SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 17
BAB I

                                PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang masalah

         Mendekatkan diri kehadapan Tuhan merupakan kewajiban setiap insan yang
   beragama. Banyak cara dapat kita lakukan untuk memuja Tuhan. Berbagai bentuk
   dan aktivitas keagamaan adalah merupakan pengejewantahan atau pengalaman ajaran
   agama dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas spiritual kita.

          Salah satu usaha yang patut dilakukan khususny oleh umat Hindu, disamping
   sembahyang rutin, melaksanakan puja Trisandya adalah juga melakukan doa. Doa
   adalah usaha yang amat sederhana dan bila dilakukan dengan khusuk akan
   membnerikan pahala yang besar . Manusia sebagaimana dinyatakan dalam kitab suci
   Bhagawadgita, adnyana XIII sloka 8 terikat oleh keduniawian berupa kelahiran (
   janma ), kematian ( mrtyu ), umur tua ( jara ), penyakit ( vyadhi ), penderitaan lahir
   dan batin ( dukha ) dan kesalahan ( dosa ). Setiap orang akan mengalami kematian, ia
   akan hidup pada batas umur tertentu, bahkan ada yang mencapai usia tua. Penyakit
   senantiasa menggerogoti manusia, demikian pula penderitaan dan dosa, karena
   kesengajaan atau tidak.

         Dunia material ini membelenggu setiap orang. Seseorang yang tidak tanggap
   atau tidak mengerti kenyataan ini menjadi terombang-ambing dalam samudra hidup
   maha luas. Tidak sedikit yang terhempas, jatuh dan terlempar ke jurang kenistaan
   yang sangat gelap. Pada saat itu mereka yang sedikit memiliki kepekaan rohani akan
   menjerit memanggil Tuhan Yang Maha Esa un tuk memohon pertolongan. Hal ini
   adalah wajar, karena Tuhan sesungguhnya adalah Ibu dan Bapak kita yang sejati, Ia
   adalah sahabat dan saudara terdekat.

         Bila kita mampu untuk senantiasa menumbuhkan sikap bakti, menyucikan
   pribadi kita melalui berbagai Sadhana ( latihan rohani ), seperti vrata ( pengendalian


                                                                                       1
diri ), upavasta ( puasa ), Tuhan Yang Maha Esaakan menganugerahkan karunianya.
Sebaliknya mereka yang tidak mengerti dan pada dirinya tidak dilingkupi rasa bakti,
tidak iklas menghadapi persoalan hidup, kadang-kadang ptus asa, hanyut oleh emosi,
ambisi dan nafsu. Didalam Bhagawadgita XVI sloka 21 dijelaskan :

Tri-vidham narakasyedam
Dvaram nasanam atmanah
Kamah krodhas tatha
Lobhas tasmad etat trayam trajet
Artinya ;

Inilah tiga pintu gerbang menuju neraka, jalan julang kehancuran diri, yaitu nafsu
(kama), amarah (krodha), ambisi (lobha), setiap orang harus meninggalkan sifat ini.

      Untuk dapat menghindarkan diri dari berbagai cobaan dan ujian hidup, kita
harus berpegang, memahami, berpedoman dan mengamalkan ajaran agama dengan
baik. Berbagai bentuk pengalaman ajaran agama dapat dilakukan antara lain dengan
berbuat baik,mengembangkan kasih saying, jujurr, hormat kepada orang tua dan
kepada guru, menghindarkan diri dari segala perbuatan tercela, tekun melaksanakan
sembahyang dan rajin berdoa.

      Salah satu dari ajaran Tri Hita Karana adalah hubungan harmonis antara
manusia dengan Tuhan. Hubungan harmonis tersebut sangat diperlukan karena sang
Atman yang bersemayam di tubuh atau raga manusia adalah percikan terkecil dari
Paramatman yaitu Ida Hyang Widhi. Namun kesucian Atman selalu diselimuti oleh
kekotoran yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya Tri Guna, Sad Ripu, Panca
Indriya, dan Sapta Timira yang ada pada diri manusia. Untuk menyucikan Atman
agar bersinar lagi dapat dapat bersatu lagi dengan sumbernya, maka manusia harus
berusaha mengendalikan segala faktor negatif yang menyengsarakan hidup manusia
sehingga akan tercapai kebahagiaan yang tiada tara yaitu Mokhsartam Jagadhitam Ya
Ca Iti Dharma. Salah satu caranya adalah dengan bersembahyang.




                                                                                      2
Sembahyang merupakan salah satu jalan untuk mendekatkan diri dengan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Sembahyang dilakukan dengan sikap percaya penuh, lugu
dan penyerahan diri ketulusan dan tentunya tingkat kesucian pribadi masing-masing.
Seseoreang memiliki kesucian pribadi yang murni, tentunya bila sembahyang dengan
khusuk akan lebih berhasil       bila dibandingkan dengan mereka yang pribadinya
diocemari oleh sifat-sifat jahat, tidak jujur dan angkuh.

       Dalam veda juga disiratkan mengenai cara-cara lain untuk mendekatkan diri
dengan Tuhan, seperti dengan “Jnana” yaitu mendalami ilmu pengetahuan,
melaksanakan tapa, brta, yoga dan Samadhi raja, berbuat ( karma ), dan sujud bhakti
yoga. Mengenai cara mendekatkan diri dengan Tuhan ini disebutkan dalam kitab
Bhagawadgita XII. 2 yang bunyinya sebagai berikut:

Sribhagavan uvacha

Many avesya mano ye mani nityayukta upasate

Sraddhaya prayo petas te me yuktatama matah


Artinya:

Sribhagawan berkata : yang menyatukan pikiran berbhakti kepada-Ku, menyembah
Aku, dan tawakal selalu memiliki kepercayaan yang sempurna, merekalah yang-Ku
pandang terbaik dalam yoga.

      Petikan sloka di atas menjelaskan bahwa Tuhan akan memberikan penghargaan
yang tinggi kepada setiap umat yang mau mengabdikan diri, menyerahkan diri secara
total dan melaksanakan sujud bhakti kepada Tuhan. Pahala yang diterima oleh orang
yang melaksanakan pemujaan secara penuh kepada-Nya adalah pahala yang tertinggi.
Jalan bhakti dan upasana adalah jalan yang paling mudah dan paling umum
dilaksanakan dalam masyarakat. Caranya adalah dengan melakukan pemujaan kepada
Hyang Widdhi dan yakin bahwa yang dipuja (Hyang Widhi) itu ada serta merasa diri
jauh dari kesempurnan.



                                                                                 3
Setiap orang ingin mendekatkan diri pada Tuhan. Ada yang mendekatkan diri
dengan Karma Marga ada yang dengan Jnana Marga dan ada pula dengan Bhakti
Marga. Bentuk pelaksanaan mendekatkan diri tersebut ialah dengan memuja Tuhan.
Pemujaan itu ada yang dilaksanakan dalam bentuk material ada dalam bentuk kata-
kata dan ada dalam bentuk pikiran.

      Pemujaan dalam bentuk material ialah berupa persembahan banten yang
memerlukan kerja phisik dalam mewujudkan sedangkan pemujaan dalam bentuk
kata-kata berupa nyanyian-nyanyian pujaan dan dengan pikiran adalah dalam wujud
meditasi. Kenyataannya dalam pelaksanaan ketiga jenis bentuk pemujaan itu saling
isi mengisi. Misalnya dalam sembahyang kita mempergunakan nyanyian pujaan,
upakara dalam bentuk banten dan pemusatan pikiran.

      Sembahyang adalah suatu bentuk kegiatan keagamaan yang menghendaki
terjalinnya hubungan dengan Tuhan, dewa, roh atau kekuatan gaib yang dipuja,
dengan melakukan kegiatan yang disengaja. Sembahyang dapat dilakukan secara
bersama-sama atau perseorangan. Dalam beberapa tradisi agama, sembahyang dapat
melibatkan nyanyian berupa hymne, tarian, pembacaan naskah agama dengan
dinyanyikan atau disenandungkan, pernyataan formal kredo, atau ucapan spontan dari
orang yang berdoa.

      Seringkali sembahyang dibedakan dengan doa, doa lebih bersifat spontan dan
personal, serta umumnya tidak bersifat ritualistik. Meskipun demikian pada
hakikatnya aktivitas ini sama, yakni sebuah bentuk komunikasi antara manusia
dengan Tuhannya.

