1. PENILAIAN RANAH AFEKTIF
Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat
penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat
ditentukan oleh kondisi afektif siswa.
Karakteristik yang penting dalam ranah afektif adalah sikap, minat, konsep
diri, dan nilai.
Lima tingkatan dalam ranah afektif (menurut Krathwohl):
1. Receiving keinginan siswa untuk memperhatikan suatu gejala atau stimulus
misalnya aktivitas dalam kelas, buku, atau musik.
2. Responding partisipasi aktif siswa untuk merespon gejala yang dipelajari.
3. Valuing kemampuan siswa untuk memberikan nilai, keyakinan, atau sikap
dan menunjukkan suatu derajat internalisasi dan komitmen.
4. Organization kemampuan anak untuk mengorganisasi nilai yang satu dengan
nilai yang lain dan konflik antarnilai mampu diselesaikan dan siswa mulai
membangun sistem nilai internal yang konsisten.
5. Characterization level tertinggi dalam ranah afektif. Hasil belajar pada level
ini berkaitan dengan personal, emosi, dan sosial.
Cara penilaian ranah afektif
1. Pengamatan langsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap
dan tingkah laku siswa terhadap sesuatu, benda, orang, gambar, atau kejadian.
2. Wawancara, dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau
tertutup.
3. Angket atau kuesioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian
yang sudah disediakan pilihan jawaban baik berupa pilihan pernyataan ataupun
pilihan bentuk angka.
4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum
pernah dikenal siswa.
5. Pengukuran terselubung, merupakan pengamatan tentang sikap dan
tingkah laku seseorang di mana yang diamati tidak tahu bahwa ia sedang diamati.
Langkah-langkah pengembangan instrumen afektif
1. Merumuskan Tujuan Pengukuran Afektif
Pengembangan alat ukur sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap
sesuatu objek, misalnya sikap siswa terhadap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Sikap siswa terhadap sesuatu dapat positif atau negatif.
2. Mencari Definisi Konseptual dari Afektif yang Akan Diukur
Pencarian definisi konseptual dapat Anda lakukan dengan mencari pada buku-
buku teks yang relevan.
2. 3. Menentukan Definisi Operasional dari Setiap Afektif yang Akan Diukur
Penentuan definisi operasional dimaksudkan untuk menentukan cara pengukuran
definisi konseptual.
4. Menjabarkan Definisi Operasional menjadi Sejumlah Indikator
Indikator merupakan petunjuk terukurnya definisi operasional. Dengan demikian
indikator harus operasional dan dapat diukur. Ketepatan pengukuran ranah afektif
sangat ditentukan oleh kemampuan penyusun instrumen (guru atau peneliti)
dalam membuat atau merumuskan indikator.
5. Menggunakan Indikator sebagai Acuan Menulis Pernyataan-pernyataan dalam
Instrumen
Penulisan instrumen atau alat ukur dapat dilakukan dengan menggunakan skala
pengukuran. Skala pengukuran yang paling banyak digunakan adalah skala
Liekert.
Kaidah-kaidah dalam merumuskan pernyataan-pernyataan dalam instrumen
afektif:
a. Hindari pernyataan yang mengarah pada peristiwa yang lalu.
b. Hindari pernyataan yang faktual.
c. Hindari pernyataan yang dapat ditafsirkan ganda.
d. Hindari pernyataan yang tidak berkaitan dengan afektif yang akan diukur.
e. Hindari pernyataan yang menyangkut keperluan semua orang atau pernyataan
yang tidak terkait dengan siapapun.
f. Upayakan kalimat pernyataan tersebut pendek, sederhana, jelas, dan langsung
pada permasalahannya.
g. Setiap pernyataan hanya mengandung satu pokok pikiran saja.
h. Hindari penggunaan kata asing atau lokal.
i. Hindari pernyataan negatif seperti tidak, kecuali, tanpa dan sejenisnya.
