4. KATA PENGANTAR
Bismillahirahman rahim, segala puji bagi Allah
Azza Wa Jalla, Tuhan seru sekalian alam yang menyeru
sekalian hati hamba-Nya untuk selalu turut serta dalam
samudera makrifat hingga tenggelam dalam kecintaan
kepada-Nya.
Shalawat serta salam atas Al-Mustafa Sayyidina
Muhammad saw jadilah abadi padanya, keluarganya
dan seluruh sahabatnya.
Telah banyak permintaan dari saudara-saudari
kita untuk membahas lebih lanjut seputar permasalahan
khilafiyah semacam kegiatan Maulid, Tahlil, Ziarah
Kubur, Dzikir, Yassin dan beberapa hal ubudiyah
lainnya yang menurut sebahagian dari saudara kita
dipungkiri kebenarannya.
Buku yang diberi judul “Meniti Kesempurnaan
Iman” ini berisikan sanggahan atas buku “Benteng
Tauhid” karya Syekh Abdullah Bin Baaz.
Pada akhirnya adalah kewajiban bagi kita untuk
selalu menyeru dan menyeru atas mereka siapapun
mereka selama mereka keturunan Adam as untuk terus
mengenal indahnya keagungan islam sebagai akhlaq,
pedoman hidup dan aqidah. wallahu a’lam.
5. Dengan segala kerendahan hati, saya berharap
agar kehadiran buku ini dapat turut serta memperkaya
khazanah keislaman kita.
Walillahitaufiq,
(Munzir Almusawa)
i
6. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................
DAFTAR ISI .........................................................
i
ii
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Istighatsah...................................................
Peringatan malam Nisfu Sya’ban...............
Membuat bangunan atau membangun
masjid diatas kuburan................................
Peringatan maulid Nabi Muhammad Saw.
Tabarruk....................................................
Memohon pertolongan kepada orang
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
yang telah mati.........................................
Ibadah di malam Isra Mi’raj.....................
Keutamaan tauhid....................................
Mengambil keberkahan atas jimat atau
tulisan ayat – ayat Alqur’an...................
Menyembelih binatang dengan nama
selain Allah.............................................
Meminta pertolongan kepada selain
Allah.......................................................
Sikap berlebih – lebihan dalam ibadah..
Thawaf di kuburan.................................
Bertanya sesuatu hal kepada shalihin....
1
11
34
44
82
94
108
138
142
149
151
156
174
182
ii
7. 15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Mencintai dan takut kepada Allah melalui
perantara Kekasih-Nya.............................. 182
Bergantung kepada Nabi Muhammad Saw 183
Memberi nama harus disandarkan kepada
Nama Allah................................................ 184
Melukis atau mengagungkan atau
menggantung gambar makhluk bernyawa. 185
Memuliakan orang shalih.......................... 187
Menghukum dengan hukum selain hukum
Allah.......................................................... 188
Bersumpah atas nama selain Allah........... 190
Golongan yang selamat............................ 191
TENTANG PENULIS
8.
9. 1. Pernyataan Abdullah bin Baz bahwa Istighatsah
itu syirik.
Dan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim
diriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi Saw
ditanya “Dosa apakah yang paling besar?”, beliau
menjawab “(dosa yang paling besar) ialah kamu
menjadikan (Tuhan) tandingan bagi Allah, padahal
Dia-lah yang telah menciptakanmu”.
Maka setiap orang yang menyeru selain Allah
atau beristighatsah, bernadzar, menyembelih dan
memberikan sesuatu dari jenis ibadah kepada
selain Allah berarti ia telah menjadikannya sebagai
tandingan bagi Allah, baik ia seorang Nabi, Wali,
Malaikat, Jin, Berhala maupun makhluk – makhluk
lainnya.
Adapun meminta tolong kepada seseorang yang
masih hidup serta hadir untuk melakukan sesuatu
yang dalam batas kemampuannya, tidaklah termasuk
perbuatan syirik. Akan tetapi itu merupakan hal
– hal biasa yang boleh dilakukan sesama kaum
muslimin. Sebagaimana yang diabadikan Allah
dalam kisah Nabi Musa.
meniti kesempurnaan iman
10. “Maka orang yang dari golongannya meminta
pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang
yang dari musuhnya” QS. Al Qashash: 15.
Dan dalam ayat lain tentang Musa, Allah
berfirman: “Maka keluarlah Musa dari kota itu
dengan rasa takut menunggu – nunggu dengan
khawatir” QS. Al Qashash: 21.
Atau sebagaimana seseorang meminta bantuan
teman – temannya dalam peperangan atau dalam
situasi – situasi sulit lainnya, dimana sebagian orang
membutuhkan bantuan sebagian yang lain.
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan
Nabi-Nya Swt untuk memaklumkan kepada
umat manusia bahwa dirinya tidak mempunyai
kemampuan untuk memberi manfaat dan tidak pula
mendatangkan mudharat. Allah Swt berfirman :
“Katakanlah “Sesungguhnya aku hanya
menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan
sesuatupun dengan-Nya”.Katakanlah
“Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan
sesuatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak
(pula) sesuatu kemanfaatan” QS. Al Jin: 20-21.
Dan dalam surat Al A’raaf, Allah berfirman
“Katakanlah “Aku tidak berkuasa menarik
meniti kesempurnaan iman
11. kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan
sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah
aku membuat kebajikan sebanyak – banyaknya dan
aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak
lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa
berita gembira bagi orang – orang yang beriman”
QS. Al A’raaf: 188.
Dan banyak lagi ayat – ayat yang semakna
dengannya.
Nabi Saw tidak berdoa kecuali kepada
Tuhannya dan tidak meminta pertolongan melainkan
kepada-Nya. Ketika perang Badr, beliau (saw)
memohon bantuan (istighatsah) dan pertolongan
untuk mengalahkan musuhnya kepada Allah Swt.
Tidak henti – hentinya beliau (saw) memohon dan
bermunajat kepada Allah seraya berkata
“Wahai Tuhanku! Tunaikanlah apa yang telah
Engkau janjikan kepadaku!”, sampai – sampai
Abu Bakar As-Shiddiq merasa belas kasihan
kepadanya dan berkata “Cukuplah sudah, wahai
Rasulullah engkau bermunajat kepada Tuhanmu.
Sesungguhnya Allah pasti akan menepati janjiNya kepadamu”.
meniti kesempurnaan iman
12. Lalu Allah menurunkan firman-Nya:
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu lalu diperkenankan-Nya bagimu:
“Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepadamu dengan seribu malaikat
yang datang berturut – turut”. Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bala bantuan itu),
melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu
menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan
itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” QS. Anfaal:
9-10.
Di dalam ayat – ayat ini, Allah mengingatkan
mereka saat mereka memohon bantuan kepadaNya.
Kemudian Allah mengabarkan bahwa Dia telah
mengabulkan permintaan mereka dengan mengirim
bala bantuan malaikat – malaikat.
Kemudian Dia menjelaskan bahwa kemenangan
yang mereka raih itu bukan karena bantuan malaikat
itu, akan tetapi hanya sekedar untuk menentramkan
hati mereka dengan kemenangan itu datangnya
dari sisi Allah. dan di dalam surat Ali Imran, Allah
Swt berfirman
meniti kesempurnaan iman
13. “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam
peperangan Badr, padahal kamu adalah (ketika itu)
orang – orang yang lemah. Karena itu bertawakkal
kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya” QS.
Ali Imran: 123.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dialah Sang Penolong mereka pada hari peperangan
Badr. dengan demikian, diketahui bahwa apa
yang diberikan-Nya kepada mereka berupa
keselamatan, kekuatan dan bala bantuan malaikat,
semua itu hanyalah sebagai sebab (sarana yang
diberikan Allah) untuk mendapatkan kemenangan,
kegembiraan dan ketentraman.
Dan pada hakikatnya kemenangan itu bukan
karena sebab – sebab itu, akan tetapi berasal dari
Allah semata.
Oleh sebab itu, bagaimana mungkin penulis
wanita ini dan selainnya menunjukkan permohonan
bantuan dan pertolongan kepada Nabi Saw dan
berpaling dari Tuhan semesta alam, Yang Maha
Memiliki dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu?!
Tidak diragukan lagi, ini adalah kebodohan yang
nista bahkan merupakan syirik besar.
meniti kesempurnaan iman
14. Tanggapan Habib Munzir Al Musawa tentang
Istigasah:
Istighatsah adalah memanggil nama seseorang
untuk meminta pertolongannya. Untuk sebagian
kelompok muslimin hal ini langsung di vonis
syirik, namun vonis mereka itu hanyalah karena
kedangkalan pemahamannya terhadap syariah
Islam.
Pada hakekatnya memanggil nama seseorang
untuk meminta pertolongannya adalah hal yang
diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin,
Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi
Allah swt, tak pula terikat ia masih hidup atau
telah wafat.
Karena bila seseorang mengatakan ada
perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas
manfaat dan mudharrat maka justru dirisaukan ia
dalam kemusyrikan yang nyata, karena seluruh
manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt.
Maka kehidupan dan kematian tak bisa membuat
batas dari manfaat dan mudharrat kecuali dengan
izin Allah swt.
meniti kesempurnaan iman
15. Ketika seseorang berkata bahwa orang mati
tak bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa
memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah jatuh
dalam kekufuran karena menganggap kehidupan
adalah sumber manfaat dan kematian adalah
mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan
mudharrat itu dari Allah, dan kekuasaan Allah tidak
bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa
hanya dokter-lah yang bisa menyembuhkan dan tak
mungkin kesembuhan datang dari selain dokter.
Maka ia telah membatasi kodrat Allah Swt
untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja
lewat dokter, namun tidak mustahil dari petani,
atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih
banyak mengambil manfaat dalam kehidupan ini
dari mereka yang telah mati daripada yang masih
hidup, sungguh peradaban manusia, tuntunan
ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dan lain
sebagainya.
Kesemua para pelopornya telah wafat, dan
kita masih terus mengambil manfaat dari mereka,
muslim dan non muslim. Seperti teori Einstein dan
meniti kesempurnaan iman
16. teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat
dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka,
dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari
perjuangan mereka.
Cuma bedanya kalau mereka ini kita ambil
manfaatnya berupa ilmunya. Namun para shalihin,
para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat
dari imannya dan amal shalihnya, dan ketaatannya
kepada Allah.
Rasul Saw memperbolehkan Istighatsah,
sebagaimana hadits beliau saw “sungguh matahari
mendekat di hari kiamat hingga keringat sampai
setengah telinga, dan sementara mereka dalam
keadaan itu mereka beristighatsah (memanggil
nama untuk minta tolong) kepada Adam, lalu
mereka beristighatsah kepada Musa, Isa, dan
kesemuanya tak mampu berbuat apa apa, lalu
mereka beristighatsah kepada Muhammad Saw”
(Shahih Bukhari hadits No.1405), juga banyak
terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim hadits
No.194,
Shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435.
Dan banyak lagi hadist – hadits shahih yang Rasul
Saw menunjukkan ummat manusia beristighatsah
meniti kesempurnaan iman
17. pada para Nabi dan Rasul. Bahkan riwayat Shahih
Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada
Adam, “Wahai Adam, sungguh engkau adalah
ayah dari semua manusia.. “ dst.. dst...
