Dokumen tersebut membahas mengenai prinsip pengakuan pajak masukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak masukan hanya dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu seperti berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan tercantum dalam faktur pajak yang sah. Terdapat pengecualian untuk pajak masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan se
2. Terminologi
Pasal 1 UU PPN
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau
perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai
terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena
Pajak.
3. Prinsip Pengkreditan PM
Pasal 9 UU PPN
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
◦ Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak
harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
◦ Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan
pengembalian pada akhir tahun buku. Termasuk dalam pengertian
akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib
Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar).
4. Terminologi
Pasal 1 UU PPN
Pajak Keluaran
( PK )
Pajak Masukan
( PM )
Pajak yang
dipungut pada
saat penyerahan
BKP/JKP
( 10 % x DPP)
Pajak yang
dibayar pada saat
perolehan
BKP/JKP
PPN Kurang/Lebih/Nihil
5. Prinsip Pengkreditan PM
Pasal 9 UU PPN
PK < PM
Lebih Bayar Restitusi
Desember
KECUALI :
Eksportir BKP/JKP
Penyerahan ke pemungut
Penyerahan yg PPN nya tidak dipungut
Kompensasi
6. Prinsip Pengkreditan PM
Pasal 9 UU PPN
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum
melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas
perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) dan ayat (9).
(5) – informasi minimal dalam FP diisi lengkap
(9) – FP memenuhi syarat formal dan material
7. Prinsip Pengkreditan PM
Pasal 9 UU PPN
Pajak Masukan
Dapat Dikreditkan
Tidak Dapat
Dikreditkan
Persyaratan PM dapat dikreditkan :
1. Memenuhi syarat formal dan material
Syarat formal : tercantum dlm faktur & belum diperiksa
Syarat material : berhubungan langsung dgn usaha & belum menjadi biaya
2. PM harus dikreditkan pada masa yang sama apabila tidak bisa dipenuhi paling lambat 3 bulan sejak
berakhirnya masa pajak bersangkutan.
3. PM harus tercantum di faktur pajak yang memenuhi ketentuan.
8. PM Tidak DapatDikreditkan
Pasal 9 (8) UU PPN
Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk :
a. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
b. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. dihapus;
f. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat,
dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena
Pajak;
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan
pajak;
i. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
j. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
k. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang yang tidak terutang PPN atau
mendapat fasilitas PPN dibebaskan (pasal 9 ayat (5))
9. Prinsip Pengkreditan PM
Pasal 9 UU PPN
Tidak Dapat Dikreditkan
1. Perolehan BKP/JKP yg tdk berhubungan langsung dgn kegiatan usaha.
2. PM atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan berupa sedan dan station wagon, kecuali sbg
barang dagangan/disewakan
3. Perolehan BKP tak berwujud atau JKP dr luar daerah pabean sebelum dikukuhkan sbg PKP.
4. Perolehan BKP/JKP yg FP nya tdk memenuhi ketentuan pasal 13 ayat 5 dan 9.
5. PM yg timbul krn diterbitkannya surat ketetapan pajak.
6. PM yg tdk dilaporkan di SPT masa PPN yg ditemukan pada saat pemeriksaan.
7. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi komersial sbgm Pasal 9
ayat 2a.
8. PM atas perolehan BKP/JKP yg atas penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN (Pasal 16 B
ayat 3)
10. Ketentuan memberikan kepastian hukum bahwa Pajak
Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat
dikreditkan.
Contoh:
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April
2013. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak
diberikan pada tanggal 20 April 2013 dan berlaku surut
sejak tanggal 19 April 2013. Pajak Masukan yang
diperoleh sebelum tanggal 19 April 2013 tidak dapat
dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Perolehan BKP Atau JKP
Sebelum Pengusaha Dikukuhkan Sebagai PKP
11. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan
dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat
bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan
yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat
adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih
dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu
apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Perolehan BKP Atau JKP Yang Tidak
Mempunyai Hubungan Langsung Dengan Kegiatan Usaha
12. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak
baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan
pajak.
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan
pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan.
Perolehan BKP Atau JKP Yang Pajak Masukannya
Ditagih Dengan Penerbitan Ketetapan Pajak
13. Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00
Dari hasil pemeriksaan diketahui:
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
Pajak Masukan = Rp11.000.000,00
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar Rp11.000.000,00,
tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00 sesuai dengan yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 (-)
Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00
Kurang Bayar menurut Surat
Pemberitahuan
= Rp 2.000.000,00 (-)
Masih kurang dibayar = Rp 5.000.000,00
Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
14. Yang dimaksud dengan "penyerahan yang terutang pajak" adalah
penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan "penyerahan yang tidak terutang pajak"
adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan
penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak
terutang pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian
penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Masukan terkait Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
15. Contoh:
Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu:
a. penyerahan yang terutang pajak = Rp25.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp2.500.000,00
b. penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00
Pajak Keluaran = nihil
c. penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00
Pajak Keluaran = nihil
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan:
a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang
terutang pajak = Rp1.500.000,00
b. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai = Rp300.000,00
c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp500.000,00
Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
sebesar Rp2.500.000,00 hanya sebesar Rp1.500.000,00.