      Kebanyakan agama menggunakan salah satu cara dalam melaksanakan ritual
persembahyangannya. Beberapa agama meritualkan kegiatan ini dengan menerapkan
berbagai aturan seperti waktu, tata cara, dan urutan sembahyang. Ada juga yang
menerapkan aturan ketat mengenai apa saja yang harus disediakan, misalnya benda
persembahan atau sesaji, serta kapan ritual itu harus dilakukan. Sementara beberapa
pandangan lainnya memandang berdoa atau bersembahyang dapt dilakukan kapan


                                                                                 4
saja, oleh siapa saja. Agar persembahyangan itu berjalan dengan baik maka perlu
   adanya pedoman untuk itu. Dari uraian tersebut timbulah suatu permasalahan yaitu
   bagaimana tata cara dan urutan sembahyang yang benar didalam persembahyangan
   agama Hindu di Bali pada khususnya.




1.2 Rumusan Masalah
         Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka sangat perlu
   untuk membuat suatu rumusan masalah agar tidak terlepas dari alur permasalahanmya
   yang akan dibahas.
      Adapun pokok permsalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
         1.2.1   Apakah yang dimaksud dengan kramaning sembah?
         1.2.2   Apa tujuan dari kramaning sembah bagi umat Hindu?
         1.2.3   Bagaimana urutan kramaning sembah pada waktu persembahyangan ?


1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
   Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
         1.3.1   Untuk mengetahui makna dari kramaning sembah.
         1.3.2   Untuk mengetahui tujuan dari kramaning sembah bagi umat hindu.
         1.3.3   Untuk mengetahui bagaimana urutan dari kramaning sembah pada
                 waktu persembahyangan.




                                                                                    5
BAB II

                                PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Kramaning Sembah dalam Persembahyangan

         Dalam Hindu terdapat berbagai macam persembahyangan, doa (Sanskerta:
   prārthanā) atau puja. Dilakukan berdasarkan beberapa hari suci dalam agama Hindu
   atau pemujaan pada dewa atau arwah yang dihormati. Persembahyangan dapat
   dilakukan dalam kuil keluarga maupun pura di lingkungannya. Ritual terkadang
   melibatkan api atau air sebagai lambang kesucian. Pembacaan suatu bait mantra
   terus menerus dengan notasi dan waktu tertentu, atau juga meditasi dalam yang
   diarahkan pada dewa yang dituju. Pemujaan dalam Hindu dapat ditujukan kepada
   arwah seseorang suci yang dimuliakan, dewata, salah satu atau seluruh Trimurti;
   dewa tertinggi dalam Hinduisme perwujudan Tuhan, atau meditasi untuk mencapai
   kebijaksanaan sejati, mencari ketiadaan tak berbentuk seperti yang dilakukan para
   resi dan orang suci pada dahulu kala.

         Kesemuanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi atau
   mencapai pencerahan spiritual. Hindu dapat bersembahyang kepada kebenaran dan
   keberadaan absolut tertinggi yang disebut Brahman, atau secara umum ditujukan
   kepada salah satu manifestasinya dalam Trimurti, yakni Brahma sebagai dewa
   pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, Shiwa sebagai dewa penghancur. Atau
   diarahkan pada Awatara, penitisan Wishnu di atas bumi yaitu Rama dan Krishna.
   Pemujaan juga dapat ditujukan pada shakti dewa, yakni dewi-dewi pasangan sang
   dewa. Umat Hindu biasanya bersembahyang dengan mengatupkan kedua telapak
   tangan dengan khidmat yang disebut 'pranam' dalam bahasa Sanskerta. Akan tetapi
   sembahyang tidak semata-mata hanya mencakupkan tangan semata, tetapi lebih dari
   itu. Sembahyang memerlukan tata cara dan aturan yang sesuai ditetapkan oleh agama
   kita sendiri agar natinya sebahyang kita lebih bermakna dan berarti memohon
   keselamatan kepada yang disembah.

                                                                                  6
Tata cara dan urutan-urutan atau rangkaian sembahyang dalam Hindu lebih
dikenal dengan sebutan Kramaning Sembah. Sembahyang, salah satu hakekat inti
ajaran hindu. Setiap orang yang mengaku beragama, ia pasti melakukan sembahyang
karena sembahyan menurut ajaran agama bersifat wajib atau harus.
      Sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku
atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk “bakti”
hakekatnya bersumber pada unsure iman (sraddha). Menurut kitab Atharwa Weda
XI.1.1, unsur iman atau sraddha dalam agama hindu meliputi: Satya, Rta, Tapa,
Diksa, Brahma dan Yadnya.
Dari ke enam unsur diatas, dua ajaran terakhir termasuk ajaran “sembahyang”.
Sembahyang terdiri atas dua kata, yaitu;

  1. Sembah yang berarti sujud atau sungkem, yang dilakukan dengan cara-cara
      tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau
      pikiran, baik dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya
      sikap pikiran.
  2. Hyang yaitu yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam pemujaan,
      yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan menurut
      kepercayaan itu.

      Didalam bahasa sehari-hari, orang bali sering juga menyebut kata sembahyang
dengan sebutan:

  1. Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim juga dilakukan dengan jalan
      persembahan kembang (puspa).
  2. Mebakti, dinamakan demikian karena inti persembahan itu adalah untuk
      memperlihatkan rasa bakti (bhakti) atau hormat setulus-tulusnya dengan cara
      mencakupkan kedua belah tangan atau cara lain yang dapat diartikan sama
      sebagai penyerahan diri setulus hati kepada yangdihormati atau Tuhan YME.
  3. Maturan,          yang   artinya      menyampaikan   persembahan      dengan
      mempersembahkan apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut
      kemampuan dengan perasaan tulus ikhlas, seperti buah, kue, minuman dll.

                                                                                  7
Didalam bhagawadgita, yoga atau Samadhi dinyatakan sebagai salah satu
bentuk persembahyangan yang dapat pula dilakukan oleh orang yang menganutajaran
sanatha dharma (hindu). Berdasarkan pengertian itu maka “sandhya” juga diartikan
sama dengan sembahyang. Karena itu kata “tri sandhya” dapat pula diartikan dengan
melakukan “sembahyang tiga kali”.
      Sembahyang atau yadnya mempunyai fungsi dan kedudukan sangat penting
dalam kehidupan beragama. Ini ditegaskan oleh kitab weda smriti sebagai berikut;
   “wedoditam swakam karma nityam kuryadatandritah,
   Taddhi      kurwanyathasakti       prapnoti     paranam      gatim”     (Manawa
   Dharmasastra IV, 14)
Artinya,
Hendaknya tanpa kenal lelah melakukan yadnya yang ditentukan untuknya dalam
weda, karena ia yang melaksanakan semua itu menurut kemampuan mencapai
kedudukan kejiwaan paling tinggi.
      Dengan menggariskan ketentuan yang ditegaskan adanya penyesuaian
kemampuan menurut kemampuan atau relative tidaklah mutlak untuk melakukan
yadnya melebihi kemampuan karena dengan melebihi kemampuan berarti
bertentangan pula dengan weda.
      Dengan demikian, sembahyang berarti sikap tulus ikhlas untuk sujud bakti,
berdoa dan memuja kepada yang mulia, agung dan suci yaitu Sanghyang Widhi Wasa
sebagai sumber segala sumber, Dewa-dewi sebagai sinar suci dan kekuatan
Sanghyang Widhi, dan Bethara sebagai kekuatan pelindung hidup manusia. Dan
tempat yang paling baik untuk sembahyang adalah Pura atau pemerajan karena
diyakini sebagai tempat suci. Sembahyang yang paling baik dilakukan pada hari-hari
besar dan suci menurut pawukon seperti Buda Kliwon Galungan, Tumpek Kuningan,
Saraswati, dan lain-lain, dan menurut perhitungan sasih seperti Purnama dan Tilem.
Sarana persembahyangan pokok berjumlah lima unsur yaitu Patrem (daun), Phalem
(buah), Puspem (bunga), Toyem (air), dan Dupem (dupa). Semua sarana
persembahyangan baik berupa banten, maupun bentuk persembahan lain, esensinya
adalah kelima unsur tersebut yang diramu dengan kreasi bernilai estetis.