Dan Adam as berkata “Diriku..diriku..,
pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka
ber-istighatsah memanggil – manggil Muhammad
Saw dan Nabi Saw sendiri yang menceritakan
ini dan menunjukkan beliau tak mengharamkan
Istighatsah.
Maka hadits ini jelas - jelas merupakan rujukan
bagi istighatsah, bahwa Rasul saw menceritakan
bahwa orang - orang ber-istighatsah kepada manusia,
dan Rasul saw tidak mengatakannya syirik. Namun
jelaslah istighatsah di hari kiamat ternyata hanya
untuk Sayyidina Muhammad Saw.
Demikian pula diriwayatkan bahwa di hadapan
Ibn Abbas ra ada seorang yang keram kakinya,
lalu berkata Ibn Abbas ra:
“Sebut nama orang yang paling kau
cintai..!”, maka berkata orang itu dengan suara
keras..: “Muhammad..!”, maka dalam sekejap
hilanglah sakit keramnya (diriwayatkan oleh
Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh
meniti kesempurnaan iman
18. Imam Tabrani dengan sanad hasan) dan riwayat
ini pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada
Al Adzkar.
Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan
mengatakan musyrik pada orang yang memanggil
nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan,
justru Ibn Abbas ra yang mengajari hal ini.
Kita bisa melihat kejadian Tsunami di Aceh
beberapa tahun yang silam, bagaimana air laut
yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300 km
dan kekuatannya ratusan juta ton.
Mereka tak menyentuh masjid tua dan makam
- makam shalihin, hingga mereka yang lari ke
makam shalihin selamat.
Inilah bukti bahwa istighatsah dikehendaki
oleh Allah swt, karena kalau tidak lalu mengapa
Allah jadikan di makam - makam shalihin itu
terdapat benteng yang tak terlihat membentengi
air bah itu, yang itu sebagai isyarat Ilahi bahwa
demikianlah Allah memuliakan tubuh yang taat
pada Nya swt, tubuh - tubuh tak bernyawa itu
Allah jadikan benteng untuk mereka yang hidup..,
tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber
Rahmat dan perlindungan-Nya Swt kepada mereka
10
meniti kesempurnaan iman
19. – mereka yang berlindung dan lari ke makam
mereka.
Kesimpulannya: mereka yang lari berlindung
pada hamba – hamba Allah yang shalih, mereka
selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua
yang bekas tempat sujudnya orang – orang shalih
maka mereka selamat, mereka yang lari dengan
mobilnya tidak selamat, mereka yang lari mencari
tim SAR tidak selamat.
Pertanyaannya adalah: kenapa Allah jadikan
makam sebagai perantara perlindungan-Nya Swt?
kenapa bukan orang yang hidup? kenapa bukan
gunung? kenapa bukan perumahan?
Jawabannya bahwa Allah mengajari
penduduk bumi ini ber-istighatsah pada shalihin.
(Walillahittaufiq)
2. Pernyataan Abdullah bin Baz bahwa memperingati
malam nisfu sya’ban adalah bi’dah
Allah Ta’ala berfirman
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
meniti kesempurnaan iman
11
20. bagimu” Qs. Al Maidah: 3.
”Apakah mereka mempunyai sembahan
– sembahan selain Allah yang mensyari’atkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah”
QS. Asy Syura: 21.
Di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, ‘Aisyah
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda
“Barangsiapa yang mengada - adakan dalam
urusan agama kami maka hal itu akan ditolak
(tidak diterima)”.
Dalam Shahih Muslim dari Jabir radiyallahu
anhum bahwa Nabi Saw bersabda ”Sesungguhnya
sebaik – baik perkataan adalah Al Quran, sebaik
– baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Saw,
sejelek - jelek perkara adalah hal - hal yang diada
– adakan di dalam agama (bid’ah) dan setiap
bid’ah itu adalah sesat”.
Banyak lagi ayat dan hadits lain yang
senada dengan ayat dan hadits diatas yang
secara tegas menunjukkan bahwa Allah telah
menyempurnakan agama dan nikmat-Nya untuk
umat ini dan Rasulullah Saw sebelum wafatnya
telah menyampaikan secara lengkap dan jelas
kepada umat semua apa yang disyari’atkan Allah,
12
meniti kesempurnaan iman
21. baik berupa perkataan maupun amal perbuatan.
Rasulullah Saw juga telah menjelaskan bahwa
apa saja yang diada – adakan oleh orang – orang
yang datang sesudahnya dan mereka nisbatkan
kepada Islam baik berupa perkataan maupun
amal perbuatan, maka semua itu adalah bid’ah
yang ditolak dan tidak diterima, sekalipun diada
– adakan oleh pelakunya atas niat dan tujuan
yang baik.
Hal itu telah diketahui oleh para sahabat dan
para ulama yang datang setelah mereka. Oleh
karena itu, mereka mengingkari segala bentuk
bid’ah dan mengingatkan manusia untuk tidak
terjerumus kedalamnya.
Sebagaimana yang tertera dalam karya –
karya Ibnu Wadhdhah, Thurthusyi, Abu Syamah
dan lainnya, tentang pengagungan Sunnah dan
pengingkaran terhadap bid’ah.
Di antara bid’ah yang diada – adakan oleh
sebagian orang adalah memperingati malam
pertengahan Sya’ban serta mengkhususkan hari
tersebut untuk berpuasa. Padahal, tidak ada satupun
dalil yang dapat dijadikan sebagai landasannya.
meniti kesempurnaan iman
13
22. Memang ada beberapa hadits lemah yang
menjelaskan fadhilahnya namun tidak bisa
dijadikan landasan. Sedangkan hadits – hadits
yang menjelaskan keutamaan shalat di hari itu,
menurut kebanyakan ahli hadits semuanya adalah
hadits palsu.
Berikut ini akan kita paparkan sebagian dari
komentar mereka. Terdapat juga beberapa atsar
dari sebagian salaf dari kalangan penduduk Syam
dan selain mereka.
Telah menjadi kesepakatan jumhur ulama
bahwa memperingati malam tersebut adalah
bid’ah. Hadits – hadits yang menjelaskan
tentang keutamaannya adalah dhaif (lemah)
bahkan sebagiannya adalah palsu, seperti yang
diungkapkan oleh Ibnu Rajab dalam bukunya
“Lathaiful Ma’arif” dan lainnya.
Hadits dha’if baru boleh diamalkan dalam
hal ibadah yang sudah ada dasarnya dari hadits
– hadits yang shahih, sedangkan memperingati
Nishfu Sya’ban tidak ada satupun dasarnya dari
hadits yang shahih sehingga bisa dijadikan alasan
untuk mengamalkan hadits dha’if tersebut.
14
meniti kesempurnaan iman
23. Kaidah ini disebutkan oleh Syaikhul Islam
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah.
Wahai para pembaca, berikut ini saya akan
nukil kepada anda perkataan sebagian ulama tentang
masalah ini, sehingga benar – benar dipahami.
Para ulama telah sepakat bahwa kita wajib
mengembalikan kepada Al Quran dan Sunnah
Rasulullah Saw. Apa yang tertera dalam keduanya
atau salah satunya itulah syari’at yang wajib diikuti
dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya
maka wajib ditolak. Apapun bentuk ibadah yang
tidak tertera dalam keduanya adalah bid’ah yang
tidak boleh diamalkan apalagi menganjurkan orang
lain untuk melakukannya.
Allah berfirman ”Hai orang – orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya
dan Ulil Amri (pemimpin) diantara kamu” QS.
Asy Syura: 10.
“Katakanlah “Jika kamu benar – benar
mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa – dosamu” Qs.
Ali Imran: 31.“Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
meniti kesempurnaan iman
15
24. mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang kamu berikan dan mereka menerima
dengan sepenuhnya” QS. An Nisa: 59.
Banyak lagi ayat – ayat lain yang senada
dengan itu. Ayat – ayat tersebut dengan tegas
menunjukkan akan kewajiban untuk mengembalikan
permasalahan - permasalahan yang diperselisihkan
kepada Al Quran dan Sunnah serta ridha dengan
hukum yang ada pada keduanya.
Dan hal itu merupakan konsekwensi iman
serta kemaslahatan bagi para hamba di dunia dan
akhirat kelak.
Al Hafiz Ibnu Rajab dalam bukunya “Lathaiful
Ma’arif” dalam masalah ini menjelaskan sebagai
berikut “Para tabi’in dari kalangan penduduk
Syam seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Luqman
bin ‘Amir dan lainnya, mereka memuliakan malam
Nisfu Sya’ban dan melakukan ibadah sebanyak
mungkin padanya. Dari merekalah orang – orang
mengambil keutamaan dan kebesaran malam
tersebut. Dan menurut satu pendapat, mereka
menerima beberapa Atsar Israiliyyat.
16
meniti kesempurnaan iman
25. Tatkala hal ini masyhur bersumber dari mereka
di mana – mana, para ulama berselisih pendapat
dalam menanggapinya. Ada yang menerima dan
menyetujui mereka dalam membesarkan malam
tersebut seperti sebagian ahli ibadah dari kalangan
penduduk Bashrah dan selain mereka.
Sedangkan mayoritas ulama Hijaz
mengingkarinya seperti “Atha dan Ibnu Abi
Mulaikah dan Fuqaha (ulama fiqih) Madinah
seperti dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid
bin Aslam. Ini adalah pendapat para pengikut
Imam Malik dan selain mereka, semua mereka
mengatakan bid’ah”.
Para ulama dari Syam sendiri, berselisih
pendapat tentang teknis menghidupkan malam
tersebut.
Pendapat pertama:
Disunnahkan menghidupkan malam tersebut
secara berjama’ah dalam masjid. Khalid bin
Ma’dan, Luqman bin‘ Amir dan lainnya, memakai
pakaian yang terbagus pada malam tersebut,
memakai harum – haruman dan bercelak, lalu
mereka beribadah di masjid. Hal ini disetujui pula
oleh Ishak bin Rahawaih, beliau berkata tentang
meniti kesempurnaan iman
17
26. menghidupkannya di masjid secara berjama’ah. Hal
ini tidaklah termasuk “bid’ah”, dinukil darinya
oleh Al Karmani dalam “Al Masaail”.
Pendapat kedua:
Makruh hukumnya berkumpul di masjid pada
malam tersebut, baik untuk shalat, bercerita dan
berdoa. Tetapi tidak makruh bagi seseorang yang
melakukan shalat (beribadah) pada malam itu
dengan sendirian. Ini adalah pendapat Awza’i,
seorang ulama dan ahli fiqih dari Syam. Pendapat
ini Insya Allah lebih dekat kepada kebenaran.
Sedangkan Imam Ahmad, tidak diketahui
komentar beliau secara tegas tentang menghidupkan
malam Nisfu Sya’ban.
Namun dapat ditakhrij dari beliau dua riwayat
berdasarkan dua riwayat pendapat beliau dalam
masalah menghidupkan malam dua hari raya untuk
ibadah. Dalam satu riwayat beliau mengatakan,
tidak mustahab (dianjurkan) menghidupkan malam
tersebut secara berjama’ah karena hal itu tidak
ada sama sekali dinukil dan Nabi Saw juga para
sahabat.
