2. I. Bangunan Gedung
II. Perumahan dan Kawasan Permukiman
III. Rumah Susun
IV. Pusat Perbelanjaan
V. Kawasan Industri
VI. Perhotelan
VII. Perkantoran
Outline
2
3. I. Bangunan Gedung
Dasar Hukum:
• Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
• Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
• Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
• Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang
3
4. • Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
05/PRT/M.2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung, sebagaimana
dirubah dengan Peraturan Menteri Nomor 06/PRT/M/2017.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
19/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan
Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung melalui Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 Tahun 2006
tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2017 tentang
Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.
4
5. • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan.
• Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang / Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2018 tentang Izin Lokasi.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 5/PRT/M.2015 tentang Pedoman Umum Implementasi
Konstruksi Berkelanjutan Pada Penyelenggaraan Infrastruktur
Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman.
5
6. • Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Bangunan Gedung.
• Peraturan Daerah Ibukota DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
• Peraturan Daerah Ibukota DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
• Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung Hijau (“Pergub 38/2012”).
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau
(“Permenpupera 2/2015”).
6
7. • Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 129 Tahun 2012
tentang Tata Cara Pemberian Pelayanan di Bidang Perizinan
Bangunan.
• Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 85 Tahun 2006 tentang
Pelayanan Penerbitan Perizinan Bangunan.
• Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 640 Tahun 1992
tentang Ketentuan Terhadap Pembebasan Lokasi/Lahan Tanpa
Izin (“Kepgub DKI 640/1992”).
• Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 209 Tahun 2016
tentang Perizinan dan Rekomendasi Pemanfaatan Ruang
(“Pergub DKI 209/2016”).
7
8. A. Pre-Construction
1. Izin Lokasi;
2. Status Hak atas Tanah;
3. Keterangan Rencana Kota (Advice Planning);
4. Izin Peruntukan;
5. Amdalalin;
6. Bangunan Gedung Hijau.
9. 1. Izin Lokasi (Permenagraria 14/2018)
• Izin yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk
usaha dan / atau kegiatannya dan berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk
menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usaha dan / atau kegiatannya.
• Izin Lokasi diterbitkan oleh Pemerintah Daerah melalui Lembaga OSS, baik dengan
komitmen maupun tanpa komitmen. Izin Lokasi dengan komitmen diterbitkan berdasarkan
komitmen Pelaku Usaha yang telah memperoleh izin / persetujuan / pendaftaran atau
yang serupa itu dari pejabat yang berwenang di bidang penanaman modal.
9
10. 1. Izin Lokasi (Permenagraria 14/2018)
• Izin Lokasi tanpa komitmen dapat diberikan dalam hal tanah :
a. sesuai peruntukannya menurut RDTR (Rencana Detail Tata Ruang dan / atau RUTRKP Rencana
Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan);
b. terletak di Kawasan Industri, KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), dan KPBPB (Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas);
c. merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain yang telah mendapatkan Izin
Lokasi dan kan digunakan oleh Pelaku Usaha;
d. berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan;
e. berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan (untuk perluasan uasha);
f. tanah yang diperlukan tidak lebih dari 25 ha untuk usaha pertanian, 1 ha untuk usaha bukan
pertanian, dan 5 ha untuk pembangunan rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan
Rendah);
g. akan dipergunakan untuk proyek strategis nasional.
10
11. No. Kegiatan usaha Skala Luas Tanah
1. Perumahan dan Pemukiman
400 Ha (1 Propinsi)
4.000 Ha (seluruh
Indonesia)
2. Kawasan resort perhotelan
200 Ha (1 Propinsi)
4.000 Ha (seluruh
Indonesia)
3. Kawasan Industri
400 Ha (1 Propinsi)
4.000 Ha (seluruh
Indonesia)
11
12. Tata Cara Permohonan dan Persyaratan Izin Lokasi
(Permenagraria 14/2018)
Pelaku Usaha mengajukan permohonan pendaftaran Izin Lokasi secara elektronik melalui Lembaga OSS
dengan persyaratan permohonan sebagai berikut :
a. NIB;
b. Pernyataan pemenuhan komitmen Izin Lokasi;
c. Pernyataan persyaratan Izin Lokasi tanpa komitmen;
d. Permohonan pemenuhan komitmen Izin Lokasi;
e. Peta / Sketsa yang memuat koordinat batas letak lokasi yang dimohon;
f. Rencana kegiatan usaha;
g. Bukti pembayaran biaya pelayanan yang sah; dan
h. Surat pernyataan luas tanah yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha lainnya
yang merupakan satu grup.
12
13. Penerbitan Izin Lokasi (Permenagraria 14/2018)
• Izin Lokasi diterbitkan melalui Lembaga OSS dalam bentuk keputusan pemberian Izin
Lokasi berupa dokumen elektronik yang dilengkapi dengan tanda tangan elektronik.
Keputusan Pemberian Izin Lokasi diterbitkan beserta dengan peta Izin Lokasi.
• Dalam hal Izin Lokasi diterbitkan dengan komitmen, Pelaku Usaha hanya dapat
melakukan kegiatan perolehan tanah setelah Izin Lokasi efektif berlaku pada lokasi
yang ditunjuk dalam Peta Pertimbangan Teknis Pertanahan.
• Dalam hal Izin Lokasi diterbitkan tanpa komitmen, Izin Lokasi langsung efektif berlaku
sehingga Pelaku Usaha dapat langsung melakukan kegiatan perolehan tanah. Ketika
hendak menggunakan atau memanfaatkan tanah tersebut, Pelaku Usaha wajib
mengajukan permohonan pertimbangan teknis pertanahan kepada Kantor
Pertanahan tempat lokasi usaha melalui Lembaga OSS.
13
14. Penerbitan Izin Lokasi (Permenagraria 14/2018)
• Pelaku Usaha wajib memenuhi seluruh dokumen persyaratan pemenuhan komitmen pemberian Izin
Lokasi dalam jangka waktu maksimal 10 (sepuluh) hari sejak Lembaga OSS menerbitkan Izin Lokasi
berdasarkan komitmen yang mencakup :
a. Permohonan pemenuhan komitmen Izin Lokasi;
b. lokasi dimohon;
c. proposal rencana kegiatan;
d. bukti pembayaran biaya pelayanan yang sah; dan
e. surat pernyataan mengenai letak dan luas tanah yang sudah dikuasai oleh pelaku usaha dan
pelau usaha lain yang merupakan 1 (satu) grup.
• Pemenuhan komitmen dilaksanakan melalui Lembaga OSS dengan menyampaikan persyaratan
pemenuhan komitmen yang juga merupakan persyaratan pertimbangan teknis pertanahan kepada
Kantor Pertanahan tempat lokasi usaha dan/ atau kegiatan. Tidak kunjung disampaikannya pemenuhan
komitmen dalam jangka waktu di atas menyebabkan batalnya Izin Lokasi yang sudah diterbitkan.
• Permohonan pemenuhan komitmen ditindaklanjuti oleh Kantor Pertanahan dengan melakukan
pertimbangan teknis pertanahan.
• Pertimbangan teknis pertanahan diterbitkan dalam jangka waktu maksimal 10 (sepuluh) hari sejak
diterimanya permohonan pemenuhan komitmen dengan memuat pernyataan diterima atau ditolaknya
permohonan pemenuhan komitmen tersebut.
14
15. Penerbitan Izin Lokasi (Permenagraria 14/2018)
• Hasil pertimbangan teknis pertanahan disampaikan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten / Kota tempat lokasi usaha. Tidak kunjung diterbitkannya pertimbangan
teknis pertanahan dalam jangka waktu tersebut menyebabkan Kantor Pertanahan
dianggap telah menyetujui pertimbangan teknis pertanahan.
• Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota menindaklanjuti hasil pertimbangan teknis
pertanahan dengan :
a. memberikan persetujuan komitmen Izin Lokasi dalam hal hasil pertimbangan teknis
pertanahan memuat diterimanya permohonan pemenuhan komitmen izin lokasi atau
tidak kunjung diterbitkannya pertimbangan teknis pertanahan oleh Kantor Pertanahan
dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
b. menolak pemenuhan komitmen Izin Lokasi dalam hal Kantor Pertanahan memberikan
penolakan dalam pertimbangan teknis pertanahan.
15
16. Penerbitan Izin Lokasi (Permenagraria 14/2018)
• Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota dalam jangka waktu 2 (dua) hari memberikan persetujuan atau
penolakan. Tidak diberikannya persetujuan maupun penolakan dalam jangka waktu di atas
menyebabkan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota dianggap telah menyetujui permohonan
pemenuhan komitmen Izin Lokasi. Persetujuan pemenuhan komitmen Izin Lokasi ditandatangani secara
elektronik oleh Bupati / Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk, sedangkan untuk DKI Jakarta
ditandatangani oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
• Izin Lokasi yang diterbitkan melalui Lembaga OSS efektif berlaku setelah Pemerintah Daerah Kabupaten
/ Kota :
a. menerbitkan persetujuan permohonan pemenuhan komitmen Izin Lokasi; atau
b. tidak memberikan persetujuan atau penolakan.
• Izin Lokasi dinyatakan batal apabila :
a. Hasil pertimbangan teknis pertanahan memuat penolakan atas permohonan pemenuhan komitmen Izin Lokasi;
dan / atau
b. Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota memberikan penolakan.