                                                                                   8
2.2 Persiapan Persembahyangan

         Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan
   lahir seperti pakaian, bunga, dupa, sikap duduk, pengaturan nafas dan sikap tangan.
   Sedangkan persiapan bathin adalah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-
   langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang (Sujana & Susila, 2002:27-28)
   adalah sebagai berikut:

         Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan
   lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan.
   Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti
   pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenanagan dan kesucian
   pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana prasarana sembahyang adalah sebagai
   berikut:

     1) Asuci Laksana. Pertama-tama orang membersihkan badan dengan mandi.
         Kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati.
     2) Pakaian. Pakaian waktu sembahyang supaya diusahakan pakaian yang bersih
         serta tidak mengganggu ketenangan pikiran. Pakaian yang ketat atau longgar,
         warna yang menjolok hendaknya dihindari. Pakaian harus disesuaikan dengan
         dresta setempat, supaya tidak menarik perhatian orang.
     3) Bunga dan Kuwangen. Bunga dan Kuwangen adalah lambang kesucian
         supaya diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika dalam
         persembahyangan tidak ada kewangen dapat diganti dengan bunga. Ada
         beberapa bunga yang tidak baik untuk sembahyang. Menurut Agastyaparwa
         bunga-bunga tersebut seperti berikut:
         Nihan Ikang kembang yogya pujakena ring bhatara: kembang uleran,
         kembang ruru tan inunduh, kembang laywan, laywan ngaranya alewas
         mekar, kembang munggah ring sema, nahan talwir ning kembang tan yogya
         pujakena de nika sang satwika.
         Artinya: Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Bhatara, bunga
         yang berulat, bunga yang gugur tanpa digoncang, bunga-bunga yang berisi

                                                                                    9
semut, bunga yang layu, yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, bunga yang
       tumbuh dikuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan
       oleh orang yang baik-baik.
    4) Dupa. Apinya dupa adalah simbul Sanghyang Agni, saksi dan pengantar
       sembah kita kepada Sanghyang Widhi. Setiap yadnya dan pemujaan tidak luput
       dari penggunaan api. Hendaknya ditaruh sedemikian rupa sehingga tidak
       membahayakan teman-teman disebelah.
    5) Tempat Duduk. Tempat duduk hendaknya diusahakan duduk yang tidak
       mengganggu ketenangan untuk sembahyang. Arah duduk ialah menghadap
       pelinggih. Setelah persembahyangan selesai usahakan berdiri dengan rapi dan
       sopan sehingga tidak menganggu orang yang masih duduk sembahyang. Jika
       mungkin agar menggunakan alas duduk seperti tikar dan sebagainya.
    6) Sikap Duduk. Sikap duduk dapat dipilih dengan tempat dan keadaan serta
       tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap duduk yang baik pria ialah sikap
       duduk bersila dan badan tegak lurus, sikap ini disebut Padmasana. Sikap duduk
       bagi wanita ialah sikap Bajrasana yaitu sikap duduk bersimpuh dengan dua
       tumit kaki diduduki. Dengan sikap ini badan menjadi tegak lurus. Kedua sikap
       ini sangat baik untuk menenangkan pikiran.
    7) Sikap Tangan.      Sikap tangan yang baik tangan yang baik pada waktu
       sembahyang ialah     " cakuping kara kalih "    yaitu kedua telapak tangan
       dikatupkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kuwangen dijepit pada ujung jari.



2.3 Tata Cara dan Urutan-urutan atau Rangkaian Sembahyang ( Kramaning
   Sembah )

        Sebelum melaksanakan Panca Kramaning Sembah hendaknya melaksanakan
  Puja Trisandya. Dalam melakukan Puja Trisandya baik sendirian maupun
  berkelompok hendaknya kita berkonsentrasi dengan baik, mengikuti desah nafas kita
  dengan halus dan pelan. Sepanjang mampu kita bernafas lantunkanlah sloka-sloka
  tersebut dengan lemah lembut.



                                                                                 10
Kramaning Sembah atau ada juga yang menyebutkan dengan Panca Sembah.
Kramaning Sembah biasanya dilakukan setelah melakukan Puja Tridandya. Dalam
Kramaning Sembah ini umumnya terdapat lima sembah yang dilakukan. Tentang
kramaning sembah ini telah pula dibahas dan ditetapkan dalam seminar kesatuan
tafsiran terhadap aspek-aspek agama Hindu tahun 1982, khususnya tentang sikap dan
mantran sembahyang ( butir 4 dan 6 dari keputusan seminar tersebut ) menetapkan
sesuai dengan buku Tuntunan Muspa yang disusun oleh bapak I gusti Ketut Kaler
(1970) dan buku Upadesa terbitan Parisada Hindu dharma (1967).
     Berikut ini adalah kramaning sembah yang ditetapkan oleh Parisadha Hindu
Dharma Indonesia dalam Mahasabha VI, 1991 di Jakarta:


   1) Sembah Puyung
      Cakupkan kedua tangan dan pusatkan pukiran. Kemudian ucapkan mantra
      berikut ini:
          Om Atma Tattwatma Suddha Mam Swaha
          Artinya :
          Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba.
   2) Sembah Dengan Sarana Bunga
      Ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau
      Siwa Aditya. Ucapkan mantram:
          Om Adityasyà param jyoti
          rakta tejo namo'stute
          sweta pankaja madhyastha
          bhàskaràya namo'stute
       Artinya :
       Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah,
      hamba memuja        Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah
      teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari
      berkilauan.
   3) Sembah Dengan Sarana Kewangen
      Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada
      Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah


                                                                               11
Dewata yang diinginkan kehadiran-Nya pada waktu memuja. Istadewata
  adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi
  mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan
  bersembahyang.Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya
  dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:
  Om nama dewa adhi sthanaya
  Sarwa wiapi wai siwa ya
  Padmasana eka pratisthaya
  Adhanareswaraya namah swaha
  Artinya :

  Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada
  Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam
  pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari
  hamba memuja.
4) Sembah Dengan Sarana Kewangen Memohon Waranugraha
  Sama seperti sembah dengan kuwangen sebelumnya, jika tidak ada kuwangen
  bisa menggunakan bunga.

     Om anugraha manoharam
     dewa dattà nugrahaka
     arcanam sarwà pùjanam
     namah sarwà nugrahaka
     Dewa-dewi mahàsiddhi
     yajñanya nirmalàtmaka
     laksmi siddhisca dirghàyuh
     nirwighna sukha wrddisca
     Artinya :

     Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah
     pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai
     pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi
     berwujud jadnya suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas
     dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.




                                                                           12
5) Sembah Puyung Penutup
        Mantra :
             Om dewa suksma parama cintya ya namah swaha
             Om santih, santih, santih, om
            Artinya:
             Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha
             tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian,
             damai, damai, Ya Tuhan.


      Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu dan pemujaan terhadap
manisfestasi Tuhan yang lainnya, kita bisa menggunakan mantram lain yang
disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang
diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang
ditujukan kepada Istadewata. Setelah melaksanakan persembahyangan, umat
dipercikkan tirtha wangsuh Ida Bhatara. Tirta ini dipercikkan 3-7 kali di kepala, 3 kali
diminum dan 3 kali mencuci muka ( meraup ). Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan
hati umat menjadi bersih dan suci. Kebersihan dan kesucian hati adalah pangkal
ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan lahir dan bathin itu sendiri ( Sujana & Susila,
2002:31 )
      Kemudian mawija atau mabija dilakukan setelah selesai metirtha yang
merupakan rangkaian terakhir dari suatu persembahyangan. Wija atau bija adalah biji
beras yang dicuci dengan air atau air cendana. Bila dapat diusahakan beras galih, yaitu
beras yang utuh tidak patah ( aksata ). Wija atau bija adalah lambang Kumara, yaitu
putra atau wija Bhatara Siwa. Jadi, mewija mengadung makna menumbuh
kembangkan benih ke-Siwa-an itu di dalam diri umat ( Sujana & Susila, 2002:31-32 ).

      Bila dalam pelaksanakan Panca Kramaning Sembah yang dipimpin oleh
Pinandita, hendaknya umat tidak ikut me-mantram. Hal ini dianalogikan bahwa
Pinandita itu seperti supir bus, sedangkan umat adalah penumpang. Sopir akan
mengantarkan penumpangnya sampai tempat tujuan atau terminal. Jika penumpang
juga ikut menyetir akan timbul kegaduhan. Sehingga, persembahyangan tidak menjadi
tenang dan menggangu umat lain yang ingin mengadu masalah hidup kepada Hyang

                                                                                     13
Widhi dan memohon sinar suci-Nya dan tuntunan-Nya menghadapi masalah. Namun,
 ikut me-mantram tidak dilarang jika umat itu tidak sedang dalam masalah atau ingin
 belajar menghapalkan mantram tersebut, asal tidak mengganggu konsentrasi umat lain
 yang sedang sembahyang.




2.4 Manfaat Sembahyang

         Sembahyang atau berdoa memberikan manfaat yang besar, meningkatkan
   kesucian pribadi dari hari-kehari. Sembahyang mensucikan hati, meumbuhkan
   keharmonisan, mengokohkan pikiran, mengendalikan emosi, ambisi dan nafsu.
   Dengan doa ( Upasana ) berarti kita mendekatkan diri kepada-Nya. Doa
   menumbuhkembangkan kasih saying yang tulus ( Prema ) kepada Ida Sang hyang
   widhi Wasa dan ciptaan-Nya (sarva prani hitankarah).