Dalam riwayat lain, beliau mengatakan hal
itu mustahab berdasarkan apa yang dilakukan oleh
18
meniti kesempurnaan iman
27. Abdurrahman bin Yazid bin Aswad dari kalangan
tabi’in. begitu pula halnya dengan menghidupkan
malam Nisfu Sya’ban untuk beribadah, tidak ada
dinukil dari Nabi Saw dan juga para sahabatnya,
hanya saja sekelompok tabi’in dari kalangan ulama
Syam pernah melakukannya.
Demikianlah, secara ringkas perkataan Al
Hafiz Ibnu Rajab dalam masalah tersebut. Secara
tegas beliau mengatakan bahwa tidak ada sama
sekali dinukil dari Nabi Saw dan para sahabatnya
tentang beribadah secara khusus pada malam Nisfu
Sya’ban. Sedangkan pendapat Awza’i tentang
dianjurkannya beribadah pada malam tersebut
secara perorangan dan diikuti oleh Al Hafiz Ibnu
Rajab adalah lemah, karena segala sesuatu yang
tidak ada dalilnya dalam syari’at maka hal itu tidak
boleh dilakukan oleh seorang muslim baik secara
berjama’ah atau sendirian baik secara sembunyi
ataupun terang – terangan, berdasarkan sabda
Nabi Saw “Barangsiapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak berdasarkan perintah kami,
maka amalan itu akan ditolak”. Dan dalil – dalil
umum lainnya yang menunjukkan pengingkaran
terhadap perbuatan bid’ah dan menghindarinya.
meniti kesempurnaan iman
19
28. Imam Abu Bakar Ath Tharthusyi dalam
bukunya “Al Hawadits Wal Bida”, mengatakan
“Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari Zaid bin
Aslam, beliau berkata “Kami tidak mendapatkan
seorang pun diantara guru dan ulama kami, yang
memberikan perhatian khsusus kepada malam Nisfu
Sya’ban. Mereka juga tidak menoleh (berhujjah)
kepada hadits Makhul dan tidak pula melihat
adanya keutamaan khusus beribadah pada malam
tersebut”.
Seseorang mengatakan kepada Ibnu Abi Maikah
bahwa Ziyad An Numairi berkata“Sesungguhnya
pahala beribadah pada malam Nisfu Sya’ban sama
dengan pahala beribadah pada malam “Lailatul
Qadar”. Beliau menjawab “kalaulah aku yang
mendengarnya, kemudian di tanganku ada tongkat,
niscaya aku akan memukulnya. Ziyad terkenal
sebagai seorang ahli bercerita”.
Imam AsySyaukani dalam bukunya
“Al Fawaid Majmu’ah” berkata “Hadits yang
berbunyi “hai Ali, barangsiapa yang melakukan
shalat seratus raka’at pada malam Nisfu Sya’ban,
yang mana pada setiap raka’at dia membaca Al
Fatihah dan Surat Al Ikhlas sebanyak sepuluh kali
20
meniti kesempurnaan iman
29. maka Allah akan memenuhi semua hajatnya”.
Hadits tersebut adalah palsu, dari lafal yang
menerangkan ganjaran pahala bagi pelakunya.
Seorang yang berakal, tidak akan menragukan
kepalsuannya, disamping sanadnya yang majhul
(tidak dikenal).
Hadits ini juga diriwayatkan dari dua jalur
sanad yang lain, tetapi semuanya adalah palsu
dan para rawinya majhul (tidak dikenal)”.
Dalam bukunya “Al Mukhtashar” Imam
Syaukani berkata “Hadits tentang shalat pada
Nisfu Sya’ban adalah bathil. Adapun riwayat
Ibnu Hibban dari Ali “Apabila datang malam
Nisfu Sya’ban, maka lakukanlah qiyamullail dan
berpuasalah pada siangnya, adalah lemah”.
Dalam bukunya “Allaali” Imam Suyuti berkata
“Seratus raka’at pada malam Nisfu Sya’ban
(dengan membaca) Al Ikhlas sepuluh kali”, beserta
banyak lagi keutamaan lainnya yang diriwayatkan
oleh Dilami dan lainnya adalah maudhu’ (palsu),
mayoritas perawinya pada ketiga jalur sanadnya
adalah majhul dan dhaif”. Dia juga berkata “Dua
belas raka’at dan empat belas raka’at dengan
(membaca surat) Al Ikhlas tiga puluh kali (pada
meniti kesempurnaan iman
21
30. setiap raka’at) adalah maudhu’ (palsu)”.
Sebagian ahli fiqih, seperti pengarang buku
“Ihya Ulumuddin”, begitu juga sebagian ahli tafsir
terkecoh dan berpegang dengan hadits tersebut.
Hadits tentang melakukan shalat pada malam
Nisfu Sya’ban telah diriwayatkan melalui beberapa
jalur sanad yang berbeda – beda. Namun semuanya
adalah bathil dan maudhu’.
Ini tidak bertantangan dengan riwayat Tirmidzi
dari hadits ‘Aisyah yang menjelaskan perginya
Rasulullah Saw ke Baqi’ dan turunnya Tuhan pada
Nisfu Sya’ban ke langit dunia, mengampunkan
dosa – dosa manusia sekalipun lebih banyak dari
bulu – bulu domba nabi Kalb. Karena pembicaraan
disini adalah tentang shalat yang dibuat – buat
pada malam tersebut.
Disamping itu, sanad hadits ‘Aisyah itu lemah
dan terputus, begitu juga hadits Ali diatas yang
menganjurkan qiyamullail pada malam itu. Ini tidak
menafikan kedudukan shalat ini sebagai yang diada
– adakan, di samping lemahnya hadits tersebut,
sebagaimana yang telah kita uraikan.
Al Hafizh Al ‘Iraqi berkata “Hadits tentang
shalat malam Nishfu Sya’ban adalah maudhu’ dan
22
meniti kesempurnaan iman
31. bohong terhadap Rasulullah Saw”.
Imam Nawawi dalam bukunya “Al Majmu”
berkata “Shalat yang dikenal dengan shalat
Raghaib, yaitu dua belas raka’at antara Maghrib
dan Isya pada malam Jum’at yang pertama dari
bulan Rajab, begitu juga shalat malam Nishfu
Sya’ban seratus raka’at, kedua–duanya disebutkan
dalam buku “Quutul Quluub” dan buku “Ihya
Ulumuddin”, dan karena adanya hadits yang
menjelaskan keduanya. Karena semua itu adalah
bathil. Dan juga jangan terpedaya dengan beberapa
ulama yang menulis tentang dianjurkannya kedua
macam shalat tersebut, karena mereka dalam hal
ini adalah shalat”.
Syaikh Imam Abu Muhammad Abdurrahman
bin Ismail Al Maqdisi telah menulis sebuah buku
yang sangat berharga dan bagus sekali tentang
kebathilan kedua macam shalat tersebut.
Perkataan ulama dalam masalah ini banyak
sekali dan akan sangat panjang lebar kalau kita
menukil seluruhnya. Semoga apa yang telah kita
paparkan, bisa memuaskan para pembaca.
Dari ayat – ayat, hadits – hadits dan perkataan
ulama diatas, jelaslah bagi siapa saja menginginkan
meniti kesempurnaan iman
23
32. kebenaran bahwa memperingati dan menghidupkan
malam Nisfu Sya’ban dengan shalat dan ibadah
lainnya serta mengkhususkan siangnya dengan
puasa adalah bid’ah yang munkar menurut pendapat
kebanyakan ulama, dan tidak ada dasarnya sama
sekali dalam syari’at.
Bahkan ia merupakan hal yang diada – adakan
dalam Islam setelah masa para sahabat. Dan
cukuplah bagi siapa saja menginginkan yang haq
dalam masalah ini, firman Allah “Pada hari ini
telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku dan telah
Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” Qs.
Al Maidah: 3.
Dan ayat – ayat lain yang semakna dengannya,
begitu pula sabda Rasulullah Saw “Barangsiapa
yang mengada – adakan dalam urusan agama kami
tanpa ada dasarnya, maka hal itu akan ditolak
(tidak diterima)”. Dan hadits – hadits lain yang
senada dengannya.
Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah
radiyallahu anhum, Rasulullah Saw bersabda
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam
Jum’at daripada malam – malam lainnya dengan
24
meniti kesempurnaan iman
33. shalat dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan
siang harinya dengan puasa kecuali kalau itu
adalah puasa yang telah dibiasakan oleh salah
seorang kamu”.
Seandainya boleh kita mengkhus uskan
suatu malam untuk ibadah tertentu, tentu malam
Jum’at lebih patut untuk hal itu daripada malam
lainnya karena Jum’at adalah hari yang paling
baik daripada hari – hari yang ada.
Berdasarkan beberapa hadits yang shahih
dari Rasulullah Saw. Kalau Rasulullah Saw telah
melarang kita untuk mengkhususkan malamnya
dengan ibadah, tentu mengkhususkan malam
– malam yang lain dengan ibadah tertentu akan
lebih terlarang lagi.
Maka tidak boleh mengkhususkan malam
tertentu dengan ibadah tertentu kecuali berdasarkan
hadits shahih yang menunjukkan pengkhususan
tersebut.
Seperti malam Lailatul Qadar dan malam
– malam Ramadhan, tatkala disyari’atkan untuk
menghidupkan dan memperbanyak ibadah padanya
maka Rasulullah Saw mengingatkan bahkan
menghasung umat untuk melakukan qiyamullail
meniti kesempurnaan iman
25
34. di malam – malam tersebut. Dan beliau sendiri
melakukannya, sebagaimana yang tertera dalam
Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Saw
bersabda:“Barangsiapa yang melakukan qiyam
pada (malam – malam) Ramadhan dengan penuh
rasa aman dan harapan (pahala), niscaya Allah
akan mengampunkan dosa – dosanya yang telah
lalu. Barangsiapa yang melakukan qiyam pada
malam lailatul qadar dengan penuh rasa iman
dan harapan (pahala), niscaya Allah akan
mengampunkan dosa – dosanya yang telah lalu”.
Seandainya disyari’atkan untuk mengkhususkan
ibadah tertentu pada malam Nisfu Sya’ban atau
malam Jum’at yang pertama dari bulan Rajab atau
malam Isra’ dan Mi’raj maka pasti Rasulullah
Saw menghasung umat untuk melakukannya dan
Beliau sendiri akan mengamalkannya.
Dan kalau hal itu ada terjadi, niscaya para
sahabat menukilnya kepada umat dan mereka pasti
tidak akan menyembunyikannya karena mereka
adalah sebaik – baik pemberi nasehat setelah
para Nabi. Semoga Allah meridhai para sahabat
Rasulullah Saw.
26
meniti kesempurnaan iman
35. Di atas telah anda ketahui bahwa tidak ada
satupun nukilan yang shahih dari Rasulullah
Saw dan para sahabat dari Rasulullah Saw dan
para sahabat tentang keutamaan malam Jum’at
pertama dari bulan Rajab, begitu pula malam
Nisfu Sya’ban.
Maka memperingati keduanya merupakan
perbuatan bid’ah yang munkar. Begitu pula dengan
malam kedua puluh tujuh Rajab, yang diyakini
sebagian orang sebagai malam Isra’ dan Mi’raj.
Tidak boleh mengkhususkannya dengan ibadah
tertentu, begitu pula merayakannya berdasarkan
dalil – dalil diatas. Ini kalau benar terjadi pada
malam tersebut, padahal menurut pendapat ulama
yang benar bahwa malam Isra’ dan Mi’raj itu tidak
diketahui. Adapun pendapat yang mengatakan
terjadinya pada malam kedua puluh tujuh Rajab
adalah bathil. Tidak ada hadits shahih yang
mendasarinya. Benarlah apa yang dikatakan
seorang ulama pujangga.