Pajak Masukan terkait Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
16. Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak
dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan
usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak
yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang mengalihkan
dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena
Pajak yang menerima pengalihan, sepanjang
Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya
pengalihan dan Pajak Masukan tersebut belum
dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi
Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, Dan
Pengambilalihan Usaha
17. I. Bagi PKP yang peredaran usahanya dalam 1
(satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu
II. Bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha
tertentu
III. Bagi PKP Yang Melakukan Penyerahan Yang
Terutang Dan Tidak Terutang Pajak
(diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan)
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
18. Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai
peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak
melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus
juta rupiah).
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
BAGI PKP YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU
Permenkeu Nomor 74/PMK.03/2010
19. Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan apabila memenuhi syarat :
Mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun
buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00
(satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap 1
(satu) tahun buku;
Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Syarat
20. PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
BAGI PKP YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU
Permenkeu Nomor 74/PMK.03/2010
Pedoman Pengkreditan PM
PKP dgn Peredaran Usaha
Tertentu
PKP Kegiatan Tertentu
1. Omzet < 1,8 M
2. PKP baru
1. PKP kendaraan bekas
2. PKP perdagangan emas
Wajib
Pilihan PKP
21. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
yang dihitung menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
(Deemed PM), yaitu sebesar :
60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk
penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk
penyerahan Barang Kena Pajak.
22. PKP dgn Peredaran Usaha Tertentu
60 % dr PK
Penyerahan JKP
70 % dr PK
Penyerahan BKP
PK (Pajak Keluaran) = 10 % x Penyerahan BKP/JKP
23. Contoh 1
April 2011
Penyerahan BKP Rp. 100.000.000
Penyerahan JKP Rp. 120.000.000
Pajak Keluaran (PK) BKP 10.000.000
Pajak Keluaran (PK) JKP 12.000.000
Total PK 22.000.000
PM atas BKP 70 % x PK 7.000.000
PM atas JKP 60 % x PK 7.200.000
Total PM 14.200.000
PPN harus dibayar = PK-PM
= 22.000.000 – 14.200.000
= 7.800.000
24. Contoh 2
Toko Merah, merupakan usaha milik Bapak Postel yang bergerak di bidang
perdagangan alat rumah tangga yang sudah dikukuhkan sebagai PKP dan termasuk
sebagai PKP tertentu.
Dalam bulan Januari 2011, usaha Bapak Postel memiliki omset penjualan sebesar
Rp. 100 juta dengan pajak keluaran (PK) sebesar Rp. 10 juta. Sedangkan pajak
masukan (PM) yang telah dibayar oleh Bapak Postel adalah sebesar Rp. 8 juta.
Dengan demikian, Toko Merah untuk bulan Januari 2011 harus membayar ke kas
negara sebesar Rp. 3 juta rupiah (PK- (70% x PK)) atau (10 juta – (70% x 10 juta)).
Dalam hal ini meskipun Bapak Postel memiliki PM sebesar Rp. 8 juta, namun PM
yang diakui/yang dapat dikreditkan dengan mekanisme deem PM tersebut adalah
hanya sebesar Rp7 juta.
25. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat
membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan
Pajak Penghasilan.
26. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan
Usaha Tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA TERTENTU
Permenkeu No 79/PMK.03/2010
Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan
usaha yang semata-mata melakukan :
◦ penyerahan kendaraan bermotor bekas secara
eceran; atau
◦ penyerahan emas perhiasan secara eceran.
27. Besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan yang dihitung menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan, yaitu sebesar :
90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran,
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
penyerahan kendaraan bermotor bekas secara
eceran;
80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran,
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
penyerahan emas perhiasan secara eceran.
28. PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA TERTENTU
Permenkeu No 79/PMK.03/2010
PKP dgn Kegiatan Tertentu
PKP Kendaraan
Bermotor Bekas
PKP Penyerahan
Emas Perhiasan
PK (Pajak Keluaran) = 10 % x Penyerahan BKP
DPP (Dasar Pengenaan Pajak) = Harga Jual
PM = 80 % PKPM = 90 % PK
PPN setor = 1 % DPP PPN setor = 2 % DPP
29. Pencabutan Permenkeu No 79/PMK.03/2010 Terkait
Penyerahan Emas Perhiasan Diganti Melalui
PMK -30/PMK.03/2014
Terkait Terbitnya PMK-
38/PMK.011/2013 Tentang Nilai
Lain Sebegai Dasar Pengenaan
Pajak
Pasal 2 huruf (L) : untuk penyerahan emas
perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan
dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa
lain yang berkaitan dengan emas perhiasan,
yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan
adalah 20% (dua puluh persen) dari harga jual
emas perhiasan atau nilai penggantian;
Terbit PMK-30/PMK.03/2014 Tanggal 10 Februari
2014 Tentang PPN Atas Penyerahan Emas
Perhiasan yang berlaku sejak tanggal 1 Maret
2014.