         Menurut Ketut Wiana (2005:49) salah satu manfaat sembahyang adalah untuk
   memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi jernih, sikap-sikap sembahyang
   seperti asana (padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana) membuat otot
   dan pernafasan menjadi bagus.

         Selain untuk kesehatan, bersembahyang dan berdoa juga mendidik kita untuk
   memiliki sifat ikhlas karena apa yang ada di dalam diri dan di luar diri kita tidak ada
   yang kekal, cepat lambat akan kita tinggalkan atau berpisah dengan diri kita.
   Keikhlasan inilah yang dapat meringankan rasa penderitaan yang kita alami karena
   kita telah paham benar akan kehendak Hyang Widhi. Bersembahyang juga dapat
   menentramkan jiwa karena adanya keyakinan bahwa Tuhan selalu akan melindungi
   umatNya.

         Perbudakan materi juga dapat diatasi dengan bersembahyang karena orang
   akan dapat melihat dengan terang bahwa harta benda harus dicari dengan Dharma
   untuk melaksanakan Dharma. Sembahyang dengan tekun akan dapat menghilangkan
   rasa benci, marah, dendam, iri hati dan mementingkan diri sendiri, sehingga


                                                                                       14
meningkatkan cinta kasih kepada sesama. Membenci orang lain sama saja dengan
membenci diri sendiri karena Jiwatman yang ada pada semua makhluk adalah satu,
bersumber dari Tuhan, seperti yang diajarkan dalam ajaran Tat Twam Asi. Kemudian
dengan sembahyang kita dimotivasi untuk melestarikan alam karena bersembahyang
membutuhkan sarana yang berasal dari alam, seperti bunga, daun, buah, sumber mata
air, dan sebagainya.




                                                                              15
BAB III

                                 PENUTUP




3.1 SIMPULAN

   Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa,

  1. Kramaning sembah merupakan tata cara dan urutan atau rangkaian sembahyang
     pada waktu pelaksanaan persembahyangan.
  2. Sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku
     atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk “bakti”
     hakekatnya bersumber pada unsur iman (sraddha). Menurut kitab Atharwa
     Weda XI.1.1, unsur iman atau sraddha dalam agama hindu meliputi: Satya,
     Rta, Tapa, Diksa, Brahma dan Yadnya.
  3. Persipan sembahyang dimulai dari Asuci Laksana ( pembersihan badan ),
     Pakaian yang bersih dan tidak senonoh, Bunga dan Kuwangen, Dupa (api),
     Tempat Duduk yang bersih dan nyaman, Sikap Duduk            (padmasana dan
     bajrasana ), dan   Sikap tangan yang baik tangan yang baik pada waktu
     sembahyang ialah    " cakuping kara kalih "     yaitu kedua telapak tangan
     dikatupkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kuwangen dijepit pada ujung jari.
  4. Tata cara dan urutan-urutan atau rangkaian sembahyang ( Kramaning Sembah )
     dimulai dari yang pertama sembah puyung, yang kedua menyembah Sang
     Hyang Widhi sebagai Hyang Aditya, yang ketiga Menyembah Hyang Widhi
     sebagai Istadewata, yang keempat menyembah Sang Hyang Widhi sebagai
     pemberi anugerah dan yang terakhir kembali sembah puyung sebagai ucapan
     terima kasih kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa.
  5. Sembahyang atau berdoa memberikan manfaat yang besar, meningkatkan
     kesucian pribadi dari hari-kehari. Sembahyang mensucikan hati, meumbuhkan
     keharmonisan, mengokohkan pikiran, mengendalikan emosi, ambisi dan nafsu.


                                                                               16
Dengan doa (Upasana) berarti kita mendekatkan diri kepada-Nya. Doa
           menumbuhkembangkan kasih saying yang tulus (Prema) kepada Ida Sang
           hyang widhi Wasa dan ciptaan-Nya (sarva prani hitankarah).



3.2 SARAN

           Diharapkan dengan adanya makalah ini setiap umat Hindu hendaknya
   mempelajari dan       memahami agamanya secara mendalam dan komperhensip.
   Dengan pemahaman komperhensip dimaksudkan supaya memiliki wawasan yang
   luas.

           Berbagai bentuk dan aktivitas keagamaan adalah merupakan pengalaman ajaran
   agama dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas sepiritual kita. Salah
   satu usaha yang patut dilakukan umat Hindu adalah sembahyang yang rutin,
   ,melaksanakan puja Trisandya adalah juga melaksanakan doa. Doa adalah adalah
   usaha yang sangat sederhana dan bila dilakukan dengan khusuk akan memberikan
   pahala yang sangat besar bagi diri kita. Sesungguhnya begitu banyak makna yang
   terkandung dalam persembahyangan, tidak hanya sekedar “nyakupang tangan” dan
   “ngelungsur”. Semoga ulasan sederhana mengenai makna dan tata cara
   persembahyangan umat Hindu dapat bermanfaat bagi umat sedharma.




                                                                                  17

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Rancangan penilaian p kn kls xii
Rancangan penilaian  p kn kls xiiRancangan penilaian  p kn kls xii
Rancangan penilaian p kn kls xiieli priyatna laidan
 
Bab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negaraku
Bab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negarakuBab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negaraku
Bab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negarakuCatharina School
 
Bab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompok
Bab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompokBab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompok
Bab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompokBudionoDrs
 
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)Nurul Khairani Firnia
 
PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1
PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1
PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1RezaWahyuni5
 
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdfBUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdfguruppkn11
 
Bab viii bertoleransi dalam keberagaman
Bab viii bertoleransi dalam keberagamanBab viii bertoleransi dalam keberagaman
Bab viii bertoleransi dalam keberagamanLukman Priasmoro
 
Norma-norma dalam masyarakat
 Norma-norma dalam masyarakat Norma-norma dalam masyarakat
Norma-norma dalam masyarakatriza0701
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIAmeikaa
 
Landasan fisiologis dan Landasan religius
Landasan fisiologis dan Landasan religiusLandasan fisiologis dan Landasan religius
Landasan fisiologis dan Landasan religiusDonny kurnianto
 
Materi PKn kelas VII semester I
Materi PKn kelas VII semester IMateri PKn kelas VII semester I
Materi PKn kelas VII semester Idedyluqmanulhakim
 
Jurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didikJurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didikkhairul jalil
 
Bab i, bab ii, babiii, babiv
Bab i, bab ii, babiii, babivBab i, bab ii, babiii, babiv
Bab i, bab ii, babiii, babivAlfan Fatoni
 
PEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASAR
PEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASARPEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASAR
PEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASARRigo Tampati
 
Bab. 1. kelompok sosial
Bab. 1. kelompok sosialBab. 1. kelompok sosial
Bab. 1. kelompok sosialBudionoDrs
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Arif Winahyu
 
Pahlawan Nasional Indonesia
Pahlawan Nasional IndonesiaPahlawan Nasional Indonesia
Pahlawan Nasional IndonesiaHerry Fernando
 
MODUL PROJEK -BAZAR -.pdf
MODUL PROJEK -BAZAR  -.pdfMODUL PROJEK -BAZAR  -.pdf
MODUL PROJEK -BAZAR -.pdfabdulrokhim45
 
Makalah konsep pendidikan secara umum
Makalah   konsep pendidikan secara umumMakalah   konsep pendidikan secara umum
Makalah konsep pendidikan secara umumAmriDhimasMaulana
 

Mais procurados (20)

Rancangan penilaian p kn kls xii
Rancangan penilaian  p kn kls xiiRancangan penilaian  p kn kls xii
Rancangan penilaian p kn kls xii
 
Bab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negaraku
Bab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negarakuBab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negaraku
Bab 5 daerah tempat tinggalku, negara kesatuan republik indonesia negaraku
 
Bab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompok
Bab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompokBab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompok
Bab 1.c. karakteristik atau partikularisme dan eksklusifisme kelompok
 
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
Dinamika kelompok sosial (XI IPS kurikulum 2013)
 
PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1
PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1
PPT Sosiologi Kelas XI Bab 1
 
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdfBUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
BUKU SISWA PPKn KELAS IX.pdf
 
Bab viii bertoleransi dalam keberagaman
Bab viii bertoleransi dalam keberagamanBab viii bertoleransi dalam keberagaman
Bab viii bertoleransi dalam keberagaman
 