16
17. BAGAN ALUR MEKANISME PENERBITAN IZIN LOKASI BERDASARKAN
KOMITMEN
Menyetujui
Menolak
Pertimbangan
Teknis Per-
tanahan
10 Hari
Izin
Lokasi
Batal
IZIN LOKASI
BERDASARKAN
KOMITMEN
Persetujuan
Pemenuhan
Komitmen
2 Hari
Penyerahan Persyaratan
Pertimbangan Teknis
Pertanahan dalam waktu
10 Hari
tidak
menerbitkan
PTP Lebih
dari 10 Hari
Menyetujui
Menolak
Kantor
Pertanahan
Pemerintah
Daerah
OSS
Menyerahkan
persyaratan
Dalam waktu
tidak lebih
dari 10 hari
tidak memberikan
persetujuan Lebih
dari 2 Hari
Pelaku usaha
Pernyataan Pemenuhan
Komitmen Izin Lokasi
Persyaratan:
• Permohonan komitmen Izin
Lokasi;
• Lokasi dimohon;
• Rencana kegiatan usaha;
• Bukti pembayaran biaya
pelayanan yang sah;
• Surat pernyataan mengenai
letak dan luas tanah dan
Tidak
menyerahkan
persyaratan
Dalam waktu
10 hari
Izin
Lokasi
efektif
berlaku
18. BAGAN ALUR MEKANISME PENERBITAN IZIN LOKASI TANPA
KOMITMEN
Izin
Lokasi
efektif
berlaku
Pertimbangan
Teknis Pertanahan
IZIN LOKASI
TANPA
KOMITMEN
Tanah lokasi usaha memenuhi 7 kriteria:
a) Sesuai RDTR
b) KEK
c) Sudah ada Izin Lokasi
d) Otorita / Kawasan pengembangan
tertentu
e) Perluasan usaha
f) Batasan luas
- <25 Ha untuk tanah pertanian
- <5 Ha untuk permukiman MBR
- <1 Ha untuk tanah Non pertanian
g) Proyek Strategis Nasional
Pelaku usaha
Kantor Pertanahan
Menggunakan dan
memanfaatkan tanah
OSS
19. Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu 3 tahun sejak
dinyatakan efektif berlaku
19
20. 1. Izin Lokasi cont’d
• Perolehan tanah harus diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi (3 tahun).
• Apabila dalam jangka waktu di atas perolehan tanah belum selesai maka :
a. Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (tahun), apabila tanah
yang sudah diperoleh mencapai 50% (lima puluh persen) atau lebih dari luas tanah
yang ditunjuk dalam Izin Lokasi;
b. Izin Lokasi tidak dapat diperpanjang apabila jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir dan perolehan tanah kurang dari 50% (lima puluh
persen) dari luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi.
• Dalam hal perolehan tanah kurang dari 50% (lima puluh persen) dari luas tanah yang
ditunjuk dalam Izin Lokasi sebagaimana di atas, Pelaku Usaha wajib menggunakan
atau memanfaatkan tanah sesuai tujuan kegiatan usahanya.
• Dalam hal pelaku usaha tidak juga melaksanakan pemanfaatan dan penggunaan
tanah sebagaimana di atas, maka Pelaku Usaha wajib mengalihkan tanah yang
diperoleh kepada pihak lain yang memenuhi syarat paling lama 1 (satu) tahun.
20
21. 1. Izin Lokasi cont’d
• Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan juga dalam jangka waktu 3 tahun dan bahkan
setelah diperpanjang untuk 1 tahun maka :
a. tanah yang telah diperoleh dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal
dengan penyesuaian mengenai luas pembangunan yang merupakan satu kesatuan bidang;
b. perolehan tanah dapat dilakukan lagi oleh pemegang Izin Lokasi terhadap tanah yang berada
di antara tanah yang sudah diperoleh sehingga merupakan satu kesatuan bidang tanah
dengan jangka waktu 1 (satu) tahun.
• Pemegang Izin Lokasi wajib melaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala
Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakan berdasarkan Izin Lokasi
dan pelaksanakan penggunaan tanah tersebut.
• Tanah yang sudah diperoleh wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat maksimal 1
(tahun) sejak berakhirnya masa berlaku Izin Lokasi.
• Pengembangan pemanfaatan tanah yang sudah diperoleh dan dimanfaatkan / digunakan
sepanjang sesuai dengan peruntukannya, tidak diperlukan Izin Lokasi baru.
21
22. 1. Izin Lokasi cont’d
• Dalam hal Pelaku Usaha telah memperoleh Izin Lokasi dan memperoleh
tanah di luar lokasi yang ditetapkan, permohonan hak atas tanah
tersebut tidak dapat diproses.
• Terhadap tanah yang telah diterbitkan keputusan pemberian Izin Lokasi,
dilarang menerbitkan Izin Lokasi baru untuk subjek yang berbeda.
• Dalam hal diterbitkan keputusan pemberian Izin Lokasi baru
sebagaimana di atas, Izin Lokasi baru tersebut batal demi hukum.
• Dalam hal di atas tanah Izin Lokasi telah terbit izin usaha pertambangan
dan / atau izin usaha lainnya, harus mendapat persetujuan dari pemilik
tanah atau pemegang izin usaha pertambangan dan / atau izin usaha
lainnya.
22
23. 1. Izin Lokasi cont’d
• Pada saat Permenagraria 10/2018 mulai berlaku :
a. Izin Lokasi yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Permenagraria
10/2018 tetap berlaku sampai jangka waktunya berakhir.
b. Dalam hal Izin Lokasi sebagaimana di atas belum pernah
diperpanjang, perpanjangan Izin Lokasi diproses sesuai dengan
ketentuan dalam Permenagraria 10/2018.
c. Tanah yang diperoleh berdasarkan Izin Lokasi sebelum berlakunya
Permenagraria 10/2018 dan belum didaftarkan, wajib didaftarkan
maksimal 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa berlaku izin lokasi.
d. Pemberian Izin Lokasi yang masih dalam proses sebelum berlakunya
Permenagraria 10/2018 diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam
Permenagraria 10/2018.
23
24. Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta
Kepgub DKI 640/1992
Pembebasan lokasi/lahan pada
jalur jalan protokol yang
dilakukan oleh
Badan/Perorangan seluas
5.000 m2 atau lebih
Surat Persetujuan
Prinsip Pembebasan
Lokasi/Lahan
(“SP3L”)
WAJIB
24
25. Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta
Pergub DKI 209/2016:
Setiap orang yang akan melakukan
pemanfaatan ruang wajib memiliki izin
dari Gubernur yang secara
operasional menjadi tugas Kepala
Penyelenggara PTSP sesuai lingkup
tugasnya
a. Izin lokasi.
b. Izin prinsip
pemanfaatan
ruang.
c. Izin kegiatan
pemanfaatan
ruang.
d. Izin
pemanfaatan
ruang.
a. Kurang 1000m2
oleh PTSP
Kecamatan.
b. Antara 1000m2
s.d. kurang
5000m2 oleh
Kepala Kantor
PTSP.
c. 5000m2 atau
lebih oleh
Kepala BPTSP.
Berdasarkan skala
25
26. 2. Status Hak atas Tanah
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”)
• Hak-hak atas Tanah:
a. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah.
b. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan
miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30
tahun.
26
27. c. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan
pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA.
27
28. d. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan
• Hak Pengelolaan (“HPL”) adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain
berupa perencanaan peruntukandan penggunaan tanah, penggunaan tanah
untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
• Tanah HPL dapat diberikan atau dibebankan dengan hak-hak atas tanah yaitu
Hak Guna Bangunan (“HGB”) dan Hak Pakai (“HP”). HGB atas tanah HPL dan
HP atas tanah HPL diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri
atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang HPL kepada calon
pemegang HPL.
28
29. 3. Keterangan Rencana Kota (Advice Planning)
• Keterangan rencana kabupaten/kota adalah informasi tentang
persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota pada lokasi tertentu. Pada praktiknya,
pemerintah daerah setempat akan mendelegasikan kewenangan
tersebut kepada dinas terkait, di Jakarta disebut Dinas Tata Ruang.
• Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana
kabupaten/ kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap orang
yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan
gedung.
• Keterangan rencana kabupaten/kota, digunakan sebagai dasar
penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
29
30. • Surat keterangan rencana kabupaten / kota merupakan ketentuan yang berlaku
untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi:
• fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan;
• ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
• jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB
yang diizinkan;
• garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang
diizinkan;
• KDB maksimum yang diizinkan;
• KLB maksimum yang diizinkan;
• KDH minimum yang diwajibkan;
• KTB maksimum yang diizinkan; dan
• jaringan utilitas kota.
30
31. 4. Izin Peruntukan
• Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah diberikan berdasarkan izin
lokasi. Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah merupakan dasar untuk
permohonan mendirikan Bangunan.
31
32. Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Kewajiban
dari Pemegang SIPPT kepada Pemerintah DKI Jakarta sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 228 Tahun 2016
Surat Izin Penunjukan Penggunaan
Tanah (“SIPPT”)
Perusahaan Real Estate dan/atau Perusahaan Property dan/atau
Developer dan/atau Yayasan dan/atau Perorangan yang memperoleh
SIPPT dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membangun perumahan,
perkantoran, perdagangan dan/atau kegiatan fisik lainnya dan/atau
permohonan hak atas Tanah dalam Daerah DKI Jakarta
surat izin penunjukan
penggunaan tanah
yang diberikan kepada
para pengembang
dalam rangka
pengembangan suatu
kawasan dan/atau
guna permohonan hak
atas tanah
32
33. 5. Analisis Dampak Lalu Lintas
Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 tahun 2015
sebagaimana dirubah dengan Peraturan Menteri Nomor PM 46 Tahun
2016, PM 75 Tahun 2016 dan PM 11 Tahun 2017
34. Analisis Dampak Lalu Lintas (“Amdalalin”)
• Amdalalin adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya
dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.
• Setiap pembangunan baru atau pengembangan pusat kegiatan, permukiman,
dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan pengembang atau
pembangun wajib melakukan Amdalalin dengan menunjuk lembaga konsultan
yang memiliki tenaga ahli bersertifikat kompentensi penyusun Amdalalin yang
diterbitkan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
35. Analisis Dampak Lalu Lintas (“Amdalalin”)
• Rencana pengembangan pusat kegiatan dan permukiman wajib
melakukan Amdalalin jika pengembangan tersebut lebih besar
30% dari kondisi awal.
• Rencana pengembangan infrasturktur wajib melakukan
Amdalalin jika pengembangan tersebut lebih besar 50% dari
fasilitas utama atau pokok.
• Perubahan terhadap fungsi peruntukan bangunan dari fungsi
awal wajib untuk melakukan Amdalalin.