Pedagang Emas Perhiasan bukan
lagi PKP dengan Kegiatan Tertentu
melainkan PKP Biasa yang
menggunakan Nilai Lain Sebagai
DPP.
Contoh :
Pengusaha Jemmy Laory dengan merk Toko “Mas Jawa” membukukan omset Rp. 320 juta dalam bulan
Januari 2014. Maka PPN yang disetor adalah sebesar Rp. 6.400.000,- yang bersumber dari (Rp.
320.000.000,- X 10% X 20%) dimana dasar penghitungan sebelumnya yang dicabut yaitu diatur dalam PMK-
79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang melakukan
kegiatan usaha tertentu dengan dasar perhitungan sebagai berikut :
Penyerahan Emas Perhiasan Rp. 320.000.000,-
Pajak Keluaran = Rp. 32.000.000,-
Pajak Masukan = Rp. 25.600.000,-
(80% dikali PK)PPN KB = Rp. 6.400.000,-
30. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat
membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai
biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan
31. Contoh 1
PKP Kendaran Bermotor Bekas
Cara 1 :
Penyerahan BKP Rp. 1.200.000.000
Pajak Keluaran (PK) BKP 120.000.000
PM atas BKP 90 % x PK 108.000.000
PPN harus dibayar 12.000.000
Cara 2 :
PPN harus disetor = 1 % x Penjualan
= 1 % x 1.200.000.000
= 12.000.000
32. Contoh 2
PKP Perdagangan Emas Perhiasan
Cara 1 :
Penyerahan BKP Rp. 1.200.000.000
Pajak Keluaran (PK) BKP 120.000.000
PM atas BKP 80 % x PK 96.000.000
PPN harus dibayar 24.000.000
Cara 2 :
PPN harus disetor = 2 % x Penjualan
= 2 % x 1.200.000.000
= 24.000.000
33. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan :
usaha terpadu (integrated), terdiri dari :
• unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang
Pajak; dan
• unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak
Terutang Pajak.
usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak
terutang pajak;
usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha
jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang
pajak; atau
usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan
sebagian lainnya tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak
dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PM BAGI PKP YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
Pasl 9 (6) UU PPN & PMK No. 78/PMK.03/2010
34. P = PM x Z
dengan ketentuan :
P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah
Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap
penyerahan seluruhnya
Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP
35. Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP
PM atas
Penyerahan Terutang & Tidak Terutang PPN
P = PM x Z
P = Pajak Masukan yang dpt dikreditkan
PM = Pajak Masukan Total
Z = Perbandinga penyerahan terutang dgn total penyerahan
Bila
belum
dikredit
kan
36. Contoh :
Pedoman penghitungan PM yang dapat dikreditkan
Pajak Masukan yg dpt dikreditkan
Pajak Masukan Total Rp. 30.000.000
Penyerahan terutang PPN Rp. 50.000.000
Penyerahan tak terutang PPN Rp.100.000.000
Total Penyerahan Rp.150.000.000
P = PM x Z
= 30.000.000 x 50.000.000
150.000.000
= 10.000.000
37. Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak
Masukan dengan menggunakan pedoman
penghitungan, harus menghitung kembali besarnya
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Lihat Contoh
Pedoman penghitungan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan
38. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dilakukan dengan
menggunakan pedoman penghitungan sebagai berikut :
untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu)
tahun :
PM
P’ = --------------- x Z’
T
untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun atau
kurang :
P’ = PM x Z’
dengan ketentuan :
P' adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1(satu) tahun buku;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak.
T adalah masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
ditentukan sebagai berikut :
• untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun;
• untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak
adalah 4 (empat) tahun;
Z' adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
39. Pengkreditan PM pada saat Perolehan BKP/JKP
PM atas
Penyerahan Terutang & Tidak Terutang PPN
P’ = PM x Z’
T
P’= Pajak Masukan yang dpt dikreditkan
PM = Pajak Masukan Total
Z’ = Perbandingan penyerahan terutang dgn total penyerahan
T = Masa manfaat BKP/JKP
- Utk tanah dan bangunan 10 tahun
- Selain tanah/bangunan 4 tahun
Bila
Telah
dikredit
kan
40. Contoh
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
PKP bergerak di bidang Perkebunan Jagung (Tidak
Terutang PPN) dan Pabrik Minyak Jagung (Terutang PPN).