6. Meneliti Kembali Setiap Butir Pernyataan
Penelitian kembali instrumen yang selesai ditulis sebaiknya dilakukan oleh orang
yang memiliki banyak pengalaman dan minimal dua orang. Kepada dua orang
tersebut diberikan spesifikasi dari setiap butir (tujuan pengukuran, definisi
konseptual, definisi operasional, indikator, dan pernyataan yang dibuat) dan
rambu-rambu penulisan pernyataan yang baik. Kepada kedua penelaah tersebut
diminta untuk menilai kembali ketepatan instrumen afektif menggunakan
pengalaman keahlian masing-masing (expert judgment).
7. Melakukan Uji Coba
Perangkat instrumen yang telah ditelaah dan diperbaiki, disusun dan diperbanyak
untuk kemudian diujicobakan di lapangan. Tujuan uji coba adalah untuk
mengetahui apakah perangkat alat ukur tersebut sudah dapat memberikan hasil
pengukuran seperti yang kita inginkan.
8. Menyempurnakan Instrumen
Data yang diperoleh dari hasil uji coba selanjutnya kita olah untuk memperoleh
gambaran tentang validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Berdasarkan data
hasil uji coba kita akan dapat memperbaiki butir-butir pernyataan yang dianggap
lemah.
3. 9. Mengadministrasikan Instrumen
Yang dimaksud dengan mengadministrasikan instrumen adalah melaksanakan
pengambilan data di lapangan.
Tinjauan Umum tentang Penilaian Afektif
Penilaian afektif, bagi sebagian guru lebih sulit dilakukan dibanding penilaian
kognitif atau penilaian psikomotor. Padahal dalam dunia pendidikan seperti
halnya di sekolah, ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian.
Kenyataan selama ini di lapangan lebih menunjukkan penilaian afektif terkesan
bagai “anak tiri” dibanding penilaian kognitif maupun psikomotor. Ada juga
kasus-kasus di lapangan yang menunjukkan guru telah melakukan penilaian
afektif, tetapi tanpa panduan atau instrumen yang baik.
Pada tulisan kali ini, blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model
pembelajaran akan mencoba membahas mengenai penilaian afektif. Mari kita
simak.
Ranah afektif sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Beberapa komponen
penting ranah afektif misalnya minat dan sikap terhadap suatu mata pelajaran atau
materi pelajaran. Siswa bisa memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran atau
materi pelajaran tertentu, bisa juga negatif, atau netral. Harapan semua guru
tentunya, siswa mereka memiliki sikap dan minat positif terhadap semua mata
pelajaran atau materi pelajaran. Melalui sikap yang positif ini kemudian dapat
diharapkan, siswa juga akan memiliki minat yang positif. Siswa yang mempunyai
sikap positif dan minat positif terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran
akan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil dalam kegiatan
pembelajaran.
Langkah-Langkah Menyusun Instrumen Penilaian Afektif
Dalam kaitan untuk mengetahui sejauh mana sikap dan minat siswa terhadap
suatu mata pelajaran atau materi pelajaran, yang kedua termasuk bagian penting
dari ranah afektif, maka guru perlu menyusun instrumen penilaian afektif. Untuk
menyusun instrumen penilaian afektif, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pemilihan ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan
minat terhadap suatu materi pelajaran.
4. 2. Penentuan indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk
mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi
pelajaran
3. Beberapa contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk
mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi
pelajaran, yaitu: (1) persentase kehadiran atau ketidakhadiran di kelas; (2)
aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, misalnya
apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam diskusi, aktif memperhatikan
penjelasan guru, dsb.; (3) penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan,
seperti ketepatan waktu mengumpul PR atau tugas lainnya; (4) kerapian
buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya terkait materi
pelajaran tersebut.
4. Penentuan jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala
Likert, berarti ada 5 rentang skala, yaitu: (1) tidak berminat; (2) kurang
berminat; (3) netral; (4) berminat; dan (5) sangat berminat.
5. Penulisan draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk
kuisioner) berdasarkan indikator dan skala yang telah ditentukan.
6. Penelaahan dan meminta masukan teman sejawat (guru lain) mengenai
draft instrumen penilaian ranah afektif yang telah dibuat.
7. Revisi instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan
rekan sejawat, bila memang diperlukan
8. Persiapan kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori
laporan diri yang diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket)
tersebut.