36. Kriteria Ukuran Minimal Pembangunan Baru yang Wajib
Melakukan Amdalalin
a. perumahan sederhana dengan jumlah unit > 150 unit;
b. perumahan menengah-atas dengan jumlah unit > 50 unit;
c. rumah susun sederhana dengan jumlah unit > 100 unit;
d. apartemen dengan jumlah unit > 50 unit;
e. asrama dengan jumlah kamar > 50 unit;
f. ruko luas dengan lantai keseluruhan > 2000m2;
g. pusat perbelanjaan/ritel dengan luas lantai bangunan > 500m2;
h. kegiatan perkantoran dengan luas lantai bangunan > 1000m2;
i. hotel dengan jumlah kamar > 50 kamar;
j. gedung pertemuan dengan luas lantai bangunan > 500m2
37. Kriteria Ukuran Minimal - Cont’d
k. industri dan pergudangan dengan luas lantai bangunan > 2500m2
l. restaurant dengan jumlah tempat duduk > 100 tempat duduk;
m. fasilitas olah raga (indoor atau outdoor dengan kapasitas penonton >
100 orang dan/atau luas 10000 m2; dan/atau
n. bangunan/permukiman/infrastruktur lainnya apabila ternyata
diperhitungkan telah menimbulkan 75 perjalanan (kendaraan) baru
pada jam padat dan/atau menimbulkan rata-rata 500 perjalanan
(kendaraan) baru setiap harinya pada jalan yang dipengaruhi oleh
adanya bangunan/permukiman/infrastruktur yang
dibangun/dikembangkan.
38. Untuk infrastruktur:
a. akses ke dan dari jalan tol;
b. pelabuhan;
c. bandar udara;
d. Terminal;
e. Stastiun kereta api;
f. Pool kendaraan;
g. Fasilitas parkir untuk umum;
h. Jalan layang (flyover);
i. Lintas bawah (underpass); dan/atau
j. Terowongan (tunnel).
Dalam hal rencana pembangunan
infrastruktur jalan layang (flyover),
lintas bawah (underpass), dan/atau
terowongan (tunnel) menghubungkan
jalan yang belum pernah ada, maka
tidak wajib dilakukan Amdalalin.
Kriteria Ukuran Minimal – Cont’d
39. Hasil Amdalalin harus mendapat
persetujuan dari:
a. Menteri Perhubungan, untuk jalan
nasional;
b. gubernur, untuk jalan provinsi;
c. bupati, untuk jalan kabupaten
dan/atau jalan desa; atau
d. walikota, untuk jalan kota.
Persetujuan Amdalalin
40. • Menteri, setelah memperoleh
pertimbangan gubernur, bupati, atau
walikota yang bersangkutan, jika
berlokasi di antara jalan nasional
dan status jalan lainnya.
• Gubernur, setelah memperoleh
pertimbangan bupati atau walikota
yang bersangkutan, jika berlokasi di
antara jalan provinsi dan status jalan
lainnya.
Dalam hal rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur
berlokasi di antara 2 (dua) atau lebih status jalan, hasil Amdalalin mendapat
persetujuan oleh:
Persetujuan Amdalalin – Cont’d
41. • Menteri, gubernur, bupati atau
walikota memberikan persetujuan
dalam jangka waktu paling lama 3
hari kerja sejak diterimanya
dokumen Amdalalin yang
memenuhi persyaratan, untuk
pembangunan perumahan yang
diperuntukan untuk MBR.
• Menteri, gubernur, bupati atau
walikota memberikan persetujuan
dalam jangka waktu paling lama 15
hari kerja sejak diterimanya
dokumen Amdalalin yang
memenuhi persyaratan, untuk
perumahan menengah atas, rumah
susun, ruko, serta pusat kegiatan dan
infrastruktur.
Persetujuan Amdalalin – Cont’d
42. Amdalalin merupakan salah
satu persyaratan untuk
memperoleh:
a. izin lokasi;
b. izin mendirikan bangunan; atau
c. izin pembangunan bangunan
gedung dengan fungsi khusus
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
di bidang bangunan gedung
43. 6. Bangunan Gedung Hijau
Berdasarkan Permenpupera 2/2015
• Bangunan gedung hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara
signifikan dalam penghematan energi, air dan sumber daya lainnya
melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan
fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya.
• Bangunan gedung yang dikenai persyaratan bangunan gedung hijau
meliputi bangunan gedung baru dan bangunan gedung yang telah
dimanfaatkan.
43
44. 6. Bangunan Gedung Hijau cont’d
• Sertifikat bangunan hijau diberikan kepada pemilik/pengelola
bangunan gedung yang telah memiliki SLF untuk bangunan gedung
baru atau SLF perpanjangan untuk bangunan gedung yang telah
dimanfaatkan dan memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau.
44
45. Bangunan gedung yang wajib mengikuti persyaratan bangunan
gedung hijau (Permenpupera 2/2015):
1. bangunan gedung kelas 4 (hunian campuran);
2. Bangunan gedung kelas 5 (gedung kantor);
3. Bangunan gedung kelas 6 (gedung perdagangan, seperti ruang
makan, kafe, restoran, bar toko dan kios sebagai bagian dari
hotel);
4. Bagungan gedung kelas 7 (gudang, tempat parkir umum);
5. Bangunan gedung kelas 8 ( gedung laboratorium, industri, pabrik,
bengkel modil);
6. bangunan gedung kelas 9 (gedung umum),
dengan klasifikasi kompleksitas bangunan: tidak sederhana atau
khusus; dan
Klasifikasi ketinggian bangunan: gedung tinggi atau sedang;
45
46. Bangunan gedung wajib mengikuti persyaratan bangunan gedung
hijau (Permenpupera 2/2015):
• Bangunan gedung kelas 6, 7, 8 dan 9 dengan ketinggian bangunan
gedung sampai dengan 2 lantai dan luas total lantai lebih dari
5.000m2; atau
• Bangunan gedung yang mengonsumsi energi, air dan sumber daya
lainnya dengan jumlah yang sangat besar dan memiliki potensi
penghematan yang cukup signifikan; atau
• Bangunan gedung yang ditetapkan pemerintah daerah.
46
47. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung
meliputi:
1. efisiensi energi. Meliputi:
• Sistem selubung bangunan;
• Sistem ventilasi;
• Sistem pengkondisian udara;
• Sistem pencahayaan;
• Sistem transportasi dalam gedung;
• Sistem kelistrikan.
47
48. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung
meliputi:
2. efisiensi air. Meliputi:
• Perencanaan harus menggunakan peralatan sanitasi yang hemat
air, mengacu pada versi terakhir dari SNI 03-6481 tentang sistem
plumbing. (Pergub DKI 38/2012)
• Perencanaan pemakaian air tidak melebihi pedoman dan standar
yang tercantum pada versi terakhir dari SNI 03-6481 tentang
sistem plumbing. (Pergub DKI 38/2012)
• Penggunaan peralatan saniter hemat air (water fixtures)
48
49. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung
meliputi:
3. kualitas udara dalam ruang. Meliputi:
• Pelarangan merokok;
• Pengendalian karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO);
• Pengendaliian penggunaan bahan pembeku (refrigerant).
4. Pengelolaan air limbah. Meliputi:
• Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat dan limbah cair
sebelum dibuang ke saluran pembuangan kota; dan
• Daur ulang air berasal dari limbah cair (grey water).
49
50. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung
meliputi:
5. Material ramah lingkungan. Meliputi:
• Pengendalian penggunaan material bahaya;
• Penggunaan material bersertifikat ramah lingkungan (eco
labeling).
6. Pengelolaan sampah, meliputi:
• Penerapan prinsi reduce, reuse, recycle;
• Penerapan sistem penanganan sampah dan pencatatan timbulan
sampah.
50
51. Persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan gedung
meliputi:
7. Pengelolaan tapak. Meliputi persyaratan teknis mengenai:
• Orientasi bangunan gedung;
• Pengolahan tapak termasuk akseibilitas/sirkulasi;
• Pengolaan lahan terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan
beracun;
• Ruang terbuka hijau privat;
• Penyediaan jalur pedestrian;
• Penyediaan lahan parkir;
• Sistem pencahataan ruang luar; dan
• Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah
tanah, air dan/atau prasaranan/sarana umum.
51
52. Ketentuan Peralihan Permenpupera 2/2015
• Penyelenggaraan bangunan gedung hijau di kabupaten/kota atau
Provinsi DKI Jakarta harus mengacu pada ketentuan peraturan ini.
• Pengaturan bangunan gedung hijau di kabupaten/kota atau Provinsi
DKI Jakarta diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah,
paling lambat 24 Februari 2018.
• Semua peraturan berkaitan dengan bangunan gedung hijau
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan menteri ini.
52
53. • Bangunan gedung dengan dengan jenis dan luasan di bawah wajib
memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau (Pergub 38/2012):
53
No. Fungsi Skala Bangunan
1. Fungsi hunian, gedung rumah susun > 50.000 m2
2. fungsi usaha, bangunan gedung perdagangan > 50.000 m2
3. fungsi usaha, bangunan gedung perdagangan > 50.000 m2
4. bangunan gedung yang memiliki lebih dari satu fungsi
dalam 1 (satu) massa bangunan,
> 50.000 m2
5. fungsi usaha, bangunan gedung perhotelan, > 20.000 m2
6. fungsi sosial dan budaya, bangunan gedung pelayanan
kesehatan
> 20.000 m2
7. fungsi sosial dan budaya, bangunan gedung pelayanan
pendidikan
> 10.000 m2
54. • Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan bangunan gedung hijau secara
teknis dan operasional dilakukan oleh Dinas Pengawasan dan Penertiban
Bangunan DKI Jakarta (saat ini Dinas Perumahan dan Gedung). Penilaian
dan pengawasan tersebut dilakukan pada bangunan gedung baru dan
gedung eksisting
• Penilaian dan pengawasan pada bangunan gedung baru dilakukan melalui
penilaian terhadap dokumen perencanaan teknis bangunan gedung.