“Sebaik - baik perkara adalah yang dilakukan
berdasarkan petunjuk, sedangkan sejelek - jelek
perkara (dalam agama) adalah perbuatan bid’ah
yang diada – adakan”.
meniti kesempurnaan iman
27
36. Ta n g g a p a n H a b i b M u n z i r A l M u s a w a
mengenai pengingkaran atas malam Nisfu
Sya’ban :
Mengenai doa dimalam Nisfu Sya’ban adalah
sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits - hadits
berikut:
Sabda Rasulullah Saw “Allah mengawasi dan
memandang hamba - hambaNya di malam nisfu
sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka
semuanya kecuali musyrik dan orang yang pemarah
pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban hadits
No.5755).
Berkata Aisyah ra:
“Di suatu malam aku kehilangan Rasul saw,
dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan
Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit,
seraya bersabda: “Sungguh Allah turun ke langit
bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni
dosa dosa hamba-Nya sebanyak lebih dari jumlah
bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad
hadits No.24825).
Berkata Imam Syafii rahimahullah “Doa
mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam
28
meniti kesempurnaan iman
37. Jum’at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam
pertama bulan Rajab, dan malam Nisfu Sya’ban”
(Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).
Dengan fatwa ini maka kita memperbanyak
doa di malam itu, jelas pula bahwa doa tak bisa
dilarang kapanpun dan dimanapun, bila mereka
melarang doa maka hendaknya mereka menunjukkan
dalilnya?,
Bila mereka meminta riwayat cara berdoa,
maka alangkah bodohnya mereka tak memahami
caranya doa, karena caranya adalah meminta
kepada Allah.
Pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan
mungkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah
saw “Sungguh sebesar - besarnya dosa muslimin
dengan muslim lainnya adalah pertanyaan yang
membuat hal yang halal dilakukan menjadi haram,
karena sebab pertanyaannya”(Shahih Muslim).
1.Waktunya adalah 14 Sya’ban malam 15
Sya’ban
2.Yang paling pokok adalah berdoa, karena
memang ada pendapat para Mufassirin
bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah malam
ditentukannya banyak takdir kita, walaupun
meniti kesempurnaan iman
29
38. pendapat yang lebih kuat adalah pada malam
lailatul qadar.
Namun bukan berarti pendapat yang pertama
ini batil, karena diakui oleh para muhadditsin, bisa
saja saya cantumkan seluruh fatwa mereka akan
malam Nisfu Sya’ban beserta bahasa arabnya,
namun saya kira tak perlulah kita memperpanjang
masalah ini pada orang yang dangkal pemahaman
syariahnya.
Para ulama kita menyarankan untuk membaca
surat Yaasiin 3x, itu pula haram seseorang
mengingkarinya, kenapa dilarang? apa dalilnya
seseorang membaca surat Alqur’an? melarangnya
adalah haram secara mutlak.
Sebagaimana Imam Masjid Quba yang selalu
menyertakan surat Al Ikhlas bila ia menjadi
Imam, selalu ia membaca surat Al Ikhlas di setiap
rakaatnya setelah surat AlFatihah, ia membaca
AlFatihah, lalu Al Ikhlas, baru surat lainnya.
Demikian setiap rakaat ia lakukan, dan
demikian pada setiap shalatnya, bukankah ini
kebiasaan yang tak diajarkan oleh Rasul saw?
bukankah ini menambah nambahi bacaan dalam
shalat?
30
meniti kesempurnaan iman
39. Maka makmumnya berdatangan pada Rasul
saw seraya mengadukannya, maka Rasul saw
memanggilnya dan bertanya mengapa ia berbuat
demikian, dan orang itu menjawab “Inniy
Uhibbuhaa (aku mencintainya)”, yaitu ia mencintai
surat Al Ikhlas, hingga selalu menggandengkan
Al Ikhlas dengan Al Fatihah dalam setiap rakaat
dalam shalatnya.
Apa jawaban Rasul Saw?, beliau bersabda
“Hubbuka iyyahaa adkhalakal Jannah (cintamu
pada surat Al Ikhlas itulah yang akan membuatmu
masuk sorga)” hadits ini dua kali diriwayatkan
dalam Shahih Bukhari.
Dan Shahih Bukhari adalah kitab hadits yang
terkuat dari seluruh kitab hadits lainnya untuk
dijadikan dalil.
Akan jelaslah Rasul saw tidak melarang berupa
ide – ide baru yang datang dari iman, selama tidak
merubah syariah yang telah ada, apalagi hal itu
merupakan kebaikan.
Dan doa Nisfu Sya’ban adalah mulia, apa
yang diminta? panjang umur dalam taat pada
Allah, diampuni dosa - dosa, diwafatkan dalam
husnul khatimah.
meniti kesempurnaan iman
31
40. Salahkah doa seperti ini? akankah perkumpulan
seperti ini dibubarkan dan ditentang?
Tunjukkan pada saya satu hadits shahih atau
dhoif yang melarang doa di malam Nisfu Sya’ban?
tidak ada!!.
Beramal dengan hadits dhoif adalah boleh,
bukan dijadikan dalil hukum syariah, bukan
dijadikan dalil hukum fardhu atau hukum jinayat
atau hukum syariah lainnya.Mereka tak bisa
membedakan antara amal ibadah mustahab dengan
hukum fardhu dan syara.
Nisfu Sya’ban tak ada perayaan, siapa pula
yang merayakannya? cuma wahabi (gelar bagi
penganut faham Ibn Abdul Wahhab, sebagaimana
pengikut madzhab Imam Malik disebut Malikiy,
pengikut Imam Syafi’i disebut Syafi’iy) saja yang
menuduhnya, kalau untuk kelompok mereka tidak
ada istilah bid’ah dan musyrik, walau pakai pesta
dan memajang foto – fotonya di masjid dan dimana
- mana. Itu sih tidak mengapa, juga hari ulang tahun
kelompoknya, buat pesta besar - besaran dengan
menggelar panggung artis dan musik, itu sih tidak
mengapa tapi Nisfu Sya’ban bid’ah.
32
meniti kesempurnaan iman
41. Mengenai fatwa Ibn Baz yang menentang
malma Nisfu Sya’ban, tentunya Imam Syafii lebih
mulia dari seribu orang semacam pengingkar
tersebut, karena Imam Syafii sudah menjadi Imam
sebelum Imam Bukhari lahir, dan ia adalah guru
dari Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam
Ahmad bin Hanbal itu hafal 1.000.000 hadits
dengan sanad dan matannya.
Dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“20 tahun aku berdoa setiap malam untuk Imam
syafii, dan Imam Syafii adalah Imam besar yang
ratusan para Imam mengikuti madzhabnya”.
Mengenai Imam Ghazali beliau adalah Hujjatul
Islam, telah hafal lebih dari 300.000 hadits dengan
sanad dan hukum matannya, dan bukunya Ihya
diakui oleh banyak para Fuqaha dan Huffadh.
Beda dengan para wahabi yang diakui sebagai
imam padahal mereka tak satupun sampai ke derajat
Al Hafidh (hafal 100.000 hadits dengan sanad dan
hukum matannya), tapi fatwanya menghukumi
hadits - hadits seakan mereka itu para Nabi, dan
ulama lain adalah bodoh.
meniti kesempurnaan iman
33
42. 3. Pernyataan Abdullah bin Baaz mengenai larangan
membuat bangunan ataupun membangun masjid
diatas kuburan.
Seseorang bertanya “Di kalangan kami ada
di antara pemuka – pemuka sufi yang kerjanya
membuat kubah dan bangunan diatas kuburan.
Orang – orang meyakini keshalihan dan keberkahan
pada mereka.
Kalau hal ini tidak disyaria’atkan maka tolong
mereka dinasehati karena mereka adalah panutan
di tengah – tengah masyarakat. Terima kasih,
semoga Allah memberkahi”.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menjawab:
Nasehat saya kepada para ulama sufi dan
ulama lainnya, hendaklah mereka berpegang
teguh kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah
Saw dan mengajarkannya kepada manusia dan
tidak mengikuti amalan generasi sebelumnya yang
bertentangan dengan kedua sumber tersebut. Agama
ini tidak berdasarkan taklid buta kepada syekh
dan selain mereka tetapi agama ini berdasarkan
kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah,
34
meniti kesempurnaan iman
43. Rasulullah Saw bersabda:
“Allah telah melaknat kamu Yahudi dan
Nashrani karena mereka menjadikan kuburan para
Nabi mereka sebagai masjid”. ‘Aisyah berkata:
“Rasulullah Saw (dalam hadits ini) memperingatkan
agar mengindari perbuatan mereka”.
Dan diriwayatkan dari Ummu Salamah dan
Ummu Habibah bahwa mereka menceritakan
kepada Rasulullah Saw perihal gereja berikut
lukisan – lukisan yang ada didalamnya yang pernah
mereka lihat di Habasyah, kemudian Rasulullah
Saw bersabda :“Mereka itu apabila salah seorang
yang shaleh diantara mereka meninggal, mereka
bangun diatas kuburnya sebuah masjid dan mereka
buat lukisan – lukisan tadi, mereka itulah sejelek
– jelek makhluk di sisi Allah” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Ummu Habibah bahwa mereka menceritakan
kepada Rasulullah Saw perihal gereja berikut
lukisan – lukisan yang ada didalamnya yang
pernah mereka lihat di Habasyah, kemudian
Rasulullah Saw bersabda Rasulullah Saw telah
mengkhabarkan bahwa orang yang membangun
masjid diatas kuburan itu adalah sejelek – jelek
meniti kesempurnaan iman
35
44. makhluk. Demikian pula yang membuat lukisan si
mayit di atas kuburannya karena hal itu merupakan
faktor pemicu perbuatan syirik.
Karena masyarakat ketika melihat ada masjid
dan kubah – kubah diatas kuburan, otomatis
mereka akan mengkultuskan dan mengagung
– agungkan akan mayit (yang dikubur di bawah
masjid tersebut) meminta pertolongan kepadanya,
bernadzar untuknya dan berdoa serta mohon bantuan
kepadanya. Ini merupakan syirik akbar.
Dalam hadits, Jundub bin Abdillah Al Bajali
radiyallahu anhum yang diriwayatkan oleh Muslim
dalam Shahihnya, Rasulullah Saw bersabda
“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai
kekasih-Nya sebagaimana Dia telah menjadikan
Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku
boleh menjadikan salah seorang umatku sebagai
kekasihku, niscaya aku jadikan Abu Bakar sebagai
kekasihku. Ingat! Sesungguhnya orang – orang
yang sebelum kamu menjadikan kuburan para Nabi
dan orang – orang yang shaleh diantara mereka
sebagai masjid. Ingat! Janganlah kamu menjadikan
kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku
melarang kamu sekalian dari hal demikian”.
36
meniti kesempurnaan iman
45. Hadits ini menunjukkkan keistimewaan
Abu Bakar AshShiddiq, beliau adalah sahabat
yang paling mulia dan baik sehingga kalaulah
dibolehkan, Rasulullah Saw mengambil seorang
khalil (kekasih), niscaya dia akan mengambil Abu
Bakar sebagai khalilnya.