9. Pemberian skor inventori kepada siswa
10. Analisis hasil inventori minat siswa terhadap materi pelajaran
Bagaimana memberikan skor dalam penilaian afektif
Teknik penskoran untuk penilaian ranah afektif dapat dilakukan secara sederhana.
Contoh, pada instrumen penilaian minat siswa terhadap suatu materi pelajaran
terdapat 10 item (berarti ada 10 indikator), maka bila skala yang digunakan adalah
skala Likert (1 sampai 5), berarti skor terendah yang mungkin diperoleh seorang
siswa adalah 10 (dari 10 item x 1) dan skor paling tinggiyang mungkin diperoleh
siswa adalah 50 (dari 10 item x 5). Maka kita dapat menetukan median-nya, yaitu
(10 + 50)/2 atau sama dengan 30. Bila kita membaginya menjadi 4 kategori, maka
skor 10 -20 termasuk tidak berminat; skor 21 – 30 termasuk kurang berminat; skor
32 – 40 berminat, dan skor 41 – 50 termasuk kategori sangat berminat.
Contoh Instrumen Penilaian Afektif
Berikut ini diberikan contoh instrumen penilaian sikap siswa terhadap materi
pelajaran evolusi pada mata pelajaran IPA di kelas IX
5. Contoh Instrumen Penilaian Afektif
Artikel Lain Yang Berhubungan dengan Penilaian Afektif :
Prinsip-Prinsip Penilaian
Kata Kerja Operasional untuk Ranah Afektif
Dalam penyusunan instrumen penilaian afektif, kita harus menggunakan kata
kerja operasional dalam indikatornya. Ini dilakukan (sama seperti instrumen
penilaian kognitif dan psikomotor) agar indikator dapat diamati / terukur. Menurut
taksonomi Bloom, ada 5 tingkatan ranah afektif yaitu: (1) A1 – menerima; (2) A2
6. – menanggapi; (3) A3- menilai; (4) A4 – mengelola; dan (5) A5 – menghayati.
Berikut ini disajikan contoh-contoh kata kerja operasional untuk kelima tingkatan
dalam ranah afektif.
A1 – Menerima
Contoh kata kerja operasional:
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Mematuhi
Meminati
menganut
A2 – menanggapi
Contoh kata kerja operasional:
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengkompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Memilah
Mengatakan
Menolak
A3 – menilai
Contoh kata kerja operasional:
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
7. Mengundang
Menggabungkan
Memperjelas
Mengusulkan
Menyumbang
A4 – mengelola
Contoh kata kerja operasional:
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengkombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Memadukan
Mengelola
Menegosiasikan
Merembukkan
A4 – menghayati
Contoh kata kerja operasional:
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan
Artikel Terkait
Pengertian Belajar dan Cara Meningkatkan Belajar
Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan Asesmen
Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor
Langkah-Langkah Menyusun dan Contoh Instrumen Penilaian Afektif
Ciri-Ciri Metode Mengajar yang Efektif
Pembagian Ranah (Domain) Kognitif Menurut Bloom
Permasalahan di Kelas dan Hubungannya dengan Materi Prasyarat,
Perbaikan, serta Pengayaan
8. Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa
Belajar Aktif : Ciri-Ciri Siswa dan Model Pembelajaran yang Dapat
Digunakan
Manfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Siswa
RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN
PSIKOMOTORIK
RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain,
penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan
hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara
garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi
dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan
prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk
mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi
pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan
(aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan
pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin
dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin
S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan
tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain
(daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah
itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil
belajar. Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar.
Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran.
1. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang
proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang
paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
• Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
9. Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall)
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan
sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya.
Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling
rendah.
• Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami
adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai
segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia
dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan.
• Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-
ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-
rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi
ketimbang pemahaman.
• Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu
bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang jenjang aplikasi.
• Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses
berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi
suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang
sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.
Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta
didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan
sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
• Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif
dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan
seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau
ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia
akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-
patokan atau kriteria yang ada.
1.2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di
dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi,
10. menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut
Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan
berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan
hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk
menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu
konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk
menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat
analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke
dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan
pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis,
peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi,
hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada
tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti,
sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement
terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat,
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa
untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang
mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek
kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-
beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk
mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima
sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving
dan lain sebagianya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori
pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan
kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan
untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari
kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang
timbuldalam kehidupan sehari-hari.