Dokumen tersebut dibuat oleh perencana yang sudah memiliki izin pelaku
teknis bangunan (“IPTB”) yaitu surat izin yang dapat dipakai untuk
perencanaan, pengawasan dan pengkajian.
• Terhadap dokumen perencanaan teknis bangunan gedung yang telah
memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau, selanjutnya dapat
diterbitkan IMB.
54
55. • Gedung eksisting merupakan gedung dalam tahap pelaksanaan konstruksi
dan/atau sudah dalam tahap pemanfaatan pada saat Peraturan Gubernur
Jakarta No.38/2012 tentang Bangunan Gedung Hijau ditetapkan.
• Penilaian dan pengawasan pada bangunan gedung eksisting dilakukan
melalui:
a. pemeriksaan lapangan sesuai tahapan pelaksanaan konstruksi;
b. pelaksanaan uji coba; dan
c. pelaksanaan program konservasi yang mencakup bidang energi, air,
kualitas udara dalam ruang dan kenyamanan termal.
• Pelaksanaan konstruksi, pelaksanaan hasil uji coba dan pelaksanaan
program konservasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c diatas yang telah
memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau, selanjutnya diterbitkan SLF.
55
56. B. Construction
1. Izin Pendahuluan
• Sebelum IMB diterbitkan, permohonan dapat mengajukan
Permohonan Izin Pendahuluan (“IP”), IP diberikan untuk melakukan
kegiatan membangun sesuai tahapan kegiatan pelaksanaan
pembangunan sambil menunggu terbitnya izin definitif.
• IP terdiri dari dari:
a. IP Persiapan
Izin untuk melakukan kegiatan pelaksanaan pagar proyek,
bangsal kerja, pematangan tanah, pembongkaran bangunan
atau bangunan-bangunan lama.
56
57. • Izin untuk melakukan kegiatan pekerjaan pondasi
yang meliputi: penggalian tanah, dewatering,
pelaksanaan pondasi dan/atau pemancangan
pondasi bangunan atau bangunan-bangunan.
b. IP Pondasi
• Izin untuk melakukan kegiatan pelaksanaan
struktur bangunan atau bangunan-bangunan
secara menyeluruh.
c. IP Struktur
Menyeluruh
• Izin untuk melakukan kegiatan pelaksanaan
struktur bangunan atau bangunan-bangunan
sampai selesai.
d.IP Menyeluruh
57
58. 2. TPAK (Tim Penasehat Arsitektur Kota)
Tim ahli di bidang teknis arsitektur dan perkotaan yang bertugas
memberikan pertimbangan teknis kepada Gubernur terhadap
perencanaan bangunan gedung kriteria tertentu.
Kriteria bangunan yang harus mendapat penilaian TPAK adalah:
• Bangunan gedung lebih dari 8 lantai;
• Bangunan gedung yang berada di sepanjang jalan protokol;
• Bangunan gedung dengan kriteria pelestarian;
• Bangunan gedung yang berada diatas dan/atau di bawah tanah atau
air yang melintasi prasarana dan sarana umum.
58
59. 3. TPKB (Tim Penasihat Konstruksi Bangunan)
Tim ahli di bidang teknis struktur/konstruksi yang bertugas memberikan
pertimbangan teknis kepada Gubernur terhadap perencanaan bangunan
gedung kriteria tertentu.
Kriteria bangunan yang harus mendapat rekomendasi TPKB adalah:
• Bangunan gedung lebih dari 8 (delapan) lantai;
• Bangunan gedung dengan struktur khusus;
• Bangunan yang didirikan diatas daerah reklamasi atau memiliki potensi
likuifaksi; dan
• Bangunan gedung dengan ketinggian lebih dari 40 m (empat puluh meter).
59
60. 4. TPIB (Tim Penasihat Instalasi Bangunan)
Tim ahli di bidang teknis instalasi bangunan gedung yang bertugas
memberikan pertimbangan teknis kepada Gubernur terhadap
perencanaan bangunan gedung kriteria tertentu.
Kriteria yang harus mendapatkan rekomendasi TPIB adalah:
• Bangunan yang menggunakan daya listrik dari PLN atau diesel genset
lebih dari 500 (lima ratus) kVa;
• Bangunan dengan luas lantai lebih dari 5000 m2 (lima ribu meter
persegi) atau ketinggian lebih dari 8 (delapan) lantai;
60
61. • Bangunan yang memiliki basemen kecuali bangunan gedung fungsi
hunian rumah tinggal tunggal dan deret;
• Bangunan yang dilengkapi Instalasi Pendeteksi Pemadam Kebakaran,
lift, dan eskalator;
• Bangunan yang menggunakan Building Automation System (BAS);
• Bangunan dengan penggunaan khusus, meliputi: Rumah Sakit kelas
A, B, dan C, serta pabrik dan gudang dengan luas lantai lebih dari
800 m2 , hotel, mall dan apartemen;
• Bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas umum seperti pelabuhan,
terminal, bandara dan lain-lain.
61
62. 5. Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB)
• Adalah izin yang diberikan oleh Dinas Pengawasan dan Penertiban
Bangunan Gedung kepada pelaku bangunan gedung yang terdiri dari
perencana, pengawas pelaksanaan, pemelihara, dan pengkaji teknis
bangunan gedung.
• Setiap orang yang akan membangun bangunan gedung harus menunjuk
penyedia jasa perencanaan konstruksi yang memiliki IPTB dari Kepala
Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Gedung.
• IPTB adalah izin yang harus dimiliki seorang ahli untuk dapat melakukan
pekerjaan, perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemliharaan dan
pengkajian teknis bangunan (Pergub Nomor 132/2007)
62
63. 6. IUJK dan Tanda Daftar Usaha Perseroang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
• Setiap usaha orang perseroangan yang akan memberikan layanan jasa
konstruksi wajib memiliki tanda daftar usaha perseroangan (TDUP).
• TDUP adalah izin yang diberikan kepada usaha orang perseroangan
untuk menyelanggarakan kegiatan jasa konstruksi.
• Setiap badan usaha jasa konstruksi yang akan memberikan layanan jasa
konstruksi wajib memiliki izin usaha jasa konstruksi (IUJK).
• IUJK adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk
menyelenggarakan kegiatan jasa konstruksi.
63
64. 7. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
• Dasar hukum Permenpupera Nomor 05/PRT/M.2016 tentang Izin
Mendirikan Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 19/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan Izin
Mendirikan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
melalui Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik.
• IMB merupakan dasar dalam mendirikan bangunan dalam rangka
pemanfaatan ruang IMB berfungsi sebagai prasyarat untuk mendapatkan
pelayanan utilitas umum antara lain penyambungan jaringan listrik, air
minum, telepon, dan gas.
65. IMB - Cont’d
Klasifikasi bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB
ditentukan berdasarkan kompleksitas bangunan gedung yang
meliputi:
1. Bangunan gedung sederhana:
a. Bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai; dan
b. Bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai.
2. Bangunan gedung tidak sederhana:
a. Bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk
kepentingan umum; dan
b. Bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan
umum.
3. Bangunan gedung khusus.
66. IMB - Cont’d
• Bangunan gedung sederhana adalah bangunan gedung dengan
karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi
sederhana.
• Bangunan gedung tidak sederhana adalah bangunan gedung
dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas
dan/atau teknologi tidak sederhana.
• Bangunan gedung khusus adalah bangunan gedung yang memiliki
penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan
dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian atau teknologi
khusus.
• Bangunan gedung untuk kepentingan umum adalah bangunan
gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa
fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya.
67. IMB - Cont’d
Lembaga OSS menerbitkan IMB setelah Pelaku Usaha mengajukan dengan mengisi pernyataan komitmen
untuk menyelesaikan IMB dalam jangka waktu tertentu. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan IMB wajib
melakukan pemenuhan komitmen IMB melalui SIMBG dengan melengkapi :
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah;
b. data pemilik Bangunan Gedung; dan
c. rencana teknis Bangunan Gedung
• Rencana teknis bangunan harus mendapatkan pertimbangan teknis dari TABG (Tim Ahli Bangunan
Gedung).
• Pertimbangan teknis diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 25 (dua puluh lima) hari.
• Pelaku Usaha menyampaikan kelengkapan pemenuhan komitmen IMB melalui SIMBG (Sistem Informasi
Manajemen Bangunan Gedung) yang dioperasikan oleh Pemkab / Pemkot / Pemprov DKI Jakarta dalam
jangka waktu maksimal 5 (lima) hari setelah diterbitkannya IMB.
• SIMBG adalah sistem informasi terintegrasi dengan Lembaga OSS yang digunakan untuk penerbitan IMB,
SLF, dan sistem pendataan bangunan gedung.
• Dalam hal IMB membutuhkan penyelesaian Amdal terlebih dahulu, jangka waktu pemenuhan komitmen
IMB dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemenunah komitmen Amdal.
67
68. IMB - Cont’d
• TABG memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis yang disampaikan
oleh Pelaku Usaha kepada Pemerintah Daerah melalui SIMBG.
• Dalam hal pertimbangan teknis menyatakan rencana teknis belum memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah melalui SIMBG memberikan pernyataan kepada Lembaga OSS bahwa IMB
dibatalkan.
• Dalam hal pertimbangan teknis menyatakan rencana teknis sudah memenuhi persyaratan,
Pemerintah Daerah melalui SIMBG memberikan pernyataan kepada Lembaga OSS bahwa IMB
berlaku efektif.
• Dalam hal IMB dibatalkan, Pelaku Usaha dapat mengajukan kembali IMB melalui OSS dengan
syarat kegiatan pembangunan dihentikan sampai dengan IMB berlaku efektif.
• IMB tidak diperlukan jika bangunan gedung berada di dalam KEK, Kawasan Industri, maupun
KPBPB (sepanjang pengelola kawasan telah menetapkan “Estate Regulation” dan bangunan
gedung merupakan proyek pemerintah atau PSN.