Norma-norma dalam masyarakat
 Norma-norma dalam masyarakat Norma-norma dalam masyarakat
Norma-norma dalam masyarakat
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
 
Landasan fisiologis dan Landasan religius
Landasan fisiologis dan Landasan religiusLandasan fisiologis dan Landasan religius
Landasan fisiologis dan Landasan religius
 
Materi PKn kelas VII semester I
Materi PKn kelas VII semester IMateri PKn kelas VII semester I
Materi PKn kelas VII semester I
 
Jurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didikJurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didik
 
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup.ppt
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup.pptPancasila Sebagai Pandangan Hidup.ppt
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup.ppt
 
Bab i, bab ii, babiii, babiv
Bab i, bab ii, babiii, babivBab i, bab ii, babiii, babiv
Bab i, bab ii, babiii, babiv
 
PEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASAR
PEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASARPEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASAR
PEDOMAN PEMBELAJARAN TIK DI SEKOLAH DASAR
 
Bab. 1. kelompok sosial
Bab. 1. kelompok sosialBab. 1. kelompok sosial
Bab. 1. kelompok sosial
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
 
Pahlawan Nasional Indonesia
Pahlawan Nasional IndonesiaPahlawan Nasional Indonesia
Pahlawan Nasional Indonesia
 
MODUL PROJEK -BAZAR -.pdf
MODUL PROJEK -BAZAR  -.pdfMODUL PROJEK -BAZAR  -.pdf
MODUL PROJEK -BAZAR -.pdf
 
Makalah konsep pendidikan secara umum
Makalah   konsep pendidikan secara umumMakalah   konsep pendidikan secara umum
Makalah konsep pendidikan secara umum
 

Semelhante a Makalah kramaning sembah

Agama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaAgama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaSutipyo Ru'iya
 
Bhn bintal ad dharma yatra.pptx
Bhn bintal ad dharma yatra.pptxBhn bintal ad dharma yatra.pptx
Bhn bintal ad dharma yatra.pptxRuby Santamoko
 
Pertemuan 1 Tuhan YME.pptx
Pertemuan 1 Tuhan YME.pptxPertemuan 1 Tuhan YME.pptx
Pertemuan 1 Tuhan YME.pptxISNUBanyuwangi
 
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxSPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxDinarDorotea
 
pengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesin
pengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesinpengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesin
pengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesindian haryanto
 
pengertian dan agama yg paling cocok untuk manusia
pengertian dan agama yg paling cocok untuk manusiapengertian dan agama yg paling cocok untuk manusia
pengertian dan agama yg paling cocok untuk manusiadian haryanto
 
Agama Dan Nilai Agama Dalam Konseling
Agama Dan Nilai Agama Dalam KonselingAgama Dan Nilai Agama Dalam Konseling
Agama Dan Nilai Agama Dalam KonselingIlma Urrutyana
 
1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)Erwin Line
 
Makalah berkelompokk.pdf
Makalah berkelompokk.pdfMakalah berkelompokk.pdf
Makalah berkelompokk.pdfseptawijaya3
 
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
1kebutuhan manusia  terhadap agama islam1kebutuhan manusia  terhadap agama islam
1kebutuhan manusia terhadap agama islamIfanBudiyanto2
 
Makalah psikologi
Makalah psikologiMakalah psikologi
Makalah psikologiHary Ihsan
 
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdfMKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdfAliasSHI
 
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdfMKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdfAliasSHI
 
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docx
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docxMKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docx
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docxAliasSHI
 
Nila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas X
Nila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas XNila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas X
Nila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas XRizka A. Hutami
 
American Piety : The Nature of Religious Commitment
 American Piety : The Nature of Religious Commitment American Piety : The Nature of Religious Commitment
American Piety : The Nature of Religious CommitmentArif Setyawan
 

Semelhante a Makalah kramaning sembah (20)

Agama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnyaAgama arti dan r lingkupnya
Agama arti dan r lingkupnya
 
Bhn bintal ad dharma yatra.pptx
Bhn bintal ad dharma yatra.pptxBhn bintal ad dharma yatra.pptx
Bhn bintal ad dharma yatra.pptx
 
Hubungan tasawuf dan ilmu jiwa agama
Hubungan tasawuf dan ilmu jiwa agamaHubungan tasawuf dan ilmu jiwa agama
Hubungan tasawuf dan ilmu jiwa agama
 
Ninian smart
Ninian smartNinian smart
Ninian smart
 
Pertemuan 1 Tuhan YME.pptx
Pertemuan 1 Tuhan YME.pptxPertemuan 1 Tuhan YME.pptx
Pertemuan 1 Tuhan YME.pptx
 
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxSPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
 
pengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesin
pengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesinpengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesin
pengertian agama | kuliah semester 1 teknik mesin
 
pengertian dan agama yg paling cocok untuk manusia
pengertian dan agama yg paling cocok untuk manusiapengertian dan agama yg paling cocok untuk manusia
pengertian dan agama yg paling cocok untuk manusia
 
Agama Dan Nilai Agama Dalam Konseling
Agama Dan Nilai Agama Dalam KonselingAgama Dan Nilai Agama Dalam Konseling
Agama Dan Nilai Agama Dalam Konseling
 
1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)1. konsep agama (1)
1. konsep agama (1)
 
Makalah berkelompokk.pdf
Makalah berkelompokk.pdfMakalah berkelompokk.pdf
Makalah berkelompokk.pdf
 
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
1kebutuhan manusia  terhadap agama islam1kebutuhan manusia  terhadap agama islam
1kebutuhan manusia terhadap agama islam
 
aspek spiritual Budaya
aspek spiritual Budayaaspek spiritual Budaya
aspek spiritual Budaya
 
Makalah psikologi
Makalah psikologiMakalah psikologi
Makalah psikologi
 
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdfMKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
 
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdfMKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.pdf
 
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docx
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docxMKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docx
MKLH _AGAMA PERSPEKTIF OTAK.docx
 
Spiritualitas
SpiritualitasSpiritualitas
Spiritualitas
 
Nila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas X
Nila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas XNila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas X
Nila nilai keagamaan dan kepercayaan masyarakat_PPKN kelas X
 
American Piety : The Nature of Religious Commitment
 American Piety : The Nature of Religious Commitment American Piety : The Nature of Religious Commitment
American Piety : The Nature of Religious Commitment
 

