angkot hanya akan memenuhi lebar jalan, apalagi dengan begitu
seringnya angkot-angkot cari penumpang dengan cara berhenti lama ditepian
jalan, atau yang lebih kita kenal dengan ngetem. Hal semacan ini hanya akan
mengakibatkan kemacetan. Namun hal semacan itu tidak diperbolehkan oleh para
sopir dan paguyuban angkot BTL ini, mereka mengerti bahwa semua sopir butuh
rezeki untuk menafkahi keluarga mereka. “Lho kalo ngetem, nanti jatah jam yang
dibelakangya akan berkurang, penumpangnya jadi gak rata. Lha kita kerja ini buat
cari nafkah, jadi yaa bahasa kasarnya bagi-bagi tho sama sopir yang lain, sportif
gitu lah mas,” ujar bapak Iswadi. Namun sejujur-jujurnya manusia tidak semua
orang mempedulikan akan hal itu. Banyak kejadian yang kurang berkenan
menghampiri para sopir angkot ini, salah satunya adalah penumpang yang tidak
membayar ongkos saat turun dari angkot. “Ya pasti lah pernah mengalami,
misalnya ada banyak orang kan mas, 10 penumpang turun dari angkot, yang bayar
cuma 8 orang saja, tapi ya sudah lah biarin saja,” jelas bapak Iswadi.
Untuk pendapatan bersih para sopir angkot mungkin hanya cukup untuk
makan sehari-hari, hal ini mengingat begitu minimnya pendapatan mereka sebagai
sopir angkot. Rata-rata pendapatan yang mereka dapat hanya sekitar Rp20.000,-
sampai Rp30.000,- saja tiap harinya. “Ya gak pasti, kadang Rp20.000 sampai kalo
lagi banyak penumpang bisa Rp50.000,- dan bahkan sampe buat setor saja kurang
mas,” ujar bapak Iswadi. “Kalo pendapatan gak pasti, tapi kalo dirata-rata sekitar
Rp20.000,- sampe Rp30.000,- an perhari”, jelas bapak Suyadi.
Artikel Tugas Sistem Transportasi
Angkot jalur BTL (Batu – Torongrejo – Landungsari)
KESIMPULAN
Keberaadaan ankot BTL dari tahun ketahun tidak banyak
mengalami perubahan yang signifikan, bahkan cenderung
mengalalami penurunan, terbukti dengan semakin sedikit jumlah
armada yang aktif.
Bukan hanya kemanan serta kenyamanan, tetapi juga dari segi
efesinsi waktu yang menjadi kendala mengapa angkot kurang
menjadi pilihan utama transportasi publik.
Para sopir banyak dihadapkan terhadap berbagai masalah, mulai
dari pendapatan yang pas-pasan, sampai dengan masalah
kendaraan angkot yang mereka bawa, hingga masalah penumpang
yang tidak mau bayar.
Dilihat dari data Kondisi Eksisting, dengan jarak ±17 km angkot
memerlukan waktu sampai 1 jam, berbeda dengan kendaraan
pribadi yang bisa lebih cepat sehingga lebih efesien terhadap
waktu.