68
69. Jangka Waktu Penerbitan IMB
Jangka waktu pemenuhan
komitmen IMB melalui SIMBG
paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah diterbitkannya IMB.
70. BAGAN ALUR MEKANISME PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN
Pelaku usaha
IMB DENGAN
KOMITMEN
Pernyataan Pemenuhan
Komitmen IMB
Syarat untuk dipenuhi :
• Bukti hak atas tanah atau
perjanjian pemanfaatan
tanah;
• Data pemilik bangunan
gedung;
• Rencana teknis bangunan
gedung.
Dokumen Syarat
Permohonan di 5
hari pertama
Pertimbangan teknis
bisa menyusul di 25
hari berikutnya
Menyerahkan
persyaratan
Dalam waktu
tidak lebih
dari 30 hari
Butuh Amdal,
30 hari setelah
pemenuhan
komitmen
Amdal
TABG
Pertimbangan
Teknis atas
rencana
teknis
Tidak Sesuai
SIMBG
(PEMDA)
Penentuan
IMB
OSS
IMB
efektif
berlaku
Sesuai
OSS
OSS
IMB
batal
Dalam 30 hari
tidak memenuhi
komitmen
71. Jangka Waktu Penerbitan IMB cont’d
1. Untuk IMB bangunan gedung sederhana:
a. 1 (satu) lantai paling lama 3 (tiga) hari kerja; dan
b. 2 (dua) lantai paling lama 4 (empat) hari kerja.
2. IMB bangunan gedung tidak sederhana:
a. Bukan untuk kepentingan umum paling lama 7 (tujuh) hari kerja;
b. Untuk kepentingan umum dengan ketinggian 1 (satu) sampai
dengan 8 (delapan) lantai paling lama 12 (dua belas) hari kerja;
dan
c. Bangunan gedung khusus dengan ketinggian 1 (satu) sampai
dengan 8 (delapan) lantai paling lama 12 (dua belas) hari kerja.
72. Jangka Waktu Penerbitan IMB – Cont’d
3. IMB bangunan gedung tidak sederhana:
a. Untuk kepentingan umum dengan ketinggian lebih dari 8
(delapan) lantai paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan
b. Bangunan gedung khusus dengan ketinggian lebih dari 8
(delapan) lantai paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
4. IMB pondasi untuk bangunan gedung tidak sederhana untuk
kepentingan umum dan bangunan gedung khusus paling lama 18
(delapan belas) hari kerja.
73. KETENTUAN PERALIHAN Permenpupera Nomor 05/PRT/M.2016
Permenpupera memerintahkan untuk:
1. Pemerintah Daerah yang belum memiliki Peraturan Daerah mengenai
penyelenggaraan IMB, harus membuat peraturan daerah yang
berpedoman pada Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling
lambat tanggal 22 Februari 2017;
2. Pemerintah Daerah yang belum memiliki Peraturan Daerah mengenai
penyelenggaraan IMB, maka ketentuan Peraturan Menteri ini
diberlakukan sampai dengan diundangkannya Peraturan Daerah
mengenai penyelenggaraan IMB; dan
3. Pemerintah Daerah yang telah memiliki peraturan daerah dan/atau
Peraturan Kepala Daerah mengenai penyelenggaraan IMB sebelum
Peraturan Menteri ini diundangkan harus menyesuaikan dengan
Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lambat tanggal 22
Februari 2017.
74. 1. Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
• Sertifikat yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah terhadap
bangunan gedung yang telah selesai
dibangun dan telah memenuhi
persyaratan kelaikan fungsi
berdasarkan hasil pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan gedung
sebagai syarat untuk dapat
dimanfaatkan.
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
Gedung
• Surat keterangan yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kepada
pemilik bangunan gedung sebagai
bukti kepemilikan bangunan
gedung yang telah selesai dibangun
berdasarkan IMB dan SLF sesuai
dengan persyaratan administratif
dan teknis yang berlaku,
C. Post-Construction
74
75. SLF (Permen PUPR 19/2018)
• Pelaku Usaha yang mengajukan IMB melalui OSS wajib mengajukan permohonan SLF melalui SIMBG.
• Persyaratan permohonan SLF meliputi :
a. gambar teknis bangunan gedung terbangun (as built drawings)
b. pernyataan dari pengawas atau Manajemen Konstruksi untuk bangunan gedung baru atau dari Pengkaji Teknis untuk
bangunan gedung yang sudah ada (existing) bahwa bangunan gedung yang dibangun telah sesuai dengan IMB dan
laik fungsi; dan
c. lampiran pendukung yang menyatakan kelaikan fungsi bangunan.
• Dalam hal pemeriksaan kelaikan fungsi menyatakan bangunan gedung tidak laik fungsi maka harus dilakukan pengubahsuaian
(retrofitting).
• Pemerintah Daerah memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan penerbitan SLF yang disampaikan Pelaku Usaha melalui
SIMBG.
• Dalam hal persyaratan lengkap, Pemerintah Daerah memberikan pernyataan kepada Lembaga OSS bahwa SLF dapat diterbitkan.
• Lembaga OSS menerbitkan SLF paling lama 3 (tiga hari) setelah Pemerintah Daerah melalui SIMBG menyampaikan bahwa SLF
dapat diterbitkan.
C. Post-Construction (cont’d)
75
76. SLF Pendahuluan (Pergub DKI 129/2012)
• Sebelum SLF diterbitkan, dapat diberikan SLF Pendahuluan.
• SLF Pendahuluan dapat diberikan atas sebagian dan/atau keseluruhan
bangunan gedung yang secara teknis sudah memenuhi persyaratan
kelaikan fungsi namun terdapat bagian bangunan yang perlu
diperbaiki.
• SLF Pendahuluan diberikan paling lama 6 bulan dan tidak dapat
diperpanjang.
C. Post-Construction (cont’d)
76
77. SLF Sementara (Pergub DKI 129/2012)
• SLF Sementara diberikan untuk penggunaan bangunan gedung yang
bersifat sementara.
• SLF Sementara diberikan dengan jangka waktu paling lama 3 tahun
dan dapat diperpanjang dengan permohonan.
C. Post-Construction (cont’d)
77
78. BAGAN ALUR MEKANISME PENERBITAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI
Persyaratan permohonan SLF :
a. gambar teknis bangunan gedung
terbangun;
b. pernyataan dari pengawasa atau
Manajemen Konstruksi untuk bangunan
gedung baru atau dari Pengkaji Teknis
untuk bangunan gedung yang sudah
ada bahwa bangunan gedung telah
sesuai dengan IMB dan laik fungsi;
c. lampiran pendukung yang menyatakan
kelaikan fungsi gedung.
Pelaku usaha
Maksimal 3 hari SLF
sudah diterbitkan
melalui OSS
OSS
Permohonan
SLF
Pemeriksaan
kelangkapan
persyaratan
permohonan
SIMBG
Tidak lengkap
OSS
SLF
tidak
dapat
diberi
kan
Lengkap OSS
SLF dapat
diterbitkan
79. Dasar Hukum:
Perumahan:
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
• Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Kaawasan Permukiman
• Peraturan Pemerintah Nomorr 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
II. Perumahan dan Permukiman
79
80. Dasar Hukum:
Perumahan:
• Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang
• Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang
II. Perumahan dan Permukiman
80
81. 81
Bangunan Gedung:
→ lihat pada penjelasan halaman 3-7
Lingkungan:
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup.
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata
Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta
Penerbitan Izin Lingkungan.
82. Lalu Lintas:
• Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
• Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen
Kebutuhan Lalu Lintas.
• Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.
82
83. A. Definisi
Perumahan dan kawasan
permukiman adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas
pembinaan, penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat.
83
85. 1. Persyaratan Administratif
a. Izin Usaha Perumahan
Izin Usaha Perumahan merupakan izin yang wajib dimiliki oleh
perusahaan pengembang perumahan untuk memulai pelaksanaan
kegiatan produksi/operasi.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007, menyatakan
bahwa kewajiban memiliki SIUP dikecualikan terhadap Perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha di luar sektor perdagangan.
85
86. 86
b. Izin Lokasi
→ lihat pada penjelasan halaman 9-16
c. Status Hak atas Tanah
→ lihat pada penjelasan halaman 17-19
d. Keterangan Rencana Kota (Advice Planning)
→ lihat pada penjelasan halaman 20-21
d. Izin Peruntukan
→ lihat pada penjelasan halaman 22-23
e. Amdalalin
→ lihat pada penjelasan halaman 34-47
87. 2. Persyaratan Teknis
Persyaratan struktur bangunan
• Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi
utama bangunan.
• Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam fungsi
hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan
budaya, dan fungsi khusus.
87
88. 3. Persyaratan Ekologis
Analisa Dampak Lingkungan/UKL-UPL
Bidang usaha yang wajib AMDAL adalah:
88
No Jenis Kegiatan Skala
1. Pembangunan Bangunan Gedung
- Luas lahan ≥ 5 ha
- Bangunan ≥ 10.000 m2
2. Pembangunan Perumahan dan kawasan
Permukiman dengan pengelola tertentu:
a. Kota metropolitan, luas ≥ 25 ha
a. Kota besar, luas ≥ 50 ha
a. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 100 ha
a. Untuk keperluan settlement
transmigrasi
≥ 2000 ha
89. • Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak sesuai dengan kriteria
wajib AMDAL diwajibkan mempunyai UKL-UPL.
Izin Lingkungan
• Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.
• Pelaku Usaha mengajukan Izin Lingkungan melalui Lembaga OSS
dengan mengisi pernyataan komitmen untuk menyelesaikan UKL-
UPL atau Amdal dalam jangka waktu tertentu.
89
90. b. Hunian
Berimbang
Adalah perumahan dan kawasan permukiman yang
dibangun secara berimbang dengan komposisi
tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah
deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan
rumah mewah, atau dalam bentuk rumah susun antara
rumah susun umum dan rumah susun komersial, atau
dalam bentuk rumah tapak dan rumah susun umum.