Makalah kramaning sembah

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Mendekatkan diri kehadapan Tuhan merupakan kewajiban setiap insan yang beragama. Banyak cara dapat kita lakukan untuk memuja Tuhan. Berbagai bentuk dan aktivitas keagamaan adalah merupakan pengejewantahan atau pengalaman ajaran agama dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas spiritual kita. Salah satu usaha yang patut dilakukan khususny oleh umat Hindu, disamping sembahyang rutin, melaksanakan puja Trisandya adalah juga melakukan doa. Doa adalah usaha yang amat sederhana dan bila dilakukan dengan khusuk akan membnerikan pahala yang besar . Manusia sebagaimana dinyatakan dalam kitab suci Bhagawadgita, adnyana XIII sloka 8 terikat oleh keduniawian berupa kelahiran ( janma ), kematian ( mrtyu ), umur tua ( jara ), penyakit ( vyadhi ), penderitaan lahir dan batin ( dukha ) dan kesalahan ( dosa ). Setiap orang akan mengalami kematian, ia akan hidup pada batas umur tertentu, bahkan ada yang mencapai usia tua. Penyakit senantiasa menggerogoti manusia, demikian pula penderitaan dan dosa, karena kesengajaan atau tidak. Dunia material ini membelenggu setiap orang. Seseorang yang tidak tanggap atau tidak mengerti kenyataan ini menjadi terombang-ambing dalam samudra hidup maha luas. Tidak sedikit yang terhempas, jatuh dan terlempar ke jurang kenistaan yang sangat gelap. Pada saat itu mereka yang sedikit memiliki kepekaan rohani akan menjerit memanggil Tuhan Yang Maha Esa un tuk memohon pertolongan. Hal ini adalah wajar, karena Tuhan sesungguhnya adalah Ibu dan Bapak kita yang sejati, Ia adalah sahabat dan saudara terdekat. Bila kita mampu untuk senantiasa menumbuhkan sikap bakti, menyucikan pribadi kita melalui berbagai Sadhana ( latihan rohani ), seperti vrata ( pengendalian 1
  • 2. diri ), upavasta ( puasa ), Tuhan Yang Maha Esaakan menganugerahkan karunianya. Sebaliknya mereka yang tidak mengerti dan pada dirinya tidak dilingkupi rasa bakti, tidak iklas menghadapi persoalan hidup, kadang-kadang ptus asa, hanyut oleh emosi, ambisi dan nafsu. Didalam Bhagawadgita XVI sloka 21 dijelaskan : Tri-vidham narakasyedam Dvaram nasanam atmanah Kamah krodhas tatha Lobhas tasmad etat trayam trajet Artinya ; Inilah tiga pintu gerbang menuju neraka, jalan julang kehancuran diri, yaitu nafsu (kama), amarah (krodha), ambisi (lobha), setiap orang harus meninggalkan sifat ini. Untuk dapat menghindarkan diri dari berbagai cobaan dan ujian hidup, kita harus berpegang, memahami, berpedoman dan mengamalkan ajaran agama dengan baik. Berbagai bentuk pengalaman ajaran agama dapat dilakukan antara lain dengan berbuat baik,mengembangkan kasih saying, jujurr, hormat kepada orang tua dan kepada guru, menghindarkan diri dari segala perbuatan tercela, tekun melaksanakan sembahyang dan rajin berdoa. Salah satu dari ajaran Tri Hita Karana adalah hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan. Hubungan harmonis tersebut sangat diperlukan karena sang Atman yang bersemayam di tubuh atau raga manusia adalah percikan terkecil dari Paramatman yaitu Ida Hyang Widhi. Namun kesucian Atman selalu diselimuti oleh kekotoran yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya Tri Guna, Sad Ripu, Panca Indriya, dan Sapta Timira yang ada pada diri manusia. Untuk menyucikan Atman agar bersinar lagi dapat dapat bersatu lagi dengan sumbernya, maka manusia harus berusaha mengendalikan segala faktor negatif yang menyengsarakan hidup manusia sehingga akan tercapai kebahagiaan yang tiada tara yaitu Mokhsartam Jagadhitam Ya Ca Iti Dharma. Salah satu caranya adalah dengan bersembahyang. 2
  • 3. Sembahyang merupakan salah satu jalan untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sembahyang dilakukan dengan sikap percaya penuh, lugu dan penyerahan diri ketulusan dan tentunya tingkat kesucian pribadi masing-masing. Seseoreang memiliki kesucian pribadi yang murni, tentunya bila sembahyang dengan khusuk akan lebih berhasil bila dibandingkan dengan mereka yang pribadinya diocemari oleh sifat-sifat jahat, tidak jujur dan angkuh. Dalam veda juga disiratkan mengenai cara-cara lain untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, seperti dengan “Jnana” yaitu mendalami ilmu pengetahuan, melaksanakan tapa, brta, yoga dan Samadhi raja, berbuat ( karma ), dan sujud bhakti yoga. Mengenai cara mendekatkan diri dengan Tuhan ini disebutkan dalam kitab Bhagawadgita XII. 2 yang bunyinya sebagai berikut: Sribhagavan uvacha Many avesya mano ye mani nityayukta upasate Sraddhaya prayo petas te me yuktatama matah Artinya: Sribhagawan berkata : yang menyatukan pikiran berbhakti kepada-Ku, menyembah Aku, dan tawakal selalu memiliki kepercayaan yang sempurna, merekalah yang-Ku pandang terbaik dalam yoga. Petikan sloka di atas menjelaskan bahwa Tuhan akan memberikan penghargaan yang tinggi kepada setiap umat yang mau mengabdikan diri, menyerahkan diri secara total dan melaksanakan sujud bhakti kepada Tuhan. Pahala yang diterima oleh orang yang melaksanakan pemujaan secara penuh kepada-Nya adalah pahala yang tertinggi. Jalan bhakti dan upasana adalah jalan yang paling mudah dan paling umum dilaksanakan dalam masyarakat. Caranya adalah dengan melakukan pemujaan kepada Hyang Widdhi dan yakin bahwa yang dipuja (Hyang Widhi) itu ada serta merasa diri jauh dari kesempurnan. 3
  • 4. Setiap orang ingin mendekatkan diri pada Tuhan. Ada yang mendekatkan diri dengan Karma Marga ada yang dengan Jnana Marga dan ada pula dengan Bhakti Marga. Bentuk pelaksanaan mendekatkan diri tersebut ialah dengan memuja Tuhan. Pemujaan itu ada yang dilaksanakan dalam bentuk material ada dalam bentuk kata- kata dan ada dalam bentuk pikiran. Pemujaan dalam bentuk material ialah berupa persembahan banten yang memerlukan kerja phisik dalam mewujudkan sedangkan pemujaan dalam bentuk kata-kata berupa nyanyian-nyanyian pujaan dan dengan pikiran adalah dalam wujud meditasi. Kenyataannya dalam pelaksanaan ketiga jenis bentuk pemujaan itu saling isi mengisi. Misalnya dalam sembahyang kita mempergunakan nyanyian pujaan, upakara dalam bentuk banten dan pemusatan pikiran. Sembahyang adalah suatu bentuk kegiatan keagamaan yang menghendaki terjalinnya hubungan dengan Tuhan, dewa, roh atau kekuatan gaib yang dipuja, dengan melakukan kegiatan yang disengaja. Sembahyang dapat dilakukan secara bersama-sama atau perseorangan. Dalam beberapa tradisi agama, sembahyang dapat melibatkan nyanyian berupa hymne, tarian, pembacaan naskah agama dengan dinyanyikan atau disenandungkan, pernyataan formal kredo, atau ucapan spontan dari orang yang berdoa. Seringkali sembahyang dibedakan dengan doa, doa lebih bersifat spontan dan personal, serta umumnya tidak bersifat ritualistik. Meskipun demikian pada hakikatnya aktivitas ini sama, yakni sebuah bentuk komunikasi antara manusia dengan Tuhannya. Kebanyakan agama menggunakan salah satu cara dalam melaksanakan ritual persembahyangannya. Beberapa agama meritualkan kegiatan ini dengan menerapkan berbagai aturan seperti waktu, tata cara, dan urutan sembahyang. Ada juga yang menerapkan aturan ketat mengenai apa saja yang harus disediakan, misalnya benda persembahan atau sesaji, serta kapan ritual itu harus dilakukan. Sementara beberapa pandangan lainnya memandang berdoa atau bersembahyang dapt dilakukan kapan 4
  • 5. saja, oleh siapa saja. Agar persembahyangan itu berjalan dengan baik maka perlu adanya pedoman untuk itu. Dari uraian tersebut timbulah suatu permasalahan yaitu bagaimana tata cara dan urutan sembahyang yang benar didalam persembahyangan agama Hindu di Bali pada khususnya. 1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka sangat perlu untuk membuat suatu rumusan masalah agar tidak terlepas dari alur permasalahanmya yang akan dibahas. Adapun pokok permsalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan kramaning sembah? 1.2.2 Apa tujuan dari kramaning sembah bagi umat Hindu? 1.2.3 Bagaimana urutan kramaning sembah pada waktu persembahyangan ? 1.3 Tujuan Pembuatan Makalah Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1.3.1 Untuk mengetahui makna dari kramaning sembah. 1.3.2 Untuk mengetahui tujuan dari kramaning sembah bagi umat hindu. 1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana urutan dari kramaning sembah pada waktu persembahyangan. 5