Tetapi Allah melarangnya dari demikian agar
cintanya hanya semata – mata tertuju kepada Allah
karena khalil itu adalah tingkatan cinta dan kasih
yang paling tinggi.
Hadist ini juga menunjukkan haramnya
membangun dan membuat masjid di atas kuburan
serta mencela orang yang melakukannya dalam
tiga redaksi larangan:
Pertama Mencela orang yang melakukannya
Kedua Sabda beliau “Maka janganlah kamu
menjadikan kuburan sebagai masjid”
Ketiga Sabda beliau “Sesungguhnya aku melarang
kamu sekalian berbuat demikian”
Rasulullah Saw melarang membangun diatas
kuburan dengan tiga bentuk larangan tersebut yaitu
sabda beliau “Sesungguhnya orang–orang yang
sebelum kamu menjadikan kuburan para Nabi
dan orang–orang yang shaleh diantara mereka
meniti kesempurnaan iman
37
46. sebagai masjid”, kemudian beliau bersabda “Ingat!
Janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai
masjid”.
Artinya janganlah kamu mencontoh mereka,
sesungguhnya aku melarang kamu sekalian dari
berbuat demikian. Ini merupakan larangan tegas
membangun diatas kuburan dan menjadikannya
sebagai masjid.
Hikmah dari larangan tersebut sebagaimana
dijelaskan oleh para ulama agar hal itu tidak
menjadi jalan yang akan membuat seseorang
terjebak ke perbuatan syirik akbar, seperti
menyembah kepada para penghuni kubur, berdoa,
bernadzar, beristighatsah, berkorban, memohon
bantuan dan pertolongan kepada mereka yang
telah mati, sebagaimana yang terjadi pada kuburan
Badaawi, Hissi, Siti Nafisah, Zainab dan kuburan
lainnya di Mesir.
Begitu juga yang terjadi pada banyak kuburan
yang ada di Sudan dan negara–negara Islam
lainnya.
Dan hal ini juga terjadi pada kuburan Nabi yang
ada di Madinah, kuburan Baqi’, kuburan Khadijah
dan kuburan lainnya seperti yang dilakukan oleh
38
meniti kesempurnaan iman
47. sebagian jamaah haji yang jahil. Maka mereka itu
butuh sekali kepada bimbingan dan arahan yang
benar dari para ulama.
Dan mereka itu, baik itu ulama sufi dan ulama
syari’ah secara umum wajib takut kepada Allah
dan menasehati manusia dan mengajarkan agama
kepada mereka serta mengingatkan agar mereka
tidak membangun diatas kubur, atau membuat
masjid atau kubah diatasnya serta bangunan bangunan lainnya.
Ta n g g a p a n H a b i b M u n z i r A l M u s a w a
mengenai larangan membuat bangunan ataupun
membangun masjid di atas kuburan:
Rasul saw shalat ghaib di pekuburan umum,
Rasul saw shalat jenazah (shalat ghaib) menghadap
kuburan setelah dimakamkan di sebuah pemakaman,
lalu bermakmum dibelakang beliau shaf para
sahabat, beliau saw bertakbir dengan 4 takbir
(Shahih Muslim hadits No.954).
Nabi saw shalat (shalat gaib) diatas kuburan
(shahih Muslim hadits No.955).
meniti kesempurnaan iman
39
48. Telah wafat seseorang yang biasa berkhidmat
menyapu masjid, maka Rasul saw bertanya
tentangnya dan para sahabat berkata bahwa ia
telah wafat, maka Rasul saw bersabda:
“Apakah kalian tak memberitahuku??” maka
para sahabat seakan tak terlalu menganggap
penting, mengabarkannya, maka Rasul saw berkata:
“Tunjukkan padaku kuburnya!”, maka Rasul saw
mendatangi kuburnya lalu menyalatkannya, seraya
bersabda:
“Sungguh penduduk pekuburan ini penuh
dengan kegelapan, dan Allah menerangi mereka
dengan shalatku atas mereka” (Shahih Muslim
hadits No.956), hadits semakna pada Shahih
Bukhari hadits no.1258).
Kita akan lihat ucapan para Imam :
1. Berkata Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal,
yaitu Imam Syafii rahimahullah: “Makruh
memuliakan seseorang hingga menjadikan
makamnya sebagai masjid, (*Imam syafii
tidak mengharamkan memuliakan seseorang
hingga membangun kuburnya menjadi masjid,
namun beliau mengatakannya makruh), karena
ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas
40
meniti kesempurnaan iman
49. orang lain, dan hal yang tak diperbolehkan
adalah membangun masjid diatas makam
setelah jenazah dikuburkan, Namun bila
membangun masjid lalu membuat didekatnya
makam untuk pewakafnya maka tidak ada
larangannya”. Demikian ucapan Imam
Syafii (Faidhul qadir Juz 5 hal.274).
2. Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar
Al Atsqalaniy: “Hadits–hadits larangan ini
adalah larangan shalat dengan menginjak
kuburan dan diatas kuburan, atau berkiblat
ke kubur atau diantara dua kuburan, dan
larangan itu tak mempengaruhi sahnya shalat,
(*maksudnya bilapun shalat diatas makam,
atau mengarah ke makam tanpa pembatas
maka shalatnya tidak batal), sebagaimana
lafadh dari riwayat kitab Asshalaat oleh
Abu Nai’im guru Imam Bukhari, bahwa
ketika Anas ra shalat dihadapan kuburan
maka Umar berkata: Kuburan..kuburan..!,
maka Anas melangkahinya dan meneruskan
shalat dan ini menunjukkan shalatnya sah,
dan tidak batal”. (Fathul Baari Almayshur
juz 1 hal 524).
meniti kesempurnaan iman
41
50. 3. Berkata Imam Ibn Hajar: “Berkata Imam Al
Baidhawiy: ketika orang yahudi dan nasrani
bersujud pada kubur para Nabi mereka
dan berkiblat dan menghadap pada kubur
mereka dan menyembahnya dan mereka
membuat patung–patungnya, maka Rasul saw
melaknat mereka, dan melarang muslimin
berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid
di dekat kuburan orang shalih dengan niat
bertabarruk dengan kedekatan pada mereka
tanpa penyembahan dengan merubah kiblat
kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan
yang dimaksud hadits itu”(Fathul Bari Al
Masyhur Juz 1 hal 525).
Berkata Imam Al Baidhawiy: “Bahwa Kuburan
Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping
Miizab di ka’bah dan di dalam Masjidil Haram)
dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan
larangan shalat di kuburan adalah kuburan yg
sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251).
Kita memahami bahwa Masjidirrasul saw itu
didalamnya terdapat makam beliau saw, Abubakar
ra dan Umar ra, masjid diperluas dan diperluas,
namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan
42
meniti kesempurnaan iman
51. hal yang dibenci dan dilaknat Nabi saw karena
menjadikan kubur beliau saw ditengah – tengah
masjid, maka pastilah ratusan Imam dan Ulama
dimasa itu telah memerintahkan agar perluasan
tidak perlu mencakup rumah Aisyah ra (makam
Rasul saw).
Perluasan adalah di zaman Khalifah Walid
bin Abdulmalik sebagaimana diriwayatkan dalam
Shahih Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik
dibai’at menjadi khalifah pada 4 Syawal tahun 86
Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pada
tahun 96 Hijriyah
Lalu dimana Imam Bukhari? (194 H-256 H),
Imam Muslim? (206 H–261H), Imam Syafii? (150
H–204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H–241
H), Imam Malik? (93 H–179 H), dan ratusan imam
imam lainnya? apakah mereka diam membiarkan
hal yang dibenci dan dilaknat Rasul saw terjadi
di Makam Rasul saw?, lalu Imam - imam yang
hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin
yang bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat
kemungkaran terjadi di Makam Rasul saw??.
Munculkan satu saja dari ucapan mereka yang
mengatakan bahwa perluasan Masjid nabawiy
meniti kesempurnaan iman
43
52. adalah makruh. apalagi haram.
Justru inilah jawabannya, mereka diam karena
hal ini diperbolehkan, bahwa orang yang kelak akan
bersujud menghadap Makam Rasul saw itu tidak
satupun yang berniat menyembah Nabi saw, atau
menyembah Abubakar ra atau Umar bin Khattab
ra, mereka terbatasi dengan tembok, maka hukum
makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah,
yang membuat kubur – kubur itu terpisah dari
masjid, maka ratusan Imam dan Muhadditsin itu
tidak melarang perluasan
masjid Nabawiy bahkan masjidil Haram pun
berkata Imam Baidhawiy bahwa kuburan Nabi
Ismail adalah di Masjidil Haram.
Kesimpulannya larangan membuat masjid
diatas makam adalah menginjaknya dan
menjadikannya terinjak – injak, ini hukumnya
makruh, ada pendapat mengatakannya haram.
4. Pernyataan Abdullah Bin Baz bahwa memperingati
Maulid Nabi Muhammad saw adalah bid’ah.
Segala puji bagi Allah dan semoga shalawat
beriringan salam senantiasa tercurah untuk
44
meniti kesempurnaan iman
53. Rasulullah, keluarga, para sahabatnya dan untuk
seluruh orang yang mengikuti petunjuknya.
Banyak sekali orang yang bertanya tentang
hukum memperingati Maulid Nabi Saw dan berdiri
bersama ketika peringatan berlangsung serta
memberi salam kepada Nabi Saw dan hal lainnya
yang dilakukan orang – orang pada peringatan
tersebut.
Jawabannya: Tidak boleh memperingati hari
maulid Nabi saw dan maulid siapapun, karena hal
itu merupakan bid’ah yang diada – adakan dalam
agama. Rasulullah Saw, Khulafaurrasyidin dan para
Sahabat, begitu pula para tabi’in yang berada pada
kurun terbaik tidak pernah melakukannya.
Padahal mereka adalah orang yang paling
mengerti dengan sunnah dan orang yang paling
sempurna cintanya kepada Rasulullah Saw serta
paling konsisten dalam mengikuti syari’atnya
disbanding dengan orang–orang yang datang
setelah mereka.
Nabi Saw bersabda:“Barangsiapa yang
mengada – adakan dalam urusan agama kami
tanpa dasarnya maka hal itu akan ditolak (tidak
diterima)”.
meniti kesempurnaan iman
45
54. Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku
dan sunnah para Khulafaurrasyidin yang telah
mendapat petunjuk setelahku, berpegang teguhlah
dengannya dan hindarilah oleh kamu sekalian hal–
hal yang diada–adakan dalam agama, sesungguhnya
setiap hal yang diada–adakan itu adalah bid’ah
dan setiap bid’ah itu adalah sesat”.
Dua hadits ini merupakan peringatan yang
keras kepada kita agar tidak mengada – ada bid’ah
dan mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman di dalam Al Quran:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah” (Qs. Al Hasr: 7).
“Maka hendaklah orang – orang yang
menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (Qs. An
Nur: 63).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” (Qs. Al Ahzab: 21).
46
meniti kesempurnaan iman
55. “Orang – orang yang terdahulu lagi yang
pertama – tama (masuk Islam) di antara orang
– orang Muhajirin dan Anshar dan orang – orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga – surga
yang mengalir sungai – sungai di dalamnya,
mereka kekal di dalamnya selama – lamanya. Itulah
kemenangan yang besar”. (Qs. At Taubah: 100).