90
91. Perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan
permukiman diatur dengan skala sebagai berikut:
a. perumahan dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 15 (lima
belas) sampai dengan 1.000 (seribu) rumah;
b. permukiman dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya 1.000
(seribu) sampai dengan 3.000 (tiga ribu) rumah;
c. lingkungan hunian dengan jumlah rumah sekurang-kurangnya
3.000 (tiga ribu) sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) rumah;
d. kawasan permukiman dengan jumlah rumah lebih dari 10.000
(sepuluh ribu) rumah.
91
92. • Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan hunian berimbang
harus memenuhi persyaratan komposisi sebagai berikut:
• Komposisi jumlah rumah merupakan perbandingan jumlah rumah sederhana, jumlah
rumah menengah, dan jumlah rumah mewah.
• Perbandingan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 3 : 2 : 1 yaitu 3 (tiga) atau lebih
rumah sederhana berbanding 2 (dua) rumah menengah berbanding 1 (satu) rumah
mewah.
• Komposisi luasan lahan merupakan perbandingan luas lahan untuk rumah
sederhana, terhadap luas lahan keseluruhan.
• Luasan lahan rumah sederhana tersebut, sekurang-kurangnya 25% dari luas lahan
keseluruhan dengan jumlah rumah sederhana sekurang-kurangnya sama dengan
jumlah rumah mewah ditambah jumlah rumah menengah.
92
93. (iii) Dalam hal hanya membangun rumah mewah, setiap orang wajib
membangun sekurang-kurangnya 2 (dua) rumah menengah dan
rumah sederhana 3 (tiga) kali jumlah rumah mewah yang akan
dibangun.
(iv) Dalam hal hanya membangun rumah menengah, setiap orang
wajib membangun rumah sederhana sekurang-kurangnya 1 ½
(satu setengah) kali jumlah rumah menengah yang akan
dibangun.
(v) Dalam hal Pengembang tidak dapat membangun rumah sederhana,
Pengembang perumahan dapat membangun Rumah Susun
Umum yang jumlahnya senilai dengan harga kewajiban membangun
Rumah Sederhana dalam satu hamparan yang sama.
93
95. 1. Sertifikat Laik Fungsi
→ lihat pada penjelasan
halaman 63-66
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
Gedung
→ lihat pada penjelasan
halaman 63
D. Post-Construction
95
96. INPRES Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penyederhanaan
Perizinan Pembangunan Perumahan
Berdasarkan Inpres tersebut, Presiden mengistruksikan kepada jajarannya
terutama kepada Kepala Daerah yaitu, Gubernur, dan Walikota/Bupati
untuk:
1. Melaksanakan percepatan pendelegasian kewenangan terkait
perizinan pembangunan perumahan kepada Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP);
2. Melakukan percepatan penyederhanaan perizinan pembangunan
perumahan melalui Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP);
3. Melaksanakan seluruh proses perizinan pembangunan perumahan
melalui sistem online paling lambat tahun 2017;
97. INPRES Nomor 3 Tahun 2016 – Cont’d
4. Berkoordinasi dengan DPRD untuk mengevaluasi Peraturan Daerah
yang menghambat penyederhanaan perizinan pembangunan
perumahan dan tidak menambah persyaratan yang tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan; dan
5. Melaporkan hasil pelaksanaan Instruksi Presiden ini kepada
Menteri Dalam Negeri.
98. Dasar hukum
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun
• Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun
• Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 27
Tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah
Susun Sederhana
• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan
Tatacara Pengisian Serta Pendaftaran Akta
Pemisahan Rumah Susun
III. Rumah Susun
98
99. 99
Bangunan Gedung:
→ lihat pada penjelasan halaman 3-7
Lingkungan:
→ lihat pada penjelasan halaman 68
Lalu Lintas:
→ lihat pada penjelasan halaman 69
100. A. Definisi
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
100
101. 1. Persyaratan Administratif
a. Izin Lokasi, lihat pada penjelasan halaman 9-16.
b. Status Hak Tanah, lihat pada penjelasan halaman 17-19.
c. KRK, lihat pada penjelasan halaman 20-21
d. Izin peruntukan, lihat pada penjelasan halaman 22-23.
e. Amdalalin, lihat pada penjelasan halaman 24-33.
101
102. 2. Persyaratan Teknis
Persyaratan Struktur Bangunan
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi
utama bangunan. Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan
dalam fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial
dan budaya, dan fungsi khusus.
3. Persyaratan Ekologi
AMDAL/UKL-UPL
→ lihat pada penjelasan halaman 75-76
102
103. 4. Persyaratan lain
a. Pertelaan
• Pertelaan menunjukkan batas yang jelas dari masing-masing
satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama beserta uraian nilai perbandingan
proporsionalnya, dalam bentuk gambar dan penjelasan.
• Pengembang wajib meminta pengesahan dari Pemerintah
Daerah setelah memperoleh izin Rencana Fungsi dan
Pemanfaatan.
103
104. b. Analisa Dampak Lalu Lintas
→ lihat pada penjelasan halaman 24-33
c. Pengembang yang membangun rumah susun umum milik
dan rumah susun komersial dalam masa transisi sebelum
terbentuknya PPPSRS wajib mengelola rumah susun.
Masa transisi tersebut ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada
pemilik.
d. Pengembang wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS
paling lambat sebelum masa transisi berakhir.
104
105. f. Rumah Susun Umum
Pengembang wajib menyediakan rumah susun umum minimal 20%
dari total luas rumah susun komersial yang dibangun.
g. Penyediaan Tenaga Listrik
Dalam rangka memenuhi penyediaan tenaga listrik, perhimpunan
pemilik dan penghuni atau badan pengelola dapat bekerja sama
dengan pemegang IUPTL untuk menyediakan tenaga listrik pada
bangunan dalam kawasan terbatas. (Peraturan Menteri ESDM No.
31 Tahun 2015 tentang Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan
dalam Kawasan Terbatas).
Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik meliputi
pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik
kepada konsumen.
105
106. g. Penyediaan Tenaga Listrik (cont’d)
Izin operasi
Undang-Undang No 30 Tahun 2009 dan Permen ESDM No 29 Tahun 2012
• Izin operasi adalah izin untuk melakukan penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri.
• Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan
kapasitas pembangkit tenaga listrik di atas 200kVA wajib mendapatkan
izin operasi Direktur Jenderal Tenaga Listrik atas nama menteri dan
gubernur atau bupati atau walikota.
• Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan
kapasitas pembangkit tenaga listrik di atas 25kVA sampai dengan
200kVA wajib mendapatkan surat keterangan terdaftar dari Direktur
Jenderal Tenaga Listrik atas nama menteri dan gubernur atau bupati
atau walikota.
• Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan
kapasitas pembangkit tenaga listrik sampai 25kVA wajib mendapatkan
surat keterangan terdaftar dari Direktur Jenderal Tenaga Listrik atas
nama menteri dan gubernur atau bupati atau walikota.
106
107. Sertifikat Laik Operasi (SLO)
Setiap Instalasi tenaga listrik: (i) instalasi
penyediaan tenaga listrik; dan (ii) instalasi
pemanfaatan tenaga listrik wajib mempunyai
SLO.
SLO adalah bukti pengakuan formal suatu
instalasi tenaga listrik telah berfungsi sesuai
persyaratan yang ditentukan dan dinyatakan
siap untuk beroperasi.
108. Sertifikat Laik Operasi (SLO)
Berdasarkan Putusan MK Nomor 58/PUU-
XII/2014 yang mengubah Pasal 54 ayat (1) UU
No. 30 Tahun 2009
Kecuali instalasi listrik rumah tangga, setiap
instalasi listrik yang tidak memiliki SLO
dikenakan pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah).
109. 1. Izin Pendahuluan
→ lihat pada penjelasan halaman
47 - 48
2. TPAK
→ lihat pada penjelasan halaman
49
3. TPKB
→ lihat pada penjelasan halaman
50
4. TPIB
→ lihat pada penjelasan halaman
51-52
5. IPTB
→ lihat pada penjelasan halaman
53
6. Izin Mendirikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman
55-62
C. Construction
109
110. D. Post-Construction
1. Sertifikat Laik Fungsi
Pengembang wajib mengajukan permohonan sertifikat laik fungsi
kepada bupati/walikota setelah menyelesaikan seluruh atau
sebagian pembangunan rumah susun sepanjang tidak
bertentangan dengan IMB.
→ lihat pada penjelasan halaman 63
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman 63
110
111. 3. Akta Pemisahan
• Merupakan tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah
susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama
yang didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat yang nantinya akan
disahkan oleh Gubernur. Akta pemisahan ini diperlukan sebagai dasar dalam
penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
• Pengembang wajib meminta pengesahan isi akta pemisahan kepada
Pemerintah Daerah. Akta pemisahan setelah disahkan harus didaftarkan
oleh pengembang pada Kantor Pertanahan setempat.
111
112. Dasar Hukum
Pusat Perbelanjaan
• Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-
DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
• Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/M-DAG/PER/9/2014
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
70/M-DAG/PER/12/2013
• Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 44 Tahun 2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta
• Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran
IV. Pusat
Perbelanjaan
112
113. 113
Bangunan Gedung:
→ lihat pada penjelasan halaman 3-7
Lingkungan:
→ lihat pada penjelasan halaman 68
Lalu Lintas:
→ lihat pada penjelasan halaman 69
114. A. Definisi
Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari
satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal
maupun horisontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku
usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan
perdagangan barang
114
115. B. Pre-Construction
1. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP)
Adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pusat Perbelanjaan.
Perusahaan pengelola Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern yang telah memperoleh izin
usaha, termasuk IUPP, tidak diwajibkan memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Berdasarkan pasal 24 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2018, Pengelola Pasar Rakyat yang telah
memperoleh IUPPR tidak diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan.
IUPPR (Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat) adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan
pasar rakyat, atau yang dahulu dikenal sebagai pasar tradisional.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007, menyatakan
bahwa kewajiban memiliki SIUP dikecualikan terhadap Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di luar
sektor perdagangan.