  • 6. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kramaning Sembah dalam Persembahyangan Dalam Hindu terdapat berbagai macam persembahyangan, doa (Sanskerta: prārthanā) atau puja. Dilakukan berdasarkan beberapa hari suci dalam agama Hindu atau pemujaan pada dewa atau arwah yang dihormati. Persembahyangan dapat dilakukan dalam kuil keluarga maupun pura di lingkungannya. Ritual terkadang melibatkan api atau air sebagai lambang kesucian. Pembacaan suatu bait mantra terus menerus dengan notasi dan waktu tertentu, atau juga meditasi dalam yang diarahkan pada dewa yang dituju. Pemujaan dalam Hindu dapat ditujukan kepada arwah seseorang suci yang dimuliakan, dewata, salah satu atau seluruh Trimurti; dewa tertinggi dalam Hinduisme perwujudan Tuhan, atau meditasi untuk mencapai kebijaksanaan sejati, mencari ketiadaan tak berbentuk seperti yang dilakukan para resi dan orang suci pada dahulu kala. Kesemuanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi atau mencapai pencerahan spiritual. Hindu dapat bersembahyang kepada kebenaran dan keberadaan absolut tertinggi yang disebut Brahman, atau secara umum ditujukan kepada salah satu manifestasinya dalam Trimurti, yakni Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, Shiwa sebagai dewa penghancur. Atau diarahkan pada Awatara, penitisan Wishnu di atas bumi yaitu Rama dan Krishna. Pemujaan juga dapat ditujukan pada shakti dewa, yakni dewi-dewi pasangan sang dewa. Umat Hindu biasanya bersembahyang dengan mengatupkan kedua telapak tangan dengan khidmat yang disebut 'pranam' dalam bahasa Sanskerta. Akan tetapi sembahyang tidak semata-mata hanya mencakupkan tangan semata, tetapi lebih dari itu. Sembahyang memerlukan tata cara dan aturan yang sesuai ditetapkan oleh agama kita sendiri agar natinya sebahyang kita lebih bermakna dan berarti memohon keselamatan kepada yang disembah. 6
  • 7. Tata cara dan urutan-urutan atau rangkaian sembahyang dalam Hindu lebih dikenal dengan sebutan Kramaning Sembah. Sembahyang, salah satu hakekat inti ajaran hindu. Setiap orang yang mengaku beragama, ia pasti melakukan sembahyang karena sembahyan menurut ajaran agama bersifat wajib atau harus. Sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk “bakti” hakekatnya bersumber pada unsure iman (sraddha). Menurut kitab Atharwa Weda XI.1.1, unsur iman atau sraddha dalam agama hindu meliputi: Satya, Rta, Tapa, Diksa, Brahma dan Yadnya. Dari ke enam unsur diatas, dua ajaran terakhir termasuk ajaran “sembahyang”. Sembahyang terdiri atas dua kata, yaitu; 1. Sembah yang berarti sujud atau sungkem, yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya sikap pikiran. 2. Hyang yaitu yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam pemujaan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan menurut kepercayaan itu. Didalam bahasa sehari-hari, orang bali sering juga menyebut kata sembahyang dengan sebutan: 1. Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim juga dilakukan dengan jalan persembahan kembang (puspa). 2. Mebakti, dinamakan demikian karena inti persembahan itu adalah untuk memperlihatkan rasa bakti (bhakti) atau hormat setulus-tulusnya dengan cara mencakupkan kedua belah tangan atau cara lain yang dapat diartikan sama sebagai penyerahan diri setulus hati kepada yangdihormati atau Tuhan YME. 3. Maturan, yang artinya menyampaikan persembahan dengan mempersembahkan apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut kemampuan dengan perasaan tulus ikhlas, seperti buah, kue, minuman dll. 7
  • 8. Didalam bhagawadgita, yoga atau Samadhi dinyatakan sebagai salah satu bentuk persembahyangan yang dapat pula dilakukan oleh orang yang menganutajaran sanatha dharma (hindu). Berdasarkan pengertian itu maka “sandhya” juga diartikan sama dengan sembahyang. Karena itu kata “tri sandhya” dapat pula diartikan dengan melakukan “sembahyang tiga kali”. Sembahyang atau yadnya mempunyai fungsi dan kedudukan sangat penting dalam kehidupan beragama. Ini ditegaskan oleh kitab weda smriti sebagai berikut; “wedoditam swakam karma nityam kuryadatandritah, Taddhi kurwanyathasakti prapnoti paranam gatim” (Manawa Dharmasastra IV, 14) Artinya, Hendaknya tanpa kenal lelah melakukan yadnya yang ditentukan untuknya dalam weda, karena ia yang melaksanakan semua itu menurut kemampuan mencapai kedudukan kejiwaan paling tinggi. Dengan menggariskan ketentuan yang ditegaskan adanya penyesuaian kemampuan menurut kemampuan atau relative tidaklah mutlak untuk melakukan yadnya melebihi kemampuan karena dengan melebihi kemampuan berarti bertentangan pula dengan weda. Dengan demikian, sembahyang berarti sikap tulus ikhlas untuk sujud bakti, berdoa dan memuja kepada yang mulia, agung dan suci yaitu Sanghyang Widhi Wasa sebagai sumber segala sumber, Dewa-dewi sebagai sinar suci dan kekuatan Sanghyang Widhi, dan Bethara sebagai kekuatan pelindung hidup manusia. Dan tempat yang paling baik untuk sembahyang adalah Pura atau pemerajan karena diyakini sebagai tempat suci. Sembahyang yang paling baik dilakukan pada hari-hari besar dan suci menurut pawukon seperti Buda Kliwon Galungan, Tumpek Kuningan, Saraswati, dan lain-lain, dan menurut perhitungan sasih seperti Purnama dan Tilem. Sarana persembahyangan pokok berjumlah lima unsur yaitu Patrem (daun), Phalem (buah), Puspem (bunga), Toyem (air), dan Dupem (dupa). Semua sarana persembahyangan baik berupa banten, maupun bentuk persembahan lain, esensinya adalah kelima unsur tersebut yang diramu dengan kreasi bernilai estetis. 8
  • 9. 2.2 Persiapan Persembahyangan Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir seperti pakaian, bunga, dupa, sikap duduk, pengaturan nafas dan sikap tangan. Sedangkan persiapan bathin adalah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah- langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang (Sujana & Susila, 2002:27-28) adalah sebagai berikut: Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan. Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenanagan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana prasarana sembahyang adalah sebagai berikut: 1) Asuci Laksana. Pertama-tama orang membersihkan badan dengan mandi. Kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati. 2) Pakaian. Pakaian waktu sembahyang supaya diusahakan pakaian yang bersih serta tidak mengganggu ketenangan pikiran. Pakaian yang ketat atau longgar, warna yang menjolok hendaknya dihindari. Pakaian harus disesuaikan dengan dresta setempat, supaya tidak menarik perhatian orang. 3) Bunga dan Kuwangen. Bunga dan Kuwangen adalah lambang kesucian supaya diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika dalam persembahyangan tidak ada kewangen dapat diganti dengan bunga. Ada beberapa bunga yang tidak baik untuk sembahyang. Menurut Agastyaparwa bunga-bunga tersebut seperti berikut: Nihan Ikang kembang yogya pujakena ring bhatara: kembang uleran, kembang ruru tan inunduh, kembang laywan, laywan ngaranya alewas mekar, kembang munggah ring sema, nahan talwir ning kembang tan yogya pujakena de nika sang satwika. Artinya: Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Bhatara, bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa digoncang, bunga-bunga yang berisi 9
  • 10. semut, bunga yang layu, yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang yang baik-baik. 4) Dupa. Apinya dupa adalah simbul Sanghyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Sanghyang Widhi. Setiap yadnya dan pemujaan tidak luput dari penggunaan api. Hendaknya ditaruh sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan teman-teman disebelah. 5) Tempat Duduk. Tempat duduk hendaknya diusahakan duduk yang tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang. Arah duduk ialah menghadap pelinggih. Setelah persembahyangan selesai usahakan berdiri dengan rapi dan sopan sehingga tidak menganggu orang yang masih duduk sembahyang. Jika mungkin agar menggunakan alas duduk seperti tikar dan sebagainya. 6) Sikap Duduk. Sikap duduk dapat dipilih dengan tempat dan keadaan serta tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap duduk yang baik pria ialah sikap duduk bersila dan badan tegak lurus, sikap ini disebut Padmasana. Sikap duduk bagi wanita ialah sikap Bajrasana yaitu sikap duduk bersimpuh dengan dua tumit kaki diduduki. Dengan sikap ini badan menjadi tegak lurus. Kedua sikap ini sangat baik untuk menenangkan pikiran. 7) Sikap Tangan. Sikap tangan yang baik tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah " cakuping kara kalih " yaitu kedua telapak tangan dikatupkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kuwangen dijepit pada ujung jari. 2.3 Tata Cara dan Urutan-urutan atau Rangkaian Sembahyang ( Kramaning Sembah ) Sebelum melaksanakan Panca Kramaning Sembah hendaknya melaksanakan Puja Trisandya. Dalam melakukan Puja Trisandya baik sendirian maupun berkelompok hendaknya kita berkonsentrasi dengan baik, mengikuti desah nafas kita dengan halus dan pelan. Sepanjang mampu kita bernafas lantunkanlah sloka-sloka tersebut dengan lemah lembut. 10