APRIL 2011
April 2011, PKP membeli truk dengan harga Rp. 200 juta
(PPN Rp. 20 juta).
Masa manfaat truk sebenarnya 5 tahun, tetapi untuk tujuan
penghitungan PM berdasarkan PMK 78/PMK. 03/2010 ini
ditetapkan 4 tahun.
Diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan yang
terutang pajak terhadap seluruh penyerahan adalah 70%.
PM yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Masa
April 2011: Rp20 juta x 70% = Rp14 juta
41. Contoh – Tahun (I)
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2012
Total peredaran usaha tahun 2011 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp40 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp60 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama
tahun buku 2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2012 adalah:
Rp60 miliar x Rp20 juta = Rp3 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi PM untuk Masa Pajak
Maret 2012) adalah sebesar Rp3,5 juta – Rp3 juta = Rp500 ribu
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan
setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.
42. Contoh – Tahun (II)
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2013
Total peredaran usaha tahun 2012 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp10 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp90 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama
tahun buku 2012 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2013 adalah:
Rp90 miliar x Rp20 juta = Rp4,5 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (menambah PM untuk Masa Pajak
Maret 2013) adalah sebesar Rp4,5 juta – Rp3,5 juta = Rp1 juta
43. Contoh – Tahun (III)
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2014
Total peredaran usaha tahun 2013 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp30 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp70 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama
tahun buku 2013 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2014 adalah:
Rp70 miliar x Rp20 juta = Rp3,5 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali adalah:
Rp3,5 juta – Rp3,5 juta = Rp 0
44. Contoh – Tahun (IV)
Penghitungan Kembali PM yang Dapat Dikreditkan
MARET 2015
Total peredaran usaha tahun 2014 : Rp100 miliar, terdiri dari penjualan jagung :
Rp50 miliar dan penjualan minyak jagung : Rp50 miliar.
Penghitungan kembali PM yang dapat dikreditkan atas perolehan truk selama
tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 adalah:
Rp50 miliar x Rp20 juta = Rp2,5 juta
Rp100 miliar 4
PM atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai
masa manfaat truk tersebut adalah (Rp14 juta / 4) = Rp 3,5 juta
Jadi PM yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi PM untuk Masa Pajak
Maret 2015) adalah sebesar Rp3,5 juta – Rp2,5 juta = Rp 1 juta
Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tidak perlu lagi dilakukan
pada tahun 2016.
45. Pedoman Penghitungan PM yang lain
Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan berdasarkan PMK ini tidak berlaku bagi
PKP yang telah ditetapkan untuk menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (7) dan
ayat (7a) UU PPN (Kegiatan Tertentu dan Jumlah
Tertentu).
46. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil
penghitungan kembali diperhitungkan dengan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada
suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan
ketiga setelah berakhirnya tahun buku.
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan dalam hal
masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak telah berakhir.
Penghitungan kembali Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan
47. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi
sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang
pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor
barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang telah dikreditkan diatas dan telah
diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh
Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan
gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak
Masukan dimulai
Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan,
dan tata cara pembayaran kembali tsb diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PMK-81/PJ/2010
Gagal Berproduksi
48. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan
telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat
Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Gagal Berproduksi
Sanksi Pasal 14 ayat (5) UU KUP
49. Suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan
kegiatan usaha utama sebagai produsen yang
menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak
melakukan kegiatan:
penyerahan Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak;
ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak,
yang berasal dari hasil produksinya sendiri.
Gagal Produksi
50. Suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak
dengan kegiatan usaha utama Pengusaha Kena
Pajak selain produsen apabila dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak pertama kali
mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan
kegiatan:
penyerahan Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak;
ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak,
Gagal Produksi
51. Besarnya Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali
adalah sebesar Pajak Masukan yang telah dikreditkan
dan telah diberikan pengembalian.
Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetorkan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah saat gagal
berproduksi.
Saat gagal berproduksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) berakhir dalam jangka waktu:
3 (tiga) tahun untuk produsen
1 (satu) tahun untuk selain produsen
52. Pembayaran kembali Pajak Masukan dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak yang gagal
berproduksi dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak dengan mencantumkan
keterangan "Pembayaran kembali Pajak
Masukan atas impor dan/atau perolehan Barang
Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan
pengembalian".
Pembayaran kembali Pajak Masukan dilaporkan
pada Masa Pajak dilakukan pembayaran
53. Dalam hal gagal berproduksi disebabkan oleh bencana
alam atau sebab lain di luar kekuasaan Pengusaha Kena
Pajak (force majeur), Pengusaha Kena Pajak tidak wajib
membayar kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau
perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah
diberikan pengembalian