115
116. Untuk mendapat Izin Usaha Pusat perbelanjaan, harus
mempunyai izin-izin sebagai berikut:
a. Izin Prinsip
izin yang diberikan oleh Gubernur Jakarta atau
Bupati/Walikota dalam rangka memulai usaha.
b. Izin Lokasi
→ lihat pada penjelasan halaman 9-16
116
117. c. Rencana Kemitraan dengan Usaha Kecil
Setiap penyelenggaraan kegiatan usaha perpasaran swasta diwajibkan menyediakan
ruang tempat usaha bagi usaha kecil dan/atau usaha informal/pedagang kaki lima.
(i) Untuk jenis penyelenggaraan usaha perpasaran dengan luas efektif lantai usaha
minimal 200 m2 s/d 500 m2 harus menyediakan ruang tempat usaha bagi usaha kecil
atau usaha informal/pedagang kaki lima sebesar 10% dari luas efektif lantai usaha dan
tidak dapat diganti dalam bentuk lain
117
118. 118
(ii) Untuk jenis penyelenggaraan usaha perpasaran swasta dengan luas efektif lantai usaha di atas 500
m2 harus menyediakan ruang tempat usaha bagi usaha kecil atau usaha informal/pedagang kaki lima
seluas 20% dari luas efektif lantai usaha dan tidak dapat diganti dalam betuk lain
(iii) Penyediaan ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf (i) ditetapkan dan
digambarkan dalam Rencana Tata Letak Bangunan dan atau dalam awal proses perizinan
penyelenggaraan usaha perpasaran swasta.
Penyediaan ruang tempat usaha dapat dipenuhi didalam bangunan dan/atau bangunan yang terletak
pada satu areal atau kawasan yang dimiliki dan dikuasai pengusaha perpasaran swasta
Sedangkan berdasarkan pasal 42 ayat (3) dan (4) Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2018, pengelola
Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan ruang usaha sebesar 20% (dua puluh persen) yang dihitung
berdasarkan luas efektif lantai usaha Pusat Perbelanjaan yang dikelola.
Selain itu, berdasarkan pasal 55 ayat (1) dan (2), Pengelola Toko Swalayan memiliki tanggung jawab
untuk turut mengembangkan UMKM / IKM melalui beberapa pilihan pola kemitraan usaha, yang salah
satunya adalah penyediaan lokasi usaha UMKM / IKM.
119. 2. Persyaratan lain:
a. AMDAL/UKL-UPL
→ lihat pada penjelasan halaman 75-76
b. Analisa Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Setempat, meliputi:
(i) Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan
(ii) Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga
(iii) Tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk di masing-masing daerah sesuai
dengan data sensus Badan Pusat Statisitik (BPS) tahun terakhir
(iv) Rencana kemitraan dengan UMKM
(v) Penyerapan tenaga kerja
119
120. (vi) Ketahanan dan pertumbuhan pasar tradisional sebagai sarana
UMKM
(vii) Ketersediaan fasilitas sosial dan umum
(viii) Dampak positif dan negatif atas pendirian Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern terhadap Pasar Tradisional atau toko eceran
tradisional yang ada sebelumnya; dan
(ix) Tanggung jawab sosial perusahaan yang diarahkan untuk
pendampingan bagi pengelolaan pasar tradisional.
c. Analisa Dampak Lalu Lintas:
→ lihat pada penjelasan halaman 24-33
120
121. d. Persyaratan lain
Pasal 22 Permendag 56/2014: Toko modern dan pusat perbelanjaan
yang dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang,
wajib menyediakan barang dagangan produksi dalam negeri paling
sedikit 80% dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan.
Menteri memberikan izin penyediaan barang dagangan produksi dalam
negeri kurang dari 80% kepada toko modern yang berbentuk stand
alone brand dan/atau outlet/toko khusus dalam hal barang dagangan:
• Memerlukan keseragaman produksi dan bersumber dari satu
jaringan pemasaran global;
• Memiliki merek sediri yang sudah terkenal di dunia dan belum
memiliki basis produksi di Indonesia;
• Berasal dari negara tertentu untuk memenuhi kebutuhan warga
negaranya yang tinggal di Indonesia.
121
122. 1. Izin Pendahuluan
→ lihat pada penjelasan halaman
47-48
2. TPAK
→ lihat pada penjelasan halaman
49
3. TPKB
→ lihat pada penjelasan halaman
50
4. TPIB
→ lihat pada penjelasan halaman
51-52
5. IPTB
→ lihat pada penjelasan halaman
53
6. Izin Mendirikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman
55-62
C. Construction
122
123. D. Post-Construction
1. Sertifikat Laik Fungsi
→ lihat pada penjelasan halaman 63-66
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman 63
123
124. E. Kawasan Industri
Dasar Hukum
Perindustrian:
• Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014
tentang Perindustrian.
• Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun
2015 Tentang Kawasan Industri.
• Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
40/M-IND/PER/6/2016 tentang
Pedoman Teknis Kawasan Industri.
• Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
39/M-IND/PER/6/2016 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Kawasan Industri dan Izin Perluasan
Kawasan Industri
124
125. 125
Bangunan Gedung:
→ lihat pada penjelasan halaman 3-7
Lingkungan:
→ lihat pada penjelasan halaman 68
Lalu Lintas:
→ lihat pada penjelasan halaman 69
126. Kawasan Industri adalah kawasan
tempat pemusatan kegiataan
industri yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola
oleh perusahaan kawasan industri
yang telah memiliki izin usaha
kawasan industri.
A. Definisi
126
127. B. Pre-Construction
Izin Prinsip
• Izin Prinsip diberikan kepada perusahaan yang melakukan kegiatan
usaha Kawasan Industri untuk menyiapkan lahan Kawasan Industri
sampai dapat digunakan, menyusun analisis dampak lingkungan, analisa
dampak lalu lintas (ANDALALIN),perencanaan dan pembangunan,
infrastruktur Kawasan Industri, serta kesiapan lain.
• Permohonan izin prinsip memuat: rencana kegiatan dan rencana
permodalan.
• Permohonan izin prinsip melampirkan:
a. Fotokopi akta pendirian dan/atau perubahannya yang telah disahkan;
b. Fotokopi NPWP;
c. Surat pernyataan kesesuaian lokasi di dalam kawasan peruntukan
industri;
d. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan
Industri Kementerian.
128. Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI)
• Izin Usaha Kawasan Industri, disingkat dengan IUKI, adalah izin yang
diberikan untuk melakukan pengembangan dan pengelolaan Kawasan
Industri. Pemberian IUKI dilakukan melalui Izin Prinsip.
• Permohonan Izin Prinsip diajukan kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melalui pelayanan
terpadu satu pintu.
128
129. IUKI
• Perusahaan yang telah memperoleh izin prinsip dapat
mengajukan permohonan IUKI dengan ketentuan telah:
a. Melaksanakan penyiapan lahan kawasan industri, seluas 50 ha
atau 5 ha untuk kawasan industri yang diperuntukan bagi
industri kecil dan menengah;
b. Membangun sebagian infrastruktur dasar sesuai dengan
pedoman teknis pembangunan kawasan industri, berupa
jaringan jalan, saluran drainase dan instalasi pengolahan air
baku;
c. Membentuk pengelola kawasan industri;
d. Membangun gedung pengelola.
130. IUKI – Cont’d
• Melampirkan:
a. Fotokopi akta pendirian perusahaan dan/atau
perubahannya yang telah disahkan oleh Menteri Hukum
dan HAM;
b. Izin prinsip;
c. Fotokopi izin lokasi;
d. Fotokopi izin lingkungan;
e. Fotokopi surat persetujuan Amdalalin kawasan industri;
f. Fotokopi rencana tapak (siteplan).
131. IUKI – Cont’d
• Melampirkan:
g. Laporan data kawasan industri mengenai kemajuan
pembangunan kawasan industri triwulan terakhir;
h. Fotokopi surat pelepasan hak atau sertipikat atas tanah
yang telah dikuasai dan siap digunakan;
i. Fotokopi dokumen tata tertib kawasan industri (estate
regulation) yang sesuai dengan pedoman teknis
pembangunan kawasan industri; dan
j. Susunan pengurus/pengelola kawasan industri.
132. 1. Izin Pendahuluan
→ lihat pada penjelasan
halaman 47-48
2. TPAK
→ lihat pada penjelasan
halaman 49
3. TPKB
→ lihat pada penjelasan
halaman 50
4. TPIB
→ lihat pada penjelasan halaman
51-52
5. IPTB
→ lihat pada penjelasan halaman
53
6. Izin Mendirikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman
55-62
C. Construction
132
133. D. Post-Construction
1. Sertifikat Laik Fungsi
→ lihat pada penjelasan halaman 63-65
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman 63
133
134. • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
• Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013
Tahun 2013 tentang Standar Usaha Hotel
• Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013
Tahun 2013 tentang Standar Usaha Hotel
• Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun
2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi secara Elektronik Sektor Pariwisata.
• Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 18
Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha
Pariwisata.
VI. Perhotelan
Dasar Hukum
134
135. 135
Bangunan Gedung:
→ lihat pada penjelasan halaman 3-7
Lingkungan:
→ lihat pada penjelasan halaman 68
Lalu Lintas:
→ lihat pada penjelasan halaman 69
136. A. Definisi
Usaha Hotel
Usaha Hotel adalah usaha penyediaan akomodasi secara harian berupa kamar-
kamar di dalam 1 atau lebih bangunan, termasuk losmen, penginapan,
pesanggrahan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum,
kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya. (Permen 18/2016)
*Permen sudah dicabut oleh Permen 10/2018 yang tidak lagi menjabarkan definisi usaha hotel.
136
137. Usaha Penyediaan Akomodasi
• Usaha Penyediaan Akomodasi adalah usaha penyediaan pelayanan penginapan untuk wisatawan yang
dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya.