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu untukmu, dan telah Aku ridha Islam sebagai
agama bagimu” (Qs. Al Maidah: 3). Dan banyak
lagi ayat – ayat lain yang semakna dengan ini.
Dengan mengada – adakan semacam
peringatan maulid, terkesan bahwa Allah Ta’ala
belum menyempurnakan agama untuk umat ini
dan Rasulullah Saw belum menyampaikan semua
yang patut diamalkan oleh mereka maka generasi
terakhir mengada – ada dalam agama sesuatu
yang tidak diizinkan oleh Allah dengan keyakinan
bahwa hal tersebut bisa mnedekatkan mereka
kepada Allah. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini
sangat berbahaya dan merupakan pembangkangan
meniti kesempurnaan iman
47
56. kepada Allah dan Rasul-Nya, karena Allah telah
menyempurnakan agama ini untuk para hambaNya untuk mereka. Begitu pula Rasulullah Saw
telah menyampaikan risalahnya dengan sempurna.
Tidak ada satupun jalan yang membawa umat
ke surga, dan yang menjauhkan mereka dari api
neraka kecuali Rasulullah Saw telah terangkan
kepada mereka.
Di dalam hadits yang shahih dari Abdullah
bin Amr radiyallahu anhum, Rasulullah Saw
bersabda:
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi
melainkan diwajibkan atasnya agar menunjukkan
umatnya kepada semua kebaikan yang diketahuinya
untuk mereka dan mengingatkan mereka (agar
menghindari) semua keburukan yang diketahuinya
bagi mereka” (HR. Muslim).
Telah dimaklumi bahwa Nabi kita Muhammad
Saw adalah Nabi terakhir dan yang paling mulia
serta Nabi yang paling sempurna nasehat dan
risalahnya.
Jikalau peringatan maulid ini termasuk ajaran
agama yang diridhai Allah Swt maka Rasulullah
Saw pasti menyampaikannya kepada umat atau
48
meniti kesempurnaan iman
57. melakukannya semasa hidupnya atau dilakukan
oleh para sahabat. Namun tidak ada satupun hal
tersebut yang terjadi. Ini berarti dalam ajaran
Islam dan merupakan hal yang diada – adakan
yang mana Rasulullah Saw telah mengingatkan
umat agar menghindarinya, sebagaimana telah
disebutkan pada dua hadits yang lalu dan hadits
– hadits lain yang semakna dengan itu, seperti
sabda Rasulullah Saw ketika khutbah Jum’at.
“Selanjutnya: Sesungguhnya sebaik – baik
perkataan adalah Al Quran, sebaik – baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad Saw, sejelek – jelek
perkara adalah hal – hal yang diada – adakan di
dalam agama (bid’ah), setiap bid’ah itu adalah
sesat” (HR. Muslim).
Sejumlah ulama secara tegas mengingkari dan
melarang peringatan maulid, berdasarkan kepada
dalil – dalil di atas dan dalil – dalil lainnya.
Sebagian ulama dari kalangan mutaakhirin
membolehkannya selama tidak mengandung hal
– hal yang munkar, seperti berlebihan dalam pujian
– pujian kepada Rasulullah, campur baur antara
laki – laki dan wanita, menggunakan alat – alat
musik dan hal – hal lain yang tidak dibolehkan
meniti kesempurnaan iman
49
58. oleh syara’. Mereka menganggap hal itu merupakan
bid’ah hasanah.
Padahal dalam kaidah syari’ah dikatakan
bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan manusia
wajib dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah,
Allah berfirman:“Hai orang–orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil
amri (pemimpin) diantara kamu, kemudian jika
kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (Sunnah) jika kamu benar–benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
(QS. An Nisa: 59).
Dan kita telah kembalikan masalah peringatan
maulid ini kepada Al Quran dan kita dapatkan
di dalamnya bahwa Allah memerintahkan kita
semua untuk mengikuti seluruh yang dibawa
oleh Rasulullah Saw dan mengingatkan kita agar
menjauhi semua yang dilarangnya. Al Quran juga
memberitakan kepada kita bahwa Allah Ta’ala telah
menyempurnakan agama untuk umat ini, sedangkan
peringatan maulid tidak termasuk dalam apa yang
dibawa oleh Rasulullah saw. Ini berarti ia tidak
50
meniti kesempurnaan iman
59. termasuk ajaran agama yang telah disempurnakan
Allah bagi kita dan Allah telah memerintahkan kita
semua untuk mengikuti Rasulullah Saw.
Kita juga telah kembalikan permasalahan
ini kepada Rasulullah Saw, kemudian kita tidak
mendapatkan bahwa beliau pernah melakukan atau
memerintahkannya.
Begitu pula para sahabat, mereka juga tidak
pernah mengamalkannya.
Dengan demikian kita ketahui bahwa ia
tidaklah termasuk ajaran agama kita tetapi hal
itu meruapkan bid’ah yang diada – adakan dan
mencontoh kaum Yahudi dan Nashrani dalam
perayaan – perayaan mereka.
Maka jelaslah bagi siapa saja yang
menginginkan yang haq bahwa perayaan maulid
bukanlah bagian dari ajaran Islam tetapi ia adalah
bid’ah yang dibuat – buat, yang mana Allah
dan Rasul-Nya telah memerintahkan kita untuk
meninggalkan dan menghindarinya.
Tidaklah patut bagi seseorang yang berakal,
tergiur dengan banyaknya orang yang melakukan hal
tersebut di berbagai belahan dunia. Sesungguhnya
ukuran kebenaran itu, bukanlah pada banyaknya
meniti kesempurnaan iman
51
60. j u m l a h o r a n g y a n g m e l a k u k a n n y a . Te t a p i ,
ukurannya adalah dalil – dalil syara’, sebagaimana
Allah berfirman tentang orang – orang Yahudi
dan Nashrani.
“Dan mereka (Yahudi dan Nashrani) berkata
“Sekali – kali tidak akan masuk surga kecuali orang
– orang (yang beragama) Yahudi dan Nashrani,
demikian itu hanya angan – angan mereka yang
kosong belaka”. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang–orang yang
benar” (QS. Al Baqarah: 111).
Allah berfirman: “Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang – orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah” (Qs. Al An’am: 116).
Di samping perayaan maulid tersebut adalah
bid’ah, biasanya ketika acara berlangsung banyak
mengandung kemunkaran lain, seperti campur baur
laki – laki dan wanita, nyanyian dan alat – alat
musik, minuman yang memabukkan, narkotika dan
lain sebagainya. Bahkan terjadi juga hal yang lebih
parah dari itu semua yaitu syirik akbar dengan
menunjukkan sikap yang berlebihan terhadap
Rasulullah Saw atau selainnya seperti para wali
52
meniti kesempurnaan iman
61. serta berdoa memohon pertolongan dan bantuan
kepadanya dan meyakini bahwa dia mengetahui
hal yang ghaib dan berbagai bentuk kekufuran
lainnya yang dicontoh oleh kebanyakan orang yang
menghadiri perayaan maulid Nabi Saw tersebut
dari orang – orang yang mereka sebut sebagai
wali – wali.
Di dalam hadits yang shahih Rasulullah Saw
bersabda:
“Hindarilah oleh kamu sekalian bersikap
ghuluw (berlebihan) dalam agama. Sesungguhnya
sikap ghuluw dalam agama itulah yang telah
menyebabkan hancurnya orang – orang yang
sebelum kamu”.
Dan Rasulullah Saw bersabda :
“Janganlah kamu sekalian berlebih – lebihan
dalam memujiku sebagaimana orang – orang
Nashrani berlebihan dalam memuji (Isa) putra
Maryam, maka ucapkanlah: Hamba Allah dan
Rasul-Nya”. (HR. Bukhari dari Umar radiyallahu
anhum).
Merupakan suatu hal yang aneh dan
mengherankan bahwa banyak diantara manusia
yang rajin dan bersemangat dalam menghadiri
meniti kesempurnaan iman
53
62. perayaan – perayaan bid’ah tersebut. Bahkan
mereka membela dan mempertahankannya tapi
disisi lain mereka meninggalkan hal – hal yang
secara jelas diwajibkan Allah kepada mereka,
seperti menghadiri shalat Jum’at dan shalat
berjama’ah. Mereka tidak mengindahkannya dan
tidak menganggap bahwa mereka dengan demikian
telah berbuat kemunkaran yang besar.
Ini jelas sekali, disebabkan oleh kelemahan
iman serta minimnya pemahaman dan pengetahuan
terhadap agama, disamping hati yang kotor yang
telah dibalut oleh berbagai macam jenis dosa
dan maksiat. Hanya kepada Allah kita memohon,
keselamatan untuk kita dan seluruh kamu muslimin
di dunia dan akhirat.
Di antara hal yang aneh juga bahwa sebagian
mereka meyakini bahwa Rasulullah Saw hadir
bersama mereka dalam acara maulid tersebut.
Oleh karena itu mereka secara bersama
– sama berdiri untuk menyambut dan memberi
penghormatan kepada beliau. Ini merupakan
kebathilan dan kebodohan yang nyata karena
Rasulullah Saw tidak akan keluar dari kuburnya
sebelum hari kiamat dan selama itu beliau tidak
54
meniti kesempurnaan iman
63. akan berhubungan dengan siapapun dan tidak akan
hadir dalam pertemuan – pertemuan mereka. Akan
tetapi beliau akan tetap tinggal di kuburnya sampai
hari kiamat sedangkan ruh beliau berada di tempat
tertinggi di sisi Allah di tempat yang mulia.
Allah berfirman: “Kemudian kamu sekalian
setelah itu benar – benar akan mati, kemudian
sesungguhnya kamu sekalian pada hari kiamat akan
dibangkitkan (dari kuburmu)” (QS. Al Mukminun:
15-16).
Rasulullah Saw bersabda: “Aku adalah orang
pertama yang akan dibangkitkan dari kubur pada
hari kiamat dan aku adalah orang pertama yang
memberi syafa’at dan yang diizinkan memberi
syafa’at”.
Ayat dan hadits diatas, begitu pula ayat – ayat
dan hadits – hadits lain yang semakna dengannya
menunjukkan bahwa Nabi Saw and orang – orang
yang meninggal dunia lainnya akan dibangkitkan
dari kubur – kubur mereka pada hari kiamat.
Ini telah merupakan Ijma’ (kesepakatan) para
ulama.
Maka setiap muslim harus hati–hati dalam hal
ini, jangan sampai terjerumus kepada bid’ah bid’ah
meniti kesempurnaan iman
55
64. dan khurafat yang sengaja diada – adakan oleh
orang – orang jahil dan yang sejenis dengan mereka.
Hanya Allah tempat kita memohon pertolongan,
hanya kepada-Nya kita berserah diri dan tidak ada
daya dan upaya kecuali dengan izin-Nya.
Adapun mengucapkan shalawat dan salam
kepada Rasulullah saw adalah termasuk ibadah
dan amal shaleh yang paling afdhal (utama),
sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat – malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang–orang
yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi
dan ucapkanlah salam kepadanya” (QS. Al Ahzab:
56).
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang
bershalawat kepadaku dengan satu shalawat
maka Allah akan bershalawat (memberi Rahmat)
kepadanya dengan sepuluh kali lipat”.