  • 11. Kramaning Sembah atau ada juga yang menyebutkan dengan Panca Sembah. Kramaning Sembah biasanya dilakukan setelah melakukan Puja Tridandya. Dalam Kramaning Sembah ini umumnya terdapat lima sembah yang dilakukan. Tentang kramaning sembah ini telah pula dibahas dan ditetapkan dalam seminar kesatuan tafsiran terhadap aspek-aspek agama Hindu tahun 1982, khususnya tentang sikap dan mantran sembahyang ( butir 4 dan 6 dari keputusan seminar tersebut ) menetapkan sesuai dengan buku Tuntunan Muspa yang disusun oleh bapak I gusti Ketut Kaler (1970) dan buku Upadesa terbitan Parisada Hindu dharma (1967). Berikut ini adalah kramaning sembah yang ditetapkan oleh Parisadha Hindu Dharma Indonesia dalam Mahasabha VI, 1991 di Jakarta: 1) Sembah Puyung Cakupkan kedua tangan dan pusatkan pukiran. Kemudian ucapkan mantra berikut ini: Om Atma Tattwatma Suddha Mam Swaha Artinya : Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba. 2) Sembah Dengan Sarana Bunga Ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram: Om Adityasyà param jyoti rakta tejo namo'stute sweta pankaja madhyastha bhàskaràya namo'stute Artinya : Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan. 3) Sembah Dengan Sarana Kewangen Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah 11
  • 12. Dewata yang diinginkan kehadiran-Nya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang.Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat: Om nama dewa adhi sthanaya Sarwa wiapi wai siwa ya Padmasana eka pratisthaya Adhanareswaraya namah swaha Artinya : Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja. 4) Sembah Dengan Sarana Kewangen Memohon Waranugraha Sama seperti sembah dengan kuwangen sebelumnya, jika tidak ada kuwangen bisa menggunakan bunga. Om anugraha manoharam dewa dattà nugrahaka arcanam sarwà pùjanam namah sarwà nugrahaka Dewa-dewi mahàsiddhi yajñanya nirmalàtmaka laksmi siddhisca dirghàyuh nirwighna sukha wrddisca Artinya : Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani. 12
  • 13. 5) Sembah Puyung Penutup Mantra : Om dewa suksma parama cintya ya namah swaha Om santih, santih, santih, om Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan. Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu dan pemujaan terhadap manisfestasi Tuhan yang lainnya, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Setelah melaksanakan persembahyangan, umat dipercikkan tirtha wangsuh Ida Bhatara. Tirta ini dipercikkan 3-7 kali di kepala, 3 kali diminum dan 3 kali mencuci muka ( meraup ). Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan hati umat menjadi bersih dan suci. Kebersihan dan kesucian hati adalah pangkal ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan lahir dan bathin itu sendiri ( Sujana & Susila, 2002:31 ) Kemudian mawija atau mabija dilakukan setelah selesai metirtha yang merupakan rangkaian terakhir dari suatu persembahyangan. Wija atau bija adalah biji beras yang dicuci dengan air atau air cendana. Bila dapat diusahakan beras galih, yaitu beras yang utuh tidak patah ( aksata ). Wija atau bija adalah lambang Kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Jadi, mewija mengadung makna menumbuh kembangkan benih ke-Siwa-an itu di dalam diri umat ( Sujana & Susila, 2002:31-32 ). Bila dalam pelaksanakan Panca Kramaning Sembah yang dipimpin oleh Pinandita, hendaknya umat tidak ikut me-mantram. Hal ini dianalogikan bahwa Pinandita itu seperti supir bus, sedangkan umat adalah penumpang. Sopir akan mengantarkan penumpangnya sampai tempat tujuan atau terminal. Jika penumpang juga ikut menyetir akan timbul kegaduhan. Sehingga, persembahyangan tidak menjadi tenang dan menggangu umat lain yang ingin mengadu masalah hidup kepada Hyang 13
  • 14. Widhi dan memohon sinar suci-Nya dan tuntunan-Nya menghadapi masalah. Namun, ikut me-mantram tidak dilarang jika umat itu tidak sedang dalam masalah atau ingin belajar menghapalkan mantram tersebut, asal tidak mengganggu konsentrasi umat lain yang sedang sembahyang. 2.4 Manfaat Sembahyang Sembahyang atau berdoa memberikan manfaat yang besar, meningkatkan kesucian pribadi dari hari-kehari. Sembahyang mensucikan hati, meumbuhkan keharmonisan, mengokohkan pikiran, mengendalikan emosi, ambisi dan nafsu. Dengan doa ( Upasana ) berarti kita mendekatkan diri kepada-Nya. Doa menumbuhkembangkan kasih saying yang tulus ( Prema ) kepada Ida Sang hyang widhi Wasa dan ciptaan-Nya (sarva prani hitankarah). Menurut Ketut Wiana (2005:49) salah satu manfaat sembahyang adalah untuk memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi jernih, sikap-sikap sembahyang seperti asana (padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana) membuat otot dan pernafasan menjadi bagus. Selain untuk kesehatan, bersembahyang dan berdoa juga mendidik kita untuk memiliki sifat ikhlas karena apa yang ada di dalam diri dan di luar diri kita tidak ada yang kekal, cepat lambat akan kita tinggalkan atau berpisah dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat meringankan rasa penderitaan yang kita alami karena kita telah paham benar akan kehendak Hyang Widhi. Bersembahyang juga dapat menentramkan jiwa karena adanya keyakinan bahwa Tuhan selalu akan melindungi umatNya. Perbudakan materi juga dapat diatasi dengan bersembahyang karena orang akan dapat melihat dengan terang bahwa harta benda harus dicari dengan Dharma untuk melaksanakan Dharma. Sembahyang dengan tekun akan dapat menghilangkan rasa benci, marah, dendam, iri hati dan mementingkan diri sendiri, sehingga 14
  • 15. meningkatkan cinta kasih kepada sesama. Membenci orang lain sama saja dengan membenci diri sendiri karena Jiwatman yang ada pada semua makhluk adalah satu, bersumber dari Tuhan, seperti yang diajarkan dalam ajaran Tat Twam Asi. Kemudian dengan sembahyang kita dimotivasi untuk melestarikan alam karena bersembahyang membutuhkan sarana yang berasal dari alam, seperti bunga, daun, buah, sumber mata air, dan sebagainya. 15
  • 16. BAB III PENUTUP 3.1 SIMPULAN Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, 1. Kramaning sembah merupakan tata cara dan urutan atau rangkaian sembahyang pada waktu pelaksanaan persembahyangan. 2. Sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk “bakti” hakekatnya bersumber pada unsur iman (sraddha). Menurut kitab Atharwa Weda XI.1.1, unsur iman atau sraddha dalam agama hindu meliputi: Satya, Rta, Tapa, Diksa, Brahma dan Yadnya. 3. Persipan sembahyang dimulai dari Asuci Laksana ( pembersihan badan ), Pakaian yang bersih dan tidak senonoh, Bunga dan Kuwangen, Dupa (api), Tempat Duduk yang bersih dan nyaman, Sikap Duduk (padmasana dan bajrasana ), dan Sikap tangan yang baik tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah " cakuping kara kalih " yaitu kedua telapak tangan dikatupkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kuwangen dijepit pada ujung jari. 4. Tata cara dan urutan-urutan atau rangkaian sembahyang ( Kramaning Sembah ) dimulai dari yang pertama sembah puyung, yang kedua menyembah Sang Hyang Widhi sebagai Hyang Aditya, yang ketiga Menyembah Hyang Widhi sebagai Istadewata, yang keempat menyembah Sang Hyang Widhi sebagai pemberi anugerah dan yang terakhir kembali sembah puyung sebagai ucapan terima kasih kehadapan Ida sang Hyang Widhi Wasa. 5. Sembahyang atau berdoa memberikan manfaat yang besar, meningkatkan kesucian pribadi dari hari-kehari. Sembahyang mensucikan hati, meumbuhkan keharmonisan, mengokohkan pikiran, mengendalikan emosi, ambisi dan nafsu. 16
  • 17. Dengan doa (Upasana) berarti kita mendekatkan diri kepada-Nya. Doa menumbuhkembangkan kasih saying yang tulus (Prema) kepada Ida Sang hyang widhi Wasa dan ciptaan-Nya (sarva prani hitankarah). 3.2 SARAN Diharapkan dengan adanya makalah ini setiap umat Hindu hendaknya mempelajari dan memahami agamanya secara mendalam dan komperhensip. Dengan pemahaman komperhensip dimaksudkan supaya memiliki wawasan yang luas. Berbagai bentuk dan aktivitas keagamaan adalah merupakan pengalaman ajaran agama dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas sepiritual kita. Salah satu usaha yang patut dilakukan umat Hindu adalah sembahyang yang rutin, ,melaksanakan puja Trisandya adalah juga melaksanakan doa. Doa adalah adalah usaha yang sangat sederhana dan bila dilakukan dengan khusuk akan memberikan pahala yang sangat besar bagi diri kita. Sesungguhnya begitu banyak makna yang terkandung dalam persembahyangan, tidak hanya sekedar “nyakupang tangan” dan “ngelungsur”. Semoga ulasan sederhana mengenai makna dan tata cara persembahyangan umat Hindu dapat bermanfaat bagi umat sedharma. 17