• Bidang usaha penyediaan akomodasi meliputi jenis usaha:
a. Hotel;
b. Kondominium hotel;
c. Apartemen servis;
d. Bumi perkemahan;
e. Persinggahan karavan;
f. Villa;
g. Pondok wisata;
h. Jasa manajemen hotel;
i. Hunian wisata lanjut usia;
j. Rumah wisata;
k. Motel;
l. Hunian wisata;
m. Resort wisata;
*Permen sudah dicabut oleh Permen 10/2018 yang tidak lagi menjabarkan jenis usaha penyediaan akomodasi. Pasal 5
Permen 10/2018 hanya menyatakan bahwa jenis usaha penyediaan akomodasi yang dimaksud adalah yang sesuai
dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha yang salah satunya mencakup usaha hotel, sebagaimana juga tercantum
dalam Lampiran Permen 10/2018.
139. 1. Persyaratan Administratif
139
a. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
• Jenis perizinan berusaha sektor pariwisata terbagi menjadi Izin Usaha
berupa TDUP dan Izin Komersial atau Operasional berupa Sertifikat
Usaha Pariwisata.
• TDUP adalah dokumen resmi yang diberikan kepada pengusaha
pariwisata untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata. TDUP
merupakan istilah baru menggantikan istilah sebelumnya, yaitu izin
usaha tetap pariwisata.
• TDUP diterbitkan melalui Lembaga OSS berdasarkan komitmen,
sedangkan Sertifikat Usaha Pariwisata diterbitkan oleh LSU (Lembaga
Sertifikasi Usaha) Bidang Pariwisata setelah Pelaku Usaha melaksanakan
Sertifikasi Usaha Pariwisata.
140. 1. Persyaratan Administratif (cont’d)
140
a. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
• Penerbitan TDUP untuk dan atas nama Menteri dilakukan terhadap usaha yang
memiliki modal asing atau PMDN dengan ruang lingkup lintas provinsi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Penerbitan TDUP untuk dan atas nama Gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku juga untuk usaha pariwisata yang lokasi usaha atau kantor
berada di DKI Jakarta.
• Dalam hal Pelaku Usaha menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) usaha pariwisata di
dalam satu lokasi dan satu manajemen, maka TDUP dapat diberikan dalam satu
dokumen TDUP untuk keseluruhan usaha.
141. 1. Persyaratan Administratif (cont’d)
141
a. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
Permohonan TDUP dilengkapi dengan dokumen:
a. Dokumen identitas pemohon;
b. Fotokopi bukti hak atas tanah;
c. Surat pernyataan pemilik/pimpinan perusahaan untuk mengurus sertifikat
laik sehat;
d. Fotokopi IMB;
e. Fotokopi surat pernyataan pengelolaan lingkungan yang mendapat
persetujuan dari instansi terkait;
f. Fotokopi izin lingkungan.
142. 1. Persyaratan Administratif (cont’d)
142
a. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
TDUP diterbitkan melalui Lembaga OSS dengan komitmen kepada :
a. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha
dan / atau kegiatan.
b. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/
atau kegiatan, dan telah memiliki atau menguasai prasarana.
c. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan /
atau kegiatan tapi belum memiliki atau menguasai prasarana.
143. 1. Persyaratan Administratif (cont’d)
143
a. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
Sedangkan berdasarkan pasal 12 ayat (1) Permen 10/2018, TDUP diterbitkan oleh Lembaga
OSS berdasarkan komitmen, yaitu berupa pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi :
a. Izin Lokasi
b. Izin Lingkungan
c. IMB
d. Izin Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan Perairan yang diatur oleh menteri yang
membidangi urusan pemerintahan di bidang kelautan, khusus usaha pariwisata yang
menggunakan ruang laut secara menetap.
TDUP diterbitkan melalui Lembaga OSS dalam bentuk dokumen elektronik yang disertai
dengan tanda tangan elektronik.
144. b. Izin Lokasi
→ lihat pada penjelasan halaman 9-16
c. Status Hak atas Tanah
→ lihat pada penjelasan halaman 17-19
d. KRK
→ lihat pada penjelasan halaman 20-21
e. Izin Peruntukan
→ lihat pada penjelasan halaman 22-23
144
145. 2. Persyaratan Teknis
Persyaratan Struktur Bangunan
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama
bangunan. Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam fungsi
hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya,dan
fungsi khusus.
3. Persyaratan Ekologi
AMDAL/UKL-UPL
→ lihat pada penjelasan halaman 75-76
145
146. 4. Persyaratan lain
a. Analisa Dampak Lalu Lintas
→ lihat pada penjelasan halaman 24-33
146
147. 1. Izin Pendahuluan
→ lihat pada penjelasan
halaman 47-48
2. TPAK
→ lihat pada penjelasan
halaman 49
3. TPKB
→ lihat pada penjelasan
halaman 50
4. TPIB
→ lihat pada penjelasan halaman
51-52
5. IPTB
→ lihat pada penjelasan halaman
53
6. Izin Mendirikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman
55-62
C. Construction
147
148. D. Post-Construction
1. Sertifikat Laik Fungsi
→ lihat pada penjelasan halaman 63-65
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman 63
148
149. VII. Perkantoran
Dasar Hukum
Bangunan Gedung:
→ lihat pada penjelasan halaman 3-7
Lingkungan:
→ lihat pada penjelasan halaman 68
Lalu Lintas:
→ lihat pada penjelasan halaman 69
149
151. 1. Persyaratan Administratif
a. Izin Lokasi
→ lihat pada penjelasan halaman 9-16
b. Status Hak atas Tanah
→ lihat pada penjelasan halaman 17-19
c. KRK
→ lihat pada penjelasan halaman 20-21
d. Izin Peruntukan
→ lihat pada penjelasan halaman 22-23
151
152. 2. Persyaratan Teknis
Persyaratan Struktur Bangunan
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama
bangunan. Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam fungsi
hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya,dan fungsi
khusus.
3. Persyaratan Ekologi
AMDAL/UKL-UPL
→ lihat pada penjelasan halaman 75-76
152
153. 4. Persyaratan lain
a. Analisa Dampak Lalu Lintas
→ lihat pada penjelasan halaman 24-33
153
154. 1. Izin Pendahuluan
→ lihat pada penjelasan
halaman 47-48
2. TPAK
→ lihat pada penjelasan
halaman 49
3. TPKB
→ lihat pada penjelasan
halaman 50
4. TPIB
→ lihat pada penjelasan halaman
50-51
5. IPTB
→ lihat pada penjelasan halaman
53
6. Izin Mendirikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman
55-62
B. Construction
154
155. C. Post-Construction
1. Sertifikat Laik Fungsi
→ lihat pada penjelasan halaman 63-65
2. Bukti Kepemilikan Bangunan
→ lihat pada penjelasan halaman 63
155
156. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
secara Elektronik / OSS / Online Single
Submission (PP 24/2018)
• OSS adalah platform perizinan berusaha yang dikelola oleh Lembaga OSS.
• Perizinan berusaha tetap diterbitkan oleh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau
bupati / wali kota sesuai dengan kewenangannya yang pelaksanaannya wajib
dilakukan melalui perantaraan Lembaga OSS.
• Pengelompokan jenis perizinan berusaha melalui OSS saat ini terbagi menjadi :
1. Izin Usaha; dan
2. Izin Komersial atau Operasional.
• Seluruh perizinan berusaha yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sektor
dikelompokkan baik sebagai Izin Usaha maupun sebagai Izin Komersial atau
Operasional, masing-masing dengan komitmen.
• Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama
menteri, pimpinan, lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan atau kegiatan sampai sebelum
pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan / atau
komitmen.
• Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk
dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota setelah
Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau
operasional dengan memenuhi persyaratan dan / atau komitmen.
157. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
secara Elektronik / OSS / Online Single
Submission (PP 24/2018)
• Pemenuhan komitmen atas Izin Usaha dilakukan dengan memenuh Izin-Izin
turunan yang juga segera diterbitkan di awal bersamaan dengan Izin Usaha, di
mana masing-masing izin tersebut juga membutuhkan komitmen untuk bisa
berlaku efektif, dan yang pada akhirnya menjadi syarat bagi efektifnya
keberlakuan Izin Usaha, yaitu :
1. Izin Lokasi (dalam hal tertentu bisa tanpa komitmen);
2. Izin Lokasi Perairan (opsional);
3. Izin Lingkungan;
4. IMB.
• Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial berdasarkan komitmen untuk :
1. standar, sertifikat, dan / atau lisensi; dan / atau
2. pendaftaran barang / jasa.
• Izin Usaha maupun Izin Komersial yang telah diterbitkan terlebih dahulu di awal
baru akan berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan komitmen dan
melakukan pembayaran biaya perizinan berusaha.
• Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha maupun Izin Komesial yang sudah
diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak kunjung memenuhi komitmen.
158. Izin-Izin terkait Pertanahan (PP 24/2018
tentang OSS)
No. Perizinan Berusaha
Perizinan Berusaha
melalui OSS
Jenis Izin
1. Izin Mendirikan Bangunan Izin Mendirikan Bangunan Izin Usaha
2. Surat Izin Pengambilan Air Tanah
Surat Izin Pengambilan Air
Tanah Izin Usaha
3. Surat Izin Peil Banjir Surat Izin Peil Banjir Izin Usaha
159. Izin-Izin terkait Pertanahan (PP 24/2018
tentang OSS)
No. Perizinan Berusaha
Perizinan Berusaha
melalui OSS
Jenis Izin
4.
Izin Rencana Fungsi dan
Pemanfaatan Rusun
Izin Rencana Fungsi dan
Pemanfaatan Rusun
Izin
Komersial
5.
Izin Pengubahan Rencana Fungsi
dan Pemanfaatan Rusun
Izin Pengubahan Rencana
Fungsi dan Pemanfaatan
Rusun
Izin
Komersial
6. Sertifikat Laik Fungsi Sertifikat Laik Fungsi
Izin
Komersial
7. Pengesahan Pertelaan Pengesahan Pertelaan
Izin
Komersial
8. Sertifikat HMRS a/n Developer
Sertifikat HMRS a/n
Developer
Izin
Komersial
9. Sertifikat HMRS a/n pembeli
Sertifikat HMRS a/n
pembeli
Izin
Komersial