4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen
atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau
kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada
atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan
11. menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara
membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur
yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang
dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang
mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan
tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan
menggunakan kriteria tertentu.
1.3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek
kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit
penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali
diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan
terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil
belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya;
• tes atau pertanyaan lisan di kelas,
• pilihan ganda,
• uraian obyektif,
• uraian non obyektif atau uraian bebas,
• jawaban atau isian singkat,
• menjodohkan,
• portopolio dan
• performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai
dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan,
urutan, metode.
b. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang
sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan,
memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring &
menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi
baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih,
mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan,
menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu
fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan
membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan,
membedakan, mengkategorikan.
e. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep
secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan
12. kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan,
mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
f. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan
pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan
pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan.
Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan
dan menentukan.
2.1 Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
a) receiving
b) responding
c) valuing
d) organization
e) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di
beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau
suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka
mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri
dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya:
peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di
siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”.
Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena
tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih
tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya
lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang
kedisiplinan.
Valuing (menilai/menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-
berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat
afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam
13. kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran
yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah
baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan
demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil
belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat
pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-
temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal,
yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan
merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi,
termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan
dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu
nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi
dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada
sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan
tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada
jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol
tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan
dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan
sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima
(memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan
Karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah
afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap.
Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak
(negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan
berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi,
afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang
tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam
menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan
kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap
selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh
responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui
14. rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi
ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam
skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif
maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak
punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan
sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan
perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas,
arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari
perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih
kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki
perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan
dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan
apakah perasaan itu baik atau buruk.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu
sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek,
situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya
sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik
ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif
setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding
sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian
atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia
(1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara
umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
• mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran,
• mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
• pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
• menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
15. 3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target
konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah
konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan
dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan
dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
• Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
o Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
o Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
o Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui
standar input peserta didik.
o Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti
pembelajaran.
o Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
o Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
o Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
o Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
o Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
o Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat
untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
o Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o Peserta didik mampu menilai dirinya.
o Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
o Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap
buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi
sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai
mengacu pada keyakinan.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai
adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam
mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini
menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya
satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan
menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk
memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif
terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral
16. anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement
moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang
melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan,
bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan
orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.
Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam
berinteraksi dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya
moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat
perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis
memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada
semua orang.
2.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian
ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu:
a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian
angket anonim,
b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu
lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi,
gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon,
merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai,
komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami
hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.
3.1 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan
aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson
(1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam
bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil
belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru
17. tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi
belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar
psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau
perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah
kognitif dan ranah afektif.
3.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya
melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.
Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik,
misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
3.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor.
Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur
melalui
a. pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung,
b. sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan
sikap,
c. beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam
lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa
penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
• kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
• kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan,
• kecepatan mengerjakan tugas,
• kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
• keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah
ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil
belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses,
dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu
pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses
berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi
atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan
untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun
dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau
menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku
peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi
peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat
terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak
diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian
observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat
18. sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah
laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi
tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi
Contoh Tabel Penilaian Afektif
No
Jenis/Aspek
Sikap
Standar Pencapaian
Strategi Penilaian
Deskripsi Skor
1 Beriman dan
bertakwa
kepada Tuhan
Yang Maha
Esa
Melaksanakan kegiatan
keagaman sesuai agama
yang dipeluknya
Observasi
aktivitas
keagamaan siswa
Verifikasi jurnal
kegiatan
Rutin, tidak ada yang
tertinggal
5
Rutin, tidak
melaksanakan 20 %
4
Rutin, tidak
melaksanakan 40 %
3
Rutin, tidak
melaksanakan 60 %
2
Rutin, tidak
melaksanakan 80 %
1
2 Berakhlak
mulia
Berlaku hormat pada
masyarakat di
ingkungannya
Observasi
aktivitas siswa
dalam bermasya-
rakat di sekolahSelalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
3 Mandiri Melaksanakan
pekerjaan/tugas-tugas
siswa tanpa harus di
suruh/ditunggui
Observasi
aktivitas siswa
dalam melaksa-
nakan tugas
Verifikasi
rekaman
penyerahan
tugas-tugas
siswa.
Selalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
4 Menjadi warga
negara yang
demokratis
Mampu menghargai
pendapat orang lain
Observasi
aktivitas siswa
dalam berdiskusi,
bermasyarakat di
sekolah
Selalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
19. No
Jenis/Aspek
Sikap
Standar Pencapaian
Strategi
Penilaian
Deskripsi Skor
5 Bertanggung
jawab
Tidak menyontek dalam
ulangan Menyelesaikan
tugas sesuai dan tepat
waktu
Observasi
aktivitas siswa
dalam ulangan
Selalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
6 Sikap percaya
diri
Mampu tampil secara wajar
dalam kegiatan dengan
massa
Observasi
aktivitas siswa
dalam berdiskusi,
kegiatan massa di
sekolah/ber-
masyarakat
Selalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
7 Berpartisipasi
dalam
penegakan
aturan-aturan
sosial
Melaksanakan
pekerjaan/tugas-tugas
tanpa harus di
suruh/ditunggui
Observasi
ketaatan siswa
dalam mengikuti
peraturan tata
tertib sekolahSelalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
8 Kedisiplinan
masuk
sekolah
Kehadiran di sekolah /
presensi siswa
Verifikasi presensi
siswa
Selalu 5
Absensi 10 % 4
Absensi 10 % s.d 15 % 3
Absensi 15 % s.d 20 % 2
Absensi lebih dari 20 % 1
No
Jenis/Aspek
Sikap
Standar Pencapaian
Strategi
PenilaianDeskripsi Skor
9 Menjaga
kebersihan
lingkungan
Membuang sampah pada
tempatnya, tidak mengotori
lingkungan
Observasi perilaku
siswa dalam
kehidupan di
sekolahSelalu 5
Sering 4
Kadang-kadang 3
Jarang 2
Jarang sekali 1
20. 10 Menjaga
kesehatan dan
keamanan diri,
Menggunakan alat
keselamatan kerja dalam
kegiatan pembelajaran
praktik
Observasi
terhadap
kebiasaan siswa
menggunakan
keselamatan kerja
dalam kegiatan
praktik.
Selalu 5
Sering 4
kadang-kadang 3
Jarang 2
sangat jarang 1
11 Memahami
hak dan
kewajiban diri
dan orang lain
dalam
pergaulan di
masyarakat
Menghargai hak orang lain,
memenuhi kewajiban,
bersikap tegas dalam
kebenaran
Observasi perilaku
siswa dalam
kehidupan
bermasyarakat
(penegakan
aturan)
Selalu 5
Sering 4
Kadang-kadang 3
Jarang 2
Jarang sekali 1
12 Berempati
terhadap
orang lain
Perduli terhadap
masyarakat sekolah
Observasi perilaku
siswa dalam
keperdulian
terhadap sesame
Selalu 5
Sering 4
Kadang-kadang 3
Jarang 2
Jarang sekali 1
21. artikel ini akan membahas mengenai kata kerja operasional kognitif, afektif dan
psikomotor. Sebelumnya kita bahas dulu pengertiannya
a. Kecakapan Koqnitif
Upaya pengembangan fungsi koqnitif akan berdampak positif bukan hanya
terhadap koqnitif sendiri, melainkan terhadap afektif dan psikomotor. Ada dua
macam kecakapan koqnitif siswa yang perlu dikembangkan secara khusu oleh
guru yaitu:
Strategi belajar memahami isi materi pelajaran
Strategi menyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta
menyerap pesan-pesan moral yang terkandung didalam materi tersebut.
Strategi adalah prosedur mental yang berbentuk tatanan tahapan yang memerlukan
upaya yang bersifat koqnitif dan selalu dipengaruhi oleh pilihan koqnitif atau
kebiasaan belajar. Pilihan tersebut yaitu menghafal prinsip yang ada dalam materi
dana mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut.