Shalawat tersebut disyari’atkan di setiap
waktu, terutama penghujung shalat. Bahkan
menurut sejumlah ulama.
Hukumnya adalah wajib pada tasyahhud akhir
dalam setiap shalat, dan sunah muakkad pada
beberapa waktu, diantaranya adalah setelah adzan,
56
meniti kesempurnaan iman
65. ketika disebut nama Nabi Saw, pada hari Jum’at
dan malamnya sebagaimana yang tertera dalam
banyak hadits yang shahih.
Semoga Allah memberi taufiq kepada kita
dan seluruh kamu muslimin untuk memahami dan
mendalami Islam, serta konsisten dengannya dan
menganugerahkan kepada kita semua kekuatan
untuk tetap berpegang teguh kepada sunnah dan
menjauhi bid’ah. Sesungguhnya Allah Maha
Pemurah dan Mulia.
Semoga shalawat dan salam senantiasa
tercurah untuk Nabi kita Muhammad, keluarga
dan para sahabatnya.
Ta n g g a p a n H a b i b M u n z i r A l M u s a w a
mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
“Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.
Ketika kita membaca kalimat disamping maka
didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
dan syariah).
meniti kesempurnaan iman
57
66. Sifat manusia cenderung merayakan
sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
•
58
•
•
Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
33).
Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
(untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
(QS. Maryam: 15).
Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
dikhitan (Almustadrak ala shahihain
hadits No.4177)
meniti kesempurnaan iman
67. •
•
•
•
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu Utsman) melihat bintang – bintang
mendekat hingga ia takut berjatuhan
diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
terang – benderang keluar dari Bunda
Nabi saw hingga membuat terang
benderangnya kamar dan rumah (Fathul
Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
Hisyam).
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
Nabi saw melihat cahaya yang terang
– benderang hingga pandangannya
menembus dan melihat istana - istana
Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
hal 583) .
Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
pula 14 buah jendela besar di Istana
meniti kesempurnaan iman
59
68. Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
saw.
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
maulid Nabi saw asal dengan puasa.
Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
60
meniti kesempurnaan iman
69. menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
“Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah dari hari-hari lainnya.
Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
hari kelahiran saya”.
Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
ini termasuk orang yang perhatian pada hari
kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
untuk merayakan kelahirannya.
Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
meniti kesempurnaan iman
61
70. itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin,
maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
karena memang merupakan bermulanya sejarah
bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
“Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
“… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
62
meniti kesempurnaan iman
71. terang benderang, dan langit bercahaya dengan
cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
hadits no.5417).
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
bertanya padanya:
“Bagaimana keadaanmu?” Abu Lahab
menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
431).
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
siksanya atau menguranginya menurut kehendak
Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
meniti kesempurnaan iman
63
72. senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
Imam - imam diatas yang meriwayatkan hal itu
tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
mereka tidak mengingkarinya.
Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
mengatakan:
”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
shahih nya.
Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
64
meniti kesempurnaan iman
73. Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
masjid.
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
Hassan berkata
“Aku sudah baca syair nasyidah disini
dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
No.2485).
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
meniti kesempurnaan iman
65
74. dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
(Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
“Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits
atas perayaan Maulid
1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
rahimahullah:
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
66
meniti kesempurnaan iman
75. ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
saw bertanya maka mereka berkata
“Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
maka bersabda Rasul saw:
“Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
Allah telah memberikan anugerah pada orangorang mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
mereka” (QS. Al Imran: 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
rahimahullah:
Telah jelas padaku bahwa telah muncul
riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
meniti kesempurnaan iman
67
76. (Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
tak mungkin diperbuat dua kali.
Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara, menjamu dengan makanan makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
“Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
rahimahullah (guru Imam Nawawi):
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
68
meniti kesempurnaan iman
77. zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
bitta’rif MaulidisSyariif:
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
menjawab:
“Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
turun mengatakannya di neraka mendapat
keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
meniti kesempurnaan iman
69
78. saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh - sungguh
ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
dengan sebab Anugerah-Nya.
5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
Haadiy:
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
hadits Abu Lahab.
6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
rahimahullah dalam kitab Sirah
Al Halabiyah:
Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
sangat besar”.
70
meniti kesempurnaan iman
79. 7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
saw”.
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
Dengan karangan maulidnya yang terkenal
”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
membacanya serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
sebagai hari besar”.
10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
meniti kesempurnaan iman
71
80. Dengan karangan maulidnya yang bernama
”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
Muhammad bin Abdullah AlJuzri
rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
assyarif”.
12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
Yang karangan kitab maulidnya dikenal
dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
assana”.
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
rahimahullah:
Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
72
meniti kesempurnaan iman
81. 15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
an nabawi”.
16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
AsSyamuhdi:
Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
fi maulid khairil bariyyah”.
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
terkenal dengan nama Ibn Diba’:
Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
alam bi maulid syayidi waladu adam”.
19. Imam Ibrahim Baajuri:
Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
hajar”.
meniti kesempurnaan iman
73
82. 20. Al Allamah Ali Al Qari’:
Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
maulid nabawi”.
21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
AlBarzanji:
Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
Barzanji”.
22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
Al Kattani:
Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
maulid khair al ibad”.
23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
AnNabhaniy:
Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
badi fi maulid as syafii’”.
24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
adnaani”.
74
meniti kesempurnaan iman
83. 25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
maulid muhammadi”.
26. Syihabuddin Al Halwani:
Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
assyarif”.
27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
musthofa”.
29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
khoir al bariah”.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para
Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
meniti kesempurnaan iman
75
84. disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
– jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
atas kedatangan sang pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
kaum Anshar
“Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
untuk Ka’ab bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini
ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
76
meniti kesempurnaan iman
85. bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun ada pula pendapat lain yang melarang
berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
Shahih Muslim juz 12 hal 93).
Namun dari semua pendapat itu, tentulah
berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
hukum dhohir,
meniti kesempurnaan iman
77
86. Semua ucapan diatas adalah perbedaan
pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw.
Jauh berbeda bila kita yang berdiri
penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
saw.
Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh
Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
lalu diantara syair - syair itu merekapun seraya
berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
mereka itu sebagai panutan.
78
meniti kesempurnaan iman
87. Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
hasanah”.
Dan berkata pula Imam Assakhawiy
rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
salam pada Rasul saw, dan puji - pujian pada Allah
dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
meniti kesempurnaan iman
79
88. dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
– jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
(secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
melaksanakan shalat yang wajib.
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
80
meniti kesempurnaan iman
89. untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
Nabi saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
meniti kesempurnaan iman
81
90. Hal semacam ini telah difahami dan
dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
yang awam, namun hanya sebagian saudara–
saudara kita muslimin yang masih bersikeras
untuk menentangnya, semoga Allah memberi
mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
(Walillahittaufiq).
5. Pernyataan Abdullah Bin Baz bahwa perbuatan
Tabarruk (mengambil keberkahan dari bekas
atau tubuh shalihin) adalah syirik.
Termasuk yang dapat merusak tauhid, meminta
berkat (tabarruk) kepada seseorang atau mengusapusap tubuhnya dan mengharapkan berkah daripadanya.
Atau mencari berkat di pohon - pohon, batu - batu
dan lain - lain. Bahkan Ka’bah sendiri tidak boleh
mengusap-usapnya dengan tujuan mencari berkah.
Umar bin Khattab ra ketika mencium Hajarul
Aswad pernah berkata: “Sesungguhnya aku tahu,
bahwa kamu adalah sebuah batu yang tidak dapat
memberi Manfa’at dan Madharat. Kalau bukan karena
82
meniti kesempurnaan iman
91. aku pernah melihat Rasulullah saw menciummu,
niscaya aku tidak akan menciummu”.
Ta n g g a p a n H a b i b M u n z i r A l M u s a w a
mrngenai Tanarruk:
“Tabarruk” atau mengambil keberkahan dari
bekas atau tubuh shalihin. Banyak orang yang keliru
memahami makna hakikat tabarruk dengan Nabi
Muhammad saw, peninggalan - peninggalannya
saw, ahlulbaitnya saw dan para pewarisnya yakni
para ulama, para kyai dan para wali. Karena hakekat
yang belum mereka pahami, mereka berani menilai
kafir (sesat) atau musyrik terhadap mereka yang
bertabarruk pada Nabi saw atau ulama.
Mengenai azimat (Ruqyyat) dengan huruf arab
merupakan suatu hal yang diperbolehkan, selama
itu tidak menduakan Allah swt. Sebagaimana
dijelaskan bahwa azimat dengan tulisan ayat atau
doa disebutkan pada kitab Faidhulqadir Juz 3 hal
192, dan Tafsir Imam Qurtubi Juz 10 hal.316/317,
dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin
mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena
itu semata mata adalah bertabarruk (mengambil
meniti kesempurnaan iman
83
92. berkah) dari ayat ayat Alqur’an.
Mengenai benda - benda keramat, maka ini
perlu penjelasan yang sejelas - jelasnya, bahwa
benda – benda keramat itu tak bisa membawa
manfaat atau mudharrat, namun mungkin saja
digunakan Tabarrukan (mengambil berkah) dari
pemiliknya dahulu, misalnya ia seorang yang
shalih, maka sebagaimana diriwayatkan.
• Para sahabat seakan-akan hampir saling bunuh
saat berdesakan berebutan air bekas wudhunya
Rasulullah saw (Shahih Bukhari Hadits No.
186),
• Allah swt menjelaskan bahwa ketika Ya’qub
as dalam keadaan buta, lalu dilemparkanlah
ke wajahnya pakaian Yusuf as, maka ia pun
melihat, sebagaimana Allah menceritakannya
dalam firman-Nya swt: “(Berkata Yusuf as
kepada kakak - kakaknya) “Pergilah kalian
dengan bajuku ini, lalu lemparkan ke wajah
ayahku, maka ia akan sembuh dari butanya”
(QS. Yusuf: 93), dan pula ayat “Maka ketika
datang padanya kabar gembira itu, dan
dilemparkan pada wajahnya (pakaian Yusuf as)
maka ia (Ya’qub as) sembuh darikebutaanya”
84
meniti kesempurnaan iman
93. •
•
(QS. Yusuf: 96). Ini merupakan dalil Alqur’an,
bahwa benda atau pakaian orang - orang shalih
dapat menjadi perantara kesembuhan dengan
izin Allah tentunya, kita bertanya mengapa
Allah sebutkan ayat sedemikian jelasnya? apa
perlunya menyebutkan sorban yusuf dengan
ucapannya: “Pergilah kalian dengan bajuku
ini, lalu lemparkan ke wajah ayahku, maka ia
akan sembuh dari butanya”.
Untuk apa disebutkan masalah baju yang
dilemparkan ke wajah ayahnya? agar kita
memahami bahwa Allah swt memuliakan benda
– benda yang pernah bersentuhan dengan tubuh
hamba – hamba-Nya yang shalih. kita akan
lihat dalil – dalil lainnya.
Setelah Rasul saw wafat maka Asma binti
Abubakar shiddiq ra menjadikan baju beliau
saw sebagai pengobatan, bila ada yang sakit
maka ia mencelupkan baju Rasul saw itu di
air lalu air itu diminumkan pada yang sakit
(shahih Muslim hadits no.2069).
Rasul saw sendiri menjadikan air liur orang
mukmin sebagai berkah untuk pengobatan,
sebagaimana sabda beliau
meniti kesempurnaan iman
85
94. •
86
“Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami,
demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah
yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan
kami” (Shahih Bukhari hadits No.5413) ucapan
beliau saw: “Demi air liur sebagian dari kami”
menunjukkan bahwa air liur orang mukmin
dapat menyembuhkan penyakit, dengan izin
Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun
dapat menyembuhkan, namun dengan izin
Allah pula tentunya, hadits ini menjelaskan
bahwa Rasul saw bertabarruk dengan air liur
mukminin bahkan tanah bumi, menunjukkan
bahwa pada hakikatnya seluruh alam ini
membawa keberkahan dari Allah swt.
Seorang sahabat meminta Rasul saw shalat
dirumahnya agar kemudian ia akan menjadikan
bekas tempat shalat beliau saw itu mushollah
dirumahnya, maka Rasul saw datang ke rumah
orang itu dan bertanya
“Dimana tempat yang kau inginkan aku
shalat?” Demikian para sahabat bertabarruk
dengan bekas tempat shalatnya Rasul saw
hingga dijadikan musholla (Shahih Bukhari
hadits No.1130).
meniti kesempurnaan iman
95. •
•
•
Nabi Musa as ketika akan wafat ia meminta
di dekatkan ke wilayah suci di Palestina,
menunjukkan bahwa nabi Musa as ingin
dimakamkan dengan mengambil berkah
pada tempat suci (Shahih Bukhari hadits
No.1274).
Allah memuji Nabi saw dan Umar bin Khattab
ra yang menjadikan Maqam Ibrahim as (bukan
makamnya, tetapi tempat ibrahim as berdiri
dan berdoa di depan ka’bah yang dinamakan
Maqam Ibrahim as) sebagai tempat shalat
(musholla), sebagaimana firman-Nya:
“Dan mereka menjadikan tempat berdoanya
Ibrahim sebagai tempat shalat” (QS. Al Imran:
97) maka jelaslah bahwa Allah swt memuliakan
tempat hamba–hambaNya berdoa, bahkan Rasul
saw pun bertabarruk dengan tempat berdoanya
Ibrahim as, dan Allah memuji perbuatan itu.
Diriwayatkan ketika Rasul saw baru saja
mendapat hadiah selendang pakaian bagus
dari seorang wanita tua, lalu datang pula orang
lain yang segera memintanya selagi pakaian
itu dipakai oleh Rasul saw, maka riuhlah para
meniti kesempurnaan iman
87
96. •
88
sahabat lainnya menegur si peminta, maka
sahabat itu berkata “Aku memintanya karena
mengharapkan keberkahannya ketika dipakai
oleh Nabi saw dan kuinginkan untuk kafanku
nanti” (Shahih Bukhari hadits No.5689).
Demikian cintanya para sahabat pada Nabinya
saw, sampai kain kafanpun mereka ingin yang
bekas sentuhan tubuh Nabi Muhammad saw.
Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah
dihadapan sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan
pedang yang merobek perutnya dengan luka
yang sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan
mulai tersengal – sengal beliau berkata kepada
putranya (Abdullah bin Umar ra), Pergilah
pada Ummulmukminin, katakan padanya aku
berkirim salam hormat padanya, dan kalau
diperbolehkan aku ingin dimakamkan disebelah
Makam Rasul saw dan Abubakar ra maka
ketika Ummulmukminin telah mengizinkannya
maka berkatalah Umar ra Tidak ada yang
lebih kupentingkan daripada mendapat tempat
di pembaringan itu” (dimakamkan disamping
makam Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits
No.1328).
meniti kesempurnaan iman
97. Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan Nabi
saw mempunyai arti yang sangat Agung, hingga
kuburannya pun ingin disebelah kuburan Nabi
saw, bahkan ia berkata Tidak ada yang lebih
kupentingkan daripada mendapat tempat di
pembaringan itu”.
• Demikian pula Abubakar shiddiq ra, yang
saat Rasul saw wafat maka ia membuka kain
penutup wajah Nabi saw lalu memeluknya
dengan derai tangis seraya menciumi tubuh
beliau saw dan berkata “Demi ayahku, dan
engkau dan ibuku wahai Rasulullah.., Tiada
akan Allah jadikan dua kematian atasmu,
maka kematian yang telah dituliskan
Allah
untukmu kini telah kau lewati” (Shahih Bukhari
hadits No.1184, 4187).
• Salim bin Abdullah ra melakukan shalat sunnah
di pinggir sebuah jalan, maka ketika ditanya ia
berkata bahwa “Ayahku shalat sunnah ditempat
ini, dan berkata ayahku bahwa Rasulullah saw
shalat di tempat ini, dan dikatakan bahwa Ibn
Umar ra pun melakukannya” (Shahih Bukhari
hadits No.469). Demikianlah keadaan para
sahabat Rasul saw, bagi mereka tempat – tempat
meniti kesempurnaan iman
89
98. yang pernah disentuh oleh tubuh Muhammad
saw tetap mulia walau telah diinjak ribuan kaki,
mereka mencari keberkahan dengan shalat pula
ditempat itu, demikian pengagungan mereka
terhadap sang Nabi saw.
• Dalam riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu
Muslim, wahai Abu Muslim, kulihat engkau
selalu memaksakan shalat ditempat itu? maka
Abu Muslim ra berkata
”Kulihat Rasul saw shalat ditempat ini”
(Shahih Bukhari hadits No.480).
• Sebagaimana riwayat Sa’ib ra Aku diajak
oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata
“Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka
Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan
keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu
aku meminum air dari bekas wudhu beliau
saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan
kulihat Tanda Kenabian beliau saw (Shahih
Muslim hadits No.2345).
• Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah
ra bahwa kami memiliki rambut Rasul saw,
maka ia berkata: “Kalau aku memiliki sehelai
rambut beliau saw, maka itu lebih berharga
90
meniti kesempurnaan iman
99. •
•
bagiku dari dunia dan segala isinya” (Shahih
Bukhari hadits No.168). Demikianlah mulianya
sehelai rambut Nabi saw dimata sahabat, lebih
agung dari dunia dan segala isinya.
Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya,
bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu
Rasul saw dan mengusap – usapkannya ke
wajah dan kedua tangan mereka, dan mereka
yang tak mendapatkannya maka mereka
mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya
yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul saw
lalu mengusapkan ke wajah dan tangan mereka”
(Shahih Bukhari hadits No.369, demikian juga
pada Shahih Bukhari hadits No.5521, dan pada
Shahih Muslim hadits No.503 dengan riwayat
yang banyak).
Diriwayatkan ketika Anas bin malik ra dalam
detik-detik sakratulmaut ia yang memang telah
menyimpan sebuah botol berisi keringat Rasul
saw dan beberapa helai rambut Rasul saw, maka
ketika ia hampir wafat ia berwasiat agar botol
itu disertakan bersamanya dalam kafan dan
hanutnya (Shahih Bukhari hadits No.5925).
Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman
meniti kesempurnaan iman
91
100. sekarang, tentulah para sahabat ini sudah
dikatakan musyrik, tentu Abubakar sudah
dikatakan musyrik karena menangisi dan
memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara pada
jenazah beliau saw.
Tentunya Umar bin Khattab sudah dikatakan
musyrik karena di sakratulmaut bukan ingat Allah
malah ingat kuburan Nabi saw
Tentunya para sahabat sudah dikatakan
musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan
Nabi Muhammad saw dan menganggapnya tuhan
sembahan hingga berebutan air bekas wudhunya,
mirip dengan kaum nasrani yang berebutan air
pastor!
Nah.. kita boleh menimbang diri kita, apakah
kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dengan
generasi yang tertipu dengan pemahaman yang
salah.
Wahai saudaraku, jangan alergi dengan
kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang
berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau
ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini
ada Tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah
makna syirik.
92
meniti kesempurnaan iman
101. Sebagaimana sabda Nabi saw “Kebekahan
adalah pada orang–orang tua dan ulama kalian”
(Shahih Ibn Hibban hadits no.559).
Dikatakan oleh seorang ulama Al hafidh
Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy
menanggapi hadits yang diriwayatkan dalam
shahih muslim bahwa “Rasul saw membaca
mu’awwidzatain lalu meniupkannya ke kedua
telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke
sekujur tubuh yang dapat disentuhnya, hal itu
adalah tabarruk dengan nafas dan air liur yang
telah dilewati bacaan Alqur ’an, sebagaimana
tulisan dzikir – dzikir yang ditulis dibejana (untuk
obat)” (Al Jami’usshaghiir Imam Assuyuthiy Juz
1 hal 84 hadits No.104).
Telah dibuktikan pula secara ilmiah oleh
salah seorang Profesor Jepang (Dr. Masaru Emoto)
bahwa air itu berubah wujud bentuknya dengan
hanya diucapkan padanya kalimat – kalimat
tertentu, bila ucapan itu berupa cinta, terimakasih
dan ucapan – ucapan indah lainnya maka air itu
berubah wujudnya menjadi semakin indah, bila
diperdengarkan ucapan cacian dan buruk maka
air itu berubah menjadi buruk wujud bentuknya,
meniti kesempurnaan iman
93
102. dan bila dituliskan padanya tulisan mulia dan
indah seperti terimakasih, syair cinta dan tulisan
indah lainnya maka ia menjadi semakin indah
wujudnya, bila dituliskan padanya ucapan cacimaki dan ucapan buruk lainnya maka ia berubah
buruk wujudnya.
Kesimpulannya bahwa air itu berubah dengan
perubahan emosi orang yang didekatnya, apakah
berupa tulisan dan perkataan.
Keajaiban alamiah yang baru diketahui masa
kini, sedangkan Rasul saw dan para sahabat telah
memahaminya, mereka bertabarruk dengan air yang
menyentuh tubuh Rasul saw, mereka bertabarruk
dengan air doa yang didoakan oleh Rasul saw,
maka hanya mereka mereka kaum muslimin yang
rendah pemahamannya dalam syariah inilah yang
masih terus menentangnya padahal telah dibuktikan
secara ilmiah, menunjukkan pemahaman mereka
itulah yang jumud dan terbelakang.
6. Pernyataan Abdullah Bin Baz bahwa berdoa dan
memohon pertolongan kepada orang yang telah
mati adalah syirik.
94
meniti kesempurnaan iman
103. Begitu juga, melarang mereka berdoa dan
memohon pertolongan kepada orang – orang yang
telah mati. Karena doa adalah ibadah yang hanya
boleh dihadapkan kepada Allah semata, Allah
berfirman: “Maka janganlah kamu (di dalamnya)
menyembah seseorangpun di samping menyembah
Allah” (QS. Al Jin: 18)
“Janganlah kamu menyembah apa – apa yang
tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi
mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu
berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya
kamu kalau begitu termasuk orang – orang yang
dhalim” (Qs. Yunus: 106) artinya termasuk orang
– orang yang musyrik. Rasulullah Saw bersabda:
“Doa itu adalah ibadah”.“Apabila kamu memohon
maka mohonlah kepada Allah, apabila kamu minta
pertolongan maka minta pertolonganlah kepada
Allah”.
Seseorang yang meninggal telah terputus
amalannya dari manusia lain, maka dia sangat
butuh sekali untuk didoakan dan dimohonkan
keampunan dan Rahmat baginya bukan justru
berdoa kepadanya selain Allah karena Nabi Saw
bersabda :
meniti kesempurnaan iman
95