Ada dua prefensi koqnitif
Dorongan dari luar (motif ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa
menggarap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidakstabilan atau
ketidaknaikkan. Aspirasi yang dimilikinya bukan ingin menguasai materi
secara mendalam tetapi hanya sekedar lulus atau naik kelas semata
Dorongan dari dalam (motif Intrinsik), dalam arti siswa tertarik dan
membutuhkan materi-materi yang disajikan gurunya.
Guru dituntut untuk mengembangkan dengan kecakapan koqnitif siswa dalam
memecahkan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan
terhadap pesan moral yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuan.
b. Kecakapan Afektif
Kebersihan pengembangan koqnitif tidak hanya membuahkan kecakapan koqnitif
akan tetapi membuahkan kecakapan afektif. Pemahaman yang mendalam terhadap
arti penting materi serta preferensi. Koqnitif mementingkan aplikasi prinsip atau
meningkatkan kecakapan afektif para siswa. Peningkatan-peningkatan afektif ini
antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap
c. Kecakapan psikomotor
Keberhasilan pengembangan koqnitif berdampak positif pada perkembangan
psikomotor. Kecakapan psikomotor adalah segala amal jasmaniah yang konkrit
dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya. Kecakapan psikomotor
22. merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap
mentalnya
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat
dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom
dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan
itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah)
yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
CONTOH DAFTAR KATA KERJA RANAH KOGNITIF (Cl – C6)
Pengetahua
n (Cl)
Pemahaman
(C2)
Penerapan
(C3)
Analisis
(C4)
Sintesis (C5)
Penilaian
(C6)
Mengutip
Memperkira
kan
Menugaskan
Menganalisi
s
Mengabstraksi
Membandin
gkan
Menyebutka
n
Menjelaskan
Mengurutka
n
Mengaudit Mengatur
Menyimpulk
an
Menjelaska
n
Mengkatego
rikan
Menentukan
Memecahka
n
Menganimasi Menilai
Menggamba
r
Mencirikan Menerapkan Menegaskan
Mengumpulka
n
Mengarahka
n
Membilang Merinci
Menyesuaik
an
Mendeteksi
Mengkategori
kan
Mengkritik
Mengidentif
lkasi
Mengasosias
ikan
Mengkalkula
si
Mendiagnos
is
Mengkode Menimbang
Mendaftar
Membandin
gkan
Memodifika
si
Menyeleksi
Mengkombina
sikan
Memutuska
n
Menunjukka
n
Menghitung
Mengklasifi
kasi
Memerinci Menyusun Memisahkan
Memberi
label
Mengkontra
sikan
Menghitung
Menominasi
kan
Mengarang
Memprediks
i
Memberi
indek
Mengubah Membangun
Mendiagram
kan
Membangun
Memperjela
s
Memasangk
an
Mempertaha
nkan
Mengurutka
n
Mengkorela
sikan
Menanggulan
gi
Menugaskan
Menamai
Menguraika
n
Membiasaka
n
Merasionalk
an
Menghubungk
an
Menafsirkan
Menandai Menjalin Mencegah Menguji Menciptakan Mempertaha
23. nkan
Membaca
Membedaka
n
Menentukan
Mencerahka
n
Mengkreasika
n
Memerinci
Menyadap
Mendiskusik
an
Menggamba
rkan
Menjelajah Mengoreksi Mengukur
Menghafal Menggali
Menggunaka
n
Membagank
an
Merancang Merangkum
Menim
Mencontohk
an
Menilai
Menyimpulk
an
Merencanakan
Membuktika
n
Mencatat
Menerangka
n
Melatih Menemukan Mendikte
Memvalidas
i
Mengulang
Mengemuka
kan
Menggali Menelaah Meningkatkan Mengetes
Mereproduk
si
Mempolaka
n
Mengemuka
kan
Memaksima
lkan
Memperjelas Mendukung
Meninjau Memperluas
Mengadapta
si
Memerintah
kan
Memfasilitasi Memilih
Memilih
Menyimpulk
an
Menyelidiki Mengedit Membentuk
Memproyek
sikan
Menyatakan Meramalkan
Mengoperasi
kan
Mengaitkan Merumuskan
Mempelajar
i
Merangkum
Mempersoal
kan
Memilih
Menggenerali
sasi
Mentabulasi
Menjabarka
n
Mengkonsep
kan
Mengukur
Menggabungk
an
Memberi
kode
Melaksanaka
n
Melatih Memadukan
Menelusuri Meramalkan Mentransfer Membatasi
Menulis
Memproduk
si
Mereparasi
Memproses
Mengaitkan Menampilkan
Mensuimula
sikan
Menyiapkan
Memecahka
n
Memproduksi
Mel.akukan Merangkum
Mentabulasi
Merekonstruk
si
Menyusun
Memproses
meramalkan
24. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai
dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang
atau aspek yang dimaksud adalah:
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau
mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat
menghafal surat al-’Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan
benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru
Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui
tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau
memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-
katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang
setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini
misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat
menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-’Ashar
secara lancar dan jelas.
Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide
umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori
dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah
merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik
mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam
dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
Analisis (analysis)
25. Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami
hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-
faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang
aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang
wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam
kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran
Islam.
Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir
analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau
unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang
berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat
lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang
sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam
taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika
seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu
pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
CONTOH DAFTAR KATA KERJA OPERASIONAL UNTUK RANAH
AFEKTIF (A1-A5)
Menerima (Al)
Menanggapi
(A2)
Menilai (A3) Mengelola (A4)
Menghayati
(A5)
Memilih Menjawab
Mengasumsik
an
Menganut
Mengubah
prilaku
Mempertanyak
an
Mem bantu Meyakini Mengubah
Berakhlak
mulia
Mengikuti Mengajukan Melengkapi Menata
Mempengaru
hi
Memberi
Mengkompromik
an
Meyakinkan
Mengklasifikasik
an
Mendengarka
n
Menganut Menyenangi Memperjelas
Mengkombinasik
an
Mengkualifik
asi
Mematuhi Menyambut Memprakarsai Mempertahankan Melayani
26. Meminati Mendukung Mengimani Membangun Menunjukkan
Mendukung Mengundang
Membentuk
pendapat
Membuktikan
Menyetujui
Menggabungk
an
Memadukan memecahkan
Menampilkan Memperjelas Mengelola
Melaporkan Mengusulkan Menegosiasi
Memilih Menekankan Merembuk
Mengatakan Menyumbang
Memilah
Menolak
Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori :
a. Penerimaan (recerving)
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap
sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam
domain afektif.
b. Pemberian respon atau partisipasi (responding)
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara
afektif, menjadi peserta dan tertarik.
c. Penilaian atau penentuan sikap (valung)
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak
menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan
opresiasi”.
d. Organisasi (organization)
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih
konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu
sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat
hidup.
e. Karakterisasi / pembentukan pola hidup (characterization by a value or
value complex)
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang
nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah
27. diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan
pribadi, sosial dan emosi jiwa
CONTOH KATA KERJA OPERASIONAL UNTUK RANAH
PSIKOMOTOR (P1-P4)
PENIRUAN (PI) MANIPULASI (P2) KETETAPAN (P3) ARTIKULASI (P4)
Mengaktifkan Mengoreksi Mengalihkan Mengalihkan
Menyesuaikan Mendemonstrasikan Menggantikan Mempertajam
Menggabungkan Merancang Memutar Membentuk
Melamar Memilah Mengirim Memadankan
Mengatur Melatih Memindahkan Menggunakan
Mengumpulkan Memperbaiki Mendorong Memulai
Menimbang Mengidentifikasikan Menarik Menyetir
Memperkecil Mengisi Memproduksi Menjelaskan
Membangun Menempatkan Mencampur Menempel
Mengubah Membuat Mengoperasikan Menskestsa
Membersihkan Memanipulasi Mengemas Mendengarkan
Memposisikan Mereparasi Membungkus Menimbang
Mengkonstruksi Mencampur
Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori
yaitu :
a. Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa
dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan
ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan,
gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada
tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya
meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam
penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi
sampai pada tingkat minimum.
d. Artikulasi
28. Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang
tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-
gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan
energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan
merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik